BAB 2 Tumor Non Odontogen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

A.

HEMANGIO

1. Definisi

Hemangioma adalah tumor jinak yang terjadi akibat gangguan pada

perkembangan dan pembentukan pembuluh darah dan dapat terjadi

pada setiap jaringan pembuluh darah, termasuk pada organ seperti hati,

limpa, otak, tulang dan kulit atau mukosa. Hemangioma

dikarakteristikkan dengan proliferasi sel endotel yang sangat cepat,

diikuti dengan involusi secara bertahap. Kebanyakan hemangioma baru

muncul pada minggu ke-8 setelah lahir dan lesi akan hilang dengan

sendirinya setelah beberapa tahun (Syafriadi, 2008).

2. Etiologi

Etiologi terjadinya hemangioma sampai saat ini masih belum diketahui.

Penyebabnya diduga berhubungan dengan mekanisme kontrol

pertumbuhan pembuluh darah. Meskipun mekanisme yang jelas

mengenai kontrol pertumbuhan dan involusi hemangioma tidak begitu

dimengerti, pengetahuan mengenai pertumbuhan pembuluh darah yang

normal dan proses angiogenesis dapat dijadikan petunjuk untuk

mengetahui penyebab timbulnya hemangioma. Sitokin, seperti basic

fibroblast growth factor (bFGF) dan vascular endothelial growth

factor (VEGF) berhubungan dengan proses angiogenesis. Peningkatan

kadar angiogenesis factors tersebut dan atau berkurangnya kadar

angiogenesis inhibitor seperti gamma interferon (Ύ-IF), tumor necrosis

factor-beta (TNF-β) dan transforming growth factor-beta (TGF-β)


diduga menjadi penyebab terjadinya hemangioma. Pengaruh

hormonal serta iritan fisik, mekanik, dan kimiawi juga diperkirakan

menjadi penyebab proliferasi abnormal pada jaringan hemangioma,

tetapi penyebab utama yang menimbulkan defek pada hemangiogenesis

masih belum jelas. Adapun hipotesis yang menyatakan bahwa sel

plasenta, seperti trophoblast sebagai sel awal terbentuknya hemangioma

serta adanya kemungkinan pengaruh genetik terhadap timbulnya

hemangioma, memerlukan penelitian yang lebih lanjut untuk

memastikannya.

Kebanyakan hemangioma timbul de novo tanpa adanya riwayat

keluarga (sporadis). Tetapi ada beberapa penelitian yang melaporkan

bahwa hemangioma berhubungan dengan gen autosom-dominan,

terutama neonatus dengan berat badan lahir yang rendah (< 1500 gram)

(Langlais, 2016).

3. Klasifikasi

Secara histologik hemangioma dibedakan berdasarkan besarnya

pembuluh darah yang terlibat. Ada 3 jenis hemagioma,

yaitu : hemangioma kapiler, hemangioma kavernosa dan

talangiektasis. Hemangioma kapiler terdiri atas : a) hemangioma

kapiler pada anak (nevus vasculosus, strawberry nevus); b)

granuloma piogenik; c) cherry-spot (ruby-spot), angioma senilis.

Hemangioma kavernosa terbagi tiga, yaitu : hemangioma matang,

hemangioma keratotik dan hamartoma vaskular. Nevus flameus,


angiokeratoma, dan spider angioma tergolong dalam talangiektasis.

Untuk praktisnya, Mulliken dan Glowacki membagi hemangioma ke

dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu :

hemangioma kapiler, hemangioma kavernosa dan hemangioma

campuran.

Hemangioma kavernosa berbentuk kubah pada ventral lidah

Hemangioma kavernosa multinodular

4. Gambaran Klinis

Gambaran klinis hemangioma berbeda-beda sesuai dengan jenisnya.

Hemangioma kapiler tampak beberapa hari sesudah lahir.

Strawberry nevus terlihat sebagai bercak merah yang makin lama


makin besar. Warnanya menjadi merah menyala, tegang dan

berbentuk lobular, berbatas tegas, dan keras pada perabaan. Ukuran

dan dalamnya sangat bervariasi, ada yang superfisial berwarna

merah terang, dan ada yang subkutan berwarna kebiru-biruan.

