Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Mengajarkan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris:

Konsep, Strategi, dan Jenis kegiatannya

Gunawan Widiyanto
Kementerian Pendidikan Nasional
[email protected]

1. Pengantar
Tampaknya, jika kita merenung dan kemudian menengok kembali metode pembelajaran bahasa Inggris
berbasis tata bahasa yang lebih banyak mengedepankan penggunaan bahasa (language usage) daripada
pemakaian bahasa (language use), kita bisa menilainya positif bahwa metode tersebut memiliki dampak
yang positif pula pada siswa dalam guyup persekolahan (schooling community) bahasa Inggris pada
umumnya dan pembelajaran keterampilan bahasa Inggris pada khususnya. Dampak positif itu adalah
bahwa siswa begitu pandai bertata bahasa. Mereka begitu hafal beragam formula tata bahasa yang
didapatkannya di tingkat SMP atau MTs dan kemudian didalaminya lagi di tingkat SMA, SMK atau MA. Itu
bermakna, siswa sudah memiliki modal dan kekuatan yang cukup tentang tata bahasa; dan bisa
dikatakan bahwa siswa yang memiliki kekuatan cukup dalam bidang tata bahasa berkemungkinan besar
memiliki pola dan logika bahasa yang runtut manakala ia mampu berbicara bahasa Inggris. Namun,
persoalan yang dihadapi dan dikeluhkan sebagian (besar) guru bahasa Inggris setakat ini adalah bahwa
siswanya memang memiliki bahasa Inggris tetapi tidak bisa membunyikan bahasa Inggrisnya. Dengan
kata lain, kita memang tidak meragukan kemampuan siswa kita bertata bahasa pada aras kompetensi
(competence) namun kita masih memiliki tanda tanya tentang kinerja siswa kita berbahasa pada aras
performansi (performance). Siswa kita memang sudah bersiap sedia bertata bahasa tetapi masih skeptis
berbahasa. Meskipun kondisinya semerana itu, tugas kita sebagai guru bahasa Inggris idealnya adalah
menyiapkan siswa berbahasa dan membuatnya berbicara bahasa Inggris. Secara praksis, perlu
diupayakan kegiatan yang bisa mengasah ketrampilannya berbicara. Tulisan ini membentangkan
anekakegiatan (speaking activities) yang bisa diadopsi dan diadaptasi oleh guru untuk membuat
siswanya bisa berbicara bahasa Inggris. Namun, diuraikan lebih dulu konsep dan strategi mengajarkan
keterampilan berbicara bahasa Inggris.

2. Konsep dan Strategi Mengajarkan Keterampilan Berbicara


Berbicara sering dianggap sebagai kemahiran terpenting di antara empat kemahiran berbahasa
meskipun keempatnya memang berjalin kelindan (integrated). Hal ini karena, sebagaimana dinyatakan
oleh Penny Ur (1996), orang yang mengetahui suatu bahasa diacu sebagai penutur bahasa itu, seolah-
olah berbicara mencakupi semua jenis pengetahuan dan banyak pemelajar bahasa asing tertarik belajar
berbicara (people who know a language are referred to as 'speakers' of that language, as if speaking
included all other kinds of knowing; and many if not most foreign language learners are primarily
interested in learning to speak). Ada dua tujuan bagi pemelajar bahasa asing (Inggris) untuk tertarik dan
perlu (fasih) berbicara, yakni tujuan transaksional dan tujuan interaksional. Tujuan yang pertama
berhubung kait dengan tujuan yang berorientasi pesan, yakni memberi dan menerima informasi;
sedangkan tujuan yang kedua berkait rapat dengan kegiatan berbagi pendapat dan pengalaman
personal, yakni memelihara hubungan sosial. Oleh karena itu, penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar bahasa Inggris selayaknya diselaraskan dengan tujuan itu, yakni mengembangkan kefasihan
lisan (oral fluency) siswa, dalam arti bahwa ia bertujuan meningkatkan keterampilan komunikatif dan
mengembangkan kemampuan untuk mengungkapkan diri secara terpahami (intelligibly).
Secara lebih spesifik, dalam konteks pengajaran, mengajarkan keterampilan berbicara,
sebagaimana dinyatakan Nunan (2003), adalah mengajar pemelajar bahasa Inggris supaya bisa (1)
memproduksi pola bunyi dan bunyi ujaran bahasa Inggris, (2) menggunakan tekanan kalimat dan kata,
pola intonasi, dan irama bahasa Inggris, (3) memilih kata dan kalimat yang sesuai dengan konteks
sosial, pendengar, dan pokok persoalannya, (4) menata pola pikir secara bermakna dan logis, (5)
menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan nilai dan menyatakan pendapat, dan (6)
menggunakan bahasa dengan cepat dan yakin tanpa banyak jeda. Manakala di kelas, berhasilnya
kegiatan berbicara dicirikan oleh (1) banyaknya berbicara siswa, dalam arti bahwa kegiatan berbicara
dengan sebagian besar waktu yang dialokasikan memang diperuntukkan bagi siswa; (2) meratanya
partisipasi siswa, dalam arti bahwa semua siswa mendapat kesempatan berbicara dan berkontribusi
demi tercapainya tujuan kegiatan; (3) tingginya motivasi siswa, yang ditandai dengan tertariknya mereka
pada topik kegiatan dan memiliki sesuatu yang baru untuk dikatakan; dan (4) keberterimaannya aras
bahasa yang digunakan, dalam arti bahwa antara satu siswa dan lainnya memakai ujaran yang relevan
dan saling bisa dipahami (Penny Ur, 1996:120).
Saat ini sebagian (besar) guru bahasa Inggris sependapat bahwa siswa belajar berbicara bahasa

