Tugas TPK

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

Pendahuluan Produk hasil hidrolisa pati sangat banyak digunakan dan diterapkan dalam penggunaan pati pada produk-produk

pengolahan hasil pangan. Proses hidrolisa pati menggunakan asam maupun enzim adalah proses yang umum digunakan untuk mengubah pati menjadi molekul yang lebih kecil lagi bahkan hingga mengubah pati menjadi gula sederhana. Pada bab ini akan dibahas mengenai proses-proses hidrolisa pati baik menggunakan asam maupun enzim. Masing-masing proses hidrolisa baik menggunakan asam maupun enzim memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hidrolisa asam menghasilkan proses yang lebih murah namun produk yang dihasilkan tidak sebaik yang dihasilkan dari hidrolisis menggunakan enzim yang tentunya jauh lebih mahal. Hidrolisa Gula merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, selama ini kebutuhan gula dipenuhi oleh industri gula (penggilingan tebu). Industri kecil seperti gula merah, gula aren. Gula dapat berupa glukosa, sukrosa, fruktosa, sakrosa. Gukosa dapat digunakan sebagai pemanis dalam makanan, minuman, dan es krim. Glukosa dibuat dengan jalan fermentasi dan hidrolisa. Pada proses hidrolisa biasanya menggunakan katalisator asam seperti HCl, asam sulfat. Bahan yang digunakan untuk proses hidrolisis adalah pati. Di Indonesia banyak dijumpai tanaman yang menghasilkan pati. Tanaman-tanaman itu seperti padi, jagung, ketela pohon, umbi-umbian, aren, dan sebagainya Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil / OH oleh suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air dan hidrolisis dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap. Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air. Reaksi ini adalah orde satu karena reaktan air yang dibuat berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan. Reaksi hidrolisis pati dapat menggunakan katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam. Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai berikut: (C6H10O5)x + x H2O x C6H12O6 Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap reaksi hidrolisa : 1. Katalisator Hampir semua reaksi hidrolisa memerlukan katalisator untuk mempercepat jalannya reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim atau asam sebagai katalisator, karena kerjanya lebih cepat. Asam yang dipakai beraneka ragam mulai dari asam klorida (Agra dkk, 1973; Stout & Rydberg Jr., 1939), Asam sulfat sampai asam nitrat. Yang berpengaruh terhadap kecepatan reaksi adalah konsentrasi ion H, bukan jenis asamnya. Meskipun demikian di dalam industri umumnya dipakai asam klorida. Pemilihan ini didasarkan atas sifat garam yang terbentuk pada penetralan gangguan apa-apa selain rasa asin jika konsentrasinya tinggi. Karena itu konsentrasi asa dalam air penghidrolisa ditekan sekecil mungkin. Umumnya dipergunkan larutan asam yang mempunyai konsentrasi asam lebih tinggi daripada pembuatan sirup. Hidrolisa pada tekanan 1 atm memerlukan asam yang jauh lebih pekat. 2. Suhu dan tekanan Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi mengikuti persamaan Arhenius.makin tinggi suhu, makin cepat jalannya reaksi. Untuk mencapai konversi tertentu diperlukan waktu sekitar 3 jam untuk menghidrolisa pati ketela rambat pada suhu 100C. tetapi kalau suhunya dinaikkan sampai suhu 135C, konversi yang sebesar itu dapat dicapai dalam 40 menit (Agra dkk,1973). Hidrolisis pati gandum dan jagung dengan katalisator asam sulfat memerlukan suhu 160C. karena panas reaksi hampir mendekati nol dan reaksi berjalan dalam fase cair maka suhu dan tekanan tidak banyak mempengaruhi keseimbangan. 3. Pencampuran (pengadukan) Supaya zat pereaksi dapat saling bertumbukan dengan sebaik-baiknya, maka perlu adanya pencampuran. Untuk proses batch, hal ini dapat dicapai dengan bantuan pengaduk atau alat pengocok (Agra dkk,1973). Apabila prosesnya berupa proses alir (kontinyu), maka pencampuran dilakukan dengan cara mengatur aliran di dalam reaktor supaya berbentuk olakan.

4. Perbandingan zat pereaksi Kalau salah satu zat pereaksi berlebihan jumlahnya maka keseimbangan dapat menggeser ke sebelah kanan dengan baik. Oleh karena itu suspensi pati yang kadarnya rendah memberi hasil yang lebih baik dibandingkan kadar patinya tinggi. Bila kadar suspensi diturunkan dari 40% menjadi 20% atau 1%, maka konversi akan bertambah dari 80% menjadi 87 atau 99% (Groggins, 1958). Pada permukaan kadar suspensi pati yang tinggi sehingga molekul-molekul zat pereaksi akan sulit bergerak. Untuk menghasilkan pati sekitar 20%. Klasifikasi Hidrolisa Klasifikasi proses hidrolisa dapat dibagi menjadi: (1) Hidrolisa fase gas: Sebagai penghidrolisa adalah air dan reaksi berjalan pada fase uap. (2) Hidrolisa fase cair: Pada hidrolisa ini, ada 4 tipe hidrolisa, yaitu: (a) Hidrolisa murni: Efek dekomposisinya jarang terjadi, tidak semua bahan terhidrolisa. Efektif digunakan pada : Reaksi Grigrard dimana air digunakan sebagai penghidrolisa, (b)Hidrolisa bahan-bahan berupa anhidrid asam Laktan dan laktanida. Hidrolisa senyawa alkyl yang mempunyai komposisi kompleks, Hidrolisa asam berair. Pada umumnya dengan HCl dan H2SO4, dimana banyak digunakan pada industri bahan pangan, misal: Hidrolisa gluten menjadi monosodium glutamate, Hidrolisa pati menjadi glukosa. Sedangkan H2SO4 banyak digunakan pada hidrolisa senyawa organik dimana peranan H2SO4 tidak dapat diganti. (c) Hidrolisa dengan alkali berair: Penggunaan konsentrasi alkali yang rendah dalam proses hidrolisa diharapkan ion H+ bertindak sebagai katalisator sedangkan pada konsentrasi tinggi diharapkan dapat bereaksi dengan asam yang terbentuk. (d) Hidrolisa dengan enzim Senyawa dapat digunakan untuk mengubah suatu bahan menjadi bahan hidrolisa lain. Hidrolisa ini dapat digunakan : Hidrolisa molase, Beer (pati maltosa/glukosa) dengan enzim amilase Aplikasi hidrolisa Pati banyak digunakan dalam Industri makanan dan minuman menggunakan sirup glukosa hasil hidrolisis pati sebagai pemanis. Produk akhir hidrolisa pati adalah glukosa yang dapat dijadikan bahan baku untuk produksi fruktosa dan sorbitol. Hasil hidrolisis pati juga banyak digunakan dalam industri obat-obatan. Dan juga glukosa yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol. Penggunaan asam sebagai penghidrolisa menghasilkan biaya produksi yang sedikit, namun produk yang dihasilkan tidak seragam dan banyak senyawa pati yang rusak oleh asam tersebut, sedangkan penggunaan enzim sebagai penghidrolisa menghasilkan produk yang seragam, lebih terkontrol, namun biaya produksi lebih tinggi karena harga dari enzim sendiri lebih mahal jika dibandingkan dengan asam. Hidrolisis Enzim Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh: X + C XC (1) Y + XC XYC (2) XYC CZ (3) CZ C + Z (4) Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke bentuk semula. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim -amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim

tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah inihibitor enzim. Dalam proses hidrolisis pati secara enzimatis, terdapat beberapa enzim penghidrolisis pati yang bekerja spesifik yaitu ikatan glikosidik yang diputus, pola pemutusan, aktivitasnya dan spesifitas substrat serta produk yang dihasilkan. Tingginya keragaman jenis pati dan spesifiknya kerja enzim penghidrolisis pati, maka produk yang dibentuk akan mempunyai komposisi karbohidrat yang beragam Modifikasi pada pati juga dapat dilakukan dengan hidrolisis enzim. Modifikasi pati dengan metode enzimatis. Pada modifikasi pati dengan metode enzimatis ini dapat dilakukan dengan berbagai tahapan yaitu likuifaksi, sakarifikasi dan isomerisasi. Langkah yang pertama adalah likuefaksi 30-40% suspensi padatan untuk menghasilkan maltodekstrin dengan menggunakan enzim -amilase. Setelah likuifaksi dilakukan sakarifikasi menggunakan enzim glukoamilase atau pullulanase untuk menghasilkan sirup glukosa atau sirup maltosa. Hasil sakarifikasi dilakukan isomerisasi dengan enzim glukosa isomerase untuk menghasilkan sirup fruktosa. Hidrolisis dengan enzim dapat menghasilkan beberapa produk hidrolisat pati dengan sifat-sifat tertentu yang didasarkan pada nilai DE (ekuivalen dekstrosa). Nilai DE 100 adalah murni dekstrosa sedangkan nilai DE 0 adalah pati alami. Hidrolisat dengan nilai DE 50 adalah maltosa, nilai DE di bawah 20 adalah maltodekstrin, sedangkan hidrolisat dengan DE berkisar antara 20100 adalah sirup glukosa. Beberapa jenis enzim yang sering digunakan dalam menghidrolisis pati yaitu: -amilase, -amilase, pullunase, dan amiloglukosidase (AMG) yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu-sama lainnya. Enzim alfa amilase Enzim alfa-amilase, atau yang biasa disebut juga 1,4-alpha-D-glucan glucanohydrolase (karena hanya memotong pada ikatan 1,4 pada ikatan glikosida), biasa juga disebut pancreatic alpha-amilase adalah salah satu enzim yang berperan dalam proses degradasi pati, sejenis makromolekul karbohidrat. Struktur molekuler dari enzim ini adalah -1,4-glukanohidrolase. Bersama dengan enzim pendegradasi pati lain, pululanase, -amilase termasuk ke dalam golongan enzim kelas 13 glikosil hidrolase. Alpha-amilase ini memiliki beberapa sisi aktif yang dapat mengikat 4 hingga 10 molekul substrat sekaligus sehingga proses hidrolisisnya lebih cepat.

Gambar 1. ikatan 1,4 glikosida yang diputus oleh Enzim alfa amilase Alfa-amilase pada umumnya aktif bekerja pada kisaran suhu 25OC hingga 95OC. Penambahan ion kalsium dan klorida dapat meningkatkan aktivitas kerja dan menjaga kestabilan enzim ini. Alfa-amilase akan memotong ikatan glikosidik -1,4 (Gambar III-1) pada molekul pati (karbohidrat) sehingga terbentuk molekul-molekul karbohidrat yang lebih pendek. Hasil dari pemotongan enzim ini antara lain maltosa, maltotriosa, dan glukosa.

Gambar 2. Representatif lokasi pemutusan yang dilakukan secara acak oleh enzim alfa amilase (segitiga hitam adalah lokasi untuk memotong) Kerja enzim ini bersifat endo enzim yaitu memotong ikatan 1,4 glikosida pada amilosa ataupun amilopektin dari dalam dan memotong secara acak (Gambar III-1), enzim ini juga bekerja pada pati yang telah tergelatinisasi. Pada hidrolisis pati mentah enzim ini dihasilkan oleh Saccaromyces cereviciae (Raw starch digesting amilase). Alfa amilase biasa juga disebut sebagai liquifying enzim, karena enzim alfa amilase bekerja pada proses liquifikasi yg memecah pati menjadi rantai yg lebih pendek. Enzim alpha-amilase merupakan enzim yang banyak digunakan pada berbagai macam makanan, minuman, detergen, industri pemrosesan dan industri tekstil. Enzim ini terdapat dialam misalnya pada: Bisa dalam bentuk tepung malt, gandum yang berkecambah; berasal dari bakteri bacillus Bacillus subtilis; Disintesa kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae; Bisa berasal dari cacing tanah; Pakai cendawan Aspergillus sp; Bisa berasal dari pancreas sapi dan babi; dan banyak terdapat di air ludah dan pencernaan manusia. Enzim -amilase yang diisolasi dari bacillus subtilis sangat stabil pada suhu tinggi. Tergantung kepada pemanfaatannya, suhu optimum untuk enzim ini adalah 70-90OC. pada suhu rendah, enzim ini masih cukup stabil meskipun pada pH dibawah 6. Walaupun demikian enzim ini tidak dapat dihadapkan pada pH dibawah 5. Pada suhu 70OC enzim ini dengan cepat kehilangan aktivitasanya jika pH dibawah 6. Namun pada suhu tersebut enzim ini cukup stabil dalam kisaran antara 6-10. Kondisi optimum untuk proses hidrolisis pati dalam industri adalah pH 66,5. Liquifaction tahap pertama dengan jet cooker dilakukan pada suhu 105OC. dan tahap berikutnya pada 95OC selama 15-30 menit didalam tangki khusus. Bakteri lain yang menghasilkan -amilase yaitu Bacillus licheniformis. pH optimum untuk enzim ini sekitar 6 pada suhu 60OC. jika suhu ditingkatkan pH optimum juga meningkat sekitar 7. Jika -amilase yang diperoleh dari B. subtilis menghidrolisis pati dengan hasil utama maltoheksosa, maltopentosa dan sedikit glukosa (4-5%), maka -amilase yang dihasilkan oleh B. licheniformis menghasilkan maltosa, maltoriosa, dan maltopentosa, glukosa yang dihasilkan agak lebih tinggi yaitu 8-10%. Enzim -amilase yang diperoleh dari fungi banyak dihasilkan dari Aspergillus oryzae. Di dalam hidrolisis, enzim ini mula-mula berkelakukan seperti maltenzyme atau enzim dari bakteri. Namun pada tahap berikutnya, lebih banyak maltosa dan maltoriosa yang terbentuk. Sedikit atau banyak -amilase dari fungi ini berkelakukan seperti gabungan antara dan amilase dari malt. Meskipun enzim ini diperdagangkan dalam bentuk serbuk, namun enzim ini sangat mudah larut dalam air. Suhu optimumnya yaitu pada suhu 50OC pada saat pelarutan, meskipun aktivitas enzim meningkat pada suhu 55OC, namun aktivitas tersebut cepat menurun, demikian juga stabilitasnya. Untuk reaksi dalam waktu pendek, pH optimum adalah sekitar 4,7. Enzim beta-amilase merupakan enzim golongan hidrolase yang digunakan dalam proses sakarifikasi pati. Sakarifikasi banyak berperan dalam permecahan makromolekul karbohidrat. Pemecahan makromolekul karbohidrat ini akan menghasilkan molekul karbohidrat rantai pendek. Beta-amilase akan memotong ikatan glikosidik pada gugus amilosa, amilopektin, dan glikogen. Amilosa merupakan

