Controlled Group Design Yang Dilakukan Pada Pasien Yang Mengalami Hipotermi Post
Controlled Group Design Yang Dilakukan Pada Pasien Yang Mengalami Hipotermi Post
Controlled Group Design Yang Dilakukan Pada Pasien Yang Mengalami Hipotermi Post
Abstrak
Pendahuluan
Di Indonesia, selama ini belum didapatkan data yang konkrit tentang angka kejadian
hipotermi pasca bedah pada pasien yang dilakukan tindakan operasi dengan anestesi
regional, namun dari hasil data statistic dan penelitian didapatkan bahwa 40% - 60%
pasien dengan anestesi spinal mengalami komplikasi pasca bedah terjadinya hipotermi
(Sasongko, 2005 dalam Nazma D, 2008).
Di Ruang Bedah Sentral RSUD Palembang BARI pada tahun 2009 ratarata dari 1800
kegiatan pembedahan yang dilakukan dengan anestesi regional/spinal berjumlah 732
(40,6%) tahun 2010 dari 1920 pembedahan yang dilakukan dengan anestesi
regional/spinal berjumlah 903 (47,0%) kasus.
Dari studi awal yang dilakukan didapatkan hasil dari 10 pembedahan dengan anestesi
regional/spinal sebanyak 6 pasien (60%) terjadi komplikasi berupa hipotermi dengan
suhu badan antara 34,0C s.d. 34,5C.
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kursun S dan Dranali A (2004)
didapatkan beda rata-rata kecepatan kembalinya suhu tubuh normal pada pasien yang
mengalami hipotermi antara yang diberi selimut hangat dan yang diberi selimut tebal.
Pada kelompok selimut hangat tercatat waktu rata-rata 70,5 menit untuk kembali ke
suhu normal (36C) sementara pada kelompok selimut tebal waktu rata-rata 90,0 menit.
Landasan Teori
Hipotermi adalah keadaan dimana suhu inti tubuh di bawah batas normal fisiologis
(normotermi adalah 36.6C sampai 37,5C) yang selalu terjadi diruang pulih sadar
sebagai akibat sekunder dari suhu yang rendah diruang operasi, infus dengan cairan yang
dingin, inhalasi dengan gas yang dingin, cavitas atau luka yang terbuka, aktivitas otot
yang menurun, usia yang lanjut atau agent obat-obatan yang digunakan (Brunner &
Suddarth 2002).
Pembedahan merupakan trauma buatan yang akan menimbulkan perubahan faal
sebagai respon dari trauma itu sendiri. Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada
pasien pasca bedah dini adalah kejadian hipotermi dan reaksi menggigil sebagai
mekanisme kompensasi tubuh terhadap hipotermi tersebut.
Diduga ada tiga penyebab terjadinya hipotermia pada anestesi regional/spinal yaitu
redistribusi panas internal dari kompartemen sentral ke perifer, hilangnya termoregulasi
vasokonstriksi serta berubahnya nilai ambang vasokonstriksi dan nilai ambang menggigil
(Roy JD, 2004). Bila sudah terjadi hipotermia untuk meningkatkan temperatus inti tubuh
sebagai kompensasinya tubuh akan menggigil.
Adapun penanganan hipotermi menurut Mancini, Marry (1994) membagi
berdasarkan derajat hipotermi, yaitu : (1) pada suhu antara 32C sampai 35C, dilakukan
pemberian metoda pemasangan eksternal pasif yaitu pemberian selimut hangat. (2) pada
suhu kurang dari 32C, dapat diberikan 2 metode yaitu pemanasan eksternal aktif.
Dengan cara botol yang berisi air hangat diletakkan pada permukaan tubuh pasien,
melakukan perendaman pada bak air yang berisi air hangat dengan suhu 40C dan
pemberian matras hangat serta metoda pemanasan internal aktif, dengan cara :
pemberian cairan intra vena yang telah dihangatkan, lavage lambung hangat, lavage
peritoneum hangat, lavage colon hangat, lavage mediastinium hangat dan pemberian
oksigen hangat.
Metodologi Penelitian
Analisa data terdiri atas analisa univariat, untuk variable kecepatan kembalinya suhu
tubuh normal dianalisis nilai mean, median, standar deviasi, minimum dan maksimum.
Pada masing-masing kelompok diukur rata-rata kecepatan kembalinya suhu tubuh
normal pada Contingency Interval 95% (Estimasi Interval pada CI 95%) dan analisis
bivariat untuk melihat pengaruh tindakan keperawatan pemberian selimut hangat pada
pasien yang mengalami hipotermi post operasi dengan anestesi spinal terhadap
kecepatan kembalinya suhu tubuh normal, uji statistic yang digunakan adalah Uji T
Independent dengan tingkat kemaknaan 95 % (alpha = 0,05) dengan catatan sebaran data
normal setelah dilakukan uji normalitas data.
