Penanaman Modal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

1.

PENYELESAIAN SENGKETA Alternatif penyelesaian sengketa (APS) adalah seperangkat pengalaman dan teknik hukum yang bertujuan untuk 1. Menyelesaikan sengketa hukum di luar pengadilan untuk keuntungan para pihak yang

bersengketa 2. 3. Mengurangi biaya litigasi konvensional dan pengunduran waktu yang biasa terjadi Mencegah terjadinya sengketa hukum yang biasanya diajukan ke pengadilan

Alternatif penyelesaian sengketa dilandasi prinsip pemecahan masalah dengan bekerjasama yang disertai dengan itikat baik kedua belah pihak dikarenakan dua alasan 1. Jenis perselisihan membutuhkan cara pendekatan yang berlainan dan para pihak yang

bersengketa merancang prosedur / tata cara khusus untuk penyelesaian berdasarkan musyawarah 2. APS melibatkan partisipasi yang lebih intensif dan langsung dari kedua belah pihak dalam

usaha penyelesaian sengketa Perselisihan dan sengketa diantara dua pihak yang melakukan hubungan kerjasama mungkin saja terjadi. Terjadinya perselisihan dan sengketa ini sering kali disebabkan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan baik ataupun karena ada pihak yang wanprestasi, sehingga merugikan pihak lainnya. Penyelesaian sengketa bisa melalui dua cara yaitu pengadilan dan arbitrase. Konflik bisa terjadi antara pengadilan dan arbitrase dalam penentuan kewenangan mutlak untuk menyelesaikan perkara. Kewenangan mutlak arbitrase tercipta melalui klausul arbitrase yang terdapat pada suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebelum terjadi sengketa atau berdasarkan kesepakatan para pihak setelah timbul perselisihan. Bab XV, Pasal 32 Undang-undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 mengatur mengenai penyelesaian sengketa. Dalam ketentuan tersebut diuraikan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal. Cara penyelesaian sengketa tersebut antara lain: a) musyawarah dan mufakat; b) arbitrase; c) pengadilan; d) ADR; e) khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, sengketa diselesaikan melalui arbitrase atau melalui pengadilan; f) khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal asing, sengketa diselesaikan melalui arbitrase internasional yang telah disepakati. Cara penyelesaian melalui arbitrase dapat dilakukan melalui arbitrase nasional, Badan Arbitrase Nasional (BANI) , arbitrase ad hoc maupun arbitrase asing. Arbitrase asing yang biasa dipilih dalam penyelesaian sengketa penanaman modal antara lain seperti: ICSID (International Center for Settlement of Investment Disputes) dan ICC (International Chamber of Commerce). ADR atau Alternative Dispute Resolution diartikan atau Penyelesaian Sengketa Alternatif, menurut UU No.30 Tahun 1999, adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara

konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Permasalahan yang timbul ialah mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing. Ciri putusan arbitrase asing adalah didasarkan atas faktor wilayah teritorial. Dengan demikian, suatu putusan tetap dikatakan sebagai putusan arbitrase asing apabila putusan dijatuhkan di luar negeri dan tidak digantungkan pada syarat perbedaan kewarganegaraan maupun perbedaan tata hukum. Terlepas dari kedua aturan tersebut, saat ini untuk pengakuan dan pelaksanaan atas putusan arbitrase asing diatur lebih lanjut dalam ketentuan UU No 30 tahun 1999 Pasal 65 s.d. 69. mengenai arbitrase asing diatur dalam Bab VI bagian kedua tentang Arbitrase Internasional dan yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan arbitrase asing adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

