Analisa Struktur I (Univ. Hindu Indonesia)
Analisa Struktur I (Univ. Hindu Indonesia)
Analisa Struktur I (Univ. Hindu Indonesia)
ANALISA STRUKTUR I
OLEH :
I PUTU LAINTARAWAN, ST, MT.
I NYOMAN SUTA WIDNYANA, ST, MT.
I WAYAN ARTANA, ST.MT.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmatNya,
penyusunan Buku Ajar Analisa Struktur I dapat diselesaikan. Buku Ajara ini disusun
untuk menunjang proses belajar mengajar mata kuliah Analisa Struktur I sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta pada akhirnya tujuan
instruksional umum dari mata kuliah ini dapat dicapai.
Diktat ini bukanlah satu-satunya pegangan mahasiswa untuk mata kuliah ini,
terdapat banyak buku yang bisa digunakan sebagai acuan pustaka. Diharapkan
mahasiswa bisa mendapatkan materi dari sumber lain. Secara garis besarnya Diktat ini
mencakup materi mangenai gaya, analisis struktur statis tertentu, garis pengaruh
struktur statis tertentu, serta balok gerber.
Penulis menyadari bahwa diktat ini masih banyak kelemahan dan
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran pembaca dan juga rekan sejawat
terutama yang mengasuh mata kuliah ini, sangat kami perlukan untuk kesempurnaan
tulisan ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I
PENGANTAR ANALISIS STRUKTUR
1.1 Pendahuluan
Di sepanjang sejarahnya, umat manusia telah berhasil membangun berbagai
struktur bangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang terkait dengan kenyamanan,
mobilitas dan kepuasan kehidupannya. Awalnya, pembangunan dilakukan melalui
proses coba-coba yang memerlukan banyak waktu dan tenaga. Setiap pembangunan
selalu berhadapan dengan tantangan lebih baru ketimbang pendahulunya. Sampai suatu
saat, harus mengalami kegagalan disertai timbulnya kesadaran bahwa batas kekuatan
sistem strukturalnya telah dilampaui. Suatu struktur yang didirikan kemudian ternyata
runtuh dan dibangun ulang dengan lebih kokoh lagi dengan merubah konfigurasi
strukturnya.
Setelah berabad-abad dilalui, proses mendirikan bangunan yang hanya didasarkan
pada pengalaman dan cara coba-coba, sekarang telah berkembang menggunakan
teknologi rekayasa berdasarkan hukum-hukum fisika. Teori analisis struktur bangunan
telah ada sejak zaman Yunani Kuno, yang pertama kali menuangkan konsep-konsep
yang berhubungan dengan gaya-gaya dan keseimbangannya. Analisis struktur sebagai
disiplin yang terlepas dari analisis tegangan dalam perancangan material, baru mulai
dikembangkan sejak pertengahan pertama abad XIX. Kemudian selama satu abad
berikutnya, berbagai ragam teknik dikembangkan, sehingga analisis struktur tersusun
menjadi suatu pengetahuan dan berkembang sangat pesat di Tahun 1950an. Di saat
mana, muncul dua faktor penting yang sangat mendorong upaya pengembangan analisis
melalui penggunaan metode matriks. Pertama, munculnya komputer dengan kecepatan
tinggi yang membebaskan rekayasawan dari tugas berhitung secara manual, sehingga
memungkinkan mengganti metode-metode perkiraan dengan metode analisis yang lebih
eksak dan rasional. Kedua, berlangsungnya peningkatan dalam ukuran dan kompleksitas
bangunan di bidang rekayasa sipil, mekanikal, struktur lepas pantai, ruang angkasa dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya, yang lebih sesuai apabila diselesaikan melalui penerapan
metode analisis yang lebih singkat.
Sampai saat ini, teori-teori struktur secara matematis merupakan bagian dari
ilmu fisika yang telah memungkinkan penyelesaian berbagai permasalahan struktur.
Dengan menggunakan alat bantu teknologi komputer, gagasan-gagasan rancangan
struktur kompleks lebih dimungkinkan untuk membuat keputusan logis secara simultan.
Namun seorang rekayasawan struktur hendaknya tidak menerima begitu saja hasil
keluaran komputer, kecuali telah diyakini sesuai dengan pengetahuan dan
pengalamannya. Sehingga output komputer merupakan hanya alat bantu untuk
mempermudah di dalam pengambilan keputusan rekayasa (engineering judgement),
dalam rangka mencapai pendekatan hasil yang seharusnya.
BAB II
STATIKA
2.1 Pendahuluan
Ilmu statika pada dasarnya merupakan pengembangan dari ilmu fisika, yang
menjelaskan kejadian alam sehari-hari, yang berkaitan dengan gaya-gaya yang bekerja.
Insinyur sipil dalam hal ini bekerja pada bidang perencanaan, pelaksanaan dan
perawatan atau perbaikan konstruksi bangunan sipil. Fungsi utama bangunan sipil
adalah mendukung gaya-gaya yang berasal dari beban-beban yang dipikul oleh
bangunan tersebut. Sebagai contoh adalah beban lalu lintas kendaraan pada
jembatan/jalan, beban akibat timbunan tanah pada dinding penahan tanah (retaining
wall), beban air waduk pada bendung, beban hidup pada lantai bangunan gedung, dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, penguasaan ilmu statika sangat penting dan membantu
insinyur sipil dalam kaitannya dengan perencanaan suatu struktur.
Gambar 2.2 Penjumlahan vektor searah dan segaris menjadi resultan gaya R
Namun jika terdapat lebih dari dua gaya, maka harus disusun suatu segibanyak
(poligon) gaya. Gaya-gaya kemudian disusun secara berturutan, mengikuti arah jarum
jam.
Gambar 2.4 Resultan dari beberapa vektor gaya yang tidak searah
Jika telah terbentuk segi-banyak tertutup, maka penyelesaiannya adalah tidak ada
resultan gaya atau resultan gaya sama dengan nol. Namun jika terbentuk segi-banyak
tidak tertutup, maka garis penutupnya adalah resultan gaya.
