Nilai Kalor Kayu

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
Biomassa merupakan produk fotosintesa dimana energi yang diserap
digunakan untuk mengkonversi karbon dioksida dengan air menjadi senyawa
karbon, hidrogen, dan oksigen. Biomasa bersifat mudah didapatkan, ramah
lingkungan dan terbarukan. Secara umum potensi energi biomassa berasal dari
limbah tujuh komoditif yang berasal dari sektor kehutanan, perkebunan dan
pertanian. Potensi limbah biomassa terbesar adalah dari limbah kayu hutan,
kemudian diikuti oleh limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan
tebu. Biomassa merupakan bahan energi yang dapat diperbaharui karena dapat
diproduksi dengan cepat. Biomassa umumnya mempunyai kadar volatile relatif
tinggi, dengan kadar karbon tetap yang rendah dan kadar abu lebih rendah
dibandingkan batubara. Biomassa juga memiliki kadar volatile yang tinggi
(sekitar 60-80%) dibanding kadar volatile batubara, sehingga biomassa lebih
reaktif dibandingkan batubara. Biomassa memiliki kelebihan yang memberi
pandangan positif terhadap keberadaan energi ini sebagai alternatif energi
pengganti energi fosil. Beberapa kelebihan itu antara lain, biomassa dapat
mengurangi efek rumah kaca, mengurangi limbah organik, melindungi kebersihan
air dan tanah, mengurangi polusi udara, dan mengurangi adanya hujan asam dan
kabut asam.
2.2 Kayu
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kayu merupakan bahan yang sangat
sering dipergunakan untuk tujuan penggunaan tertentu. Terkadang sebagai barang
tertentu, kayu tidak dapat digantikan dengan bahan lain karena sifat khasnya.
Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan, yang diperoleh dari hasil pemungutan
pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah
diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk
sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industri
maupun kayu bakar.

Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar dan kayu daun jarum
terdiri dari 3 unsur :
-

Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa

Unsur non-karbohidrat terdiri dari lignin

Unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan dinamakan


zat ekstraktif.
Tabel 1. Komposisi Kayu

Unsur
% Berat Kering
Karbon
49
Hidrogen
6
Oksigen
44
Nitrogen
Sedikit
Abu
0,1
Sumber : Mengenal Kayu Cetakan ke 6 J. F. Dumanauw,2007
a. Pengenalan Sifat-sifat Kayu
Kayu merupakan hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang
sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak dapat
ditiru oleh bahan-bahan lain. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan
pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu. Sifat-sifat ini
penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan sifat
tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta macam penggunaan
yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih kemungkinan penggantian
oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang bersangkutan sulit didapat secara
kontinyu atau terlalu mahal.
Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifat-sifat yang
berbeda-beda. Bahkan dalam satu pohon, kayu mempunyai sifat yang berbedabeda. Dari sekian banyak sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain, ada
beberapa sifat yang umum terdapat pada semua jenis kayu yaitu:
1. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan
dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan hemi selulosa
(karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat). Semua kayu bersifat anisotropik,
yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah

utamanya (longitudinal, radial dan tangensial).


2. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau
melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan kelembaban dan
suhu udara disekelilingnya.
3. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar terutama
dalam keadaan kering.
b. Sifat Fisik Kayu
1. Berat dan Berat Jenis
Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan
zat ekstraktif didalamnya. Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan BJ-nya.
Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, berkisar antara BJ minimum 0,2
(kayu balsa) sampai BJ 1,28 (kayu nani). Umumnya makin tinggi berat jenis kayu,
kayu semakin berat dan semakin kuat pula.
2. Keawetan
Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur
perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu tersebut
disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun bagi
perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal (bagian tepi
atau pinggir dari kayu) berubah menjadi kayu teras (bagian tengah atau inti kayu)
sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal.
3. Warna
Kayu yang beraneka warna macamnya disebabkan oleh zat pengisi warna
dalam kayu yang berbeda-beda.
4. Tekstur
Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu
digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll), kayu
bertekstur sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur kasar (contoh:
kempas, meranti dll).

5. Arah Serat
Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon.
Arah serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu, serat berombak,
serta terpilin dan serat diagonal (serat miring).
c. Sifat Mekanik Kayu
Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat kekuatan kayu atau sifat
mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Perhitungan berat jenis banyak
disederhanakan dalam sistem metrik karena 1 cm3 air beratnya tepat 1 gr maka
berat jenis dapat dihitung secara langsung dengan membagi berat dalam gram
dengan volume dalam sentimeter kubik (cm3). Berdasarkan angka, maka
kerapatan (R) dan berat jenis (BJ) adalah sama. Namun, berat jenis tidak
mempunyai satuan karena berat jenis adalah nilai relatif.
Unit umum = gr/cm3 , kg/m3, pon/kk3
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanik kayu secara garis besar
digolongkan menjadi dua kelompok :
1. Faktor

luar

(eksternal):

pengawetan

kayu,

kelembaban

lingkungan,

pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga perusak
kayu.
2. Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb.
Pengenalan atas sifat-sifat fisik dan mekanik akan sangat membantu dalam
menentukan jenis-jenis kayu untuk tujuan penggunaan tertentu. Selain itu
hubungan antara berat jenis, ketebalan dan volume kayu diharapkan akan semakin
mengurangi ketergantungan konsumen akan suatu jenis kayu tertentu saja
sehingga pemanfaatan jenis-jenis kayu yang semula belum dimanfaatkan (jenisjenis yang belum dikenal umum) akan semakin meningkat. Selain sifat kayu,
secara umum jenis kayu digolongkan menurut kekerasan terdiri dari kayu lunak
(soft wood) dan kayu keras (hard wood), sedangkan untuk kebutuhan teknis
pembagian jenis kayu terbagi menjadi tingkat keawetan (kelas awet), tingkat
kuatan (kelas kuat) dan tingkat pemakaiannya (kelas pakai).

Tabel 2. Kelas Kayu Kuat


Kelas Kayu
Kuat

Berat Jenis

I
II
III
IV

Keteguhan Lentur
maksimum (kg/cm2)
Lebih dari 1100
725 - 1100
500 -725
360 - 500

Keteguhan Tekan
maksimum (kg/cm2)
Lebih dari 650
425 - 650
300 -425
215 - 500

Lebih dari 0,9


0,60 - 0.90
0,40 - 0,60
0,30 - 0,40
Kurang dari
V
Kurang dari 360
Kurang dari 215
0,30
Sumber : Handbook of selected Indonesian wood species, 2008
d. Komposisi Kimia Kayu
1. Zat Zat Makromolekul

