Resep
Resep
Resep
PERATURAN DIREKTUR
RS ROYAL PROGRESS
NOMOR 023/PER/DIR/XI/2014
TENTANG
PANDUAN PENGELOLAAN RESEP
PANDUAN RESEP
BAB I
PENDAHULUAN
Pemberian obat yang ditujukan untuk pengobatan suatu penyakit/kumpulan gejala (sindrom)
merupakan salah satu langkah dalam pengobatan terhadap pasien, dimana langkah ini harus benar-benar
mengutamakan penggunaan obat yang yang rasional. Dalam konteks pengobatan, rasional berarti tepat
diagnosa, tepat indikasi, tepat dosis, tepat waktu pemberian dan juga tepat harga obatnya. Pilihan ini
mencakup jenis obat dan ketepatan kondisi pasien, dosis, waktu pemberian, rute pemberian, kombinasi obat
dan lamanya pengobatan.
Tindakan/terapi dimulai setelah pemberian obat dan penggunaan obatnya oleh pasien dan hasilnya
harus dipantau serta diverifikasi apakah telah sesuai dengan tujuan terapi. Dalam penggunaan obatnya,
pasien harus diberikan penjelasan tentang obat yang diminum, indikasi/tujuan obat, waktu minum obat, rute
minum obat, efek samping obat, hal apa saja yang harus dihindari selama minum obat dan lama obat
tersebut diminum. Apabila hasil menunjukkan perbaikan atau sesuai dengan tujuan terapi maka terapi bisa
diteruskan atau kalau tidak berhasil, dihentikan, terapi perlu dikaji ulang.
Kesalahan terapi (medication errors) sering terjadi di praktik umum maupun rumah sakit.
Kesalahan pemilihan jenis obat, dosis, cara pemakaian, penulisan yang sulit dibaca merupakan faktor yang
bisa meningkatkan kesalahan terapi. Setiap langkah mulai pengumpulan data pasien (anamnesis,
pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang lainnya) berperan penting untuk pemilihan obat dan
akhirnya penulisan resep.
Penulisan resep yang benar harus mengacu pada tatanan atau aturan yang baku sesuai dengan
kebijakan rumah sakit sehingga meminimalkan kesalahan dalam pembacaan resep oleh apoteker/farmasi.
Agar terdapat keseragaman pada penulisan resep oleh dokter, maka seluruh dokter harus mengikuti standar
penulisan resep yang benar yang berdasarkan peraturan dari direktur rumah sakit.
BAB II
PRINSIP PENGGUNANAAN OBAT SECARA RASIONAL
Pada dasarnya obat akan diresepkan apabila memang diperlukan, dan dalam setiap kasus,
pemberian obat harus dipertimbangkan berdasarkan manfaat dan resikonya secara (cost-benefit rasio).
Kebiasaan peresepan obat yang tidak rasional akan berdampak buruk bagi pasien seperti kurangnya
efektifitas obat, kurang aman, dan biaya pengobatan tinggi.
Dokter dalam mewujudkan terapi yang rasional, memerlukan langkah yang sistematis dengan
moto 5T (Tepat obat, Tepat dosis, Tepat cara dan jadwal pemberian serta tepat bentuk sediaan obat dan
untuk penderita yang tepat). Preskripsi yang baik haruslah ditulis dalam blanko resep secara lege artis,
ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku.
b. Penanganan Farmakologik
Berdasarkan pemahaman patofisiologi penyakit serta farmakodinamik obat
dilakukan pemilihan jenis obat dengan mempertimbangkan efektivitas
keamanan, kenyamanan, dan harga obat.
Sebuah resep obat berisi perintah dari penulisnya kepada apoteker sebagai pihak
yang menyerahkan obat kepada pasien. Resep harus ditulis dengan jelas, mudah
dibaca, dan memuat informasi nama dan alamat penulis resep, tanggal peresepan,
nama dan kekuatan obat, dengan singkatan dan satuan yang baku, bentuk sediaan
dan jumlahnya, cara pemakaian dan peringatan. Nama, umur, dan tanggal lahir
pasien, serta alamat juga dicantumkan, kemudian dibubuhi tanda tangan dokter.