Dengan demikian, metode tersebut sebenarnya tidak terbatas untuk dua buah
vektor gaya, tetapi bisa lebih. Jika hanya diketahui vektor-vektor gaya dan akan dicari
resultan gaya, maka dengan mengetahui jumlah kumulatif dari komponen proyeksi
sumbu, yaitu X dan Y, maka dengan rumus pitagoras dapat dicari nilai resultan gaya
(R).
2). Diketahui dua orang seperti terlihat pada Gambar 2.7, sedang berusaha
memindahkan bongkahan batu besar dengan cara tarik dan ungkit. Ditanyakan: tentukan
besar dan arah gaya resultan yang bekerja pada titik bongkah batu akibat kerja dua
orang tersebut.
Gaya yang bereaksi pada suatu massa kaku, secara umum selain menyebabkan
deformasi, ternyata juga menyebabkan rotasi (massa tersebut berputar terhadap suatu
titik sumbu tertentu). Posisi vektor gaya yang menyebabkan perputaran terhadap suatu
titik sumbu tertentu tersebut disebut sebagai momen.
Dari ilustrasi seperti terlihat pada Gambar 2.11 dapat dilihat bahwa torsi terhadap
sumbu-z akan menyebabkan puntir pada pipa. Besarnya momen ditentukan oleh
besarnya gaya F dan lengan momen (jarak tegak lurus gaya terhadap titik putar yang
ditinjau).
Gaya yang menuju suatu sumbu disebut sebagai konkuren, tidak akan
menimbulkan momen pada sumbu-z. Perilaku momen pada batang kantilever dapat
terjadi dalam beberapa konfigurasi.
Berikut ini terdapat tiga contoh soal latihan beserta pembahasan untuk
menghitung momen.
BAB III
STRUKTUR STATIS TERTENTU
kolom
balok
perletakan
balok
perletakan
.
P1 P2
b. Beban terbagi rata adalah beban yang tersebar secara merata baik kearah
memanjang maupun ke arah luas.
q t/m’
Penggambaran dalam mekanika teknik
Balok jembatan
A B
Struktur disebut statis tertentu jika struktur tersebut bisa diselesaikan dengan
syarat-syarat keseimbangan. Ada beberapa syarat-syarat keseimbangan, yaitu:
Contoh 1
P
RAH B
A
RAV RBV
Diketahui balok sederhana diatas dua perletakan sendi-rol dengan beban P seperti pada
gambar. Titik A adalah sendi dengan 2 reaksi tidak diketahui (RAV dan RAH) dan titik B
adalah rol dengan 1 reaksi tidak diketahui (RBV). Jumlah reaksi yang tidak diketahui
adalah 3 buah, maka struktur tersebut adalah struktur statis tertentu.
Contoh 2
MA
RAH
A
RAV
Suatu struktur kolom yang berkonsol. Titik A adalah jepit dengan 3 reaksi yang tidak
diketahui (RAV , RAH , MA). Jumlah reaksi yang tidak diketahui ada 3 buah, maka
struktur tersebut adalah statis tertentu.
Contoh 3
P
A B
Gambar 2.8 Contoh struktur statis tak tentu
Suatu balok diatas 2 perletakan sendi-sendi. Titik A adalah sendi dengan 2 reaksi yang
tidak diketahui (RAV dan RAH) dan titik B adalah sendi dengan 2 reaksi yang tidak
diketahui (RBV dan RBH). Jumlah reaksi yang tidak diketahui adalah 4 buah, sedang
persamaan syarat keseimbangan hanya ada 3 buah, maka struktur tersebut adalah
struktur statis tak tertentu.
BAB IV
GAYA DALAM
4.1 Pendahuluan
Bangunan teknik sipil pada umumnya terbuat dari struktur beton, kayu, baja dan
lain-lain. Dalam pembuatan struktur-struktur tersebut perlu diketahui ukuran / dimensi
dari tiap-tiap elemen strukturnya (balok, kolom, pelat, dan sebagainya). Untuk
menentukan dimensi-dimensi dari elemen struktur tersebut, memerlukan gaya dalam.
Contoh : dua buah struktur balok dengan beban dan bentang berbeda, sehingga gaya
dalam yang diterima oleh kedua balok tersebut berbeda. Dengan demikian, kedua
struktur tersebut mempunyai dimensi yang berbeda.
P1
P P
reaksi A B beban
RA RB
l
Dengan demikian, gaya-gaya dalam pada struktur antara lain Momen, Gaya
Lintang, dan Gaya Normal.
c P (kg) q kg/m’
A B
c
x
l (m)
RA RB
Gambar 3.2 Balok yang menerima beban terpusat dan terbagi rata
Diketahui suatu balok yang terletak diatas 2 tumpuan dengan beban seperti pada
gambar. Balok tersebut menerima beban lentur, sehingga balok akan melendut, yang
berarti balok tersebut menerima beban lentur atau gaya dalam momen. Balok yang
terletak antara tumpuan A dan B menderita momen.
Momen yang terjadi pada daerah balok antara perletakan A ke perletakan B
dengan sejarak x dari A (ditinjau kiri potongan c-c) adalah:
Mx = RA . x – q.x. ½ x (3.1)
RA : reaksi di A merupakan gaya
x : jarak
q.x : gaya dari beban terbagi rata sejauh x yang diberi notasi (Q1 = qx)
½x c
Q1= qx
x
c q (kg/m’)
titik berat dari q (l-x)
½ (l-x)
c Q2 = q (l-x)
l -x
Tertekan (-)
Tertarik (+)
c P (kg)
q (kg/m’)
RA RB
Gambar 3.6 Balok sederhana di atas 2 tumpuan sendi-rol.
c
q (kg/m’)
Q1=q x
RA
c Q2 = q (l-x)
(l – x)
RB
Gaya lintang diberi tanda positif (+), jika dilihat di kiri potongan titik yang
ditinjau, jumlah gaya arahnya ke atas, atau kalau dilihat di kanan potongan, jumlah
gaya arahnya ke bawah. Gaya lintang diberi tanda negatif (-), jika dilihat di kiri titik
potongan yang ditinjau arahnya kebawah ( ↓ ) dan bila ditinjau di kanan titik potongan
yang ditinjau arahnya ke atas.
