Referat Alkohol REVISI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA INTOKSIKASI DAN


WITHDRAWAL ALKOHOL

Pembimbing

dr. Suryo Dharmono T., Sp. KJ (K)

Disusun oleh:

Hendwell (201806010016)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA DAN PERILAKU


PERIODE 3 DESEMBER 2017 – 7 JANUARI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul “Diagnosis dan Tatalaksana
Intoksikasi dan Wtihdrawal Alkohol”. Referat ini dibuat pada program Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kdokteran Jiwa dan Perilaku di Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan Referat ini juga tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang membantu penulisan Referat ini
1. dr. Suryo Dharmono T, Sp.KJ(K) selaku dosen pembimbing yang ikut serta memberi
masukan dan dukungan kepada penulis selama penyusunan Referat ini.
2. Serta seluruh pihak yang membantu dalam pembuatan referat ini.
Dalam pembuatan Referat ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahan akibat keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran pembaca dalam menyempurnakan Referat ini.
Akhir kata, penulis berharap Referat ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan. Terima Kasih.

Jakarta,

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Alkohol merupakan zat yang dapat mengakibatkan perubahan akut atau kronis pada
sistem saraf. Umumnya alkohol digunakan dalam bentuk minuman beralkohol. Di
Indonesia, terutama di daerah Indonesia Timur dan beberapa tempat di daerah
Sumatera, terdapat 2-3 juta orang yang menggunakan alcohol dari ringan sampai berat.
Di Amerika Serikat terdapat 12-18 juta orang mengalami adiksi alkohol dan problem
drinkers.

Penyalahgunaan alcohol dapat mengakibatkan masalah psikologis yang serius


seperti depresi, gangguan cemas, dan gangguan psikotik. Penyalahgunaan alkohol di
kalangan remaja susah dicegah karena kurangnya pengawasan. Di banyak negara
berkembang, pemerintah umumnya dirasakan bersifat ambivalen, sebab sebagian besar
anggaran belanjanya diambil dari pajak industri minuman beralkohol. Sebagian remaja
sampai usia dewasa “cukup bebas” dan “berkesempatan” menggunakan minuman
beralkohol, laki-laki lebih banyak dari perempuan tetapi populasi peminum perempuan
sekarang semakin meningkat dan pengguna alcohol usia dewasa lebih stabil
menggunakannya secara berkelanjutan.

Kecanduan alkohol merupakan salah satu masalah psikiatri yang paling sering. Pada
Amerika tercatat angka yang mencapai 2 juta kejadian untuk masalah terkait alkohol
termasuk 22.000 angka kematian. Penggunaan alcohol jangka juga panjang dapat
mengakibatkan toleransi, sehingga begitu konsumsi alcohol dihentikan dapat terjadi
gejala putus zat berupa gangguan tidur, hiperaktivitas otonom, dan perasaan cemas dan
gelisah. Karena itu pada masalah sehari-hari seorang dokter harus mempertimbangkan
kemungkinan adanya efek alkohol pada gejala-gejala yang dialami pasien.
Mengingat seringnya terjadi masalah psikiatri dan tingginya angka kematian karena
alkohol, penulis tertarik untuk membuat referat mengenai diagnosa dan tatalaksana
terkait gangguan alkohol khususnya pada intoksikasi dan withdrawal alkohol.

1.2.Tujuan Umum

Mengetahui cara diagnosis dan tatalaksana intoksikasi dan withdrawal alkohol

1.3.Tujuan Khusus
1.3.1. Menambah pengetahuan tentang alkohol
1.3.2. Menambah pengetahuan tentang intoksikasi dan withdrawal alkohol

1.4.Manfaat Penelitian
Membantu kaum medis untuk mengenali gejala dan melakukan penanganan dari
keadaan intoksikasi dan withdrawal alkohol
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Alkohol