Pengobatan yang rasional diawali dengan penulisan resep oleh dokter secara rasional, dengan
langkah-langkah :
Diagnosis yang tepat.
Resep merupakan dokumen legal, sebagai sarana komunikatif profesional dari dokter dan
penyedia obat, untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan kebutuhan medis yang
telah ditentukan.
Dalam suatu resep harus terkandung unsur-unsur informasi mengenai pasien, pengobatan yang
diberikan dan siapa dokter yang menuliskan resep. Apabila seorang dokter akan menuliskan resep,
pertanyaan yang muncul adalah apakah resep akan ditulis dengan nama generik atau dengan nama dagang.
Penulisan resep melibatkan beberapa keputusan yaitu : kapan dan berapa banyak yang harus diresepkan dan
bagaimana meresepkan yang meliputi masalah teknis, medis, kefarmasian dan ekonomi.
Penulisan resep yang rasional yang berarti penggunaan obat secara rasional. Penggunaan obat
secara rasional adalah pasien yang mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dosis yang
sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, untuk periode waktu yang cukup dan dengan biaya yang
serendah-rendahnya.
a. Masalah diagnosis, proses penegakkan diagnosis yang lebih ditentukan oleh kebiasaan dari deduksi
ilmiah menggiring dokter ke pengobatan yang irrasional. Bila diagnosis belum dapat diterapkan,
sering terjadi bahwa berbagai kemungkinan diagnosis diferensial kemudian diobati dan disebut
sebagai defensive therapy dan berarti penggunaan obat secara polifarmasi untuk menutupi berbagai
kemungkinan itu.
b. Pengaruh industri, pengaruh promosi sangat efektif, walaupun dilakukan dengan cara yang tidak
menyolok, misalnya dengan mengadakan seminar atau memberi kepustakaan yang tentunya
mendukung produknya sertatidak memperlihatkan segi-segi lainnya yang kurang mendukung.
Pendidikan berkelanjutan seperti ini lebih bersifat komersil.
c. Farmasi (Dispenser). Pemberian informasi mengenai obat khususnya kepada dokter mempengaruhi
penulisan resep, hal ini berkaitan dengan pendidikan. Informasi dapat diberikan secara aktif
melalui pelayanan informasi obat atau pasif misalnya melalui bulletin atau newsletter. Peran
farmasi juga terlihat mulai dari perencanaan, pengadaan dan pendistribusian obat di rumah sakit.
d. Pasien/masyarakat. Salah satu dasar pengobatan rasional adalah penggunaan bukti ilmiah yang
sahih (valid) dan ini didapatkan lewat penelitian yang dirancang secara seksama. Pembuktian
efektifitas obat dilakukan lewat uji klinik (clinical trial). Standard tertinggi uji klinik adalah uji
klinik tersamar (Randomised clinical trials/RCTs). Dalam RCT obat bisa dibandingkan dengan
plasebo, atau “head-to-head” dengan obat “kompetitor”. Sedangkan opini para ahli memiliki
tingkatan bukti “terendah”. Uji laboratorium pada sel, organ dan binatang sering disebut juga uji
pre-klinik, sebagai saringan pertama calon obat dari segi toksisitas, farmakokinetik, dan
farmakodinamik (mekanisme kerja obat). Systematic reviews atau meta-analisis adalah studi yang
dilakukan terhadap kumpulan RCT dengan tujuan utama mendapatkan pemahaman yang
komprehensif tentang suatu obat atau pengobatan terhadap berbagai kondisi.
BAB III
RESEP
1. Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk
paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang
berlaku.
Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal lebar 10-12 cm dan panjang
15-20 cm.
3. Jenis-Jenis Resep
1. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke
dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standar.
2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter,
bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih
dahulu.
3. Resep medicinal. Yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik,
dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. Buku referensi : Organisasi Internasional untuk
Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI),
dan lain-lain.
4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan
jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan.
