Insomnia Askep
Insomnia Askep
Insomnia Askep
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya istirahat adalah suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada stres
emosional, bebas dari kecemasan. Namun tidak berarti tidak melakukan aktivitas apa
pun, duduk santai di kursi empuk atau berbaring di atas tempat tidur juga merupakan
bentuk istirahat. Sebagai pembanding, klien/orang sakit tidak beraktifitas tapi mereka
sulit mendapatkan istirahat begitu pula dengan mahasiswa yang selesai ujian merasa
melakukan istirahat dengan jalan-jalan. Oleh karena itu perawat dalam hal ini
berperan dalam menyiapkan lingkungan atau suasana yang nyaman untuk
beristirahat bagi klien/pasien.
Sedangkan Tidur merupakan suatu keadaan perilaku individu yang relatif
tenang disertai peningkatan ambang rangsangan yang tinggi terhadap stimulus dari
luar. Keadaan ini bersifat teratur, silih berganti dengan keadaan terjaga(bangun), dan
mudah dibangunkan, (Hartman). Pendapat lain juga menyebutkan bahwa tidur
merupakan suatu keadaan istirahat yang terjadi dalam suatu waktu tertentu,
berkurangnya kesadaran membantu memperbaiki sistem tubuh/memulihkan energi.
Juga tidur sebagai fenomena di mana terdapat periode tidak sadar yang disertai
perilaku fisik psikis yang berbeda dengan keadaan terjaga.
Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang Pemenuhan Kebutuhan
Istirahat dan Tidur secara lebih lengkap lagi pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan istirahat tidur dan insomnia ?
2. Bagaimana tahapan tidur ?
3. Bagaimana fisiologi Tidur Normal ?
4. Apa saja etiologi insomnia pada lansia?
5. Apa klasifikasi dari Insomnia?
6. Apa saja tanda dan gejala insomnia ?
7. Apa saja dampak dari insomnia ?
8. Apa pemeriksaan dignostik Insomnia ?
9. Apa saja penatalaksanaan Insomnia ?
10. Apa saja pencegahan Insomnia ?
11. Bagaimana Konsep Askep Insomnia pada Lansia ?
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
B. Tahap-Tahap Tidur
a. Tanda-tanda menjelang tidur
- Suhu badan (SB) menurun
- Pernapasan melambat
- Otot-otot rileks
- Menguap.(tanda tubuh beradaptasi akibat pernapasan melambat)
b. Basic Rest Activity Cycle (BRAC):
NREM (Non Rapid Eye Movement)
“Slow wave sleep”, yang terdiri dari 4 tahap :
- Tahap I :
Mulai saat hilangnya Gel Alpha yang biasa terdapat pada seseorag yang
sedang terjaga.
Muncul gel yang tidak sinkron, frekuensi bercampuran dan voltase rendah.
Merasa ingin tidur, bila banyak pikiran akan mudah dibangunkan.
Merupakan tidur paling dangkal, berlangsung selama beberapa detik –
beberapa menit.
- Tahap II :
Merupakan tidur yang tidak dalam.
Muncul gel yang berbentuk seperti spindel dengan voltase lebih tinggi,
runcing-runcing (Gel K)
Berlangsung 5-10 menit.
- Tahap III :
Merupakan tidur yang dalam.
Muncul gel Deltha, yang lambat dengan amplitudo besar, tinggi dan dalam.
Biasanya sulit dibangunkan
Berlangsung ± 10 menit
- Tahap IV :
Tidur yang paling dalam.
Pada EEG dipenuhi Gel Deltha.
Sangat sulit dibangunkan.
Terjadi mimpi sehubungan dengan kejadian sehari sebelumnya.
3
Lamanya 5-15 menit
Terjadi perubahan fisik :
Nadi & pernapasan melambat
TD turun
Otot-otot sangat rileks
Basal metabolisme dan SB menurun
c. REM (Rapid Eye Movement)
- “Paradoksical sleep”- sebagai puncak Tidur :
Sangat sulit dibangunkan.