Jika sebaran data tidak normal maka dilakukan uji alternative Mann-Whiteney Test.
Beda rata-rata kecepatan kedua kelompok diuji signifikasinya, jika didapatkan nilai P
0,05 berarti ada beda atau ada pengaruh tindakan perawatan pemberian selimut
hangat terhadap kecepatan kembalinya suhu tubuh normal dan jika diapatkan nilai P >
0,05 berarti tidak ada beda atau tidak ada pengaruh.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1
Rata-rata Kecepatan Waktu (menit) Kembalinya Suhu Tubuh Normal pada Kelompok
Selimut Hangat (K1) Pasien Post Operasi dengan Spinal Anestesi di Ruang Bedah Sentral
RSUD Palembang BARI Tahun 2011
Dari hasil analisa univariat didapatkan bahwa rata-rata kecepatan waktu yang
diperlukan untuk mencapai suhu adalah 37,64 menit, nilai tengah (median) 38,00 menit,
waktu tercepat adalah 31 menit, waktu terlama adalah 44 menit dengan standar deviasi
4,21 menit. Pada 95% CI didapatkan bahwa waktu tercepat untuk mencapai suhu normal
pada kelompok selimut hangat adalah 35,90 menit dan waktu terlama adalah 39,38
menit.
Tabel 2
Rata-rata Kecepatan Waktu (menit) Kembalinya Suhu Tubuh Normal pada Kelompok
Selimut Tebal (K2) Pasien Post Operasi dengan Spinal Anestesi di Ruang Bedah Sentral
RSUD Palembang BARI
Tahun 2011
Dari hasil analisa univariat didapatkan bahwa rata-rata kecepatan waktu yang
diperlukan untuk mencapai suhu adalah 80,36 menit, nilai tengah (median) 80,00 menit,
waktu tercepat adalah 75 menit, waktu terlama adalah 44 menit dengan standar deviasi
86 menit. Pada 95% CI didapatkan bahwa waktu tercepat untuk mencapai suhu normal
pada kelompok selimut tebal adalah 79,01 menit dan waktu terlama adalah 81,71 menit.
Tabel 3
Analisa Bivariat Pangaruh Tindakan Perawatan Pemberian Selimut Hangat terhadap
Kecepatan Waktu Kembalinya Suhu Tubuh Normal di Instalasi Bedah Sentral RSUD
Palembang BARI
Tahun 2011
Dari data di atas didapatkan rata-rata kecepatan waktu kembalinya suhu tubuh normal
(34,5C - 36C) pada kelompok yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian
selimut hangat adalah 37,64 menit dengan standar deviasi 4,21 menit, sedangkan pada
kelompok yang mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut tebal adalah
80,36 menit dengan standar deviasi 3,28 menit. Hasil uji statistic didapatkan nilai P =
0,000 (P ) yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara responden yang
mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut hangat (K1) dengan yang
mendapatkan tindakan keperawatan pemberian selimut tebal (K2). Dengan demikian
berarti ada pengaruh tindakan perawatan pemberian selimut hangat terhadap kecepatan
kembalinya suhu tubuh normal.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
Serife Kursun dan Alev Dramali (2004), dimana menurut penelitian tersebut waktu yang
diperlukan untuk mencapai suhu tubuh normal pada kelompok intervensi (selimut elektrik
blanket) adalah rata-rata 70 menit sementara rata-rata kecepatan waktu yang didapat oleh
peneliti pada penelitian ini adalah 37,64. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada hasil
yang didapat, menurut analisa peneliti hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan
kriteria inklusi responden penelitian dimana pada penelitian terdahulu tidak membedakan jenis
anestesi yang diberikan kepada pasien, sementara pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti
hanya dilakukan pada pasien pada responden dengan anestesi spinal. Jenis dan lamanya
pembedahan juga bisa mempengaruhi derajat hipotermi, pada penelitian yang dilakukan oleh
peneliti mayoritas pembedahan adalah section caesaria.
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu normal pada kelompok control
(selimut tebal) pada penelitian yang dilakukan oleh Serife Kursun dan Alev Dramali (2004)
adalah 90 menit. Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang adalah 80,36
menit. Terdapat perbedaan tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan.
