Pedoman Penyediaan Sarana Penunjang Pelayanan Kontrasepsi
Pedoman Penyediaan Sarana Penunjang Pelayanan Kontrasepsi
Pedoman Penyediaan Sarana Penunjang Pelayanan Kontrasepsi
PERATURAN
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
NOMOR: 228/PER/E1/2015
TENTANG
PEDOMAN
PENYEDIAAN SARANA PENUNJANG PELAYANAN KONTRASEPSI
DALAM PROGRAM KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA
DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
Judul Asli :
PEDOMAN
PENYEDIAAN SARANA PENUNJANG PELAYANAN KONTRASEPSI
DALAM PROGRAM KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA
DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
NOMOR : 228/E1/2015
TIM PENYUSUN
Tim Penulis :
1. dr. Irma Ardiana, M.APS
2. Karnasih Tjiptaningrum, S.Kom, MPH
3. Muryanti, SE
4. Windi Sari Astuti, SAP
Kontributor :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Editor :
1.
2.
3.
4.
ii
SAMBUTAN
DEPUTI BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN
KESEHATAN REPRODUKSI
Sesuai penjelasan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 Pasal
22 ayat (1), pelayanan keluarga berencana merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan yang menjadi urusan wajib bagi Pemerintah
sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil
dan makmur. Telah dipertegas juga dalam Peraturan Presiden Nomor
12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah dalam hal ini
BKKBN dan atau pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan
kebutuhan alat dan obat kontrasepsi bagi seluruh peserta Pasangan
Usia Subur (PUS) Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk itu BKKBN sebagai
instansi penyelenggara pelayanan keluarga berencana menyiapkan
strategi antara lain penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan
ketersediaan alat dan obat kontrasepsi yang memadai di setiap fasilitas
kesehatan KB dan jejaring pelayanan.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015
- 2019, kebijakan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana
adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga
berencana yang merata di setiap wilayah dan kelompok masyarakat.
Untuk menjabarkan strategi upaya peningkatan akses dan kualitas
pelayanan keluarga berencana, lampiran Peraturan Presiden Nomor
2 Tahun 2015 telah menetapkan outcome bidang keluarga berencana
dan kesehatan reproduksi yaitu meningkatnya kesertaan ber-KB
dengan indikator dari pembinaan kesertaan ber-KB melalui fasilitas
kesehatan dimana persentase fasilitas kesehatan yang mendapatkan
pemenuhan sarana sesuai dengan standar pelayanan KB sebesar 85%
di tahun 2019.
iii
Pedoman Penyediaan Sarana Penunjang Pelayanan Kontrasepsi
dalam Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan
Keluarga merupakan komitmen BKKBN dalam mewujudkan pelayanan
keluarga berencana yang berkualitas melalui pemenuhan sarana
penunjang pelayanan kontrasepsi yang aman, bermanfaat dan bermutu
di setiap fasilitas kesehatan KB. Buku Pedoman ini merupakan acuan
dan panduan yang digunakan bagi pengelola program KB di tingkat
Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota serta di Fasilitas Kesehatan KB.
Selanjutnya diharapkan seluruh pasangan usia subur dapat
mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan serta
pengaturan kehamilan untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas,
sehingga akhirnya setiap keluarga membentuk keluarga kecil yang
bahagia dan sejahtera untuk terwujudnya negara Indonesia yang
sejahtera, adil dan makmur. Amin.
Jakarta , 17 Juni 2015
Deputi Bidang Keluarga Berencana
dan Kesehatan Reproduksi,
iv
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan ridho-Nya, maka Pedoman Penyediaan Sarana
Penunjang Pelayanan Kontrasepsi dalam Program Kependudukan,
Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga telah diselesaikan
dengan baik. Pedoman ini disusun sebagai bagian dari upaya
Pemerintah dalam menjamin pelayanan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi bagi seluruh masyarakat Indonesia melalui
penyediaan sarana penunjang pelayanan kontrasepsi.
Penyediaan sarana penunjang pelayanan kontrasepsi yang
memadai di setiap fasilitas kesehatan KB dan jejaring pelayanan,
merupakan strategi untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
keluarga berencana yang merata di setiap wilayah dan kelompok
masyarakat. Ketersediaan sarana hingga di fasilitas kesehatan KB
harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Komitmen bersama pemerintah pusat dan daerah diperlukan dalam
pemenuhan sarana penunjang pelayanan kontrasepsi hingga di setiap
fasilitas kesehatan KB. Untuk itu diperlukan pedoman guna menjamin
tercapainya tujuan pelayanan KB yang berkualitas.