P P
RA Gambar 4 RB
Gambar 3.9 Balok menerima beban gaya normal
Gaya normal bertanda positif (+) bila arah gayanya menekan batang, sedangkan
gaya normal bertanda negatif bila arah gayanya menarik balok.
1t 4m
1 t/m
A B
8m
A B
2m
P2 = 6 ton q2 = 1 t/m’
P1 = 2 2 t q1 = 2t/m’
P1v = 2 t
45° P4 = 3 ton
C D P = 2t E
P1H = 2 t A 3
RBH
B
RBV
6m
RAV
2m 10 m 2m
q1 = 2 t/m’ P2 = 6 ton
2t
P3 = 2 ton
C D
6m
RA = 13 t
X
Variabel x berjalan dari A ke D (sebelah kiri titik P2), sedang beban yang dihitung
dimulai dari titik C.
Dx = -2 + 13 – q1 x = (-P1V + RA – q1x)
Untuk x = 0 DAkn = -2 + 13 = + 11 ton
Untuk x = 6 m DD kr= -2 + 13 – 12 = - 1 ton (di kiri potongan gaya lintang arahnya
ke bawah)
DD kn : sedikit di kanan titik D, melampaui beban P2.
DD kn : -2 + 13 – 12 – 6 = - 7 ton (dikiri potongan arah gaya lintang ke bawah)
Dari titik D s/d B tidak ada beban, jadi Bidang D sama senilai DD kn (konstan dari D
sampai B).
q2 = 1 t/m’
B E
P4 = 3 ton
x.2
RBV = 9 ton
Daerah B-E
Dihitung dari kanan, dari E ke B nilai gaya normal konstan.
NB kn = + 3 ton (gaya normal menarik batang)
Kalau dihitung dari kiri, dimana gaya normal dihitung dari titik C.
Dari kiri DBkn = (-4 + 7) t = + 3 ton (gaya normal menarik batang)
C P1V = 2t
A
P1H = 2t
2m
C P1V = 2t A
P1H = 2t D
x.1
RAV = 13t
2m 6m
d Mx1
= − q1 x1 + 11 = 0 → x1 = 5.5.m
d x1
Letak dimana harga Mmax = Letak dimana harga (D = 0)
x1 = 5.5 m Mmax = - ½ .2 (5.5)² + 11.5.5 – 4
= 26.25 tm.
Mencari titik dimana M = 0
Mx1 = - ½ .q1.x12 + 11 x1 – 4 = 0
= x12 – 11 x1 + 4 = 0
x1 = 0.3756 m (yang dipakai)
x1’ = 10.62 m (tidak mungkin)
Untuk x1 = 6 MD = -36 + 66 – 4 = + 26 tm
Daerah A D
Daerah E-B (dihitung dari kanan, titik E ke titik B) variabel x2 berjalan dari E ke B
q2 = 1 t/m’
P4 = 3 t
B E
2m
x2
Mx2 = - ½ q2 x22
Untuk x2 = 0 ME = 0
Untuk x2 = 2 MB = - ½ . 1.4 = -2 tm
Gambar Bidang M, D, N
q1 = 2t/m’ P2 = 6 ton q2 = 1t/m’
P1V = 2 t
C A D B E P4 = 3 ton
P3 = 2 ton
P1H = 2 t RBH = 7t
RBV = 9 ton
RAV = 13 t
11
+ 2t +
2 - 1t
- 7t
6t
BIDANG D
2t
- 4t
2t
+ 3t
BIDANG N
5.5 m
linier 2 tm
4 tm parabola
- --
0.286
linier
0.3756 parabola
BIDANG M
Gambar 3.13 Gambar bidang momen, gaya lintang, dan gaya normal
x
ax = .3
6
x
2/3 x 1/3 x h = 3 ton/m’
A B
Px
RA RB
2 l/3 P l/3
l=6m
3t + D=0
-
BIDANG D 6t
3,464 m
BIDANG M
Mmax
Gambar 3.14 Gambar bidang momen, gaya lintang, dan gaya normal
Penyelesaian
Total beban
P=½lxh
3. 6
P= = 9 ton
2
Σ MB RA.l – P l/3 = 0 RA . 6-9.2 = 0
2
RA = .9 = 3 ton
6
Σ MA RB . l – P.2/3 l = 0 RB .6-9.4 = 0
4
RB = .9 = 6 ton
6
Menghitung Bidang D
x = variable bergerak dari A ke B
x x
ax = .3 =
6 2
Px = ½ x . ax
x x x²
Px = . =
4 2 4
Persamaan gaya lintang Dx = RA – Px
x²
Dx = 3 -
4
Tempat dimana gaya lintang = 0
x²
D=0 =3
4
x = 12 = 3,464 m
x = 0 DA = + 3 ton
x = 6 DB = - 6 ton
Menghitung Bidang M
x
Mx = RA . x – Px .
3
x² x x³
= 3x - . = 3x −
4 3 12
BAB V
GARIS PENGARUH
5.1 Pendahuluan
Kalau kita meninjau atau melihat suatu jembatan, maka struktur tersebut selalu
dilewati oleh beban yang berjalan. Di sisi lain kalau kita menganalisis struktur maka
yang dicari dari struktur tersebut adalah reaksi kemudian gaya-gaya dalamnya (momen,
gaya lintang dan gaya normal). Jika dua hal tersebut dipadukan, maka kaitannya adalah
Berapa besarnya nilai maksimum dari gaya-gaya dalam di suatu tempat di struktur
tersebut, jika ada beban yang berjalan di atasnya? Untuk menjawab hal tersebut
diperlukan suatu garis pengaruh.