Sel kayu terutama terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Dimana
selulosa membentuk kerangka yang dikelilingi oleh senyawa-senyawa lain yang
berfungsi sebagai matriks (hemiselulosa) dan bahan-bahan yang melapisi
(lignin). Sepanjang menyangkut komponen kimia kayu, maka perlu dibedakan
antara komponen-komponen makromolekul utama dinding sel selulosa, poliosa
(hemiselulosa) dan lignin, yang terdapat pada semua kayu, dan komponenkomponen minor dengan berat molekul kecil (ekstraktif dan zat-zat mineral).
Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan poliosa berbeda pada kayu lunak
dan kayu keras, sedangkan selulosa merupakan komponen yang seragam pada
semua kayu. (Sjostrom.E, 1993)
Unsur-unsur penyusun kayu tergabung dalam sejumlah senyawa organik:
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proporsi lignin dan hemiselulosa sangat
bervariasi di antara spesies-spesies kayu, dan juga antara kayu keras dan kayu
lunak.
Tabel 3.Komponen Kimia Menurut Golongan Kayu
% Berat Kering
Selulosa
Hemiselulosa
Kayu Keras
40-44
15-35
Kayu Lunak
40-44
20-32
Sumber : Mengenal Kayucetakan ke 6 J. F. Dumanauw, 2007
Tipe

Lignin
18-25
25-35

a) Seluosa
Selulosa merupakan komponen kayu yang terbesar, yang dalam kayu
lunak dan kayu keras jumlahnya mencapai hampir setengahnya. Selulosa
merupakan polimer linear dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya
atas -D-glukosa. Karena sifat-sifat kimia dan fisiknya maupun struktur
supramolekulnya maka ia dapat memnuhi fungsinya sebagai komponen struktur
utama dinding sel tumbuhan.
b) Poliosa (Hemiselulosa)
Jumlah hemiselulosa dari berat kering kayu biasanya antara 20 dan 30%.
Komposisi dan struktur hemiselulosa dalam kayu lunak secara khas berdeda dari
kayu keras. Perbedaan-perbedaan yang besar juga terdapat dalam kandungan dan
komposisi hemiselulosa antara batang, cabang, akar, dan kulit kayu. Seperti
halnya selulosa kebanyakan hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung
dalam dinding sel.
c) Lignin
Lignin adalah komponen makromolekuler dinding sel ketiga. Lignin tersusun
dari satuan-satuan fenilpropan yang satu sama lain dikelilingi berbagai jenis zat
pengikat. Persentase rata-ratanya dalam kayu lunak adalah antara 25-35% dan
dalam kayu keras antara 20-30%. Perbedaan struktural yang terpenting dari
lignin kayu lunak dan lignin kayu keras, adalah bahwa lignin kayu keras
mempunyai kandungan metoxil (-OCH3) yang lebih tinggi.
2. Zat zat berat molekul rendah
Zat-zat berat molekul rendah berasal dari golongan senyawa kimia yang
sangat berbeda hingga sukar untuk membuat sistem klasifikasi yang jelas tetapi
komprehensif. Klasifikasi yang mudah dapat dibuat dengan membaginya ke
dalam zat organik dan anorganik. Bahan organik lazim disebut dengan ekstraktif,
sedangkan bahan anorganik disebut dengan abu.

10

a) Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti
eter, alkohol, bensin dan air. Banyaknya rata-rata 3-8 % dari berat kayu kering
tanur. Termasuk di dalamnya minyak-minyakan, resin, lilin, lemak, tannin, gula,
pati, dan zat warna. Zat ekstraktif memiliki arti yang penting dalam kayu karena :
-

dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau, dan rasa suatu jenis kayu

dapat digunakan untuk mengenal suatu jenis kayu. (Dumanauw.J.F, 1993)


Zat ekstraktif dapat juga mempengaruhi kekuatan pulp, perekatan dan

pengerjaan akhir kayu maupun sifat-sifat pengeringan.


b) Abu
Di samping persenyawaan-persenyawaan organik, di dalam kayu masih
ada beberapa zat organik, yang disebut bagian-bagian abu (mineral pembentuk
abu yang tertinggal setelah lignin dan selulosa habis terbakar). Kadar zat ini
bervariasi antara 0,2 1% dari berat kayu.
Tabel 4. Jenis Kayu Kelas Awet dan Kuat
Nama Dagang
Kompas
Malas
Loban
Meranti

Nama Latin
Compassia malacencis
Parastenon sp.
Vitex pubercen Vahl / Vitex pinnata L.
Shorea platiclados

Kelas
Awet
III-IV
II-III
I
II-III

Kuat
I-II
I
I-II
II-IV

Sumber : Biro Klasifikasi Indonesia, 1989

Densitas kayu dan komposit kayu beragam antara 0.2 hingga 1.0 g/cm3,
dan bobot kayu berdensitas rendah beragam hingga mencapai 3 kali lipat
bergantung pada kondisi kadar airnya. Oleh karena itu, dalam banyak hal, statistik
kayu mencantumkan volume sebagai unit. Efisiensi energi pembakaran langsung
yang berasal dari bahan bakar serpihan kayu relatif tinggi. Ada juga kemungkinan
gasifikasi untuk pembangkit listrik atau untuk produksi bahan bakar gas atau
cairan. Akan tetapi, ada pertimbangan lebih lanjut yang diperlukan jika
menggunakan residu dari industri kayu untuk produksi energi karena kadar airnya
bisa mencapai hampir 100% dalam dasar kering dan juga disebabkan ada banyak

11

jenis limbah. Serbuk gergaji dan kulit kayu yang hanya membutuhkan energi yang
kecil dapat digunakan sebagai pelet kayu.
2.3 Kayu Laban (Vitex pubescens Vahl)
Pohon Laban (Vitex pubescens Vahl) adalah jenis pohon dari keluarga
Lamiaceae, yang berasal dari sekitaran Asia selatan sampai timur. Ciri umum
pohon laban berukuran sedang hingga besar dan dapat mencapai tinggi hingga 40
meter. Batangnya biasanya tanpa banir dan diameternya dapat mencapai 130 cm,
beralur dalam dan jelas, kayunya padat dan berwarna kepucatan. Kayunya
tergolong sedang hingga berat, kuat, tahan lama dan tidak mengandung silika.
Kayu basah beraroma seperti kulit. Daun bersilangan dengan atau tanpa bulu
halus pada sisi bawahnya. Susunan bunga terminal, merupakan bunga berkelamin
ganda, dimana helai kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk mangkuk
kecil, sedang helai mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping 5 tidak
teratur. Mahkota putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari di dalam rongga
mahkota, bakal buah di atas dasar bunga (superior). Buah berdaging, bulat hingga
lonjong, dengan diameter 5-12 mm yang saat masak berwarna ungu tua. Terdapat
1 4 biji dalam setiap buahnya.

