Hepatitis B
Hepatitis B
Hepatitis B
Tanggal Presentasi :
1. Diagnosis
2. Riwayat Pengobatan
Tidak ada
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
1
c) Muntah dalam 3 hari terakhir
d) Terasa sesak
4. Riwayat Keluarga
bergantian -.
6. Lain-lain :
a. Pemeriksaan Fisik
HR : 120 x/menit, TD: 120/80, Suhu: 36,9⁰C, RR: 20x/menit, Status Gizi : baik
Status Generalis:
Abdomen : supel, hepar/lien tidak teraba, defans muscular (-), timpani, bising
usus (+), nyeri tekan epigastrium (+), hipokondrium dextra (+), dan
umbilical (+)
2
b. Pemeriksaan Laboratorium
10 Januari 2018
Hematologi:
Hematokrit: 41,3 %
Trombosit: 241.000/mm3
Kimia darah:
GDS: 96 mg/dl
Faal Ginjal:
Ureum: 13 mg/dl
SGOT : 180
SGPT : 226
HbsAg : Reaktif
6. Assement
Hepatitis B Akut
7. Planning
3
- Inj. Omeprazol / 24 jam
- PO : Haepa Q 3x1
9. Follow Up
10 Januari 2018
- O2 3-4 lpm
- PO : Haepa Q 3x1
Frego 3x10 mg
CPG 75 mg 0-0-1
11 Januari 2018
4
Status Generalis:
- O2 3-4 lpm
- PO : Haepa Q 3x1
Frego 3x10 mg
CPG 75 mg 0-0-1
12 Januari 2018
S: nyeri ulu hati, mual +, muntah +, makan sedikit, nyeri pinggang berkurang
Status Generalis:
5
Abdomen: I: flat, A: BU (+) dbn, P: timpani P: soepel, nyeri tekan epigastrium
(+), hipokondrium dextra (+), dan umbilical (+)
- O2 3-4 lpm
- PO : Haepa Q 3x1
Frego 3x10 mg
CPG 75 mg 0-0-1
13 Januari 2018
Status Generalis:
6
A: Hepatitis B akut.
- O2 3-4 lpm
- PO : Haepa Q 3x1
Frego 3x10 mg
CPG 75 mg 0-0-1
Urdafalk 3x1
14 Januari 2018
Status Generalis:
7
P: - IVFD D5:Aminufusin 1:1 10 tpm
- O2 3-4 lpm
- PO : Haepa Q 3x1
Frego 3x10 mg
CPG 75 mg 0-0-1
Urdafalk 3x1
15 Januari 2018
Status Generalis:
KU : somnolen
8
(+), hipokondrium dextra (+), dan umbilical (+)
- O2 3-4 lpm
- PO : Haepa Q 3x1
Frego 3x10 mg
CPG 75 mg 0-0-1
Urdafalk 3x1
16 Januari 2018
Status Generalis:
KU : somnolen
9
Abdomen: I: flat, A: BU (+) dbn, P: timpani P: soepel, nyeri tekan epigastrium
(+), hipokondrium dextra (+), dan umbilical (+)
- O2 3-4 lpm
- PO : Haepa Q 3x1
Frego 3x10 mg
CPG 75 mg 0-0-1
Urdafalk 3x1
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Kerja
Hepatitis B akut
2. Subyektif
Pasien dewasa, perempuan, usia 54 tahun dengan keluhan nyeri perut, muntah setiap
kali makan, mual, sesak. Keluhan tersebut dirasakan mulai 4 hari yang lalu. Pasien
10
merasa lemas tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Pasien juga mengeluh tidak bisa
makan.
a. Pengertian Hepatitis B1
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia.
Virus ini termasuk DNA virus.
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
"Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti
(core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B
core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg)
terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi
menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting,
11
karena menyebabkan perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus
hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis
B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian
mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan
mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan
menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari
nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA
tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi
virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke
peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena
respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau
minimal maka terjadi keadaan karier sehat.2
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama
yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai
infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut
fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah
portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten.
Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah
portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi
hepatitis kronik aktif.
c. Faktor Predisposisi3
Faktor Host (Penjamu)
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak
(25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur
dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 %
dan pada orang dewasa 3-10%.8 Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam
jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
12
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis
B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang
belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang
sempurna.
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan
gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto,
pemakaian akupuntur.
