Analisis Sistematika Teknik Penyusunan Perundang
Analisis Sistematika Teknik Penyusunan Perundang
Analisis Sistematika Teknik Penyusunan Perundang
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 telah disahkan pada
tanggal 12 Agustus 2011 serta berlaku pada tanggal diundangkan sebagaimana tercantum
dalam Pasal 104 Undang-Undang tersebut. Banyak penambahan ketentuan yang terjadi
dengan adanya Undang-Undang baru tersebut, salah satunya keharusan menyertakan
Naskah Akademik dalam rancangan peraturan yang diajukan.
Naskah Akademik sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 adalah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian
lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa merupakan
Undang-Undang yang telah dinantikan oleh segenap masyarakat desa tak terkecuali
perangkat desa selama 7 tahun. Tepatnya, Rabu 18 desember 2013, Rancangan UndangUndang (RUU) Tentang Desa disahkan menjadi UU Desa. Kemudian pada 15 januari 2014,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menandatangani guna mengesahkan UU
tersebut.
UU ini secara umum mengatur materi mengenai asas pengaturan, kedudukan dan jenis
desa, penataan desa, kewenangan desa, penyelenggaraan pemerintahan desa, hak dan
kewajiban desa dan masyarakat desa, peraturan desa, keuangan desa dan aset desa,
pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan, badan usaha milik desa, kerja
1
sama desa, lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat desa, serta pembinaan dan
pengawasan. Selain itu, UU ini juga mengatur dengan ketentuan khusus yang hanya berlaku
untuk Desa Adat sebagaimana diatur dalam Bab XIII.
Namun setiap produk hukum, seperti Undang-Undang, tidak terlepas dari kelebihan dan
kekurangan setelah disahkan. Begitupula dengan UU Desa. Pada analisa ini, kelompok kami
akan menganalisa kelebihan dan kekurangan tersebut dilihat dari 2 hal :
1. Dari segi sistematika teknis penyusunan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa
berdasarkan ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 2011
2. Dari segi isi dan penerapannya
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sistematika teknis penyusunan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa
berdasarkan ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 2011
2. Apa saja kelemahan dan kekurangan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa dilihat dari
segi isi dan penerapannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
2
I.
penetapan adalah tahun 2014, sedangkan nama peraturannya adalah Desa, unsur ini
telah terpenuhi.
2. Nama Peraturan Perundangundangan dibuat secara singkat dengan menggunakan1
kata yaitu Desa tetapi secara esensial maknanya telah dan mencerminkan isi
Peraturan Perundangundangan, unsur ini telah terpenuhi.
3. Judul Peraturan Perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang
diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca, unsur ini telah terpenuhi.
4. Tidak adanya penambahan singkatan atau akronim dalam judul peraturan
perundang-undangan, unsur ini telah terpenuhi.
B. PEMBUKAAN
Pembukaan Peraturan Perundangundangan terdiri atas:
1.
2.
3.
Konsiderans;
4.
5.
Diktum.
Pokok-pokok
peraturandaerah
pikiran
pada
memuat
konsiderans
unsurfilosofis,
Undang-Undang
yuridis,
dansosiologis
atau
yang
Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan Perundangundangan dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak
mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya peraturan
perundangundangan tersebut.
Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap-tiap pokok
pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan
pengertian.
Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam
satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca
titik koma.
Dalam UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam konsideransnya sudah terpenuhi
dilihat dari;
1) Konsiderans diawali dengan kata Menimbang.
dan
yuridis
yang
menjadi
pertimbangan
dan
alasan
filosofis
menggambarkan
bahwa
peraturan
yang
dibentuk
menciptakan
landasan
yang
kuat
dalam
melaksanakan
Dasar Hukum
a. Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat.
b. Dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan
c. Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Perundangundangan yang
memerintahkan pembuatan Peraturan Perundangundangan tersebut.
d. Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya
Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
e. Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut dengan Peraturan Perundangundangan yang akan dibentuk atau Peraturan Perundang-undangan yang sudah
DIKTUM
a) Diktum terdiri atas:
1) kata Memutuskan;
2) kata Menetapkan; dan
3) jenis dan nama Peraturan Perundang-undangan.
b) Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di antara
suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan di tengah
marjin.
c) Pada Undang-Undang, sebelum kata Memutuskan dicantumkan Frasa Dengan
Persetujuan
Bersama
DEWAN
PERWAKILAN
RAKYAT
REPUBLIK
Menetapkan :
Berdasarkan ketentuan diatas maka diktum dari UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa
telah terpenuhi.