Alkohol (ethanol) merupakan produk hasil dari fermentasi buah-buahan atau


gandum dan telah ada lama bahkan sebelum manusia ada di bumi. Manusia telah
mengonsumsialkohol setidaknya sejak 12.000 tahun yang lalu, dan alkohol telah
digunakan sebagai bagian dari upacara-upacara pada kerajaan Babilonia, Yunani, dan
Roma sejak 5000 tahun yang lalu. Saat itu alkohol juga telah digunakan untuk mencari
rasa nikmatnya, nutrisi, dan untuk kegunaan medis.
Peningkatan angka penggunaan ethanol dan prevalensi kemabukan,serta penurunan
fungsi kerja pada awal tahun 1800-an menjadi masalah kesehatan yang cukup
diperhatikan. Saat itu Inggris berusaha mengontrol yang kemudian diikuti dengan
pergerakan untuk menghilangkan penggunaan alkohol secara total oleh Amerika dan
Eropa. Pada Perang Dunia 1 terjadi pelarangan konsumsi alkohol serta produksi
minuman beralkohol, namun pada masa itu alkohol sudah susah untuk dilepaskkan
masyarakat yang menyebabkan pelarangan tersebut susah untuk dilakukan dan akhirnya
minuman beralkohol menjadi legal kembali di Amerika pada tahun 1933.
Setelah pelarangan alkohol tersebut dihentikan, masalah terkait alkohol meningkat
dengan cepat. Saatini jumlah orang yang terkena efek dan total biaya karena masalah
terkait alkohol jauh lebih besar dari masalah karena zat lain.

2.2. Epidemiologi

Psikiatris harus memikirkan tentang penyalahgunaan zat alkohol karena kondisi ini
sering terjadi. Intoksikasi dan withdrawal alkohol dapat menyerupai gangguan psikiatri
berat.
Data dari Wolrd Health Organization (WHO) memperkirakan saat ini jumlah
pecandu alkohol di seluruh dunia mencapai 64 juta orang. Di Indonesia, pada tahun
2013 penyalahgunaan NAPZA mencapai 3.7 juta jiwa (22%). Pada tahun 2014
mengalami peningkatan, Badan Narkotika Nasional (BNN) memperkirakan ada 3.2 juta
orang (1.5%) total populasi) di Indonesia mempunyai riwayat menggunakan NAPZA
diantaranya 46% adalah perilaku minum alkohol.Data dinas penelitian dan
pengembangan (Dislitbang Polri, 2014), pengguna alkohol remaja mulai dari usia 14-16
tahun (47.7%), 17-20 tahun (51,1%) dan 21-24 tahun (31%).

Tabel 2.2.1. Tabel Epidemiologi Penggunaan Alkohol dari “Kaplan and Sadock’s Comprehensive
Textbook of Psychiatry 10th edition”.

Prevalensi seumur hidup dari gangguan terkait alkohol adalah sekitar 15% untuk
laki dan 10% untuk wanita. Usia puncak dari onset gangguan terkait alkohol adalah usia
20-40 tahun. Walaupun demikian, banyak orang yang mengalami gangguan terkait
alkohol mempunyai pekerjaan, keluarga, dan kemampuan fungsional yang relatif cukup
baik.

2.3. Kondisi Komorbid

Gejala psikiatri sementara sangat sering ditemukan saat intoksikasi dan withdrawal
alkohol. Karena itu harus dibedakan antara gangguan psikiatri sementara terkait
penggunaan zat dan gejala psikiatri yang memang membutuhkan pengobatan jangka
panjang.
Gejala psikiatri sementara yang dilaporkan pada pria dan wanita mencapai angka
80% yang mencakup gejala berupa kesedihan dan kecemasan. Gejala-gejala tersebut
dapat menetap dan dapat menjadi semakin berat hingga dapat mencukupi kriteria untuk
gangguan psikiatri berat seperti misalnya episode depresi dan gangguan cemas
setidaknya pada 40% kasus.
Diagnosa psikiatri yang sering berhubungan dengan gangguan terkait alkohol antara
lain penggunaan zat-zat lainnya, gangguan kepribadian anti-sosial, gangguan mood, dan
gangguan cemas. Pada gangguan terkait alkohol juga didapatkan angka bunuh diri yang
lebih tinggi dibandingkan populasi normal walaupun data ini masih diperdebatkan.

2.3.1. Gangguan Kepribadian Anti-Sosial

Hubungan antara gangguan kepribadian anti-sosial dan gangguan terkait


alkohol telah sering dilaporkan. Beberapa penelitian mengatakan bahwa gangguan
kepribadian sering ditemui pada laki-laki dengan gangguan terkait alkohol dan
gejala yang ditimbulkan dapat lebih menonjol dibandingkan gejala terkait alkohol
itu sendiri.

2.3.2. Gangguan Mood

Sekitar 30-40% orang yang mengalami gangguan terkait alkohol


memenuhi kriteria untuk diagnosa depresi berat. Depresi pada orang dengan
gangguan terkait alkhol lebih sering ditemukan pada laki-laki.

Pasien dengan depresi dan gangguan terkait alkohol memiliki resiko besar
untuk bunuh diri dan dapat memiliki gangguan terkait penggunaan zat-zat
lainnya.

