LP Stroke Infark Emboli
LP Stroke Infark Emboli
LP Stroke Infark Emboli
oleh
Desi Rahmawati, S.Kep.
NIM 122311101021
(..................................................) (................................................)
NIP. NIM
Pembimbing Akademik ,
(...........................................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE INFARK EMBOLI
Oleh: Desi Rahmawati, S.Kep
b. Sistem ventrikulus
Selain lapisan meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal
(CSS) di subarachnoid space. Cairan ini menyebabkan otak dapat
mengapung sehingga mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang
dipengaruhi oleh gravitasi dan juga meilndungi otak dari guncangan yang
Gambar 1. Lapisan Meninges
mungkin terjadi. CSS ini terletak dalarn ventrikel. Volume total CSS
sekitar 125 ml dan daya tahan hidupnya sekitar 3 jam Price & Wilson,
2004).
2. Anatomi fisiologi otak
Gambar 2. Otak
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori (Sloane, 2003).
b. Sistem limbik
Sistem limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi,
aktivitas emsiaonal terutama aktivitas perilaku tidak sadar (Sloane, 2003).
Bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008) Sistem limbik
merupakan suatu pengelompokan fungsional yang mencakup komponen
serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem limbik
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah
laku individu.
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan.
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar
dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan.
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
5) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi
takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.
c. Cerebellum
Gambar 3. yang
Cerebellum adalah struktur kompleks Lobusmengandung
otak lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Cerebellum memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional
yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter
secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
d. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.Batang otak terdiri dari tiga
bagian menurut Puspitawati (2009) sebagai berikut:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi
pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak
sadar) seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan
midbrain disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons
berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
Gambar 4. Brainstem
Otak terbagi menjadi Hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan bertugas
mengendalikan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Hemisfer otak
mengandung banyak nervus yang memiliki fungsi masing-masing dalam
kehidupan. Adapun letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak
dapat dilihat pada gambar berikut.
Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, dan kemudian terbawa arus
darah sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak. Stroke
kardioemboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala
dan tanda yang sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat suatu emboli yang
berasal dari jantung. Stroke kardioemboli awitannya dimulai dengan defisit
neurologik fokal yang dapat menjadi lebih berat, dasar diagnosa klinik
dibuktikan dengan adanya sumber emboli dari jantung dan tidak ditemukannya
penyebab lain dari strokenya (Japardi,2002).
3) Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot
jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang
paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena
memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat
lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.
4) Diabetes mellitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Siregar F (2002) didapatkan
hasil, bahwa penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena
stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita
diabetes mellitus.
5) TIA (Transient Ischemic Attack)
TIA merupakan stroke ringan, yaitu serangan yang terjadi saat
pasokan darah ke otak mengalami gangguan sesaat. TIA
merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak
dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik
dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi
biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan
mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika
diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para Klien ini akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama.
6) Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang
relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan
aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat
dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan
ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron,
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat
lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL
paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat
pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan
atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak
dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL
<40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun
di otak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dedy Kristofer (2010)
didapatkan hasil bahwa 4dari 3 Klien yang mengalami stroke non
hemoragik, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%,
hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang
tinggi 69,8%.
7) Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya
umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner
dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body
mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi
badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99
kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah
obesitas.
8) Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali
lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar.
Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan
kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga
mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya
proses gumpalan darah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Siregar F (2002) didapatkan hasil bahwa kebiasaan merokok
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.
.
5. Patofisiologi
Stroke infark emboli merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan emboli yaitu katup-
katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark
miokardiam, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil.
Endocarditis oleh bakteri dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium (Muttaqin, 2008).
Emboli bisa didapat dari jantung, arteri ekstrakranial atau emboli
paradoksikal yang melalui rongga patent foramen ovale. Punca
terdapatnya emboli kardiogenik adalah thrombus valvular (mitral stenosis,
endokarditis), trombus mural (miokardium infark [MI], atrial fibrilation
[AF], severe congestive heart failure [CHF]) dan atrial myxoma. MI
diasosiakan dengan 2-3% kejadian stroke embolik yang 85% terjadi
dalam bulan pertama setelah MI (Muttaqin, 2008). Aliran darah ke otak
berasal dari arkus aorta sehingga emboli yang lepas dari ventrikel kiri
akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan
arteri brakhiosefalik. Jaringan otak sangat sensitif terhadap obstruksi
aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat
menimbulkan gangguan neurologis yang berat. Sejumlah tipe material
dapat dibawa melalui aliran darah dan berhenti di sirkulasi serebral
menjadi tromboembolus, yang dapat mencetuskan stroke iskemik. Di
antara material tersebut, emboli dari jantung merupakan penyebab
tersering.