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter
bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium
dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material
manusia (darah, tinja, air kemih).
Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan
sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw,
dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya.Subtype adw
terjadi di Eropah, Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan
Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan
subtype adr terjadi di Jepang dan China.
Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi
perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
13
e. Daerah unit bank darah
f. Daerah tempat pembersihan
g. Daerah dialisa dan transplantasi.
h. Daerah unit perawatan penyakit dalam
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk
jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus
hepatitis B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg
positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko
terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain
berkaitan dengan kelompok etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang
pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui
hubungan seksual.
d. Gejala Klinis4
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B
dibagi 2 yaitu :
14
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang
sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari
tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas :
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia,
mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap.
Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum,
SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2) Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan
splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu
kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium
tes fungsi hati abnormal.
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium
menjadi normal.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir
dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang
berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan
fisik, hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan
muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria
dan uremia.
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Kira-kira 5-
15
10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini
terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap.
e. Diagnosis5
16
memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan
penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.
f. Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-
HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.
g. HbcAg (antigen core VHB)
Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel
hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari
inti VHB.
h. Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)
Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM
anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG
anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada
seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB.
2. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif dan
terjadi replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan perburukan
penyakit semakin besar.
3. Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B-nya
aktif dan memerlukan pengobatan anti virus.
4. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah protein
yang dibuat oleh sel hati yang kanker.
5. USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
6. CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging), untuk
mengetahui timbulnya kanker hati.
7. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien calon
yang baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi
f. Pengobatan6
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kroik yaitu:
Kelompok imunomodulasi
1. Interferon
2. PEG interferon
17
Kelompok terapi antivirus
1. Lamivudine
2. Adenovir dipivoksil
3. Entecavir
Tujuan pengobtan hepatitis B kronik adalah mencegah terjadinya liver injury
dengan cara menekan replikasi virus tersebut.
Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering di pakai
adalah hilangnya pertanda repliksi virus yang aktif dan menetap (HBeAg dan
HBV DNA)
A. Terapi imunomodulator
Interferon (IFN) alfa.
Pada penelitian menunjukkan bahwa pada pasien hepatitis B kronik sering
didapatkan penurunan produksi IFN. Sebagai salah satu akibatnya terjadi gangguan
penampilan molekul HLA kelas 1 pada membrane hepatosit yang sangat di perlukan agar
sel T sitotoksik dapat mengenali sel – sel hepatosit yang terkena infeksi VHB. Sel-sel
tersebut menampilkan antigen sasaran VHB pada membrane hepatosit.
IFN dalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan
HBeg positif, dengan aktivitas penyakit ringan sampae sedang, yang belum mengalami
sirosis. Pengaruh pengobatn IFN adalah menurunkan replikasi virus. Efek antivirus
kemungkinan sekali akibat interferon mengikat pada reseptor khusus di permukaan sel
yang kemudian reaksinya menghambat atau menggangu proses uncoating, RNA
transcription, protein synthesis dan assembly virus. (Mansjoer, 1999)
Efek samping IFN:
Gejala seperti flu
Tanda-tanda supresi sumsum tulang
Depresi
Rambut rontok
Berat badan turun
Gangguan fungsi tiroid
18
Dosis IFN untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah 5-10 MU 3x
seminggu selama 16-24 minggu.penelitian menunjukkn bahwa terapi IFN untuk hepatitis
B kronik HBeAg negative sebaiknya di berikan selama 12 bulan.
Kontra indikasi terapi IFN adalah sirosis dekompensata, depresi atau riwayat
depresi di waktu yang lalu, dan adanya penyakit jantung berat.
PEG Interferon
Penambahan polietilen glikol (PEG) menimbulkan senywa IFN dengan umur
paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkn dengn IFN biasa. Dalam suatu penelitian yang
membandingkan pemakaian PEG IFN alfa 2a dengan dosis 90,180, atau 270 mikrogrm
tiap minggu selama 24 minggu menimbulkan penurunan DNA VHB yang lebih cepat dari
IFN biasa yag diberik 4.5 MU 3x seminggu. Serokonversi HBeAg pada kelompok PEG
IFN pada masing-masing dosis adalah sebesar 27, 33, 37% dan pada kelompok IFN biasa
sebesar 25%.