2. Fasilitas Penanaman Modal Fasilitas yang dapat diberikan kepada penanaman modal dapat berupa melakukan peluasan usaha; atau melakukan penanaman modal baru.[30] Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal dapat berupa: a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu; b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri; c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu; d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu; e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. 7. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan. 8. Fasilitas hak atas tanah. 9. Fasilitas pelayanan keimigrasian 10. Fasilitas perizinan Selain fasilitas fiskal, Pemerintah juga memberikan kemudahan kepada perusahaan penanam modal untuk memperoleh hak atas tanah, fasilitas keimigrasian, dan fasilitas perizinan impor. Mengenai fasilitas hak atas tanah, UUPM mengatur langsung mengenai jangka waktu untuk hak-hak atas tanah yang diberikan kepada penanam modal. Dari fasilitas yang diberikan kepada penanam modal kelihatan sangat berlebihan seoalah-olah pemerintah betul-betul mengharapkan adanya penanaman modal di Indonesia sehingga mengakibatkan bargaining position pemerintah Indonesia lebih rendah dibanding penanam modal. 3. Badan Koordinasi Penanaman Modal (bahasa Inggris: Investment Coordinating Board) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang bertugas untuk

merumuskan kebijakan pemerintah di bidang penanaman modal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Badan ini didirikan sejak tahun 1973, menggantikan fungsi yang dijalankan oleh Panitia Teknis Penanaman Modal yang dibentuk sebelumnya pada tahun 1968. Dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang Penanaman Modal pada tahun 2007, BKPM menjadi sebuah lembaga Pemerintah yang menjadi koordinator kebijakan penanaman modal, baik koordinas antar instansi pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonesia, serta pemerintah dengan pemerintah daerah maupun pemerintah daerah dengan pemerintah daerah. BKPM juga diamanatkan sebagai badan advokasi bagi para investor, misalnya menjamin tidak adanya ekonomi biaya tinggi. 4. BAB IV BENTUK BADAN USAHA DAN KEDUDUKAN Pasal 5 UU Nomor 25 Tahun 2007 (1) Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. (3) Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan: a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. membeli saham; dan c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Macam-macam penanaman modal

Dilihat dari segi sumber modalnya o Penanaman modal dalam negeri o Penanaman modal asing Dilihat dari segi mekanisme modal o Penanaman modal langsung (direct investment) o Penanaman modal tidak langsung (indirect investment)

Penanaman modal dalam negeri : Investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri. Penggunaan modal dalam negeri baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk menjalankan usaha berdasarkan UU no 6/1968 ttg PMDN. modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisisli di Indonesia, yang disisihkan/disediakan untuk menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh UU No. 1/1967 ttg PMA; Penanaman modal asing: Investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri. Berdasarkan UU No.1/1967 PMA hanya meliputi PMA secara langsung. berdasarkan UU No. 1/1967 dan pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari investasi tersebut.

Penanaman modal langsung (direct-investment): penanaman modal yang modalya yang diinvestasikan secara langsung ke dalam bidang usaha tertentu. Modal tersebut dapat berupa uang, barang modal, know-how dan knowledge Penanaman modal tidak langsung (indirect investment): penanaman modal yang modalnya diinvestasikan secara tidak langsung dengan melalui mekanisme/system investasi lain, seperti lembaga pasar modal.

Berbagai bentuk kerjasamanya


Joint venture Joint enterprise Kontrak karya Production sharing Penanaman modal dengan disc rupiah Penanaman modal dengan kredit investasi Portofolio investment