Pedoman Penyediaan Sarana Penunjang Pelayanan Kontrasepsi
dalam Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan
Keluarga, dimaksudkan agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
pemenuhan sarana penunjang pelayanan kontrasepsi yang aman,
bermanfaat dan bermutu.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi
dalam penyusunan pedoman ini, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya. Mudah-mudahan buku pedoman
vi
DAFTAR AKRONIM
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
ABPK
AKBK
AKDR
ALOKON
APBN
APBD
BKKBD
8. BKKBN
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
BP3K
BPJS
BPOM
BPS
CPR
CTU
CUKB
CYP
DINKES
DIPA
FASKES
FDA
FEFO
FIFO
HPS
IUD
JKK
vii
26. JKN
27. KB
28. KIA
29. KIE
30. KIP/K
31. LPSE
32. MKJP
33. MOW
34. PAD
35. PBI
36. PJKMU
viii
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN .............................................................................
B. Tujuan .........................................................................
E. Batasan Pengertian .................................................... 9
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI ................................................ 14
A. Kebijakan
................................................................. 14
B. Strategi ....................................................................... 14
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN ................................................. 15
A. Persiapan .................................................................... 15
B. Pelaksanaan ............................................................... 21
PERATURAN
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
NOMOR: 228/PER/E1/2015
TENTANG
PEDOMAN
PENYEDIAAN SARANA PENUNJANG PELAYANAN KONTRASEPSI
DALAM PROGRAM KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA DAN
PEMBANGUNAN KELUARGA
xi
xii
PERATURAN
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
NOMOR: 228/PER/E1/2015
TENTANG
PEDOMAN
PENYEDIAAN SARANA PENUNJANG PELAYANAN KONTRASEPSI
DALAM PROGRAM KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA
DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA
NASIONAL,
Menimbang :
b.
bahwa dalam rangka meningkatkan
penggunaan kontrasepsi yang rasional,
efektif dan efisien diperlukan berbagai
pilihan alat dan obat kontrasepsi secara
kafetaria yang membutuhkan ketersediaan
sarana penunjang pelayanan kontrasepsi;
xiii
c.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Kepala tentang Pedoman Penyediaan Sarana
Penunjang Pelayanan Kontrasepsi dalam
Program Kependudukan, Keluarga Berencana
dan Pembangunan Keluarga;
Mengingat :
6.
7.
Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015;
8.
Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor
103
Tahun
2001
tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintahan Non Departemen,
sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3
Tahun 2013;
9.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor
1191/MENKES/PER/
VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan;
10.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Cara
Distribusi Alat Kesehatan yang Baik;
xv
14.
Peraturan Kepala Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional Nomor
92/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan
Kependudukan dan Keluarga Berencana;
xvi
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA TENTANG PEDOMAN
PENYEDIAAN
SARANA
PENUNJANG
PELAYANAN KONTRASEPSI DALAM PROGRAM
KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA DAN
PEMBANGUNAN KELUARGA.
KESATU
KEDUA
KETIGA
xvii
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Juni 2015
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN
KELUARGA BERENCANA NASIONAL,
SURYA CHANDRA SURAPATY
xviii
LAMPIRAN
PERATURAN
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA
NASIONAL
NOMOR 228/PER/E1/2015
TENTANG
PEDOMAN
PENYEDIAAN SARANA PENUNJANG PELAYANAN KONTRASEPSI
DALAM PROGRAM KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA
DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
xix
xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Undang-Undang 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, BKKBN mempunyai tugas melaksanakan
pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga
berencana. Program keluarga berencana merupakan suatu
program yang diselenggarakan dalam rangka pengaturan
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, pengaturan
kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai
dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas. Pengaturan kehamilan dalam konteks ini adalah
upaya untuk membantu pasangan suami-isteri untuk melahirkan
pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak
kelahiran anak yang ideal dengan mengggunakan cara, alat dan
obat kontrasepsi.
Untuk memberikan jaminan yang menyeluruh bagi seluruh
masyarakat Indonesia, demi terwujudnya masyarakat yang
sejahtera, adil dan makmur sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,
maka telah diluncurkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam
penjelasan Undang undang Nomor 40 tahun 2014 Pasal 22
ayat (1) disebutkan bahwa pelayanan Keluarga Berencana
merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk memberikan
jaminan pelayanannya bagi seluruh peserta jaminan. Kesiapan
Pemerintah khususnya BKKBN perlu dilakukan untuk mendukung
terlaksananya program Jaminan Kesehatan Nasiona (JKN)
termasuk pelayanan KB secara menyeluruh. Menurut Peraturan
1
Sederhana
Lengkap
Sempurna
Paripurna
SASARAN PENGGUNA
1.
Pemerintah Pusat
2.
3.
4.
Fasilitas kesehatan
D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pedoman penyediaan sarana penunjang pelayanan
kontrasepsi dalam program kependudukan, keluarga berencana
dan pembangunan keluarga, meliputi:
1. Pemetaan
2. Perencanaan
3. Pengadaan
4.
5.
6. Pemeliharaan
E.
7.
Pengujian, sistem
pemusnahan
penarikan
8.
kembali,
penggantian/
BATASAN PENGERTIAN
1.
10
4.
5.
6.
7.
8.
9.