Pada orang dewasa tahap ini 20-25% dari tidur malam, bila seseorang
terbangun pada tahap ini mereka dapat mengingat mimpi mereka.
Biasanya terjadi 80-100 menit setelah orang tertidur.
Semakin lelah seseorang makin cepat mengalami tahap ini .
- Karakteristik Tahap REM :
Terjadi pada tahap II NREM dan berlangsung selama 5-10 menit.
Kembali ke tahap II NREM lagi.
Saat perpindahan dari NREM ke REM biasanya terjadi hentakan otak yang
tidak disadari.
TD menngkat.
Sekresi getah/asam lambung meningkat
Basal metabolisme dan SB meningkat
Terjadi mimpi yang menyenangkan, bersemangat dan sibuk.
Orang yang tidak mengalami periode REM biasanya tidak merasa puas dengan
tidurnya.
Orang biasanya mengalami 4-5x masa REM
5
penurunan ini. Pola tidur pada lansia ditandai dengan sering terbangun, penurunan
tahap 3 dan 4 waktu non-REM, lebih banyak terbangun pada malam hari disbanding
tidur, dan lebih banyak tidur selama siang hari. Tidur siang hari dapat mengurangi
waktu dan kualitas tidur di malam hari pada beberapa lansia.
Dari tahap 4, orang tersebut berlanjut ke tidur REM. Tidur REM terjadi
beberapa kali dalam siklus tidur dimalam hari tetapi lebih sering terjadi pagi hari
sekali. Pada tidur REM, aktifitas dan tanda-tanda vital mengalami akselerasi, yang
menyebabkan peningkatan kesenangan dan pelepasan ketegangan yang
dimanifestasikan dengan tersentak dan berbalik, kedutan otot, dan peningkatan
frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan tekanan darah. Tidur REM membantu
melepaskan ketegangan dan membantu metabolisme system saraf pusat. Kekurangan
tidur REM telah terbukti menyebabkan iritasi dan kecemasan.
F. Etiologi
Insomnia bukanlah suatu penyakit melainkan gejala yang memiliki banyak
faktor yang dapat menyebabkan atau dapat dikatakan tidak mempunyai penyebab
pasti terjadinya insomnia ini.
Berdasarkan situs melileaorganik (2008) Faktor resiko yang dapat menyebabkan
insomnia yaitu :
1. Faktor Psikologi
a. Stres yang berkepanjangan paling sering menjadi penyabab dari Insomnia
jenis kronis, sedangkan berita-berita buruk gagal rencana dapat menjadi
penyebab insonia transient.
b. Problem Psikiatri
c. Depresi paling sering ditemukan. Kamu bangun lebih pagi dari biasanya
yang tidak kamu ingini, adalah gejala paling umum dari awal depresi ,
Cemas ,Neorosa, dan gangguan psikologi lainnya sering menjadi penyebab
dari gangguan tidur
d. Sakit Fisik
Sesak nafas pada orang yang terserang asma, sinus, flu sehingga hidung
yang tersumbat dapat merupakan penyebab gangguan tidur. Selama
penyebab fisik atau sakit fisik tersebut belum dapat di tanggulangi dengan
baik ,gangguan tidur atau sulit tidur akan dapat tetap dapat terjadi.
6
2. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan yang bising seperti lingkungan lintasan pesawat jet, lintasan
kereta api, pabrik atau bahkan TV tetangga dapat menjadi faktor penyebab
susah tidur.
b. Gaya Hidup
c. Alkohol , rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja yang tidak
teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur.
Menurut Remelda (2008) terdapat beberapa perilaku yang dapat menyebabkan
seseorang mengalami insomnia, yaitu :
a. Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka, dll)
b. Kekhawatiran tidak dapat tidur
c. Mengkonsumsi caffein secara berlebihan
d. Minum alkohol sebelum tidur
e. Merokok sebelum tidur
f. Tidur siang/sore yang berlebihan
g. Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur
G. Klasifikasi
Menurut situs melileaorganik (2008) insomnia terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Jenis transient (artinya cepat berlalu), oleh karena itu insomnia jenis ini hanya
terjadi beberapa malam saja.