struktur rantai lurus dari pati, sedangkan amilopektin merupakan struktur percabangan dari pati. Hasil pemotongan oleh enzim ini akan didominasi oleh molekul maltosa dan beta-limit dekstrin. Dalam industri pangan, pembentukan senyawa beta-limit dektrin seringkali dihindari karena membentuk viskositas atau kekentalan yang terlalu pekat. Enzim beta-amilase sama halnya dengan alfa amilase yang memotong ikatan 1,4 glikosidik, namun proses pemotongannya sangat lambat, dan hanya memotong 2 unit glukosa setiap potongannya, dan memotong satupersatu dari ujung terluar amilosa atau amilopektin. Jika beta amilase memotong pati rantai lurus maka produk akhir dari pemotongan enzim beta amilase yaitu maltose dan maltotriosa dengan rasio 99:1% Enzim beta-amilase banyak ditemukan pada tanaman tingkat tinggi, seperti gandum, ubi, dan kacang kedelai. Di samping itu, beta-amilase juga dapat ditemui pada beberapa mikroorganisme, antara lain Pseudomonas, Bacillus, Streptococcus, dan Clostridium thermosulfurigenes. Enzim yang berasal dari C. thermosulfurigenes umumnya lebih disukai karena memiliki toleransi suhu dan pH yang lebih tinggi. Enzim Debranching Enzim (pullulanase) Enzim ini memiliki spesifikasi memutus ikatan cabang pada 1,6 glikosida. Bersifat exoenzim amilolitik. Contoh jenis enzim ini antara lain contoh iso-amilase dan limit dekstrinase. Hasil pemutusan oleh ini enzim ini menghasilkan pati rantai panjang dan limit dekstrin. Dalam berbagai pengolahan untuk menghasilkan gula, digunakan variasi penggunaan berbagai jenis enzim yang digunakan secara bertahap. Enzim Amiloglukosidase (AMG)/glukoamilase Adalah salah satu yang berperan dalam proses sakarifikasi pati. Serupa dengan enzim beta-amilase, glukoamilase dapat memecah struktur pati yang merupakan polisakarida kompleks berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil. Kelebihan enzim ini yaitu selain memutus ikatan 1,4 glikosoda, juga memutus ikatan 1,6 glikosida. Enzim ini bersifat eksoenzim. Pada umumnya, enzim ini bekerja pada suhu 45-60 C dengan kisaran pH 4,5-5,0. Produk akhir yang dihasilkan dari enzim ini yaitu glukosa. Enzim ini memiliki peranan yang cukup besar di dalam metabolisme energi di berbagai jenis organisme. Oleh karena itu, enzim ini banyak ditemukan pada beragam jenis tanaman dan mikroorganisme, seperti Saccharomyces, Endomycopsis, Aspergillus, Penicillium, Mucor, dan Clostridium. Bahan Bacaan BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah; Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia Jakarta. Semoga Bermanfaat.

Industri Fruktosa dan Glukosa dengan Proses Hidrolisis


03.51 LETSHARE NO COMMENTS

BAB I PENDAHULUAN
1.1 . Sirup Glukosa Sirup glukosa (Glucose syrup) didefinisikan sebagai cairan jernih dan kental yang mengandung D-glukosa, maltose, dan polimer D-glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati. Bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa adalah pati, misalnya tapioka, sagu, pati jagung, dan pati umbi-umbian. Proses hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat menggunakan katalis enzim, asam, atau gabungan keduanya. Glukosa banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman, serta industri farmasi. Hal ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup glukosa dibandingkan sukrosa diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal seperti halnya sukrosa jika dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal tidak terbentuk sampai larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75%. Permasalahan pada industri glukosa saat ini adalah kontinuitas penyediaan bahan baku dan fluktuasi harga bahan baku. Pada pembuatan produk es krim, glukosa dapat meningkatkan kehalusan tekstur dan menekan titik beku dan untuk kue dapat menjaga kue tetap segar dalam waktu lama dan mengurangi keretakan. Untuk permen, glukosa lebih disenangi karena dapat mencegah kerusakan mikrobiologis, dan memperbaiki tekstur. 1.2.Sirup Fruktosa Sirup fruktosa dibuat dari glukosa melalui proses isomerisasi menggunakan enzim glukosa isomerase. Proses perubahan tersebut disebut enzymatic glucose-isomerization. Karena enzim tersebut reversibel artinya dapat mengkatalis ke aksi bolak-balik maka produk akhir selalu merupakan campuran dari glukosa maupun fruktosa. Sirup fruktosa memiliki tingkat kemanisan 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan sirup glukosa dan 1,4-1,8 kali lebih tinggi dari gula sukrosa. Di samping itu, sirup fruktosa memiliki indeks glikemik lebih rendah (32+2) dibandingkan dengan glukosa (138+4), sedangkan sukrosa memiliki indeks glikemik sebesar (87+2). 1.3.Kegunaan Produk Pada saat ini sirup glukosa (glucose syrup) banyak digunakan dalam industri makanan, seperti penyedap rasa, pembuatan monosodium glutamat, High Boiled Sweet, Caramels, Toffee, Fondants Creams, Gums, Jelies, Pastilles, Marsh mallow, Nougat, Frozen Dessert,Dried Glucose Syrup, Maltodextrins (Dried Starch Hydrolisates), Soup sauce mixes, Coffee whitener, topping, dessert powders, plefillings, sugar confectionery, Dextrose Monohydrate (D Glucose) dan lain-lain. Sirup fruktosa dapat digunakan sebagai pemanis bagi penderita diabetes. Sirup fruktosa akan terasa lebih manis jika dalam keadaan dingin. Berdasarkan keunggulan sirup fruktosa ini maka sirup fruktosa juga dimanfaatkan untuk produk minuman ringan (softdrink), jelly, sirup, selai, cocktail, dan masih banyak lagi. 1.4.Gula-Gula Karbohidrat Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hydrogen dan oksigen yang banyak terdapat di alam, dengan rumus empiris CH2O. Karbohidrat merupakan sumber energy yang paling utama