Garis pengaruh ini berfungsi sebagai alat bantu untuk mencari nilai reaksi,
momen, gaya lintang, dan gaya normal, jika di atas struktur jembatan tersebut berjalan
suatu muatan. Untuk mempermudah suatu penyelesaian, maka suatu garis pengaruh,
beban yang dipakai sebagai standar adalah beban P sebesar satu satuan (ton atau kg atau
Newton) yang berjalan diatas struktur suatu jembatan tersebut. Sedangkan bentuk garis
pengaruh tersebut adalah suatu garis yang menunjukkan nilai reaksi (R) atau momen
(M), gaya lintang (D) atau gaya normal (N) di suatu tempat pada balok tersebut.
P(l - x) l − x
RA = = ton (linier)
l l
G.P. RA
Untuk P di A x = 0 RA = 1 ton
+ Untuk P di B x = l RA = 0 ton
1 ton
G.P.RB (Garis Pengaruh Reaksi di B)
Σ MA = 0 RB.l – P.x = 0
P.x x
RB = = ton (linier)
l l
G.P. RB
+
1 ton Untuk P di A x = 0 RB = 0
Untuk P di B x = l RB = 1 ton
X P=1t
A B
RA l RB
Ini adalah GP.RA (Garis Pengaruh Reaksi di A)
+
1t Garis ini menunjukkan besarnya nilai RA sesuai
GP.RA
dengan posisi P yang berjalan diatas gelagar
+
1t Ini adalah GP.RB (Garis Pengaruh Reaksi di B)
P=1t GP.RB
Garis ini menunjukkan besarnya nilai RB sesuai
C dengan posisi P yang berjalan diatas gelagar
A B
a b
* Jika beban P = 1 ton berada di titik C sejauh a
dari perletakan A dan sejauh b dari perletakan
+ y1 B, maka besarnya reaksi di A RA = y1 dan
1t GP.RA
besarnya reaksi di B RB = y2, dimana
b a
y2 y1 = ton dan y2 = ton, jadi
GP.RB + 1t l l
b a
RA = ton dan RB = ton
P=1t l l
Gambar 2.39
Kegunaan dari garis pengaruh untuk beban di titik c
A D B
c d
* Jika beban P = 1 ton berada di atas titik D sejauh
y3 c dari perletakan A dan sejauh d dari perletakan
+
1t B, maka besarnya reaksi di A RA = y3 dan
GP.RA
besarnya reaksi di B RB = y4, dimana
+ y4 + d c
1t y3 = ton dan y4 = ton, jadi
GP.RB l l
d c
P= 4 ton RA = ton dan RB = ton
l l
Gambar 4.2 Kegunaan garis pengaruh untuk beban tidak sama dengan 1 ton
P=6t
Jika P = 6 ton terletak ti titik D
Maka RA = 6 . y3 dan RB = 6 y4 atau
A D B
c d 6d c
RA = ton dan R B = 6 ton
l l
y3
+ Kegunaan garis pengaruh untuk beban P = 6t
1t GP.RA
y3 b d
1t
+ y1 GP.RA RA = 4y1 + 6y3 = 4 . ton + 6 ton
l l
a c
y2
+ 1t RB = 4 y2 + 6 y4 = 4 ton + 6 ton
GP.RB y4 l l
Gambar 4.3 Kegunaan garis pengaruh untuk beban P1 = 4 ton dan P2 = 6 ton
A B
C Σ MA = 0 RB . l – P.x = 0
RA l RB Px x
RB = = ton
l l
a b Dc dihitung dari kanan
x
Dc = -RB = − ton (linier )
l
Untuk P di A x = 0 Dc = 0
P = 1t
a
x Untuk P di Ckr x = a Dc = - ton
l
A B P berjalan dari C ke B
C
P (l − x ) l − x
a RA = = ton
l l
l
G.P. RB Dc dihitung dari kiri
l−x
- Dc = RA = ton (linier)
l
+
Untuk P di Ckn x = a
G.P. RA
l −a b
b/l Dc = = ton
l l
G.P. Dc l−l
Untuk P di B x = l Dc = = 0 ton
l
P = 1t
x G.P. Mc (Garis Pengaruh Gaya Lintang di C)
P berjalan dari A ke C
A B
C
Px x
RB = = ton
RA RB l l
l
Mc dihitung dari kanan
a b x
Mc = + RB . b = + . b tm (linier)
l
Untuk P di A x = 0 Mc = 0
a.b
P = 1t Untuk P di C x = a Mc = + tm
l
x
P berjalan dari C ke B
A B P (l − x ) l−x
C RA = ton = ton
l l
Mc dihitung dari kiri
l −x
Mc = + RA . a tm = . a tm
l
+ Untuk P di C x = a Mc =
a.b
tm
GP RB.b l l −a b
= . a . tm
l l
GP RA.a
l −l
Untuk P di B x = l Mc = a . tm
G.P. Mc l
= 0 tm
3. Contoh lain
Diketahui : Balok ABC diatas 2 perletakan
A dan B
x P
D C Ditanya : Gambar Garis Pengaruh RA,
B
A RB, MD, DD, DBkn
2m
l=6m Jawab :
l 1= 2 m
l−x
GP.RA : Σ MB = 0 RA = ton
l
GP.RA - 1/3 t
Untuk P di A x = 0 RA = 1 ton
+ Untuk P di B x = l RA = 0
1t Untuk P di C x = 8
l −8 6−8 2 1
RA = = = − ton = ton
l 6 6 3
x
GP.RB GP.RB : Σ . MA = 0 RB = ton
lt
+ 1t Untuk P di A x = 0 RB = 0
4 Untuk P di B x = l RB = 1 ton
t
3 Untuk P di C x = 8
8 8 4
RB = = = ton
2/3 ton l 6 3
GP. MD
GP.MD - P antara A-D lihat kanan bagian
x
+ MD = RB . 4 = . 4 tm
l
GP.RB.4 GP.RA.2 Untuk P di A x = 0 MD = 0
Untuk P di D x = 2 m
2.4 4
4 MD = = tm
tm 6 3
3 P antara D-C lihat bagian
l−x
M D = RA . 2 = .2
l
1 Untuk P di D x = 2m