JOINT-VENTURE: kerja sama yang dilakukan modal asing dengan modal nasional yang semata-mata berdasarkan perjanjian/kontrak saja (contractual). Artinya tidak dibentuk badan hukum baru . misalnya perjanjian kerja sama antara Van Sickel associates. Inc (badan hukum yang berkedudukan di Delaware. USA) dengan PT. Kalimantan Plywood Factory (badan hukum di Indonesia) untuk secara bersama-sama mengolah kayu di Kalimantan selatan. Kerja sama ini disebut juga dengan contract of cooperation. Corak/variasi dari joint venture, o Techinical Assisstance: bentuk kerja sama yang dilakukan antara pihak modal asing dan nasional yang berkaitan dengan skill dan cara kerja/metode o Franchise and brand-use agreement: bentuk kerja sama yang digunakan apabila pemodal nasional ingin memproduksi barang yang telah mempunyai reputasi terkenal. Misal: coca-cola, Mc Donalds, Kentucky Fried Chicken dll o Management contract: bentuk kerja sama pemodal asing dan nasional yang berkaitan dengan pengelolaan management oleh pemodal asing terhadap perusahaan nasional : misal dalam menajemen perhotelan, manajemen rumah sakit, dll o Build, Operation, and Transfer (BOT): bentuk kerja sama antara suatu pihak, dimana objek perjanjian dibangun, dikelola/dioperasikan selama jangka waktu tertentu, kemudian setelah masa konsesi tersebut diserahkan/ditransfer kepada pemilik. Misal : pembangunan department store, hotel, jalan tol . dll Joint Enterprise: kerja sama antara penanaman modal nasional dan penanaman modal asing dengan membentuk perusahaan atau badan hukum baru sesuai hukum Indonesia sebagaimana diisyaratkan dalam Ps 2 UU PMA. Joint enterprise lazimnya berupa PT, dengan modal berupa saham yang berasal dari modal dalam nilai rupiah dan dalam valuta asing. Bentuk kerja sama ini cukup diminati oleh para investor , mengingat o Setiap usaha di Indonesia membutuhkan rupiah untuk pembayaran harga-harga yang lebih murah dan mudah diperoleh, pembayaran gaji pegawai dan other costs dan allowances (PMA) o Investor asing tidak harus menanamkan modal dalam bentuk valuta asing dapat dalam bentuk mesin-mesin atau hasil prosuksi penanaman tersebut (PMA) o Dengan bekerja sama dengan pengusaha nasional. Maka investor asing dapat memperkecil risiko (PMA dan PMDN) Kontrak karya : kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dengan membentuk badan hukum Indonesia, dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerja sama dengan badan hukum lain yang menggunakan modal nasional. Hingga saat ini ,bentuk kerja sama ini baru terdapat dalam perjanjian kerja sama antara BUMN.

contohnya : kontrak karya antara pertamina dengan PT. Caltex Pacifik Indonesia (PT.CPI merupakan anak perusahaan Caltex di USA) o Blok cepu Pertamina v. ExxonMobilOil Indonesia Production sharing : bentuk kerjasama, dimana pihak investor asing memberikan kredit kepada pihak nasional, dan pokok pinjaman dan bunganya dikembalikan dalam bentuk hasil produksi dari perusahaan ybs dan mewajibkan perusahaan nasional tersebut untuk mengekspor hasilnya ke Negara pemberi kredit Penanaman Modal dengan DISC-RUPIAH (DISC: Debt Investment Convertion Scheme), bentuk kerja sama campuran antara kredit dengan penanaman modal. Pengembalian kredit dikonversi/diubah menjadi penanaman modal asing. Pelunasan utang yang semula diperhitungkan berdasarkan valuta asing , tetapi dibayar dengan rupiah . biasanya dilakukan untuk tagihan-tagihan kreditor asing yang tidak dijamin oleh pemerintah Penanaman modal dengan kredit investasi: dalam praktik penanaman modal ini banyak dilakukan oleh para investor nasional untuk membiayai proyeknya yang ada di Indonesia. Awalnya berupa kredit investasi dari dana-dana luar negeri, menjadi model nasional melalui joint-venture. Prosesnya agak berbelit. Portofolio investment: investasi yang dilakukan melalui pembelian saham baik melalui pasar modal maupun melalui penempatan modal pihak ketiga dalam perusahaan. Bentuk kerja sama ini dalam praktik telah lama dan lazim dilakukan oleh investor keturunan cina.

Adapun bentuk kerjasama usaha lain yang dimungkinkan dapat dilakukan dalam rangka kegiatan penanaman modal asing diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Joint Venture; adalah suatu usaha kerjasama yang dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional berdasarkan suatu perjanjian/kontrak. 2. Joint Enterprise; adalah suatu kerjasama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum yang baru. 3. Kontrak Karya; adalah suatu bentuk usaha kerjasama antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerjasama dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal nasional. 4. Kontrak Production Sharing; adalah perjanjian kerjasama kredit antara modal asing dengan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada Negara pemberi kredit. Aspek-aspek hukum dalam hal Penanaman Modal Asing (PMA) Yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing dalam Pasal 1 Ayat (3) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah : Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 UU No. 25 Tahun 2007, untuk penanaman modal asing (PMA), dilakukan dalam bentuk Perseroan Terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia. Mengenai pendirian dan pengesahan badan usaha Penanaman Modal Asing yang berbentuk Perseroan Terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT. Bahwa terkait dengan PMA, di dalam Penjelasan Pasal 8 Ayat 2 Huruf a UU No. 40 tahun 2007 tentang PT bahwa pada saat mendirikan Perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri. WNA atau badan hukum asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan sepanjang UU yang mengatur bidang usaha Perseroan tersebut