dalam tubuh makhluk hidup. Karbohidrat juga memiliki kegunaan yang luas dalam bidang industri misalnya kertas, fermentasi, makanan dan minuman, dsb. Pada umumnya gula karbohidrat dibagi menjadi 3 kelompok: 1. Monosakarida 2. Disakarida 3. Polisakarida 1.4.1. Monosakarida Monosakarida adalah gula tunggal seperti glukosa, fruktosa, dan dekstrosa yang mempunyai rumus yang sama yaitu C6H12O6. Glukosa disebut juga gula anggur atau dekstrosa karena mempunyai sifat memutar bidang polarisasi ke kanan (+). Fruktosa mempunyai sifat kebalikannya yaitu dapat memutar bidang polarisasi ke kiri () . Monosakarida tidak dapat dipecah lagi walaupun dengan larutan asam yang amat encer. Glukosa dan fruktosa pada prakteknya disebut gula reduksi. a. Glukosa Glukosa dipergunakan dalam industri makanan dan minuman, terutama dalam industri permen, selai dan pembuatan buah kaleng. Kemajuan dalam konversi enzim dapat menghasilkan glukosa dengan kadar dekstrosa 95%, kadar dekstrosa lebih tinggi dapat diperoleh dengan menggunakan substrat yang lebih rendah, tetapi ada batas ekonomisnya. Kadar dekstrosa juga bisa berkurang oleh adanya trans-glukosa karena enzim yang digunakan tidak murni. Dosis enzim yang tinggi dan waktu konversi yang terlalu panjang mengakibatkan polimerisasi membentuk maltosa yang dapat juga terbentuk karena konversi non ideal. Pada suhu 60oC kelarutan dekstrosa sama dengan sukrosa. Pada suhu dibawah 60oC kelarutan sukrosa lebih tinggi dibanding dekstroksa, sebaliknya pada suhu di atas 60oC kelarutan dekstrosa lebih tinggi. Suhu transisi dekstrosa adalah pada suhu 50oC, pada suhu di bawah ini monohidrat glukosa membentuk fase padat. Dekstrosa tidak mudah mengkristal seperti sukrosa. Inti kristal tidak terbentuk sampai larutan dekstrosa mencapai kejenuhan 75%. Tetapi pada suhu tinggi sirup glukosa dapat mengkristal. b. Fruktosa Fruktosa nama lain dari levulosa adalah monosakarida sederhana yang banyak ditemukan dalam bahan makanan yang larut dalam air. Madu, buah2an, dan beberapa umbi-umbian mengandung sukrosa yang didalamnya mengandung fruktosa dalam jumlah besar. sukrosa adalah disakarida hasil dari kondensasi antara glukosa dan fruktosa. Fruktosa padat dan HFCS sering dianggap produk yang sama. Fruktosa padat seringkali diproduksi dari sirup jagung kaya fruktosa yang benar-benar monosakarida. HFCS, sebenarnya adalah gabungan dari sejumlah fruktosa dan glukosa. Fruktosa adalah 6-karbon polihidroksi keton yamg merupakan isomer dari glukosa yang memiliki rumus molekul sama tetapi memiliki struktur yang berbeda, yang dinamakan D-fruktopiranosa. Salah satu alasan utama fruktosa digunakan secara komersial dalam industri makanan dan minuman adalah selain harganya murah juga karena memiliki tingkat kemanisan yang tinggi. Fruktosa merupakan yang termanis dala semua karbohidrat. Tingkat kemanisan fruktosa 1,73 kali tingkat kemanisan sukrosa. Tingkat kemanisan beberapa gula dan pemanis :

Tingkat kemanisan fruktosa lebih tinggi dibandingkan dengan sukrosa atau dekstrosa dan sensasi rasa mencapai tingkat tertinggi dibandingkan dengan sukrosa dan menurun lebih cepat dibandingkan dengan sukrosa. Fruktosa banyak digunakan juga sebagai penambah rasa. 1.4.2. Disakarida Disakarida tersusun dari gabungan 2 buah gula tunggal. Yang terpenting adalah sukrosa atau disebut gula tebu. Secara kimiawi sukrosa juga disebut gula bit. Disakarida adalah bentuk polisakarida yang paling sederhana dengan rumus C12H22O11. Bagian sebelah kiri molekul berasal dari glukosa (terbentuk cincin piranosa), bagian sebelah kanan berasal dari fruktosa (terbentuk cincin furanosa). 1.4.3. Polisakarida Polisakarida tersusun dari banyak molekul gula tunggal. Contoh polisakarida adalah selulosa (C12H22O11) dan pati (C6H10O5)8. Molekul selulosa tersusun lebih dari 1000 molekul glukosa yang satu sama lain dihubungkan dengan oksigen. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energy yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat yaitu amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodine sedangkan amilopektin tidak bereaksi. 1.4.4. Amilosa Hidrolisis lengkap amilosa hanya menghasilkan D-glukosa, hidrolisis parsial menghasilkan maltose sebagai satu-satunya disakarida. Disimpulkan bahwa amilosa adalah polimer linear dari -D-Glukosa. Perbedaan amilosa dan selulosa adalah ikatan glikosidanya, dalam selulosa, dalam amilosa. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan sifat antara kedua polisakarida itu. Terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per molekul amilosa. Banyaknya satuan bergantung spesies hewan atau tumbuhan itu. 1.4.5. Amilopektin Suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai pada amilosa, rantai utama dari amilopektin mengandung 1,4- -D-Glukosa. Tidak seperti amilosa, amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk tiap-tiap25 satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6- -Glukosa. Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-Glukosa. Namun hidrolisis tak lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida maltose dan iso maltose, yang kedua ini berasal dari percabangan 1,6 campuran oligosakarida yang diperoleh dari hidrolisis parsial amilopektin, yang biasa dirujuk sebagai dekstrin, digunakan untuk membuat lem, pasta, dan kanji tekstil. 1.4.6. Glikogen Glikogen adalah polisakarida yang digunakan sebagai tempat penyimpanan glukosa dalam sistem hewan (terutama dalam hati dan otot). Dari segi struktur, glikogen mirip