Gambar 1. Pohon Laban


Sumber : http://diansyah86.blogspot.com,

2013

12

Tabel 5. Klasifikasi Kayu Laban (Vitex pubescens Vahl)


Spesies
Sinonim
Nama Inggris
Nama Indonesia

Nama Lokal

Deskripsi

Distribusi/Penyebaran
Habitat
Perbanyakan

Manfaat tumbuhan

Kelas kuat
Kembang susut
Daya retak
Kekerasan
Sifat pengerjaan
Kegunaan Kayu
Kategori

Vitex pinnata L.
Vitex pubescens Vahl
Vitex
Laban
laban (Jawa), laban ketileng (Jawa), laban sungu (Jawa), hegas
(Sunda), ki arak (Sunda), lakhan(Madura), gulimpapa
(Makasar), halapapa (Dayak), halapapa (Kalimantan Timur),
haleban (Lampung), haniban (Sumatera Selatan), laban tanduk
(Minangkabau), alaban (Sumatera Barat), maneh (Aceh)
Tumbuhan berupa pohon, tingginya mencapai 25 m, diameter
batang 35 - 45 cm, pohon ini mempunyai banyak cabang yang
tidak lurus/bengkok serta tidak teratur. Kayunya cukup keras,
padat, seratnya lurus, warnanya berselang-seling coklat kuning
dan coklat pudar tua. Duduk daun berhadapan, umumnya 3 - 5
daun. Bentuk daun bundar telur sampai lonjong/elip dan
meruncing ke ujung dan pangkal daun. Perbungaan terdapat di
ujung batang atau di ketiak daun, warna bunga biru tetapi
sebelah dalam agak keunguan. Buah termasuk buah batu, bentuk
bulat dan sedikit air.
Terdapat hampir di seluruh Indonesia, Sumatera, Jawa, Madura,
Kalimantan, Sulawesi, Bangka, Maluku, Nusa Tenggara, Papua.
Tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl.
Pada hutan sekunder, hutan jati.
Belum pernah dibudidayakan karena pohon laban
pertumbuhannya lambat. Sampai saat ini kayu laban merupakan
hasil hutan sekunder.
Warna hijau muda diperoleh dari kain dicelup dahulu dalam
larutan tom/tarum, kain menjadi berwarna biru, setelah agak
kering kain dicelupkan kembali pada larutan kayu laban dan
daun dandang gula. Kayu laban mempunyai warna yang indah
sehingga banyak dipakai untuk pembuatan perkakas rumah
tangga.

I - II
Sedang
Kecil
Keras
Sedang
bangunan, kayu perkakas, kayu bengkung
Pewarna alami

Sumber : FLORA INDONESIA (Botanical Survival), 2011 & wikipedia.or/Vitex_pinnata, 2015)

13

Kadar air rata-rata kulit kayu laban tua adalah 21,1515 % dan kadar air
kulit kayu muda laban adalah 16,3656 %. Dalam penelitian Budihandoko (2010)
disebutkan bahwa besarnya kadar air kayu yang terdapat pada pangkal disebabkan
air yang terdapat pada ujung batang diserap terlebih dahulu dari pada bagian yang
lebih rendah hal ini disebabkan oleh kemampuan atau daya hisap daun ketika
berlangsung proses transpirasi (penguapan) pada permukaan sel daun.
Ekologi Vitex pubescens Vahl umumnya banyak ditemukan di daerah
terutama di habitat yang lebih terbuka, hutan sekunder dan di tepi sungai. Habitat
pohon laban ini adalah hutan di dataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl.
Laban (Vitex pubescens Vahl) tumbuh baik pada tanah berkapur dengan tekstur
mulai lempung hingga pasir. Dijumpai di daerah dengan musim basah dan kering
yang nyata. Pada musim kemarau pohon laban menggugurkan daunnya. Dalam
kondisi tropik seperti di Kalimantan Timur, berbunga dan berbuah hampir
sepanjang waktu dari Januari hingga Desember. Buah yang dimakan oleh burung
dan biji tidak dapat berkecambah di bawah naungan dan perlu cahaya untuk
berkecambah.
Gambar 2 adalah peta dimana spesies Vitex pubescens Vahl ini telah
ditanam, itu tidak menunjukkan bahwa spesies ini dapat ditanam di setiap zona
ekologi di negara tersebut, atau bahwa spesies tidak bisa ditanam selain di zona
yang di gambarkan.

Gambar 2. Penyebaran pohon laban


Sumber : Agroforestry Database 4.0 Page 2 of 5 (Orwa et al.2009)

14

Vitex pinnata memiliki kayu yang sangat kuat dan tahan lama, tahan lama
bahkan dalam kontak dengan air atau tanah. kepadatan kayu adalah 800-950
kg/m3 pada kadar air 15%; termasuk kayu yang keras dan tahan lama. Kayu laban
ini termasuk dalam kelas awet I yang dapat bertahan delapan tahun walaupun
selalu berinteraksi dengan air. Kayu ini pun tahan terhadap serangan oleh rayap.
Kayu ini termasuk dalam kelas kuat I yang memiliki berat jenis kering udara
maksimum 1,02 gr/cm3, minimum 0,74 gr/cm3 dan berat jenis kering udara ratarata 0,88 gr/cm3 serta kukuh lentur dan tekanan mutlaknya yang tinggi
dibandingkan jenis kayu lain. Umumnya digunakan untuk pembuatan pintu dan
bingkai jendela, tempat tidur dan beberapa perabot. Kayunya digunakan untuk
konstruksi, daun dan kulit kayu digunakan untuk mengobati sakit perut, demam
dan malaria.
Tabel 6. Analisa Proximate dan Ultimate Kayu Laban
Ultimate Analisis
(Oven dry wt.)

Nama

Vitex pinnata L.

Proximate Analisis
(Oven dry wt.)

C (%)

H (%)

N (%)

O (%)

Ash (%)

Volatile Matter (%)

Fixed Carbon (%)

46,11

5,98

1,65

44,16

2,10

78,60

09,75

Sumber : Energy Sources, Part A: Recovery, Utilization, and Environmental Effects, 2013

Tabel 7. Unsur Biokimia dan Zat Ekstraktif


Unsur Biokimia
(Oven dry wt.)

Nama
Vitex pinnata L.

Zat Extraktif
(Oven dry wt.)

Selulosa (%)

Lignin (%)

Hemiselulosa (%)

OEC (%)

HEC (%)

TEC (%)

42,94

21,13

22,94

2,40

08,49

10,89

OEC-Organic extractive content, HEC-Hot water extractive content ,TEC-Total


extractive content (OEC+ HEC).
Sumber : Energy Sources, Part A: Recovery, Utilization, and Environmental Effects, 2013

Tabel 8. Green Moisture Content, Ash Content, Density dan HHV


Nama
Vitex pinnata L.

Green moisture
content

Ash content

Density

Higher Heating
Value

(%, oven dry wt.)

(%, oven dry wt.)

(g/cc, oven dry wt.)

(MJ/kg, oven dry wt.)