C. BATANG TUBUH
Batang tubuh Peraturan Perundangundangan memuat semua substansi Peraturan
Perundangundangan yang dirumuskan dalam pasal (-pasal). Pada umumnya substansi dalam
batang tubuh dikelompokkan ke dalam:
(1) Ketentuan Umum;
(2) Materi Pokok yang Diatur;
(3) Ketentuan Pidana (Jika diperlukan);
(4) Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan);
(5) Ketentuan Penutup.
Ketentuan Umum
Ketentuan umum diletakkan dalam bab satu. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan tidak
dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakkan dalam pasal atau beberapa pasal
awal. Ketentuan umum berisi:
a. batasan pengertian atau definisi;
contoh batasan pengertian dalam UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa:
1) Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan,
kepentingan
masyarakat
setempat
berdasarkan
prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
contoh definisi dalam UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa:
(9) Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
(10) Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi;
(6) Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan
10
guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika
tidak ada pengelompokkan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal atau
beberapa pasal ketentuan umum.
Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut
kriteria yang dijadikan dasar pembagian.
Pembagian dalam UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa berdasarkan
urutan/kronologis yaitu dapat dilihat dari pembagian BAB nya dimulai dari
ketentuan umum, kedudukan desa dan jenis desa,penataan desa,kewenangan
desa,penyelenggaraan pemerintahan desa,peraturan desa,keuangan desa dan aset
desa,pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan,Badan Usaha
Milik Desa,kerjasama desa, lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat
desa,ketentuan
khusus
desa
adat,pembinaan
dan
pengawasan,ketentuan
peralihan,ketentuan penutup..
Dalam UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa materi pokok dimulai dari BAB II sampai BAB XVI
jadi unsur dalam ketentuan pokok telah terpenuhi.
Ketentuan Peralihan
Ketentuan Peralihan dimuat dalam Bab Ketentuan Peralihan dan ditempatkan di antara Bab
Ketentuan Pidana dan Bab Ketentuan Penutup. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan
11
tidak diadakan pengelompokan bab, pasal atau beberapa pasal yang memuat Ketentuan
Peralihan ditempatkan sebelum pasal atau beberapa pasal yang memuat ketentuan penutup.
Jika suatu Peraturan Perundang-undangan diberlakukan surut, Peraturan Perundangundangan tersebut hendaknya memuat ketentuan mengenai status dari tindakan hukum
yang terjadi, atau hubungan hukum yang ada di dalam tenggang waktu antara tanggal mulai
berlaku surut dan tanggal mulai berlaku pengundangannya.
Pasal 116
(1) Desa yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap diakui
sebagai Desa.
(2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan Peraturan Daerah tentang
penetapan Desa dan Desa Adat di wilayahnya.
(3) Penetapan Desa dan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(4) Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota bersama Pemerintah Desa melakukan inventarisasi
Aset Desa.
Pasal 117
12
Pasal 118
(1) Masa jabatan Kepala Desa yang ada pada saat ini tetap berlaku sampai
habis masa jabatannya.
(2) Periodisasi masa jabatan Kepala Desa mengikuti ketentuan UndangUndang ini.
(3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa yang ada pada saat ini tetap
menjalankan tugas sampai habis masa keanggotaanya.
(4) Periodisasi keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa mengikuti
ketentuan Undang-Undang ini.
(5) Perangkat Desa yang tidak berstatus pegawai negeri sipil tetap
melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya.
(6) Perangkat Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil melaksanakan
tugasnya sampai ditetapkan penempatannya yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan diatas maka aturan peralihan dari UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa
telah terpenuhi.