amilopektin. Glikogen mengandung rantai glukosa yang terikat 1,4- dengan percabanganpercabangan (1,6- ). Beda antara glikogen dan amilopektin ialah glikogen lebih bercabang dari amilopektin.
Posted in: teknik kimia

PEMBUATAN BIO ETANOL


Tahap demi Tahap Pembuatan Bio Etanol

Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Gasohol campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume. Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni. BEX gasohol berkadar bioetanol X %-volume.

Alkohol merupakan bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu biasanya disebut dengan bioethanol. Ubi kayu, ubi jalar, dan jagung merupakan tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioethanol atau gasohol. Namun dari semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat memproduksi ethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku proses produksi bio-ethanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter ethanol/bio-ethanol. Secara umum ethanol/bio-ethanol dapat digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, campuran bahan bakar untuk kendaraan. Mengingat pemanfaatan ethanol/bio-ethanol beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol/bio-ethanol yang mempunyai grade 90-96,5% vol dapat digunakan pada industri, sedangkan ethanol / bio ethanol yang mempunyai grade 96-99,5% vol dapat digunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Berlainan dengan besarnya grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga ethanol/bioethanol harus mempunyai grade sebesar 99,5-100% vol. Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Mengacu dari penjelasan tersebut, disusunlah makalah yang berjudul Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol

PROSES

PRODUKSI

BIO-ETHANOL

Secara umum, proses pengolahan bahan berpati seperti ubi kayu, jagung dan sagu untuk menghasilkan bio-etanol dilakukan dengan proses urutan. Pertama adalah proses hidrolisis, yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan a-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan a-(1,4)D-glikosidik sedangkan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan a(1,6)-D-glikosidik sebanyak 4-5% dari berat total. Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara

kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat dan tetes menjadi bio-ethanol. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat Dan Tetes Menjadi Bio-Ethanol
Bahan Baku Jenis Ubi Kayu Ubi Jalar Jagung Sagu Tetes Konsumsi (Kg) 1000 1000 1000 1000 1000 Kandungan Gula Dalam Bahan Baku (Kg) 250-300 150-200 600-700 120-160 500 Jumlah Hasil Konvers Bio-etanol (Liter) 166.6 125 200 90 250 Perbandingan Bahan Baku dan Bioetanol 6,5:1 8:1 5:1 12:1 4:1

Beberapa artikel juga menulis beberapa perbandingan bahan bahan yang sudah di uji coba
Sumber Karbohidrat Hasil Panen Ton/ha/th Perolehan Alkohol Liter/ton Liter/ha/th

25 (236) 180 (155) 4500 (3658) Singkong 3,6 270 973 Tetes 6 333,4 2000 Sorgum Bici 62,5* 125 7812 Ubi Jalar 6,8$ 608 4133 Sagu 75 67 5025 Tebu 27 93 2500 Nipah 80** 75 6000 Sorgum Manis NB : *)= Panen 2 kali/th; $ = sagu kering; **= panen 2 kali/th. Sumber: Villanueva (1981); kecuali sagu, dari Colmes dan Newcombe (1980); sorgum manis, dari Raveendram ; dan Deptan (2006) untuk singkong; tetes dan sorgum biji (tulisan baru)

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya

dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.

Selain ethanol/bio-ethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa, namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bio-ethanol dari selulosa tidak perlu direkomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bio-ethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan. Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bio-ethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi, dan fermentasi.

PROSES

GELATINASI

Dalam proses gelatinasi, bahan baku ubi kayu, ubi jalar, atau jagung dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30 persen. Kemudian bubur pati tersebut dimasak atau dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Proses gelatinasi tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: Bubur pati dipanaskan sampai 130o C selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai temperature 95o C yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar jam. Temperatur 95o C tersebut dipertahankan selama sekitar 1 jam, sehingga total

waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam. Bubur pati ditambah enzyme termamyl dipanaskan langsung sampai mencapai temperatur 130o C selama 2 jam. Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai keuntungan, yaitu pada suhu 95o C aktifitas termamyl merupakan yang paling tinggi, sehingga mengakibatkan yeast atau ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu tinggi (130o C) pada cara pertama ini dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air enzyme. Perlakuan pada suhu tinggi tersebut juga dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Gelatinasi cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung ( gelatinasi dengan enzyme termamyl ) pada temperature 130o C menghasilkan hasil yang kurang baik, karena mengurangi aktifitas yeast. Hal tersebut disebabkan gelatinasi dengan enzyme pada suhu 130o C akan terbentuk tri-phenyl-furane yang mempunyai sifat racun terhadap yeast. Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitas termamyl, karena aktifitas termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95o C. Selain itu, tingginya temperature tersebut juga akan mengakibatkan half life dari termamyl semakin pendek, sebagai contoh pada temperature 93o C, half life dari termamyl adalah 1500 menit, sedangkan pada temperature 107o C, half life termamyl tersebut adalah 40 menit (Wasito, 1981). Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan sampai mencapai 55o C, kemudian ditambah SAN untuk proses sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan yeast (ragi) Saccharomyzes ceraviseze. Urea dan NPK berfungsi sebagai nutrisi ragi. Kebutuhan hara tersebut adalah sebagai berikut: a. Urea sebanyak 0.5% dari kadar gula dalam larutan fermentasi. b. NPK sebanyak 0.1% dari kadar gula dalam larutan fermentasi. Untuk contoh di atas, kebutuhan urea adalah sebanyak 70 gr dan NPK sebanyak 14 gr. Gerus urea dan NPK ini sampai halus, kemudian ditambahkan ke dalam larutan molasses dan diaduk. Bahan aktif ragi roti adalah khamir Saccharomyces cereviseae yang dapat memfermentasi gula menjadi etanol. Ragi roti mudah dibeli di toko-toko bahan-bahan kue atau di supermarket. Sebaiknya tidak menggunakan ragi tape, karena ragi tape terdiri dari beberapa mikroba. Kebutuhan ragi roti adalah sebanyak 0.2% dari kadar gula dalam larutan molasses. Untuk contoh di atas kebutuhan raginya adalah sebanyak 28 gr. Ragi roti diberi air hangat-hangat kuku secukupnya. Kemudian diaduk-aduk perlahan