Involusi spontan ditandai oleh memucatnya warna di daerah sentral,

lesi menjadi kurang tegang dan lebih mendatar.

Strawberry hemangioma pada kulit

Granuloma piogenik terjadi akibat prolifereasi kapiler yang sering terjadi

sesudah trauma, jadi bukan oleh karena proses peradangan, walaupun sering

disertai infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada semua

umur, terutama pada anak dan pada bagian tubuh yang tersering mengalami

trauma. Mula-mula berbentuk papul eritematosa dengan pembesaran yang

cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan dapat bertangkai.

Lesi mudah berdarah


Hemangioma kavernosa tidak berbatas tegas, dapat berupa

makula eritematosa atau nodus yang berwarna merah sampai ungu.

Biasanya merupakan tonjolan yang timbul dari permukaan, bila ditekan

mengempis dan pucat lalu akan cepat menggembung lagi apabila

dilepas dan kembali berwarna merah keunguan. Lesi terdiri atas elemen

vaskular yang matang. Lesi ini jarang mengadakan involusi spontan,

kadang-kadang bersifat permanen (Langlais, 2016) .

5. Gambaran Histologis

Hemangioma kapiler terdiri atas kapiler-kapiler baru yang berisi darah

dan membentuk suatu anyaman. Tumor ini hanya mengenai satu

segmen dari pembuluh darah. Dari segmen tersebut sel-sel endotel

tumbuh keluar membentuk kapiler-kapiler baru yang merupakan suatu

anyaman. Sel-sel endotel dari kapiler tersebut sering berproliferasi

sehingga lumennya tertutup. Pada fase involusi tampak penyempitan

dan oklusi lumen kapiler dan terjadi peningkatan stroma jaringan ikat.

Hemangioma kavernosa terdiri atas ruang-ruang sinusoid yang

dibatasi oleh sel endotel berisi darah yang lebar dan berdinding tipis,

bentuk ireguler, terletak pada dermis bagian bawah serta subkutis,


dilapisi oleh selapis endotel, serta dikelilingi oleh jaringan fibrosa

yang tebal (Whaites, 2003).

6. Diagnosa Banding

Diagnosa banding untuk hemangioma adalah malformasi

vaskular, limfangioma, traumatik hematoma, sarkoma kaposi, dan

melanoma ganas (Langlais, 2016).

7. Penatalaksanaan

Ada dua cara penatalaksanaan hemangioma, yaitu secara

konservatif (alamiah) dan secara aktif. Cara konservatif memanfaatkan

proses alamiah dari hemangioma tersebut. Dilakukan observasi untuk

melihat hemangioma mengalami pembesaran dalam bulan-bulan

pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan ber-regresi sampai

umur 5 tahun.

Penatalaksanaan secara aktif dilakukan dengan pembedahan,

terapi kortikosteroid, atau radiasi. Perawatan dengan tindakan bedah

beberapa diantaranya adalah eksisi, bedah krio dan laser. Pembedahan

biasanya diindikasikan pada hemangioma yang tidak mengalami

regresi spontan selama lebih dari 9 tahun, terdapat tanda-tanda

pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam beberapa minggu

lesi menjadi 3-4 kali lebih besar dan pada hemangioma raksasa

dengan trombositopenia.

Tindakan eksisi jarang dilakukan karena hemangioma cenderung

mengalami perdarahan hebat. Untuk mengurangi perdarahan,

eksisi dilakukan dengan cara dikombinasikan dengan skleroterapi.


Teknik lainnya adalah dengan bedah krio. Prinsip kerja dari

bedah krio yaitu menyebabkan nekrosis dari sel-sel yang

diakibatkan oleh pembekuan dan melunaknya sel-sel. Metode ini

diperkenalkan pada tahun 1940-an dengan menggunakan nitrogen cair

yang diaplikasikan dengan kapas. Lalu pada tahun 1961, Copper

memperkenalkan sistem tertutup dengan menyemprotkan cairan

nitrogen. Penggunaan laser bisa juga digunakan sebagai terapi

hemangioma, tetapi biaya perawatannya relatif mahal.

