Draft Skripsi 9 Agustus 2018

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KELELAHAN MATA WELDER’S FLASH PADA PEKERJA
LAS DI PT. FARMEL CAHAYA MANDIRI TAHUN 2018

OLEH
MELINDA ANGGRAENI
1405015171

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. D.R. HAMKA
JAKARTA
2018
LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan “Faktor-


Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Mata Welder’s Flash Pada
Pekerja Las Di PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018” merupakan hasil
karya sendiri dan sepanjang pengetahuan dan keyakinan saya bukan plagiat dari
karya ilmiah yang telah dipublikasikan sebelumnya atau ditulis orang lain. Semua
sumber, baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya tulis dengan benar sesuai
dengan pedoman dan tata cara pengutipan yang berlaku. Apabila ternyata
dikemudian hari skripsi ini, baik sebagian maupun keseluruhan merupakan hasil
plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia
mempertanggungjawabkan sekaligus menerima sanksi berdasarkan perundang-
undangan dan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
HAMKA.

Jakarta, 9 Juli 2018

Melinda Anggraeni
(NIM. 1405015171)

i
PERSETUJUAN PROPOSAL

Nama : Melinda Anggraeni


NIM : 1405015171
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Mata
Welder’s Flash Pada Pekerja Las Di PT. Farmel Cahaya
Mandiri Tahun 2018
Proposal dari mahasiswa tersebut di atas telah diperiksa, disetujui dan telah
disidangkan dihadapan Tim Penguji Proposal Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

Jakarta, 9 Juli 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Nanny Harmani, SKM., M.Kes Rismawati Pangestika, S.Si., MPH

Penguji I

dr. Zulazmi Mamdy, MPH

ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Melinda Anggraeni


NIM : 1405015171
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Mei 1996
Alamat : Jln. Menjangan 3A, RT 02 RW 03, No. 117,
Kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Ciputat
Timur, Kota Tangerang Selatan.
Agama : Islam
No. Hp : 085817595025
Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan
Tahun 2001-2002 : TK Al-Istiqomah Tangerang Selatan
Tahun 2002-2008 : SDN Cempaka Baru I Tangerang Selatan
Tahun 2008-2011 : SMPN 4 Tangerang Selatan
Tahun 2011-2014 : SMK Kesehatan Nusantara II Tangerang Selatan
Tahun 2014-sekarang : Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas semua rahmat dan
nikmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal skripsi dengan judul ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kelelahan Mata Welder’s Flash Pada Pekerja Las Di PT. Farmel Cahaya Mandiri
Tahun 2018”.
Laporan penelitian ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Sarjana Pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. HAMKA.
Penyusunan proposal skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, baik bersifat material maupun spiritual. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Ony Linda, SKM., M.Kes, selaku Dekan FIKes UHAMKA.
2. Ibu Dian Kholika Hamal, SKM., M.Kes, selaku Sekretaris Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat FIKes UHAMKA.
3. Ibu Nanny Harmani, SKM., M.Kes, selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan petunjuk, pengetahuan,
bimbingan, dan pengarahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam
penyusunan proposal skripsi ini.
4. Ibu Rismawati Pangestika, S.Si., MPH, selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan arahan, masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk
kesempurnaan proposal skripsi ini.
5. Bapak Arif Setyawan, SKM., M.Kes dan Bapak Cornelius Novianus, selaku
dosen peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atas segala ilmu, nasehat
dan bantuan yang telah diberikan sehingga penulis dapat lebih mudah
menyelesaikan penelitian ini.
6. Ayahanda Achmad Sukatma dan Ibunda Upit Fitrawati yang selalu menyayangi
dan membimbing, terimakasih yang tak terhingga atas doa, semangat, dan kasih
sayang dalam mendapingi penulis menggapai keberhasilannya. Serta Adik

iv
Achmad Syah Harrofi yang bersedia menjadi “telinga” mendengarkan keluh kesah
dan memberi dorongan dalam penyelesaian penelitian ini.
7. Keluarga besar Pandau yang telah menantikan kesuksesan penulis dalam
menyelesaikan perkuliahannya. Terimakasih atas nasihat dan doa yang terus
dilimpahkan kepada penulis.
8. Anggota CCU (Iga Utami Audhina, Nurul Fadhliyah, Rilis Meliana, Syifa
Fauziyah, Tri Utami, Voni Kumalasari) yang merupakan sahabat setia saya
selama 4 tahun di perkuliahan ini. Terimakasih atas suka dan duka serta bahu
membahunya. Semoga kekeluargaan ini akan terus berlanjut sampai kita lulus.
9. Teman-teman seperjuangan program studi Kesehatan Masyarakat angkatan
2014 khususnya peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Terimakasih
atas segala kebersamaan dan dukungan satu sama lain sehingga dapat
terselesaikannya laporan ini.
10. Dan kepada pihak-pihak lain yang telah begitu banyak membantu namun tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat-Nya bagi
pihak-pihak yang telah membantu penulis berupa bantuan, saran, bimbingan,
motivasi dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan penelitian ini masih
banyak kekurangan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun.
Penulis berharap semoga laporan penelitian ini dapat memberikan
manfaat, baik bagi penulis maupun pembaca yang membutuhkan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 2018

Penulis

v
ABSTRAK

Nama : Melinda Anggraeni

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Judul : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Mata


Welder’s Flash Pada Pekerja Las Di PT. Farmel Cahaya Mandiri
Tahun 2018

Potensi bahaya di tempat kerja yang dihasilkan oleh proses pengelasan


merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan
kesehatan dan penyakit akibat kerja pada pekerja PT. Farmel Cahaya Mandiri
yang mana dalam proses produksinya melakukan proses pengelasan dalam
penyambungan logam mempunyai potensi untuk terjadinya kelelahan mata
pekerja las. Kelelahan mata ditandai dengan mata merah, mata terasa perih, dan
mata kesulitan fokus melihat objek benda. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
apakah terjadi peningkatan kejadian kelelahan mata serta apa upaya perusahaan
untuk mengendalikan risiko yang terjadi.Penelitian ini merupakan penelitian
analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional untuk menemukan fakta
dengan interpretasi yang tepat dan akurat melukiskan gejala-gejala kelelahan mata
pada kelompok atau individu pekerja las. Pengumpulan data dilakukan dengan
mengukur tingkat gejala, pengetahuan, perilaku, dan tindakan pengendalian.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan ada 23 orang atau 73,3%
pekerja yang merasakan keluhan pada mata. Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh
pekerja akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi pada saat bekerja sebanyak
60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%.

Kata Kunci: Pekerja, Bengkel Las, Kelelahan Mata

vi
ABSTRACT

Name : Melinda Anggraeni

Study Program: Public Health

Title : Factors Associated Eye Welder's Flash At Laser Workers At PT.


Farmel Cahaya Mandiri In 2018

Potential hazards in the workplace produced by the welding process is one


of thefactors that can lead to health problems and occupational diseases in
workers of PT. Farmel Cahaya Mandiri which in its production process welding
process in grafting metal has potential for welding eye fatigue. Eye fatigue is
characterized by red eyes, eyes are sore, and eyes have difficulty focusing on
object objects. This study aims to see whether there is an increase in the incidence
of eyestrain and what efforts the company to control the risks that occur. This
research is a descriptive analytical with cross sectional approach to find facts
with correct interpretation and accurately describe the symptoms of eye fatigue in
welding group or individual worker. Collection data taken by measuring the level
of symptoms, knowledge, attitudes, and control measures. Based on preliminary
study results conducted there are 23 people or 73.3% of workers who feel the
complaints on the eyes. The complaints felt by the workers due to eye fatigue
mostly occurred at work 60.8% and after working as much as 40.2%.

Keywords: Worker, Welding’s Workshop, Eye Fatigue.

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI ............................................i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...............................................................................ii

KATA PENGANTAR ..............................................................................................iii

ABSTRAK ................................................................................................................v

ABSTRACT ...............................................................................................................vi

DAFTAR ISI .............................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................x

DAFTAR TABEL ....................................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................................12


B. Rumusan Masalah ................................................................................................15
C. Tujuan
C1. Tujuan Umum ..............................................................................................16
C2. Tujuan Khusus..............................................................................................16
D. Manfaat
D1. Manfaat untuk Institusi Tempat Penelitian ...................................................16
D2. Manfaat untuk FIKes UHAMKA ..................................................................16
D3. Manfaat untuk Pembaca ................................................................................17
E. Ruang Lingkup Penelitian
E1. Ruang Lingkup Tempat ................................................................................17
E2. Ruang Lingkup Waktu .................................................................................17
E3. Ruang Lingkup Materi .................................................................................17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Las
1. Definisi Las .....................................................................................................18
2. Jenis Las Listrik ..............................................................................................18
B. Potensi Bahaya Dalam Pengelasan
1. Kecelakaan Karena Cahaya dan Sinar Dalam Pengelasan..............................21

viii
2. Kecelakaan Karena Listrik ..............................................................................22
3. Kecelakaan Karena Debu dan Gas Pada Asap Las .........................................22
4. Kecelakaan Karena Percikan dan Terak Las...................................................23
5. Kecelakaan Karena Ledakan ...........................................................................23
6. Kecelakaan Karena Kebakaran .......................................................................24
7. Kecelakaan Karena Terjatuh ...........................................................................24
C. Kelelahan Mata
1. Definisi Kelelahan Mata .................................................................................24
2. Dampak Kelelahan Mata .................................................................................25
D. Welder’s Flash ....................................................................................................28
E. Keluhan Penglihatan
1. Definisi Keluhan Penglihatan .........................................................................26
2. Faktor Penyebab Keluhan Penglihatan ...........................................................26
F. Analisa Risiko .....................................................................................................28
G. Pengetahuan, Sikap, Tindakan
1. Definisi Pengetahuan ......................................................................................28
2. Definisi Pengetahuan Keselamatan Kerja .......................................................29
3. Definisi Sikap..................................................................................................30
4. Definisi Perilaku .............................................................................................30
5. Definisi Tindakan ............................................................................................21
H. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri Dalam Pengelasan ............................................28

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI


OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Teori .................................................................................................33
B. Kerangka Konsep..............................................................................................34
C. Definisi Operasional .........................................................................................35
D. Hipotesis ...........................................................................................................39

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian ..............................................................................................40
B. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................................40
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ...........................................................40
D. Pengumpulan Data ............................................................................................41
E. Pengolahan Data ..............................................................................................42
F. Analisis Data
F1. Analisis Univariat .......................................................................................43
F2. Analisis Bivariat .........................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................47

LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Teori ...................................................................................33

Gambar 3.2 Kerangka Konsep ...............................................................................34

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................................35

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner Penelitian ................................................................................................51

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan.Untuk itu kita perlu
mengembangkan dan meningkatkan K3 di sektor kesehatan dalam rangka
menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi (Pusat Kesehatan
Kerja, 2008).
Secara filosofi kesehatan dan keselamatan merupakan suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat adil dan makmur (Panitia Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia, 2000).
Kesehatan kerja bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. Tujuan tersebut dapat dicapai
dengan usaha preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap penyakit-penyakit atau
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja
serta penyakit umum. Kesehatan kerja dapat dicapai secara optimal jika tiga
komponen kerja berupa kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan dapat
berinteraksi secara baik dan serasi (Suma’mur, 2009).
Keselamatan kerja juga bertujuan melindungi tenaga kerja atas hak
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional, menjamin keselamatan setiap
orang lain yang berada di tempat kerja, sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman dan efisien. Perlindungan keselamatan karyawan
mewujudkan produktifitas yang optimal (Suma’mur, 2009).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja menjadi sangat penting bagi karyawan dan
industri. Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO), 153
pekerja di dunia mengalami kecelakaan kerja setiap 15 detik dan satu pekerja di
dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat

13
14

kerja. Selain itu menurut Hanif, data dari BPJS Ketenaga kerjaan akhir tahun 2015
menunjukkan telah terjadi kecelakaan kerja sejumlah 105.182 kasus dengan
korban meninggal dunia sebanyak 2.375 orang.
Kota Tangerang merupakan salah satu daerah terpadat di provinsi Banten.
Didaerah ini terdapat banyak industri baik industri formal maupun industri
informal. Tidak dapat dipungkiri bahwa daerah ini menjadi salah satu
penyumbang angka kecelakaan tertinggi untuk provinsi Banten. Adapun angka
kecelakaan kerja di daerah Banten mencapai 209 kasus, meliputi 103 orang
meningal dunia, 25 orang menderita luka berat, 92 orang mengalami luka ringan.
Dari angka kecelakaan tersebut, hampir setengahnya dari jumlah kecelakaan kerja
merupakan angka kematian akibat dari kecelakaan kerja (Kementerian Tenaga
Kerja dan Transportasi, 2012).
Dari data diatas dapat dilihat bahwa jumlah kecelakan di dunia industri
masihlah sangat tinggi. Kecelakaan dapat terjadi baik dari kelalain pekerja saat
bekerja, lingkungan mereka bekerja, atau wawasan pengetahuan pekerja akan
pentingnya menjaga keselamatan dan kesehatan saat mereka bekerja. Pengetahuan
karyawan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kecelakaan yang terjadi.
Karena dengan pengetahuan itu sendiri pekerja dapat meminimalisir terjadi
bahaya yang diidentifikasikan dapat menimbulkan kecelakaan yang dapat terjadi
saat pekerja melakukan kegiatan produksi.
Pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja yang tinggi, dan
pengalaman kerja yang lama yang dimiliki oleh tenaga kerja, maka bahaya-bahaya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dihindari. Pekerja yang hanya diberi
pengenalan tentang bahaya-bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
bersifat pasif saja tidak akan menjamin keselamatan dan kesehatan kerja, karena
pengenalan bersifat pasif itu hanya teori dan tidak dilakukan dalam praktek. Maka
usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja harus dimulai sejak tingkat latihan
kepada tenaga kerja supaya pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
benar-benar diterapkan saat bekerja (Jusuf, 2003 dalam Lafifatul, 2006).
Berdasarkan teori diatas, pengetahuan akan suatu hal cenderung disertai
dengan penerapan sikap. Tentunya hal ini berperan penting dalam mengurangi
tingkat kecelakaan kerja. Sehingga diperlukan suatu program yang dapat
15

mencegah terjadinya kecelakaan atau mengurangi kemungkinan suatu kecelakaan


terjadi pada para tenaga kerja.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prasetiyo (2011), tindakan tidak aman
merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar kecelakaan kerja, yang
merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja.Tindakan
tidak aman ini dapat dianggap sebagai hasil dari kesalahan yang dilakukan baik
oleh pekerja yang terlibat secara langsung maupun kesalahan yang dilakukan oleh
organisasi yaitu pihak manajemen. Suatu tindakan tidak aman yang merupakan
pelanggaran dari peraturan atau standar yang dilakukan oleh pekerja bisa secara
sadar maupun tidak sadar, memungkinkan sebagai penyebab terjadinya suatu
kecelakaan.
Pada industri las, kondisi lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan
dampak terhadap pekerja salah satunya yaitu berupa sinar yang ditimbulkan pada
proses pengelasan. Sinar tersebut meliputi sinar tampak, sinar inframerah, sinar
ultraviolet. Keluhan pada mata, seolah-olah mata terisi oleh pasir, penglihatan
kabur dan mata terasa sakit yang dirasakan pekerja menunjukkan bahwa pada
proses pengelasan terdapat sinar yang membahayakan mata. Akibat dari
pemajanan secara langsung oleh sinar-sinar yang bersifat radiasi tersebut dapat
mengakibatkan keluhan penglihatan pada pekerja las.
Disamping itu, akan terjadi pula percikan-percikan api dan kerak-kerak logam
pada pemotongan berbagai logam. Semua keadaan ini dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) seperti terbakar, penyumbatan
saluran pernafasan/paru-paru, sakit mata atau bahkan bisa menimbulkan kebutaan
dan cacat permanen. Selain pekerja pengelasan itu sendiri, bahaya pengelasan
juga bisa mengenai orang yang berada disekitar lingkungan bengkel las, sebagai
contoh sederhana penglihatan seseorang bisa terganggu apabila terkena percikan
api pengelasan (Suharno, 2008).
Cara menjaga keselamatan waktu bekerja sangat penting diketahui dan
dilaksanakan oleh seorang operator las atau tenaga kerja, karena dalam pekerjaan
mengelas banyak sekali kemungkinan timbulnya bahaya jika tidak berhati-hati
dan tidak memperhatikan peraturan keselamatan kerja. Kesalahan menggunakan
16

alat dan berbuat ceroboh akan menimbulkan kerusakan dan bahaya, baik bagi
peralatannya maupun operator las atau tenaga kerja itu sendiri (Suratman, 2007).
PT. Farmel Cahaya Mandiri berdiri sejak tahun 2004, bergerak di bidang
chemical trading, industri pengolahan air bersih dan limbah dengan menyediakan
segala kebutuhan pasar akan produk-produk berkualitas, berbekal teknologi
lingkungan yang mutakhir dan efektif untuk aneka ragam masalah air pada sektor
industri dan sektor perkotaan. Atas dasar perkembangan perusahaan dan
permintaan pasar, maka pada tahun 2010 PT. Farmel Cahaya Mandiri membentuk
unit usaha baru yaitu jasa mekanikal dan elektrikal di industri pembangunan
gedung bertingkat dan pabrik. Dengan berbekal pengalaman dan dukungan tenaga
ahli, staff dan pihak–pihak terkait, PT. Farmel Cahaya Mandiri berupaya
senantiasa meningkatkan kualitas pekerjaan dan pelayanan kepada seluruh
customer dengan berorientasi kepada kepuasan pelanggan (Customer
Satisfaction).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PT. Farmel Cahaya
Mandiri, pekerja yang mengalami keluhan mata merah dan berair sebanyak 23
orang, pekerja yang mengalami keluhan mata terasa perih sebanyak 27 orang,
pekerja yang mengalami keluhan sakit kepala atau pusing sebanyak 3 orang. Ada
23 orang atau 73,3% pekerja yang merasakan keluhan pada mata. Keluhan-
keluhan yang dirasakan oleh pekerja akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi
pada saat bekerja sebanyak 60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%.
Dari sini peneliti timbul rasa ingin tahu sejauh mana tingkat pengetahuan
pekerja akan kesehatan dan keselamatan kerja demi mengendalikan risiko
kelelahan mata pekerja itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
mengenai hubungan antara pengetahuan keselamatan kerja, perilaku penggunaan
alat pelindung diri (APD) dengan pengendalian risiko kelelahan mata welder’s
flash pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri tahun 2018. Hal tersebut
dimaksudkan agar dapat diadakannya evaluasi lagi guna menciptakan tenaga yang
dibutuhkan industri menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
17

B. Rumusan Masalah Penelitian


Potensi bahaya atau sering disebut juga sebagai hazard merupakan sumber
risiko yang potensial mengakibatkan kerugian baik material, lingkungan maupun
manusia.
Dari hasil studi pendahuluan bahwa masih sangat minim sekali perilaku
penerapan K3 pada pekerja di PT. Farmel Cahaya Mandiri yang lebih
mementingkan produktivitas dari pada K3 yang dibuktikan dengan pekerja masih
menganggap APD merupakan suatu kewajiban bukan suatu kebutuhan, apabila
kurang pengawasan dari manajemen pekerja sering mengabaikan penggunaan
APD.
Sehingga penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
kejadian kelelahan mata welder’s flash, tingkat pengetahuan keselamatan kerja,
dan perilaku pemakaian APD pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri
tahun 2018.

C. Tujuan
C1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya gambaran Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kelelahan Mata Welder’s Flash Pada Pekerja Las Di PT.
Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018.
C2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kejadian kelelahan mata welder’s flash pada pekerja
las di PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018.
2. Untuk mengetahui pengetahuan keselamatan kerja pada pekerja las di
PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018.
3. Untuk mengetahui perilaku pemakaian alat pelindung diri (APD) pada
pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018.
4. Untuk mengetahui karakteristik las (jenis-jenis proses las) yang
digunakan oleh pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018.
5. Untuk mengetahui analisa risiko pada kegiatan pengelasan di PT.
Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018.
18

6. Untuk mengetahui tindakan pengendalian risiko pada kegiatan


pengelasan di PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018.

D. Manfaat
Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat untuk penulis
maupun pembaca khususnya bagi para pekerja las maupun mahasiswa yang juga
sedang melakukan penelitian.
D1. Manfaat untuk Institusi Tempat Penelitian
1. Mengetahui tingkat kejadian kelelahan mata pada pekerja las di PT. Farmel
Cahaya Mandiri Tahun 2018.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan keselamatan kerja para pekerja las di PT.
Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018.
3. Mengetahui cara pengendalian risiko guna mengurangi bahaya kecelakaan
kerja pada proses pengelasan di PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018.
D2. Manfaat untuk FIKes UHAMKA
Dapat menjadi referensi tentang potensi bahaya kecelakaan kerja yang bisa
didapat dari rutinitas bekerja sehari-hari dari yang paling sering terjadi sampai
kepada kecelakaan paling berat yang mungkin dihadapi para pekerja las.
D3. Manfaat untuk Pembaca
Menambah pengetahuan tentang risiko kecelakaan kerja khususnya bagi
para pekerja las sehingga dapat mengurangi angka kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Untuk mempermudah penulisan penelitian ini dan agar lebih terarah dan
berjalan dengan baik, maka perlu sekiranya dibuat suatu batasan masalah. Adapun
ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan penelitian ini,
yaitu:
E1. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Farmel Cahaya Mandiri
E2. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2018.
19

E3. Ruang Lingkup Materi


Materi dalam penelitian ini adalah tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kelelahan Mata Welder’s Flash Pada Pekerja Las Di PT. Farmel
Cahaya Mandiri Tahun 2018.
20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Las
1. Definisi Las
Pengelasan atau dalam bahasa Inggris “Welding” adalah salah satu teknik
penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan
logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam
tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu (Sonawan dan
Suratman, 2003).
Las (welding) adalah suatu cara untuk menyambung dua benda padat
dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan. Tenaga panas ini perlu
untuk mencairkan bahan bakar yang akan di sambungkan dan kawat las
sebagai bahan pengisi. Setelah dingin dan membeku, terbentuklah ikatan yang
kuat dan permanent (Farida, 2006).
Las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang
dilaksanakan dalam keadaanlumer atau cair, dari definisi tersebut dapat
dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah sesuatu proses dimana bahan dan
jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu
sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan
tekanan (Deutsche Industrie Normen, 2008).

2. Jenis Las Listrik


a. Las Tahan Listrik
Las tahanan listrik atau las bubur adalah cara mengelas dengan
menggunakan tahanan (hambatan) listrik yang terjadi antara dua bagian
logam yang akan disambungkan. Cara pengelasan ini digunakan pada las
titik, las tekan, atau las rol Prinsip dari las lisrik adalah menyambungkan
dua bagian logam lebih dengan jalan pelelehan dengan busur listrik. Cara
mengkaitkan busur nyala tersebut adalah mendekatkan elektroda las ke
benda kerja pada jarak beberapa millimeter. Untuk memperoleh busur
nyala maka elektroda disentuhkan dengan benda kerja yang akan dilas
21

setelah dapat dipastikan bahwa ada arus listrik mengalir ke elektroda ke


benda kerja. Elektroda ditarik sedikit demi sedikit menjauhi benda kerja.
Jarak antara benda kerja dan elektroda disebut panjang busur nyala. Suhu
busurnya sekitar 3800° C oleh suhu yang tinggi tersebut elektroda dan
logam meleleh (Suratman, 2007).

b. Las Busur Dengan Elektroda Berselaput Fluks

Las busur ini lebih dikenal umum dan banyak pemakainya. Busur
yang listrik yang terjadi diantara elektroda dan bahan bakar dasar (benda
kerja) akan mencairkan elektroda dan sebagian besar bahan bakar selabut
elektroda yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang
melindungi ujung elektroda, kawat las, busur listrik, dan daerah las
disekitar busur listrik terhadap pengaruh udara luar (oksidasi) (Suratman,
2007).

c. Las Busur Gas TIG


Las busur gas TIG menggunakan elektroda wolfram yang tidak
berfungsi sebagai bahan tambah.Busur listrik yang terjadi antara ujung
elektroda wofram dan bahan dasarnya merupakan sumber panas
(3800°C), tidak ikut mencair saat terjadi busur listrik. Tangkai las
dilengkapi dengan osel keramik untuk menyambungkan gas pelindung
yang melindung daerah las dari pengaruh luar pada saat pengelasan.
Sebagai gas pelindung digunakan gas organ, helium, atau campuran
kedua gas tersebut yang pemakaiannya bergantung dari jenis logam yang
akan dilas. Tangkas las TIG didinginkan dengan air yang bersih
kulasi.Sebagaian bahan tambah digunakan kawat istrik tanpa selaput
yang digerakan dan didekatkan kebusur listrik yang terjadi antara
elektroda wolfram dengan bahan dasar (Suratman, 2007).

d. Las Busur Gas MIG


Pada alas busur MIG, digunakan kawat las yang sekaligus
berfungsi sebagai elektoda.Elektroda tersebut berupa gulingan kawat
yang gerakannya diukur oleh motor listrik, kecepatan gerakan elektroda
22

dapat diukur sesuai dengan kebutuhan. Tangkai las dilengkapi dengan


nosel logam untuk menyampurkan gas pelindung yang dicairkan dari
botol gas melalui selang gas yang dipakai adalah karbondioksida unutk
mengelasan baja dari bahan kawat orfan atau campuran organ dan helium
unutk pengelasan aluminium dan baja tahan karat (Suratman, 2007).

e. Las Busur Rendam


Las busur rendam umunnya otomatik dan semi otomatik
menggunakan fluks serbuk sebagai bahan pelindungnya. Busur istrik
diantara ujung elektroda da bahan dasar berada dalam timbunan fluks
serbuk, sehingga tidak terjadi sinar las keluar seperti las busur lainnya
dan operator las tidak peru menggunakan kaca pelindung. Pada waktu
pengelasan, fluks serbuk mencair dan membeku menutupi las.Sebagian
fluks serbuk yang tidak mencair dapat dipakai lagi setelah dibersihkan
dari terak las. Elektroda berupa kawat tanpa selaput bentuk gulungan
(rol), digerakan maju dengan penggerak motor listrik dan kecepatannya
dapat diukur sesuai dengan kebutuhan (Suratman, 2007).

