Hukum Perjanjian Internasional

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Home

Home Hukum Internasional

Pengertian Perjanjian
Internasional Definisi Tahap
Pembuatan, Bentuk, Istilah dan
Sebagai Sumber Hukum
Ditulis oleh : Admin

Pengertian Pengertian Perjanjian internasional adalah merupakan satu bagian


yang sangatlah penting dalam hukum internasional. Hal ini timbul sebagai
konsekuensi dari adanya hubungan antar negara-negara di dunia, yang berkembang
pada era globalisasi ini sehingga mencakup hubungan antar negara dengan
organisasi internasional, maupun antara organisasi internasional dengan organisasi
internasional lainnya. Sekarang ini terdapat dua konvensi yang mengatur tentang
perjanjian internasional, yaitu Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Perjanjian
Internasional yang dibuat antar negara (Vienna Convention on The Law of Treaties)
dan Konvensi Wina Tahun 1986 tentang Perjanjian Internasional antara Negara dan
Organisasi Internasional atau antar Organisasi Internasional (Vienna Convention on
The Law of Treaties between States and International Organizations or between
International Organizations). Dalam tulisan ini yang akan digunakan adalah
Konvensi Wina Tahun 1969 karena pembahasannya terkait dengan Perjanjian
Internasional dengan negara sebagai subjek dari pembuat perjanjian internasional
itu sendiri.
Definisi Perjanjian Internasional
Untuk memahaminya, ada baiknya kita berangkat dari pengertiannya terlebih
dahulu. Pengertian perjanjian internasional secara definitif sukar dilakukan
sebagaimana juga yang dihadapi apabila mencari batasan mengenai pengertian
hukum itu sendiri. Terminologi treaty yang digunakan dalam Konvensi Wina 1969
menunjuk pada perjanjian internasional secara umum dan bukan hanya menunjuk
pada definisi sempit dari treaty atau traktat sebagai jenis dari suatu perjanjian
internasional.ILC Draft Articles with Commentaries, Sidang ke-18, 1966, Yearbook of The
International Law Commission, Vol. III, hlm. 189; Public International Law, Edisi ke-3, Alina
Kaczorowska, Old Bailey Press, 2005, hlm. 231. Merujuk pada Konvensi Wina

1969,
pengertian perjanjian internasional sebagaimana yang dikemukakan oleh Ian
BrownlieIan Brownlie, Principles of Public International Law, (Oxford University Press, 3rd edition,
1979), hlm. 602. Lihat pula pasal 2 (1) Konvensi Wina Tahun 1969. adalah :
Treaty as an international agreement concluded between states in written form and
governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or
more related instruments and what ever its particular designation.

Yang berarti perjanjian sebagai suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam
bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal
atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan apapun nama yang diberikan
padanya.
Pada kerangka teoritis Mochtar Kusumaatmadja merumuskan perjanjian
internasional dengan rumusan yang lebih luas Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum
Internasional, PT. Alumni, Bandung, 2003, hlm. 84., yaitu :
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat- akibat
hukum tertentu dan karena itu untuk dapat dinamakan perjanjian internasional,
perjanjian itu harus diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional yang menjadi
anggota masyarakat internasional.
Berdasarkan pengertian di atas, terdapat beberapa kriteria dasar yang digunakan
sebagai tolak ukur definisi dan ruang lingkup yang harus dipenuhi untuk dapat
ditetapkan sebagai suatu perjanjian internasional, yaitu Eddy Pratomo, Op.Cit., hlm. 46. :
1. an international agreement;
2. by subject of international law (termasuk entitas di luar negara);
3. in written form;
4. governed by international law (diatur dalam hukum internasional serta
menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik);
5. whatever form.
Berikut adalah penjelasan mengenai unsur atau kriteria dasar yang digunakan
sebagai tolak ukur definisi dan ruang lingkup perjanjian internasional, yaitu :
a. An International Agreement
Bahwa suatu perjanjian internasional haruslah memiliki karakteristik internasional
yang berarti perjanjian itu mengatur aspek-aspek hukum internasional atau
permasalahan lintas negara.
Selain itu, unsur ini juga dipakai untuk menunjukkan bahwa definisi perjanjian
internasional mencakup semua dan segala jenis perjanjian yang memiliki karakter
internasional, terlepas dari apakah perjanjian itu disusun secara bilateral,
multilateral, regional ataupun universal.
b. Subject of International Law
Bahwa perjanjian tersebut harus dibuat oleh negara dan/atau organisasi
internasional sehingga tidak mencakup perjanjian yang sekalipun bersifat
internasional namun dibuat oleh non-subjek hukum internasional.
Yang dimaksud dengan unsur ini adalah perjanjian internasional hanya dapat dibuat
di antara subjek-subjek hukum tertentu, yaitu subjek hukum internasional. Subjek
hukum internasional adalah :
1. Negara;
2. Organisasi Internasional;
3. Palang Merah Internasional;
4. Tahta Suci/Vatican;