11
12
13
BAB II
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dengan mempertimbangkan isu strategis yang merupakan tantangan
pelayanan kontrasepsi ke depan, maka kebijakan dan strategi
yang ditetapkan adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan sarana
penunjang pelayanan kontrasepsi yang memperhatikan aspek mutu,
keamanan dan kemanfaatan baik dari sisi akseptor maupun dari sisi
provider kesehatannya.
A. KEBIJAKAN
Kebijakan dalam rangka penyediaan sarana penunjang pelayanan
kontrasepsi mencakup:
1. Penyediaan sarana penunjang pelayanan kontrasepsi di
fasilitas kesehatan;
2. Penjaminan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sarana
penunjang pelayanan kontrasepsi.
B. STRATEGI
Strategi dalam rangka menerjemahkan kebijakan tersebut di atas
adalah sebagai berikut:
1.
14
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
A. PERSIAPAN
1. Pusat
a.
b.
16
b. Melakukan kajian
kabupaten/kota
usulan
rencana
kebutuhan
17
5)
kebutuhan
rencana
18
3.
Kabupaten/kota
a.
19
4.
Fasilitas Kesehatan KB
a. Melakukan pemetaan kebutuhan sarana penunjang
pelayanan kontrasepsi di Faskes KB.
b. Menyusun rencana kebutuhan sarana penunjang
pelayanan kontrasepsi berdasarkan pada beberapa
pertimbangan sebagai berikut:
1) Kebutuhan medis dan non medis sarana
penunjang sesuai dengan standar pelayanan di
Fasilitas Kesehatan;
2) Rasio ketersediaan sarana penunjang pelayanan
kontrasepsi di Fasilitas Kesehatan. Perhitungan
rasio ketersediaan sarana penunjang pelayanan
kontrasepsi tidak hanya dibatasi pada sarana
penunjang pelayanan yang pengadaannya berasal
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
20
4)
c.
d.
B. PELAKSANAAN
1. Pusat
a. Pengadaan
Tata cara pengadaan sarana penunjang pelayanan
kontrasepsi mengacu pada Peraturan Presiden RI
21
Persyaratan pemasok
Persyaratan pemasok yang dapat mengikuti
pengadaan barang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan pada Peraturan Presiden RI Nomor
54 Tahun 2010 beserta perubahan kedua Nomor
70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Waktu tunggu.
23
3)
Nama sarana
Satuan kemasan
4) Pelabelan
Informasi mengenai produk sarana medis (alat
kesehatan/alkes) harus sesuai dengan kriteria
yang ditetapkan dalam pasal 31 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
sebagai berikut:
a)
b)
24
b)
f)
25
b)
dengan
harus
sarana
penunjang
pelayanan
harus
27
f)
28
30
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Penanganan keluhan;
9)
31
c.
telah
dan
informasi
32
8)
Sarana Laparoskopi
Pusat menyediakan sarana laparoskopi untuk
membantu meningkatkan kesertaan KB MKJP melalui
MOW. Khusus penempatan dan pemanfaatan
laparoskopi dengan atau tanpa monitor di Rumah
Sakit, terdapat hal- hal yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:
1)
33
34
b) Sebagai
tempat
penelitian
dan
pengembangan pelayanan kontrasepsi;
7) Pusat memfasilitasi instalasi dan uji fungsi
laparoskopi baik yang baru dipasang maupun
instalasi ulang untuk laparoskopi yang direlokasi.
8) Instalasi laparoskopi dilakukan oleh PAK dan
Cabang PAK berdasarkan kualifikasi pemasangan
dan pemeliharaan pemasangan yang sesuai
dan memiliki petunjuk inspeksi, jika perlu
prosedur pengujian. PAK dan Cabang PAK harus
memastikan pemasangan dan pengujian yang
diperlukan sesuai dengan petunjuk dan prosedur
pemasangan dari pabrik. PAK harus memelihara
rekaman pemasangan, termasuk hasil pengujian
untuk menunjukkan pemasangan yang tepat dan
memuaskan.
2. Provinsi
a. Pengadaan
Dalam hal kebijakan dan peraturan memungkinkan
pengadaan sarana penunjang pelayanan kontrasepsi
dilakukan di Provinsi, maka tata cara pengadaan sarana
penunjang pelayanan kontrasepsi mengacu pada
Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional Nomor 282/PER/B3/2011 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku.
35
b.
36
c. Penyimpanan
Pada saat penyimpanan barang harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1) Harus tersedia fasilitas penyimpanan yang
memadai untuk memastikan barang disimpan
dengan baik;
2)
5)
b)
37
perlu
e.
5)
6)
telah
dan
informasi
40
Kependudukan, Keluarga
Pembangunan Keluarga;
Berencana
dan
8)
Sarana Laparoskopi
Khusus penempatan dan pemanfaatan laparoskopi
dengan atau tanpa monitor di rumah sakit, terdapat
hal- hal yang perlu diperhatikan oleh perwakilan BKKBN
provinsi adalah sebagai berikut:
1) Melakukan pemetaan kebutuhan
laparoskopi di RS setempat;
sarana
41
6) Melakukan
monitoring
laparoskopi
dan
melaporkan pemanfaatannya ke BKKBN pusat.