Ketentuan Penutup
Ketentuan Penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan pengelompokan
bab, Ketentuan Penutup ditempatkan dalam pasal atau beberapa pasal terakhir.
13
Untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan dan telah mulai
berlaku, gunakan frasa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dicabut lebih dari 1 (satu), cara
penulisan dilakukan dengan rincian dalam bentuk tabulasi.
14
Pasal 121
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pasal 200 sampai dengan Pasal 216
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Berdasarkan ketentuan diatas maka ketentuan penutup dari UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa
telah terpenuhi.
PENUTUP
15
Pasal 122
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Undang-Undang
ini
dengan
memerintahkan
pengundangan
Undang-Undang
ini
dengan
f. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama
jabatan diberi tanda baca koma.
Dalam UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa ditulis sebagai berikut:
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
16
Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan
diberi tanda baca koma.
Dalam UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa ditulis sebagai berikut:
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
Penulisan frasa Lembaran Negara Republik Indonesia atau Lembaran Daerah ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
Dalam UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa ditulis sebagai berikut:
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 7
Berdasarkan ketentuan di atas, dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah
memenuhi unsur-unsur penutup.
II.
Kelebihan dan Kekurangan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa Dilihat Dari Segi Isi
dan Penerapannya
17
KELEBIHAN
Pada UU Desa ini, terdapat poin yang memang sudah dicanangkan sekitar 7 tahun lamanya.
Yaitu, adanya aturan yang membahas terkait alokasi anggaran untuk desa. Di dalam
penjelasan Pasal 72 Ayat 2 tentang keuangan desa. Jumlah alokasi anggaran yang langsung
ke desa, ditetapkan sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, kesulitan geografi.
Dengan adanya dana alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
tersebut, tentu diharapkan pembangunan di desa semakin baik dan mampu menyejahterakan
masyarakat desa dengan pemanfaatan dana alokasi secara maksimal. Jika mampu mengelola
dengan baik dan bijaksana, maka bukan hal yang mustahil jika masyarakat desa yang berada
di garis kemiskinan dapat berkurang dan mungkin saja dapat bersaing dengan masyarakat
desa lainnya atau bahkan masyarakat global secara umumnya.
Pada perangkat desa seperti kepala desa juga tidak luput dari pembahasan dalam UU Desa.
kepala desa menurut UU Desa pasal 26 ayat 1, bertugas menyelenggarakan pemerintahan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Pada pasal
yang sama di ayat 3 huruf c, dijelaskan bahwa kepala desa menerima penghasilan tetap
setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan
kesehatan. Selain itu, segala hal yang berhubungan dengan kepala desa, baik itu tugas,
wewenang, larangan, hingga masa jabatan seorang kepala desa, juga tertuang di UU Desa.
Pada jajaran perangkat desa lainnya, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga
diberikan penjelasan-penjelasan terhadap seperti apa fungsi BPD, tugas-tugasnya,
wewenang, kewajiban, hingga larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh BPD.
Secara umum, UU Desa telah menjabarkan secara sistematis dan mampu memberikan hakhak pada setiap desa di Indonesia untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di
desanya. Dengan adanya UU ini, maka setiap desa dapat menyejahterakan masyarakatnya
sesuai dengan prakarsanya pada masing-masing desa. Adanya UU ini juga menjadi dasar
hukum yang sangat berarti bagi setiap desa, karena UU ini bisa dijadikan sebagai dasar
pijakan dalam menjalankan pembangunan-pembangunan di desa. Maka, kelebihan UU Desa
yang paling terlihat adalah telah adanya dasar hukum yang jelas bagi setiap desa di
Indonesia.
18
KEKURANGAN
Di balik kelebihan, tentu terdapat pula kekurangan. Begitupula pada UU Desa. Ada berbagai
kekurangan yang terdapat dalam UU Desa. Tidak hanya dalam segi isi, namun juga dalam
hal penerapannya.