2.3.3. Gangguan Cemas

Banyak orang menggunakan alkohol sebagai penghilang rasa cemas. 25-


50% orang yang megnalami gangguan terkait alkohol juga mmemenuhi kriteria
untuk diagnose ganggaun cemas. Fobia dan gangguan panik juga merupakan
komorbiditas yang sering ditemui. Beberapa data menunjukkan bahwa alkohol
juga digunakan untuk mengatasi agoraphobia dan fobia sosial. Tetapi penggunaan
alkohol jarang ditemukan lebih menonjol dibandingkan gangguan panik dan
agoraphobia.
2.3.4. Bunuh Diri

Prevalensi bunuh diri pada pasien dengan gangguan terkait alkohol


mencapai angka 10-15%, walaupun alkohol sendiri juga dapat digunakan sebagai
pencegahan bunuh diri. Kasus bunuh diri pada pasien dengan gangguan terkait
alkohol berhubungan dengan munculnya episode depresi, dukungan psikososial
yang kurang, gangguan medis yang ada bersamaan, pemutusan hubungan kerja,
dan tinggal sendirian.

2.4. Etiologi

Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk minum minuman beralkohol.


Faktor yang mempengaruhi seseorang minum minuman beralkohol untuk pertama kali
antara lain pergaulan, agama, faktor-faktor psikososial, dan juga genetik.

2.4.1. Teori Psikologi dan Sosiokultural

Ada banyak teori tentang alkohol seperti misalnya, penggunaa alkohol


mengurangi ketegangan, membuat seseorang merasa memiliki kekuatan lebih, dan
mengurangi nyeri karena efek psikososial. Namun yang paling banyak diteliti
adalah bahwa alkohol mengurangi ketegangan dan alkohol mengatasi stres
kehidupan sehari-hari. Peminum berat sering dikaitkan dengan stress yang lebih
berat dan masalah yang lebih banyak.

Ekspektasi seseorang terhadap efek dari alkohol juga mempengaruhi


penggunaan alkohol. Ekspektasi positif dari alkohol seperti menghilangkan
kesedihan dan kecemasan, dan performa seksual, dapat meningkatkan angka
penggunaan alkohol.

Faktor psikolgi dan sosiokultural lainnya adalah lingkungan tempat pasien


tinggal, kemudahan akses alkohol, Pendidikan dan kepercayaan agama.
2.4.2. Teori Psikodinamik

Kemampuan alkohol untuk menghilangkan perasaan gelisah dalam dosis


rendah dapat menjadi penyebab seseorang menggunakan alkohol untuk mengatasi
stress. Ada juga teori yang mengatakan bahwa beberapa orang yang
mengkonsumsi alkohol terfiksasi pada perkembangan fase oral sehingga mereka
akan memasukkan sesuatu kemulutunya saat stress.

2.4.3. Pengalaman Masa Kecil

Pada penelitian, anak yang memliki resiko penggunaan alkohol di masa


dewasa memperoleh nilai uji neurokognitif yang lebih rendah dan beberapa
klainan pada Elektroensefalograf.

2.4.4. Teori Genetik

Dikatakan pada penelitian bahwa penggunaan alkohol terpengaruhi oleh


genetik. Pada seseorang dengan keluarga yang juga merupakan pecandu minuman
beralkohol, muncul resiko 3-4x lebih besat untuk muncul masalah terkait alkohol.

Pada penelitian bayi kembar juga didapatkan bahwa bayi kembar identik
emmpunyai tingkat kemiripan yang lebih besar dibandingka bayi kembar
fraternal.

Pada penelitian anak yang diadopsi juga menunjukkan bahwa pada anak
yang orang tuanya mempunyai masalah terkait alkohol memiliki angka
penggunaan alkohol yang lebih itinggi walaupun mereka telah dipisahkan dari
orang tua biologiknya dan tidak mengetahui apapun tentang orang tua
biologiknya.
2.5. Efek Alkohol

Kata “alkohol” merujuk kepada molekul organik yang mempunyai gugus hidroksil
(-OH) yang berikatan dengan karbon yang tersaturasi. Etil alkohol, disebut juga
Ethanol, merupakan bentuk paling sering dari alkohol.