3.
Kabupaten/kota
a. Pengadaan
Dalam hal kabupaten/kota mampu memenuhi
kebutuhan sarana penunjang pelayanan kontrasepsi,
maka tata cara pengadaan sarana penunjang pelayanan
kontrasepsi mengacu pada Peraturan Presiden RI
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, Peraturan Kepala Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 282/PER/
B3/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa di Lingkungan Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku.
b.
42
43
c. Penyimpanan
Pada saat penyimpanan barang harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1) Harus tersedia fasilitas penyimpanan yang
memadai untuk memastikan barang disimpan
dengan baik;
2)
5)
b)
perlu
e.
5)
6)
telah
2)
3)
4) Melaksanakan sistem
manajemen logistik;
data
dan
informasi
47
7)
8)
Fasilitas Kesehatan KB
a. Penempatan/Pemanfaatan
Penempatan dan pemanfaatan sarana penunjang
pelayanan kontrasepsi di Faskes KB perlu
48
Pendataan alat;
49
3)
4)
Pengencangan /tightening;
5)
6)
7)
8) Penyetelan/adjustment;
9) Pengukuran aspek keselamatan (arus bocor,
tegangan lebih dll).
C.
50
Indikator Keberhasilan
Sebagai dasar pemantauan dan evaluasi penyediaan
sarana penunjang pelayanan kontrasepsi, perlu ditetapkan
beberapa indikator keberhasilan yang terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu indikator input, proses dan output. Indikator
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Indikator input
Indikator input yang menjadi dasar pemantauan dan
evaluasi adalah:
1)
2)
9)
Indikator proses
1) Terlaksananya perencanaan kebutuhan sarana
penunjang pelayanan kontrasepsi berdasarkan
pemetaan kebutuhan dan justifikasi
2) Terlaksananya pengadaaan sarana penunjang
pelayanan kontrasepsi yang efisiensi, efektif,
transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak
diskriminatif dan akuntabel
3) Terlaksananya penempatan sarana penunjang
pelayanan kontrasepsi yang berdaya guna dan
menganut asas ekuitas akses layanan
4) Terpeliharanya sarana penunjang pelayanan
kontrasepsi guna optimalisasi penggunaan sarana
5) Tercatat dan terlaporkannya status sarana
penunjang pelayanan kontrasepsi di pusat,
provinsi, kabupaten/kota dan klinik Faskes KB
52
c.
Indikator output
1) Tersedianya sarana penunjang
kontrasepsi di Faskes KB
pelayanan
Faskes KB
f. Pemeliharaan
g.
2.
Kunjungan lapangan/supervise
3. Survei/kajian
54
BAB V
PENUTUP
Dalam rangka mengemban amanah Undang-Undang Nomor 52 Tahun
2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga yang kemudian program-program penyelenggaraan
keluarga berencana dijabarkan dalam Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yaitu untuk
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana yang
merata di setiap wilayah dan kelompok masyarakat.
Pedoman penyediaan sarana penunjang pelayanan kontrasepsi
merupakan acuan baik bagi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah
tentang penting dan perlunya menjamin ketersediaan sarana penunjang
pelayanan kontrasepsi yang aman dan berkualitas. Untuk itu penyedia
sarana penunjang pelayanan kontrasepsi baik yang dilakukan oleh
sektor Pemerintah maupun swasta dapat melaksanakan kebijakan ini
dengan sebaik-baiknya.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20152019, kebijakan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana
adalah untuk meningkatkan Kebijakan ini dijabarkan dalam beberapa
strategi antara lain penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan
ketersediaan alat dan obat kontrasepsi yang memadai di setiap fasilitas
kesehatan KB dan jejaring pelayanan.
Pedoman Penyediaan Sarana Penunjang Pelayanan Kontrasepsi
dalam Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ini
dimaksudkan sebagai acuan dalam pengelolaan sarana penunjang
pelayanan kontrasepsi, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
daerah maupun swasta.
55
56
LAMPIRAN:
1.
2.
3.
4.
5.
57
58
....................,tgl........bulan........tahun...........
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi .............
(...................................................)
59
.......................,tgl.......bulan......tahun............
Kepala SKPD KB Kabupaten/Kota .................
(...................................................)
60
.....................,tgl........bulan.......tahun............
Kepala Faskes KB ...................
(...................................................)
61
62
NAMA....................
NIP................................
Direktur Rumah ...............................yang
berkedudukan di Jalan ................................