38,23

2,10

0,81

19,14

Sumber : Energy Sources, Part A: Recovery, Utilization, and Environmental Effects, 2013

Fuel
Value
Index

1931,09

15

2.4 Jerami
Menurut Komar (1984) yang dikutip oleh Suryani (1994) mengatakan
bahwa jerami padi adalah bagian batang tumbuh yang telah dipanen bulir-bulir
buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikurangi dengan akar dan bagian
batang yang tertinggal. Jerami adalah hasil samping usaha pertanian berupa
tangkai dan batang tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijiannya
dipisahkan. Massa jerami kurang lebih setara dengan massa biji-bijian yang
dipanen. Jerami memiliki banyak fungsi, di antaranya sebagai bahan bakar, pakan
ternak, alas atau lantai kandang, pengemas bahan pertanian (misal telur), bahan
bangunan (atap, dinding, lantai), mulsa, dan kerajinan tangan. Jerami umumnya
dikumpulkan dalam bentuk gulungan, diikat, maupun ditekan. Mesin baler dapat
membentuk jerami menjadi gulungan maupun kotak. Biomassa dari jerami telah
dimanfaatkan dalam skala besar di Uni Eropa sebagai bahan pembangkit listrik.
Jerami juga telah digunakan sebagai bahan bakar pendamping (co-firing) pada
ketel uap batu bara. Namun kadar air jerami perlu dikurangi sebelum dilakukan
pembakaran, karena sebagai material biologis, jerami mampu menyerap air dari
lingkungan. Kadar air yang tinggi mengurangi nilai kalor dari jerami.
2.5 Gasifikasi
Gasifikasi adalah suatu proses konversi bahan bakar padat menjadi gas
mampu bakar (CO, CH4, dan H2) melalui proses pembakaran dengan suplai udara
terbatas (20%-40% udara stoikiometri) (Guswendar, 2012). Proses gasifikasi
merupakan suatu proses kimia untuk mengubah material berkarbon menjadi gas
mampu bakar. Berdasarkan definisi tersebut, maka bahan bakar yang digunakan
Gasifikasi merupakan proses konversi bahan bakar yang mengandung karbon
menjadi gas yang memiliki nilai bakar pada temperatur tinggi (Pahlevi, 2012).
Bahan bakar padat tersebut dapat berupa batubara, ataupun limbah biomassa,
yaitu potongan kayu, tempurung kelapa, sekam padi maupun limbah pertanian
lainnya. Gas yang diperoleh dari hasil gasifikasi mengandung CO, H2, dan CH4.
untuk proses gasifikasi menggunakan material yang mengandung hidrokarbom
seperti batubara, petcoke (petroleum coke), dan biomassa. Bahan baku untuk

16

proses gasifikasi dapat berupa limbah biomassa, yaitu potongan kayu, tempurung
kelapa, sekam padi maupun limbah pertanian lainnya. Gasi hasil gasifikasi ini
dapat digunakan untuk berbagai keperluan sebagai sumber bahan bakar, seperti
untuk menjalankan mesin pembakaran, digunakan untuk memasak sebagai bahan
bakar kompor, ataupun digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik
sederhana.
Keseluruhan proses gasifikasi terjadi di dalam reaktor gasifikasi yang
dikenal dengan nama gasifier. Gasifier adalah istilah untuk reaktor yang
memproduksi gas produser dengan cara pembakaran tidak sempurna (oksidasi
sebagian) bahan bakar biomassa pada temperatur sekitar 1000 oC (Hantoko,
2012). Di dalam gasifier inilah terjadi suatu proses pemanasan sampai temperatur
reaksi tertentu dan selanjutnya bahan bakar tersebut melalui proses pembakaran
dengan bereaksi terhadap oksigen untuk kemudian dihasilkan gas mampu bakar
dan sisa hasil pembakaran lainnya.
Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis,
reduksi dan oksidasi dengan rentang temperatur masing-masing proses, yaitu:
-

Pengeringan: T < 150 C

Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 700 C

Reduksi: 800 < T < 1000 C

Oksidasi: 700 < T < 1500 C


Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas

(endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik).


Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas
yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap
air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan
karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi.
Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada
bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil
pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik.

17

Tabel 9. Perbandingan Teknologi Gasifikasi dan Pembakaran


Perbedaan
Tujuan

Jenis proses
Komposisi gas kotor
sebelum dibersihkan
Komposisi gas
bersih
Produk padatan
Temperatur (oC)
Tekanan

Gasifikasi
Meningkatkan nilai tambah
dan kegunaan dari sampah
atau material dengan nilai
rendah.
Konversi kimia dan termal
menggunakan sedikit oksigen
atau tanpa oksigen
H2, CO, H2S, NH3 dan
partikulat

Pembakaran
Membangkitkannpanasnatau
mendestruksi sampah
Pembakarannsempurna
menggunakan udara berlebih
(oksigen)
CO2, H2O, SO2, NOx dan
partikulat

H2 dan CO

CO2 dan H2O

Arang atau kerak (slag)


700-1500
Lebih dari 1 atm

Abu
800-1000
1 atm

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Gasifikasi (2013)

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi


Proses gasifikasi memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
proses dan kandungan syngas yang dihasilkkannya.faktor-faktor tersebut adalah:
1. Properties Biomass
Apabila ada anggapan bahwa semua jenis biomass dapat dijadikan bahan baku
gasifikasi, anggapan tersebut merupakan hal yang kurang tepat. Nyatanya tidak
semua biomass dapat dikonversikan dengan proses gasifikasi karena ada beberapa
klarifikasi dalam mendefinisikan bahan baku yang dipakai pada sistem gasifikasi
berdasarkan kandungan dan sifat yang dimilikinya. Pendefinisian bahan bak
gasifikasi ini dimaksudkan untuk membedakan antara bahan baku yang baik dan
yang

kurang

baik.

Adapun

beberapa

parameter

yang

dipakai

untuk

mengklarifikasinya, yaitu :
a. kandungan energi
Semakin tinggi kandungan energi yang dimiliki biomass maka syngas
hasil gasifikasi biomass tersebut semakin tinggi karena energi yang dapat
dikonversi juga semakin tinggi.
b. Moisture
Bahan baku yang digunakan untuk proses gasifikasi umumnya diharapkan
bermoistur rendah. Karena kandungan moisture yang tinggi menyebabkan

18

heat loss yang berlebihan. Selain itu kandungan moisture yang tinggi juga
menyebabkan beban pendinginan semakin tinggi karena pressure drop
yang terjadi meningkat. Idealnya kandungan moisture yang sesuai untuk
bahan baku gasifikasi kurang dari 20 %.
c. Debu
Semua bahan baku gasifikasi menghasilkan dust (debu). Adanya dust ini
sangat mengganggu karena berpotensi menyumbat saluran sehingga
membutuhkan maintenance lebih. Desain gasifier yang baik setidaknya
menghasilkan kandungan dust yang tidak lebih dari 2 6 g/m.
d. Tar
Tar merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan harus
dihindari karena sifatnya yang korosif. Sesungguhnya tar adalah cairan
hitam kental yang terbentuk dari destilasi destruktif pada material organik.
Selain itu, tar memiliki bau yang tajam dan dapat mengganggu
pernapasan. Pada reaktor gasifikasi terbentuknya tar, yang memiliki
bentuk approximate atomic CH1.2O0.5, terjadi pada temperatur pirolisis
yang kemudian terkondensasi dalam bentuk asap, namun pada beberapa
kejadian tar dapat berupa zat cair pada temperatur yang lebih rendah.
Apabila hasil gas yang mengandung tar relatif tinggi dipakai pada
kendaraan bermotor, dapat menimbulkan deposit pada karburator dan
intake valve sehingga menyebabkan gangguan. Desain gasifier yang baik
setidaknya menghasilkan tar tidak lebih dari 1 g/m.
e. Ash dan Slagging
Ash adalah kandungan mineral yang terdapat pada bahan baku yang tetap
berupa oksida setelah proses pembakaran. Sedangkan slag adalah
kumpulan ash yang lebih tebal. Pengaruh adanya ash dan slag pada
gasifier adalah :