2.5.1. Absorbsi

Sekitar 10% dari alkohol yang dikonsumsi akan diabsorbsi di lambung dan
sisanya akan di absorbsi melalui usus halus. Puncak konsentrasi alkohol bisanya
dicapai dalam 30-90 menit dan biasanya muncul di waktu 45-60 menit, tergantung
apakah alkohol dikonsumsi bersama makanan (absorbsi terhambat) atau dengan
perut kosong (absorbsi lebih cepat). Waktu puncak konsentrasi juga dipengaruhi
kecepatan konsumsi alkohol. Frekuensi minum yang lebih cepat akan
mempercepat waktu puncak sedangkan frekuensi minum yang lebih lambat akan
mengurangi waktu puncak konsentrasi. Absorbsi paling cepat terjadi pada kadar
alkohol 15-30%.

Tubuh manusia mempunyai mekanisme untuk membatasi alkohol yang


masuk dalam tubuh. Saat konsentrasi alkohol di lambung terlalu banyak akan
terjadi sekresi mucus dan penutupan katup pylorus. Hal ini membatasi absorbsi
alkohol dan memcegah alkohol mencapai usus halus dimana terjadi penyerapan
alkohol tidak dibatasi. Karena hal tersebut jumlah alkohol yang tidak diserap
dalam lambung akan meningkat. Penutupan katup pylorus sering menyebabkan
nausea dan muntah.

Begitu alkohol masuk ke aliran darah, alkohol akan di distribusi ke seluruh


tubuh. Karena alkohol larut dalam air, maka organ tubuh yang mempunyai
banyak air akan mempunyai kadar alkohol yang lebih tinggi.
2.5.2. Metabolisme

Sekitar 90% dari alkohol yang diserap akan di metabolism melalui


oksidasi di hati, 10% sisanya akan di ekskresi melalui ginjal dan paru tanpa
diubah. Tubuh manusia dapat memetabolisme sekitar 15mg/dL per jam dengan
kisaran 10-34 mg/dL per jam. Dari angka tersebut, orang normal akan
mengoksidasi ¾ dari minuman beralkohol seberat 1 ons (28 mg) dalam 1 jam.
Pada orang dengan riwayat konsumsi alkohol berlebihan terjadi peningkatan
enzim metabolisme alkohol sehingga terjadi metabolisme alkohol yang lebih
cepat.

Alkohol di metabolism oleh 2 enzim: alkohol dehydrogenase (ADH) dan


Aldhyde Dehydrogenase. ADH mengkatalis konversi alkohol menjadi
asetildehida, yang merupakan zat toksik. Aldehyde Dehydrogenase mengkonversi
asetildehida menjadi asam ethanoic / asam asetat.

Aldehyde Dehydrogenase di inhibisi oleh Disulfiram (Antabuse), yang


sering digunakan dalam penatalaksanaan gangguan terkait alkohol. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa wanita mempunyai jumlah ADH yang lebih
rendah dalam darah dibandingkan laki-laki. Hal ini menyebabkan wanita lebih
rentan untuk terkena intoksikasi dibandingkan pria saat mengkonsumsi alkohol
dalam jumlah yang sama. Fungsi enzim metabolism alkohol yang menurun pada
ras Asia juga dapat menyebabkan mudahnya mengalami keadaan intoksikasi dan
gejala keracunan zat.

2.5.3. Alkohol sebagai obat Depresan

Alkohol memiliki efek sebagai zat depresan, yaitu zat yang


mengakibatkan somnolen, dan penurunan aktivitas saraf, tetapi tidak cukup kuat
untuk menghilangkan rasa nyeri. Alkohol, benzodiazepine, barbiturate, termasuk
ke dalam golongan depresan dan mempunyai efek dan intoksikasi yang sama
sehingga dapat menyebabkan kematian jika diberikan dosis yang berlebih atau
overdosis (terutama jika diberikan bersama depresan lain), mempunyai toleransi
silang dengan depresan lainnya, dan dapat memberikan efek ketergantungan dan
sindroma ketergantungan (withdrawal) yang mirip.

2.5.4. Efek Neurokimiawi Alkohol

Alkohol mempunyai efek pada banyak sistem saraf, dengan efek yang
berkebalikan saat intoksikasi dan saat withdrawal. Efek paling kuat berada pada
kompleks ϒ-Aminobutyric Acid (GABA) pada otak, terutama pada reseptor
GABA-A, yang menghasilkan efek kantuk, antikonvulsan, dan menghilangkan
ketegangan otot dari alkohol.

Ethanol juga mempengaruhi N-methyl-d-aspartate (NMDA), yang


menghasilkan penurunan stimulan saat intoksikasi dan aktivitas yang meningkat
saat withdrawal. Alkohol meningkatkan dopamine saat fase akut, sedangkan
konsumsi kronis akan menyebabkan perubahan jumlah reseptor dan sensitivitas
reseptor pada area yang mengatur kenikmatan. Konsumsi minuman beralkohol
juga meningkatkan serotonin pada sinaps dan meningkatkan regulasi dari reseptor
serotonin.