Trombus intrakardial terbentuk bila terdapat kelainan pada katub
atau dinding rongga jantung, trombus ini terbentuk bila terjadi gangguan
irama jantung sehingga terjadi keadaan yang relatif statis pada atrium
seperti pada atrial fibrilasi dan sick sinus sindroma. Emboli dapat juga
terbentuk dari tumor intra kardial, dan pada keadaan yang jarang sekali
dari pembuluh darah vena (pada emboli paradoxical). Beberapa
mekanisme pembentukan emboli pada kelainan jantung di antaranya:
1) Secara mekanis
Misalnya pada atrial fibrilasi, perubahan fungsi mekanik dari
atrium yang timbul setelah gangguan irama mungkin berkorelasi
dengan timbulnya emboli. Endokardium mengoptimalkan jantung
dengan mengatur kontraksi dan relaksasi miokardium, yang hanya
terjadi pada endokardium utuh. Pada endokardium yang rusak,
trombus dapat menimbulkan respons inotropik pada miokardium
yang bersangkutan dan menimbulkan kontraksi tidak seragam,
sehingga memicu pelepasan trombus menjadi emboli.
2) Stagnasi aliran darah
Pada keadaan seperti fibrilasi atrium, kontraksi yang timbul tidak
adekuat untuk pengisian dan ejeksi ventrikel. Hal yang sama juga
terjadi pada kardiomiopati dilatasi, infark miokard, dan gagal
jantung kongestif. Stagnasi aliran darah di jantung menyebabkan
keadaan hiperkoagulasi yang kemudian mencetuskan pembentukan
emboli.
3) Lain-lain
Reaksi inflamasi di jantung, misalnya akibat vegetasi endokarditis
infektif atau pemakaian katup prostetik, dapat mencetuskan
pembentukan trombus. Pemecahan trombus oleh enzim proteolitik
endokardial berisiko menimbulkan emboli. Pada keadaan lain,
seperti myxoma pada jantung dan emboli yang timbul, mungkin
merupakan pecahan fragmen tumor yang sebelumnya melekat pada
dinding atrium. Pada kasus foramen ovale persisten, emboli yang
terbentuk bersifat paradoks. Emboli yang berasal dari pembuluh
darah vena dapat masuk ke peredaran darah arteri melalui foramen
ovale jika dijumpai pintas kanan ke kiri (Muttaqin, 2008).
Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli
ulang pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri
media merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna, dan
arteri cerebri media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri
karotis interna. Medula spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli
dari abdomen danaorta dapat menimbulkan sumbatan aliran darah ke
medulla spinalis dan menimbulkan gejala defisit neurologis
6. Manifestasi Klinis
1) Lobus Frontal
a) Defisit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu
menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b) Defisit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c) Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi
terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental
dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2) Lobus Parietal
a) Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi
superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon
terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b) Defisit bahasa/komunikasi
(1) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat dipahami)
(2) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
(3) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
(4) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
(5) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).
(6) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
(7) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
(8) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
(9) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak
dengan tepat)
(10) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan
melalui indra)
(11) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
(12) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau
tempat
(13) Disorientasi kanan kiri
3) Lobus Occipital: defisit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,
diplobia(penglihatan ganda), buta.
4) Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.
7. Komplikasi
Muttaqin (2008) mengatakan bahwa ada beberapa komplikasi infark
emboli:
a. Dalam hal imobilisasi
- Infeksi pernafasan (Pneumoni),
- Nyeri tekan pada dekubitus.
- Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
- Nyeri pada punggung,
- Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
- Epilepsy
- sakit kepala
- Hipoksia serebral
- Herniasi otak
- Kontraktur
Nurarif & Kusuma (2013) menyebutkan bahwa komplikasi lain
yang umumnya terjadi adalah sebagai berikut.
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri, defisit neurologis cenderung memberat, herniasi,
infark miokard, kematian.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari)
Pneumonia akibat imobilisasi lama, infark miokard, emboli paru,
stroke rekuren, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas.
c. Komplikasi jangka panjang (>14 hari)
Stroke rekuren, infark miokard, penyakit vaskuler perifer.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksan fisik neurologis
1) Saraf Cranial
Pemeriksan saraf cranial meliputi:
a) Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)
Klien disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan apakah klien
mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk hasil yang
valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang berbeda.