Dari segi isi, terdapat kekurangan terutama dalam pengertian desa adat. Sebelum terbitnya
UU ini, setiap wilayah memiliki pengertian desa adat yang berbeda-beda. Sebagai
contohnya, di Bali. Pengertian desa adat adalah tempat pelaksanaan ajaran agama dalam
sprit takwa, etika, dan upacara yang bertalian pada wilayah pawongan (warga/krama desa),
palemahan (wilayah desa), dan parahyangan (keyakinan agama). Sedangkan menurut UU
Desa, desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat. Maka dari itu, harus ada penyeragaman
pengertian arti desa adat, agar tidak ada gelojak dikemudian hari.
Masih dalam segi isi UU Desa, dikatakan bahwa setiap desa akan mendapatkan dana alokasi
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) paling sedikit 10 persen setiap
tahunnya. Maka, dapat diperkirakan setiap desa akan mendapatkan dana sekitar 1.2 hingga
1.4 miliar setiap tahunnya. Berdasarkan perhitungan dalam penjelasan UU Desa yaitu, 10
persen dari dan transfer daerah menurut APBN untuk perangkat desa sebesar Rp. 59, 2
triliun, ditambah dengan dana dari APBD sebesar 10 persen sekitar Rp. 45,4 triliun. Total
dana untuk desa adalah Rp. 104, 6 triliun yang akan dibagi ke 72 ribu desa se-Indonesia.
Dengan total dana sebanyak itu, tidak mustahil akan diselewengkan oleh perangkat desa
yang tidak bertanggungjawab. Maka, penting adanya pengawasan, dalam hal ini adalah
tugas BPD dan pemerintah daerah setempat, yang dilakuan secara berkala terhadap setiap
desa agar pembangunan desa lebih tepat sasaran. Masalah lainnya juga akan ditimbul, yaitu
adanya perbedaan-perbedaan keadaan atau kondisi desa yang ada di Indonesia. Ada desa
yang memang sudah mandiri dan sudah mampu menyejahterakan masyarakatnya dengan
berbagai cara sebelum adanya lahirnya UU Desa. Akan tetapi, ada pula desa yang tertinggal
dan masih belum belum bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Jika nantinya
akan dikucurkan dana alokasi tersebut, dikhawatirkan akan mubazir bagi desa maju dan
akan tetap merasa kekurangan bagi desa tertinggal. Sekali lagi, peran pengawasan sangat
19
diharapkan mampu mengawasi penggunaan dana alokasi tersebut agar dana alokasi tersebut
tepat sasaran sesuai kebutuhan dan keperluan masing-masing desa.
Masa jabatan kepala desa juga mungkin saja akan menjadi permasalahan. Pada UU Desa,
dijelaskan masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun dan dapat dipilih kembali dalam 3
periode, boleh berturut-turut atau tidak. Masa jabatan yang tergolong lama ini, ditakutkan
akan lahir raja-raja kecil di desa. Terlebih lagi, dengan kewenangan yang diberikan pada
setiap kepala desa cukup bebas dan keuntungan-keuntungan menjadi kepala desa yang dapat
mengiurkan bagi setiap orang, memungkinkan seseorang dengan segala cara agar dapat
menduduki jabatan sebagai kepala desa. Untuk itu, masyarakat desa harus jeli memilih
kepala desa yang memang berkompeten dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan
yang ada di desanya. Dengan menggunakan pemilihan secara langsung, masyarakat desa
diharapkan mampu menepatkan orang-orang terbaik di desanya pada setiap posisi di
perangkat desanya, terlebih pada posisi kepala desa. Tingkatan kepedulian masyarakat desa
dalam berdemokrasi, secara tidak langsung, juga akan berpengaruh dalam pembangunanpembangunan di wilayahnya. Penepatan orang baik dan memang mampu mengatasi
permasalahan desa pada tingkat kepala desa, pastilah akan berdampak positif dalam
perubahan-perubahan yang terjadi ke depannya. Sebaliknya, jika salah memilih, bukan
malah mengatasi permasalahan tetapi akan menimbulkan permasalahan baru yang mungkin
lebih besar lagi.