hingga tempak sedikit berbusa. Setelah itu baru dimasukkan ke dalam fermentor. Fermentor ditutup rapat. Enzim yang digunakan adalah alfa-amilase pada tahap likuifikasi, sedangkan tahap sakarifikasi digunakan enzim glukoamilase. Berdasarkan penelitian, penggunaan aamilase pada tahap likuifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 50.83 pada konsentrasi a-amilase 1.75 U/g pati dan waktu likuifikasi 210 menit, dan glukoamilase pada tahap sakarifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 98.99 pada konsentrasi enzim 0.3 U/g pati dengan waktu sakarifikasi 48 jam.

PROSES

FERMENTASI

Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol (Amerine et al., 1987). Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32o C. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78o C sedangkan air adalah 100o C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 100o C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume. Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen volume. Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan bahan baku gula (molases), proses pembuatan ethanol dapat lebih cepat. Pembuatan ethanol dari molases tersebut juga mempunyai keuntungan lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil. Ethanol yang dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan. Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas - gas antara lain CO2 (yang ditimbulkan dari pengubahan glucose menjadi ethano l/ bioethanol) dan aldehyde yang perlu dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi tersebut

biasanya mencapai 35 persen volume, sehingga untuk memperoleh ethanol/bioethanol yang berkualitas baik, ethanol/bio-ethanol tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut. Proses pembersihan (washing) CO2 dilakukan dengan menyaring ethanol/bio-ethanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh ethanol/bio-ethanol yang bersih dari gas CO2). Kadar ethanol/bioethanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya hanya mencapai 8 sampai 10 persen saja, sehingga untuk memperoleh ethanol yang berkadar alkohol 95 persen diperlukan proses lainnya, yaitu proses distilasi. Proses distilasi dilaksanakan melalui dua tingkat, yaitu tingkat pertama dengan beer column dan tingkat kedua dengan rectifying column. Definisi kadar alkohol atau ethanol/bio-ethanol dalam % (persen) volume adalah volume ethanol pada temperatur 15o C yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan ethanol pada temperatur tertentu (pengukuran). Berdasarkan BKS Alkohol Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5o C dan kadarnya 95,5% pada temperatur 27,5 o C atau 96,2% pada temperatur 15o C (Wasito, 1981). Pada umumnya hasil fermentasi adalah bio-ethanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30 40% dan belum dpat dikategorikan sebagai fuel based ethanol. Agar dapat mencapai kemurnian diatas 95% , maka lakohol hasil fermentasi harus melalui proses destilasi.

PROSES DISTILASI ( PENYULINGAN ):


Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuous-feed distillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe tersebut, dikenal juga tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Tekanan yang digunakan untuk destilasi adalah 42 mmHg atau 0.88 psi. Dengan tekanan tersebut, suhu yang digunakan pada bagian bawah kolom adalah 35o C dan 20o C di bagian atas. Proses produksi FGE dari bahan berpati disajikan pada Gambar 49, sedangkan Gambar dibawah ini menunjukkan proses produksi FGE dari ubi kayu.

Sebagaimana disebutkan diatas, untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali. Untuk memperoleh bio-ethanol dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut fuel based ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia alkohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan fuel grade ethanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara Azeotropic destilasi.

KENDALA DAN UPAYA PENGEMBANGAN PRODUKSI BIO-ETHANOL


Produksi ethanol/bio-ethanol harus mempertimbangkan keekonomiannya dari dua sisi kepentingan, yaitu sisi produsen ethanol/bio-ethanol yang memerlukan bahan baku produksi tanaman dengan harga rendah, dan dari segi petani penghasil bahan baku yang menginginkan produksi tanamannya dibeli dengan harga tinggi dan biaya produksi paling rendah. Hal tersebut disebabkan nilai produksi tanaman adalah sebagai biaya pengeluaran untuk pembelian bahan baku bagi produsen ethanol/bio-ethanol. Oleh karena itu, keekonomian program pemanfaatan ethanol/bioethanol untuk bahan bakar kendaraan bukan saja ditentukan oleh harga bahan bakar premium saja, tetapi ditentukan pula oleh harga bahan baku pembuatan ethanol/bio-ethanol dalam hal ini produksi tanaman.

Kendala

Pengembangan

Produksi

Bio-Ethanol

Dalam memenuhi program pemanfaatan ethanol/bio-ethanol untuk bahan bakar kendaraan, pemerintah telah membuat road map teknologi bio-ethanol, yaitu pada periode tahun 2005-2010 dapat memanfaatkan bio-ethanol sebesar 2% dari konsumsi premium (0.43 juta kL), kemudian pada periode tahun 2011-2015, persentase pemanfaatan bio-ethanol ditingkatkan menjadi 3% dari konsumsi premium (1.0 juta kL), dan selanjutnya pada periode tahun 2016-2025, persentase pemanfaatan bio-ethanol ditingkatkan menjadi 5% dari konsumsi premium (2.8 juta kL). Namun untuk merealisasikan road map teknologi bio-ethanol harus melibatkan banyak pihak baik dari sisi Pemerintah maupun Swasta. Mengingat sampai saat ini belum ada sinergi yang diwujudkan dalam satu dokumen rencana strategis yang komprehensif dan terpadu, sehingga akan timbul beberapa kendala yang harus diatasi. Beberapa kendala tersebut, meliputi: Rencana pengembangan lahan untuk tanaman penghasil bahan baku b io- ethanol yang dibuat oleh Departemen Pertanian dan Departemen Kehutanan belum terkait langsung dengan rencana pengembangan bio- ethanol di sektor energi; Rencana Pemerintah dalam pengembangan energi dan instrumen kebijakan yang diperlukan dalam pengembangan bio-ethanol belum terkait langsung dengan rencana dari para pihak pelaku bisnis bio-ethanol dan pengelola lahan pertanian yang sangat luas untuk menghasilkan bahan baku; dan Ketidakpastian resiko investasi dalam komersialisasi pengembangan bio - ethanol dan belum terbentuknya rantai tata niaga bio-ethanol. Agar kendala tersebut dapat diatasi harus didukung adanya kebijakan Pemerintah mengenai pertanian dan kehutanan yang terkait dengan peruntukan lahan, kebijakan insentif bagi pengembangan bio-ethanol, tekno-ekonomi produksi dan pemanfaatan bio-ethanol, sehingga ada kejelasan informasi bagi pengusaha yang tertarik dalam bisnis bio-ethanol.