2.5.5. Toleransi

Penggunaan berulang akan menyebabkan dosis yang lebih besar agar


alkohol dapat menghasilkan efeknya. Fenomena toleransi ini juga menghasilkan
kemampuan untuk mentoleransi dosis yang lebih tinggi melalui 3 proses.

Dalam toleransi perilaku, seseorang mempelajari bagaimana mengerjakan


sesuatu secara efektif saat dalam pengaruh alkohol. Toleransi farmakokinetik
melibatkan sistem metabolism alkohol agar dapat mengekskresi alkohol dari
tubuh secara lebih cepat. Toleransi farmakodinamik atau toleransi sel merupakan
adaptasi dari sistem saraf agar dapat bekerja dalam kadar alkohol darah yang
tinggi dimana sel menolak efek alkohol pada sel.

Begitu seseorang telah mengalami toleransi terhadap suatu depresan,


seringkali ditemukan bahwa orang tersebut akan mengalami toleransi terhadap
depresan lainnya (toleransi silang). Karena hal itu seseorang yang telah
mengkonsumsi alkohol secara kronis juga membutuhkan dosis depresan lain
seperti misalnya benzodiazepine yang lebih besar. Jika seseorang memakai 2
depresan berbeda secara bersamaan, efek kedua obat dapat saling menguatkan dan
dapat menyebabkan kematian.

2.5.6. Blackout

Pasien yang mengonsumsi alkohol dapat mengalami gangguan pada


memori (amnesia anterograde) saat sedang mengonsumsi alkohol dalam jumlah
yang banyak dimana saat pasien sedang minum pasien terbangun tetapi tidak
sadar apa yang dilakukan. Hal ini disebabkan oleh dosis tinggi depresan pada otak
(alcohol, benzodiazepine, dll) yang mengakibatkan gangguan pada pengolahan
dan penyimpanan memori. Sebanyak 50% orang yang mengkonsumsi alkohol
mengalami blackout, dan pengalaman blackout berulang merupakan tanda
waspada seseorang terkena gangguan terkait alkohol.

2.5.7. Gangguan Tidur

Alkohol dapat mempermudah orang agar tidur, tetap setelah 2 kali minum
atau lebih, pola tidur dapat terganggu. Peminum berat sering terbangun setalah
beberapa jam setelah tertidur dan mengalami kesulitan untuk kembali tertidur.

Alkohol mempengaruhi fase tidur Rapid Eye Movemenet (REM),


menghambat tidur fase ke 4 saat malam hari, dan mengganggu proses perubahan
fase tidur sehingga menimbulkan mimpi buruk yang lebih sering saat kadar
alkohol dalam darah turun.

2.5.8. Efek Fisiologis Lainnya

2.5.8.1. Hepar

Salah satu efek paling sering dari alkohol adalah kerusakan pada
hepar. Penggunaan alkohol, walaupun hanya beberapa minggu dapat
mengakibatkan akumulasi lemak dan protein yang mengakibatkan
perlemakkan hepar (fatty liver), yang sering ditemukan dengan
pemeriksaan fisik berupa temuan perbesaran hepar (hepatomegali).
Alkohol dapat menyebabkan Alcoholic Hepatitis dan Hepatic Cirrhosis.

2.5.8.2. Sistem Pencernaan

Konsumsi alkohol jangka panjang dapat menyebabkan esophagitis,


gastritis, achlorhydria (turunnya produksi asam hidroklorik/ asam
lambung), dan ulkus gaster. Konsumsi alkohol jangka panjang juga dapat
menyebabkan varises esofagus. Ruptur varises esofagus merupakan
kedaruratan medis yang sering menyebabkan kematian karena perdarahan
masif. Gangguan pada usus halus, pankreatitis, dan penurunan fungsi
pankreas juga dapat terjadi sebagai efek konsumsi alkohol jangka panjang.
Peminum berat dapat menyebabkan fungsi pencernaan yang terganggu
sehingga makanan yang dikonsumsi tidak dicerna dengan baik. Kondisi ini
diperburuk dengan kebiasaan diet peminum alkohol yang kurang baik
yang dapat mengakibatkan kekurangan gizi dan kekurangan vitamin,
khususnya vitamin B.