1
Inggris dengan cara berinteraksi. Pengajaran bahasa interaktif dan kolaboratif merupakan metode
terbaik untuk mencapai tujuan ini. Pengajaran bahasa interaktif didasarkan atas situasi sesungguhnya
yang memerlukan komunikasi. Dengan metode ini dalam kelas bahasa Inggris, siswa bisa memiliki
kesempatan untuk saling berkomunikasi. Singkatnya, guru bahasa Inggris sudah seharusnya
menciptakan lingkungan kelas yang siswanya bisa berkomunikasi secara rill (real life communication),
kegiatan autentik, dan tugas bermakna yang bisa meningkatkan pemakaian bahasa lisan (oral language).
Hal ini bisa terjadi manakala siswa berkolaborasi dalam kelompok untuk mencapai tujuan atau
menyelesaikan tugas.

3. Jenis Kegiatan untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara


Dalam tulisan ini terdapat 13 jenis kegiatan berbicara, yakni (1) berdiskusi, (2) mendeskripsikan gambar,
(3) mengisahkan cerita, (4) melaporkan berita, (5) simulasi, (6) wawancara, (7) curah gagasan, (8)
melengkapi kisah (9) mencari perbedaan, (10) menceritakan gambar, (11) celah informasi, (12) bermain
kartu, dan (13) bermain peran. Penjelasan lebih lanjut mengenai tiap-tiap kegiatan tersebut
dipaparuaraikan di bawah ini. Ketigabelas jenis kegiatan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga
moda interaksi (interaction mode), yakni kegiatan individual, kegiatan berpasangan, dan kegiatan
berkelompok.

3.1 Berdiskusi
Kegiatan diskusi dilakukan agar siswa bisa berbagi ide tentang sebuah peristiwa atau mencari solusi
dalam kelompok diskusinya. Sebelum memulai diskusi, sebaiknya guru menyampaikan tujuan diskusi
agar poin diskusi menjadi gayut (relevant) dengan tujuannya. Dengan demikian, siswa tidak
menghabiskan masanya hanya untuk mengobrol tentang hal-hal yang tidak gayut. Sebagai contoh, siswa
bisa terlibat dalam diskusi tentang kesetujuan atau ketidaksetujuan. Dalam diskusi yang demikian, guru
bisa membentuk kelompok-kelompok dan setiap kelompok beranggotakan 4 sampai 5 siswa dan
memberi topik kontroversial, semisal “people learn best when they read vs. people learn best when they
are involved in discussion”. Selanjutnya setiap kelompok membincangkan topik tersebut dalam masa
yang diberikan, dan menyatakan pendapatnya di hadapan kelas. Sebaiknya setiap siswa dalam kelompok
itu mendapatkan giliran yang sama untuk berbicara. Pada akhirnya, kelas menentukan kelompok
pemenang yang paling baik mempertahankan pendapatnya. Kegiatan ini bisa mengembangkan kritisnya
pemikiran dan cepatnya pengambilan keputusan siswa, dan siswa bisa belajar bagaimana
mengungkapkan dan membenarkan dirinya dengan cara yang sopan tatkala tidak sependapat dengan
lainnya. Demi efisiensi kelompok diskusi, sebaiknya tidak dibentuk kelompok besar karena siswa yang
pendiam bisa jadi kurang berkontribusi untuk berbicara. Anggota kelompok bisa ditentukan oleh guru
atau siswa sendiri, tetapi kelompok sebaiknya diatur ulang dalam setiap kegiatan diskusi agar siswa bisa
bergantian bekerja dengan beragam orang dan belajar terbuka terhadap beragam ide. Terakhir, dalam
diskusi kelas atau kelompok, apapun tujuannya, siswa semestinya senantiasa disemangati untuk
mengajukan pertanyaan, memarafrasa ide, menyampaikan dukungan, dan meminta kejelasan.