B. Potensi Bahaya Dalam Pengelasan


B.1 Radiasi
Selama proses pengelasan akan timbul sinar-sinar yang bersifat radiasi yang
dapat membahayakan pekerja las. Sinar-sinar tersebut meliputi sinar tampak, sinar
ultra violet, dan sinar inframerah. Radiasi adalah transmisi energi melalui emisi
berkas cahaya atau gelombang. Energi radiasi bisa terletak di rentang sinar
tampak, tetapi dapat pula lebih besar atau lebih kecil dibandingkan sinar tampak.
Radiasi energi tinggi (termasuk radiasi ultra violet) disebut radiasi ionisasi karena
memiliki kapasitas melepaskan elektron dari atom atau molekul yang
menyebabkan terjadinya ionisasi. Radiasi energi rendah disebut radiasi non
ionisasi karena tidak dapat melepaskan elektron dari atom atau molekul (Corwin,
2000).
a. Efek Radiasi Pengion
Radiasi pengion dapat menyebabkan kematian sel baik secara langsung
dengan merusak membran sel dan menyebakan pembengkakan intrasel sehingga
23

terjadi lisis sel, atau secara tidak langsung dengan merusak ikatan antara
pasangan-pasangan basa molekul DNA. Rusaknya ikatan tersebut menyebakan
kesalahan-kesalahan pada replikasi atau transkripsi DNA. Kesalahan-kesalahan
tersebut sebagian dapat diperbaiki; apabila tidak, maka kerusakan yang terjadi
dapat menyebabkan kematian sel atau timbulnya kanker akibat hilangnya kontrol
genetik atas pembelahan sel molekul (Corwin, 2000).
Radiasi pengion juga dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal
bebas adalah suatu atom atau molekul dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan. Radikal bebas mencari reaksi-reaksi dimana ia dapat memperoleh
kembali elektron pasangannya. Selama menjalankan proses tersebut, radikal bebas
dapat merusak membran sel, retikulum endoplasma, atau DNA sel yang rentan
molekul (Corwin, 2000).
b. Efek Radiasi Nonionisasi
Radiasi nonionisasi mencakup radiasi gelombang mikro dan ultrasonografik.
Radiasi ini memiliki energi yang terlalu kecil untuk dapat memutuskan ikatan
DNA atau merusak membran sel, tetapi radiasi ini dapat meningkatkan suhu suatu
sistem, dan menyebabkan perubahan dalam fungsi-fungsi transportasi. Efek
radiasi nonionisasi pada kesehatan sedang dalam penelitian molekul (Corwin,
2000).
c. Efek Radiasi Sinar-Sinar Las Terhadap Ketajaman Penglihatan
Sinar-sinar yang dihasilkan selama proses pengelasan termasuk dalam radiasi
energi tinggi atau sering disebut radiasi ionisasi. Sinar-sinar tersebut antara lain:

1. Kecelakaan Karena Cahaya dan Sinar Dalam Pengelasan

a. Kecelakaan Karena Sinar Ultraviolet

Bila sinar ultraviolet yang terserap lensa dan korea mata melebihi
jumlah tertentu maka pada mata akan terasa seakan-akan ada benda asing
di dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai 12 jam kemudian maka akan
menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam pada umumnya rasa sakit ini akan
hilang setelah 48 jam (Budiono, 2003).
24

b. Kecelakaan Karena Cahaya Tampak

Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh


lensa dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka mata
akan segera menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi
sakit (Nurdin, 1999). Rasa lelah dan sakit ini sifatnya juga hanya
sementara.

c. Kecelakaan Karena Sinar Inframerah

Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata karena sinar
ini lebih berbahaya, sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa.
Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh panas,
yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya korea,
prebiopia yang terlalu dini dan terjadi kerabunan. Jenis disini akibat dari
pada sinar inframerah jauh lebih berbahaya dari pada kedua cahaya yang
lain (Darmini, 2007).

2. Kecelakaan Karena Listrik

Besarnya jutaan yang timbul karena listrik tergantung pada


besarnya arus dan keadaan bahan manusia tingkat dari jutaan dan
hubungnya dengan besarnya arus adalah: (1) Arus 1 mA hanya
menimbulkan jutaan kecil saja dan tidak membahayakan; (2) Arus 5 mA
akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan menimbulkan
rasa sakit; (3) Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat; (4)
Arus 20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga
orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang
lain; (5) Arus 50 mA sudah sangat berbahaya; (6) Arus 100 mA akan
menyebabkan kematian.

3. Kecelakaan Karena Debu dan Gas Pada Asap Las

Butir debu asap dengan ukuran 0,5 jam lebih bisa terhisap akan
tertahan oleh bulu hidung dan bulu pipa pernapasan. Sebagian debu asap
yang lebih halus akan terbawa masuk kedalam paru-paru. Dimana
25

sebagian akan dihembuskan keluar kembali. Debu asap yang tertinggal


akan melekat pada kantong udara diparu-paru dapat menimpulkan
beberapa penyakit seperti sesak napas dan lain sebagainya.
Gas-gas berbahaya dapat menyebabkan kerusakan pada sistem
pernafasan juga bagian tubuh tertentu. Adapun gas-gas berbahaya yang
terjadi pada waktu pengelasan adalah gas CO, CO², NO, NO² dan ozon.
a. Gas Karbon Monoksida
Gas ini mempunyai afinitas tinggi terhadap hemoglobin (Hb) yang akan
menurunkan daya penyerapan terhadap oksigen.
b. Gas Karbon Dioksida
Gas ini sebenarnya tidak berbahaya terhadap tubuh tetapi bila
konsentrasinya terlalu tinggi dapat membahayakan apabila operator
yang berada diruangan tertutup.
c. Gas Nitrogen Monoksida
Ikatan NO dan hemoglobin lebih kuat dari pada CO dan Hb, bahkan
mengikat oksigen yang dibawa hemoglobin. Hal ini dapat
membahayakan sistem syaraf.
d. Gas Nitrogen Dioksida
Gas ini memberikan rangsangan yang kuat terhadap mata dan lapisan
pernafasan sehingga dapat menyebabkan sakit dan iritasi mata serta
mengalami gangguan pada pernafasan.

4. Kecelakaan Karena Percikan dan Terak Las

Pada waktu membersihkan hasil lasan pecahan-pecahan percikan


dan terak las dapat masuk kemata dan bisa menimbukan pembekakan.
Selain itu percikan las letak bisa mengenai kulit menyebabkan luka bakar
(Prasetya, 2007).

5. Kecelakaan Karna Ledakan

Dalam mengelas tangki bahan bakar, tangki harus bersih dari


minyak, gas yang mudah terbakar dan cat yang mudah terbakar sebelum
melakukan pengelasan. Apabila dalam hal ini pembersihannya kurang
26

sempurna maka akan terjadi ledakan yang cukup membahayakan. Untuk


mencegah hal tersebut, sebelum pengelasan harus dilakukan pemeriksaan
terlebih dahulu untuk memastikan bahwa tidak akan terjadi ledakan.

6. Kecelakaan Karena Kebakaran

Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api


pengelasan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar,
bensin, gas, cat kertas dan bahan lainnya yang mudah terbakar. Bahaya
kebakaran juga dapat terjadi karena kabel yang menjadi panas yang
disebabkan karena hubungan yang kurang baik, kabel yang tidak sesuai
atau adanya kebocoran listrik karena isolasi yang rusak.

7. Kecelakaan Karna Terjatuh

Didalam pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang tinggi


akan selalu ada bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat
menimbulkan luka ringan ataupun berat bahkan kematian karena itu usaha
pencegahannya harus diperhatikan.

C. Kelelahan Mata

1. Definisi Kelelahan Mata


Mata dapat terkena berbagai kondisi, beberapa diantaranya bersifat primer
sedang yang lain sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain.
Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah, lainnya apabila terdeteksi awal dapat
dikontrol, dan penglihatan dapat dipertahankan (Brunner & Suddarth, 2001).
Kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh
penggunaan otot mata secara berlebihan (Pakasi, 1999). Sedangkan menurut
Suma’mur (1996) Kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-
fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu
pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidak tepatan
kontras.
27

Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi


penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang
berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat
dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja
secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi
(otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai
akibatnya terjadi kelelahan mata, stres pada retina dapat terjadi bila terdapat
kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang
cukup lama (Ilyas, 1991).

2. Dampak Kelelahan Mata


Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik seperti sakit kepala,
penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam,
mata merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman penglihatan, dan
berbagai masalah penglihatan lainnya. Terjadinya kelelahan otot mata dan
kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata,
walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah
beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerjadan
mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutuproduksi, meningkatkan frekuensi
kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja
(Pheasant 1993 dalam Padmanaba 2006).
Dampak lain dari kelelahan mata di dunia kerja adalah hilangnya
produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan-keluhan
penglihatan Pheasant (1991). Menurut Departemen Kesehatan kelelahan mata
dapat menyebabkan iritasi seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah,
penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan
konvergensi dan akomodasi menurun (Depkes, 1990).
Menurut Pheasant (1991) gejala-gejala seseorang mengalami kelelahan
mata antara lain:
1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata
2. Pandangan kabur
3. Pandangan ganda
28

4. Sulit dalam memfokuskan penglihatan


5. Mata perih
6. Mata merah
7. Mata berair
8. Sakit kepala
9. Pusing disertai mual
Tanda-tanda tersebut di atas terjadi bila iluminasi tempat kerja berkurang
dan pekerja yang bersangkutan menderita kelainan reflaksi mata yang tidak
dikoreksi. Bila persepsi visual mengalami stress yang hebat tanpa disertai efek
lokal pada otot akomodasi atau retina maka keadaan ini akan menimbulkan
kelelahan saraf. General Nervus Fatique ini terutama akan terjadi bila pekerjaan
yang dilakukan seseorang memerlukan konsentrasi, kontrol otot dan gerakan
gerakan yang sangat tepat (Ilyas, 1991).
Pada pekerja las, terdapat cedera yang dapat berasal dari pencahayaan
yang berlebihan (silau) dan paparan radiasi ultra violet yang dapat menyebabkan
“arc eye” atau “flash burn” luka pada kornea, photokeratosis atau welder’s flash
dan penglihatan ganda dan kerusakan retina (Okojie, 2006).

D. Welder’s Flash
Welder’s Flash lebih sering terjadi pada pekerja pengelasan akibat pajanan
sinar UV (E. Peterson, 1985). Welder’s Flash merupakan inflamasi akut pada
kornea dan konjungtiva yang akan timbul setelah mata terpajan oleh bunga api
pengelasan pada jarak dekat (Olishifski, 1985). Welder’s Flash merupakan eye
injury yang sering mengakibatkan hilangnya kemampuan melihat, setidaknya
setengah dari semua kejadian kecelakaan dan kesakitan yang pernah terjadi
(McGuire, C, 2011). Pajanan sinar UV yang berasal dari cahaya matahari hasil
refleksi dari pasir atau salju selama sehari akan menghasilkan akumulasi dosis
yang cukup untuk menyebabkan efek buruk ada kornea mata. Seperti kebakaran
kulit akibat sinar matahari, gejalanya akan tertunda sampai beberapa jam. Enam
jam kemudian, pajanan tersebut akan muncul secara perlahan mulai dari perasaan
gatal “mata terasa berpasir”, mata berair, sampai terasa sakit dan photopobia
(sensitif terhadap cahaya). Hal ini akan menyebabkan reaksi inflamasi pada
29

kornea dan konjungtiva yang biasa dikenal sebagai photokerato conjunctivitis,


yang mengakibatkan pembengkakan dan hilangnya sel superfisial kornea dan
konjungtiva. Selama 24-48 jam, perasaan sakit akan reda dan sensitivitas terhadap
cahaya mulai hilang. Kondisi ini sering disebut welders flash (Zuclich 1989, Ham
et al, 1982).
Beberapa efek kronik yang ditimbulkan oleh pajanan berlebih terhadap
sinar UV yaitu pterygium. Pterygium merupakan sebuah jaringan fibrosa yang
tumbuh pada jaringan kornea yang membuat kornea tidak tembus cahaya. Data
epidemiologi secara kuat menerangkan adanya hubungan yang kuat antara
pajanan kronik dari sinar UV dengan pterygium (Sliney, 2002).
Selain itu, terdapat juga pingueculum yang merupakan tumor non maligna
pada jaringan di konjungtiva. Droplet keratitis merupakan penumpukan lemak
pada kornea yang memberikan efek buruk pada transparansi/kejernihan mata
dalam melihat. Secara epidemiologi, kedua kondisi ini berhubungan dengan
pajanan sinar UV (Taylor, 1992).
Berkembangnya katarak, kekeruhan lensa mata yang mengganggu
penglihatan, adalah bagian proses penuaan. Data epidemiologi menunjukkan
sebuah peningkatan risiko katarak kortikal akibat pajanan sinar UV-B dari
matahari (Taylor 1988, McCarty et al 2002, Sasaki et al 2002). Prevalensi
kebutaan akibat katarak di seluruh dunia sekitar 50 juta (Brian 2001, Thylefors
2001, WHO 1994). Percobaan terhadap hewan secara jelas menunjukkan bahwa
radiasi pajanan UV menghasilkan katarak, namun para ahli tidak setuju pada
derajat kontribusi yang berperan adalah pajanan matahari di lingkungan (Sliney
2002)

E. Keluhan Penglihatan
1. Definisi Keluhan Penglihatan
Menurut Affandi (2005), keluhan penglihatan adalah kondisi dimana mata
mengalami gangguan untuk melihat benda dengan jelas.
2. Faktor Penyebab Keluhan Penglihatan
Seseorangdapat mengalami keluhan penglihatan. Hal ini disebabkan antara lain
oleh faktor-faktor sebagai berikut:
30

1) Kuat Penerangan atau Pencahayaan


Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari
beberapa lux di dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik
matahari. Kekuatan pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar 2000-
100.000 di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux pada malam
hari dengan pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti
menambah daya, tetapi kelelahan relatif bertambah pula. Kelelahan ini
diantaranya akan mempertinggi kecelakaan. Namun meskipun
pencahayaan cukup, harus dilihat pula aspek kualitas pencahayaan, antara
lain faktor letak sumber cahaya. Sinar yang salah arah dan pencahayaan
yang sangat kuat menyebabkan kilauan pada obyek. Kilauan ini dapat
menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga penyebaran cahaya di dala
ruangan harus merata supaya mata tidak perlu lagi menyesuaikan terhadap
berbagai kontras silau, sebab keanekaragaman kontras silau menyebabkan
kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata dapat menyebabkan:
a) Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah
(konjungtivitis)
b) Penglihatan rangkap
c) Sakit kepala
d) Ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap
perbedaan (contrast sensitivity) dan kecepatan pandangan
e) Kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi
menurun (Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990).