2.6. Intoksikasi Alkohol

Intoksikasi zat merupakan diagnosis yang digunakan untuk mendeskripsikan


sindrom spesifik akibat suatu zat yang diakibatkan penggunaan atau eksposur zat
tersebut dalam waktu dekat. Definisi legal dari intoksikasi alkohol di Amerika
membutuhkan konsentrasi alkohol dalam darah sebesar 80 mg/dL.
Pada beberapa orang yang tidak toleran terhadap alkohol, konsentrasi alkohol
sebesar 20-30 mg/dL mengakibatkan perubahan perilaku, fungsi motorik yang
berkurang, dan menurunnya kemampuan untuk berpikir jernih, Konsentrasi alkohol
dalam darah diantara 80-200 mg/dL mengakibatkan gangguan yang lebih parah, seperti
misalnya gangguan koordinasi (ataksia) yang parah, mood yang labil, dan penurunan
fungsi kognitif progresif yang semakin memburuk. Konsentrasi alkohol dalam darah
sebesar 200-300 mg/dL dapat mengakibatkan munculnya kata-kata yang kacau dan
amnesia anterograde (alcoholic

Tabel 2.6.1. Tabel Efek Alkohol yang Sering Terjadi berdasarkan Konsentrasi dalam Darah dari “Kaplan
and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry 10 th edition”.

blackouts). Kadar alkohol yang lebih tinggi dari ini dapat mengakibatkan efek anestesi,
dan jika orang yang tidak toleran terhadap alkohol mempunyai kadar alkohol dalam
darah hingga 400 mg/dL dapat terjadi resiko gagal nafas, koma, dan kematian.

Pasien yang sedang dalam keadaan intoksikasi alkohol dapat datang ke pelayanan
kesehatan karena keinginannya sendiri, ditangkap polisi, dibawa teman, atau keluarga
karena melukai diri sendiri, perilaku kacau, atau perilaku kasar. ¼ kejadian bunuh diri
dilakukan oleh orang yang berada di bawah pengaruh alkohol dan dalam keadaan
intoksikasi saat kejadian.

2.6.1.Kriteria Diagnosis berdasarkan PPGDJ III

F10.0 Intoksikasi Akut Alkohol

 Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis zat yang digunakan
(dose-dependent), individu dengan kondisi organik tertentu yang
mendasarinya (misalnya insufiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil
dapat menyebabkan intoksikasi berat yang tidak proporsional.
 Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu
dipertimbangkan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacara
keagamaan).
 Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan
kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan
respons psikofisiologis lainnya.

Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada


akhirnya efekyna menghilang jika tidak menggunakan zat lagi. Dengan
demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada
jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya.

F10.00 Tanpa Kompliasi

F10.01 Dengan trauma atau cedera tubuh lainnya


F10.02 Dengan komplikasi medis lainnya
F10.03 Dengan delirium
F10.04 Dengan distorsi persepsi
F10.05 Dengan koma
F10.06 Dengan konvulsi
F1x.07 Intoksikasi patologis
 Hanya pada penggunaan alkohol.
 Onset secara tiba-tiba dengan agresi dan sering berupa perilaku tindak
kekerasan yang tidak khas bagi individu tersebut saat ia bebas alkohol.
 Biasanya timbul segera setelah minum sejumlah alkohol yang pada
kebanyakan orang tidak akan menimbulkan intoksikasi.
2.7.Withdrawal Alkohol
Withdrawal alkohol merupakan kedaruratan medis. Jika tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian. Kematian yang tercatat mencapai 4-20% yang dikarenakan
komplikasi seperti misalnya hipertermia, aspirasi, atau kolaps vaskular. Walaupun tanpa
delirium withdrawal alkohol dapat menjadi masalah yang serius. Keadaan ini dapat
disertai kejang dan hiperaktifitas otonom. Tanda klasik dari withdrawal alkohol
adalahgemetar, walaupun rentang gejalanya dapat bervariasi hingga psikosis, gangguan
persepsi seperti misalnya halusinasi atau ilusi, kejang, dan Delirium Tremens (DT)yang
disebut delirium alkohol. Gemetar biasanya muncul dahulu diikuti dengan kejang,
kemudian demensia alkohol.
Gemetar karena withdrawal alkohol dapat menyerupai gemetar fisiologis lainnya.
Gejala lainnya selain gemetar dapat berupa rasa tidak nyaman, gangguan oencernaan
(misalnya rasa mual dan muntah), hiperaktivitas otonom, seperti misalnya cemas, rasa
bergairah, berkeringat, kemerahan pada wajah, midriasis, takikardi, dan tekanan darah
tinggi. Pasien yang sedang mengalami withdrawal alkohol dapat berada dalam
kesadaran penuh namun gampang teriritasi.

