BAB II Tinjauan Pustaka Selai
BAB II Tinjauan Pustaka Selai
BAB II Tinjauan Pustaka Selai
TINJAUAN PUSTAKA
A. Selai
Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak
hancuran buah yang dicampur gula atau campuran gula dengan dekstrosa
atau glukosa, dengan atau tanpa penambahan air dan memiliki tekstur yang
lunak dan plastis (Suryani et al., 2004). Menurut SNI-01-3746-1995, selai
buah adalah produk pangan semi basah yang merupakan pengolahan bubur
buah dan gula yang dibuat dari campuran tidak kurang dari 45% berat sari
buah dan 55% berat gula. Campuran tersebut kemudian dipekatkan sampai
diperoleh hasil akhir berupa padatan terlarut lebih dari 65% yang diukur
menggunakan refraktometer.
Menurut Muchtadi (1989), perbandingan gula terhadap bobot buah
yang digunakan dalam pembuatan selai untuk buah-buahan asam adalah satu
bagian bobot buah dan satu bagian bobot gula sedangkan menurut
Suryani et al. (2004) formula umum yang digunakan adalah 45:55
(buah:gula), tetapi penambahan gula juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti keasaman buah, kandungan gula buah dan kematangan buah yang
digunakan.
Menurut Desrosier (1988), jika keasaman buah tinggi, kandungan gula
tinggi dan kematangan buah optimum maka penambahan gula lebih rendah
dari 55 bagian, karena buahnya sendiri telah mengandung sejumlah gula yang
perlu diperhitungkan. Buah-buahan yang kandungan pektinnya rendah dapat
ditambahkan pektin komersial pada saat pembuatan selai.
Menururt Suryani et al. (2004), selai yang bermutu baik mempunyai
tanda spesifik yaitu:
1. konsistensi kokoh,
2. warna cemerlang,
3. distribusi buah merata,
4. tekstur lembut,
5. flavor buah alami,
6. tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan
pemilihan
tingkat
kematangan buah
yang digunakan
akan
mempengaruhi hasil akhir selai yang dihasilkan. Bila digunakan buah segar,
maka harus dipilih buah yang berkualitas baik, kemudian dilakukan
pengupasan pada buah yang berkulit serta penghilangan biji pada buahbuahan yang berbiji (Suryani et al., 2004).
Pembuatan selai nanas selain menggunakan buah nanas sebagai bahan
baku juga menggunakan bahan tambahan yaitu :
1. Gula
Gula berperan sebagai pengawet bagi berbagai macam makanan
terutama jam, jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup dan lain-lain.
Konsentrasi gula yang tinggi (70%) sudah dapat menghambat
pertumbuhan mikroba, akan tetapi pada umumnya gula dipergunakan
dengan salah satu teknik pengawetan lainnya, misalnya dikombinasikan
dengan keasaman tinggi, pasteurisasi, penyimpanan pada suhu rendah,
pengeringan, pembekuan dan penambahan kimia seperti SO2, asam
benzoat dan lain-lain. Kadar gula yang tinggi (minimum 40%) bila
ditambahkan ke dalam bahan pangan, air dalam bahan pangan akan
terikat sehingga tidak dapat dipergunakan oleh mikroba dan a w menjadi
rendah (Muchtadi, 1997).
Penambahan gula pasir sangat penting untuk memperoleh tekstur,
penampakan, dan flavor yang baik. Kekurangan gula pasir dalam
pembuatan selai akan menghasilkan gel yang kurang kuat pada semua
tingkat keasaman dan membutuhkan lebih banyak penambahan asam
untuk menguatkan strukturnya. Menurut Winarno (1997), gula yang
ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar kristal-kristal yang
terbentuk di permukaan gel dapat dicegah.
2. Pengental (Nutrijell)
Menururt Cross (1984), bahan pembentuk gel berfungsi untuk
memodifikasi tekstur selai sehingga mendapatkan rasa cicip yang disukai.
Dalam penelitian ini, bahan pengental dan pembentuk gel yang
digunakan dalam pembuatan selai nanas adalah nutrijell. Nutrijell
merupakan merek dagang, dimana komposisi utama bahannya antara lain:
a. Karagenan
Karagenan adalah polisakarida yang diekstrak dari beberapa
anggota Rhodophyceae (rumput laut merah) seperti Chondrus,
Euchema, Gigartina, Gloiopeltis dan Iridea (Belitz dan Grosch, 1999).
