Rizki Triwulanda - 153210216 - E - ProposalPenelitian
Rizki Triwulanda - 153210216 - E - ProposalPenelitian
Rizki Triwulanda - 153210216 - E - ProposalPenelitian
Oleh:
RIZKI TRIWULANDA
153210216
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan proposal penelitian ini. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu‘alaihi wa sallam, semoga kita mendapat syafa’at di akhirat kelak. Proposal penelitian
ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah, Program Studi Teknik
Perminyakan, Universitas Islam Riau.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah memberikan kontribusi semangat dan
dorongan untuk menyelesaikan proposal penelitian ini. Oleh karena itu Penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan proposal penelitian ini.
Rizki Triwulanda
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 4
I. Latar Belakang...................................................................................................................... 4
2.4 Perbedaan Skema Kontrak Bagi Hasil ( PSC ) dan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.. 11
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Dewasa ini, pemasukan dalam negeri dalam hasil minyak dan gas bumi mulai
menurun. Dimana pemerintah terus membayar cost recovery setiap tahunnya sampai tahun
berikutnya sampai kembali untung dari produksi dari migas tersebut. Maka dari itu
pemerintah mulai membuat konsep baru dalam sistem kontrak bagi hasil antara pemerintah
dan kontraktor, dimana system yang diterapkan yaitu sistem kontrak bagi hasil gross
split.(Kurniawan,Temmy Surya.2017)
Permasalahan yang umumnya dihadapi oleh perusahaan dalam memproduksi
minyak bumi adalah penurunan laju produksi. Hal ini terjadi karena produksi fluida dari
reservoir menyebabkan tekanan reservoir menurun sehingga perbedaan tekanan antara
reservoir dan sumur semakin kecil. Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk
mempertahankan peningkatan laju produksi, salah satunya yaitu melakukan pekerjaan
hydraulic fracturing. Pekerjaan hydraulic fracturing pada lapangan X Area A dilakukan
pada sumur PM01, PM02,dan PM03 yang mengalami penurunan produksi pada sumur
PM01 17 BOPD, PM02 13 BOPD, dan PM03 1 BOPD. Faktor lainnya yang mempengaruhi
dilakukannya pekerjaan hydraulic fracturing salah satunya permeabilitasnya rendah
sebesar 10mD, maka dilakukan hydraulic fracturing agar dapat meningkatkan produksi
minyak.
Analisis yang dilakukan dengan membandingkan keekonomian dari pekerjaan
hydraulic fracturing pada sumur PM01, PM02,dan PM03 menggunakan metode Kontrak
PSC dan Kontrak Gross Split. Oleh sebab itu penulis akan membandingkan mana yang
lebih menguntungkan apabila menggunakan metode Kontrak PSC atau Kontrak gross split
dalam pekerjaan hydraulic fracturing pada lapangan X area A tersebut.
II. Rumusan Masalah
V. Metodologi Penelitian
Adapun metodologi dalam penelitian Tugas Akhir ini sebagai berikut :
1. Lokasi : Lapangan X, Riau
2. Metode penelitiann : Field Research
3. Teknik penggumpulan data : Data sekunder, yaitu menggunakan data produksi
sumur dari tahun 2011, data well history, buku pegangan pelajaran teknik perminyakan,
paper dan diskusi dengan dosen pembimbing.
VI. Penutup
Demikianlah Proposal Penelitian ini saya buat, dan diajukan untuk menjadi bahan
pertimbangan penyusunan Tugas Akhir saya. Atas perhatian Bapak/Ibu saya ucapkan
terima kasih.
FLOW CHART PENGERJAAN TUGAS AKHIR
Mulai
Pengumpulan Data
Tahap Pengerjaan
1. Peramalan Produksi
2. Indikator keekonomian
kontrak PSC dan kontrak
Gross Split
Selesai
TEORI DASAR
Pekerjaan workover ( kerja ulang ) adalah hal yang umum digunakan selama rentang waktu
hidup suatu sumur hidrokarbon. Tujuan utama workover adalah menjaga kelangsungan produksi
dari sumur tersebut. Pada Lapangan X Area A ada 3 sumur terjadi pengerjaan hydraulic fracturing
.