2.7.1. Kriteria Diagnosis berdasarkan PPGDJ III


 Kejang Keadaaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom
ketergantungan dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus
dipertimbangkan.
 Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini
merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian
medis secara khusus.
 Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan
psikologis (misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur) merupakan
gambaran umum dari keadaan putus zat ini

Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan
mereda dengan meneruskan penggunaan zat
F1x.30 Tanpa komplikasi
F1x.31 Dengan konvulsi

2.7.2. KejangWithdrawal

Kejang karena alkohol sering ditemui berupa kejang tonik klonik. Pasien
sering mengalami kejang lebih dari 1 kali dalam 3-6 jam setelah kejang pertama.
Status epilepticus jarang ditemukan dan ditemukan hanya pada 3% pasien.
Walaupun tidak dibutuhkan antikonvulsan pada kondisi ini, kondisi ini cukup
sulit untuk di stabilkan saat pasien dibawa ke pertolongan medis untuk pertama
kali. Karena itu banyak pasien dengan simtom withdrawal diberikan
antikonvulsan yang kemudian dihentikan begitu penyebab kejang ditemukan.

2.7.3. Delirium

Pasien dengan gejala withdrawal alkohol harus sering diawasi agar tidak
terjadi delirium withdrawal, gejala paling berat dari withdrawal alkohol, disebut
juga Delirium Tremens (DT). Delirium karena withdrawal alkohol merupakan
kegawatdaruratan medis yang dapat mengakibatkan kematian. Pasien dengan
delirium dapat menimbulkan bahaya bagi diri mereka sendiri dan orang lain.
Karena perilaku yang susah ditebak, pasien dengan delirium dapat berperilaku
kasar, atau melakukan bunuh diri karena pengaruh halusinasi.

2.8. Tatalaksana Intoksikasi dan Withdrawal Alkohol

Prioritas utama pada pasien dengan intoksikasi alkohol adalah melindungi pasien
dari resiko mencederai diri sendiri dan orang-orang di sekitar pasien dan menyingkirkan
kondisi medis yang perlu perhatian khusus atau penanganan segera.

Gejala withdrawal alkohol dapat ditangan dengan efektif dengan penggunaan


benzodiazepine.
 Chlordiazepoxide (25-100 mg setiap 4-6 jam dan jika dibutuhkan) dapat meberikan
efek detoksifikasi yang baik karena waktu paruhnya yang panjang (24-48 jam).
 Lorazepam (1-2 mg PO atau IM setiap 6 jam dan jika dibutuhkan) lebih sering
digunakan jika dibutuhkan pemberian IM atau pasien mempunyai fungsi hepar yang
buruk. Lorazepam lebih aman untuk pasien yang mempunyai kelainan hepar atau
kerusakan pada otak karena ekskresi melalui ginjal dan waktu paruh yang lebih
pendek.
 Antipsikotik dapat digunakan untuk halusinasi.
 Pasien harus dipantau tiap 30 menit.
 Klinisi harus mentitrasi dosis benzodiazepine, dimulai dari dosis tinggi dan
menurunkan dosis begitu pasien membaik.
 Walaupun benzodiazepine merupakan terapi standar untuk withdrawal alkohol,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa carbamazepine dengan dosis 800mg / hari
sama efektif dengan benzodiazepine dan semakin sering digunakan di Amerika dan
Eropa.
 Antagonis reseptor β adrenergik dan clonidine juga telah digunakan untuk
menghambat gejala hiperaktivitas simpatetis, tetapi keduanya tidak efektif untuk
tatalaksana kejang dan delirium.

Tabel 2.8.1. Tabel Obat untuk intoksikasi dan withdrawal alkohol dari “Kaplan and Sadock’s Synopsis of
Psychiatry 11th edition”.

Untuk penanganan Delirium Tremens yang paling baik adalah pencegahan. Pasien
yang dalam keadaan withdrawal alkohol dan mengalami gejala withdrawal harus
diberikan benzodiazepine, seperti misalnya 25-50 mg Chlordiazepoxide 2-4 jam sekali
sampai membaik. Begitu delirium muncul dosis yang diberikan adalah 50-100 mg
Chlordiazepoxide tiap 4 jam PO, atau Lorazepam IV jika obat lewat jalur oral tidak
dapat diberikan (Tabel 2.8.1.). Hindari pemberian antipsikotik yang dapat menurunkan
ambang batas kejang pada pasien.