memungkinkan. Bagi perusahaan penanam modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu. Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan dengan tujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan perizinan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal. 5. Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan investasi secara keseluruhan di Indonesia, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala internal, meliputi:

1. kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai; 2. kesulitan memproleh bahan baku; 3. kesulitan dana/pembiayaan; 4. kesulitan pemasaran; 5. adanya sengketa perselisihan di antara pemegang saham. 1.

Kendala eksternal, meliputi: faktor lingkungan bisnis, baik nasional,regional dan global yang tidak mendukung

serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang diberikan pemerintah;
2. masalah hukum; 3.

keamanan, maupun stabilitas politik yang merupakan faktor eksternal ternyata

menjadi faktor penting bagi investor dalam menanamkan modal di Indonesia;


4.

adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi

kegiatan penanaman modal;


5.

adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi

kegiatan penanaman modal; Selain hambatan-hambatan tersebut diatas juga terdapat hambatan lain yakni masalah perijinan, birokrasi yang rumit dan sarat Korupsi Kolusi dan Nepotisme, nasionalisasi dan kompensasi, serta masalah kebijakan perpajakan yang sering tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah. Tingkat korupsi yang parah ini jelas menimbulkan disinsentif yang sangat besar bagi investasi pertambangan, mengingat kegiatan pertambangan melibatkan sejumlah peraturan yang diatur oleh pemerintah sehingga tingkat korupsi yang besar akan mengurangi kepastian berusaha karena adanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy). 6. Pasal 24 Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas perizinan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c dapat diberikan untuk impor : a. barang yang selama tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perdagangan barang; b. barang yang tidak memberikan dampak negatif terhadap keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, dan moral bangsa; c. barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia; dan d. barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri.

PENDAHULUAN
Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. [1]bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional.[2] Undang-undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UUPM) yang lahir pada 26 April 2007 berusaha mengakomodir perkembangan zaman dimana peraturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing (selanjutnya disebut UUPMA) dan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (selanjutnya disebut UUPMDN), dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Dalam UUPM, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Aturan dalam UUPM berlaku bagi penanaman modal di semua sektor wilayah Indonesia, dengan ketentuan hanya terbatas pada penanaman modal langsung, dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portfolio sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 UUPM beserta penjelasannya.[3] Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu membentuk Undang-undang tentang Penanaman Modal. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.[4] Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.[5] Mengenai bentuk badan usaha bagi penanaman modal di Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 5 UU No. 25 Tahun 2007 adalah sebagai berikut : 1. Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[6] 2. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.[7] 3. Untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dilakukan dengan Pengambilan bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas, membeli saham, atau dengan melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[8]

Dari latar belakang diberlakukannya UU No 25 Tahun 2007 akan membawa pengaruh terhadap iklim penanaman modal di Indonesia. Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas :

Kebaruan apa yang ada pada UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dibandingkan dengan Undang-undang lama ?

Apa saja yang perlu dikritisi isi dari UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ?