2. Jenis Jangka pendek. Jenis dapat belangsung sampai beberapa minggu dan
biasanya akan kembali seperti biasa.
3. Jenis kronis (atau parah) gangguan tidak dapat tidur berlangsung le bih dari 3
minggu.
7
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang
dialami waktu siang hari adalah :
1. Mengantuk
2. Resah
3. Sulit berkonsentrasi
4. Sulit mengingat
5. Gampang tersinggung
I. Dampak Insomnia
Berbagai dampak merugikan yang ditimbul dari insomni yaitu :
1. Depresi
2. Kesulitan untuk berkonsentrasi
3. Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu
4. Prestasi kerja atau belajar mengalami penurunan
5. Mengalami kelelahan di siang hari
6. Hubungan interpersonal dengan orang lain menjadi buruk
7. Meningkatkan risiko kematian
8. Menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan yang berlebihan
9. Memunculkan berbagai penyakit fisik
Dampak insomnia tidak dapat di anggap remeh, karena bisa menimbulkan
kondisi yang lebih serius dan membahayakan kesehatan dan keselamatan. Oleh
karenanya, setiap penderita insomnia perlu mencari jalan keluar yang tepat.
J. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Remelda (2008) untuk mendiagnosis seseorang mengalami insomnia
atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan melalui penilaian terhadap :
1. Pola tidur penderita
2. Pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang
3. Tingkatan stres psikis
4. Riwayat medis
5. Aktivitas fisik.
8
K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan insomnia ini dapat
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Tindakan Keperawatan
a. Kaji efek samping pengobatan pada pola tidur klien.
b. Pantau pola tidur klien dan catat hubungan faktor-faktor fisik (misalnya :
apnea saat tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri/ketidaknyamanan, dan sering
berkemih).
c. Jelaskan pada klien pentingnya tidur adekuat (selama kehamilan, sakit, stress
psikososial).
d. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari faktor penyebab (misal : gaya
hidup, diet, aktivitas, dan faktor lingkungan).
e. Ajarkan klien dan kelurga dalam teknik relaksasi (pijat/urut sebelum tidur,
mandi air hangat, minum susu hangat).
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan keperawatan pada pasien insomnia
dimulai dengan menghilangkan kebiasaan (pindah tempat tidur, memakai tempat tidur
hanya untuk tidur, dll). Jika tidak berhasil dapat diberikan obat golongan hipnotik
(harus konsultasi dengan psikiater).
2. Tindakan Medis
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan medis pada pasien insomnia yaitu
dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya : Benzodiazepin
(Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid) tetapi efek samping dari
obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik, gangguan fungsi mental dan
psikomotor, gangguan koordinasi berpikir, mulut kering, dsb.
L. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
a. Tidur seperlunya, tetapi tidak berlebihan, agar merasa segar dan sehat di
hari berikutnya. Pembatasan waktu tidur dapat memperkuat tidur;
berlebihnya waktu yang dihabiskan di tempat tidur tampaknya berkaitan
dengan tidur yang terputus-putus dan dangkal.
b. Waktu bangun yang teratur dipagi hari memperkuat siklus sirkadian dan
menyebabkan awitan tidur yang teratur.
9
c. Jumlah latihan yang stabil setiap harinya dapat memperdalam tidur;
namun, latihan yang hanya dilakukan kadang-kadang tidak dapat
memperbaiki tidur pada malam berikutnya.
d. Bunyi bising yang bersifat kadang-kadang (mis. bunyi pesawat terbang
melintas) dapat mengganggu tidur sekalipun orang tersebut tidak
terbangun oleh bunyinya dan tidak dapat mengingatnya di pagi hari.