Hidrolisis Garam

SIFAT ASAM BASA DARI GARAM Garam ialah senyawa ionik yang terbentuk oleh reaksi antara asam dan basa. Garam ialah elektrolit kuat yang terurai sempurna dalam air dan dalam beberapakasus nereaksi dengan air. Istilah hidrolisis garam menjelaskan reaksi anion atau kation suatu garam atau keduanya, dengan air. Hidrolisis garam biasanya mempengaruhi pH larutan. Hidrolisis berasal dari kata hidro yang berarti air dan lisis yang berarti penguraian. Jadi hidrolisis adalah reaksi kimia suatu senyawa dengan air, membentuk senyawa lain. Kation basa lemah atau anion asam lemah suatu garam,

atau kedua-duanya dapat mengalami hidrolisis melalui suatu reaksi kesetimbangan dengan air membentuk ion H3O+ (=H+) atau ion OH-, peristiwa tersebut dinamakan hidrolisis daram. JIka hidrolisis menghasilkan ion H3O+ maka larutan bersifat asam, tetapi jika hidrolisis menghasilkan ion OH- maka larutan bersifat basa. Reaksi hidrolisis garam merupakan jenis reaksi kesetimbangan larutan yang homogen. Ada dua macam hidrolisis, yaitu: 1. Hidrolisis parsial/sebagian (jika garamnya berasal dari asam lemah dan basa kuat atau sebaliknya & pada hidrolisis sebagian hanya salah satu ion saja yang mengalami reaksi hidrolisis, yang lainnya tidak) 2. Hidrolisis total (jika garamnya berasal dari asam lemah dan basa lemah). Garam yang Menghasilkan Larutan Netral Memang benar pada umumnya bahwa garam yang mengandung ion logam alkali atau ion logam alkali tanah (kecuali Be2+) dan basa konjugat suatu asamkuat (misalnya, Cl-, Br-, dan NO3-) tidak mengalami hidrolisis dalam jumlah banyak, dan larutannya dianggap netral. Misalnya, bila NaNO3, suatu garam yang terbentuk oleh reaksi NaOH dengan HNO3, larut dalam air, garam ini terurai sempurna menjadi: NaNO3 (s) H2O Na+(aq) + NO3- (aq) Ion Na+ terhidrasi tidak memberikan ataupun tidak juga menerima ion H+. ion NO3- adalah basa konjugat dari asam kuat HNO3 dan tidak memiliki afinitas untuk ion H+. Akibatnya, suatu larutan yang mengandung ion Na+ dan NO3- akan netral, dengan pH 7. Garam yang Menghasilkan Larutan Basa Penguraian natrium asetat (CH3COONa) dalam air menghasilkan CH3COONa (s) H2O Na+(aq) + CH3COO-(aq) Ion Na+ yang terhidrolisis tidak memiliki sifat asam ataupun basa. Namun ion asetat CH3COO- adalah basa konjugat dari asam lemah CH3COOH dan dengan demikian memiliki afinitas untuk ion . Reaksi hidrolisisnya sebagai CH3COO- (aq) + H2O (l) CH3COOH(aq) + OH- (aq) Karena reaksi ini menghasilkan ion OH-, larutan natrium asetat akan bersifat basa. Konstanta kesetimbangan untuk reaksi hidrolisis ini adalah persamaan konstanta ionisasi basa untuk CH3COO-, sehingga kita tuliskan

Kb =

= 5,6 x 10-10

Penentuan pH v Untuk garam yang memiliki satu anion, seperti CH3COONa, berlaku CH3COONaCH3COO-(aq) + Na+(aq) reaksi hidrolisis CH3COO- dari garam CH3COONa sebagai berikut! CH3COO- + H2OCH3COOH + OHKonstanta kesetimbangan reaksi hidrolisis disebut konstanta hidrolisis yang dinotasikan dengan Kh Oleh karena [CH3COOH] selalu sama dengan [OH-], maka [OH-]2 = Kh x CH3COO[CH3COO-] = [CH3COONa] = [garam] = Cg maka Selanjutnya, harga tetapan hidrolisis Kh dapat dikaitkan dengan tetapan ionisasi asam lemah Ka dan tetapan kesetimbangan air Kw sehingga Ket:Kh: harga tetapan hidrolisis Ka: tetapan ionisasi asam lemah Kw: tetapan kesetimbangan air v Untuk garam yang memiliki dua anion,seperti (CH3COO)2Ba, berlaku:

(CH3COO)2Ba 2CH3COO-(aq) + Ba2+(aq) [CH3COO-] = 2 x [(CH3COO)2Ba] = 2 x [garam] = 2 x Cg Selanjutnya, harga tetapan hidrolisis Kh dapat dikaitkan dengan tetapan ionisasi asam lemah Ka dan tetapan kesetimbangan air Kw sehingga Ket:Kh: harga tetapan hidrolisis Ka: tetapan ionisasi asam lemah Kw: tetapan kesetimbangan air Garam yang Menghasilkan Larutan Asam Ketika garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah larut dalam air, larutannya menjadi larutan asam. Sebagai contoh, lihat proses NH4Cl (s) H2O (aq) + Cl- (aq) Ion Cl- tidak mempunyai afinitas untuk ion H+. Ion ammonium NH4+ adalah asam konjugat lemah dari basa lemah NH3 dan terionisasi sebagai NH4+ (aq) + H2O (l) NH3 (aq) + H3O+ (aq) atau sederhananya NH4+ (aq) NH3 (aq) + H+ (aq) Karena reaksi ini menghasilkan ion , pH larutan menurun. Seperti dilihat pada hidrolisis ion sama dengan ionisasi . Konstanta kesetimbangan (atau konstanta ionisasi)untuk proses ini adalah