Menimbulkan penyumbatan pada gasifier

Pada titik tertentu mengurangi respon pereaksian bahan baku

2. Desain Reaktor
Terdapat berbagai macam bentuk gasifier yang pernah dibuat untuk proses

19

gasifikasi. Untuk gasifier bertipe imbert yang memiliki neck di dalam reaktornya,
ukuran dan dimensi neck amat mempengaruhi proses pirolisis, percampuran,
heatloss dan nantinya akan mempengaruhi kandungan gas yang dihasilkannya.
3. Jenis Gasifying Agent
Jenis gasifying agent yang digunakan dalam gasifikasi umumnya adalah
udara dan kombinasi oksigen dan uap. Penggunaan jenis gasifying agent
mempengaruhi kandungan gas yang dimiliki oleh syngas. Berdasarkan penelitian,
perbedaan kandungan syngas yang mencolok terlihat pada kandungan nitrogen
pada syngas dan mempengaruhi besar nilai kalor yang dikandungnya. Penggunaan
udara

bebas

menghasilkan

senyawa

nitrogen

yang

pekat

di

dalam

syngas,berlawanan dengan penggunaan oksigen/uap yang memiliki kandungan


nitrogen yang relatif sedikit. Sehingga penggunaan gasifying agent oksigen/uap
memiliki nilai kalor syngas yang lebih baik dibandingkan gasifying agent udara.
4. Rasio Bahan Bakar dan Udara
Perbandingan

bahan

bakar

dan

udara

dalam

proses

gasifikasi

mempengaruhi reaksi yang terjadi dan tentu saja pada kandungan syngas yang
dihasilkan. Kebutuhan udara pada proses gasifikasi berada di antara batas
konversi energi pirolisis dan pembakaran. Karena itu dibutuhkan rasio yang tepat
jika menginginkan hasil syngas yang maksimal. Pada gasifikasi biomass rasio
yang tepat untuk proses gasifikasi berkisar pada angka 1,25 - 1,5.
2.7 Tahapan Proses Gasifikasi
Proses gasifikasi terdiri dari empat tahapan proses atas dasar perbedaan
rentang

kondisi

temperatur,

yaitu

pengeringan

(T>150C),

pirolisis

(150<T<700C), oksidasi (700<T<1500C), dan reduksi (800<T<1000C). Proses


pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik),
sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Panas yang
dihasilkan dalam proses oksidasi digunakan dalam proses pengeringan, pirolisis
dan reduksi. Bahan kering hasil dari proses pengeringan mengalami proses
pirolisis, yaitu pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang

20

tidak terkondensasi) dari arang. Hasil pirolisis berupa arang mengalami proses
pembakaran dan proses reduksi yang menghasilkan gas produser yaitu, H2 dan CO
(Pranolo, 2010).

Gambar 3. Tahapan Proses Gasifikasi


Sumber : Witoyo, J.E

1. Proses Pengeringan (Drying)


Reaksi ini terletak pada bagian atas reaktor dan merupakan zona dengan
temperatur paling rendah di dalam reaktor yaitu berkisar antara 100oC-150oC.
Proses pengeringan ini sangat penting dilakukan agar pengapian pada burner
dapat terjadi lebih cepat dan lebih stabil. Pada reaksi ini, bahan bakar yang
mengandung air akan dihilangkan dengan cara diuapkan dan dibutuhkan
energi sekitar 2260 kJ untuk melakukan proses tersebut sehingga cukup
menyita waktu operasi.
2. Proses Pirolisis
Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas
yang tidak terkondensasi) dari padatan karbon bahan bakar menggunakan
panas yang diserap dari proses oksidasi sehingga pirolisis (devolatilisasi)
disebut juga gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik dan kimia terjadi

21

selama proses pirolisis. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi


dari temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama proses pirolisi
berlangsung. Produk cair yang menguap akibat dari fenomena penguapan
komponen yang tidak stabil secara termal mengandung tar dan polyaromatic
hydrocarbon. Produk pirolisis terdiri atas gas ringan, tar, dan arang.
Pirolisis adalah proses pemecahan struktur bahan bakar dengan menggunakan
sedikit oksigen melalui pemanasan menjadi gas. Proses pirolisis pada bahan
bakar terbentuk pada temperatur antara 150oC sampai 700oC di dalam reaktor.
Proses pirolisis menghasilkan produk berupa arang atau karbon, tar, gas (CO2,
H2O, CO, C2H2, C2H4, C2H6, dan C2H6). Ketika temperatur pada zona pirolisis
rendah, maka akan dihasilkan banyak arang dan sedikit cairan (air,
hidrokarbon, dan tar). Sebaliknya, apabila temperatur pirolisis tinggi maka
arang yang dihasilkan sedikit tetapi banyak mengandung cairan.
3. Proses Reduksi
Reduksi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh
panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Reaksi reduksi terjadi antara
temperatur 500oC sampai 1000oC. Pada reaksi ini, arang yang dihasilkan
melalui reaksi pirolisis tidak sepenuhnya karbon tetapi juga mengandung
hidrokarbon yang terdiri dari hidrogen dan oksigen. Untuk itu, agar dihasilkan
gas mampu bakar seperti CO, H2 dan CH4 maka arang tersebut harus
direaksikan dengan air dan karbon dioksida. Pada proses ini terjadi beberapa
reaksi kimia, diantaranya adalah Bourdouar reaction, steam-carbon reaction,
water-gas shift reaction, dan CO methanation.
Proses reaksi tersebut adalah sebagai berikut :
Bourdouar reaction :
C + CO2
Steam-carbon reaction :
C + H2O
Water-gas shift reaction:
CO + H2O
CO methanation :
CO + 3H2

2CO

CO + H2
CO2 + H2
CH4 + H2O

22

4. Proses Oksidasi
Proses pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang
terdapat dalam bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi
mereduksi hasil pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik.
Oksidasi merupakan reaksi terpenting di dalam reaktor gasifikasi karena reaksi
ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi
endotermik. Proses ini terjadi pada temperatur yang relatif tinggi, umumnya
berkisar antara 700oC sampai 1500oC. Oksigen yang dipasok ke dalam reaktor
bereaksi dengan substansi yang mudahterbakar yang menghasilkan produk
berupa CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak dengan
arang yang diproduksi pada proses pirolisis. Produk lain yang dihasilkan
dalam reaksi oksidasi berupa air, panas, cahaya, N2 dan gas lainnya (SO2, CO,
NO2, dan lain-lain). Adapun reaksi kimia yang terjadi pada proses oksidasi ini
adalah sebagai berikut :
C + O2
H2 + O2

CO2
H2O

2.8 Jenis Reaktor


Berdasarkan mode fluidisasinya, gasifier dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu: mode gasifikasi unggun tetap (fixed bed gasification), mode gasifikasi
unggun terfluidisasi (fluidized bed gasification), mode gasifikasi entrained flow.
Sampai saat ini yang digunakan untuk skala proses gasifikasi skala kecil adalah
mode gasifier unggun tetap. (Reed and Das, 1988).
Berdasarkan arah aliran, fixed bed gasifier dapat dibedakan menjadi:
reaktor aliran berlawanan (updraft gasifier), reaktor aliran searah (downdraft
gasifier) dan reaktor aliran menyilang (crossdraft gasifier). Pada updraft gasifier,
arah aliran padatan ke bawah sedangkan arah aliran gas ke atas. Pada downdraft
gasifier, arah aliran gas dan arah aliran padatan adalah sama-sama ke bawah.
Sedangkan gasifikasi crossdraft arah aliran gas dijaga mengalir mendatar dengan
aliran padatan ke bawah (Hantoko, dkk.,2011). Berdasarkan gasifying agent yang
diperlukan, terdapat gasifikasi udara dan gasifikasi oksigen/uap. Gasifikasi udara
adalah metode dimana gas yang digunakan untuk proses gasifikasi adalah udara.