Klien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya
cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi
dan bila tidak dapat mencium sama sekali disebut anosmi.
b) Pemeriksaan N. II : Optikus
Fungsi : Sensorik khusus melihat
Tujuan pemeriksaan :
a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus menggunakaan
snellen
b. Pemeriksan lapangan pandangan menggunakan metode
konfrontasi dari donder 1.
c. Memeriksa keadaan papil optic.
c) Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1) Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka
batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang
sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak
mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,
atau bila Klien mendongakkan kepal ke belakang/ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata
secara kronik pula.
2) Gerakan bola mata.
Klien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau
ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekaligus
ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada
tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata
(pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling)
dan deviasi conjugate ke satu sisi.
d) Pemeriksaan N. IV Trokhlearis Fungsi : Somatomotorik
Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.
Yang diperiksa adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2
mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran
pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5 mm), bentuk
pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor/sama,
aanisokor/tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila
tampak kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil).
Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan
funduskopi).
e) Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi : Somatomotorik, somatosensory.
a. Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, yitu
menutup mulut, menggerakkan rahang ke bahwa dan samping
dan membuka mulut.
b. Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi,
mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal dan
sebagian mukosa hidung.
c. Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas
rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus
maksilaris dan mukosa hidung.
d. Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas
rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan
lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.
Cara pemeriksaan fungsi motorik :
a. Klien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita
raba m. Masseter dan m. Temporalis, perhatikan besarnya,
tonus serta bentuknya.
b. Kemudian Klien disuruh membuka mulut dan perhatikan
apakah ada deviasi rahang bawah.
c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah
yang lumpuh
Cara pemeriksaan fungsi sensorik :
a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu
daerah yang dipersyarafi.
b. Periksa reflek kornea
f) Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini
menyebabkan lirik mata ke arah temporal. Untuk N. III, IV dan VI
fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan otot
mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Cara
pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
1. Memperhatikan celah matanya, apakah ada ptosis, eksoftalmus
dan strabismus/juling dan apakah ia cendrung memejamkan
matanya karena diplopia.
2. Untuk menilai m. Levator palpebra, Klien disuruh memejamkan
matanya, kemudia disuruh ia membuka matanya.
3. Waktu Klien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan
jalan memegang / menekan ringan pada kelopak mata.
4. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
5. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan
kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau
tidak rata tepinya.
g) Pemeriksaan N. VII FasialisFungsi : Somatomotorik, viseromotorik,
viserosensorik, pengecapan, somatosensorik.
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat Klien diam dan atas
perintah (tes kekuatan otot) saat Klien diam diperhatikan :
a. Asimetri wajah
b. Kelumpuhan nervus VII dapat menyebabkan penurunan
sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta
lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis
bilateral wajah masih tampak simetrik
c. Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang
tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya
d. Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
b. Tes kekuatan otot
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudian
pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan
kekuatan kanan dan kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)
4. Bersiul dan mencucu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5. Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan udara dari pipi
masing-masing.
6. Menarik sudut mulut ke bawah.
c. Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan
pada salah satu sisi lidah.
h) Pemeriksaan N. VIII Akustikus/vestibulokoklealis
Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber
Cara untuk menilai keseimbangan :
e. Tes romberg yang dipertajam :
- Klien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain,
tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain
- Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
- Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang
dipertajam selama 30 detik atau lebih
b. Tes melangkah di tempat
-
Klien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup,
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan berjalan seperti biasa
-
Suruh Klien untuk tetap di tempat
-
Tes abnormal jika kedudukan Klien beranjak lebih dari 1 m
dari tempat semula atau badan berputar lebih 30
i) Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
Fungsi: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
pengecapan, somatosensorik
Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior
faring Klien. Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif),
negative bila tidak ada reflek muntah.
j) Pemeriksaan N. X Vagus
Fungsi: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
somatosensorik
N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi
motorik :
- Klien disuruh menyebutkan aaaaaa
- Perhatikan kualitas suara Klien, apakah suaranya normal,
berkurang, serak atau tidak sama sekali.
- Klien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
- Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan /
disfagia
- Klien disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum
mole, arkus faring dan uvula dalam keadaan istirahat dan
bagaimana pula waktu bergerak, misalnya waktu bernafas atau
bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang
sehat.
k) Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi : Somatomotorik (reaksi menerima rangsang).
Cara Pemeriksaan :
a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus
dilakukan dengan cara :
- Klien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan
oleh otot ini dan kita tahan gerakannya.