Lau et al melakukan penelitian terapi peginterferon tunggal dibandingkan
kombinasi pada 841 penderita hepatitis B kronis. Kelompok pertama mendapatkan
peginterferon alfa 2a (Pegasys) 180 ug/minggu + plasebo tiap hari, kelompok ke dua
mendapatkan peginterferon alfa 2a (Pegasys) 180 ug/minggu + lamivudin 100 mg/hari
dan kelompok ke tiga memperoleh lamivudin 100 mg/hari, selama 48 minggu. Hasilnya
pada akhir minggu ke 48, yaitu: (1). Serokonversi HBeAg tertinggi pada peginterferon
tanpa kombinasi, yaitu 27%, dibandingkan kombinasi (24%) dan lamivudin tunggal
(20%). (2). Respon virologi tertinggi pada peginterferon + lamivudin (86%). (3).
Normalisasi ALT tertinggi pada lamivudin (62%). (4). Respon HBsAg pada minggu ke
72 : peginterferon tunggal 8 pasien, terapi kombinasi 8 pasien dan lamivudin tidak ada
serokonversi. (5). Resistensi (mutasi YMDD) pada minggu ke 48 didapatlan pada: 69
(27%) pasien dengan lamivudin, 9 pasien (4%) pada kelompok kombinasi, dan (6). Efek
samping relatif minimal pada ketiga kelompok. Disimpulkan bahwa berdasarkan hasil
kombinasi (serokonversi HBeAg, normalisasi ALT, penurunan HBV DNA dan supresi
HBsAg), peginterferon memberikan hasil lebih baik dibandingkan lamivudin.
B. Terapi antivirus
Lamivudin
19
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3` tiasitidin yang merupakan suatu
analog nukleosid.nukleosid berfingsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga
analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat
enzim reverse transcriptase yang berfungsi dalam transkrip balik dari RNA menjadi DNA
yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan
mencegh terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak
mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi Karena pada sl-sel yg telah terinfeksi DNA
VHB ada dalam keadaan covalent closed circulation (cccDNA). Karen itu setelah obat
dihentikan, titer DNA VHB akan kembali lagi seperti semula Karen sel-sel yang
terinfeksi akan memprodiksi virus baru lagi. Lamivudin adalah analog nukleosid oral
dengan aktivits antivirus yang kuat.jika di berikan dalm dosis 100mg/hari, lamivudin
akan menurunkan konsentrasi DNA VHB sebesr 95% atau lebih dalam waktu 1 minggu.
Menurut penelitin, dalam waktu 1 tahun serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe
terjadi pada 16-18% pasien yang mendapat lamivudin, sedangkan serokonversi hanya
terjadi pada 4-6% pasien yang mendapat placebo dan 19% pada pasien yang mendapat
IFN.
Setelah terapi, konsentrasi ALT berangsur-angsur menjadi normal. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pengobatan lamivudin selama 1 tahun telah terjadi
perbaikan derajat nekroinflamasi serta penurunan progresi fibrosis yang bermakna. Di
samping itu terjdi penurunan indeks aktivits histologik (histologic activity index) lebih
besar atau sama dengan 2 poin pada 62-70% pasien yang mendapat lamivudin
dibandingkn dengan 30-33% pada kelompok plasebo. Lamivudin menurunkan progesi
fibrosis sebesar 30% dibandingkan dengaan 15% pada kelompok plsebo. Pada kelompok
lamivudin progesi menjadi sirosis terjdi pda 1,8% dibandingkan dengan 7,1% pada
kelompok plasebo. Suatu penelitian yang dilakukan pada 154 orang pasien sirosis yang
mendapat lamivudin menunjukkan bahwa pasien dengn sirosis yang relative lebih ringan
mendapat manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan pasien sirosis berat.
Khasiat lamivudin semakin meningkat bila diberikan dalm waktu yang lebih
panjang. Karena itu strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka panjang.
Penelitian di lakukan secara prospektif ( cohort) pada terapi yang diberikan Selama 4
tahun menunjukkan serokonversi berturut-turut setiap tahunnya sebagai berikut:
20
22,29,40, dan 47%. Sayangnya, strategi terapi berkepanjangan ini terhambat oleh
munculnya virus yang kebal terhdap lamivudin, yang biasa disebut YMDD. Mutant
tersebut akan meningkat 20% tiap tahunnya bila terapi lamivudin di teruskan.