2.1 Hydraulic fracturing
Hydraulic fracturing adalah suatu teknik stimulasi yang dilakukan untuk meningkatkan
permeabilitas formasi dengan cara membuat rekahan pada batuan formasi. Rekahan dilakukan
dengan menginjeksikan fluida perekah pada tekanan injeksi di atas tekanan rekah formasi dan laju
alir injeksi yang tinggi. Setelah terjadi rekahan pada batuan, selanjutnya akan ditempatkan
proppant (material penganjal) kedalam rekahan agar tidak menutup kembali. (Bambang Tjondro
Msc, 2005)
1. Tujuan dari hydraulic fracturing adalah untuk memperbaiki permeabilitas formasi atau
meningkatkan nilai indeks produktivitas.
2. Kecilnya laju alir fluida yang disebabkan karena permeabilitas formasi yang memang kecil
atau karena adanya kerusakan formasi (faktor skin) atau juga karena formasi yang ketat
(consolidated).
3. Kelayakan sumur untuk dilakukan hydraulic fracturing yaitu cadangan yang tersisa masih
cukup banyak. Sehingga diharapkan keuntungan dari hasil penjualan minyak mentah yang
diperoleh setelah dilakukan hydraulic fracturing jauh lebih besar daripada biaya pekerjaan
itu sendiri, sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan yang signifikan.
Untuk menghindari tertutupnya kembali rekahan tersebut, sebagai tahap terakhir pada
cairan perekah yang diinjeksikan ditambahkan material pengganjal atau biasa disebut proppant (
propping agent ). Propping agent ini akan terbawa masuk kedalam rekahan dan akan mengisi
seluruh bagian rekahan. Bila semua proppant telah dipompakan kedalam sumur, maka pemompaan
dihentikan.
Meskipun pemompaan dihentikan, proppant akan tetap berada pada rekahan. Dengan
demikian didalam rekahan batuan terisi proppant yang permeabilitasnya lebih baik dari
permeabilitas batuan formasi. Sebagai pemilihan sumur untuk di lakukan hydraulic fracturing ialah
sumur dengan karakteristik “ Damage Ratio” yang kecil.
2.2 Perbedaan antara kontrak PSC dan Gross Split
Kurniawan,Temmy Surya dan Jemmy Jainudin (2017) Berbeda dengan PSC cost recovery,
split antara Pemerintah dengan kontraktor pada PSC gross split ditetapkan diawal. Dari gross
revenue langsung di-split antara Pemerintah dengan kontraktor dengan split dasar atau base split
yaitu 57% : 43% untuk minyak bumi, dan 52% : 48% untuk gas bumi. Split tersebut dengan catatan
bahwa biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor. Sehingga, tidak ada lagi cost
recovery. Split tersebut belum mempertimbangkan adanya tambahan pajak untuk Pemerintah.
Pasal 3, menyatakan bahwasanya Kontrak Bagi Hasil Gross Split wajib memuat paling sedikit
ketentuan – ketentuan :
a. Penerimaan Negara
b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya
c. Kewajiban pengeluaran dana
d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas minyak dan Gas Bumi
e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak
Penyelesaian perselisihan
f. Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan untuk
kebutuhan dalam negeri
g. Berakhirnya kontrak
h. Kewajiban pasca operasi pertambangan
i. Keselamatan dan kesehatan kerja
j. Pengelolaan lingkungan hidup
k. Pengalihan hak dan kewajiban
l. Pelaporan yang diperlukan
m. Rencana pengembangan lapangan
n. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia
o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri,dan
p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak – hak masyarakat adat.
Pasal 4 menyatakan bahwasanya, Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan
berdasarkan komponen variable dan komponen progresif.
Menurut Permen ESDM No 08 Tahun 2017, Pasal 5 Ayat (1) bahwasanya dalam pelaksanaa
Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, ditetapkan besaran bagi hasil
awal ( base split ) yaitu :
a. Untuk Minyak Bumi sebesar 57% ( lima puluh tujuh persen ) bagian Negara dan 43 %
( empat puluh tiga persen ) bagian Kontraktor
b. Untuk Gas Bumi sebesar 52 % ( lima puluh dua persen ) bagian Negara dan 48 % (
empat puluh delapan persen ) bagian Kontraktor.