Kamar tidur kedap suara dapat membantu bagi orang-orang yang harus
tidur di dekat kebisingan.
e. Meskipun ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur, namun
tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kamar yang terlalu dingin dapat
membantu tidur.
f. Rasa lapar mengganggu tidur; kudapan ringan dapat membantu tidur.
g. Pil tidur yang hanya kadang-kadang saja digunakan dapat bersifat
menguntungkan, namun penggunaannya yang kronis tidak efektif pada
kebanyakan penderita insomnia.
h. Kafein di malam hari dapat mengganggu tidur, meskipun pada orang-
orang yang tidak berpikir demikian.
i. Alkohol membantu orang-orang yang tegang untuk tertidur lebih mudah,
tetapi tidur tersebut kemudian akan terputus-putus.
j. Orang-orang yang merasa marah dan frustasi karena tidak dapat tidur
tidak boleh berusaha terlalu keras untuk tertidur tetapi harus menyalakan
lampu dan melakukan hal lain yang berbeda.
k. Penggunaan tembakau secara kronis dapat mengganggu tidur.
Tindakan pencegahan primer lainnya antara lain adalah:
a) Kasur yang baik memungkinkan kesejajaran tubuh yang tepat.
b) Suhu kamar harus cukup dingin (kurang dari 24˚C) sehingga cukup
nyaman.
c) Asupan kalori harus minimal pada saat menjelang tidur.
d) Latihan sedang di siang hari atau sore hari merupakan hal yang
dianjurkan.
10
2. Pencegahan sekunder
Catatan harian tentang tidur merupakan cara pengkajian yang sangat bagus
bagi lansia di rumahnya sendiri. Catatan tersebut harus mencakup faktor-faktor
berikut ini:
- Seberapa sering bantuan diperlukan untuk memberikan obat nyeri, tidak dapat
tidur, atau menggunakan kamar mandi.
- Kapan orang tersebut turun dari tempat tidur.
- Berapa hari orang tersebut terbangun atau tertidur pada saat diobservasi oleh
perawat atau pemberi perawatan.
- Terjadinya konfusi dan disorientasi.
- Penggunaan obat tidur.
- Perkiraan orang tersebut bangun di pagi hari.
3. Pencegahan tersier
Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur yang mengancam kehidupan,
kondisi pasien memerlukan rehabilitas melalui tindakan-tindakan seperti
pengangkatan jaringan yang menyumbat di mulut dan mempengaruhi jalan napas.
Data-data tersebut membantu menentukan pengobatan yang terbaik untuk
mengatasi kesulitan dan merehabilitasi lansia sehingga ia dapat menikmati tidur
yang berkualitas baik sampai akhir hidup.
11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas pada klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama, pekerjaan, pendidikan, diagnose medis, alasan dirawat, keluhan utama,
kapan keluhan dimulai, dan lokasi keluhan.
2. Riwayat Perawatan
Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, keadaan lingkungan, dan riwayat kesehatan lainnya.
3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan umum, Pengukuran Tanda-Tanda Vital (TTV),
Pemeriksaan fisik tentang system kardiovaskuler, system pernafasan, sistem
pencernaan, system perkemihan, sistem endokrin, sistem musculoskeletal, dan
sistem reproduksi.
4. Pola Fungsi Kesehatan
Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit, kebiasaan sehari-hari,
nutrisi metabolism, pola tidur dan istirahat, kognitif-perseptual, persepsi-
konsep diri, aktivitas dan kebersihan diri, koping-toleransi stress, nilai-pola
keyakinan.
5. Data penujang
Hasil pemeriksaan laboraturium, dan pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan fisik
a. Integumen :
a) Lemak subkutan menyusut
b) Kulit kering dan tipis, rentang terhadap trauma dan iritasi, serta lambat
sembuh
b. Mata :
Areus senilis, penurunan visus
c. Telinga :
Pendengaran berkurang yang selanjutnya dapat berakibat gangguan bicara.
12
d. Kardiopulmonar :
Curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah
berkurang, terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik, kapasitas
vital paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru berkurang.
e. Muskuloskeletal :
Massa tulang berkurang, lebih jelas pada wanita, jumlah dan ukuran otot
berkurang.
