Teori Belajar Konstruktivisme

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

RANGKUMAN
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Teori dan Model
Pembelajaran Ekonomi

disusun oleh:

Aditiya Nugraha

1605104

Hayatin Nisa

1602982

Mia Aulia

1604821

Reni Ika Wijayanti

1603292

Stany Tiara Mulyawati

1603169

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016

A. PENDAHULUAN
Selama ini proses belajar hanya bertumpu kepada pendidik sebagai sumber
utama, sehingga peserta didik kurang terlibat dalam pembelajaran, karena peserta
didik dikatakan belajar apabila mereka mampu mengingat dan menghafal
informasi atau pelajaran yang telah disampaikan. Pembelajaran seperti ini tidak
akan membuat peserta didik menjadi aktif, mandiri dan mengembangkan
pengetahuannya berdasarkan pengalaman belajar yang telah mereka lakukan.
Sedangkan seiring kemajuan zaman dan teknologi, dibutuhkan SDM (Sumber
Daya Manusia) dengan karakteristik yang baik.
Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki adalah manusiamanusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko
dalam mengambil keputusan, dan mengembangkan segenap aspek potensi melalui
proses belajar untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri.
Teori belajar konstruktivisme merupakan pembelajaran yang menekankan
pada proses dan lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide
peserta didik. Teori ini juga memandang kebebasan sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pengetahuan menurut teori konstruktivisme bukanlah kumpulan fakta dari
suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif
seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Sehingga dalam
upaya membangun sumber daya manusia di masa depan yang peka, mandiri, dan
tanggung jawab serta memiliki potensi yang tinggi bisa tercapai. Dengan kata
lain, pendidikan ditantang untuk memusatkan perhatian pada terbentuknya
manusia masa depan yang memiliki karakteristik sesuai harapan.
B. SEJARAH TEORI KONSTRUKTIVISME
Pengasas konsep konstruktivisme adalah Giambatissta Vico seorang pakar
epistemologi dari Itali. Konstruktif kognitif muncul dalam penulisan Mark
Baldwin & disebarkan oleh Jean Piaget. Konstruktivisme juga mempunyai ramai
pengikut antaranya Forman & Pufall (1988), Newman, Griffin dan Cole (1989),
Piaget (1973), Resnick (1989) dan Vygotsky (1978). Tuhan adalah pencipta alam
semesta & manusia adalah tuan dari ciptaan, mengetahui adalah konsep
bagaimana membuat sesuatu perkara. (Vico, 1710)
1

Konstruktivisme bukanlah satu konsep baru. Ia berasal daripada bidang


falsafah dan telah digunakan dalam bidang sosiologi dan antropologi dan juga
dalam bidang psikologi kognitif dan pendidikan. Pada tahun 1710, ahli falsafah
konstruktivis yang pertama, yaitu Giambatista Vico, mengatakan one only
knows something if one can explain it (Yager, 1999).
Immanuel Kant menyokong pendapat ini dan mengatakan bahwa manusia
bukanlah penerima maklumat yang pasif. Misalnya, pelajar menerima maklumat
dengan aktif, menghubungkannya dengan maklumat terdahulu yang telah
diasimilasinya, dan menjadikan maklumat itu miliknya dengan membina
kefahaman atau membuat interpretasi ke atas maklumat tersebut (Cheek, 1992).
Seterusnya, perspektif konstruktivisme ini terhasil daripada kajian Piaget, Vygotsky,
ahli psikologi gestalt, Bartlett, Bruner, Von Glaserfeld, Anderson, Dewey, Papert
dan Confrey.
Pembelajaran bermakna (meaningful learning), mengikut John Dewey
(1966), melibatkan belajar dengan membuat (learning by doing), yang
kemudiannya dapat membantu pelajar berfikir dan membentuk kefahaman tentang
masalah yang coba diuraikan. Dewey mempelopori gerakan progresivisme
dalam pendidikan. Dalam keadaan yang sama, kita menyaksikan Jean Piaget
(1951) lebih awal mengutarakan tentang perkembangan kognitif dalam karya
terjemahan, Play, Dreams and Imitation in Childhood dan Vygotsky (1978)
dalam Mind in Society yang dikaitkan dengan perspektif konstruktivisme
dalam perkembangan minat kanak-kanak.
Sejak satu setengah dekad yang lampau, di Amerika Serikat pengajaran dan
buku teks telah diolah agar lebih menjurus kepada penggalakan proses berfikir,
menyelesaikan masalah dan membina keupayaan untuk belajar. Inilah gerakan
konstruktivisme yang sudah dilaksanakan di Amerika Serikat, yang juga mengambil
kira pemikiran Dewey dan Bruner. Dalam konteks tempatan, kita menyaksikan
gerakan ini sudah bermula dalam pembelajaran sains dan matematik yang coba
menyemarakkan perspektif konstruktivisme.
C. KONSEP DASAR
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,

yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata. Menurut Slavin (2006) teori
konstruktivisme adalah teori yang menyatakan bahwa peserta didik secara
individual harus menemukan dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek
informasi yang baru terhadap aturan-aturan informasi yang lama, dan merevisi
aturan-aturan yang lama bila sudah tidak sesuai lagi.
Menurut Santrock (2008) konstruktivisme adalah pendekatan untuk
pembelajaran yang menekankan bahwa individu akan belajar dengan baik apabila
mereka secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman. Hakikat
pembelajaran konstruktivisme menurut Brooks & Brooks (1993) adalah
pengetahuan bersifat non-objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti
menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna. Atas dasar ini,
maka siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan
tergantung

pada

pengalaman

dan

perspektif

yang

digunakan

dalam

menginterpretasikannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori konstruktivisme sebagai
pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari
apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang
baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan

pengalaman

demi

pengalaman.

Ini

menyebabkan

seseorang

mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme


mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan


mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling mepengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya
secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya
yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor
ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten
atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar. Para ahli konstruktivisme
memandang bahwa belajar sebagai hasil dari konstruksi mental. Para siswa belajar
dengan mencocokkan informasi baru yang mereka peroleh bersama-sama dengan
apa yang telah mereka ketahui. Siswa akan dapat belajar dengan baik jika mereka
mampu mengaktifkan konstruk pemahaman mereka sendiri. Menurut para ahli
konstruktivisme, belajar juga dipengaruhi oleh konteks, keyakinan, dan sikap
siswa. Dalam proses pembelajaran para siswa didorong untuk menggali dan
menemukan pemecahan masalah mereka sendiri serta mencoba untuk
merumuskan gagasan-gagasan dan hipotesis. Mereka diberikan peluang dan
kesempatan yang luas untuk membangun pengetahauan awal mereka.
D. PENDAPAT AHLI TENTANG TEORI KONSTRUKTIVISME
Perkembangan terhadap pemikiran dalam teori konstruktivisme ini, semua
berdasarkan pada asumsi dasar yang sama tentang belajar. Dan teori
konstruktivisme yang utama dikenal dengan istilah konstruktivisme sosial (Social
Constructivism) dan konstruktivisme kognitif (Cognitive Constructivism).
1. Konstruktivisme Kognitif
Ketidakpuasan terhadap behaviorisme yang fokus pada tingkah laku
teramati telah membawa Jean Piaget untuk mengembangkan satu pendekatan
4

belajar yang lebih menaruh perhatian pada apa yang terjadi pada kepala anak.
Pengertian belajar menurut konstruktivisme kognitif adalah proses perubahan
dalam struktur kognitif seorang individu sebagai hasil konstruksi pengetahuan
yang bersifat individual dan internal.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan
teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini
biasa juga disebut teori perkembangan intelektual. Teori belajar tersebut
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual

yang

dimaksud

dilengkapi

dengan

ciri-ciri

tertentu

dalam

mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak


berpikir melalui gerakan atau perbuatan.
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama yang menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.
Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya
informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian
tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan
skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang
sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan.
2. Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa
belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam
konteks sosial budaya seseorang. Dalam penjelasan lain mengatakan bahwa inti
konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang
penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Beberapa ahli konstruktivisme yang terkemuka berpendapat bahwa
pembelajaran yang bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau pengalaman
sedia ada murid. Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahawa murid mempunyai
5