Ayat (2), Bagi hasil awal ( base split) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
acuan dasar dalam penetapan bagi hasil pada saat persetujuan rencana pengembangan lapangan.
2.4 Perbedaan Skema Kontrak Bagi Hasil ( PSC ) dan Kontrak Bagi Hasil Gross Split
Biaya Operasi
Pemerintah Kontraktor
75 % 25 %
Pemerintah Kontraktor
85 % 15 %
Total Kontraktor
Hasil produksi
minyak bumi
Biaya
Operasi
Pemerintah Kontraktor
57 % 43 %
Gambar 2.3 Skema Kontrak Bagi Hasil Gross Split (Ariana, 2017)
Menurut Permen No.52 Tahun 2017 Pasal 6 Ayat 1, Pada saat persetujuan pengembangan
lapangan besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan
dengan komponen variable dan komponen progresif.
Menurut Permen No.52 Tahun 2017 Pasal 6 Ayat 2, Komponen Variable sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah :
a. Status Wilayah Kerja
b. Lokasi Lapangan
c. Kedalaman Reservoir
d. Ketersediaan Infrastruktur
e. Jenis Reservoir
f. Kandungan Karbon-dioksida ( CO2 )
g. Kandungan Hidrogen-sulfida ( H2S )
h. Berat Jenis ( Specific Gravity ) Minyak Bumi
i. Tingkat komponen dalam negeri pada masa pengembangan lapangan,dan
j. Tahapan Produksi
2.5.1 Investasi
Investasi adalah pembiayaan awal atas proyek bernilai ekonomis yang ditawarkan.
Investasi dalam pembangunan sumber daya energi di Indonesia meliputi biaya explorasi dalam
menemukan sumber cadangan baru dan pengembangan lapangan. Investasi dapat dikelompokkan
menjadi Investasi Capital (Tangible Investment) dan Investasi Non Capital (Intangible
Investment).
1. Investasi Capital
Investasi Capital (Capital Cost/Tangible Cost) yaitu biaya pengeluaran yang berkaitan
dengan benda–benda fisik, seperti bagunan, mesin - mesin listrik, peralatan pengeboran dan
produksi, fasilitas penyimpanan minyak (tanki), konstruksi dan alat transportasi yang
mengalami depresiasi nilai karena waktu pemakaian.
Pemulihan biaya Tangible Investment yang telah dikeluarkan dilakukan dengan
menggunakan sistem Depresiasi, dimana untuk depresiasi ini ada beberapa metode yang
digunakan (sesuai dengan perjanjian kontrak bagi hasil).
2. Investasi Non Capital
Investasi Non Capital (Non Capital Cost / Intangible Cost) adalah biaya pengeluaran yang
berkaitan dengan pengadaan atau penggunaan barang-barang yang tak terdepresiasi, misalnya
lumpur bor dalam operasi pemboran.
Berdasarkan kontrak bagi hasil seluruh biaya Intengible yang dikeluarkan untuk
pengembangan lapangan dapat dikembalikan langsung setelah produksi berjalan, sehingga
dapat mempercepat pengembalian investasi yang di lakukan oleh kontraktor.