.............. dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama Rumah Sakit ...........................
sebagai Pemanfaat Barang
Selanjutnya disebut .PIHAK KEDUA
Berdasarkan :
1. Surat Pengajuan bantuan alat Medis Laparoskopi
MOW dari Rumah Sakit ................................... Nomor
............................, Tanggal ................................, perihal
Permohonan Permintaan Alat Laparoskopi.
2.
63
Pasal 1
PENGERTIAN UMUM
(1) Perjanjian Kerjasama adalah perjanjian antara Kepala Perwakilan
BKKBN Provinsi............................. dan Direktur Rumah Sakit
.............................. dalam hal pemanfaatan peralatan Medis
Laparoskopi untuk pelayanan MOW di PIHAK KEDUA.
(2) Perwakilan BKKBN Provinsi .......................... adalah Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang bertugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional.
(3) Rumah Sakit ............................... adalah rumah sakit pemerintah
yang terletak di Jalan ......................... yang memenuhi persyaratan
untuk melakukan Pelayanan KB MOW metode laparoskopi.
(4) Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna
barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik
Negara yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang
bersangkutan.
(5) Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara yang
dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian
negara/lembaga lainnya, dalam bentuk sewa / pinjam pakai,
kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna / bangun guna
serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
(6) Direktur Rumah Sakit .......................... adalah Pimpinan Rumah
Sakit ......................... yang oleh karena jabatannya tersebut berhak
dan berwenang untuk mewakili Rumah Sakit .............................
dalam menandatangani perjanjian ini.
(7) Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi ............................ adalah
Pimpinan Perwakilan BKKBN Provinsi ...................... yang oleh
karena jabatannya tersebut berhak dan berwenang untuk mewakili
Perwakilan BKKBN Provinsi ................ dalam menandatangani
Perjanjian ini.
64
(8) Alat Medis Laparoskopi adalah alat canggih yang dapat melihat
dan melakukan operasi minimal invasive ke organ yang terdapat
dalam rongga panggul.
Pasal 2
MAKSUD DAN TUJUAN
(1) Upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya
yang memerlukan pelayanan peralatan Medis Laparoskopi secara
tepat, cepat, mudah, nyaman dan berkualitas.
(2) PIHAK PERTAMA bersedia menempatkan peralatan Medis
Laparoskopi di Rumah Sakit ............................. yang beralamat di
Jalan .......................................
Pasal 3
OBYEK KERJASAMA OPERASIONAL
Peralatan Medis Laparoskopi yang ditempatkan merk ..................
adalah alat untuk melayani akseptor KB Kontap Wanita (MOW)
sebagaimana brosur terlampir.
Pasal 4
HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA
(1) PIHAK PERTAMA mempunyai tugas meminjamkan alat tersebut
dan menyipakan fallope ring sebagai salah satu pendukung
pelaksanaan penggunaan alat tersebut
(2) PIHAK PERTAMA mempunyai tugas memfasilitasi pelatihan untuk
penggunaan laparoskopi tersebut.
(3) PIHAK PERTAMA mempunyai tugas memfasilitasi apabila ada
kerusakan alat tersebut
65
66
Pasal 7
PERAWATAN DAN REPARASI ALAT
(1) PIHAK PERTAMA akan memberikan pelayanan untuk memperbaiki
peralatan medis Laparoskopi yang mengalami kerusakan atau
gangguan operasional atas pemberitahuan dari PIHAK KEDUA.
(2) Biaya-biaya yang ditimbulkan untuk memperbaiki kerusakan
peralatan medis Laparoskopi ditanggung oleh PIHAK PERTAMA.
Pasal 8
JANGKA WAKTU PERJANJIAN
(1) Perjanjian Kerjasama ini berlaku untuk jangka waktu 4 (empat)
tahun sejak ditandatanganinya Perjanjian Kerjasama ini oleh
KEDUA BELAH PIHAK Tanggal ....................... dan akan berakhir
pada Tanggal ....................................
(2) Kerjasama ini akan dievaluasi secara kelembagaan dengan
menghormati dan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang
berlaku pada KEDUA BELAH PIHAK
Pasal 9
PERPANJANGAN DAN PENGHENTIAN PERJANJIAN
(1) Perjanjian kerjasama ini dapat diperpanjang jangka waktunya,
sesuai dengan kesepakatan KEDUA BELAH PIHAK , berdasarkan
permohonan perpanjangan secara tertulis dari PIHAK KEDUA.
Apabila PIHAK KEDUA maupun PIHAK PERTAMA menghendaki
perjanjian ini diakhiri sebelum jangka waktu perjanjian berakhir,
maka PIHAK KEDUA atau PIHAK PERTAMA harus memberitahukan
terlebih dahulu minimal 3 (tiga) bulan masa sebelum perjanjian
berakhir melalui permohonan penghentian perjanjian kerjasama.
67
II.
69
Pasal 14
KETENTUAN PENUTUP
(1) Hal-hal yang tidak atau belum diatur dalam Perjanjian Kerjasama
ini akan diatur dan ditetapkan kemudian oleh KEDUA BELAH
PIHAK atas dasar musyawarah yang selanjutnya dituangkan dalam
surat perjanjian tersendiri yang merupakan addendum yang tidak
dapat dipisahkan dengan perjanjian ini.