t l−2 6−2 4
1 3 MD = .2 = .2 = tm
GP.RB t GP.DD
3 l 6 3
Untuk P di B x = 8 m
- - 6−8 2
MD = . t = − tm
+ 6−3 3
2
3
GP.RA
GP.DD
l−x
DD = R A = ton
l
6−2 2
P di D x = 2 DD = = ton
6 3
P di B x = 6 m DD = 0
6−8 1
P di C x = 8 m DD = = − ton
6 3
GP.DBkr
Bkr Bkn
B C P antara A-Bkr lihat kanan bagian
A
DBkr = - RB
P antara B-C lihat kiri bagian
GP.DBkr
DBkr = + RA
- - 1/3t
1t GP.RA GP.DBkn
GP.RB
P antara A – B lihat kanan bagian
DBkn = 0
P antara B – C lihat kanan bagian
GP.DBkn
DBkn = P = 1 ton
1t +
GP.MB
P antara A – B lihat kanan bagian
2 tm
MB = 0
BAB VI
BALOK GERBER
5.1 Pendahuluan
Balok gerber adalah struktur balok yang mempunyai jumlah reaksi perletakan >
tiga buah, namun masih bisa diselesaikan dengan syarat-syarat keseimbangan.
Contohnya pada struktur jembatan balok pada sungai yang mempunyai lebar cukup
besar, sehingga dibuatlah jembatan yang berbentang lebih dari satu.
Dalam persamaan keseimbangan hanya mempunyai tiga buah persamaan
keseimbangan yaitu ΣV = 0, ΣH = 0, ΣM = 0, berarti untuk bisa menyelesaikan struktur
jembatan dengan dua bentang (sendi-rol-rol) masih memerlukan 1 buah persamaan baru
lagi, supaya bilangan yang tidak diketahui (RAV, RAH, RBV, RCV) bisa didapat. Untuk
struktur statis tertentu persamaan yang tersedia hanya tiga buah ΣV = 0, ΣH = 0, ΣM =
0, sehingga struktur tersebut disebut struktur statis tak tentu.
Kalau satu persamaan baru tadi bisa disediakan maka syarat-syarat
keseimbangan masih bisa dipakai untuk menyelesaikan struktur jembatan tersebut (4
buah bilangan yang dicari yaitu RAV; RAH; RBV, RCV dengan 4 buah persamaan yaitu
ΣV = 0; ΣH = 0; ΣM = 0 dan satu persamaan baru). Dalam kondisi tersebut struktur
masih statis tertentu, karena masih bisa diselesaikan dengan syarat-syarat keseimbangan
dan strukturnya dinamakan dengan struktur balok gerber.
Contoh :
Sendi gerber
RAH
A B D
C
RAV RBV RCV
Suatu struktur balok gerber ABC dengan perletakan seperti gambar. A sendi (2
reaksi), B rol (1 reaksi), C rol (1 reaksi), jumlah reaksinya adalah 4 buah. Persamaan
yang tersedia adalah ΣV = 0; ΣH = 0, ΣM = 0 dan 1 buah persamaan baru yaitu Σ MD =
0. Jadi jumlah persamaan ada 4 buah yaitu ΣV = 0; ΣH = 0; ΣM = 0 dan ΣMD = 0.
Jumlah bilangan yang tidak diketahui = jumlah persamaan yang ada (ΣV = 0; ΣH = 0;
ΣM = 0 dan ΣMD = 0) = jumlah persamaan RAV; RAH; RBV dan RCV) = jumlah bilangan
yang dicari. Jadi struktur tersebut disebut balok gerber yang masih statis tertentu.
Sendi gerber
D
A B C
RAH
RB
RAV RC
Detail perletakan D
(sendi gerber)
Gambar 5.2 Detail sendi gerber
A B C
L1 L2
1 2
Jika balok ABC, sendi gerber belum ada, maka struktur masih statis tak tentu.
Untuk dapat menyelesaikan struktur tersebut, maka perlu persamaan baru ΣMD = 0,
maka sebaiknya posisi sendi gerber (titik D) ditempatkan dimana posisi momennya
bernilai sama dengan 0. Alternatif tempat dimana momennya sama dengan nol adalah
titik 1 dan 2 yang posisinya di kiri dan kanan perletakan B. Karena kita hanya
membutuhkan 1 buah persamaan baru, maka kita cukup memilih salah satu dari 2
alternatif tersebut diatas, sehingga struktur bisa diselesaikan.
Alternatif (1)
sendi gerber
D
Gambar a1
A 1
B C
1
D Gambar a2
A
B C
D
A
Gambar a3
B C
Jika kita memilih titik (1) sebagai sendi gerber, maka gambarnya adalah seperti
pada Gambar a1 dimana balok AD terletak di atas balok DBC. Balok tersebut jika
disederhanakan akan seperti pada Gambar a2, dan diuraikan strukturnya seperti pada
gambar a3.
Balok AD dengan perletakan A sendi dengan 2 reaksi (RAV, RAH) perletakan D
sendi dengan 2 reaksi (RDV, RDH), jumlah reaksi ada 4 buah, sehingga strukturnya
adalah statis tak tentu.
Balok DBC dengan perletakan B rol dengan 1 buah reaksi (RBV), perletakan C rol
dengan 1 buah reaksi (RCV), jumlah reaksi ada 2 buah, karena perletakan B dan C
adalah rol, maka struktur balok DBC tidak stabil, sehingga tidak mungkin memasang
sendi gerber di titik tersebut.