2.5.7 Depresiasi
Depresiasi berkaitan dengan biaya kapital, yang berarti pengurangan nilai dari barang
kapital sebagai akibat adanya faktor kerusakan atau penurunan nilai guna seiring dengan waktu
pemakaian. Lamanya waktu depresiasi tergantung pada perjanjian kontrak, dan metode depresiasi
yang digunakan dalam studi ini adalah metode Declining Balance. Pada metode ini, nilai suatu
barang akan berkurang dengan cepat terhadap waktu. Menurut Benny Lubiantara (2012) dan
Donald G. Newnan (1984), secara sistematis metode Declining Balance dapat dinyatakan dengan:
𝐷𝑒𝑝𝑛1 = 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐷𝑒𝑝 × 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 ................................................... (6)
𝐷𝑒𝑝𝑛2 = 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐷𝑒𝑝 × (𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 − 𝐷𝑒𝑝𝑛1 ) ............................... (7)
𝐷𝑒𝑝𝑛10 = 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 − ∑ 𝐷𝑒𝑝𝑛1−9 .................................................... (8)
Dimana :
Dep = Depresiasi
n = Tahun
∑Depn1-9 = Jumlah Depresiasi tahun 1 sampai tahun 9
𝐶𝑠
𝐷𝑀𝑂 = 𝐷𝑀𝑂𝑅𝑎𝑡𝑒 × ((1−𝑇𝑎𝑥 𝑅𝑎𝑡𝑒)) × 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ................................... .. (11)
2.5.15 Pajak
Pajak (Tax) adalah salah satu sumber pendapatan pemerintah. Pemerintah mengambil
bagiannya dari hasil produksi migas melalui pajak yang dikenakan terhadap penghasilan kontraktor
yang didapat dari usahanya tersebut. Sistem perpajakan yang dibuat oleh pemerintah dimaksudkan
untuk memaksimalkan pendapatan pemerintah. Pajak yang diberlakukan sekarang terhadap
kontraktor adalah sebesar 25%. Pajak ini dikenakan terhadap Taxable Income.
Dimana:
CFo = Cash flow pada awal investasi
CFn = Cash flow pada tahun ke-n
i = Discount rate
n = Tahun ke-n
Dimana:
NPV1 = Net Present Velue (+)
NPV2 = Net Present Velue (-)
i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV (+)
i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV (-)
Biasanya setiap perusahaan mempunyai batasan nilai minimum dari IRR yang diinginkan
yang dinyatakan dalam MARR. Suatu proyek dianggap layak apabila IRR lebih besar dari MARR.
125
100
Cummulative net cash position,
50
25
Time
0
-25
-50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ariana, S. S., & Annisa, D. R. (2016). 9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Mmemperbaiki Iklim
Investasi dengan Kontrak Migas "Gross split". 1-8.
Budhi Refa Anjani, & Imam Baihaqi. (2014). Comparative analysis of financial production sharing contract
cost recovery with psc gross split : case study in one of the contractor SKK Migas.
Gamal Abul elkhair, & Kuwait oil company. (2015). Oil & Gas Contracts Risk Negotiation in the climate
of economic recession. 1-9.
ganupale, s. (2015). impact of simulation net to gross ratio on hydraulic fracture deliverability in
unconventional resource. 1-15.
Indonesia's New Gross Split Production Sharing Contracts for the oil & Gas industry. (2017).
Jaenudin, T. S. (2017). Proposed Modification of Abandonment and Site Restoration Mechanism in Gross
split PSC For marginal field Indonesia.
Jeffrey, G., Niger Delta, U., Adetoum , A., & Azibator, O. (2016). Comparative Economic Analysis on
Offshore and Land-Based Liquefaction facilities in Nigeria. 1-14.
Josep C. Ehendu, & Emerald Energy Institute-International Petroleum. (2017). Replacing Petroleum Profit
Tax with a Dual Petroleum Tax Sytem. 1-14.
Latief, S. A. (2015). Policy and Institute of Offshore Platform Decommisioning in Indonesia Oil and Gas
Upstream Industry to Improve The Performance. 1-15.
Peter, H., Sander A., v., & J. Ricard Simons. (2016). Cost Reducision and Still Fit for Purpose : A sharing
Economy Approach to Standardized Oil & Gas Plants. 1-18.
S. irham, & P Julyus. (2015). The new energy management policy : Indonesia PSC Gross split applied on
steam flooding project.
Sheraz ahmed, Atta M. khakwaniu, Ijaz Ahmed, & Pakistan petroleum limited. (2017). enhancing recoveries
from a low permeable gas-condensate reservoir through hydraulic fracturing & eor technology. 1-
10.
vu huu huuy dan john sutherland. (2015). reservoir damage removal by zero-cost hydraaulic fracturing in a
water injection, offshore vietnam. 1-8.
Wisnu, J., Iswahyudi, S. P., & SKK Migas. (2017). Accelerated Depreciation Increase the Economical of
PSC Contractors Project in Indonesia. SPE-186228-MS, 1-9.