(2) Perjanjian Kerjasama ini dibuat rangkap 2 (dua) dan bermaterai
cukup serta ditandatangani oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK
KEDUA sehingga memiliki kekuatan hukum yang sama.
Demikian Perjanjian ini dibuat untuk dilaksanakan sebagaimana
mestinya dan mulai berlaku efektif pada hari, tanggal, bulan, dan tahun
yang disebutkan pada Perjanjian Kerjasama ini.
PERWAKILAN BKKBN
RUMAH SAKIT
PROVINSI .....................
.............................................
Kepala
Direktur
NAMA..................
NAMA.......................
NIP............................ NIP...................................\
70
71
NAMA....................
NIP................................
Direktur Rumah ...............................yang
berkedudukan di Jalan ................................
.............. dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama Rumah Sakit ...........................
sebagai Pemanfaat Barang
Selanjutnya disebut .PIHAK KEDUA
Berdasarkan :
1. Surat Pengajuan bantuan alat Medis Laparoskopi
MOW dari Rumah Sakit ................................... Nomor
............................, Tanggal ................................, perihal
Permohonan Permintaan Alat Laparoskopi.
2.
72
Pasal 1
PENGERTIAN UMUM
(1) Perjanjian Kerjasama adalah perjanjian antara Kepala Perwakilan
BKKBN Provinsi............................. dan Direktur Rumah Sakit
.............................. dalam hal pemanfaatan peralatan Medis
Laparoskopi untuk pelayanan MOW di PIHAK KEDUA.
(2) Perwakilan BKKBN Provinsi .......................... adalah Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang bertugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional.
(3) Rumah Sakit ............................... adalah rumah sakit pemerintah
yang terletak di Jalan ......................... yang memenuhi persyaratan
untuk melakukan Pelayanan KB MOW metode laparoskopi.
(4) Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna
barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik
Negara yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang
bersangkutan.
(5) Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara yang
dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian
negara/lembaga lainnya, dalam bentuk sewa / pinjam pakai,
kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna / bangun guna
serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
(6) Direktur Rumah Sakit .............................. adalah Pimpinan
Rumah Sakit ................................... yang oleh karena jabatannya
tersebut berhak dan berwenang untuk mewakili Rumah Sakit
............................. dalam menandatangani perjanjian ini.
(7) Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi ............................ adalah
Pimpinan Perwakilan BKKBN Provinsi ...................... yang oleh
karena jabatannya tersebut berhak dan berwenang untuk mewakili
Perwakilan BKKBN Provinsi ................ dalam menandatangani
Perjanjian ini.
73
(8) Alat Medis Laparoskopi adalah alat canggih yang dapat melihat
dan melakukan operasi minimal invasive ke organ yang terdapat
dalam rongga panggul.
Pasal 2
MAKSUD DAN TUJUAN
(1) Upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya
yang memerlukan pelayanan peralatan Medis Laparoskopi secara
tepat, cepat, mudah, nyaman dan berkualitas.
(2) PIHAK PERTAMA bersedia menempatkan peralatan Medis
Laparoskopi di Rumah Sakit ............................. yang beralamat di
Jalan .......................................
Pasal 3
OBYEK KERJASAMA OPERASIONAL
Peralatan Medis Laparoskopi yang ditempatkan merk ..................
adalah alat untuk melayani akseptor KB Kontap Wanita (MOW)
sebagaimana brosur terlampir.
Pasal 4
HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA
(1) PIHAK PERTAMA mempunyai tugas meminjamkan alat tersebut
dan menyipakan fallope ring sebagai salah satu pendukung
pelaksanaan penggunaan alat tersebut;
(2) PIHAK PERTAMA mempunyai tugas memfasilitasi pelatihan untuk
penggunaan laparoskopi tersebut;
(3) PIHAK PERTAMA mempunyai tugas memfasilitasi apabila ada
kerusakan alat tersebut;
74
75
Pasal 6
STATUS KEPEMILIKAN ALAT
(1) Selama Kerjasama ini berlangsung serta setelah berakhirnya, maka
hak milik atas peralatan Medis Laparoskopi adalah sepenuhnya
milik PIHAK PERTAMA.
(2) PIHAK KEDUA tidak dibenarkan untuk mengadakan perubahan
apapun pada peralatan Medis Laparoskopi tersebut atau sebagai
jaminan terhadap transaksi PIHAK KEDUA dengan pihak lain.
Pasal 7
PERAWATAN DAN REPARASI ALAT
(1) PIHAK PERTAMA akan memberikan pelayanan untuk memperbaiki
peralatan medis Laparoskopi yang mengalami kerusakan atau
gangguan operasional atas pemberitahuan dari PIHAK KEDUA.