Alternatif (2)
sendi gerber
D C
Gambar b1
2
A B
C
B
Gambar b2
A
RDH D C
RDV Gambar b3
A B
RDH
D
Jika yang dipilih adalah titik (2) sebagai sendi gerber, maka gambarnya adalah
seperti gambar (b1) dimana balok DC terletak diatas balok ABD. Balok tersebut jika
A B D C
Gambar a
D
Gambar b1
A B C
tidak mungkin
D
Gambar b2
A B RD
RD C
D
C Gambar c1
A B
D C mungkin
RD Gambar c2
RD
A B
Diketahui balok gerber seperti pada gambar 5.6 (a). Langkah pertama yang dikerjakan
adalah memisahkan balok tersebut menjadi beberapa balok statis tertentu menjadi
gambar 5.6 (b1 dan b2) dan gambar 5.6 (c1 dan c2).
Tahapan Penyelesaian
q Sendi gerber
D P
a
A B C
D C
RD
q
RD RC b
D
A B
Diketahui balok gerber ABC seperti pada gambar 5.7(a), yang diuraikan menjadi pada
gambar 5.7(b), maka tahapan pengerjaannya adalah sebagai berikut :
⇒ Balok DC dikerjakan dulu sehingga menemukan RD dan RC.
⇒ Reaksi RD dari balok DC akan menjadi beban di titik D dan balok ABD.
⇒ Dengan beban yang ada (q) dan beban RD, maka balok AB bisa diselesaikan.
⇒ Bidang-bidang gaya dalam (M, D, N) bisa diselesaikan sendiri-sendiri pada balok
DC dan AB.
⇒ Penggambaran bidang M, D, N balok gerber merupakan penggabungan dari bidang
M, N, D dari masing-masing balok.
Contoh Soal
4t q = 2t /m’
1m
S
A B C
4m 2m 6m
Diketahui balok gerber ABC dengan beban seperti pada gambar. A rol, B sendi, C rol,
dan S sendi gerber. Gambar bidang M, D, N balo tersebut.
Penyelesaian
Struktur balok gerber seperti pada gambar (a) kalau diuraikan akan menjadi struktur
seperti pada gambar (b). Balok AS harus diselesaikan lebih dahulu, baru selanjutnya
reaksi RS dari balok AS menjadi beban / aksi ke balok SBC.
4t q = 2t /m’
(a) 1m
A B C
S
4m 2m 6m
4t
x
S
(b) A
RS
RA 2 t/m’
x1 x2
RS
C
S B
RB RC
Gambar 5.9 Contoh penyelesaian balok gerber
Balok A-S
Mencari RA dan RS
Σ MS = 0 RA. 4 – P.3 = 0
P.3 4.3
RA.= = = 3t
4 4
Σ MA = 0 RS. 4 – P.1 = 0
P.1 4.1
RS = = = 1t
4 4
Reaksi RS = 1 t akan menjadi beban di titik S pada balok S B C (gambar b)
Balok S B C
Mencari RB dan RC
Σ MC = 0
RB.6 – RS.8 – q.6.3 = 0
RB.6 – 1.8 – 2.6.3 = 0
RB = 44 t = 7 1 t
6 3
Σ MB = 0
RC.6 + RS.2 – q.6.3 = 0
RC.6 + 1.2 – 2.6.3 = 0
34
RC = = 5 2/3t
6
Daerah A P
Mx = RA.x = 3.x (linear)
x = 0 MA = 0
x = 1 MP = 3 tm (momen dibawah P)
Daerah P S
Mx = RA.x - P (x-1) = 3.x – 4 (x-1)
x = 1 MP = 3 tm
x = 4 MS = 0
Balok SBC
Daerah S B (dari kiri)
Mx1 = - Rs.x1 = - 1.x1 (linear)
= - x1
x1 = 0 Ms = 0
x2 = 2 MB = -2 tm
Bidang M, D, N 4t q = 2t /m’
1m
S
A
B C
4m 2m 6m
3 tm 2 tm
- 8.0287 tm
Bidang Momen
+
+
2.833 m
5.667 m
6.33t
3t + +
1t - Bidang Gaya Lintang
-
BAB VII
GARIS PENGARUH BALOK GERBER
7.1 Garis Pengaruh Balok Gerber
Setelah kita mempelajari garis pengaruh pada balok sederhana, pada Bab ini
akan diuraikan mengenai garis pengaruh pada balok sendi gerber. Untuk mempermudah
pemahaman mengenai garis pengaruh pada sendi gerber ini, akan diberikan contoh
dengan penyelesaian sebagai berikut:
Diketahui balok gerber seperti pada gambar di bawah ini, Hitung dan gambar garis
pengaruh reaksi-reaksinya.