3.2 Mendeskripsikan Gambar


Cara lain penggunaan gambar dalam kegiatan berbicara adalah memberi siswa sebuah gambar dan
memintanya mendeskripsikan apa yang ada dalam gambar itu. Untuk kegiatan ini, siswa bisa
membentuk kelompok dan setiap kelompok diberi gambar yang berbeda. Siswa mendiskusikan gambar
itu dengan kelompoknya, kemudian seorang juru bicara dari setiap kelompok itu mendeskripsikan
gambar kepada semua temannya di kelas. Kegiatan ini mengembangkan kreativitas dan imajinasi siswa
maupun kemahirannya dalam berbicara di muka umum.

3.3 Mengisahkan Cerita


Siswa bisa meringkas sebuah cerita yang didengarnya dari seseorang sebelumnya, atau ia bisa
menciptakan sendiri sebuah cerita untuk dikisahkan kepada teman-teman sekelasnya. Kegiatan ini bisa
mengembangkan pemikiran kreatif dan membantu siswa mengungkapkan idenya dalam format
permulaan, perkembangan, pengakhiran, termasuk pelaku, waktu, dan tempat kejadian dalam cerita itu.
Siswa juga bisa menceritakan lelucon atau berteka-teki. Sebagai contoh, pada awal sebelum dimulainya
mata pelajaran, guru bisa memanggil beberapa siswa untuk menceritakan lelucon atau teka-teki sebagai
pembukaan. Dengan demikian, guru tidak hanya mengetahui kemampuan berbicara siswa tetapi juga
meminta perhatian semua siswa di kelas.

3.4 Melaporkan Berita


Sebelum masuk ke kelas, siswa diminta membaca koran atau majalah, dan di kelas, mereka melaporkan
berita yang dia anggap paling menarik kepada teman-temannya. Siswa juga bisa berbicara tentang
pengalaman sehari-hari yang layak diceritakan kepada teman-temannya di depan kelas.

3.5 Simulasi
Simulasi agak mirip dengan kegiatan bermain peran tetapi simulasi lebih rumit. Dalam simulasi, siswa
bisa membawa barang-barang ke kelas untuk menciptakan lingkungan yang realistis. Misalnya, bila
seorang siswa bertindak sebagai penyanyi, dia bisa membawa mikrofon. Kegiatan ini memiliki dua
keuntungan. Pertama, ia memotivasi siswa karena sifatnya yang menghibur. Kedua, sebagaimana
dinyatakan Harmer (1984), ia meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri siswa peragu, karena dalam
kegiatan ini, siswa memainkan peran yang berbeda dan tidak harus berbicara untuk dirinya sendiri, yang
berarti bahwa ia tidak harus memikul tanggung jawab yang sama.

3.6 Wawancara
Siswa dapat melakukan wawancara dengan berbagai jenis orang tentang topik-topik pilihan. Untuk
kegiatan ini sebaiknya guru menyediakan rubrik bagi siswa sehingga siswa mengetahui jenis pertanyaan
apa yang bisa ditanyakan atau langkah apa yang harus diikuti. Siswa sendiri sebaiknya menyiapkan
pertanyaan wawancara. Melakukan wawancara memberi kesempatan kepada siswa untuk
mempraktikkan kemampuan berbicaranya tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas dan
membantunya bersosialisasi. Setelah wawancara, setiap siswa bisa melaporkan hasil wawancaranya ke
kelas. Tambahan pula, siswa bisa saling mewawancarai dan memperkenalkan pasangannya ke kelas.

3.7 Curah Gagasan


Dari topik yang diberikan, siswa menghasilkan ide dalam masa yang terbatas. Bergantung pada konteks,
baik curah gagasan individu maupun kelompok sungguh efektif dan siswa membangkitkan idenya
dengan cepat dan bebas. Ciri positif kegiatan ini adalah bahwa siswa tidak dikritik karena idenya
sehingga siswa merasa terbuka untuk berbagi ide-ide baru

3.8 Melengkapi Kisah


Kegiatan ini merupakan kegiatan bebas bicara dengan konfigurasi tempat duduk yang melingkar. Untuk
kegiatan ini, guru bisa memulainya dengan menceritakan sebuah kisah, tetapi setelah dengan beberapa
kalimat dia bercerita, dia berhenti. Selanjutnya, setiap siswa mulai bercerita dari poin guru berhenti
bercerita tadi. Setiap siswa diminta menambah 3 hingga 4 kalimat. Siswa bisa menambah pelaku baru,
kejadian, deskripsi dan lainnya.

