Vanessa Tri Amanda 11000117130248 Perjanjian Internasional A

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 2

Nama : Vanessa Tri Amanda

NIM : 11000117130248
Kelas : Hukum Perjanjian Internasional A

PENAFSIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Perjanjian yang telah disepakati para peserta atau para pihak, walaupun telah diusahakan untuk
menggunakan kata-kata yang jelas namun terkadang masih terdapat istilah ataupun kata-
katayang menimbulkan multi-tafsir atau absurd. Konvensi Wina 1988 juga telah mengatur
batasan- batasan dan tata cara penafsiran perjanjian internasional istilah-istilah dalam
perjanjian internasional ini harus ditafsirkan dengan kata-kata yangla#im digunakan untuk
istilah tersebut. istilah-istilah tersebut juga harus ditafsirkan sesuai tujuan sekaligus
memberikan objek yang jelas untuk istilah tersebut
• 3 aliran besar dalam doktrin penafsiran atas suatu PI:
1. Textual School
“Textual school”, yang menghendaki bahwa kepada naskah perjanjian
hendaknya diberikan arti yang lazim dan terbaca dari kata-kata itu (ordinary
and apparent meaning of the words). Jadi unsur pentingnya adalah naskah
perjanjian itu dan kemudian kehendak para pihak pembuat perjanjian serta
obyek dan tujuan dari perjanjian itu. Naskah PI sendirilah yg secara tegas
merupakan wujud dari maksud dan kehendak para pihak.
2. Intention of the Parties School
Aliran yg menekankan pada maksud dari para pihak. Makna yg terkandung
dalam suatu PI hendaknya dicari pada maksud para pihak saat mereka
merundingkan perjanjian tsb. Cara penafsiran 🡪 cari dokumen2 yg merupakan
rekaman atas proses perundingan yg menghasilkan naskah PI.Misalnya: dalam
travaux preparatoires (preparatory works) yg merupakan kompilasi dokumen
perundingan dan persiapan PI.
3. Teleological School
Aliran yg menekankan pada maksud dan tujuan dari perjanjian. Tujuan itu harus
dilihat dari konteks kekinian maupun masa yg akan datang. Karena apa yg
menjadi tujuan belum tentu sama dgn pada saat proses perundingan maupun
seperti yg tertuang pada naskah perjanjian. Perubahan tsb disebabkan oleh
berbagai faktor shg terkadang apa yg dirumuskan dalam perjanjian tidak lagi
efektif dlm menemukan tujuan perjanjian tsb.
agar konteks dari tujuan perjanjian internasional itu sendiri tidak berubah maka
proses penafsiran perjanjian internasional itu harus ditambah pembukaan dari perjanjian
internasionaldan bagian-bagian yang telah dianeksasi oleh para pihak ataupun perjanjian-
perjanjianinternasional terdahulu namun masih memiliki hubungan dengan kesimpulan
perjanjianinternasional yang ditafsirkan.
Konvensi Wina 198 juga mengatur bagian-bagian mana saja yang yang harusdiperhatikan
oleh para peserta ketika menafsirkan teks sebuah perjanjian internasional. &agianyang harus
diperhatikan adalah'1(%etiap penafsiran klausula dan penerapan yang akan disepakati diantara
para pesertadikemudian hari)(*ika nanti dalam penerapannya terbentuk kesepakatan-
kesepakatan baru dalammenafsirkan perjanjian internasional tersebut diantara para peserta
(%etiap peraturan-peraturan dalam hukum internasional yang telah terbentuk danrelevan
terhadap perjanjian internasional yang dibentuk dan hubungan dalam diantara para peserta.

Penafsiran Dalam Konvensi Wina 1969


1. PASAL 31: general rule of interpretation
- Suatu PI harus ditafsirkan dengan iktikad baik sesuai dengan arti sebenarnya dari
istilah2 yg ada dalam perjanjian tsb menurut konteksnya sesuai dengan maksud dan
tujuan PI tsb.
- Ruang lingkup konteks dlm hubungannya dengan penafsiran, selain terhadap
naskah perjanjian, juga meliputi tambahan2nya seperti pembukaan dan lampiran,
serta:
• Persetujuan2 lain yg dibuat oleh semua pihak dalam kaitannya dgn
pembuatan perjanjian tsb;
• Suatu instrumen yg dibuat oleh salah 1 atau lebih pihak dlm kaitannya
dengan pembuatan perjanjian dan diterima oleh pihak lainnya sbg suatu
instrumen yg berkaitan dgn perjanjian.
2. PASAL 32: supplementary means of interpretation
sarana tambahan dalam menafsirkan suatu PI: alat bantu Misalnya: preparatory works;
dokumen atau rekaman yg berisi kondisi saat perundingan dan perumusan naskah
perjanjian. Hal ini penting dalam rangka menguatkan hasil penafsiran berdasarkan
ketentuan Pasal 31, atau bila penafsiran berdasarkan Pasal 31 ternyata menghasilkan:
- makna yg ambigu atau tidak jelas (obscure); maupun
hasil penafsiran ternyata mustahil (absurd) atau tidak masuk akal (unreasonable)
3. PASAL 33: interpretation of treaties aunthenticated in two or more languanges
- terhadap PI yg dirumuskan dalam 2 bahasa atau lebih; masing2 naskah sama2
merupakan naskah yg sah dan mengikat. Bila terjadi perbedaan makna, maka
naskah yg khususlah yg harus diutamakan.
- naskah dalam bahasa selain bahasa yg ditentukan oleh naskah PI dianggap otentik
bila ditetapkan demikian oleh perjanjian tsb atau atas dasar kesepakatan para pihak.
- penggunaan istilah2 dalam bahasa yg berbeda dianggap mempunyai makna yg
sama.
- bila telah diterapkan Pasal 31 dan Pasal 32, namun tidak menghilangkan perbedaan
makna dari naskah yg berbeda bahasa tsb, maka makna yg terkandung dalam naskah
yg merupakan rujukan terbaiklah yg hendaknya dipakai dengan memperhatikan
maksud & tujuan perjanjian tsb.

Anda mungkin juga menyukai