Massa tubuh banyak yang tergantikan oleh jaringan lemak yang disertai
pula oleh kehilangan cairan.
f. Gastrointestinal :
Mobilitas dan absorpsi saluran cerna berkurang, daya pengecap, serta
produksi saliva menurun.
g. Neurologikal :
Rasa raba juga berkurang, langkah menyempit dan pada pria agak melebar.
Selain itu, terdapat potensi perubahan pada status mental.
13
- Tentang mandi = Dikatakan mandiri (independen) bila dalam melakukan
aktivitas klien hanya memerlukan bantuan untuk menggosok atau
membersihkan sebagian tertentu dari anggota badannya, Dikatakan
dependen bila klien memerlukan bantuan untuk lebih dari satu bagian
badannya.
- Berpakaian = Independen bila tak mampu mengambil sendiri pakaian
dalam lemari atau laci.
- Ke toilet = Independen bila lansia tak mampu ke toilet sendiri, beranjak
dari kloset, merapikan pakaian sendiri. Dependen bila memang
memerlukan bed pan atau pispot.
- Transferring = Independen bila mampu naik turun sendiri dari tempat
tidur atau kursi roda. Dependen bila selalu memerlukan bantuan untuk
kegiatan tersebut diatas atau tak mampu melakukan satu atau lebih
aktivitas transferring.
- Kontinensia = Independen bila mampu buang hajat sendiri (urinari dan
defekasi). Dependen bila pada salah satu atau keduanya miksi atau
sefekasi memerlukan enema atau kateter.
- Makan = Independen bila mampu menyuap makanan sendiri, mengambil
dari piring.
f. Pengkajian aspek spiritual
- Perasaan individu tentang kehidupan keagamaannya
- Melakukan kewajiban-kewajiban agar berkontemplasi tentang kehidupan
menurut agama dan kepercayaannya
14
B. Analisa Data
No Data Mayor Data Minor Etiologi Masalah
1. DS: DS: Kurang kontrol tidur Gangguan Pola Tidur
Mengeluh sulit tidur Mengeluh kemampuan
Mengeluh sering terjaga beraktivitas menurun
Mengeluh tidak puas tidur DO: -
Mengeluh pola tidur berubah
Mengeluh istirahat tidak
cukup
DO : -
2. DS: DS: Ketidakseimbangan Intoleransi Aktivitas
Mengeluh lelah Dispnea saat atau antara suplai dan
DO: setelah aktivitas kebutuhan oksigen
Frekuensi jantung meningkat Merasa tidak nyaman
lebih dari 20% dari kondisi setelah beraktivitas
istirahat Merasa lemah
DO:
Tekanan darah berubah
> 20% dari kondisi
istirahat
Sianosis
15
3. DS: DS: Gangguan tidur Keletihan
Merasa energi tidak pulih Merasa bersalah akibat
walaupun telah tidur akibat tidak mampu
Merasa kurang tenaga menjalankan tanggung
Mengeluh lelah jawab
DO: Libido menurun
Tidak mampu DO:
mempertahankan aktivitas Kebutuhan istirahat
rutin meningkat
Tampak lesu
16
C. Diagnosa
17
Diagnosa Perencanaan
No. Rasional
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan 4. Pantau keadaan umum pasien dan TTV 1. Mengetahui kesadaran, dan kondisi
tidur b.d Kuran keperawatan selama ...x 24 jam tubuh dalam keadaan normal atau tidak.
g kontrol tidur. diharapkan pasien dapat 5. Kaji Pola Tidur. 2. Untuk mengetahui kemudahan dalam
istirahat tidur malam tidur.
optimal dengan kriteria hasil: 6. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, 3. Untuk mengetahui tingkat kegelisahan.