5. Pemberontak/Belligerent.
c. In Written Form
Seperti yang tertuang secara tegas dalam Konvensi Wina 1969 dan Konvensi Wina
1986, ruang lingkup perjanjian internasional dibatasi hanya pada perjanjian yang
tertulis. Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak ada akibat hukum yang tidak
diinginkan oleh negara-negara peserta yang disebabkan oleh oral agreement seperti
yang tertuang pada Pasal 3 Konvensi Wina 1969. Pasal 3 Konvensi Wina 1969 menyatakan
bahwa : The fact that the present Convention does not apply to international agreements concluded
between states and other subjects of international law or between such other subjects of international
law, or to international agreements not in written form, shall not affect :
a. The legal force of such agreements;
b. The application to them of any of the rules set forth in the present Convention to which they would
be subject under international law independently of the Convention;
c. The application of the Convention to the relations of States as between themselves under
international law are also parties.

d. Governed by International Law


Parameter tentang Governed by International Law merupakan elemen yang sering
menimbulkan kerancuan dalam memahami perjanjian internasional. Dalam
pembahasan tentang Konvensi Wina 1969, Komisi Hukum Internasional
(International Law Committee) yang merancang konvensi tersebut merasakan
rumitnya pengertian governed by international law. Komisi ini mengatakan suatu
dokumen disebut sebagai governed by international law jika sudah memenuhi dua
elemen, yaitu :
1. Adanya maksud untuk menciptakan kewajiban dan hubungan hukum
(Intended to create obligations and legal relations).
There may be agreements whilst concluded between states but create no
obligations and legal relations. They could be in the form of a Joint
Statement, or MoU, depends on the subject-matter and the intention of the
parties.
2. Tunduk pada rezim hukum internasional (Under international law).
There may be agreements between States but subject to the local law of the
one of the parties or by a private law system/conflict of law such as
agreements for the acquisition of premises for a diplomatic mission or for
some purely commercial transactions.
e. Whatever Forms
Definisi perjanjian internasional lebih mengutamakan prosedur perjanjian daripada
sekedar judul perjanjian internasional itu sendiri. Dengan kata lain, penamaan atau
judul dari suatu perjanjian internasional bisa berbeda, tetapi pengaturannya tetap
bersumber pada hukum perjanjian internasional sebagaimana yang dituangkan di
dalam Konvensi Wina 1969.
Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah
Internasional.Sumber-sumber hukum internasional terdiri dari : perjanjian internasional
(international convention), kebiasaan internasional (international custom), prinsip-prinsip umum
hukum yang diakui oleh negara-negara beradab (general principles of law recognized by civilized

nations), keputusan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli. Eddy Pratomo, Op.Cit.,
hlm. 41.