23

Sedangkan pada gasifikasi uap, gas yang digunakan pada proses yang terjadi
adalah uap.
a. Updraft Gasifier
Updraft Gasifier merupakan reaktor gasifikasi yang umum digunakan
secara luas. Ciri khas dari reaktor gasifikasi ini adalah aliran udara dari blower
masuk melalui bagian bawah reaktor melalui grate sedangkan aliram bahan bakar
masuk dari bagian atas reaktor sehingga arah aliran udara dan bahan bakar
memiliki prinsip yang berlawanan (counter current). Produksi gas dikeluarkam
melalui bagian atas dari reaktor sedangkan abu pembakaran jatuh ke bagian
bawah gasifier karena pengaruh gaya gravitasi dan berat jenis abu.

Gambar 4. Updraft Gasifier


Sumber : http://engin1000.pbworks.com (2011)

Di dalam reaktor, terjadi zonafikasi area pembakaran berdasarkan pada


distribusi temperatur reaktor gasifikasi. Zona pembakaran terjadi di dekat grate
yang dilanjutkan dengan zona reduksi yang akan menghasilkan gas dengan
temperatur yang tinggi. Gas hasil reaksi tersebut akan bergerak menuju bagian
atas dari reaktor yang memiliki temperatur lebih rendah dan gas tersebut akan
kontak dengan bahan bakar yang bergerak turun sehingga terjadi proses pirolisis
dan pertukaran panas antara gas dengan temperatur tinggi terhadap bahan bakar
yang memiliki temperatur lebih rendah. Panas sensible yang diberikan gas
digunakan bahan bakar untuk pemanasan awal dan pengeringan bahan bakar.

24

Kedua proses tersebut yaitu proses pirolisis dan proses pengeringan terjadi pada
bagian teratas dari reaktor gasifikasi
Kelebihan dari reaktor gasifikasi updraft adalah mekanisme kerja yang
dimiliki oleh reaktor tipe ini jauh lebih sederhana dibandingkan dengan tipe yang
lain, sedangkan dengan mekanisme kerja yang lebih sederhana tersebut, ternyata
tingkat toleransi reaktor terhadap tingkat kekasaran bahan bakar lebih baik. Selain
itu jenis reaktor ini memiliki kemampuan untuk mengolah bahan bakar kualitas
rendah dengan temperatur gas keluaran relatif rendah dan memiliki efisiensi yang
tinggi akibat dari panas gas keluar reaktor memiliki temperatur yang relatif
rendah. Sedangkan kelemahan reaktor gasifikasi updraft adalah tingkat kadar tar
dalam syngas hasil reaksi relatif cukup tinggi sehingga mempengaruhi kualitas
dari gas yang dihasilkan serta kemampuan muatan reactor yang relatif rendah.
b. Downdraft Gasifier
Sistem gasifikasi downdraft memiliki sistem yang hampir sama dengan
system gasifikasi updraft yaitu dengan memanfaatkan sistem oksidasi tertutup
untuk memperoleh temperatur tinggi.

Gambar 5. Downdraft Gasifier


Sumber : http://engin1000.pbworks.com (2011)

Bahan bakar dalam reaktor gasifikasi downdraft dimasukkan dari atas


reaktor dan udara dari blower dihembuskan dari samping menuju ke zona oksidasi

25

sedangkan syngas hasil pembakaran keluar melalui burner yang terletak di bawah
ruangan bahan bakar sehingga saat awal gas akan mengalir ke atas dan saat
volume gas makin meningkat maka syngas mencari jalan keluar melalui daerah
dengan tekanan yang lebih rendah. Sistem tersebut memiliki maksud agar syngas
yang terbentuk akan tersaring kembali oleh bahan bakar dan melalui zona pirolisis
sehingga tingkat kandungan tar dalam gas dapat dikurangi. Untuk menghindari
penyumbatan gas di dalam reaktor, maka digunakan blower hisap untuk menarik
syngas dan mengalirkannya ke arah burner.
c. Crossdraft Gasifier
Pada Crossdraft gasifier, udara disemprotkan ke dalam ruang bakar dari
lubang arah samping yang saling berhadapan dengan lubang pengambilan gas
sehingga pembakaran dapat terkonsentrasi pada satu bagian saja dan berlangsung
secara lebih banyak dalam suatu satuan waktu tertentu. Sistem Crossdraft Gasifier
dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Crossdraft Gasifier


Sumber : http://engin1000.pbworks.com (2011)

Setiap alat gasifikasi memiliki karakterisik tersendiri yang membedakan


suatu sistem gasifikasi dengan sistem gasifikasi yang lain. Hasil reaksi dan syngas

26

yang dihasilkan dari reaksi gasifikasi tersebut dipengaruhi oleh karakteristik


masing-masing alat gasifikasi tersebut.
Penelitian ini dilakukan menggunakan updraft gasifier dan gasifying agent
udara karena kemampuan dan kelebihannya, meskipun masih memiliki beberapa
kekurangan. Kelebihan dan kekurangan updraft gasifier dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 10. Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Jenis Gasifier
Tipe Gasifier
Updraft

Kelebihan
- Mekanismenya sederhana
- Hilang tekan rendah
- Efisiensi panas baik
- Arang (charcoal) habis
terbakar

Kekurangan
- Sensitif terhadap tar dan uap
bahan bakar
- Memerlukan waktu start up
yang cukup lama untuk mesin
internal combustion.

Downdraft

- Tidak terlalu sensitif


terhadap tar
- Dapat mudah beradaptasi
dengan jumlah umpan
biomassa

- Desain gasifier tinggi


- Tidak cocok untuk bahan
bakar biomassa yang
berukuran kecil

Crossdraft

- Desain gasifier pendek


- Sangat responsif ketika
diisi umpan biomassa

- Sangat sensitif terhadap


pembentukan terak
- Hilang tekan tinggi
- Proses hanya ditujukan untuk
arang kualitas tinggi
- Temperatur gas keluaran
tinggi

Sumber : Rinovianto, 2012

2.9 Udara Pembakaran


Reaksi kimia terjadi ketika ikatan-ikatan molekul dari reactants berpisah,
kemudian atom-atom dan elektron menyusun kembali membentuk unsur-unsur
pokok yang berlainan yang disebut hasil (products). Oksidasi yang terjadi secara
kontinyu pada bahan bakar menghasilkan pelepasan energi sebagai hasil dari
pembakaran. Pembakaran dapat dikatakan sempurna (stoichiometric) apabila
semua karbon (C) yang terkandung dalam bahan bakar diubah menjadi
karbondioksida (CO2) dan semua hidrogen diubah menjadi air (H2O) (Irvan
Nurtian,2007). Jika salah satu tidak terpenuhi, maka pembakaran tidak sempurna.
Syarat terjadinya pembakaran adalah adanya oksigen (O2). Dalam aplikasi

27

pembakaran yang banyak terjadi, udara menyediakan oksigen yang dibutuhkan.