Pengobatan dengan kortikosteroid dipilih apabila

melibatkan salah satu struktur vital, tumbuh dengan cepat dan

mengadakan destruksi kosmetik, secara mekanik mengadakan

obstruksi salah satu orifisum, adanya banyak perdarahan dengan

atau tanpa trombositopenia, dan menyebabkan dekompensasio

kardiovaskular. Kortikosteroid yang dipakai antara lain prednison

yang mengakibatkan hemangioma mengadakan regresi, yaitu untuk

hemangioma bentuk strawberry, kavernosa dan campuran. Dosisnya

per oral 20-30 mg per hari selama 2-3 minggu dan perlahan-lahan

diturunkan, lama pengobatan adalah 3-4 bulan.

Pengobatan dengan radiasi dewasa ini sudah banyak

ditinggalkan karena berakibat kurang baik pada tulang, juga

menimbulkan komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka

waktu lama dan dapat menimbulkan fibrosis pada kulit yang sehat.
B. Langerhans Cell Disease

1. Definisi

Langerhans Cell Disease ( LCD) ;dahulu dikenal dengan Histiocytosis

X ; yang juga disebut dengan Langerhans Cell Histiocytosis

merupakan proliferasi abnormal sel langerhans bersama-sama dengan

beberapa leukosit, eosinophil, neutropil, limfosit, sel plasma dan sel

giant-multi nucleus yang berakumulasi pada tulang dan bagian

tubuh yang lain terutama pada kepala dan leher sehingga

menyebabkan masalah yang rumit.

Sebenarnya sel ini untuk melindungi tubuh, akan tetapi jika sel ini

dengan jumlah yang banyak akan cenderung menyebabkan luka dan

destruktif pada jaringan, terutama pada tulang, jantung dan hati.

Destruktif jaringan ini merupakan akibat dari infiltrasi sellular yang

merusak tulang, dan menyerang kulit, mukosa dan organ dalam

seperti jantung dan sebagainya. LCD juga bisa terdapat pada

tulang iga, sternum, tulang

panjang pada lengan dan kaki, vertebra pada tulang belakang dan

tulang panggul.

Walaupun LCD bisa terjadi pada semua peringkat usia,

kebanyakan kasus yang dilaporkan timbul pada anak dibawah usia

10 tahun.
LCD mencakup tiga tipe yaitu eosinophilic granuloma, Hand-

Schuller-Christian syndrome, dan Letterer-Siwe disease.

Eosinophilic Granuloma merupakan yang paling jinak dan ringan

diantara ketiga tipe LCD. Penyakit ini ditandai dengan lesi yang

terlokalisir pada tulang, dimana menimbulkan rasa sakit dan penonjolan

tulang. Eosinophilic Granuloma umumnya melibatkan remaja dan dewasa

muda. Hand-Schuller-Christian synrdome sering terjadi pada anak-anak

dengan tanda- tanda lesi pada tengkorak, mata yang menonjol, dan sering

membuang air kecil. Tipe ini berawal pada masa anak-anak, namun tidak

berkembang sepenuhnya ketika anak- anak tetapi proses berkembang terus

berlangsung sehingga anak mencapai dewasa muda kira-kira 20-30 tahun.

Tipe ini sering muncul dengan gabungan diabetes insipidus,

protopsis, dan lesi litik pada tulang. Termasuk juga bagian dari

Hand-Schuller-

Christian syndrome, dimana suatu kelainan bersifat kongenital, bisa

sembuh dengan sendirinya yang dikenal dengan Hashimoto-Pritzker

disease yang dapat menunjukkan gejala setelah dilahirkan.

Sedangkan Letterer-Siwe disease merupakan penyakit yang bersifat

general
dimana sangat agresif, dengan prognosa yang sangat jelek, dan sering

diakhiri dengan kematian. Organ yang bisa terlibat antara lain tulang, kulit,

hati, limpa, dan sumsum tulang. Tipe ini sering terlihat pada anak-anak

berusia dibawah 2 hingga 3 tahun.

Tiga penyakit ini dikelompokkan bersama karena gambaran mikroskopis

yang sama, walaupun gambaran klinis penyakit tersebut sangat bervariasi.

Banyak orang menderita LCD dengan lesi soliter sembuh dengan

sempurna. Sedangkan pasien dengan LCD dengan lesi multipel

memberikan respon kepada kemoterapi. Pasien dengan LCD

mempunyai resiko lebih tinggi dari rata-rata berkembangnya kanker

di kemudian hari, termasuk limpoma dan leukemia. Penyebab

meningkatnya resiko tersebut masih tidak dapat diketahui (Langlais,

2016).