Euchema cottonii dan E. Spinosum merupakan jenis Rhodophyceae
yang banyak ditemui di perairan Indonesia sedangkan Gigartina
banyak ditemui di daerah selatan Eropa. E. Cottonii merupakan jenis
rumput laut penghasil kappa karagenan, E. Spinosum merupakan
penghasil iota karagenan, dan Gigartina merupakan penghasil lamda
karagenan (Anonim, 2007). Menurut Imeson (2000), karagenan
merupakan polisakarida berantai linear dengan berat molekul yang
tinggi. Rantai polisakarida tersebut terdiri dari ikatan berulang antara
gugus galaktosa dengan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik
yang berikatan dengan sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan
ikatan glikosidik -(1,3) dan -(1,4).
Karagenan akan stabil pada pH 7 atau lebih tinggi, stabilitas
karagenan menurun khususnya dengan peningkatan suhu. Pada pH
yang lebih rendah dari 7, polimer karagenan terhidrolisis sehingga
kemampuan untuk membentuk gel menjadi hilang. Namun demikian
dalam praktek penerapannya, suatu gel terbentuk pada pH di bawah 7
dan hidrolisis terjadi tidak lama sehingga gel dapat stabil
(Glicksman, 1982). Menurut Imeson (2000), larutan karagenan akan
mengalami penurunan viskositas dan kekuatan gel (gel strength) pada
pH 3,4. Hal ini disebabkan terputusnya ikatan glikosidik yang
mengakibatkan terjadinya hidrolisis. Laju hidrolisis akan meningkat
seiring peningkatan suhu.
Sama
halnya
dengan
karagenan,
konjak
pada kondisi basa. Larutan konjak tidak akan membentuk gel karena
gugus asetilnya mencegah rantai panjang glikomannan untuk bertemu
satu sama lain (Widjanarko, 2008). Konjak dapat membentuk gel
kecuali dengan adanya kappa-karagenan dan xantham gum, dimana
asosiasi
antar
rantai
mendukung
gelasi
atau
pengentalan
(Thomas, 1997).
Gel konjak merupakan dietary fibre yang tidak akan diserap
oleh usus, melainkan dapat memenuhi lambung dan mempercepat rasa
kenyang sehingga cocok untuk makanan diet bagi penderita diabetes.
Manfaat lain yang didapat dari konsumsi gel konjak yaitu mengurangi
kolestrol darah, memperlambat pengosongan perut, dan mencegah
penyakit tekanan darah tinggi (Johnson, 2002).
Tabel 1. Selain kaya gizi, zat kimia terkandung seperti bioflanid, minyak
atsiri limonen, asam sitrat, linalin asetat dan fellandren (Sarwono, 1993).
Tabel 1. Kandungan kimia jeruk manis dalam 100 gram sari jeruk
Parameter
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Mineral
Kalsium
Fosfor
Besi
Asam askorbat
Satuan
kalori
g
g
g
g
mg
mg
mg
mg
Sari jeruk
51
0,9
0,2
11,4
0,5
33
23
0,4
49
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kerusakan
bahan
pangan
10
(6) Titik Lebur tinggi, sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang
baik, mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi
(7) Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak, tidak terpengaruh pelarut
pada suhu kamar kecuali oleh HCl
C. Pendugaan Umur Simpan
Pengertian masa simpan makanan secara umum menurut Ahrene et al.
(1996) adalah periode waktu bagi sebuah produk hingga ia tidak dapat lagi
diterima secara sensorik, nutrisi dan keamanannya. Arpah dan Syarief (2000)
menyatakan bahwa umur simpan dapat didefinisikan juga sebagai waktu yang
dibutuhkan oleh suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika
ditinjau dari segi keamanan, nutrisi, sifat fisik, dan organoleptik, setelah
disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan.
Menurut Syarief et al. (1989), secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah :
1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya
perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan
terjadinya perubahan-perubahan kimia internal dan fisik,
2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya,
3. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat
bertahan selama transit dan sebelum digunakan, dan
4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas
dan bau, termasuk dari perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang
terlipat.
Menurut
Labuza
dan
Schmild
(1985),
faktor-faktor
yang
11
12
13