Tabel 2.8.2.Tabel Kedaruratan Psikiatri terkait alkohol dari “Kaplan and Sadock’s Synopsis of
Psychiatry 11th edition”.(Pada judul tabel tertulis kedarudatan psikiatri yang sering terjadi, namun penulis
hanya menampilkan kedaruratan psikiatri terkait alkohol.Untuk kedaruratan psikiatri lainnya dapat dilihat
langsung pada sumber.)

Pengikatan pasien dengan Delirium Tremens beresiko mencelakai pasien. Pasien


dapat melawan ikatan sehingga pasien kehabisan tenaga yang dapat membahayakan.
Pasien Delirium Tremens yang tidak bias dikontrol dapat dimasukkan ke dalam ruangan
isolasi.
Dehidrasi, yang biasa disertai diaphoresis dan demam dapat diatasi dengan
pemberian cairan melalui jalur oral atau IV. Anoreksia, muntah, dan diare sering terjadi
saat withdrawal.
Antikonvulsan nonbenzodiazepine tidak efektif untuk mengatasi kejang karena
withdrawal alkohol.
Psikoterapi suportif dalam penanganan Delirium Tremens sangat penting. Pasien
sering bersikap liar, ketakutan, cemas, karena gejala yang dialaminya, kemampuan
verbal yang tinggi diperlukan untuk mengatasi pasien withdrawal alkohol.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Penting bagi dokter untuk mengetahui apakah seseorang yang datang sedang
dalam keadaan intoksikasi atau tidak. Prioritas utama pada pasien dengan intoksikasi
alkohol adalah melindungi pasien dari resiko mencederai diri sendiri dan orang-orang di
sekitar pasien dan menyingkirkan kondisi medis yang perlu perhatian khusus atau
penanganan segera. Pada pasien yang sedang mengalamin intoksikasi alkohol tidak
boleh diberikan obat depresan lainnya karena dapat mengakibatkan kematian. Namun
pada kondisi withdrawal alkohol salah satu penanganannya dapat diberikan obat
depresan.

3.2. Saran

Pada referat kali ini penulis membahas mengenai diagnosis dan tatalaksana
intoksikasi dan withdrawal alkohol. Namun kondisi ketergantungan zat dapat diakibatkan
oleh berbagai macam zat dan seseorang yang mengalami kondisi ketergantungan zat
mempunyai kecenderungan untuk memakai zat lainnya juga. Karena itu penulis
menyarankan agar pada kesempatan selanjutnya dapat dilakukan penulisan mengenai zat-
zat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maula LK, Yuniastuti A. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan dan


Adiksi Alkohol pada Remaja di Kabupaten Pati. 2017;8.
2. Maslim R. Buku Saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkasan dari PPDGJ III.
1st ed. Jakarta; 1998.
3. Kaplan H, Ruiz P, Sadock B, Sadock V. Kaplan & Sadock's comprehensive
textbook of psychiatry. 10th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins;
2017.
4. Sadock, B. J., Sadock, V. A., & Ruiz, P. (2015). Kaplan & Sadock's synopsis of
psychiatry: Behavioral sciences/clinical psychiatry (Eleventh edition.).
Philadelphia: Wolters Kluwer
5. Purba DO. Sebagian Besar Peminum Alkohol di Jabodetabek Belum Cukup Umur
[Serial Online]. 2017 [Cited 2018Apr21]. Available from URL:
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/15/14125091/sebagian-besar-
peminum-alkohol-di-jabodetabek-belum-cukup-umur
6. Schuckit MA. Alcohol-use disorders. The Lancet 2009 Feb;373:492-501.
7. Chung W. Type of Alcoholic Beverage and High – Risk Drinking: How Risky is
Beer Drinking in Korea? Alcohol and Alcoholism. 2004 Jan 1;39(1):39–42.
8. Realbeer.com: Beer Alcohol Content And Carbs In Beer [Internet]. Realbeer.com.
2018 [cited 8 November 2018]. Available from:
http://www.realbeer.com/edu/health/calories.php
9. Sillanaukee P. Laboratory markers of alcohol abuse. Alcohol and alcoholism.
1996ss;31(6):613–6.
10. Facts and figures [Internet]. World Health Organization. 2018 [cited 8 November
2018]. Available from: http://www.who.int/substance_abuse/facts/en/
11. Alcohol's Effects on the Body | National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism
(NIAAA) [Internet]. Niaaa.nih.gov. 2018 [cited 8 November 2018]. Available from:
http://www.niaaa.nih.gov/alcohol-health/alcohols-effects-body

Anda mungkin juga menyukai