Perjanjian internasional sebagai salah satu sumber hukum internasional yang


paling penting mengandung pengertian sebagai perjanjian antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat
tertentu. Apabila dijabarkan lebih lanjut, perjanjian internasional adalah perjanjian
yang dibuat oleh dan diantara : (1) Negara dengan negara; (2) Negara dan kesatuan
bukan negara; (3) Kesatuan bukan negara satu sama lain.
Perjanjian Internasional apabila dibandingkan dengan sumber hukum internasional
lainnya menjadi sumber yang paling utama dan ini dapat terlihat dari Pasal 38
Statuta ICJ yang meletakkan perjanjian internasional pada urutan pertama. Hal ini
menunjukkan bahwa perjanjian internasional menduduki posisi tertinggi dalam
hierarki sumber hukum internasional. Selain itu, banyak sumber hukum internasional
lain seperti kebiasaan internasional yang sudah dikodifikasikan ke dalam bentuk
perjanjian internasional.
Seperti yang terlihat dari definisinya, suatu instrumen dapat dikategorikan sebagai
perjanjian internasional tanpa bergantung pada nomenklatur atau penamaannya.
Walaupun judul suatu perjanjian dapat beragam, pengelompokkan perjanjian
internasional dalam nomenklatur tertentu dimaksudkan dan diupayakan untuk
menunjukkan kesamaan materi yang diatur. Namun demikian, secara hukum
perbedaan tersebut tidak relevan dan tidak harus mengurangi hak dan
kewajiban para pihak yang tertuang dalam suatu perjanjian internasional.
Istilah Perjanjian Internasional
Berikut beberapa istilah Perjanjian Internasional yang sering digunakan Eddy Pratomo,
Op.Cit., hlm. 58. :
1. Traktat (Treaty)
Traktat adalah bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal-hal yang
sangat penting yang mengikat negara secara menyeluruh yang pada
umumnya bersifat multilateral. Meskipun demikian, kebiasaan negaranegara di masa lampau cenderung menggunakan istilah ini untuk perjanjian
bilateral.
2. Konvensi (Convention)
Konvensi adalah bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal-hal yang
penting dan resmi yang bersifat multilateral. Konvensi biasanya bersifat law
making treaty dengan pengertian yang meletakkan norma- norma hukum
bagi masyarakat internasional.
3. Persetujuan (Agreement)
Persetujuan adalah bentuk perjanjian internasional yang umumnya bersifat
bilateral dengan substansi lebih kecil lingkupnya.
4. Piagam (Charter)
Istilah ini digunakan untuk instrumen internasional yang dijadikan sebagai
dasar pembentukan suatu organisasi internasional.
5. Protokol (Protocol)
Protokol merupakan instrumen tunggal yang memberikan amandemen,
turunan, atau pelengkap terhadap persetujuan internasional sebelumnya.

6. Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding/MoU)


Perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknik operasional suatu perjanjian
induk. Jenis perjanjian ini umumnya dapat berlaku segera setelah
penandatanganan tanpa memerlukan pengesahan.
7. Pertukaran Nota Diplomatik (Exchange of Notes)
Merupakan suatu pertukaran penyampaian atau pemberitahuan resmi posisi
pemerintah masing-masing negara yang telah disetujui bersama mengenai
suatu masalah tertentu.
8. Modus Vivendi
Istilah ini digunakan sebagai instrumen kesepakatan yang bersifat
sementara dan informal.
9. Agreed Minutes atau Summary Records atau Record of Discussion
Istilah ini digunakan untuk suatu kesepakatan antara wakil-wakil lembaga
pemerintah tentang hasil akhir atau hasil sementara (seperti draft suatu
perjanjian bilateral) dari suatu pertemuan teknis.
Bentuk-bentuk Utama dari Perjanjian Internasional
Secara garis besar, bentuk-bentuk utama dari perjanjian internasional dapat
dibedakan menjadi J.G. Starke. Pengantar Hukum Internasional Jilid 2 (An Introduction to
International Law), diterjemahkan oleh Bambang Iriana, cet. kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992),
hlm. 585. :

1. Perjanjian internasional yang dibuat oleh kepala negara. Dalam hal ini,
perjanjian internasional dirancang sebagai suatu perjanjian antara
pemegang kedaulatan dan kepala-kepala negara;
2. Perjanjian internasional yang dibuat antar pemerintah. Biasanya dipakai untuk
perjanjian-perjanjian khusus dan non-politis;
3. Perjanjian internasional yang dibuat antar negara (inter-states). Perjanjian ini
dibuat secara tegas atau implisit sebagai suatu perjanjian antar negaranegara;
4. Suatu perjanjian dapat dirundingkan dan ditandatangani di antara menteri
negara terkait, umumnya Menteri Luar Negeri negara masing-masing;
5. Dapat berupa perjanjian antar departemen, yang dibentuk antara wakil- wakil
departemen pemerintah khusus.
Perjanjian internasional ditinjau dari segi jumlah negara pesertanya dibedakan
menjadi Perjanjian Internasional Bilateral yang hanya terdiri dari dua pihak atau dua
negara saja serta Perjanjian Internasional Multilateral yang jumlah pesertanya lebih
dari dua negara peserta.
Suatu penggolongan yang lebih penting dalam rangka pembahasan perjanjian
internasional sebagai sumber hukum formal ialah penggolongan isi perjanjian
multilateral dalam treaty contract (traite-contract) dan law making treaties (traitelois).Pembedaan ini diikuti juga oleh para sarjana hukum Inggris dan Amerika. Misalnya J.G. Starke,
Introduction to International Law, 1967. Lihat, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja S.H. LLM.,
Pengantar Hukum Internasional, Buku I - Bagian Umum, Bandung, 1977, hlm. 86. Dengan