Dua parameter yang sering digunakan untuk menentukan jumlah dari bahan bakar
dan udara pada proses pembakaran adalah perbandingan udara bahan. bakar.
Perbandingan udara bahan bakar dapat diartikan sebagai jumlah udara dalam
suatu reaksi jumlah bahan bakar. Perbandingan udara bahan bakar dari suatu
pembakaran berpengaruh menentukan bagaimana komposisi produk dan juga
terhadap jumlah panas yang dilepaskan selama reaksi berlangsung dan dapat
ditulis dalam basis mol (molar basis) atau basis massa (mass basis). Komposisi
yang terkandung pada udara kering dapat dilihat pada tabel 12.
2.10

Gas Mampu Bakar (Syngas)


Gas mampu bakar atau yang lebih dikenal Gas Sintetik (Syngas)

merupakan campuran Hidrogen dan Karbon Monoksida. Kata sintetik gas


diartikan sebagai pengganti gas alam yang dalam hal ini terbuat dari gas metana.
Syngas merupakan bahan baku yang penting untuk industri kimia dan industri
pembangkit daya. Kualitas gas produser dapat dilihat pada tabel 13 dan komposisi
masing-masing bahan bakar dan Syngas dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 11. Gas Dari Gasifikasi Kayu dan Arang
Komponen
Nitrogen
Karbon monoksida
Karbon dioksida
Hydrogen
Metan
Nilai pemanasan gas (KJ/m3)

Gas dari
kayu (vol.%)
50-54
17-22
9-15
12-20
2-3
5000-5900

Gas dari arang


(vol.%)
55-65
28-32
1-3
4-10
0-2
4500-5600

Sumber : Food and Agriculture Organization of The United Nations (1986, p. 17)

Tabel 12. Komponen-Komponen Yang Terkandung Dalam Udara Kering


Komponen

Fraksi Mol

Nitrogen
Oksigen
Argon
Karbondioksida
Neon, Helium, Metana, dll

78,08
20,95
0,93
0,03
0,01

Sumber: Ivan Nurtion, 2007

28

Tabel 13. Kualitas Gas Produser dari Gasifier Biomassa


Fixed Bed Co-current
Gasifier

Fixed Bed Counter-current


Gasifier

CFB Gasifier

1-5
10-22
15-21

2-3
15-20
10-14

2-4
13-15
15-22

CH4 (% vol)
CO (% vol)
H2 (% vol)
Sumber: Khairuziman, 2008

Tabel 14. Nilai Kalori pada Syngas


Gases
HHV (MJ/Nm3)2
LHV (MJ/Nm3)2
Viscocity ()
Thermal Conduktivity (W/m.K)
Spesific Heat (kJ/Kg.K)

H2
12,74
10,78
90,00
0,18
3,46

CO
12,63
12,63
182,00
0,02
1,05

CH4
39,82
35,88
122,00
0,01
2,22

Sumber: Kurniawan, 2012

Nilai LHV bahan bakar dan LHV Syngas dapat ditentukan dari komposisi yang
terkandung dalam satuan unit massa bahan bakar dan satuan unit volume Syngas.
2.11

Pehitungan Dasar Gasifikasi


Dalam meninjau kinerja reaktor terdapat beberapa parameter penting yang

perlu dipertimbangkan dalam menentukan ukuran yang sesuai dengan bahan baku
yang akan diuji.
1. Perhitungan design reaktor
Dalam merancang bangun alat, perhitungan design reaktor diperuntukan
untuk mengetahui proses gasifikasi dengan ukuran yang sesuai secara teori dan
dapat membandingkan proses yang terjadi di lapangan. Design reaktor yang perlu
diketahui terdiri dari luas, tinggi, diameter, volume reaktor, fuel consumption rate,
spesific gasification of wood, jumlah udara yang dibutuhkan dan waktu operasi
berlangsung.
a. Spesific Gasification Rate (SGR)
Ini merupakan jumlah bahan bakar yang digunakan per unit waktu per luas
area dari reaktor. SGR dapat dihitung dengan mengggunakan rumus:
SGR =

Sumber: (Alexis T. Belonio, 2005, pg.69)

29

Dimana:

b. Fuel Consumption Rate (FCR)


Jumlah dari kayu yang digunakan dalam pengoperasian di reaktor dibagi
dengan waktu operasi. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Sumber: (Alexis T. Belonio, 2005, pg.68)

c. Combustion Zone Rate (CZR)


Waktu yang diperlukan untuk pembakaran dari atas hingga bawah reaktor
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
CZR =

Sumber: (Alexis T. Belonio, 2005, pg.68)

d. Tinggi reaktor
Hal ini mengacu pada total jarak dari atas hingga bagian bawah reaktor
yang perlu diketahui untuk menentukan seberapa lama pengoperasian dalam satu
muatan bahan bakar. Pada dasarnya, merupakan fungsi dari sejumlah variabel
seperti waktu yang dibutuhkan untuk mengoperasikan gasifier (T), the spesific
gasification rate (SGR) dan kepadatan kayu. Ketinggian reaktor dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
H=

Sumber: (Alexis T. Belonio, 2005, pg.70)

Dimana:

e.

Diameter reaktor
Hal ini mengacu pada ukuran reaktor yaitu berupa diameter yang

merupakan penampang reaktor dimana bahan bakar kayu akan dibakar. Diameter
reaktor dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

30

D=(

0,5

Sumber: (Alexis T. Belonio, 2005, pg.69)

Dimana:

f.

Waktu yang diperlukan untuk gasifikasi


Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk mengetahui

lamanya pengoperasian berlangsung, yaitu berupa lamanya waktu penyalaan


bahan bakar, lamanya proses pembakaran semua bahan baku yang ada didalam
reaktor dan waktu perubahan bahan bakar menjadi gas. Waktu yang diperlukan
untuk pembakaran bahan bakar dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
T=

Sumber: (Alexis T. Belonio, 2005, pg.71)

Dimana:
T
Vr
FCR
g.