4. Penulis Resep
Yang berhak menulis resep adalah tenaga medis yang memiliki izin praktik di RSRP dan mempunyai
kewenangan untuk menulis resep, yaitu :
a. Dokter Umum.
b. Dokter Spesialis
Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi
sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi
farmasi dalam pelayanan farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan
resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang diperlukan sesuai dengan
penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi
obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada
masyarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian obat lebih rasional
dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter bebas memilih obat secara tepat,
ilmiah, dan selektif. Penulisan resep juga dapat membentuk pelayanan berorientasi kepada pasien ( patient
oriented) bukan material oriented. Resep itu sendiri dapat menjadi medical record yang dapat
dipertanggungjawabkan, sifatnya rahasia.
Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan kefarmasian, oleh karena itu tidak
boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak. Resep diperlukan untuk menjaga hubungan
dan komunikasi kolegalitas yang harmonis di antara profesional yang berhubungan, antara lain: medical
care, pharmaceutical care & nursing care, rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita,
khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu
kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan resep.
Resep asli harus disimpan di instalasi farmasi dan tidak boleh diperlihatkan kecuali oleh yang berhak, yaitu
:
4. Apoteker .
5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk
memeriksa.
6. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran.
1. Tanda Segera, yaitu: Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda segera atau
peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu:
- Cito! = segera
- Urgent = penting
2. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis
dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang.
Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x. Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3
x. Hal ini tidak berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru.
3. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak
diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep (ps. 48 WG ayat (3); SK Menkes No.
280/Menkes/SK/V/1981). Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-
obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes
Republik Indonesia.
4. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja
memberi obat dosis maksimum dilampaui.
5. Resep yang mengandung narkotik. Resep yang mengadung narkotik tidak boleh ada iterasi yang
artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri; tidak boleh
ada u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus
disimpan terpisah dengan resep obat lainnya.
1. Resep ditulis jelas dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian
obat kepada pasien.
2. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.
3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan signa bila genap
ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik.
4. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu setengah botol,
harus digenapkan menjadi Fls. II.
5. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan, menunjukkan
keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin.
8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan,
mencantumkan nomor S.I.P dokter penulis resep dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak
boleh diulangi tanpa resep dokter.
9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri), karena
menghindari material oriented.
10. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.
11. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien yang
diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga.
1. Obat ditulis dengan nama paten/ dagang, generik, resmi atau kimia.
2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantum di label kemasan.
Resep ditulis pada kop format resep resmi dan harus menepati ciri-ciri yang berikut:
1. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat pelayanan medik dan
informatif.
2. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang berarti ambillah atau berikanlah.
3. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah obat kemudian ditulis dalam
angka Romawi dan harus ditulis dengan jelas.
a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis dalam satuan
mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk sediaan (m.f. = misce fac,
artinya campurlah, buatlah).
b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan nama dagang saja dan
jumlah sesuai dengan kemasannya.
4. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh berubah, misal:
6. Pro atau peruntukkan obat dan umur pasien ditulis, misalnya Tn. Amir, Ny. Supiah, Ana (5 tahun).
7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis volume sediaan sesudah
bentuk sedíaan.
8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi, sebaiknya tulis dengan jelas,
misalnya: pediatric, adult, dan forte.
Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini menyangkut dengan
pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat timbul berupa:
1. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk mengkomunikasikan info yang penting,
seperti :
Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur yang tidak terstandarisasi
Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut
Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan lebih dari satu rute.
Meresepka obat untuk diberikan melalui infus intavena intermitten tanpa menspesifikasi durasi
penginfusan.
Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang digunakan pasien
sebelum ke rumah sakit.
Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika menuliskan resep obat
untuk pasien saat datang ke rumah sakit.
Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang didaftar obat pasien.
Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obat yang diresepkan untuk
pasien rawat inap.