PEMBAHASAN
Jika dibandingkan dengan Undang-undang Penanaman Modal yang lama, Undangundang No 25 Tahun 2007 memiliki beberapa kebaruan. Hal-hal yang baru yang terdapat pada Undang-undang tersebut antara lain :[9] 1. Pengertian Modal Asing Pengertian Penanaman Modal Asing pada UU PMA lama, didefinisikan sebagai direct investment.Dalam Undang-undang No 25 Tahun 2007 modal asing tidak hanya diartikan direct invesment, tetapi juga meliputi pembelian saham (portopolio). Dengan demikian pintu masuk penanaman modal asing lebih diperluas dalam Undang-undang No 25 Tahun 2007. 2. Pihak Investor Dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing lama, hanya pihak asaing yang berbentuk badan hukum yang dapat melakukan penanaman modal asing (Pasal 3 ayat 1), sedangkan pada Undang-undang No 25 Tahun 2007 membuka kesempatan bagi Negara, Perseorangan, Badan Usaha, Badan Hukum yang berasal dari luar negeri dapat menanamkan modalnya di Indonesia.[10] 3. Perlakuan yang sama terhadap Investor. Dalam Undang-undang Penanaman Modal lama tidak statement perlakuan yang sama. Perlakuan yang sama diberikan dan diatur dalan Undang-undang No 25 Tahun 2007. Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal diIndonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[11] Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.[12] 4. Pelayanan satu pintu UU No 25 Tahun 2007 memberikan kemudahan pelayanan satu pintu pada kepada investor asing.[13] Dengan demikian terdapat kepastian hukum yang dalam Undang-undang penanaman modal asing lama tidak disebutkan. 5. Perizinan dan kemudahan masuknya tenaga kerja asing

Dalam Undang-undang penanaman modal asing lama tenaga kerja asing tidak mudah untuk didatangkan. Tenaga kerja asing hanya boleh didatangkan untuk mengisi jabatan yang belum dapat diisi oleh tenaga kerja Indonesia. Sedangkan pada Undang-undang No 25 Tahun 2007 tenaga kerja asing lebih mudah masuk ke Indonesia.Memang tenaga kerja Indonesia harus tetap diutamakan, namun investor tetap mempunyai hak untuk menggunakan tenaga kerja ahli WNA untuk jabatan dan keahlian tertentu. 6. Pajak Undang-undang penanaman modal lama memberikan fasilitas berupa keringanan pajak yaitu tax holiday bagi investor asing, sedangkan Undang-undang No 25 Tahun 2007 tidak hanya fasilitas pajak saja namun juga fasilitas fiscal. Fiscal cakupannya lebih luas daripada pajak karena pajak hanyalah bagian dari fiscal. Hal ini lebih menguntungkan bagi investor asing. 7. Negative List Undang-undang penanaman modal asing lama memberikan batasan terhadap usaha mana saja yang tidak dapat diberikan kepada investor asing, sehingga jenis usaha yang diatur tersebut mutlak tidak dapat diberikan kepada investor asing. Kelonggaran dapat kita temukan pada Undang-undang No 25 Tahun 2007, karena tidak mencantumkan jenis usaha yang masuk dalam negative list.[14]Negative list tersebut kemudian diatur oleh pemerintah dengan Peraturan Presiden. Ini berarti jenis usaha yang dapat diberikan kepada investor asing lebih fleksibel dan lebih terbuka. 8. Peranan Daerah Kesempatan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia juga terbuka lebih luas, pasalnya dalam Undang-undang No 25 Tahun 2007 Pemerintah Daerah diberi otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan asas otonomi dan tugas bantuan.[15] Dari uraian tentang hal-hal yang baru sebagaimana disebutkan di atas menggambarkan citra baru penanaman modal asing di Indonesia melalui pengaturan dalam Undang-undang No 25 Tahun 2007 yang diharapkan dapat meningkatkan investasi di Indonesia. Undang-undang No 25 Tahun 2007 nampak lebih terbuka baik cara cara penanaman modal asing masuk, subjek investor yang semakin beragam, bidang usaha yang diusahakan, dan perana daerah dalam mengundang penanaman modal asing secara langsung. Di atas telah dijelaskan tentang hal-hal yang baru yang kita ketemukan pada Undangundang No 25 Tahun 2007 jika dibanding dengan Undang-undang lama. Dari semua kebaruan yang terdapat dalam Undang-undang No 25 Tahun 2007 nampak jelas bahwa pada dasarnya Undang-undang tersebut sangat memberikan kemudahan yang cenderung berlebihan kepada investor yang menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan kemudahan-kemudahan tersebut terkesan adanya upaya untuk menarik investor agar menanamkan modalnya di Indonesia. Namun demikian tanpa disadari bahwa kondisi tersebut akan menjadikan bangsa Indonesia bagaikan penjajahan baru. Disadari atau tidak