Adefovir Dipivoksil
Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine monophosphate
(dAMP), yang sudah disetujui oleh FDA untuk digunakan sebagai anti virus terhadap
hepatitis B kronis. Cara kerjanya adalah dengan menghambat amplifikasi dari cccDNA
virus. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 10 mg/hari oral paling tidak
selama satu tahun (Fung, 2003)
Marcellin et al (2003) melakukan penelitian pada 515 pasien hepatitis B kronis
dengan HBeAg positif yang diterapi dengan adefovir 10mg dan 30mg selama 48 minggu
dibandingkan plasebo. Disimpulkan bahwa adefovir memberikan hasil lebih baik secara
signifikan (p<0,001) dalam hal : respon histologi, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg
dan penurunan kadar HBV DNA. Keamanan adefovir 10 mg sama dengan placebo.
Hadziyanmis et al memberikan adefovir pada penderita hepatitis B kronis dengan
HBeAg negatif. Pada pasien yang mendapatkan 10 mg adefovir terjadi penurunan HBV
DNA secara bermakna dibandingkan plasebo, namun efikasinya menghilang pada
evaluasi minggu ke 48. Pada kelompok yang medapatkan adefovir selama 144 minggu
efikasinya dapat dipertahankan dengan resistensi sebesar 5,9%.
Keuntungan dan kerugian adefovir. Keuntungan penggunan adefovir adalah
jarang terjadi kekebalan, kerugiannya adalah toksisitas terhadap ginjal yang sering di
jumpai pda dosis 30mg tau lebih, harga yang lebih mahal dan masih kurngnya data
mengenai keamanan dan khasiat dalam jangka yang sangat panjang.
Entecavir
Entecavir adalah Antiretroviral Agent, Reverse Transcriptase Inhibitor
(Nucleoside), Meknisme khasiat entecavir hampir sama dengan lamivudin dan adefovir
dipivoksil. Mekanisme Aksi Entecavir merupakan analog inhibitor guanosin yang
berkompetisi dengan substrat natural deoxyguanosine triphosphate yang secara efektif
menghambat aktivitas polimerase virus hepatitis sehingga mengurangi sintesis DNA
virus.
21
Dosis untuk terapi hepatitis B kronik adalah 0,5mg per hari, sedangka pada
penderita yang resisten terhadap lamivudin menggunkan dosis 1 mg per-hari diberikan
pada perut kosong (2 jam sebelum atau setelah makan).
g. Prognosis7
Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi oleh berbagai factor, yang paling utama
adalah gambaran histologi hati, respon imun tubuh penderita, dan lamanya terinfeksi
hepatitis B, sertarespon tubuh terhadap pengobatan. Prognosis pengidap kronik HBsAg
sangat tergantung darikelainan histologis yang didapatkan pada jaringan hati. Semakin
lama seorang pengidap kronik mengidap infeksi HBV maka semakin besar kemungkinan
untuk menderita penyakit hati kronik akibat infeksi HBV tersebut. Penelitian
menunjukkan bahwa pengidap infeksi HBV kronik yang mencapai usia dewasa akan
meninggal akibat penyakit hati kronik misalnya sirosis. Disamping itu seorang pengidap
kronik dapat menjadi HBs-Ag negatif walaupun jarang.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurachman, S. A.: Hepatitis Virus Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Edisi 3. Jilid 1., 269-70, 1996.
2. Andra., Strategi Tatalaksana Hepatitis B, Pertemuan Ilmiah Nasional PAPDI Ke-4.
Edisi Januari 2007 (Vol.6 No.6)
3. Buggs, A. M.: Hepatitis dalam http://www.emedicine.com/ emerg/topic244.htm.
Last updated: June 16, 2004.
4. Hadi, S., Gstroenterologi. Edisi 7., Penerbit alumni., bandung. 2002
5. Hadziyannis SJ, Tassopoulos NC, Heathcote EJ, Chang TT, Kitis G, Rizzeto EJ,
Marcellin P, Lim SG, Goodman Z, Jia Ma MS, Arterbun S, Xiong S, urrie G,
Brosgart CL. Long term therapy with adefovir dipivoxil for HBVeAg-negative
chronic hepatitis B. New Engl J Med 2005; 352 : 26: 2673-81
6. Suharjo, JB., Cahyono B., Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronis, Cermin
Dunia Kedokteran No. 150, 2006.
7. Suprayitno, A., Putra, SE., Microsphere Drug Delivery untuk Hepatitis B (diakses
pada 1, January 2009) www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=97
23