= Waktu yang diperlukan untuk pembakaran kayu, hr


= Volume reaktor ( r2 t), m3
= Densitas kayu, kg/m3
= Laju pembakaran kayu, kg/hr

Jumlah udara yang dibutuhkan untuk gasifikasi


Kebutuhan jumlah udara gasifikasi selalu lebih kecil dari pada kebutuhan

jumlah udara stoikiometri (pembakaran sempurna). Jumlah udara gasifikasi sangat


tergantung pada reaksi pembakaran masing-masing unsur yang terkandung dalam
satuan massa bahan bakar dengan udara secara sempurna. Laju alir udara
dibutuhkan untuk mengubah kayu menjadi gas. Kebutuhan udara dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
AFR =

Sumber: (Alexis T. Belonio, 2005, pg.72)

Dimana:
AFR
ER
FCR
SA

= laju alir udara, m3/hr


= equivalence ration, 0.3 0.4
= laju pembakaran kayu, kg/hr
= stokiometri udara biomasa,
= densitas udara, kg/m3

31

2. Evaluasi Kinerja reaktor gasifikasi


Dalam meninjau kinerja gasifikasi ada beberapa hal yang menjadi
parameter. Knoef et al., (2005) menjelaskan bawah dalam meninjau gasifikasi
terdapat dasar dan parameter yang relavan tentang operasi gasifikasi biomassa,
dan kinerja dan design gasifikasi biomassa.
a.

Equivalence Ratio (ER)


Pada proses pengoperasian alat gasifikasi, komposisi aliran udara sebagai

komponen utama oksidasi harus diberikan dengan tepat. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan proses oksidasi yang baik dan efisien. Model dari Schalpfer dan
Gumz seing menggunakan komposisi gas sebagai fungsi dari temperatur dan/
equivalence ratio (ER), dimana jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
pembakaran.
ER =
Nilai ekivalen rasio didefinisikan sebagai berikut :
Sumber : (Turns, 2002 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.14)

ER, =

( )

Eqivalen rasio dari proses gasifikasi merupakan salah satu parameter paling
penting untuk penyesuaian kondisi operasi (Ramirez et al., 2007). Udara bahan
bakar stokiometri untuk pembakaran gasifikasi dapat diperoleh dari:
(A/F)s = 8,89 (%C + 0,375 x %S) + 26,5 x %H 3,3 x %O
Sumber :(Sanchez, 1997 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.14)

Dimana:
%C
%H
%O
%S

Karbon dari kayu


Hidrogen dari kayu
Oksigen dari kayu
Sulfur dari kayu

Rumus yang diberikan untuk pembakaran biomassa dengan oksigen adalah


sebagai berikut (Reed and Derosier 1979).

32

CH1,4 O0,6 + 1,05 O2 CO2 + 0,7H2


Sumber :( Reed and Derosier 1979 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.14)

b. Superficial velocity
Kecepatan superfisial adalah salah satu parameter yang paling penting
menentukan kinerja reaktor gasifier, mengendalikan laju produksi gas, kandungan
energi gas, tingkat konsumsi bahan bakar, daya output, dan tingkat tar/produksi
arang. Kecepatan superfisial didefinisikan sebagai laju aliran gas (m3/s) dibagi
dengan luas penampang silinder keramik dalam (m2) (Knoef et al., 2005).
Kecepatan yang sebenarnya jauh lebih tinggi karena adanya bahan
biomassa. Sebuah kecepatan superfisial rendah menyebabkan kondisi pirolisis
relatif lambat dan hasil arang tinggi dan gas dengan kandungan tar yang tinggi.

Sumber : (Knoef et al., 2005 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.15)

c. Gas Heating Value


Kandungan energi mengacu pada nilai kalor dan itu mempengaruhi output
energi gasifier. Ada dua cara untuk menghitung nilai panas gas:

Lower Heating Value (LHV)

Higher Heating Value (HHV)

Dalam penelitian ini LHV digunakan dalam analisis dan dihitung dari:
LHVgas = 10,768 [H2] + 12,696 [CO] + 35,866 [CH4] + 83.800 [CnHm]
Sumber : (Michael Lubwama, 2011, pg.15)

Dalam hal ini untuk mendapatkan LHV didasarkan pada kondisi normal
untuk masing-masing gas produser. Persen volumetrik dari hidrogen, karbon
monoksida, metana dan setiap hidrokarbon lain yang diketahui dari hasil
kromatografi gas.

33

d. Laju alir dan produksi gas


Laju aliran gas (m3/s) dapat dihitung dari aliran udara awal jika kandungan
nitrogen dalam gas diketahui. Laju alir gas dapat diukur dengan orifice, venturi,
tabung pitot atau rotameter ditempatkan dialiran gas [Knoef et al., 2005].

Sumber : (Knoef et al., 2005 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.15)

Daya keluaran dari proses gasifikasi diperoleh sebagai berikut:


gas

Sumber : (Knoef et al., 2005 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.15)

e. Heat Energy Input


Jumlah dari energi panas yang tersedia di dalam bahan bakar. Dapat
dihitung menggunakan rumus:

Dimana:

f. Power Input
Merupakan jumlah energy yang disuplai ke reaktor berdasarkan jumlah
bakan bakar yang di konsumsi :

Sumber : (Michael Lubwama, 2011, pg.15)

g. Power Output
Jumlah energy yang dilepaskan selama pembakaran dalam reaktor.
gas

Sumber : (Michael Lubwama, 2011, pg.15)

34

h. Efisiensi gasifikasi
Efisiensi gasifier dapat dinyatakan secara dingin atau panas. Efisiensi gas
dingin adalah kandungan energi kimia dari gas produser dibagi dengan kandungan
energi dari biomassa, sedangkan efisiensi gas panas merupakan kandungan energi
panas dari gas produser dibagi dengan kandungan energi dari biomassa. Efisiensi
gas panas diperoleh dengan memperhitungkan panas yang terkandung dalam gas
sedangkan efisiensi gas dingin diperoleh ketika gas di dinginkan setelah
meninggalkan gasifier untuk suhu lingkungan. (Knoef et al., 2005).
Cold Gas Efficiency =
Sumber : (Knoef et al., 2005 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.16)

Cold Gas Efficiency =


Sumber : (Knoef et al., 2005 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.16)

Dimana:

Hot gas efficiency =


Hot gas efficiency =
Sumber : (Knoef et al., 2005 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.16)

Efisiensi gasifikasi adalah persentase energi kayu dikonversi ke produk


gas dingin (bebas dari tar). Rumus berikut dapat digunakan untuk menghitung
efisiensi gasifikasi.
=(

)
Sumber : (Knoef et al., 2005 dalam Michael Lubwama, 2011, pg.16)

3.

Perhitungan Total Tar


a. Neraca Karbon
Menghitung karbon pada bahan baku
(sumber: Hougen, Pg.434)

35

Menghitung karbon pada tar


(sumber: Hougen, Pg.434)

Berat refuse
(sumber: Hougen, Pg.434)

Karbon refuse
(sumber: Hougen, Pg.434)

Karbon tergasifikasi
(sumber: Hougen, Pg.434)

b. Menghitung tar di syngas


Menghitung total karbon di gas
(sumber: Hougen, Pg.435)
(sumber: Hougen, Pg.435)

Menghitung mol dari gas kering


(sumber: Hougen, Pg.435)

Menghitung total tar


(sumber: Hougen, Pg.436)
(sumber: Hougen, Pg.436)
(sumber: Hougen, Pg.436)

c. Menghitung Persen Daya Serap Filter Jerami


% Daya Serap Jerami =

Anda mungkin juga menyukai