ide mereka sendiri tentang hampir semua perkara, di mana ada yang betul dan ada
yang salah. Jika kepahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani
dengan baik, kepahaman atau kepercayaan asal mereka itu akan tetap kekal
walaupun dalam pemeriksaan mereka mungkin memberi jawaban seperti yang
dikehendaki oleh guru. John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini
mengatakan bahawa pendidik yang cekap harus melaksanakan pengajaran dan
pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara
berterusan. Beliau juga menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam
setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran.
Berbeda dengan konstruktivisme kognitif dimana anak cenderung lebih
bebas mengkonstruk sendiri pengetahuannya dan peran guru yang akhirnya kabur
dan tidak jelas sebagai pengajar. Sebaliknya, konstruktivisme sosial yang
dipelopori Vygotsky mengedepankan pengkonstruksian pengetahuan dalam
konteks sosial sehingga peran guru menjadi jelas dalam membantu anak mencapai
kemandirian. Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konseptual dari individual
ke kolaborasi, interaksi sosial, dan aktivitas sosiakultural. Pengertian belajar
menurut konstruktivisme sosial adalah proses perubahan perilaku yang terjadi
sebagai akibat munculnya pemahaman baru yang dibangun dalam konteks sosial
sebelum menjadi bagian pribadi individu.
Menurut Santrock (2008) salah satu asumsi penting dari konstruktivisme
sosial adalah situated cognition yaitu ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan
(disituasikan) dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang.
Konsep situated cognition menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan
dihubungkan pada konteks di mana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jadi
idealnya, situasi pembelajaran diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia
nyata. Dari uraian di atas maka secara garis besar perbedaan antara
konstruktivisme kognitif dan konstruktivisme sosial sebagai berikut:

Tabel 1. Perbedaan antara konstruktivisme kognitif dan konstruktivisme sosial


Aspek
Pengetahuan

Konstruktivisme Kognitif
Dibangun secara individual dan
internal. Sistem pengetahuan
secara aktif dibangun oleh
pebelajar berdasarkan struktur
yang sudah ada
Pandangan
Menimbulkan disequilibration
terhadap
yang mendorong individu
interaksi
mengadaptasi skema-skema
yang ada
Belajar
Proses asimilasi dan akomodasi
aktif pengetahuan-pengetahuan
baru ke dalam struktur kognitif
yang sudah ada
Strategi belajar Experience based & discovery
oriented
Peran guru
Minimal & lebih membiarkan
siswa menemukan sendiri ide
sehingga posisi guru sebagai
pengajar menjadi kabur

Konstruktivisme Sosial
Dibangun dalam konteks sosial
sebelum menjadi bagian pribadi
individu

Meningkatkan pemahaman yang


telah ada sebelumnya dari hasil
interaksi
Integrasi siswa ke dalam
komunitas pengetahuan.
Kolaborasi informasi baru untuk
meningkatkan pemahaman
Sharing & Cooperative learning
Penting dalam membantu
(scaffolding) siswa mencapai
kemandirian melalui interaksi
sosial.

E. PROSES BELAJAR MENURUT TEORI KONSTRUKTIVISME


Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan konstruktivisme
dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1. Proses belajar konstruktivisme
Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif,
bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam
diri

siswa,

melainkan

sebagai

pemberian

makna

oleh

siswa

kepada

pengalamannya melalui prosesnya asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada

pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi


prosesnya dari pada segi perolehan pangetahuan dari fakta-fakta yang terlepaslepas. Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut
tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi
dalam jaringan sosial, yang unik yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun
di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan siswa dalam memperolah gagasannya,
bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan
pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem
penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya.
2. Peran Siswa (Si-Belajar)
Menurut pandangan konstruktivisme, belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia
harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi
makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus
mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal
bagian terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya
gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat
dikatakan bahwa hakekatnya kendala belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstruktivisme memandang siswa sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal
tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh
karena itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak
sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar
pembelajaran dan pembimbingan.
3. Peranan Guru
Dalam belajar kostruksi guru atau pendidik berperan membantu agar
proses

pengkonstruksian

pengetahuan

oleh

siswa

untuk

membentuk

pengetahuaanya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau
cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satusatunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemampuannya.
Peranan guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendali, yang meliputi;
a) Menumbuhkan kamandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil
keputusan dan bertindak.

b) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan


meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
c) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa
mempunyai peluang optimal untuk latihan.
4. Sarana belajar
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar
adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala
sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siwa di beri kebebasan untuk
mengungkapkan pendapat dan pemikiranya tentang sesuatu yang di hadapinya.
Untuk menyampaikan pengalaman yaitu menyajikan bahan kepada murid-murid
yang sekiranya tidak mereka peroleh dari pengalaman langsung. Ini dapat di
lakukan dengan melalui film, TV, rekaman suara, dan lain-lain. Hal ini merupakan
pengganti pengalaman yang langsung.
5. Evaluasi
Pandangan konstruktivisme mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada
pengalaman.

F. IMPLIKASI TEORI KONSTRUKTIVISME


Menurut Karli H dan Margaretha (2004, hlm.17) Implikasi dari teori
konstruktivisme meliputi empat tahapan, yaitu: apersepsi, eksplorasi, diskusi dan
penjelasan konsep serta pengembangan konsep dan aplikasi. Berikut penjelasan
tahap-tahap model konstruktivisme:
1. Apersepsi, pada tahap ini siswa didorong untuk mengemukakan pengetahuan
awalnya tentang konsep yang dibahas. Bila perlu guru memancing dan
memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena yang sering terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang dibahas. Siswa diberi

kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang


konsep.
2. Eksplorasi, pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan data dalam suatu kegiatan yang telah
dirancang oleh guru kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan
kelompok lain.
3. Diskusi dan penjelasan konsep. Pada tahap ini saat siswa memberikan
penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan
penjelasan guru, sehingga siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepnya.
4. Pengembangan dan aplikasi. Pada tahap ini guru berusaha menciptakan iklim
pembelajaran. Yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalahmasalah yang berkaitan dengan isu-isu di lingkungan.

G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI KONSTRUKTIVISME


1. Kelebihan:
a) Pembelajaran konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan
bahasa siswa sendiri.
b) Pembelajaran konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang
siswa.
c) Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir
tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif,

10

imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan


gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d) Pembelajaran konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh
kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks.
e) Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta
memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan
mereka.
f) Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang
kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling
menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
2. Kelemahan:
a) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
b) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya
sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa
memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
c) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas
siswa.

F. KESIMPULAN

11

Pembelajaran

konstruktivisme

adalah

pembelajaran

yang

lebih

menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya
dalam mengkonstruksi pengalaman. Proses belajar jika dipandang dari pendekatan
kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar
ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui prosesnya asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutahkiran struktur kognitifnya.
Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada
teori behahioristik banyak di dominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi
pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan
memberikan

respon

sesuai

materi

yang

diceramahkan.

Pembelajaran

konstruktivisme membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi


informasi baru. Tranformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru yang
selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru.

DAFTAR PUSTAKA
Corey, G.( 1993). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.
Belmont,CA:Brooks/Cole.
Santrock, J. W. (2008). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua (terjemahan). Jakarta:
Kencana.
Slavin, R. E.( 2006). Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek Edisi Kedelapan
(Jilid 2). Jakarta: PT Indeks.
Dibyo, Bambang. (2013). Teori dan Pembelajaran Konstruktivistik dan
Implikasinya dalam setting bimbingan konseling. [online]. Diakses dari

12

https://bambangdibyo.wordpress.com/2013/03/16/teori-belajar-dan-pembelajarankonstruktivistik-dan-implikasinya-dalam-setting-bimbingan-konseling/
Fira, Hana. (2010). Sejarah Perkembangan Teori. [online]. Diakses dari
http://hanafira.blogspot.co.id/2010/08/sejarah-perkembangan-teori.html
Prima, Ade. (2012). Teori Konstruktivisme. [online]. Diakses dari http://adeprima.blogspot.co.id/2012/09/teori-konstruktivisme.html
Rahmadani, Ervi. (2013). Teori-Teori Belajar Kontruktivisme. [online]. Diakses
dari
http://ervirahmadani22a.blogspot.co.id/2013/12/teori-teori-belajar
kontruktivisme.html

13

Anda mungkin juga menyukai