Kb =

= 5,6 x 10-10

Penentuan pH Contoh larutan garam yang bersifat asam adalah NH4Cl, NH4Br, (NH4)2SO4. v Untuk garam yang memiliki satu kation, seperti NH4Cl, NH4Br, berlaku: NH4Cl NH4+ + Clreaksi hidrolisis sebagai berikut: NH4+(aq) +H2O(l) NH4OH(aq) + H+(aq) Tetapan kesetimbangan dari reaksi hidrolisis disebut tetapan hidrolisis dan dilambangkan dengan Kh. Kh= [NH4OH][H+] /[NH4+] [H2O] diabaikan karena jumlah H2O yang bereaksi jauh lebih kecil daripada H2O yang berperan sebagai pelarut. [NH4OH] selalu sama dengan [ H+] sehingga

[NH4+] = [garam] = Cg maka Selanjutnya, harga tetapan hidrolisis Kh dapat dikaitkan dengan tetapan ionisasi basa lemah Ka dan tetapan kesetimbangan air Kw Kh = KW/Kb Sehingga Ket: Kh: harga tetapan hidrolisis Kb: tetapan ionisasi basa lemah Kw: tetapan kesetimbangan air v Untuk garam yang memiliki dua kation,seperti (NH4)2SO4, berlaku: (NH4)2SO42 NH4+ (aq) + SO4 2-(aq) [NH4+]= 2 x [(NH4)2SO4] = 2 x [garam] = 2 x Cg

Selanjutnya, harga tetapan hidrolisis Kh dapat dikaitkan dengan tetapan ionisasi basa lemah Ka dan tetapan kesetimbangan air Kw Kh = KW/Kb Sehingga Ket:Kh: harga tetapan hidrolisis Kb: tetapan ionisasi basa lemah Kw: tetapan kesetimbangan air Garam yang Kation Dan Anionnya Terhidrolisis Untuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah, baik kation dan anionnya terhidrolisis. Namun, apakah larutan yang mengandung garam seperti itu bersifat asam, basa atau netral bergantung pada kekuatan relatif asam lemah atau basa lemah tersebut. Karena matematika yang berhubungan dengan jenis system ini agak rumit, hanya prediksi-prediksi kualitatif saja yang dibuat tentang larutannya.kita perhatikan tiga situasi: Kb > Ka. Jika Kb untuk anion lebih besar daripada Ka untuk kation, maka larutan haruslah larutan basa karena anion akan terhidrolisis jauh lebih banyak daripada kation. Pada kesetimbangan, akan lebih banyak ion OHdibandingkan ion H+. Kb < Ka. Sebaliknya, jika Kb anion lebih kecil daripada Ka kation, larutan merupakan larutan asam karena hidrolisis kation akan lebih banyak daripada anion. Ka Kb. Jika Ka kira-kira sama dengan Kb, larutan nyaris netral. Garam yang termasuk jenis ini antara lain:CH3COONH4, (NH4)2CO3 CH3COONH4 dalam air akan terionisasi sebagai berikut: CH3COONH4 CH3COO- + NH4+ reaksi hidrolisis yang terjadi pada garam CH3COONH4: CH3COO- + H2OCH3COOH + OHNH4+(aq) + H2O(aq) NH3(aq) + H3O+(aq) Pada hasil reaksi terdapat ion OH- dan H+. Jadi garam ini mungkin bersifat basa, asam, atau netral. pH larutan garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah secara kuantitatif sukar dikaitkan dengan harga Ka dan Kb maupun dengan konsentrasi garam. pH larutan hanya dapat ditentukan secara tepat melalui pengukuran. Untuk menentukan [H+] garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah tentukan dahulu hargaKh. Ket:Kh: harga tetapan hidrolisis Ka: tetapan ionisasi asam lemah Kb: tetapan ionisasi basa lemah Kw: tetapan kesetimbangan air Tabel 1: Sifat Asam Basa dari Garam Jenis Garam Contoh Ion yang Mengalami Hidrolisis pH Larutan Kation dari basa kuat; anion dari asam kuat NaCl, KI, KNO3, RbBr, BaCL Tidak ada 7 Kation dari basa kuat; anion dari asam lemah CH3COONa, KNO2 Anion > 7 Kation dari basa lemah; anion dari asam kuat NH4Cl, NH4NO3 Kation < 7 Kation dari basa lemah; anion dari asam lemah NH4NO2, CH3COONH4, NH4CN Anion dan kation < 7 jika Kb < Ka 7 jika Kb Ka > 7 jika Kb > Ka Kation kecil bermuaran tinggi; anion dari asam kuat Al(Cl3), Fe(NO3)3 Kation terhidrasi < 7 Hidrolisis dalam Kehidupan Sehari-hari Aplikasi Konsep hidrolisis dalam kehidupan misalnya adalah: 1. Pelarutan sabun Garam natrium stearat, C17H35COONa (sabun cuci) akan mengalami hidrolisis jika dilarutkan dalam air , menghasilkan asam stearat dan basanya NaOH. Reaksi: C17H35COONa + H2O C17H35COOH + NaOH Oleh karena itu, jika garam tersebut digunakan untuk mencuci, airnya harus bersih dan tidak mengandung garam Ca2+ atau Mg2+ . Garam Ca2+ dan Mg2+ banyak terdapat dalam air sadah. Jika air yang digunakan mengandung garam garam Ca 2+, terjadi reaksi 2(C17H35COOH) + Ca2+(C17H35COO)2 + H+ Sehingga buih yang dihasilkan sangat sedikit. Akibatnya, cucian tidak bersih karena fungsi buih untuk memperluas permukaan kotoran agar mudah larut dalam air. 2. Penjernihan air Penjernihan air minum oleh PAM berdasarkan prinsip hidrolisis, yaitu menggunakan senyawa aluminium fosfat yang mengalami hidrolisis total. Contoh proses hidrolisis dalam industri : 1. Lemak Lemak + basa menjadi sabun + gliserol

Lemak + asam menjadi asam lemak + gliserol Lemak + air menjadi asam lemak + gliserol Contoh : 2. Karbohidrat Termasuk gula, selulosa, tepung (polisakarida), tongkol jagung, sekam padi, dan lain-lain yang mengandung pentosan pada proses hidrolisis menjadi furfural. Juga sebagai bahan baku pembuatan HEXAMETILDIAMIN untuk bahan NYLON. Contoh : Hidrolisis tepung menjadi sirup dan dextrose, hasil produksinya tergantung dari : -kadar pati -asam -suhu - waktu

Anda mungkin juga menyukai