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah melebihi dosis
maksimum
15. Petunjuk Penulisan Resep
ʃ 2 dd 1
Tanda R/ pada setiap sediaan
Nama dokter
KEBIJAKAN UMUM DALAM PENULISAN RESEP
1. Semua instruksi pengobatan pasien ditulis oleh dokter yang mempunyai SIP pada lembar “instruksi
dokter” dalam buku rekam medis
2. Riwayat alergi pasien harus ditulis pada lembar resep. Jika ada alergi ditulis nama obatnya.
3. Resep ditulis oleh dokter berdasarkan yang ditulis dalam rekam medis
4. Penulisan resep
a. Resep hanya boleh ditulis oleh dokter yang mempunyai SIP
b. Format resep menggunakan formulir resep RS. Royal Progress untuk resep rawat jalan dan
menggunakan formulir permintaan obat rawat inap RS. Royal Progress, untuk resep rawat
inap
c. Nama obat:
- Nama obat tidak boleh disingkat
- Dimulai dengan huruf besar
- Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia atau
nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
- Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau singkatan lain
dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)
d. Untuk singkatan U; IU; QD; QOD; X,0; ,0; MS, MSO4, dan MGSO4 tidak boleh
digunakan dalam penulisan resep, harus ditulis nama panjangnya.
e. Penulisan resep harus jelas dan berisi informasi: tanggal resep, nama obat, dosis, bentuk
sediaan, jumlah obat, aturan pakai, dan rute pemberian.
f. Penulisan identitas dokter harus lengkap, meliputi nama dokter, serta tanda tangan dokter,
jika resep berisi narkotik maka harus mencantumkan SIP dan alamat dokter yang menulis
resep.
g. Penulisan identitas pasien harus lengkap, meliputi: nama pasien, nomor rekam medis,
umur, dan tanggal lahir, berat badan pasien, ruang/poli dan diagnosis atau tindakan.
5. Penulisan jumlah/ kadar obat yang ditulis dalam bentuk sistem metrik mengikuti satuan berikut:
a) berat ˂ 1 gram = mg (miligram)
b) berat ˂ 1 mg = mcg (microgram)
c) volume ˂ 1 liter = ml (mililiter)
d) sediaan TPN/elektrolit = mEq (miliequivalent)
e) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair drop
Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
f) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair atau drop untuk takaran sediaan
cairnya :
sendok teh (cth.) = 5 ml
sendok bubur = 10 ml
sendok makan (C) = 15 ml
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan sendok makan rumah tangga karena
volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan
sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair
paten.
6. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal:
Tab Novalgin no. XII
Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
7. Arti prosentase (%)
0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
0,5% (v/v) → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
8. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,…; 0,0….; 0,00…)
9. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di pasaran dengan
beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misalkan Tab. Primperan
5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
10. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang
tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
– Alerin exp. yang volume 60 ml atau 120 ml
– Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
11. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya
untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis
Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
Tab Antalgin mg 500 X
Tab Novalgin mg 250 X
12. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
a. Harus ditulis dengan benar. Misal: S.t.d.d.pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I
b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan
tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis pada
kertas dengan bahasa yang dipahami.
13. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1 R/) atau tanda
pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap R/.
14. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan.
15. Penulisan tanda Iter (Iterretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh diulang) Resep
yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di sebelah kiri atas dari resep untuk
seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang
diulang. Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep
untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap
resep yang diulang
16. Penulisan tanda Cito atau PIM. Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat
sangat diperlukan bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus ditulis
di sebelah kanan atas resep.
17. Standarisari penggunaan obat yang digunakan di RS. Royal Progress berdasarkan dengan 6 farmasi
yang telah bekerja sama dengan RS. Royal Progress yaitu: PT. Sanbe Farma; PT. Soho: PT.
Kalbe Farma: PT. Pharos: PT. Novell; dan PT. Fahrenheit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Simatupang A. Proses Keputusan Terapi dan Masalah dalam Pemakaian Obat. Cermin Dunia
Kedokteran 1992; 78: 57-60.
2. Velo GP; Minuz P. Medication errors: prescribing faults and prescription errors. Br J Clin
Pharmacol 2009; 67 (6): 624-8.
3. Simatupang, A. Pedoman WHO tentang Penulisan Resep yang Baik sebagai Bagian Penggunaan
Obat yang Rasional WHO-Guide to Good Prescribing as Part of Rational Drug Use 2012.
4. Farmasi dan Terapi, Tim. Formularium RS Royal Progress 2014; 3-6.
5. Farmasi dan Terapi, Tim. Formularium RS Royal Progress 2015; 3-6.