3.9 Mencari Perbedaan


Untuk kegiatan ini, siswa bisa bekerja secara berpasangan dan setiap pasangan diberi dua gambar yang
berbeda. Misalnya, gambar yang satu adalah anak-anak lelaki bermain sepak bola dan gambar kedua
adalah anak-anak perempuan bermain tenis. Para siswa membahas kesamaan dan/atau perbedaan
dalam gambar tersebut.

3.10 Menceritakan Gambar


Kegiatan ini didasarkan atas beberapa gambar sekuensial. Siswa diminta mengisahkan cerita yang
terjadi dalam gambar sekuensial dengan memerhatikan kriteria yang disediakan oleh guru sebagai
sebuah rubrik. Rubrk ini bisa mencakupi kosakata dan struktur yang ia gunakan tatkala bercerita.

3.11 Celah Informasi


Dalam kegiatan ini, siswa diminta bekerja secara berpasangan. Satu siswa memiliki informasi yang tidak
dimiliki oleh pasangannya dan pasangan itu akan berbagi informasi tersebut. Kegiatan ini bertujuan
menyelesaikan masalah atau menghimpun informasi. Selain itu, setiap pasangan memainkan peran
penting karena tugas tidak bisa diselesaikan bila pasangan tidak menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh yang lainnya. Kegiatan ini sungguh efektif karena setiap siswa memiliki kesempatan
untuk berbicara secara ekstensif dalam bahasa Inggris.

3.12 Bermain Kartu


Dalam kegiatan ini, siswa membentuk kelompok empat orang. Setiap kelompok menyajikan suatu topik,
misalnya: (a) Diamonds: Earning money, (b) Hearts: Love and relationships, (c) Spades: An unforgettable
memory, dan (d) Clubs: Best teacher. Setiap siswa dalam kelompok memilih sebuah kartu. Selanjutnya,
setiap siswa menulis 2-3 pertanyaan tentang topik tersebut untuk ditanyakan kepada anggota lain dalam

3
kelompok itu. Misalnya, jika topik "Diamonds: Earning Money" yang dipilih, kemungkinan pertanyaannya
adalah (a) Is money important in your life? Why?, (b) What is the easiest way of earning money?, dan (c)
What do you think about lottery? Guru sejak awal sebaiknya memberitahu bahwa siswa tidak
diperbolehkan menyiapkan pertanyaan ya-tidak (yes-no questions), karena dengan menjawab ya atau
tidak, siswa tidak bisa banyak berpraktik berbicara. Alih-alih, siswa saling bertanya dengan pertanyaan
terbuka sehingga mereka menjawabnya dengan kalimat yang lengkap.

3.13 Bermain Peran


Salah satu cara meminta siswa berbicara adalah bermain peran. Siswa seolah-olah berada dalam
berbagai konteks sosial dan memainkan aneka peran sosial. Dalam kegiatan ini, guru memberi informasi
kepada siswa tentang siapa dia dan apa yang dia pikirkan atau rasakan. Misalnya, guru bisa
memberitahu siswa: "You are Ani, you go to the doctor and tell him what happened last night (Harmer,
1984).

4. Penutup
Mengajar keterampilan berbicara merupakan bagian sangat penting dalam pemelajaran Bahasa Inggris.
Kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris begitu jelas memberi kontribusi pada keberhasilan
siswa di sekolah dan keberhasilannya kelak di setiap fase kehidupannya. Oleh karena itu, guru bahasa
Inggris sudah seharusnya mencurahkan perhatian yang besar pada pengajaran keterampilan berbicara.
Menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya komunikasi bermakna sepatutunya lebih
diutamakan daripada menggiring siswa ke arah kegiatan penghafalan semata. Dengan demikian,
beraneka ragamnya kegiatan berbicara sebagaimana disenaraikan di atas bisa memberi kontribusi besar
pada siswa dalam mengembangkan keterampilan interaktif dasar yang perlu demi kehidupannya.
Kegiatan-kegiatan tersebut membuat siswa lebih aktif dalam pemelajaran dan secara simultan membuat
pemelajaran lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa.

5. Rujukan
Brown, G. and G. Yule. 1983. Teaching the Spoken Language. Cambridge: Cambridge University Press.
Harmer, Jeremy. 1984. The Practice of English Language Teaching. London: Longman.
Kayfetz, Janet K. And Randy L. Stice. 1997. Academically Speaking. Massachusetts: Heinle and Heinle.
Nunan, David., 2003. Practical English Language Teaching. NY:McGraw-Hill.
Penny Ur .1996. A Course in Language Teaching: Practice and Theory. Cambridge: Cambridge University
Press.
5

Anda mungkin juga menyukai