1. Melaporkan istirahat tidur kecepatan, irama.
malam yang optimal. 7. Kaji faktor yang menyebabkan 4. Untuk mengidentifikasi penyebab aktual
2. Tidak menunjukan gangguan tidur (nyeri, takut, dari gangguan tidur.
perilaku gelisah. stress, ansietas, imobilitas,gangguan
3. Wajah tidak pucat dan eliminasi sepertisering
konjungtiva mata tidak berkemih,gangguan metabolisme,
anemis karena kurang gangguan transportasi,lingkungan yang
tidur. malam. asing, temperature,aktivitas yang tidak
4. Mempertahankan (atau adekuat).
membentuk) pola tidur 8. Catat tindakan kemampuan untuk 5. Untuk memantau seberapa jauh dapat
yang memberikan energi mengurangikegelisahan. bersikap tenang dan rilex.
yang cukup untuk
menjalani aktivitas sehari- 9. Ciptakan suasananyaman, Kurangi atau 6. Untuk membantu relaksasi saat tidur.
hari. hilangkan distraksi lingkungan dan
gangguan tidur.
10. Batasi pengunjung selama periode 7. Tidur akan sulit dilakukan tanpa
istirahat yang optimal (mis; relaksasi,
18
setelah makan).
11. Minta klienuntuk membatasi asupan 8. Berkemih malam hari dapat mengganggu
cairan pada malam hari dan berkemih tidur.
sebelum tidur.
12. Anjurkan atau berikan perawatan pada 9. Kenyaman dalam tubuh pasien terkait
petang hari (mis; hygienepersonal, kebersihan diri dan pakai.
linen dan baju tidur yang bersih).
13. Gunakan alat bantu tidur(misal; air 10. Memudahkan dalam mendapatkan tidur
hangat untuk kompres rilaksasi otot, yang optimal.
bahan bacaan,pijatan di
punggung, music yang lembut, dll).
14. Ajarkan relaksasi distraksi. 11. Untuk menenangkan pikiran dari
kegelisahan dan mengurangi ketegangan
otot
15. Beri obat dengan kolaborasi dokter. 12. Pemberian obat sesuai jadwalnya.
19
kebutuhan Ditingkatkan ke level 5 4. Perbaiki defisit status fisiologis 4. Memperbaiki sumber kelelahan dapat
mengurangi kelelahan yang dirakakan
oksigen. 1 = Deviasi berat dari pasien.
kisaran normal 5. Monitor kardiorespirasi pasien 5. Takikardia, dispnea menunjukkan
selama kegiatan (misal, takikardia, adanya gangguan pada sistem
2 = Deviasi yang cukup kardiorespirasi sehingga harus segera
dispnea, frekuensi pernafasan)
berat dari kisaran ditindaklanjuti dan pasien dianjurkan
6. Bantu pasien identifikasi aktivitas- untuk istirahat.
normal 6. Memudahkan klien untuk mengenali
aktifitas yang akan dilakukan
3 = Deviasi sedang dari kelelahan dan waktu untuk istirahat.
7. Batasi stimuli lingkungan yang 7. Menciptakan lingkungan yang
kisaran normal kondusif untuk klien beristirahat.
mengganggu ( misalnya, jumlah
4 = Deviasi ringan dari pengunjung, cahaya atau bising)
kisaran normal untuk menfasilitasi relaksasi
8. Memonitor intake/asupan nutrisi 8. Nutrisi yang adekuat membantu dalam
5 = Tidak ada deviasi dari untuk mengetahui sumber energi memberikan suplai energi tambahan
yang adekuat pada psien dalam beraktivitas
kisaran normal.