P berjalan dari A ke S
x = variable bergerak sesuai posisi P dari A ke C
Σ Ms = 0
P(l1 − x ) l1 − x
RA = = ton
l1 l1
Untuk P di A x = 0 RA = 1 ton
Untuk P di S x = l1 RA = 0
P dari A ke S
Px x
Rs = =
l1 l1
P di A x = 0 Rs = 0
P di S x = l1 RS = 1t
P dari S ke C tidak ada pengaruh untuk reaksi
di S (Rs)
Px1 x1
RB = =
l2 l2
P di C x1 = 0 Rs = 0
P di B x1 = l2 RB = 1t
l +a
P di S x1 = l2 + a RB = 2
l2
P di A Rs = 0 RB = 0
P berjalan dari C ke S
l − x1
Rc = 2 t
GP. Rc l2
P = 1t P di C x1 = 0 Rc = 1t
x1
P di B x1 = l2 Rc = 0
-
+ Rs . a a
P di S Rc = =− karena (Rs
l2 l2
a/l2 1t
= 1t)
P di A Rs = 0 Rc = 0
Garis pengaruh reaksi (RA; Rs; RB dan Rc)
Jika potongan I-I antara : A3 cari garis pengaruh DI-I dan MI-I
Jika potongan II-II antara : BC cari garis pengaruh DII-II dan MII-II
A DI = - Rs (dari kanan)
Rs Px Px x
B C Rs = → DI = − =−
l1 l1 l1
c Untuk P di I-I x = b
l1 b
DI = - t
l1
G.P.. DI-I
- P berjalan di kanan potongan I-I
+ (perhitungan kanan potongan I)
b/l1
G.P. MI-I DI = + RA (dari kiri)
P (l − x ) l1 − x
RA = 1 =
l1 l1
+
Untuk P di I-I x = b
.b . c l −b c
DI = 1 =
lt1 l1 l1
Untuk P di S x = l1 DI = 0
Garis pengaruh DI-I dan MI-I Jika P berjalan dari S ke C tidak ada
DI
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 53
Analisis Struktur I
l −b c.b
Untuk P di I-I x = b MI = 1 .b =
l1 l1
Jika P berjalan dari S ke C tidak ada MI
P d e
x
S B II C
A G.P. DII-II (Garis Pengaruh Gaya Lintang
II di potongan II-II)
+ a
Untuk P di S Rs = 1t Rc = -
l2
a
g.p. Rc.e g.p. RB.d MII = - .e
l2
d
Gambar 3.14. Garis pengaruh DII-II dan Untuk P di II Rc =
l2
MII-II
d
MII = - .e
l2
P berjalan dari II ke C (perhitungan dari kiri)
MII = RB . d
e
Untuk P di II RB =
l2
e e
MII = dtm d
l2 l2
GP.Mc
A C P.a.b B
l
GP.Mc
∫ y dx = luas bagian yang diarsir = F
+
Mc = q F
Luas = F
q dx = muatan q sejarak dx, dimana dx 0
(mendekati 0)
y
y = ordinat dibawah dx
P1’ P2’ P3’ P4’
Mencari harga Dc
F = luas arsir
q t/m’ Dc = q F
Luas = F
GP.Dc
+
P
=
A B
C Suatu gelagar
Jembatan
a b
l
Prinsip dasar yang digunakan dalam mencari momen maksimum di suatu titik adalah
sebagai berikut:
• Untuk mencari nilai momen maximum di suatu untuk didalam gelagar maka kita
perlu mencari posisi dimana muatan tersebut berada yang menyebabkan momen
di titik tersebut maximum.
• Untuk mencari nilai maximum tersebut perlu memakai garis pengaruh dari gaya
dalam yang dicari sebagai perantaranya.
• Nilai maximum tersebut didapat dengan cara mengalikan antara beban yang
terletak diatas gelagar dengan ordinat dari garis pengaruh yang dipakai.
Contoh soal
Suatu balok terletak diatas 2 perletakan seperti pada Gambar, jika ada rangkaian muatan
yang berjalan diatasnya, berapa Mc maximum yang terjadi.
∆x
Jawab :
A B
C Mencari Mc max untuk rangkaian
muatan berjalan (dari kiri ke kanan)
(c) (l- c)
Jarak rangkaian muatan constant
l (tetap)
l r
= posisi awal
∆x
y1’ y2’ y3’ y4’ = posisi kedua
y5’
y1
y2 y4 y5 Pada posisi awal, ordinat garis
y3 pengaruh dinyatakan dengan y1 s/d
yS, atau
C1 y”
Mc = Σ Py
y’ GP.Mc
= P1y1 + P2 y2 + P3 y3 + P4 y4
y’
y” + P5 y5
Muatan bergerak ke kanan sejauh ∆x, dimana ordinat garis pengaruh dinyatakan dengan
y1’ s/d y5’ dan Mc = Σ Py’
(dalam hal ini y berubah menjadi y’)
Jika ditinjau 2 bagian : - bagian kiri titik C dan
- bagian kanan titik C
Di kiri titik C ordinat bertambah y’ dan
Di kanan titik C ordinat berkurang y”
∆x
y’ = . c1
c
∆x
y” = . c1
(l − c )
Perbedaan nilai momen (∆M) dari perpindahan posisi beban adalah sebagai berikut :
∆ Mc = P1 y’ + P2 y’ – P3 y” – P4 y” – P5 y”
= (P1 + P2) y’ - (P3 + P4 + P5) y” jika (P1 + P2) = Σ Pl dan (P3 + P4 + P5) = Σ Pr
∆x ∆x
= Σ Pl .c1 − ∑ Pr .c1
c l −c
∑ Pl ∑ Pr
∆ x.c1 − = ∆x.c1 [ql − qr ]
c l −c
ql qr
P
Jika muatan bergeser terus ke kanan sehingga P2 melampaui C ql = 1
C
Mencari perkiraan posisi beban dalam mencari momen max supaya beban di kiri dan di
kanan potongan seimbang, maka bisa diperkirakan secara grafik sebagai berikut :
Gelagar diatas 2 perletakan A-B, digunakan rangkaian muatan berjalan dengan nomor
urut 01, 12, 23,34 dan 45
Cara : buat garis AB dibawah gelagar,- di ujung bagian kanan (B’) buat muatan
tumpukan beban dari 45; 34; 23;12; dan 01 (dengan skala)
- Tarik dari titik 0 (ujung dari beban 01) ke ujung garis bagian kiri (A’)
sehingga membentuk sudut (α)
- Kalau kita mau mencari dimana letak beban yang mengakibatkan momen di
potongan I maksimum, yaitu dengan menarik garis dari potongan I kebawah,
sampai memotong garis A’-B’ di I’.
- Tarik dari titik I’ sejajar (//) dengan garis A’0 dan garis tersebut akan
memotong tumpukan muatan di beban 01.
- Jadi MI akan maximum jika beban 01 terletak di atas potongan I.
* Bagaimana posisi beban untuk mendapatkan momen di potongan II maximum.
- Dengan cara yang sama, tarik garis dari potongan II ke bawah sampai pada
garis A’-B’ dan memotong di potongan II’.
- Dari titik II’ ditarik garis // (sejajar) dengan A’ – O dan memotong tumpukan
muatan di beban 12.
- Jadi MII akan maximum jika beban 12 terletak diatas potongan II.
l
0
α 5
A’ I’ II’ III’ IV’ B’
Gambar 3.19. Mencari posisi muatan untuk mendapatkan Mmax dengan cara grafis
MIV max terjadi jika muatan 34 terletak diatas potongan atau mutan 45 terletak diatas
potongan IV-IV dan diambil yang besar.
Contoh 1
P1 P2 P3 P4 P5
(a) Suatu gelagar diatas 2 perletakan A – B,
A B dan suatu rangkaian muatan dari P1 s/d P5.
Berapa dan dimana momen maximum-
maximorumnnya ?.
P1 P2 P3 P4 P5 Jawab:
Rangkaian muatan terletak diatas gelagar dan dimisalkan momen maximum terletak
dibawah beban P3 dengan jarak x dari perletakan A
r
P1 P2 P4 P5
P3 ΣM di P3 = 0
(b)
Rt.r = R1 . a – R2 . b
RA RB Σ MA = 0
R1 R2 1
RB = {P3 .x + R1 ( x − a ) + R 2 ( x + b}
a b lt
Momen dibawah P3 dengan jarak x dari titik A
Rt
x
Mx = RB (l-x) – R2 . b
Rt
l
P R
Mx = 3 (l x − x ² ) + 1 (lx − a l − x ² + ax )
l l
tengah-tengah AB R2
+ (lx − bx − x ² + blt )
l
(c) P3
A B Mencari Mmax :
½r E
½r dMx
=0
dx
dMx P3
Rt
= (l − 2x ) + R1 (l − 2x + a )
dx l l
Mmax terdapat di potongan E R2
+ (lt − 2x − b) = 0
(dibawah P3) ; ME max. = M3 max l
P3 (l – 2x) + R1 (l – 2x + a) + R2 (l – 2x – b) = 0
tengah-tengah AB P3 l + R1 . l + R2 . l + R1 . a – R2 . b =
2 x (P3 + R1 + R2)
(d) P4
Rt
T B
Rt . l + R1.a – R2 . b = 2x . Rt
1 1 R 1.a − R 2 .b
r r x=½l+½ . Rt.r
2 2 Rt
Rt.r
M max terdapatRdibawah
t P4 = M4max x=½l+½
Rt
Dalam hal ini r = jarak antara Rt x = ½ l + ½ r pada jarak x = ½ l + ½ r dari A
dengan P4
terdapat M max.
Mextrem = Mmax – maximorum
adalah momen yang terbesar diantara
Mmax (1,2,3,4,5).
tengah-tengah bentang
P1
Mmax terjadi dibawah beban P1
(e) A B M1 max
r
½r ½r Dalam hal ini r = jarak antara Rt
dengan P1.
Rt
½r
½l
x
P1 P2 P3 P4 P5
½r
Rt
x=½l+½r
P1 P2 P3 P4 P5
(g) A
Mmax terjadi dibawah beban P5
B M5 max
r
tengah bentang Dalam hal ini : r = jarak antara
½r ½r
Rt dengan P5
Rt M max terdapat di
bawah P5 = M5 max
x=½l+½r
Posisi beban untuk kondisi Mmax1 s/d M max5
Contoh 2
Suatu gelagar dengan bentang l = 10 m dan
P1=8t P2=6t P3=6t
ada suatu rangkaian muatan berjalan
dengan lebar seperti pada gambar.
1m 1m
Cari besarnya momen maximum-maximum
A
B maximorum.
Jawab : kondisi beban seperti pada gambar
Kondisi 1 P1 P2 P3 Rt = P1 + P2 + P3=
Dimana M max dibawah P1 20 ton
Statis momen
tengah bentang
terhadap P1
P1 P2 P3 8t 4t 6t P2.1 + P3.2 = Rt.x
6.1 + 6.2 = 20 . x
A 1m 1m
5m B x=
x 6 + 12
x=½l+½r l-x = 0,90 m
20
= 5 + 0,45 4,55 Rt
Rt
Soal 1 :
P=1t berjalan Balok ABC dengan sendi
2m gerber S seperti tergambar.
S Akibat beban P = 1t berjalan
A diatas balok, ditanyakan :
I B C
GP RA; GP RB; GP RC
RA RB RC
6m 2m 4m GP MI; GP DI; GP MB
Soal 2 :
P = 1 t berjalan
4m
S1 S2
A I B C D
Balok ABCD dengan
sendi gerber S1 dan S2
RA RB RC RD seperti tergambar.
8m 2m 6m 2m 6m
2m 2m
b). Akibat rangkaian beban berjalan, ditanyakan : MI max, M max
Soal Latihan
Soal 1 :
Soal 2 :
P = 1 t berjalan
4m
S1 S2
A I B C D
Balok ABCD dengan
sendi gerber S1 dan S2
RA RB RC RD seperti tergambar.
8m 2m 6m 2m 6m
2m 2m
b). Akibat rangkaian beban berjalan, ditanyakan : MI max, M max
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, T., Margaret, S. (1999). Teori soal dan penyelesaian Mekanika Teknik I,
Delta Teknik Group Jakarta.
2. Hibeller. (1999). Structural Analysis. Fourth Edition. Printice Hall, Upper Saddle
River, New Jersey 070458.
3. Frick H. (2006). Mekanika Teknik I (statika dan kegunanaannya). Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
4. Chu Kia Wang (1986) “Statically Indeterminate Structures”, Mc Graw-Hill, Book
Company, Inc.
5. Dipohusodo I. (2001). Analisis Struktur. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.