Jenis Dan Proses Terjadinya Kontaminasi Selama Penyimpanan
Jenis Dan Proses Terjadinya Kontaminasi Selama Penyimpanan
Jenis Dan Proses Terjadinya Kontaminasi Selama Penyimpanan
Disusun oleh:
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Makanan merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk
melangsungkan kehidupannya. Namun, makanan dapat menjadi sumber penyakit jika tidak
memenuhi kriteria sebagai makanan baik, sehat dan aman. Berbagai kontaminan dapat
mencemari bahan pangan dan pakan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Mikroba, termasuk mikroba patogen, yang mengkontaminasi buah dan sayur segar bisa
berasal dari segala sesuatu yang kontak dengan mereka selama budidaya, pengolahan awal
(pemanenan, penanganan pasca panen, distribusi) dan preparasi buah dan sayur sebelum
dikonsumsi. Pada saat diladang atau dikebun, kontaminasi bisa berasal dari hewan liar, pupuk
kandang, pekerja maupun air yang digunakan untuk keperluan budidaya. Pada saat pengolahan
awal, kontaminasi bisa berasal dari air dan es yang digunakan untuk mencuci dan mendinginkan
produk, wadah dan peralatan yang digunakan serta pekerja. Pada saat preparasi di jasa boga atau
rumah tangga, kontaminasi kembali bisa terjadi melalui penggunaan peralatan dan wadah yang
kotor, permukaan dan tangan untuk menangani buah dan sayur pada saat bersamaan juga dipakai
untuk menangani daging, ayam atau bahan hewani lainnya, melalui kontaminasi silang selama
penyimpanan atau dari pekerja yang menangani buah dan sayur segar tersebut dalam kondisi
sakit atau terinfeksi patogen (tetapi tidak menunjukkan gejala sakit).
Di Amerika Serikat, data yang dikumpulkan oleh Centers for Disease Control and
Prevention menunjukkan terjadinya peningkatan kasus infeksi dan keracunan yang dihubungkan
dengan konsumsi buah dan sayur segar serta juice yang tidak dipasteurisasi. Hal ini sejalan
dengan meningkatnya konsumsi buah dan sayur segar di negara tersebut.
Kualitas makanan atau bahan makanan di alam ini tidak terlepas dari berbagai pengaruh
seperti kondisi dan lingkungan, yang menjadikan layak atau tidaknya suatu makanan untuk
dikonsumsi. Berbagai bahan pencemar dapat terkandung di dalam makanan karena penggunaan
bahan baku pangan terkontaminasi, proses pengolahan, dan proses penyimpanan. Di antara
kontaminan yang sering ditemukan adalah mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang.
Selama penyimpanan, makanan atau bahan makanan sangat mudah ditumbuhi oleh
kapang. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia dengan curah hujan, suhu dan kelembaban yang
tinggi sangat mendukung pertumbuhan kapang penghasil mikotoksin. Kontaminasi mikotoksin
tidak hanya menurunkan kualitas bahan pangan/pakan dan mempengaruhi nilai ekonomis, tetapi
juga membahayakan kesehatan manusia dan hewan. Berbagai penyakit dapat ditimbulkan oleh
mikotoksin, seperti kanker hati yang disebabkan oleh aflatoksin, salah satu jenis mikotoksin yang
paling banyak ditemukan di negara beriklim tropis.
Karena adanya kontaminasi mikotoksin tidak kasat mata, terlebih lagi pada makanan
olahan, maka diperlu kewaspadaan dalam memilih makanan terutama bahan makanan atau
makanan olahan yang telah disimpan dalam waktu lama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mikotoksin
Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin (Cole dan Cox, 1981), lima jenis
diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik pada manusia maupun hewan, yaitu
aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena (deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin.
Menurut Bhat dan Miller (1991) sekitar 25-50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis
mikotoksin tersebut. Penyakit yang disebabkan karena adanya pemaparan mikotoksin
disebut mikotoksikosis.
2.2 Aflatoksin
2.3 Okratoksin
P.viridicatum tumbuh pada suhu antara 0 – 310 C dengan suhu optimal pada 200C dan pH
optimum 6 – 7. A.ochraceus tumbuh pada suhu antara 8 – 370C. Saat ini diketahui sedikitnya 3
macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA
adalah yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam.
Hal penting yang berkaitan dengan perdagangan komoditas kopi di pasar internasional
adalah bahwa sebagian besar negara pengimpor/ konsumen kopi mensyaratkan kadar OA yang
sangat rendah atau bebas OA.Selain pada produk tanaman, ternyata OA dapat ditemukan pada
berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini karena OA bersifat larut
dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang berlemak. Manusia dapat
terekspose OA melalui produk ternak yang dikonsumsi.
2.4 Zearelanon
Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantara nya α-zearalenol
yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa turunan
lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3-hidroksizearalenon, 7-
dehidrozearalenon, dan 5- formilzearalenon. Komoditas yang banyak tercemar zearalenon adalah
jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya.