Menurut Mancini, Marry (1994) dalam Darmawan I (2009) kecepatan kembalinya suhu
tubuh ke normal pada kelompok selimut hangat dipengaruhi oleh proses radiasi, konveksi dan
konduksi. Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek
lain. Selimut yang hangat memungkinkan terjadi perpindahan panas dari permukaan selimut ke
permukaan tubuh pasien yang lebih dingin.
Selain radiasi, konveksi dan konduksi juga diyakini merupakan hal yang dapat
mempercepat kembalinya suhu tubuh normal pada kelompok selimut hangat (K1)
Pada kelompok selimut tebal rata-rata waktu kembalinya suhu tubuh normal cenderung
lebih lambat, hal ini dipengaruhi oleh karena tidak adanya perpindahan panas dari selimut tebal
ke permukaan tubuh, sehingga bantuan dari lingkungan untuk membantu tubuh segera kembali
normal hampir tidak ada. Selimut tebal lebih berfungsi mengurangi terpaparnya tubuh dengan
suhu lingkungan pada ruangan pemulihan yang dingin.
Masih menurut Mancini, Marry (1994) dalam Darmawan I (2009) perpindahan panas
akan berlangsung dengan cepat pada dua objek yang berbeda suhu dan akan berhenti ketika
suhu pada kedua obyek sama, datu kecepatan perpindahan panas berbanding lurus dengan
perbedaan suhu dua buah objek.
Menurut Nazma D (2008) keadaan hipotermi dapat meningkatkan konsumsi oksigen
100 % - 600 %, dan meningkatkan resiko angina dan aritmia pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler. Morbiditas yang mungkin terjadi dilaporkan cukup bermakna adalah
peningkatan kebutuhan metabolic (hal ini dapat membahayakan pada pasien dengan cadangan
hidup yang terbatas dan yang berada pada resiko kejadian koroner), menimbulkan nyeri pada
luka, meningkatkan produksi CO2, denyut jantung, memicu vasokonstriksi dan dengan
demikian meningkatkan resistensi vaskuler, tekanan darah dan volume jantung sekuncup
sehingga terjadi peningkatan takanan intraokuler dan intra cranial. Sebagai tambahan resiko
perdarahan dan infeksi luka bedah akan meningkat pada pasien hipotermi.
1. Kesimpulan :
a. Rata-rata kecepatan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu tubuh normal
pada kelompok selimut hangat (K1) adalah 37,64 menit dengan standar deviasi
4,21 menit
b. Rata-rata kecepatan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu tubuh normal
pada kelompok selimut tebal (K2) adalah 80,36 dengan standar deviasi 3,28 menit
c. Terdapat beda rata-rata kecepatan waktu kembalinya suhu tubuh normal antara
kelompok selimut hangat (K1) dan kelompok selimut tebal (K2). Dari hasil uji
statistic pada = 0,05 didapatkan nilai P = 0,000 (P ) berarti ada pengaruh
tindakan keperawatan pemberian selimut hangat terhadap kecepatan kembalinya
suhu tubuh normal pada pasien yang mengalami hipotermi post operasi dengan
anestesi spinal.
2. Saran
Hasil dari penelitian ini hendaknya bisa dijadikan sebagai dasar penetapan prosedur
tetap tentang tata cara perawatan pasien di Ruang Pemulihan terutama pada setiap
pasien yang dilakukan pembedahan dengan anestesi spinal sehingga kerugian dari
kejadian hipotermi yang lebih lanjut dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, I, dr, (2009, Maret 28). Efek Asering (Acetat Ringers Solution) dalam
Mempertahankan Suhu Inti dari Pasien Bedah, diunduh dari
http://http//repositori.usu.ac.id/bitstream/12345678/22687/4/Chapter%20II
.pdf
Kursun, S dan Dramali, A, Effect Rewarming with Electrical Blanket on the Rewarming
Time of the Patients UNDERGOING abdominal Surgery in the Postoperative
Period, 2011; 21(1): 1-4 , Journal
Nazma, D, 2008, Perbandingan Tramadol 0,5 dan 1 mg/KGBB IV dalam Mencegh
Menggigil dengan Efek Samping yang Mnimal pada Anestesi Spinal, FK USU,
Medan. Diunduh dari
http//repository.usu.ac.id/bitstream/12345678/22687/4/Chapter%20II.pdf
Nursalam, dan Pariani, S. 2001, Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, CV,
Info Medika.
TIM Puslitjaknov 2008, Metode Penelitian Pengembangan, Pusat Penelitian dan Inovasi
Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta
Suzanner C. Smeltzer, dkk, 2001, Suddarth & Brunner, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8 Vol.3, Buku Kedokteran EGC : Jakarta