9. Anjurkan pasien untuk banyak
Dengan kriteria hasil : istirahat 9. Untuk memulihakan kondisi pasien
dan tirah baring yang tinggi
1. Frekuensi pernafasan berpengaruh terhadap energi yang
10. Berikan kegiatan pengalihan yang dimiliki pasien untuk istirahat.
normal 16-24 10. Penguatan positif yang adekuat
memenangkan untuk meningkatkan
kali/menit relaksasi. berpengaruh terhadap pemberian
relaksasi/terapi yang tepat pada pasien
2. Irama pernafasan
teratur
3. Kedalaman inspirasi
normal tidak ada
deviasi
20
4. Kemampuan untuk
mengeluarkan sekret
adekuat
5. Dispnea saat istirahat
dan aktivitas ringan
tidak ada
6. Batuk ringan
7. Akumulasi sputum
ringan
8. Suara napas tambahan
tidak ada
21
4. Menggunakan tehnik obat depresi lainnya
energi konservasi 6. Instruksikan pada pasien untuk 6. Agar klien mampu mengurangi
5. Mempertahankan mencatat tanda-tanda dan gejala penyebab gangguan tidur
interaksi sosial kelelahan
6. Mengidentifikasi faktor- 7. Ajarkan tehnik dan manajemen 7. Agar klien mampu mengatasi
faktor fisik dan psikologis aktivitas untuk mencegah kelelahan gangguan tidur secara mandiri
yang menyebabkan 8. Dorong pasien dan keluarga 8. Bantua keluarga dapat mengurangi
kelelahan mengekspresikan perasaannya ketidaknyamanan klien
7. Mempertahankan 9. Catat aktivitas yang dapat 9. Untuk meningkatkan keefektifan tidur
kemampuan untuk meningkatkan kelelahan klien
konsentrasi 10. Anjurkan pasien melakukan yang 10. Untuk meningkatkan kenyamanan
meningkatkan relaksasi (membaca, tidur klien
mendengarkan musik)
11. Agar meningkatkan energi klien
11. Tingkatkan pembatasan bedrest dan
aktivitas
12. Untuk mengurangi penyebab
12. Batasi stimulasi lingkungan untuk
keletihan
memfasilitasi relaksasi
22
D. Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi
yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
Tahap 2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan
tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan :
independen,dependen,dan interdependen.
Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap
dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
E. Evaluasi
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
1) Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai
dengan criteria yang telah di tetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
3) Tujuan tidak tercapai,apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk
mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa,
tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab
tidak tercapainya tujuan. Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses
keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien,seluruh
tindakannya harus di dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi
keperawatan.
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istirahat adalah suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada tress emosional,
bebas dari kecemasan. Namun tidak berarti tidak melakukan aktivitas apa pun, duduk
santai di kursi empuk atau berbaring di atas tempat tidur juga merupakan bentuk
istirahat. Sebagai pembanding, klien/orang sakit tidak beraktifitas tapi mereka sulit
mendapatkan istirahat begitu pula dengan mahasiswa yang selesai ujian merasa
melakukan istirahat dengan jalan-jalan
B. Saran
Oleh karena itu perawat dalam hal ini berperan dalam menyiapkan lingkungan atau
suasana yang nyaman untuk beristirahat bagi klien/pasien.
24
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
American Insomnia Association. 2002. American Insomnia Association treatment Available
online at http//www.americaninsomniaassociation.org. (diakses 27 Februari 2008).
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Edisi IV. Jakarta.
Rineka Cipta Benson, H.M.D. 2000. Dasar-dasar Respon.
Bain, Kevin. (2006). Management of Chronic Insomnia in Elderly Person. The American
Journal of Geriatric Pharmacotherapy. Available online at www.elsevier.com.
Bakr, Iman. (2012). Insomnia in Institutionalized Older People in Cairo, Egypt. European
Geriatric Medicine. Available online at www.sciencedirect.com.
Benson, H.M.D. 2000. Dasar-dasar Respon Relaksasi: Bagaimana menggabungkan respon
Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda. Bandung. Mizan.
Castle, S.M. 2001. Learning How to Relaks. Available online at http//www.relax.com
(diakses 27 Februari 2008).
Davis, M, Eshelman, E.R dan Matthew Mckay. 1995. Panduan Relaksasi dan Reduksi Stres
Edisi III. Alih Bahasa: Budi Ana Keliat dan Achir Yani. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Diahwati, D. 2001. Serba- Serbi Manfaat dan Gangguan Tidur. Bandung. Pionir Jaya.
25
26
27