2) Lama Paparan
Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang
jam kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit
akibat kerja. Yang dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk
waktu istirahat (Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990). Meskipun terjadi
keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja informal bekerja lebih dari 7
jam/hari. Hal ini menimbulkan adanya beban tambahan pada pekerja yang pada
akhirnya menyebabkan kelelahan mental dan kelelahan mata.
31

3) Umur
Keluhan penglihatan akan bertambah menurut bertabambahnya usia. Pada
tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, virus jarang ditemukan 6/6, melainkan
berkurang. Maka dari itu, kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk
melihat dengan ketajaman yang sama (Suma’mur, 1996). Makin banyak umur,
lensa bertambah besar dan lebih pipih, berwarna kekuningan dan menjadi lebih
keras. Hal ini mengakibatkan lensa kehilangan kekenyalannya, dan karena itu,
kapasitasnya untuk melengkung juga berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat
menjauhi mata, sedang titik jauh pada umumnya tetap saja.

4) Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa,benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola
mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas,
2004).
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum
Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih
dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang
berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia,
pungtum remotum terletak di depan mata (Ilyas, 2004).
Secara klinik kelainan reflaksi adalah akibat kerusakan ada akomodasi
visuil, entah itu sebagai akibat perubahan biji mata, ataupun kelainan pada lensa.
Kelainan refraksi yang sering dihadapi sehari-hari adalah miopia, hipermetropia,
presbiopia, dan astigmatisma (Ilyas, 2004).
32

F. Analisa Risiko
Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko
dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang
ditimbulkan. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga
dapat dilakukan penilaian risiko yang memiliki dampak besar terhadap
peruasahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan. (Ramli, 2009)
Proses penilaian risiko menurut Tarwaka (2008):
a. Estimasi kekerapan terjadinya kecelakaan atau sakit di tempat kerja.
Tingkat kekerapan atau keseringan (probability) kecelakaan atau sakit
digolongkan menjadi empat kategori:
1. Sering (frequent) kemungkinan terjadinya sangat sering dan
berulang (nilai 4).
2. Agak sering (probable), adalah kemungkinan terjadinya beberapa
kali (nilai 3).
3. Jarang (occasional), kemungkinan jarang terjadi atau terjadinya
sesekali waktu (nilai 2).
4. Jarang sekali (remote), adalah kemungkinan terjadinya kecil
namun tetap ada (nilai 1).
b. Estimasi keparahan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan sakit
yang terjadi. Tingkat keparahan (concequence atau severity) kecelakaan
atau sakit dapat dikategorikan menjadi lima kategori:
1. Bencana (catastrophic), adalah kecelakaan yang banyak
menyebabkan kematian (nilai 5).
2. Fatal, adalah kecelakaan yang menyebabkan kematian
tunggal (nilai 4).

3. Cedera berat (critical), adalah kecelakaan yang


menyebabkan cedera atau sakit yang parah pada waktu
yang lama tidak mampu bekerja atau menyebabkan cacat
tetap (nilai 3).
4. Cidera ringan (marginal), adalah kecelakaan yang
menyebabkan cedera atau penyakit yang ringan dan segera
dapat bekerja kembali atau tidak menimbulkan cacat tetap
33

(nilai 2).
5. Hampir cidera (negligible), adalah kejadian hampir celaka
yang tidak mengakibatkan cidera atau tidak memerlukan
perawatan kesehatan (nilai 1).
c. Tentukan tingkat risikonya.
Setelah dilakukan estimasi atau penaksiran terhadap tingkat
kekerapan dan keparahan terjadinya kecelakaan atau penyakit yang
mungkin muncul, selanjutnya dapat ditentukan tingkat risiko dari
masing-masing potensi bahaya yang telah diidentifikasi dan dinilai.
Cara penentuan tingkat risiko dapat digunakan matrik sebagai
berikut:
Tabel 1. Matriks penilaian risiko

Kekerapaan/Kemungkinan
Sering Agak Sering Jarang Jarang Sekali
Keparahan
4 3 2 1

Bencana 5 20 15 10 5
urgent urgent high medium
Fatal 4 16 12 8 4
urgent high medium low
Cidera berat 3 12 9 6 3
high medium mediun low
Cidera ringan 2 8 6 4 2
medium medium low low
Hampir cidera 1 4 3 2 1
low Low low none

Sumber : Tarwaka (2008)


34

d. Buat skala prioritas risiko yang telah dinilai untuk pengendalian


risiko.
Tabel 2. Klasifikasi tingkat resiko
Tingkat Risiko Tingkat Bahaya Klasifikasi
Urgent Tingkat bahaya sangat tinggi Hazard kelas A
High Tingkat bahaya serius Hazard kelas B
Medium Tingkat bahaya sedang Hazard kelas C
Low Tingkat bahaya kecil Hazard kelas D
None Hampir tidak ada bahaya Hazard kelas E

e. Buat catatan penilaian risiko.

G. Pengetahuan, Sikap, Tindakan


1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2012).
Sunaryo mengatakan bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan
lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Kognitif
atau pengetahuan merupakan domain terpenting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan
sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan
merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Kholid, 2012).
Notoatmodjo (2003) mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini
sikap subjek sudah mulai terbentuk.
35

c. Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik dan tidaknya stimulus


tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
d. Trial (mencoba), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yangg dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan
pekerja pengelas tentang sistem keselamatan kerja, manfaat dan mengetahui tata
cara serta dampak yang ditimbulkan apabila tidak melakukan sistem tersebut.
Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk-
beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka sering mementingkan
dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang diberikan kepada mereka,
sehingga keselamatan tidak cukup mendapatkan perhatian.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subyek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2003).

2. Pengetahuan Keselamatan Kerja


Menurut Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja menunjuk pada
perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan
atau cedera terkait dengan pekerjaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa
keselamatan kerja berarti proses merencanakan dan mengendalikan situasi yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi
standar yang menjadi acuan dalam bekerja (Rika, 2009).

Roy (2009) dalam Ibrahim (2010) membagi unsu-unsur penunjang


keselamatan kerja sebagai berikut:

a. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang dijelaskan


sebelumnya.
b. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
36

c. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan


kesehatan kerja.
d. Teliti dalam bekerja.
Mathis dan Jackson (2002) menyebutkan, keselamatan kerja
menunjuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan seseorang dan tujuan
utama keselamatan kerja di perusahaan adalah mencegah kecelakaan atau
cedera yang terkait dengan pekerjaan.

3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2012).
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons evaluatif berarti
bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh
proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus
dalam bentuk nilai baik - buruk, positif - negatif, menyenangkan - tidak
menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek
sikap (Azwar, 2010).
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
a. Menerima (Receiving)
Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu
benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (Valuating)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap
suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan
tingkat sikap yang paling tinggi.
Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan
sikap seseorang. Individu sering kali memperlihatkan tindakan bertentangan
37

dengan sikapnya. Akan tetapi, sikap dapat menimbulkan pola-pola cara berpikir
tertentu dalam masyarakat dan sebaliknya, pola-pola cara berpikir ini
mempengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat, baik dalam kehidupan sehari-
hari maupun dalam hal mebuat keputusan yang penting dalam hidup (Maulana,
2009).

4. Perilaku
Menurut Kwick perilaku adalah tindakan atau perilaku seseorang yang
dapat di amati dan bahkan dapat di pelajari (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan respon
atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari
dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir,
berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan
batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan
perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi atau motivasi
(Sarwono, 2004).
Perilaku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku pekerja las
terhadap penggunaan alat pelindung diri, apakah memakai atau tidak memakai
selama melakukan pengelasan.
Alasan pekerja tidak mau memakai alat pelindung diri adalah tidak sadar
atau tidak mengerti, panas, sesak, tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, berat,
mengganggu pekerjaan, tidak sesuai dengan bahaya yang ada, tidak ada sangsi,
dan atasan juga tidak memakai (Santoso, 2004)
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua
cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang
baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan atau observasi, yaitu
mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara keselamatannya dalam
bekerja. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat
38

kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap


subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu
(Notoatmodjo, 2005).

5. Tindakan Pengendalian Risiko


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo,
2012). Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan
pengendalian risiko yang dilakukan institusi terhadap mencegah maupun
mengatasi bahaya yang belum atau sudah terjadi pada pekerja las.
Hirarki pengendalian risiko adalah suatu tahapan-tahapan tingkatan yang
berurutan yang digunakan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang
mungkin terjadi. Tarwaka (2008) menjelaskan bahwa pengendalian risiko terdiri
dari 6 tahapan yaitu:
1) Eliminasi (elimination)
Eliminasi adalah suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen dan
harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas pertama. Eliminasi
dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang
berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya pada batas yang
tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau
kadarnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) diperkenankan.
2) Substitusi (substitution)
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan
peralatan yang lebih berbahaya dengan yang kurang berbahaya atau yang
lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih
diterima.
3) Rekayasa teknik (engineering control)
Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah struktur objek kerja
untuk mencegah tenaga kerja terpapar kepada potensi bahaya, seperti
pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur
pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik,
39

pemberian absorben suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan


kebisingan tinggi.
4) Isolasi (isolation)
Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan memisahkan seseorang dari
objek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat
tertutup (control room).
5) Pengendalian Administrasi (administration control)
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem
kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi
bahaya.
6) Alat Pelindung Diri (APD)
Merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan
bersifat sementara jika sistem pengendalian yang lebih permanen belum
dapat diimplementasikan.

Urutan pengendalian risiko menurut Saputra (2015) adalah:


1) Primary Control yaitu pengendalian yang dilakukan dengan
menghilangkan bahaya, mengganti mesin atau material yang lebih aman
dan rekayasa teknik.
2) Secondary Control yaitu pengendalian yang dilakukan pada segi
administratif.
3) Tertiary Control yaitu pengendalian yang dilakukan dengan membuat
acuan kerja seperti SOP (Standar Operasional Prosedur) dan JSA (Job
Safety Analysis)
4) Alat Pelindung Diri (APD) yaitu pengendalian untuk mengurangi tingkat
keparahan dengan memakai alat-alat pelindung diri. Dari penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian risiko merupakan langkah-
langkah sistematis untuk pencegahan dan pengendalian terhadap risiko
yang mungkin terjadi di tempat kerja. Tahapan-tahapan pengendalian
risiko harus berurutan sesuai dengan tingkatannya.
40

H. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri Dalam Pengelasan


a) Helm Pengaman (Safety Helm)
Alat ini berguna untuk melindungi kepala dari bahaya kejatuhan,
terbentur dan terpukul oleh benda-benda keras atau tajam. Safety helmet
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Tahan terhadap pukulan atau benturan.
2. Tidak mudah terbakar.
3. Tahan terhadap perubahan cuaca (suhu dan kelembaban udara
yang tinggi dan rendah).
4. Tidak menghantarkan listrik.
5. Ringan dan mudah dibersihkan.
6. Bagian dalam dari topi pengaman biasanya dilengkapi dengan
anyaman penyangga yang berfungsi untuk menyerap keringat
dan juga untuk mengatur pertukaran udara.
7. Khusus bagi pekerja tambang dan terowongan, topi pengaman
dilengkapi dengan lampu pada bagian depannya.
b) Pelindung Muka (Face Shield)
Alat ini berguna untuk melindungi mata dari radiasi elektro magnetik
yang tidak mengion (inframerah, ultraviolet). Lensa ini dilapisi dengan
oksida dari cobal dan diberi warna biru atau hijau juga untuk
mengurangi kesilauan, sedangkan yang mengion (sinar x) lensa tersebut
dilapisi oleh timah hitam (Pb).
c) Kacamata Las (Googles)
Alat ini sangat menutupi mata dengan ketat sehingga tidak terjadi
pertukaran udara di dalamnya yang akibatnya lensa dari goggles mudah
mengembun. Untuk mencegah terjadinya pengembunan, lensa dilapisi
dengan suatu bahan hidrofil atau goggles dilengkapi dengan lubang-
lubang ventilasi. Lensa ini dapat dibuat dari bahan: Plastik (poly
carbonat, cellulose acetat, poly carbonat vinyl) yang transparan atau
kaca policarbonat jenis plastik yang mempunyai daya tahan yang
paling besar terhadap benturan.
d) Pakaian Kerja (Apron)
41

Alat ini berguna untuk melindungi badan dari temperatur ekstrim, cuaca
buruk, cipratan bahan kimia atau logam cair, semburan dari tekanan
yang bocor, penetrasi benda tajam dan kontaminasi debu.
e) Sarung Tangan (Safety Glove)
Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari benda-benda tajam,
bahan-bahan kimia, benda panas atau dingin, infeksi kulit dan kontak
arus listrik.
f) Sepatu Kerja (Safety Shoes)
Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan
kimia, benda panas, kontak listrik. lantai licin, lantai basah, benda jatuh,
dan aberasi.
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi dampak yang dialami oleh pekerja akibat


paparan radiasi dari proses pengelasan secara teoritis dapat digambarkan
sebagai berikut:

Lingkungan Kerja

Potensi Bahaya Faktor Penentu


- Radiasi - Pengetahuan Keselamatan Kerja
- Cahaya dan Sinar - Sikap Pemakaian APD
- Arus Listrik - Perilaku Pemakaian APD
- Debu dan Las - Karakteristik Las
- Percikan - Analisa Risiko
- Ledakan - Tindakan Pengendalian Risiko

Kelelahan Mata
Welder’s Flash

Perlindungan Pekerja
- Alat Pelindung Diri (APD)

Gambar 3.1 Kerangka Teori


Sumber: A.M. Sugeng Budiono, 2003:99.

42
43

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian merupakan dampak


akibat paparan radiasi terhadap gangguan kesehatan mata pada pekerja
adalah sebagai berikut :

- Pengetahuan
Keselamatan Kerja
- Perilaku Pemakaian APD
Kelelahan
- Karakteristik Las
Mata Welder’s
- Analisa Risiko Flash
- Tindakan Pengendalian
Risiko

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen
:L

Gambar 3.2 Kerangka Konsep


Sumber: Suma’mur P.K, 1996:50.
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil Pengukuran
1. Kelelahan Mata Welder’s Adanya kejadian ditentukan bila Kuesioner Angket Ordinal 1. Tidak ada gejala, jika
Flash Pada Pekerja Las mengalami satu atau lebih pada gejala No. IV gejala dari skor total ≤
berikut: 50%
a. Mata berair 2. Ada gejala, jika gejala
b. Mata merah dari skor total > 50%
c. Mata terasa perih (Pheasant, 1991)
d. Pandangan kabur
e. Mata kesulitan fokus melihat
objek benda
f. Kepala terasa pusing
Gejala tersebut dirasakan dalam
waktu 2-12 jam setelah melakukan
pengelasan.

44
45

2. Pengetahuan Keselamatan Tingkat pengetahuan pekerja Kuesioner Angket Ordinal 1. Pengetahuan kurang,
No. II jika: < 60% jawaban benar
Kerja Pada Pekerja Las mengenai prosedur keselamatan
2. Pengetahuan baik,
kerja.
jika: > 80% jawaban benar
(Pheasant, 1991)

3. Karakteristik Las Jenis las listrik yang dilakukan Kuesioner Angket Ordinal 1. Las Tahan Listrik
pekerja pada saat melakukan 2. Las Busur dengan
pengelasan. Elektroda Berselaput
Fluks
3. Las Busur Gas TIG
4. Las Busur Gas MIG
5. Las Busur Rendam
(Suratman, 2007)

45
4. Perilaku Pemakaian Alat Perilaku pekerja terhadap pemakaian Kuesioner Angket Ordinal 1. Tidak Baik, jika tidak
Pelindung Diri (APD):
APD setiap melakukan pengelasan. No. III selalu menggunakan APD,
a. Helm Pengaman
(Safety Helm) skor total < 50%
b. Pelindung Muka
2. Baik, jika selalu
(Face Shield)
c. Kacamata Las menggunakan APD, skor
(Googles)
total > 50%
d. Pakaian Kerja
(Apron) (Tarwaka, 2008)
e. Sarung Tangan
(Safety Glove)
f. Sepatu Kerja (Safety
Shoes)
5. Analisa Risiko Menganalisa risiko kejadian Kuesioner Angket Ordinal 1. None (Hazard kelas E)
kelelahan mata welder’s flash yang 2. Low (Hazard kelas D)
kemungkinan terjadi pada saat 3. Medium (Hazard kelas
pengelasan. C)
4. High (Hazard kelas B)
5. Urgent (Hazard kelas A)
(Tarwaka, 2008)

46
47

6. Tindakan Pengendalian Persepsi pekerja terhadap Kuesioner Angket Ordinal 1.Tidak Ada Pengendalian
Risiko pengendalian yang dilakukan institusi No. V 2. Ada Pengendalian
untuk mencegah maupun mengatasi (Tarwaka, 2008)
risiko yang mungkin atau telah terjadi
pada saat pekerja melakukan
pengelasan.

47
48

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian yang


kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian (Arikunto, 2006).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara Pengetahuan Keselamatan Kerja dengan kejadian
Kelelahan Mata pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun
2018.
2. Ada hubungan antara Perilaku Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan
kejadian Kelelahan Mata pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri
Tahun 2018.
3. Ada hubungan antara Tindakan Pengendalian Risiko dengan kejadian
Kelelahan Mata pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun
2018.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan
penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau
penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik
deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek
yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan)
yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu (Notoatmodjo, 2010).
Metode penelitian diskriptif ini dilakukan dengan pendekatan
Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor beresiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian
dengan menyebarkan kuesioner kepada responden dalam waktu yang
bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja PT. Farmel Cahaya
Mandiri dengan alamat Jl. Raya Pondok Jaya No. 1, Pondok Aren, Kota
Tangerang Selatan. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada Juli 2018
sampai Agustus 2018, waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan
September 2018.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling


1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja las pada tahun 2018,
dengan jumlah populasi 130. Populasi adalah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

49
50

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik


kesimpulannya (Sugiyono, 2013).

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2008).

3. Teknik Sampling
Dalam penelitian ini, teknik sampling yang dilakukan adalah
dengan metode sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel. Sehingga jumlah sampel yang digunakan adalah sebesar 130.

D. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian di PT. Farmel Cahaya
Mandiridibagi menjadi 2, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang pertama kali dicatat dan
dikumpulkan oleh peneliti (Sanusi, 2014). Pada penelitian kali ini,
data primer mencakup identitas responden meliputi: umur,
pendidikan, pekerjaan, yang diperoleh dengan cara wawancara secara
langsung pada responden dengan menggunakan alat bantu kuesioner.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang langsung dikumpulkan oleh
peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan
data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen (Suryabrata,
1987). Data sekunder yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah
catatan kejadian yang ada di PT. Farmel Cahaya Mandiri.
51

2. Instrumen Penelitian
Menurut Alimul (2003) alat ukur dengan cara subyek diberikan
angket atau kuesioner dengan beberapa pertanyaan kepada responden.
Pembuatan kuesioner ini mengacu pada parameter yang sudah dibuat oleh
peneliti terhadap penelitian yang akan dilakukan. Instrumen yang
digunakan berupa kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan
yang disusun secara tertulis dalam rangka pengumpulan data suatu
penelitian.

E. Pengolahan Data
Dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu
langkah yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh
langsung dari penelitian masih mentah, belum memberikan informasi apa-
apa, dan belum siap untuk disajikan (Lusiana, 2015).
Oleh sebab itu, dalam proses pengolahan data harus melewati
tahap-tahap berikut ini (Notoatmodjo, 2010) :
1. Editing
Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan harus
dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum
editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan
isian formulir atau kuesioner.
2. Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya
dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk
kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Entry Data
Yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang
dalam bentuk ‘kode’ (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program
atau ‘software’ komputer. Software komputer ini bermacam-macam,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Salah satu
52

paket program yang paling sering digunakan untuk entry data


penelitian adalah paket program SPSS for Windows.
4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan atau dientry, perlu dicek kembali untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan
atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning).
Adapun cara atau tahap pembersihan data antara lain sebagai berikut
(Notoatmodjo, 2010):
a. Mengetahui missing data
Untuk mengetahui data yang hilang (missing) dapat
dilakukan dengan membuat distribusi frekuensi masing-masing
variabel.
b. Mengetahui variasi data
Dengan melihat variasi data dapat dideteksi apakah data
yang dimasukkan benar atau salah. Cara mendeteksi dengan
membuat distribusi masing-masing variabel.
c. Mengetahui konsistensi data
Cara untuk mengetahui adanya ketidak konsistensian data
dapat dilakukan dengan menghubungkan dua variabel.
5. Scoring
Pemberian bobot jwaban responden yang dilakukan dengan
memeberikan nilai sesuai dengan skor yang ditentukan (Devianti,
2013). Scoring dalam penelitian ini merupakan pemberian nilai
terhadap variabel terkait, diantaranya:
a. Variabel Kelelahan Mata Welder’s Flash terdiri dari 10
pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi skor 10% untuk jawaban
ada gejala dan skor 0% untuk jawaban tidak ada gejala.
Kemudian dibuat total skor dari jawaban kejadian kelelahan
mata welder’s flash. Tingkat kejadian dapat ditentukan dengan
kriteria:
53

1) Tidak ada gejala, jika gejala dari skor total ≤ 50%


2) Ada gejala, jika gejala dari skor total > 50%
b. Variabel Pengetahuan Keselamatan Kerja terdiri dari 10
pertanyaan yang diproses dengan bentuk pernyataan benar dan
salah. Setiap pertanyaan diberi skor 10% untuk jawaban benar
dan skor 0% untuk jawaban tidak benar. Kemudian dijumlah
seluruh skor dari jawaban yang benar dan salah sehingga akan
diperoleh nilai pengetahuan tersebut. Tingkat pengetahuan
dapat ditentukan dengan kriteria:
1) Pengetahuan Kurang, jika: < 60% jawaban benar
2) Pengetahuan Baik, jika: > 80% jawaban benar
c. Variabel Perilaku Pemakaian APD terdiri dari 6 pertanyaan.
Setiap pertanyaan diberi skor 10% untuk jawaban memakai dan
skor 0% untuk jawaban tidak memakai. Kemudian dibuat total
skor dari jawaban perilaku pemakaian APD. Tingkat perilaku
dapat ditentukan dengan kriteria:
1) Tidak Baik, jika tidak selalu memakai APD, skor total <
50%
2) Baik, jika selalu memakai APD, skor total > 50%

F. Analisis Data
F.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Dalam analisis
univariat umumnya hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan
presentasi dari masing-masing variabel (Notoatmodjo, 2010).
F.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang
berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Analisis bivariat
dalam penelitian ini menggunakan analisis Chi-kuadrat (Chi-square).
54

BAB V

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan salah satunya dengan

menyebar kuesioner kepada 130 pekerja las PT. Farmel Cahaya Mandiri sebagai

responden penelitian. Sebelum membagi kuesioner penelitian, peneliti terlebih

dahulu meminta kesediaan responden untuk mengisi kuesioner dan juga

memberikan penjelasan atas item pertanyaan pada kuesioner. Selama pengisian

kuesioner, peneliti turut mendampingi, sehingga bila ada responden yang

kesulitan dalam pengisian, peneliti dapat langsung memberi penjelasan.

Kuesioner yang diterima kemudian diintepretasikan kedalam bentuk angka

dan ditabulasikan untuk kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data dengan

metode yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

B. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari

karakteristik responden sertia variabel independen dan variabel dependen.

B.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden

Distribusi karakteristik responden di PT. Farmel Cahaya Mandiri dapat dilihat

pada tabel 4.1 dibawah ini.


55

Tabel 4.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden di

PT. Farmel Cahaya Mandiri

Karakteristik Responden Frequency Percent Cumulative Percent


Valid Umur
< 20 Tahun 19 15% 15%
20-30 Tahun 32 25% 39%
31- 40 Tahun 43 33% 72%
41-50 Tahun 33 25% 98%
> 50 Tahun 3 2% 100%
Total Umur 130 100%
Masa Kerja
<1 Tahun 20 15% 15%
2-5 Tahun 30 23% 38%
6-9 Tahun 29 22% 61%
10-15 Tahun 44 34% 95%
>16 Tahun 7 5% 100%
Total Masa Kerja 130 100%
Pendidikan Terakhir
Tidak tamat SD 7 5% 5%
Tamat SD 25 19% 25%
Tamat SMP/MTs 43 33% 58%
Tamat SMA/MA/SMK 48 37% 95%
Tamat Perguruan Tinggi 7 5% 100%
Total Pendidikan Terakhir 130 100%

Sumber : Output SPSS

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa responden dengan kelompok usia <20

tahun sebanyak 19 orang (15%), responden dengan kelompok usia 20-30 tahun

sebanyak 32 orang (25%), responden dengan kelompok usia 31-40 tahun

sebanyak 43 orang (33%), responden dengan kelompok usia 41-50 tahun

sebanyak 33 orang (25%), dan kelompok usia >50 tahun sebanyak 3 orang (2%),

berdasarkan uraian tersebut dapat disumpulkan bahwa responden dengan


56

kelompok usia pada PT. Farmel Cahaya Mandiri di dominasi oleh kelompok usia

31-40 tahun sebanyak 43 orang (33%).

Karakteristik responden dengan masa kerja <1 tahun sebanyak 20 orang

(15,4%), responden dengan masa kerja 2-5 tahun sebanyak 30 orang (23,1%),

responden dengan kelompok masa kerja 6-9 tahun sebanyak 29 orang (22,3%),

responden dengan kelompok masa kerja 10-15 tahun sebanyak 44 orang (33,8%),

dan kelompok masa kerja >16 tahun sebanyak 7 orang (5,4%), berdasarkan uraian

tersebut dapat disumpulkan bahwa responden dengan kelompok masa kerja pada

PT. Farmel Cahaya Mandiri di dominasi oleh kelompok masa kerja 10-15 tahun

sebanyak 44 orang (33,8).

Karakteristik responden dengan pendidikan terakhir tidak tamat SD sebanyak

7 orang (5,4%), responden dengan pendidikan terakhir tamat SD sebanyak 25

orang (19,2%), responden dengan kelompok pendidikan terakhir tamat SMP/MTs

sebanyak 43 orang (33%), responden dengan kelompok pendidikan terakhir tamat

SMA/MA/SMK sebanyak 48 orang (37%), dan kelompok pendidikan terakhir

tamat perguruan tinggi sebanyak 7 orang (5%), berdasarkan uraian tersebut dapat

disumpulkan bahwa responden dengan kelompok pendidikan terakhir pada PT.

Farmel Cahaya Mandiri di dominasi oleh kelompok tamat SMA/MA/SMK

sebanyak 48 orang (37%).

B.2 Distribusi Berdasarkan Variabel Penelitian

B.2.1 Distribusi Berdasarkan Variabel Pengetahuan

Distribusi berdasarkan variable pengetahuan di PT. Farmel Cahaya Mandiri

dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.


57

Tabel 4.2 Distribusi Berdasarkan Variabel Pengetahuan di

PT. Farmel Cahaya Mandiri

Frequency Percent Cumulative Percent


Valid Pengetahuan Baik 120 92,3 92,3
Pengetahuan Kurang 10 7,7 100,0
Total Pengetahuan 130 100,0
Sumber : Ouput SPSS

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden dengan berpengetahuan baik

sebanyak 120 orang (92,3%) dan responden dengan berpengetahuan kurang

sebanyak 10 orang (7,7%).

B.2.2 Distribusi Berdasarkan Variabel Perilaku

Distribusi berdasarkan variable perilaku di PT. Farmel Cahaya Mandiri

dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Distribusi Berdasarkan Variabel Perilaku di PT. Farmel Cahaya

Mandiri

Perilaku

Frequency Percent Cumulative Percent


Valid Baik 126 96,9 96,9
Tidak Baik 4 3,1 100,0
Total Perilaku 130 100,0
Sumber : Ouput SPSS

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden dengan perilaku baik sebanyak

126 orang (96,9%) dan responden dengan perilaku kurang baik sebanyak 4 orang

(3,1%).

B.2.3 Distribusi Berdasarkan Variabel Gejala


58

Distribusi berdasarkan variable gejala di PT. Farmel Cahaya Mandiri dapat

dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini.

Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Variabel Gejala di

PT. Farmel Cahaya Mandiri

Gejala

Frequency Percent Cumulative Percent


Valid Tidak ada gejala 125 96,2 96,2
Ada gejala 5 3,8 100,0
Total Gejala 130 100,0
Sumber : Ouput SPSS

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa responden dengan tidak ada gejala

sebanyak 125 orang (96,2%) dan responden dengan ada gejala sebanyak 5 orang

(3,8%).

B.2.4 Distribusi Berdasarkan Variabel Pengendalian

Distribusi berdasarkan variable pengetahuan di PT. Farmel Cahaya Mandiri

dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5 Distribusi Berdasarkan Variabel Pengendalian di

PT. Farmel Cahaya Mandiri

Pengendalian

Frequency Percent Cumulative Percent


Valid Ada Pengendalian 128 98,5 98,5
Tidak Ada Pengendalian 2 1,5 100,0
Total Pengendalian 130 100,0
Sumber : Ouput SPSS

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa responden dengan ada pengendalian

sebanyak 125 orang (96,2%) dan responden dengan tidak ada pengendalian

sebanyak 2 orang (1,5%).


59

C. Analisis Bivariat

C.1 Hubungan Faktor Pengetahuan Keselamatan Kerja Dengan Kejadian

Kelelahan Mata Pada Pekerja Las di PT. Farmel Cahaya Mandiri

Hubungan faktor pengetahuan keselamatan kerja dengan kejadian kelelahan

mata pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 4.6 Hubungan Faktor Pengetahuan Keselamatan Kerja Dengan

Kejadian Kelelahan Mata Pada Pekerja Las di PT. Farmel Cahaya Mandiri

Perilaku * Gejala Crosstabulation


Count
Pengetahuan

Faktor Gejala Pengetahuan Baik Pengetahuan Kurang Total P


N % N %

1. Mata berair 19 16% 1 10% 20


2. Mata merah 28 23% 4 40% 32
3. Mata terasa perih 28 23% 2 20% 30
4. Pandangan kabur 25 21% 1 10% 26 0,00
5. Mata kesulitan fokus
14 12% 1 10% 15
melihat objek benda
6. Kepala terasa pusing 6 5% 1 10% 7
Total 120 100% 10 100% 130
Sumber: Output SPSS

Berdasarkan pada table 4.6, diketahui bahwa hubungan pengetahuan

keselamatan kerja dengan kelelahan mata welder’s flash pada pekerja las di PT.

Farmel Cahaya Mandiri sebanyak 19 orang (16%) yang berpengatuhan baik

dengan faktor gejala mata berair, 28 orang (23%) yang berpengatuhan baik

dengan faktor gejala mata merah, 28 orang (23%) yang berpengatuhan baik
60

dengan faktor gejala mata terasa perih, 25 orang (21%) yang berpengatuhan baik

dengan faktor pandangan kabur, 14 orang (12%) yang berpengatuhan baik dengan

faktor mata kesulitan fokus melihat objek benda, dan 6 orang (5%) yang

berpengatuhan baik dengan faktor gejala kepala terasa pusing, sedangkan

pengetahuan kurang sebanyak 1 orang (10%) yang berpengatuhan kurang dengan

faktor gejala mata berair, 4 orang (40%) yang berpengatuhan kurang dengan

faktor gejala mata merah, 2 orang (20%) yang berpengatuhan kurang dengan

faktor gejala mata terasa perih, 1 orang (10%) yang berpengatuhan kurang dengan

faktor pandangan kabur, 1 orang (10%) yang berpengatuhan kurang dengan faktor

mata kesulitan fokus melihat objek benda, dan 1 orang (10%) yang berpengatuhan

kurang dengan faktor gejala kepala terasa pusing. Sedangkan Hasil uji Chi-Square

menunjukan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan pada pekerja las di

PT. Farmel Cahaya Mandiri dengan adanya gejala kelelahan mata (P-Value 0,00).

C.2 Hubungan Faktor Perilaku Pemakaian Alat Pelindung Diri Kerja

Dengan Kejadian Kelelahan Mata Pada Pekerja Las di PT. Farmel

Cahaya Mandiri

Hubungan faktor perilaku dengan kejadian kelelahan mata pada pekerja las

di PT. Farmel Cahaya Mandiri dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7 Hubungan Faktor Perilaku Kerja Dengan Kejadian Kelelahan

Mata Pada Pekerja Las di PT. Farmel Cahaya Mandiri

Perilaku * Gejala Crosstabulation


Count
Perilaku
Tidak
Faktor Gejala Selalu Jarang Total P
Pernah
N % N % N %

1. Mata berair 20 16% 0 0% 1 33% 21 0,025


61

2. Mata merah 29 24% 2 50% 1 33% 32


3. Mata terasa perih 27 22% 1 25% 0 0% 28
4. Pandangan kabur 26 21% 0 0% 0 0% 26
5. Mata kesulitan fokus melihat
14 1
objek benda 11% 25% 1 33% 16
6. Kepala terasa pusing 7 6% 0 0% 0 0% 7
12 100 100
Total 4 3 100% 130
3 % %
Sumber: Output SPSS

Berdasarkan pada table 4.7, diketahui bahwa hubungan perilaku dengan

kelelahan mata welder’s flash pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri

sebanyak 20 orang (16%) berperilaku baik yang selalu memakai kacamata

pelindung dengan faktor gejala mata berair, 29 orang (24%) yang berperilaku baik

yang selalu memakai kacamata pelindung dengan faktor gejala mata merah, 27

orang (22%) yang berperilaku baik yang selalu memakai kacamata pelindung

dengan faktor gejala mata terasa perih, 26 orang (21%) yang berperilaku baik

yang selalu memakai kacamata pelindung dengan faktor pandangan kabur, 14

orang (12%) yang berperilaku baik yang selalu memakai kacamata pelindung

dengan faktor mata kesulitan fokus melihat objek benda, dan 7 orang (6%) yang

berpengatuhan baik dengan faktor gejala kepala terasa pusing, sedangkan perilaku

yang jarang memakai kacamata pelindung sebanyak 0 orang (0%) berperilaku

baik yang jarang memakai kacamata pelindung dengan faktor gejala mata berair, 2

orang (50%) yang berperilaku baik yang jarang memakai kacamata pelindung

dengan faktor gejala mata merah, 1 orang (25%) yang berperilaku yang jarang

memakai kacamata pelindung dengan faktor gejala mata terasa perih, 0 orang

(0%) yang berperilaku jarang memakai kacamata pelindung dengan faktor

pandangan kabur, 1 orang (25%) yang berperilaku jarang memakai kacamata

pelindung dengan faktor mata kesulitan fokus melihat objek benda, dan 0 orang
62

(0%) yang berperilaku jarang memakai kacamata pelindung dengan faktor gejala

kepala terasa pusing, sedangkan perilaku yang tidak pernah memakai kacamata

pelindung sebanyak 1 orang (33%) berperilaku yang tidak pernah memakai

kacamata pelindung dengan faktor gejala mata berair, 1 orang (33%) yang

berperilaku yang tidak pernah memakai kacamata pelindung dengan faktor gejala

mata merah, 0 orang (0%) yang berperilaku tidak pernah memakai kacamata

pelindung dengan faktor gejala mata terasa perih, 0 orang (0%) yang berperilaku

tidak pernah memakai kacamata pelindung dengan faktor pandangan kabur, 1

orang (25%) yang berperilaku tidak pernah memakai kacamata pelindung dengan

faktor mata kesulitan fokus melihat objek benda, dan 0 orang (0%) yang

berperilaku tidak pernah memakai kacamata pelindung dengan faktor gejala

kepala terasa pusing. Sedangkan Hasil uji Chi-Square menunjukan ada hubungan

yang bermakna antara perilaku pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri

dengan adanya gejala kelelahan mata (P-Value 0,025).

C.3 Hubungan Faktor Tindakan Pengendalian Risiko Kerja Dengan

Kejadian Kelelahan Mata Pada Pekerja Las di PT. Farmel Cahaya

Mandiri

Hubungan faktor pengetahuan keselamatan kerja dengan kejadian kelelahan

mata pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri dapat dilihat pada tabel

berikut :
63

Tabel 4.8 Hubungan Faktor Tindakan Pengendalian Risiko Kerja Dengan

Kejadian Kelelahan Mata Pada Pekerja Las di

PT. Farmel Cahaya Mandiri

Perilaku * Gejala Crosstabulation


Count
Pengendalian

Faktor Gejala Ada Tidak Ada Total P


N % N %

1. Mata berair 20 16% 0 0% 20


2. Mata merah 31 24% 1 50% 32
3. Mata terasa perih 30 23% 0 0% 30
4. Pandangan kabur 25 20% 1 50% 26 0,08
5. Mata kesulitan fokus melihat objek benda 15 12% 0 0% 15
6. Kepala terasa pusing 7 5% 0 0% 7
Total 128 100% 2 100% 130
Sumber: Output SPSS

Berdasarkan pada table 4.8, diketahui bahwa hubungan tindakan

pengendalian dengan kelelahan mata welder’s flash pada pekerja las di PT.

Farmel Cahaya Mandiri sebanyak 20 orang (16%) yang adanya pengendalian

dengan faktor gejala mata berair, 31 orang (24%) yang adanya pengendalian

dengan faktor gejala mata merah, 30 orang (23%) yang adanya pengendalian

dengan faktor gejala mata terasa perih, 25 orang (20%) yang adanya pengendalian

dengan faktor pandangan kabur, 15 orang (12%) yang adanya pengendalian

dengan faktor mata kesulitan fokus melihat objek benda, dan 7 orang (5%) yang

adanya pengendalian dengan faktor gejala kepala terasa pusing, sedangkan tidak

adanya pengendalian sebanyak 0 orang (0%) yang tidak adanya pengendalian


64

dengan faktor gejala mata berair, 1 orang (50%) yang tidak adanya pengendalian

dengan faktor gejala mata merah, 0 orang (0%) yang tidak adanya pengendalian

dengan faktor gejala mata terasa perih, 1 orang (50%) yang tidak adanya

pengendalian dengan faktor pandangan kabur, 0 orang (0%) yang tidak adanya

pengendalian dengan faktor mata kesulitan fokus melihat objek benda, dan 0

orang (0%) yang tidak adanya pengendalian dengan faktor gejala kepala terasa

pusing. Sedangkan Hasil uji Chi-Square menunjukan ada hubungan yang

bermakna antara pengendalian pada pekerja las di PT. Farmel Cahaya Mandiri

dengan adanya gejala kelelahan mata (P-Value 0,00).

C.4 Analisis Risiko Kerja Dengan Faktor Kejadian Kelelahan Mata Pada

Pekerja Las di PT. Farmel Cahaya Mandiri

Tabel 4.9 Analisis Risiko Kerja Dengan Kejadian Kelelahan Mata Pada

Pekerja Las di PT. Farmel Cahaya Mandiri

Analisis resiko dengan kejadian kelelahan mata pada pekerja las di PT.

Farmel Cahaya Mandiri dapat dilihat pada tabel berikut :

Analisis Resiko * Gejala Crosstabulation

Count
Mata
kesulitan
Kepala
Mata Mata Mata terasa Pandangan fokus
terasa
berair merah perih kabur melihat
Analisis Resiko pusing Total P
objek
benda

N % N % N % N % N % N %

1. None (Hazard kelas E) 1 4% 1 4% 1 4% 1 4% 1 5% 1 7% 6

2. Low (Hazard kelas D) 2 9% 2 8% 2 9% 2 8% 2 10% 1 7% 11


3. Medium (Hazard kelas
2 9% 4 17% 3 13% 4 16% 4 20% 2 13% 19
C)
0,031
4. High (Hazard kelas B) 5 22% 5 21% 6 26% 5 20% 5 25% 2 13% 28
5. Urgent (Hazard kelas
13 57% 12 50% 11 48% 13 52% 8 40% 9 60% 66
A)
Total 23 100% 24 100% 23 100% 25 100% 20 100% 15 100% 130
65

Berdasarkan pada table 4.8, diketahui bahwa kelelahan mata dengan

kelompok mata berair pada kategori tidak ada resiko (hazard kelas E) yaitu

sebesar 4%, kategori resiko low (hazard kelas D) yaitu sebesar 9%, kategori

resiko medium (hazard kelas C) yaitu sebesar 9%, kategori resiko high (hazard

kelas B) yaitu sebesar 22%, dan kategori urgent (hazard kelas A) sebesar 57%.

Kelelahan mata dengan kelompok mata merah pada kategori tidak ada resiko

(hazard kelas E) yaitu sebesar 4%, kategori resiko low (hazard kelas D) yaitu

sebesar 8%, kategori resiko medium (hazard kelas C) yaitu sebesar 17%, kategori

resiko high (hazard kelas B) yaitu sebesar 21%, dan kategori urgent (hazard kelas

A) sebesar 50%.

Kelelahan mata dengan kelompok mata terasa perih pada kategori tidak ada

resiko (hazard kelas E) yaitu sebesar 4%, kategori resiko low (hazard kelas D)

yaitu sebesar 9%, kategori resiko medium (hazard kelas C) yaitu sebesar 13%,

kategori resiko high (hazard kelas B) yaitu sebesar 26%, dan kategori urgent

(hazard kelas A) sebesar 48%.

Kelelahan mata dengan kelompok pandangan kabur pada kategori tidak ada

resiko (hazard kelas E) yaitu sebesar 4%, kategori resiko low (hazard kelas D)

yaitu sebesar 8%, kategori resiko medium (hazard kelas C) yaitu sebesar 16%,

kategori resiko high (hazard kelas B) yaitu sebesar 20%, dan kategori urgent

(hazard kelas A) sebesar 52%

Kelelahan mata dengan kelompok mata kesulitan fokus melihat objek benda

pada kategori tidak ada resiko (hazard kelas E) yaitu sebesar 5%, kategori resiko

low (hazard kelas D) yaitu sebesar 10%, kategori resiko medium (hazard kelas C)
66

yaitu sebesar 20%, kategori resiko high (hazard kelas B) yaitu sebesar 25%, dan

kategorik urgent (hazard kelas A) sebesar 40%.

Kelelahan mata dengan kelompok kepala terasa berat pada kategori tidak

ada resiko (hazard kelas E) yaitu sebesar 7%, kategori resiko low (hazard kelas D)

yaitu sebesar 7%, kategori resiko medium (hazard kelas C) yaitu sebesar 13%,

kategori resiko high (hazard kelas B) yaitu sebesar 13%, dan kategorik urgent

(hazard kelas A) sebesar 60%.


BAB VI

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan difokuskan akan hal-hal yang berkaitan dengan

tujuan penelitian. Pada bab sebelumnya bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja pada

pekerja di PT. Farmel Cahaya Mandiri.

Berdasarkan hasil uji chi-square bahwa faktor yang berhubungan dengan

kecelakaan kerja adalah pengetahuan, perilaku dan pengendalian terhadap prosedur,

sosialisasi K3, pengawasan dan lingkungan kerja.

A.1 Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.9 dapat dilihat bahwa kecelakaan

kerja di PT. Farmel Cahaya Mandiri adalah sebanyak 6 kasus. Jenis kecelakaan kerja

yang sering terjadi seperti mata berair sebanyak 23 pekerja, mata merah sebanyak 24

pekerja, mata terasa perih sebanyak 23, pandangan kabur sebanyak 25 pekerja, mata

kesulitan fokus melihat objek benda sebanyak 20 pekerja dan kepala terasa pusing

sebanyak 15 pekerja. Berdasarkan penelitian Siregar (2014) suatu kejadian kecelakan

fatal, biasanya didahului dengan adanya 10 kali kecelakaan ringan. Dan 10 kecelakan

ringan itupun sebelumnya juga didahului oleh adanya 30 kecelakaan yang

mengakibatkan rusaknya peralatan. Sedangkan 30 kecelakan yang berakibat rusaknya

peralatan muncul setelah adanya 600 kejadian near miss. Kecelakaan ringan yang

terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor pekerja, faktor manajemen dan

faktor lingkungan kerja. Penelitian tersebut sesuai dengan teori dari ILO yang

menyatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja adalah faktor pekerja, faktor

manajemen dan faktor lingkungan kerja (Siregar, 2014).

67
68

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pekerja las di PT. Farmel Cahaya

Mandiri yang memiliki pengetahuan rendah dan tinggi dapat mengalami kecelakaan

akan tetapi yang berpengetahuan lebih rendah lebih besar terjadi kecelakaan kerja

daripada pekerja yang memiliki pengetahuan tinggi, pekerja yang memiliki sikap

negatif dalam bekerja lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja

daripada pekerja yang memiliki sikap positif dalam bekerja, pekerja yang tidak patuh

terhadap prosedur saat bekerja lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja

daripada pekerja yang patuh terhadap prosedur saat bekerja. Pekerja yang menjawab

rendahnya sosialisasi K3 lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja

daripada pekerja yang menjawab tingginya sosialisasi K3, pekerja yang menjawab

rendahnya pengawasan lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja

daripada pekerja yang menjawab tingginya pengawasan. Pekerja yang menjawab

tidak kondusifnya lingkungan kerja lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan

kerja daripada pekerja yang menjawab kondusifnya lingkungan kerja

A.2 Hubungan Faktor Pekerja dengan Kecelakaan Kerja di PT. Farmel

Cahaya Mandiri

A.2.1 Hubungan Pengetahuan Dengan Kecelakaan Kerja

Menurut pendapat pardede (2017) yang mengutip pendapat Green, menyatakan

bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor penting dalam memotivasi seseorang

dalam bertindak. Menurut Siregar (2014) dalam ILO, pengetahuan yaitu pemahaman

pekerja mengenai tipe-tipe risiko yang terdapat di tempat kerja, sumber pajanan dan

faktor-faktor berbahaya yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerusakan atau

cedera, sesuai dengan tugasnya. Semakin rendahnya pengetahuan seseorang, maka

akan semakin tinggi tindakan tidak aman yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
69

Semakin positif perilaku yang dilakukan akan mampu menghindari kejadian yang

tidak diinginkan (Siregar, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 dari 130 orang responden yang

pernah mengalami kecelakaan kerja, dapat dilihat bahwa pekerja yang termasuk

dalam kategori pengetahuan tinggi lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan

kerja daripada pekerja yang termasuk dalam kategori pengetahuan rendah.

Berdasarkan hasil uji chi-square pearson di atas, diperoleh nilai P Value= 0,00≤ 0,05,

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan dengan

kecelakaan kerja. Dengan demikian, hipotesis terbukti dengan ditemukannya

hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kecelakaan kerja.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengetahuan pekerja las di PT.

Farmel Cahaya Mandiri baik berpengetahuan rendah dan tinggi tetap mengalami

kecelakan kerja, salah satu yang menjadi penyebab kecelakaan tersebut adalah

lamanya paparan sinar yang berasal dari las tersebut walaupun para pekerja sudah

memakai alat pellindung sinar las akan tetapi tetap saja bekemungkinan mengalami

gejala mata lelah. Pekerja las merasa penggunaan kacamata hitam dan alat pelindung

mata sangat penting karena jika mereka tidak memakainya maka akan mata pekerja

las di PT. Farmel Cahaya Mandiri akan cepat mengalami kerusakan.

A.2.2 Hubungan Perilaku Dengan Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7 dari 130 orang responden yang

pernah mengalami kecelakaan kerja, dapat dilihat bahwa pekerja yang termasuk

dalam kategori sikap negatif banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja dari

pada pekerja dengan sikap positif. Berdasarkan hasil uji chi-square pearson di atas,

diperoleh nilai P Value= 0,03≤ 0,05, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
70

signifikan antara sikap dengan kecelakaan kerja. Dengan demikian, hipotesis terbukti

dengan ditemukannya hubungan bermakna antara sikap dengan kecelakaan kerja.

Dari hasil penelitian dari 130 pekerja terdapat semua pekerja yang pernah

mengalami kecelakaan kerja dan pekerja dengan selalu memakai hingga tidak pernah

memakai kaca mata pelindung tetap mengalami kelahan mata, hal tersebut

dikarenakan cahaya yang dihasilkan dari pengelasan sangat beresiko tinggi jika selalu

terkena paparan sinar cahayanya.

Menurut pendapat Ruhyandi dan Chandra (2008), kecelakaan bukan hanya

disebabkan oleh mesin tapi disebabkan oleh manusia itu sendiri (unsafe act). Menurut

pendapat Ruhyandi dan Chandra (2008) yang mengutip pendapat Ismani,

menerangkan bahwa dalam bersikap dapat diajarkan melalui beberapa cara

diantaranya : Memberi contoh, teladan, atau model peran; membujuk atau

meyakinkan seseorang dengan mempunyai dasar kognitif, hal ini terlepas dari aspek

emosional dari perilaku seseorang ; menetapkan melalui peraturan-peraturan dan lain-

lain.

Oleh karena itu untuk meningkatkan sikap yang baik kepada para pekerja

dalam penggunaan kacamata hitam atau pelindung mata dalam melakukan pekerjaan,

perlu adanya teladan ataupun contoh sehingga pekerja termotivasi untuk

menggunakan kacamata hitam atau pelindung mata dengan benar dan lengkap.

Membuat peraturan yang mewajibkan ataupun memaksa penggunaan kacamata hitam

atau pelindung mata di tempat kerja juga perlu di terapkan agar pekerja terdorong

menggunakan kacamata hitam atau pelindung mata dengan lengkap karena adanya

peraturan yang mewajibkan kacamata hitam atau pelindung mata tersebut, sehingga

pekerja terus memakai kacamata hitam atau pelindung mata dan lama kelamaan akan
71

terbiasa dan merasa nyaman dalam menggunakan kacamata hitam atau pelindung

mata.

A.2.1 Hubungan Pengendalian Dengan Kecelakaan Kerja

Menurut pendapat Siregar (2014) yang mengutip pendapat J.M Black, dalam

menyatakan bahwa supervise atau pengawasan adalah suatu pekerjaan yang berarti

mengarahkan yaitu memberi tugas, menyediakan intruksi, pelatihan dan nasihat

kepada individu juga termasuk mendengarkan dan memecahkan masalah yang

berhubungan dengan pekerjaan serta menanggapi keluhan bawahan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.8 dari 130 orang responden yang

pernah mengalami kecelakaan kerja, dapat dilihat bahwa pekerja yang termasuk

dalam kategori pengendalian rendah lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan

kerja dari pada pekerja dalam kategori pengawasan tinggi. Berdasarkan hasil uji chi-

square pearson di atas, diperoleh nilai P Value= 0,01≤ 0,05, menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian dengan kecelakaan kerja.

Dengan demikian, hipotesis terbukti dengan ditemukannya hubungan bermakna

antara pengawasan dengan kecelakaan kerja.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Siregar (2014) hasil uji chi-square

menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengawasan dengan kecelakaan kerja

dimana P value 0,020. Pengawasan yang dilakukan mandor pada PT. Farmel Cahaya

Mandiri sudah berjalan karena sering memperhatikan kelengkapan penggunaan

pelindung mata dari cahaya las pada pekerja, hal ini terjadi karena pekerja yang ada di

area pabrik cukup displin dan tegas dalam pengawasan yang dilakukan di area pabrik

sewaktu pekerja bekerja.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraiakan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Ada hubungan antara variabel faktor resiko pada variable pengetahuan dengan
kelelahan mata pada pekerja laas di PT. Farmel Cahaya Mandirik.
2. Ada hubungan antara variabel faktor resiko pada variabel perilaku dengan
kelelahan mata pada pekerja laas di PT. Farmel Cahaya Mandiri
3. Ada hubungan antara variabel faktor resiko pada variabel pengendalian dengan
kelelahan mata pada pekerja laas di PT. Farmel Cahaya Mandiri
B. Saran
1. Memberikan sosialisasi tentang pentingnya penggunaan pelindung mata yang
lengkap untuk meminimalisir tingginya paparan cahaya las dan memperkecil
resiko kecelakaan kerja yang bisa terjadi, termasuk memberikan brefing setiap
pagi tentang cara kerja, bahaya dan risiko ditempat kerja. Memberikan arahan
kepada pekerja agar lebih displin dan tegas dalam mengawasi pekerja.
2. Menambah luas ventilasi atau memasang beberapa exhaust fan agar udara
mengalir dan suhu pabrik tidak panas dan sesuai dengan suhu lingkungan kerja.

72
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, E.S, 2005. Sindrom Penglihatan Komputer. Majalah Kedokteran


Indonesia 55(3): 297-300.

Albertus Ari Eka P.,2007, Faktor yang berhubungan dengan Pemakaian Alat
Pelindung Masker pada Tenaga Pengelas di Wilayah Karangrejo Kota
Semarang, Semarang: Skripsi FKM UNDIP.

Alimul, Aziz. 2003. Penelitian Metode Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Anwar, Sanusi. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Anisa Melati Farida, 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Pemakaian APD pada Juru Listrik di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota
Semarang, Semarang: Skripsi FKM UNDIP.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

A. Siswanto, 2003, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta: PT. Bumi


Aksara.

Budiono, A.M, 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.


Semarang: CV Nugraha Sentosa.

Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Terjemahan Brahm U. Pendit.


EGC,Jakarta.

Darmini, 2007, Analisis Faktor yang berhubungan terhadap


KetajamanPenglihatan pada Pekerja Bengkel Bagian Pengelasan Karbit,
Semarang: Skripsi IKM UNNES.

DEPKES RI, 1990. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal Industri. Jakarta:
Dirjen Peran Serta Masyarakat, Depkes.

DEPKES RI, 2008. Kajian Kondisi Kerja pada Sektor Informal/UKM dan
Dampaknya Pada Kesehatan Pekerja.Jakarta: Departemen Kesehatan.

Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990. Upaya Kesehatan Kerja Sektor
Informal di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Direktorat Hilir Bidang Pemasaran dan Niaga, 2009. Buku Panduan


Keselamatan, dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja. Jakarta: Pertamina.

73
74

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip


Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Mathis Robert, Jackson John. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Salemba empat.

Nurdin, A, 1999. Peralatan Las Busur Manual. Bandung: Angkasa.

Padmanaba; 2006; Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap


Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior; Majalah Dimensi Interior;
Edisi Desember 2006.

Pakasi, Trevino. 1999. The Eye Problem of Public Transportation’s Drivers and
Its Prevention. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja Vol XXXII No. 1 hal
22-25. Jakarta.

Prasetya, Albertus Ari Eka. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Pemakaian Alat Pelindung Diri pada Tenaga Pengelas Bengkel Las Teralis di
Barito Semarang. Semarang : FKM UNDIP.

Saifuddin Azwar, 2010. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya,Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Ilyas, S, 2004. Ilmu Perawatan Mata.Jakarta: Sagung Seto.

Ilyas, S, 2006. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.

Ilyas, S, 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Lusiana, N., Andriani, R., dan Megasari, M. 2015. Buku Ajar Metodologi
Penelitian Kebidanan. Yogyakarta : Deepublish.

Okojie, E. C. I. A. O. H. Occupational Health Problems of Welders in Benin


City, Nigeria. Journal of Medicine and Biomedical Research. 2006;Vol. 5, No. 1,
64-69.

Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work and Health. London: Macmillan


AcademicProfesional Ltd.
75

Ramli Soehatman, 2009. Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS


18001. Jakarta: Dian Rakyat.

Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Jakarta:


Prestasi Pustaka.

Sarwono S, 2004. Sosiologi Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Sliney, D.H. 2002. How Light Reaches The Eyes and Its Components. Int J.
Toxicol, 21 (6), pp: 501-509.

Sonawan H., dan Suratman R., Pengantar untuk Memahami Proses Pengelasan
Logam, Cetakan Kedua, CV Alfabeta, 2006, Bandung.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


ALFABETA

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharno, 2008. Prinsip-prinsip Teknologi dan Metalurgi Pengelasan Logam.


Surakarta: UNS Press.

Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung.

Suma’mur, PK, 1999. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:


Gunung Agung.

Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Penerbit Sagung


Seto. Jakarta.

Suratman, M, 2001. Teknik Mengelas Asetilin, Brazing, dan Las Busur Listrik.
Bandung: Pustaka.

Suratman, M, 2007, Teknik Mengelas, Bandung: Pustaka Grafika.

Suryabrata, Sumadi. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Rajawali.

Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen Dan


Implementasi K3 Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Saputra, Darmawan. 2015. Hirarki Pengendalian Risiko yang Wajib Diketahui.


Diambil dari www.darmawansaputra.com/2015/08/hirarki-pengendalianrisiko-k3-
yang-wajib-diketahui.html?m=1, pada tanggal 19 Februari 2016 pukul 08.14 WIB.
76

LAMPIRAN
77

LEMBAR KUESIONER

Perihal : Permohonan Mengisi Lembar Kuesioner


Judul Proposal: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Mata
Welder’s Flash Pada Pekerja Las Di PT. Farmel Cahaya Mandiri
Tahun 2018.

Dengan Hormat,

Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan


untuk mendapatkan gelar sarjana di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
HAMKA, dengan ini saya meminta kesediaan saudara untuk mengisi lembar
kuesioner yang telah saya sediakan.

Kuesioner ini dibuat untuk mengetahui kondisi di lapangan sebagai ladang


penelitian yang saya lakukan semata-mata untuk menyelesaikan tugas akhir. Jadi,
bukan kondisi yang dapat mengganggu keberlangsungan pekerjaan saudara, maka
dari itu saudara diminta jujur dan jangan ragu dalam memberikan jawaban yang
sebenar-benarnya. Dengan kata lain, jawaban yang saudara berikan merupakan
kondisi yang saudara rasakan selama ini.

Demikian yang dapat saya sampaikan, atas bantuan yang saudara berikan
saya berterimakasih sebesar-besarnya.

Peneliti
78

INFORMED CONSENT
LEMBAR PERNYATAAN
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan oleh peneliti tentang penelitian Faktor-Faktor


Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Mata Welder’s Flash Pada Pekerja
Las Di PT. Farmel Cahaya Mandiri Tahun 2018, maka dengan ini menyatakan
bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini, tanpa ada paksaan dari
pihak manapun. Saya akan menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan oleh
peneliti dengan jujur dan apa adanya.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat untuk dapat digunakan


sebaik-baiknya.

Responden
79

Lampiran 1
No. Responden

KUESIONER PENELITIAN

“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KELELAHAN MATA WELDER’S FLASH PADA PEKERJA
LAS DI PT. FARMEL CAHAYA MANDIRI TAHUN 2018”

I. IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ...............................................................................
Umur : ..............................................................................Tahun
Masa Kerja : ..............................................................................Tahun
Beri tanda silang (×) sesuai pilihan Anda.
PendidikanTerakhir : 1. Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP/MTs
4. Tamat SMA/MA/SMK
5. Tamat Perguruan Tinggi

II. PENGETAHUAN
PETUNJUK PENGISIAN
Berilah tanda ceklis (✔) pada kolom jawaban yang anda anggap benar.
JAWABAN
NO. PERTANYAAN
YA TIDAK
1. Apakah bekerja di industri las
berpotensi menimbulkan bahaya
sekarang maupun di masa yang akan
datang terhadap kesehatan?
2. Apakah bekerja tanpa menggunakan alat
pelindung diri itu berbahaya?
80

3. Apakah perlu menggunakan alat pelindung


wajah pada saat melakukan pengelasan?
4. Apakah tidak memakai alat pelindung wajah
dapat menyebabkan luka bakar akibat percikan
api las?
5. Apakah bahaya radiasisinar las dapat
menimbulkan kelelahan mata?
6. Apakah penggunaan alat pelindung wajah dapat
menghindari percikan api las dan bahaya
radiasisinar las pada saat melakukan pengelasan?
7. Apakah salah satu syarat alat pelindung wajah
adalah tidak berat, tidak panas dipakai, dan tidak
mengganggu pekerjaan?
8. Apakah alat pelindung wajah yang digunakan
harus selalu dibersihkan dengan baik?
9. Apakah alat pelindung wajah yang baik adalah
terbuat dari bahan plastik?
10. Apakah kacamata las dapat dijadikan sebagai
pengganti tameng las?

Pertanyaan favorable benar = 1, salah = 0


Pertanyaan unfavorable benar = 0, salah = 1

III. PERILAKU
PETUNJUK PENGISIAN
Berilah tanda ceklis (✔) pada kolom jawaban yang Anda anggap benar.
JAWABAN
NO. PERTANYAAN
Selalu Jarang Tidak Pernah
Menggunakan Helm Pengaman (Safety
1.
Helm) pada saat melakukan pengelasan
Menggunakan Kacamata Las (Googles)
2.
pada saat melakukan pengelasan
3. Menggunakan Pelindung Muka (Face
81

Shield) pada saat melakukan pengelasan


Menggunakan Pakaian Kerja (Apron) pada
4.
saat melakukan pengelasan
Menggunakan Sarung Tangan (Safety
5.
Glove) pada saat melakukan pengelasan
Menggunakan Sepatu Kerja (Safety Shoes)
6.
pada saat melakukan pengelasan

IV. GEJALA
Berilah tanda ceklis (✔) pada kolom jawaban yang Anda anggap benar.
JAWABAN
NO. PERTANYAAN
ADA TIDAK

1. Merasakan kedutan yang terjadi di sekitar mata,


dalam proses mengelas ataupun setelah mengelas.
2. Fokus untuk melihat menjadi lambat untuk
melihat suatu objek.
3. Mata terasa perih bagaikan terisi pasir.
4. Terasa panas pada mata ketika melihat sinar.
5. Mata iritasi (merah) setelah mengelas.

6. Pusing atau sakit kepala dirasakan setelah


mengelas atau dalam proses mengelas.
7. Muncul kotoran pada mata ketika mengelas atau
setelah mengelas.
8. Ketajaman penglihatan anda berkurang tiba-tiba.
9. Terlihat ganda (rangkap) pada penglihatan anda.
10. Penglihatan menjadi kabur atau agak kabur.

V. PENGENDALIAN
Berilah tanda ceklis (✔) pada kolom jawaban yang Anda anggap benar.
JAWABAN
NO. PERTANYAAN
ADA TIDAK
82

Apakah pengawas melakukan pengarahan (safety


1.
briefing) sebelum anda melakukan pekerjaan?
Apakah pengawas melakukan identifikasi bahaya
2.
sebelum anda melakukan pekerjaan?
Apakah pihak pengawas menyampaikan hasil
3.
penyelidikan kecelakaan kepada pekerja?
Apakah ada poster K3 di dinding-dinding
4.
lingkungan anda bekerja?
Apakah ada ketentuan daripemilik usaha tentang
5.
penggunaan APD?
Apakah anda diberikan hak untuk melaporkan
kepada pihak atasan jika melihat rekan kerja
6.
dengan perilaku tidak aman atau melanggar
prosedur kerja?
Apakah di tempat kerja anda diberikan hak untuk
melaporkan risiko pekerjaan, perilaku tidak aman
7.
yang terjadi di tempat kerja kepada pihak
pengawas?
Apakah pihak pengawas melakukan komunikasi
8. potensi bahaya atau risiko di tempat kerja kepada
anda?
Apakah pihak perusahaan mengadakan tindakan
9.
perbaikan untuk mencegah kecelakaan?
Apakah pihak perusahaan di tempat anda bekerja
10.
memberikan asuransi bagi para pekerja?

Anda mungkin juga menyukai