(2) Biaya-biaya yang ditimbulkan untuk memperbaiki kerusakan
peralatan medis Laparoskopi ditanggung oleh PIHAK PERTAMA.
Pasal 8
JANGKA WAKTU PERJANJIAN
(1) Perjanjian Kerjasama ini berlaku untuk jangka waktu 4 (empat)
tahun sejak ditandatanganinya Perjanjian Kerjasama ini oleh
KEDUA BELAH PIHAK Tanggal ....................... dan akan berakhir
pada Tanggal ....................................
(2) Kerjasama ini akan dievaluasi secara kelembagaan dengan
menghormati dan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang
berlaku pada KEDUA BELAH PIHAK
76
Pasal 9
PERPANJANGAN DAN PENGHENTIAN PERJANJIAN
(1) Perjanjian kerjasama ini dapat diperpanjang jangka waktunya,
sesuai dengan kesepakatan KEDUA BELAH PIHAK , berdasarkan
permohonan perpanjangan secara tertulis dari PIHAK KEDUA.
Apabila PIHAK KEDUA maupun PIHAK PERTAMA menghendaki
perjanjian ini diakhiri sebelum jangka waktu perjanjian berakhir,
maka PIHAK KEDUA atau PIHAK PERTAMA harus memberitahukan
terlebih dahulu minimal 3 (tiga) bulan masa sebelum perjanjian
berakhir melalui permohonan penghentian perjanjian kerjasama.
(2) PIHAK PERTAMA harus memberikan jawaban bersedia atau
tidaknya untuk memperpanjang perjanjian kepada PIHAK KEDUA
paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah diterimanya
pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini.
Pasal 10
FORCE MAJEURE
(1) Pengertian force majeure dimaksud dalam Pasal ini adalah
keadaan yang ditimbulkan bencana alam seperti banjir bandang,
gempa bumi, gunung meletus, perang dan atau akibat adanya
kebijaksanaan Pemerintah Pusat di bidang moneter dan peraturan
perundang-undangan di luar kemampuan PIHAK PERTAMA dan
PIHAK KEDUA untuk melaksanakan perjanjian ini.
(2) Apabila terjadi keadaan force majeure sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), akan diadakan musyawarah oleh KEDUA BELAH
PIHAK. Selanjutnya akan dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama
tersendiri yang merupakan addendum dari Perjanjian Kerjasama
ini.
77
Pasal 11
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
(1) PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk menyelesaikan
perselisihan yang timbul akibat pelaksanaan Perjanjian Kerjasama
ini secara musyawarah mufakat dan apabila tidak tercapai
kesepakatan PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk
menyelesaikan melalui jalur hukum dan memilih domisili hukum
yang tetap tidak berubah di Kantor Pengadilan Negeri .................
.................
(2) Jika perselisihan terjadi, PIHAK KEDUA harus mengembalikan
peralatan medis Laparoskopi kepada PIHAK PERTAMA dalam
keadaan utuh dan baik, untuk itu PIHAK KEDUA memberikan
kuasa kepada PIHAK PERTAMA untuk menarik kembali peralatan
medis Laparoskopi tersebut.
Pasal 12
PEJABAT YANG DITUNJUK
Untuk kelancaran pelaksanaan perjanjian ini, KEDUA BELAH PIHAK
sepakat bahwa semua hubungan surat menyurat dan permasalahan
tentang operasional obyek perjanjian selama berlangsungnya
perjanjian ini diutamakan :
I.
II.
78
Pasal 13
LAIN-LAIN
(1) Perjanjian kerjasama tentang peralatan medis Laparoskopi
berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(2) Untuk mengisi kekosongan hukum perjanjian ini apabila sudah
masa berlakunya habis dengan ketentuan akan diperpanjang
sedangkan perjanjian yang baru belum selesai maka ketentuan
perjanjian yang lama masih tetap dipergunakan.
Pasal 14
KETENTUAN PENUTUP
(1) Hal-hal yang tidak atau belum diatur dalam Perjanjian Kerjasama
ini akan diatur dan ditetapkan kemudian oleh KEDUA BELAH
PIHAK atas dasar musyawarah yang selanjutnya dituangkan dalam
surat perjanjian tersendiri yang merupakan addendum yang tidak
dapat dipisahkan dengan perjanjian ini.
(2) Perjanjian Kerjasama ini dibuat rangkap 2 (dua) dan bermaterai
cukup serta ditandatangani oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK
KEDUA sehingga memiliki kekuatan hukum yang sama.
Demikian Perjanjian ini dibuat untuk dilaksanakan sebagaimana
mestinya dan mulai berlaku efektif pada hari, tanggal, bulan, dan tahun
yang disebutkan pada Perjanjian Kerjasama ini.
PERWAKILAN BKKBN
PROVINSI .....................
Kepala
RUMAH SAKIT
..............................................
Direktur
NAMA..................
NIP............................
NAMA.......................