dengan fasilitas yang diberikan kepada penanam modal asing menjadikan bangsa Indonesia bagaikan pembantu di negaranya sendiri. Sebenarnya strategi untuk menarik investor ke Indonesia tidak perlu mengobral semurahmurahnya kekayaan alam kepada investor asing. Apabila dicermati dengan jernih dalam praktek, kurangnya minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia lebih cenderung disebabkan karena faktor birokrasi, faktor keamanan, dan faktor lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Adanya birokrasi yang njlimet ditambah dengan aparat yang mata duitan dalam mengurus ijin Lokasi, IMB,Ijin Lingkungan, AMDAL ; sering terjadinya unjuk rasa di berbagai kota ; dan penyelesaian sengketa yang terlalu lama jika harus melalui pengadilan itulah yang sesungguhnya yang perlu kita benahi. Jika Undang-undang No 25 Tahun 2007 terus diberlakukan bukan hal yang mustahil dalam jangka panjang para investor akan menguasai objek-objek vital perekonomian Indonesia sedangkan bangsa Indonesia akan menjadi pengemis di rumahnya sendiri. Selain jika dibandingkan dengan Undang-undang penanaman modal asing lama, mari kita coba cermati dan kritisi isi dari Undang-undang No 25 Tahun 2007 dalam beberapa hal : 1. Bentuk Badan Usaha yang Dapat Melakukan Penanaman Modal di Indonesia Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha perorangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[16] Sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA), wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.[17] UUPM tidak memberikan penjelasan perihal PMA yang tidak berbentuk perseroan terbatas. Dalam bentuk apa menanamkan modal di Indonesia jika penanam modal asing yang bersangkutan tidak berbentuk perseroan terbatas tidak dijelaskan dalam UUPM ini. Hal ini tentunya memberikan celah ketidakpastian hukum sehingga tidak sejalan dengan asas yang tertuang dalam Pasal 3 maupun Pasal 4 UUPM itu sendiri. Pasal 20 UUPM yang menyatakan bahwa Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak berlaku bagi penanaman modal asing yang tidak berbentuk perseroan terbatas, maka sebenarnya UUPM mengakui keberadaan PMA yang tidak berbentuk perseroan terbatas dimana terhadap PMA tersebut tidaklah mendapatkan fasilitas sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 UUPM. 2. Perlakuan Terhadap Penanaman Modal Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[18] Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.[19] Penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.[20] Di sini ada ketidakjelasan yang mengarah kepada ketidakpastian hukum perihal pengertian Aset yang tidak diberi penjelasan lebih lanjut sehingga bisa menimbulkan multi interpretasi. Pasal 8 Ayat (2) hanya menyebutkan Aset yang

tidak termasuk aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai aset yang dikuasai oleh negara.[21] 3. Ketenagakerjaan Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia.[22] Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[23] Perusahaan penanaman modal wajib

meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[24] Dalam pasal ini tidak disebutkan dengan jelas bagaimana sangsi perusahaan penanaman modal bilamana tidak melakukan sebagaimana diperintahkan oleh Undang-undang tersebut, karena dalam kenyataannya Ayat 3 sering diabaikan. 4. Bidang Usaha Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.[25] Aturan lebih lanjut mengenai bidang usaha yang terbuka dan tertutup diatur dalam Perpres. Peraturan Presiden yang dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan

Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, dan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang

Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 5. Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Penanam Modal Setiap penanam modal berhak mendapat kepastian hak, hukum, dan perlindungan.[26] Disamping hak yang dimiliki, Penanam modal juga memiliki kewajiban diantaranya menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik[27] dan berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.[28] Jika penanam modal tidak melaksanakan tanggung jawab tersebut, maka dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.[29] Di sini diperlukan penegakan hukum untuk melindungi Hak, Kewajiban, dan Tanggung jawab penanam modal sekaligus masyarakat dan negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai