Resep

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR
RS ROYAL PROGRESS
NOMOR 023/PER/DIR/XI/2014
TENTANG
PANDUAN PENGELOLAAN RESEP

PANDUAN RESEP

BAB I
PENDAHULUAN

Pemberian obat yang ditujukan untuk pengobatan suatu penyakit/kumpulan gejala (sindrom)
merupakan salah satu langkah dalam pengobatan terhadap pasien, dimana langkah ini harus benar-benar
mengutamakan penggunaan obat yang yang rasional. Dalam konteks pengobatan, rasional berarti tepat
diagnosa, tepat indikasi, tepat dosis, tepat waktu pemberian dan juga tepat harga obatnya. Pilihan ini
mencakup jenis obat dan ketepatan kondisi pasien, dosis, waktu pemberian, rute pemberian, kombinasi obat
dan lamanya pengobatan.
Tindakan/terapi dimulai setelah pemberian obat dan penggunaan obatnya oleh pasien dan hasilnya
harus dipantau serta diverifikasi apakah telah sesuai dengan tujuan terapi. Dalam penggunaan obatnya,
pasien harus diberikan penjelasan tentang obat yang diminum, indikasi/tujuan obat, waktu minum obat, rute
minum obat, efek samping obat, hal apa saja yang harus dihindari selama minum obat dan lama obat
tersebut diminum. Apabila hasil menunjukkan perbaikan atau sesuai dengan tujuan terapi maka terapi bisa
diteruskan atau kalau tidak berhasil, dihentikan, terapi perlu dikaji ulang.
Kesalahan terapi (medication errors) sering terjadi di praktik umum maupun rumah sakit.
Kesalahan pemilihan jenis obat, dosis, cara pemakaian, penulisan yang sulit dibaca merupakan faktor yang
bisa meningkatkan kesalahan terapi. Setiap langkah mulai pengumpulan data pasien (anamnesis,
pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang lainnya) berperan penting untuk pemilihan obat dan
akhirnya penulisan resep.
Penulisan resep yang benar harus mengacu pada tatanan atau aturan yang baku sesuai dengan
kebijakan rumah sakit sehingga meminimalkan kesalahan dalam pembacaan resep oleh apoteker/farmasi.
Agar terdapat keseragaman pada penulisan resep oleh dokter, maka seluruh dokter harus mengikuti standar
penulisan resep yang benar yang berdasarkan peraturan dari direktur rumah sakit.
BAB II
PRINSIP PENGGUNANAAN OBAT SECARA RASIONAL

Pada dasarnya obat akan diresepkan apabila memang diperlukan, dan dalam setiap kasus,
pemberian obat harus dipertimbangkan berdasarkan manfaat dan resikonya secara (cost-benefit rasio).
Kebiasaan peresepan obat yang tidak rasional akan berdampak buruk bagi pasien seperti kurangnya
efektifitas obat, kurang aman, dan biaya pengobatan tinggi.

Dokter dalam mewujudkan terapi yang rasional, memerlukan langkah yang sistematis dengan
moto 5T (Tepat obat, Tepat dosis, Tepat cara dan jadwal pemberian serta tepat bentuk sediaan obat dan
untuk penderita yang tepat). Preskripsi yang baik haruslah ditulis dalam blanko resep secara lege artis,
ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku.

Langkah-langkah pengobatan secara rasional:

1. Langkah 1 : Tetapkan masalah pasien


Sedapat mungkin diupayakan menegakkan diagnosis secara akurat berdasarkan
Anamnesis, pemeriksaan fisik yang seksama, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang lain yang tepat. Diagnosis yang akurat serta identifikasi
masalah yang jelas akan mempermudah rencana penanganan.

2. Langkah 2 : Tentukan tujuan Terapi


Tujuan terapi disesuaikan untuk setiap masalah atau diagnosis yang telah dibangun
berdasarkan patofisiologi penyakit yang mendasarinya.

3. Langkah 3 : Strategi Pemilihan Obat


Setiap pemilihan jenis penanganan ataupun pemilihan obat obat harus
sepengetahuan dan kesepakatan dengan pasien. Pilihan penanganan dapat berupa
penanganan non farmakologik maupun farmakologik. Pertimbangan biaya
pengobatan pun harus dibicarakan bersama-sama dengan pasien ataupun keluarga
pasien.

a. Penanganan Non Farmakologi


Perlu dihayati bahwa tidak semua pasien membutuhkan penanganan berupa
obat. Sering pasien hanya membutuhkan nasehat berupa perubahan gaya hidup,
diet tertentu sekedar fisioterapi atau psikoterapi. Semua instruksi tersebut perlu
dijelaskan secara rinci dan dengan dokumen tertulis.

b. Penanganan Farmakologik
Berdasarkan pemahaman patofisiologi penyakit serta farmakodinamik obat
dilakukan pemilihan jenis obat dengan mempertimbangkan efektivitas
keamanan, kenyamanan, dan harga obat.

4. Langkah 4 : Penulisan Resep Obat

Sebuah resep obat berisi perintah dari penulisnya kepada apoteker sebagai pihak
yang menyerahkan obat kepada pasien. Resep harus ditulis dengan jelas, mudah
dibaca, dan memuat informasi nama dan alamat penulis resep, tanggal peresepan,
nama dan kekuatan obat, dengan singkatan dan satuan yang baku, bentuk sediaan
dan jumlahnya, cara pemakaian dan peringatan. Nama, umur, dan tanggal lahir
pasien, serta alamat juga dicantumkan, kemudian dibubuhi tanda tangan dokter.

5. Langkah 5 : Penjelasan tentang Obat, Cara Pakai, Peringatan

Pasien memerlukan informasi, instruksi dan peringatan yang akan memberinya


pemahaman, sehingga ia mau menerima dan mematuhi pengobatan dan
mempelajari cara minum obat yang benar. Informasi yang jelas akan
meningkatkan kepatuhan pasien. Informasi yang diberikan antara lain :
1. Efek/indikasi obat: Efek utama obat yang menjadi dasar pilihan kita untuk
mengatasi permasalahan/diagnosis perlu dijelaskan kepada pasien, misalnya
gejala demam dan pusing akan berkurang atau hilang.
2. Efek samping: Demikian pula efek samping yang mungkin muncul akibat
menggunakan obat. Namun perlu bijaksana, agar pasien tidak justru menjadi
takut karenanya, yang penting pasien tahu dan bisa mengantisipasi bila efek
samping itu muncul, misalnya hipoglikemia akibat obat anti diabetes,
mengantuk akibat anti-histamin, dll.
3. Instruksi pemakaian: Pasien harus jelas tentang saat minum obat, cara minum
obat, misalnya obat diminum 3 kali (pagi, siang dan malam, sesudah/sebelum
makan, dengan cukup air, dst.), cara menyimpannya, apa yang harus dilakukan
bila ada masalah dst. Antibiotika misalnya harus diminum sampai habis sesuai
dengan jumlah yang diresepkan, sedangkan beberapa obat digunakan hanya
bila diperlukan saja. Ada obat yang diminum secara bertahap dengan dosis
berangsur-angsur naik dan setelah itu berangsur-angsur turun (kortikosteroid).
4. Peringatan: terkait dengan efek samping, misalnya tidak boleh mengemudi
dan menjalankan mesin karena efek kantuk obat.
5. Kunjungan berikutnya: jadwal kunjungan berikutnya ke dokter (untuk evaluasi
dan monitor terapi).
6. Sudah jelaskah semuanya: Pasien perlu ditanya apakah semua informasi yang
diberikan telah dimengerti dengan baik. Pasien bisa diminta untuk mengulang
segenap informasi yang telah disampaikan.

6. Langkah 6 : Pemantauan Pengobatan

Pemantauan bertujuan untuk menilai hasil pengobatan dan sekaligus menilai


apakah diperlukan tambahan upaya lain. Pemantauan dapat dilakukan secara pasif
maupun aktif. Pemantauan pasif artinya dokter menjelaskan kepada pasien tentang
apa yang harus dilakukan bila pengobatan tidak manjur. Pemantauan aktif berarti
pasien diminta dating kembali pada waktu yang ditentukan untuk dinilai hasil
pengobatan terhadap penyakitnya

Pengobatan yang rasional diawali dengan penulisan resep oleh dokter secara rasional, dengan
langkah-langkah :
 Diagnosis yang tepat.

 Memilih obat yang terbaik dari pilihan yang tersedia.

 Memberi resep dengan dosis dan jangka waktu yang cukup.

 Berdasarkan pada pedoman pengobatan yang berlaku saat itu.

 Resep merupakan dokumen legal, sebagai sarana komunikatif profesional dari dokter dan
penyedia obat, untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan kebutuhan medis yang
telah ditentukan.

Dalam suatu resep harus terkandung unsur-unsur informasi mengenai pasien, pengobatan yang
diberikan dan siapa dokter yang menuliskan resep. Apabila seorang dokter akan menuliskan resep,
pertanyaan yang muncul adalah apakah resep akan ditulis dengan nama generik atau dengan nama dagang.
Penulisan resep melibatkan beberapa keputusan yaitu : kapan dan berapa banyak yang harus diresepkan dan
bagaimana meresepkan yang meliputi masalah teknis, medis, kefarmasian dan ekonomi.

Penulisan resep yang rasional yang berarti penggunaan obat secara rasional. Penggunaan obat
secara rasional adalah pasien yang mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dosis yang
sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, untuk periode waktu yang cukup dan dengan biaya yang
serendah-rendahnya.

Faktor yang mempengaruhi dokter dalam menuliskan resep :

a. Masalah diagnosis, proses penegakkan diagnosis yang lebih ditentukan oleh kebiasaan dari deduksi
ilmiah menggiring dokter ke pengobatan yang irrasional. Bila diagnosis belum dapat diterapkan,
sering terjadi bahwa berbagai kemungkinan diagnosis diferensial kemudian diobati dan disebut
sebagai defensive therapy dan berarti penggunaan obat secara polifarmasi untuk menutupi berbagai
kemungkinan itu.

b. Pengaruh industri, pengaruh promosi sangat efektif, walaupun dilakukan dengan cara yang tidak
menyolok, misalnya dengan mengadakan seminar atau memberi kepustakaan yang tentunya
mendukung produknya sertatidak memperlihatkan segi-segi lainnya yang kurang mendukung.
Pendidikan berkelanjutan seperti ini lebih bersifat komersil.

c. Farmasi (Dispenser). Pemberian informasi mengenai obat khususnya kepada dokter mempengaruhi
penulisan resep, hal ini berkaitan dengan pendidikan. Informasi dapat diberikan secara aktif
melalui pelayanan informasi obat atau pasif misalnya melalui bulletin atau newsletter. Peran
farmasi juga terlihat mulai dari perencanaan, pengadaan dan pendistribusian obat di rumah sakit.

d. Pasien/masyarakat. Salah satu dasar pengobatan rasional adalah penggunaan bukti ilmiah yang
sahih (valid) dan ini didapatkan lewat penelitian yang dirancang secara seksama. Pembuktian
efektifitas obat dilakukan lewat uji klinik (clinical trial). Standard tertinggi uji klinik adalah uji
klinik tersamar (Randomised clinical trials/RCTs). Dalam RCT obat bisa dibandingkan dengan
plasebo, atau “head-to-head” dengan obat “kompetitor”. Sedangkan opini para ahli memiliki
tingkatan bukti “terendah”. Uji laboratorium pada sel, organ dan binatang sering disebut juga uji
pre-klinik, sebagai saringan pertama calon obat dari segi toksisitas, farmakokinetik, dan
farmakodinamik (mekanisme kerja obat). Systematic reviews atau meta-analisis adalah studi yang
dilakukan terhadap kumpulan RCT dengan tujuan utama mendapatkan pemahaman yang
komprehensif tentang suatu obat atau pengobatan terhadap berbagai kondisi.
BAB III
RESEP

A. PENGERTIAN UMUM TENTANG RESEP

1. Definisi Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk
paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang
berlaku.

2. Ukuran Lembaran Resep

Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal lebar 10-12 cm dan panjang
15-20 cm.

3. Jenis-Jenis Resep

1. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke
dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standar.
2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter,
bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih
dahulu.

3. Resep medicinal. Yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik,
dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. Buku referensi : Organisasi Internasional untuk
Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI),
dan lain-lain.

4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan
jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan.

4. Penulis Resep

Yang berhak menulis resep adalah tenaga medis yang memiliki izin praktik di RSRP dan mempunyai
kewenangan untuk menulis resep, yaitu :

a. Dokter Umum.
b. Dokter Spesialis

c. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.

5. Latar Belakang Penulisan Resep


Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara garis besar dapat
dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC = Other of the counter) dan Ethical (obat narkotika,
psikotropika, dan keras), harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian obat tidak bisa diserahkan
langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus melalui resep dokter (on medical prescription only).
Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai “medical care” dan alat kesehatan ikut
mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan
langsung dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai “pharmaceutical care” dan
informasi obat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas kesehatan seperti apotek/rumah sakit. Di
dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, kedua profesi ini harus berada dalam satu tim yang solid
dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan menyembuhkan pasien.

6. Tujuan Penulisan Resep

Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi
sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi
farmasi dalam pelayanan farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan
resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang diperlukan sesuai dengan
penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi
obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada
masyarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian obat lebih rasional
dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter bebas memilih obat secara tepat,
ilmiah, dan selektif. Penulisan resep juga dapat membentuk pelayanan berorientasi kepada pasien ( patient
oriented) bukan material oriented. Resep itu sendiri dapat menjadi medical record yang dapat
dipertanggungjawabkan, sifatnya rahasia.

7. Kerahasiaan dalam Penulisan Resep

Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan kefarmasian, oleh karena itu tidak
boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak. Resep diperlukan untuk menjaga hubungan
dan komunikasi kolegalitas yang harmonis di antara profesional yang berhubungan, antara lain: medical
care, pharmaceutical care & nursing care, rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita,
khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu
kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan resep.

Resep asli harus disimpan di instalasi farmasi dan tidak boleh diperlihatkan kecuali oleh yang berhak, yaitu
:

1. Dokter yang menulis atau merawatnya.


2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan.

3. Paramedis yang merawat pasien.

4. Apoteker .

5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk
memeriksa.
6. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran.

8. Format Penulisan Resep

Resep terdiri dari 6 bagian :


1. Inscriptio : Sebagai identitas dokter penulis resep. Penulisan identitas dokter harus lengkap,
meliputi: Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep, serta
tanda tangan dokter, jika resep berisi narkotika/psikotropika maka harus mencantumkan nomor
surat ijin praktik (SIP) dan alamat dokter yang menulis resep serta dapat dilengkapi dengan
nomor telepon. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Format inscriptio
suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah atau
berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek/rumah sakit. Bila
diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
3. Prescriptio/ Ordonatio : merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat
yang diperlukan dan ditulis dengan jelas. Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin)
tergantung dari macam formula resep yang digunakan. Contoh:
a. m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
b. m.f.l.a. sol
c. m.f.l.a. pulv. No XX da in caps
4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian
harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi. Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c
( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah makan)
5. Subscriptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan
keabsahan resep tersebut.
6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien. Penulisan identitas pasien harus
lengkap, meliputi : nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, dan umur, berat badan dan
tinggi badan pasien, ruang/poli dan diagnosis atau tindakan. untuk obat narkotika juga hatus
dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat).
9. Tanda-tanda pada resep

1. Tanda Segera, yaitu: Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda segera atau
peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu:

- Cito! = segera

- Urgent = penting

- Statim = penting sekali

- PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda


Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!.

2. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis
dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang.
Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x. Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3
x. Hal ini tidak berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru.
3. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak
diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep (ps. 48 WG ayat (3); SK Menkes No.
280/Menkes/SK/V/1981). Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-
obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes
Republik Indonesia.

4. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja
memberi obat dosis maksimum dilampaui.

5. Resep yang mengandung narkotik. Resep yang mengadung narkotik tidak boleh ada iterasi yang
artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri; tidak boleh
ada u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus
disimpan terpisah dengan resep obat lainnya.

10. Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya

Syarat – syarat dalam penulisan resep mencakup :

1. Resep ditulis jelas dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian
obat kepada pasien.
2. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.

3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan signa bila genap
ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik.

4. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu setengah botol,
harus digenapkan menjadi Fls. II.

5. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan, menunjukkan
keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin.

6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.

7. Nama pasien dan tanggal lahir harus jelas.

8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan,
mencantumkan nomor S.I.P dokter penulis resep dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak
boleh diulangi tanpa resep dokter.
9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri), karena
menghindari material oriented.

10. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.

11. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien yang
diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga.

11. Prinsip penulisan resep

Berikut ini prinsip penulisan resep :

1. Obat ditulis dengan nama paten/ dagang, generik, resmi atau kimia.
2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantum di label kemasan.

3. Resep ditulis dengan jelas di kop resep resmi.

4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep.

5. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin.

6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.

12. Karakteristik Menulis Resep

Resep ditulis pada kop format resep resmi dan harus menepati ciri-ciri yang berikut:

1. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat pelayanan medik dan
informatif.
2. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang berarti ambillah atau berikanlah.

3. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah obat kemudian ditulis dalam
angka Romawi dan harus ditulis dengan jelas.

a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis dalam satuan
mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk sediaan (m.f. = misce fac,
artinya campurlah, buatlah).

b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan nama dagang saja dan
jumlah sesuai dengan kemasannya.

4. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh berubah, misal:

- Codein, tidak boleh menjadi Kodein .

- Pharmaton F tidak boleh menjadi Farmaton F.


5. Signatura ditulis dengan jelas, tutup dan paraf.

6. Pro atau peruntukkan obat dan umur pasien ditulis, misalnya Tn. Amir, Ny. Supiah, Ana (5 tahun).

7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis volume sediaan sesudah
bentuk sedíaan.

8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi, sebaiknya tulis dengan jelas,
misalnya: pediatric, adult, dan forte.

13. Permasalahan dalam Menulis Resep

Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini menyangkut dengan
pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat timbul berupa:

1. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk mengkomunikasikan info yang penting,
seperti :

 Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya dimaksudkan.


 Menulis resep dengan tidak jelas/ tidak terbaca

 Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur yang tidak terstandarisasi

 Menulis instruksi obat yang ambigu

 Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut

 Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan lebih dari satu rute.

 Meresepka obat untuk diberikan melalui infus intavena intermitten tanpa menspesifikasi durasi
penginfusan.

 Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep.

2. Kesalahan dalam transkripsi

 Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang digunakan pasien
sebelum ke rumah sakit.
 Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika menuliskan resep obat
untuk pasien saat datang ke rumah sakit.

 Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang didaftar obat pasien.
 Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obat yang diresepkan untuk
pasien rawat inap.

14. Tata Cara Penulisan Resep

Resep yang lengkap menurut Peraturan Menkes RI No. 56/2014 memuat:

a. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktik Dokter (SIP)

b. Tanggal penulisan resep

c. Nama setiap obat/komponen obat

d. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep

e. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah melebihi dosis
maksimum
15. Petunjuk Penulisan Resep

Tanggal penulisan resep


Jl. Danau Sunter Utara, Sunter Paradise I, Jakarta Utara 14350

Tanggal : Mengisi kolom riwayat alergi


obat pada bagian kanan atas
Ruangan/Klinik : Riwayat Alergi Obat lembar resep manual atau
secara elektronik dalam sistem
Tidak
informasi farmasi untuk
Ya, Nama Obat ................... memastikan ada tidaknya
riwayat alergi obat.
R/ Ceftriaxon 1 gram injeksi No. VI

ʃ 2 dd 1
Tanda R/ pada setiap sediaan

Untuk nama obat tunggal ditulis


R/ Paracetamol 500 mg tab No. VI dengan nama generik. Untuk obat
kombinasi ditulis sesuai dengan
Ibuprofen 200 mg tab No. X nama dalam formularium,
dilengkapi dengan bentuk sediaan
Amitriptilin 25 mg tab No. II obat (contoh : injeksi, tablet, kapsul,
salep), serta kekuatan sediaan
Stesolid 2 mg tab No. II (contoh : 500mg, 1 gram)

m.f.caps. d.t.d No. X Jumlah sediaan

ʃ 3 dd 1 Bila obat berupa racikan dituliskan


nama setiap jenis/bahan obat dan
jumlah bahan obat (untuk bahan
padat : mikrogram, miligram, gram)
R/ WR 25 kolf No. III dan untuk cairan : tetes, mililiter,
liter)
ʃ 2 dd 1
Pencampuran beberapa obat jadi
dalam satu sediaan tidak dianjurkan,
kecuali sediaan dalam bentuk
R/ Spuit 10 No. IV campuran tersebut telah terbukti
aman dan efektif.
ʃ 2 dd 1
Nama
Aturan lengkap pasien dosis, rute
pakai (frekuensi,
HTKP
pemberian). Untuk aturan pakai jika
Nama Pasien : perlu atau prn atau “pro re nata”,
Nomor rekam medik
harus dituliskan dosis maksimal
No. Rekam Medis : dalam sehari
Tanggal lahir atau umur pasien
Tanggal Lahir : BAB IV (jika tidak dapat mengingat
tanggal lahir)
Berat Badan : BAB IV
Nama Dokter : Berat badan pasien (untuk pasien
anak)

Nama dokter penulis resep

Nama dokter
KEBIJAKAN UMUM DALAM PENULISAN RESEP

1. Semua instruksi pengobatan pasien ditulis oleh dokter yang mempunyai SIP pada lembar “instruksi
dokter” dalam buku rekam medis
2. Riwayat alergi pasien harus ditulis pada lembar resep. Jika ada alergi ditulis nama obatnya.
3. Resep ditulis oleh dokter berdasarkan yang ditulis dalam rekam medis
4. Penulisan resep
a. Resep hanya boleh ditulis oleh dokter yang mempunyai SIP
b. Format resep menggunakan formulir resep RS. Royal Progress untuk resep rawat jalan dan
menggunakan formulir permintaan obat rawat inap RS. Royal Progress, untuk resep rawat
inap
c. Nama obat:
- Nama obat tidak boleh disingkat
- Dimulai dengan huruf besar
- Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia atau
nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
- Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau singkatan lain
dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)
d. Untuk singkatan U; IU; QD; QOD; X,0; ,0; MS, MSO4, dan MGSO4 tidak boleh
digunakan dalam penulisan resep, harus ditulis nama panjangnya.
e. Penulisan resep harus jelas dan berisi informasi: tanggal resep, nama obat, dosis, bentuk
sediaan, jumlah obat, aturan pakai, dan rute pemberian.
f. Penulisan identitas dokter harus lengkap, meliputi nama dokter, serta tanda tangan dokter,
jika resep berisi narkotik maka harus mencantumkan SIP dan alamat dokter yang menulis
resep.
g. Penulisan identitas pasien harus lengkap, meliputi: nama pasien, nomor rekam medis,
umur, dan tanggal lahir, berat badan pasien, ruang/poli dan diagnosis atau tindakan.
5. Penulisan jumlah/ kadar obat yang ditulis dalam bentuk sistem metrik mengikuti satuan berikut:
a) berat ˂ 1 gram = mg (miligram)
b) berat ˂ 1 mg = mcg (microgram)
c) volume ˂ 1 liter = ml (mililiter)
d) sediaan TPN/elektrolit = mEq (miliequivalent)
e) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair drop
 Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
f) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair atau drop untuk takaran sediaan
cairnya :
 sendok teh (cth.) = 5 ml
 sendok bubur = 10 ml
 sendok makan (C) = 15 ml
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan sendok makan rumah tangga karena
volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan
sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair
paten.
6. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal:
 Tab Novalgin no. XII
 Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
 m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
7. Arti prosentase (%)
 0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
 0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
 0,5% (v/v) → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
8. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,…; 0,0….; 0,00…)
9. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di pasaran dengan
beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misalkan Tab. Primperan
5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
10. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang
tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
– Alerin exp. yang volume 60 ml atau 120 ml
– Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
11. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya
untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis
 Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
 Tab Antalgin mg 500 X
 Tab Novalgin mg 250 X
12. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
a. Harus ditulis dengan benar. Misal: S.t.d.d.pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I
b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan
tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis pada
kertas dengan bahasa yang dipahami.
13. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1 R/) atau tanda
pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap R/.
14. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan.
15. Penulisan tanda Iter (Iterretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh diulang) Resep
yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di sebelah kiri atas dari resep untuk
seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang
diulang. Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep
untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap
resep yang diulang
16. Penulisan tanda Cito atau PIM. Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat
sangat diperlukan bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus ditulis
di sebelah kanan atas resep.
17. Standarisari penggunaan obat yang digunakan di RS. Royal Progress berdasarkan dengan 6 farmasi
yang telah bekerja sama dengan RS. Royal Progress yaitu: PT. Sanbe Farma; PT. Soho: PT.
Kalbe Farma: PT. Pharos: PT. Novell; dan PT. Fahrenheit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Simatupang A. Proses Keputusan Terapi dan Masalah dalam Pemakaian Obat. Cermin Dunia
Kedokteran 1992; 78: 57-60.
2. Velo GP; Minuz P. Medication errors: prescribing faults and prescription errors. Br J Clin
Pharmacol 2009; 67 (6): 624-8.
3. Simatupang, A. Pedoman WHO tentang Penulisan Resep yang Baik sebagai Bagian Penggunaan
Obat yang Rasional WHO-Guide to Good Prescribing as Part of Rational Drug Use 2012.
4. Farmasi dan Terapi, Tim. Formularium RS Royal Progress 2014; 3-6.
5. Farmasi dan Terapi, Tim. Formularium RS Royal Progress 2015; 3-6.

Anda mungkin juga menyukai