treaty
contract dimaksudkan perjanjian dalam hukum perdata, hanya mengakibatkan hak
dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Contoh treaty
contract demikian misalnya perjanjian mengenai dwi-kewarganegaraan, perjanjian

perbatasan, perjanjian perdagangan, perjanjian pemberantasan penyelundupan.


Dengan law making treaties atau traite- lois dimaksudkan perjanjian yang
meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai
keseluruhan. Contoh perjanjian demikian ialah Konvensi Tahun 1949 mengenai
Perlindungan Korban Perang, Konvensi Tahun 1958 mengenai Hukum Laut,
Konvensi Vienna Tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik. Mochtar Kusumaatmadja
dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: PT Alumni, 2003, hlm. 122.

Mengutip pendapat Ketut Mandra I Ketut Mandra, Peranan Traktat dalam Pembentukan dan
Perkembangan Hukum Internasional, Pro Justicia, No. Ke-16, 1981, hlm. 16. , yang mengatakan
bahwa peranan atau fungsi perjanjian internasional dalam pembentukan dan
perkembangan hukum internasional dapat diperinci atau digolongkan ke dalam tiga
macam, yakni :
1. Merumuskan atau menyatakan (declare) atau menguatkan kembali
(confirm/restate) aturan-aturan hukum internasional yang sudah ada (the
existing rules of international law);
2. Merubah dan/atau menyempurnakan (modify) ataupun menghapuskan
(abolish) kaidah-kaidah hukum internasional yang sudah ada untuk
mengatur tindakan-tindakan yang akan datang (for regulating future
conducts);
3. Membentuk kaidah-kaidah hukum internasional yang baru sama sekali, yang
belum ada sebelumnya.
Tahap- tahap Pembuatan Perjanjian Internasional.
Dalam melakukan perjanjian, suatu negara harus melaksanakan tahap- tahap
pembuatan perjanjian internasional. Tahapan pembuatan pejanjian internasional
tersebut terdiri dari :
1. Perundingan (Negotiation)
Pada tahap ini pihak-pihak akan mempertimbangkan terlebih dahulu materi yang
hendak dicantumkan dalam naskah perjanjian. Materi tersebut dapat ditinjau dari
sudut pandang politik, ekonomi maupun keamanan dan juga mempertimbangkan
akibat-akibat yang akan muncul setelah perjanjian disahkan. Perundingan dilakukan
oleh wakil-wakil negara yang diutus oleh negara-negara peserta berdasarkan
mandat tertentu. Wakil-wakil negara melakukan perundingan terhadap masalah yang
harus diselesaikan. Perundingan dilakukan oleh kepala negara, menteri luar negeri
ataupun duta besar. Berdasarkan Pasal 7 Konvensi Wina 1969, negara juga dapat
menunjuk seseorang untuk dapat mewakili negara tersebut dalam melakukan
tahapan pembuatan perjanjian dengan membuat Surat Kuasa Penuh (Full Power).
Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut meningkat
pada tahap penandatanganan.
2. Penandatanganan (Signature)
Penandatanganan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua negara
biasanya ditandatangani oleh kepala negara, kepala pemerintahan atau menteri luar
negeri. Tahap penandatanganan diakhiri dengan penerimaan naskah (adoption of
the text) dan pengesahan (authentication of the text). Apabila konferensi tidak
menentukan cara pengesahan maka pengesahan dapat dilakukan dengan
penandatanganan, penandatanganan sementara atau pembubuhan paraf. Dengan

menandatangani suatu naskah perjanjian, berarti suatu negara telah menyetujui


untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian.
3. Pengesahan (Ratification)
Meskipun delegasi suatu negara telah menandatangani suatu perjanjian
internasional, tidak berarti bahwa negara tersebut secara otomatis terikat pada
perjanjian itu. Negara tersebut baru terikat pada materi/isi perjanjian setelah naskah
tersebut diratifikasi.

Anda mungkin juga menyukai