Masih berkaitan dengan pentingnya masyarakat desa memahami demokrasi, maka
masyarakat desa mau tidak mau harus memiliki pemahaman berdemokrasi itu sendiri. Salah
satu caranya adalah dengan jalur pendidikan. Dengan pendidikan yang baik dan benar, akan
menghasilkan masyarakat desa yang melek berdemokrasi dan juga dapat memberikan
kontribusi terhadap pembangunan-pembangunan di desanya. Ini berkaitannya dengan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berbeda-beda ada pada setiap desa. Peran pemerintah,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, juga harus mampu turun tangan dalam
meningkatkan SDM masyarakat desa ini. Mengenai SDM, juga berkaitan erat dengan tata
kelola yang akan dikerjakan oleh perangkat desa. Maka dari itu, dengan meningkatnya SDM
di suatu desa, juga akan berdampak baik terhadap tata kelola pemerintahan desanya.
Lalu, pada penempatan perangkat desa itu sendiri, UU Desa tidak secara khusus
menjelaskan tentang keberadaan perempuan minimal 30 persen di perangkat desa. Hal
20
tersebut dianggap penting, karena jangan sampai perempuan-perempuan di desa hanya akan
dijadikan obyek pengaturan, bukan sebagai subyek. Dengan adanya perempuan di perangkat
desa, diharapkan dapat menyalurkan aspirasi perempuan-perempuan lainnya di desa
tersebut.
Dari sekian kelebihan dan kekurangan yang telah disampaikan, UU Desa ini harus
diapresiasikan. UU ini memberikan pengakuan terhadap setiap desa yang ada di Indonesia
sebagai ujung tombak pemerintahan. UU ini juga memberikan keleluasaan pada setiap desa
untuk mengatur pembangunan di desanya yang bertujuan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa.
UU Desa akan berfungsi baik jika semua pihak saling mendukung dan saling membantu
dalam menjalankan amanah UU tersebut. Jika semua pihak mampu menjalankan tugas dan
fungsinya sesuai dengan yang diamanahkan, maka bukan tidak mungkin pembangunan di
desa akan semakin baik dan dapat menyejahterakan masyarakat desa itu sendiri serta
membantu pembangunan nasional secara keseluruhan
BAB III
PENUTUP
21
1. KESIMPULAN
Setiap produk hukum, seperti Undang-Undang , tidak terlepas dari kelebihan dan
kekurangan setelah disahkan. Begitupula UU Desa. Adapun kelebihan UU Desa yang paling
terlihat adalah pemanfaatan UU Desa sebagai dasar pijakan dan dasar hukum yang jelas bagi
setiap desa di Indonesia. Sedangkan, kekurangan UU Desa terletak pada pengertian desa adat
yang berbeda dengan pengertian masyarakat desa adat itu sendiri. Perbedaan ini mungkin saja
akan menimbulkan dampak dikemudian hari jika tidak ditanggulangi sejak diri. Dana alokasi
yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan tergolong cukup besar
terhadap setiap desa per tahunnya, juga bisa menjadi permasalahan jika tidak diawasi secara
maksimal dan berkala. Kemudian, tidak adanya pembahasan secara khusus pada UU Desa
tentang penempatan perempuan minimal 30 persen pada perangkat desa. Dan yang terpenting
adalah, belum siapnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di desa untuk menjalankan UU
Desa ini dan tentunya akan berdampak terhadap tata kelola pemerintahan desa itu sendiri.
2. SARAN
Harus adanya pengawasan yang intens dan berkala untuk bisa mengawal UU Desa ini
dalam menjalankan amanah-amanahnya. Terutama, dalam pengawasan penggunaan dana
alokasi terhadap setiap desa per tahunnya yang rawan dimanfaatkan oleh segelintir orang
yang tidak bertanggungjawab. Pengawasan ini sendiri, bisa dari Badan Permusyawaran Desa
(BPD) setempat, pemerintah daerah setempat dan juga bisa dari masyarakat desa itu sendiri.
Dengan adanya pengawasan dalam penggunaan dana alokasi tersebut, diharapkan
penggunaan dana alokasi dapat tepat sasaran dan dapat digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa.
22