2.5 Trikotesena
2.6 Fumonisin
F. moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5 – 27,50 C dengan suhu maksimum
32 – 370C. Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia, terutama
negara beriklim tropis dan sub tropis. Komoditas pertanian yang sering dicemari kapang ini
adalah jagung, gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya.
Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B 1(FB1),
FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut,
FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB 1 dan FB2 banyak
mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB 1 juga ditemukan pada beras yang
terinfeksi oleh F.proliferatum.
Karena air yang terkontaminasi bisa menjadi kendaraan untuk mengkontaminasi buah
dan sayur, maka kebersihan air yang digunakan menjadi faktor kritis terutama bagi buah dan
sayur yang akan dikonsumsi dalam bentuk segar, yang tidak dan/atau hanya mengalami proses
pengolahan yang minimal (tanpa pemanasan). Air yang digunakan untuk keperluan budidaya
maupun untuk pendinginan dan pengolahan harus air bersih. Air tercemar yang digunakan untuk
irigasi juga bisa menjadi sumber kontaminasi pada produk, jika selama proses irigasi air tersebut
kontak dengan bagian tanaman yang sifatnya dapat dimakan (bagian edible portion).
Selama diladang atau dikebun, buah dan sayur sangat mudah terkontaminasi secara
langsung atau tidak langsung dengan pupuk yang berasal dari kotoran hewan (kompos), kotoran
hewan maupun kotoran manusia. Pemotongan jaringan tanaman pada saat panen meningkatkan
peluang masuknya patogen dari permukaan potongan yang terkontaminasi ke bagian dalam
tanaman.
Saat ini banyak tersedia bahan pencuci dan sanitaiser yang bisa mengurangi tingkat
kontaminasi permukaan dari buah dan sayur segar. Akan tetapi, penggunaan bahan pencuci dan
sanitaiser ini harus diikuti pula dengan melakukan teknik pencucian dan sanitasi yang baik, agar
sanitaiser bisa berpenetrasi kebagian-bagian produk yang menjadi tempat berlindung patogen.
Pekerja yang sakit atau yang terinfeksi (tanpa terlihat sakit) oleh patogen merupakan
sumber kontaminasi utama dari beberapa mikroba patogen seperti norovirus, virus hepatitis A,
Shigella, Staphylococcus dan Salmonella. Sehingga, kesehatan dan higiene pekerja penting
diperhatikan selama menangani buah dan sayur yang akan dikonsumsi segar.
BAB III
PENUTUP
Kontaminasi mikotoksin pada makanan sulit dihindari dan merupakan masalah global,
terutama di Indonesia yang mempunyai iklim yang sangat mendukung pertumbuhan kapang
penghasil mikotoksin. Umumnya kontaminasi mikotoksin terjadi pada komoditi pertanian dan
hasil olahannya, atau pada bahan makanan yang disimpan terlalu lama. Mikotoksikosis dapat
terjadi karena adanya rantai makanan yang saling berkaitan, dimana pemaparan mikotoksin ke
dalam tubuh terjadi karena konsumsi bahan pangan yang sudah tercemar (efek primer) dan
konsumsi produk hewani (efek sekunder).
Dari begitu banyaknya jenis mikotoksin yang telah ditemukan, aflatoksin merupakan
mikotoksin yang paling banyak dijumpai di alam terutama di negara beriklim tropis, dan
mempunyai toksisitas yang lebih tinggi dari mikotoksin lainnya. Namun, toksisitas mikotoksin
tergantung beberapa faktor seperti dosis, rute pemaparan, lamanya pemaparan, spesies, umur,
jenis kelamin, status fisiologis ( kese-hatan dan gizi), serta adanya efek sinergis dari berbagai
mikotoksin dalam makanan.
Umumnya mikotoksin bersifat kumulatif, sehingga efeknya tidak dapat dirasakan dalam
waktu cepat dan sulit dibuktikan secara etiologi. Masalah lainnya, kontaminasi pada makanan
tidak dapat terlihat sehingga tidak mudah untuk mengindikasi suatu makanan telah tercemar
mikotoksin kecuali dengan melakukan analisa laboratorium.
Oleh karena alasan tersebut di atas, maka perlunya meningkatkan kewaspadaan dalam
memilih bahan makanan atau makanan olahan yang akan dikonsumsi dan tidak mengkonsumsi
makanan yang sudah kadaluarsa atau yang disimpan terlalu lama.
DAFTAR PUSTAKA
http://shantybio.transdigit.com
http://mtmiftahulkhoir.wordpress.com/2008/08/05/mewaspadai-bahaya-kontaminasi-mikotoksin-
pada-makanan/
http://minalove.com/kontaminasi-makanan-dan-penyakit-bawaan-makanan-yang-
ditimbulkan.html
http://foodsafety-quality.com/fsq-articles/keamanan-mikrobiologis-buah-dan-sayur-segar/
http://analisispengujianmutupangan.blogspot.com/2010/10/pengendalian-kontaminasi-
aflatoksin.html