NIP...................................\
79
Lampiran 3 (Form 1)
80
Lampiran 3 (Form 2)
INSTRUMEN
MONITORING, EVALUASI DAN PEMBINAAN
DISTRIBUSI DAN UTILISASI LAPAROSKOPI
TAHUN 2015
Sasaran: RS Penerima Laparoskopi
81
82
.., 2015
Responden
Petugas MONEV
( .)
( .)
Mengetahui
Ttd dan cap
( .. )
Kepala Departemen OB GYN/Ka. PKBRS
83
84
SURAT EDARAN
NOMOR : 995/I/KU.201/B3/2015
TENTANG
TATA KELOLA PERMINTAAN, PENYIMPANAN DAN PENGELUARAN
ALKON/NON ALKON
DI LINGKUNGAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA
BERENCANA NASIONAL
A. Latar Belakang
Salah satu upaya menjamin keberlangsungan pelayanan KB
diperlukan dukungan tata kelola alkon dan non alkon yang
profesional efektif dan efisien melalui pengelolaan logistik sesuai
standard yang berlaku.
Perwakilan BKKBN Provinsi sebagai kepanjangtanganan BKKBN
Pusat diharapkan mampu berperan di wilayah kerjanya sebatas
kewenangan termasuk dalam hal pengelolaan permintaan,
penyimpanan dan pengeluaran alkon dan non alkon untuk
menjamin ketersediaan alkon dan non alkon yang sangat
dibutuhkan untuk memenuhi pelayanan KB.
Mengingat alkon dan non alkon memiliki nilai yang sangat
strategis dalam menunjang operasional Program Kependudukan
dan KB, maka alkon dan non alkon tersebut harus dikelola dengan
baik sesuai standard penyimpanan yang baik.
Agar pengelolaan alkon dan non alkon dapat dilakukan dengan
baik, maka diperlukan suatu tata kelola yang dapat dijadikan
acuan dalam permintaan, penyimpanan, dan pengeluaran sampai
dengan pengeluaran alkon dan non alkon sehingga terjamin
kelayakan persediaan (buffer stock) di gudang.
85
B.
C.
Ruang Lingkup
Surat Edaran ini meliputi tata kelola permintaan, penyimpanan
dan pengeluaran alkon dan non alkon di gudang BKKBN Pusat dan
Perwakilan BKKBN Provinsi yang bersumber dari dana APBN.
D. Dasar
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47). Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286;
86
87
6.
7.
88
b.
89
13. First In First Out (FIFO) adalah proses pengeluaran alkon dan
non alkon berdasarkan waktu, bila masuk pertama maka
harus dikeluarkan lebih awal.
14. First to Expire Date, First Out (FEFO) adalah proses
pengeluaran alkon dan non alkon berdasarkan batas
kadaluarsa, bila alkon dan non alkon yang batas kadaluarsanya
lebih awal maka harus dikeluarkan lebih awal.
15. Pengeluaran alkon dan non dari gudang harus dilakukan
dengan menggunakan Surat Bukti Barang Keluar (SBBK)
yang ditanda tangani oleh Bendahara Barang dan pengirim
(ekpedisi), dasar penerbitan SBBK tersebut adalah SPMB
yang dibuat berdasarkanrensi atau surat permintaan
alkon dan non alkon dari provinsi/bagian/komponen serta
memperhatikan perhitungan stock alkon/non alkon yang
masih tersedia.
16. Formulir yang dipergunakan dalam permintaan dan
penyaluran alkon dan non alkon adalah sebagai berikut :
a.
90
e.
91
3.
Non Request
1. Alkon dan non alkon berdasarkan Rencana Distribusi
(rensi) dari kontrak pengadaan alkon dan non alkon
Ditjalpem membuat Nota Dinas kepada Kepala Bikub
untuk mendistribusikan alkon dan non alkon ke
perwakilan BKKBN Provinsi.
2. BIKUB cq Kepala Bagian Pengelolaan Sarana Program
menandatangani SPMB dengan diketahui oleh Kepala
Biro Keuangan dan Pengelolaan BMN sebagai dasar
pengeluaran alkon dan non alkon.
92
3.
4.
93
5.
b.
Non Request
1. Berdasarkan Rencana Distribusi (rensi) dari Bidang
KB, selanjutnya Kabid KB membuat Nota Dinas
kepada Sekretaris Perwakilan BKKBN Provinsi untuk
mendistribusikan alkon dan non alkon yang telah
disetujui tersebut.
2.
2.
3. Arsip
95
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional: Biro
Keuangan dan Pengelolaan BMN 2011, Penerimaan, penyimpanan
dan penyaluran alat/obat kontrasepsi dan non kontrasepsi
program KB nasional, Jakarta.
2. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional: Biro
Keuangan dan Pengelolaan BMN 2011,Perencanaan kebutuhan
alat/obat kontrasepsi dan non kontrasepsi, Jakarta.
3.
4.
96
Catatan :
97
Catatan :
98