- Kita gerakkan bagian badan Klien dan disuruh ia
menahannya.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.
c. Lihat otot trapezius
- apakah ada atropi atau fasikulasi,
- apakah bahu lebih rendah,
- apakah skapula menonjol
- Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu Klien
- Suruh Klien mengangkat bahunya dan kita tahan.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.
l) Pemeriksaan N. XII Hipoglosus
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Suruh Klien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam
keadaan istirahat dan bergerak
b. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
- besarnya lidah,
- kesamaan bagian kiri dan kanan
- adanya atrofi
- apakah lidah berkerut
d. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan
i. Refleks Patologis
- Babinsky : penggoresan telapak longlegs bagian lateral dari posterior
ke anterior. Respon : ekstensi ibu jari longlegs dan pengembangan
jari longlegs lainnya.
Gambar 13. Pemeriksaan Reflek Babinski
- Chadock : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar
maleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respon : seperti
babinsky.
c. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan yang dapat di lakukan dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya adalah sebagai berikut.
1) CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling
awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya
kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
2) MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi stroke
non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada
setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan
dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
herniasi otak
reseptor nyeri:
nosireseptor
Nyeri akut
Iskemik Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral
Infark di
bartang otak
Infark di cerebrum
Gangguan
pada medulla
oblongata
Kelemahan
otot-otot
pernapasan
Ketidakefektifan
pola nafas Gangguan
fungsi N. XII
Gangguan
menelan
D. Data yang perlu dikaji
a) Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan
juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga
dapat mempengaruhi.
b) Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran Klien.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
e) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus,
atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f) Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perubahan hubungan dan peran terjadi karena Klien kesulitan untuk
berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan
terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
g) Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi
bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
Pemeriksaan fisik nervus cranial :
1) Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang
hidung Klien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada
lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau.
2) Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan
pemeriksaan oftalmoskopi.
3) Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan
akomodasi.
4) Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas,
bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.
5) Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea
dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya Klien
akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi,
pemeriksaan cabang motorik pada pipi.
6) Nervus abdusen dengan cara Klien di suruh menggerakan sisi mata ke
samping kiri dan kanan.
7) Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua
pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
8) Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,
keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
9) Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga
posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
10) Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
11) Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, Klien di suruh memutar kepala sesuai
tahanan yang di berikan si pemeriksa.
12) Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di
julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi
lesi.
Pada Klien stroke infark, gangguan nervus cranial yang biasanya terjadi
adalah :
E. Diagnosa Keperawatan
a) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen di otak (00204)
b) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis
ditandai dengan perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu, dan
penggunaan otot pernapasan tambahan (00032)
c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan secret (00031)
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular ditandai dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi,
pergerakan lambat, dan keterbatasan melakukan keterampilan motorik
halus dan kasar (00085)
e) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak ditandai dengan kesulitan mengekspresikan pikiran secara
verbal, sulit bicara, pelo, dan kesulitan menyusun kata (00051)
f) Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan dengan
hemiparese/hemiplegi akibat gangguan neuromuscular ditandai dengan
ketidakmampuan mengakses kamar mandi ketidakmampuan
menjangkau sumber air, dan ketidakmampuan membasuh tubuh
g) Risiko dekubitus berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan terjadinya kekakuan atau kesulitan bergerak satu atau
lebih bagian tubuh (00249)
h) Risiko cedera berhubungan dengan gangguan neuromuscular di tandai
dengan penurunan kekuatan dan ketahanan otot (00035)
i) Ganggaun menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranial
(00103)
j) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
fusngsi menelan ditantai dengan anoreksia (00002)
k) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
l) Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelemahan fisik (00093)
m) Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak jelas dan
krisis situasi (00146).
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Kolaborasi
G. Disharge Planning
Stroke Prevention:
1. Kontrol TD (hipertensi)
2. Turunkan kolesterol: kurangi intake lemak (Saturated fat)
3. Hindari merokok
4. Kontrol DM
5. Jaga keseimbangan BB
6. OR teratur
7. Kelola stress
8. Hindari alkohol
9. Hindari minum sembarang obat
Diet sehat stroke, meliputi konsumsi:
1. Buah dan sayuran yang mengandung kalium, folat dan antioksidan
2. Serat
3. Calsium
4. Produk kacang-kacangan (kedelai)
5. Makanan yang mengandung omega 3
- Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di
rumah (misalnya kunjungan rumah oleh tim kesehatan)
- Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan
Klien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan
mengajarkan tindakan yang dibutuhkan
- Latihan ROM pasif/aktif
- Mekanisme koping positif
DAFTAR PUSTAKA