2. Gambaran Klinis

Manifestasi oral biasanya merupakan tanda-tanda awal dari LCD

dan pada sebagian kasus, rongga mulut bisa merupakan satu-

satunya bagian yang terlibat dan paling sering terlihat.

Insidensi lesi oral pada LCD adalah 77%, oleh karena itu

diagnosis awal sering dilakukan oleh dokter gigi.3 Pada

mukosa rongga mulut bisa terlihat inflamasi pada gingiva,

hiperplastik dan sariawan. Lesi pada mukosa oral termasuk nodul

submukosa, sariawan, necrotizing, dan leukoplakia. Sariawan bisa

merupakan lesi dalam bentuk ovoid atau bulat, dengan eritema,


inflamasi pada pinggiran, sakit pada palpasi. Lesi ini terdapat

terutama pada mukosa bukal dan vestibulum bagian belakang.

Lesi tersebut bisa berhubungan dengan lesi cutaneous seperti

ruam akibat allergi ( ezema ), dimana bisa membingungkan

dengan dermatitis seboroik.

Sebagai konsekuensi dari kehilangan tulang alveolar, pasien

memperlihatkan manifestasi termasuk inflamasi gingiva, sariawan,

destruksi pada gingiva keratin, resesi gingiva, saku periodontal

dan perdarahan pada mukosa, dan berhubungan dengan rasa sakit

dan pembengkakan. Terlihat juga bentuk tulang seperti scooped-

out pada destruksi tulang. Sebagai akibat dari kehilangan tulang

yang mendukung gigi, gigi pada gambaran foto rontgen terlihat

terapung ( gigi tanpa dukungan tulang alveolar ) atau floating

teeth.

Keadaan ini menyebabkan gigi tersebut mobiliti dan cenderung

prematur loss.

Keterlibatan rongga mulut sering menstimulasi periodontitis

lokalisata yang parah, oleh karena itu, dokter gigi harus lebih teliti dan

memberi perhatian yang lebih kepada anak-anak yang menunjukkan

gejala periodontitis pre-pubertal dimana berhubungan dengan penyakit

sistemiknya. Periodontitis pre-pubertal merupakan suatu penyakit yang

jarang, namun bisa timbul pada kelompok penyakit sistemik seperti

juvenille dimana pada permulaan diabetes, hiperparatiroidism,


Cushing’s Syndrome, scleroderma, LCD dan Papillon-Lefevre

syndrome. Oleh karena itu, anak-anak dengan destruksi periodontal

yang lokalisata maupun generalisata yang parah harus dievaluasi

sistemiknya dan lesinya harus diinvestigasi secara histopatologi

(Pareda, 2009).

3. Gambaran Histopatologi

Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan histologi, didukung

oleh pemeriksaan klinis dan radiografik. Biopsi dengan

mikroskopi konvensional menunjukkan area jaringan konjuktif

fibrous berhubungan dengan campuran infiltrasi

inflamatori. Proliferasi non-malignan histiocytic terlihat bersama

dengan sel Langerhan (birbeck granule). Mononuclear histiocytic

cell yang besar ini berbentuk bulat atau oval, dengan nukleus

vesikular, dengan sejumlah eosinophil sitoplasma, dan distribusi

yang berlapis- lapis atau menyebar. Eosinophil dan sel inflamatori

lain yang berlebihan seperti limfosit dan mononuklear fagosit bisa

terlihat menyertai sel ini.

Ultrasktuktur sel tumor menunjukkan sktuktur sitoplasma

yang unik dan berbentuk rod, dikenali dengan birbeck granule.

Persentasi histiocytic cell dengan birbeck granule tidak

berhubungan dengan prognosa. Stain immunohistokemikal

menunjukkan sel tumor tersebut terdapat antigen CD1a, protein S-

100, dan antigen leukosit pada manusia (HLA).


Biopsi adalah sama pada semua LCD kecuali pada jenis akut yang

menyebar, dimana ia bisa menunjukkan penemuan mikroskopis

penyakit lain, seperti limfoma yang termasuk dalam bagian

panyakit akut.

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik

untuk LCD,

walaubagaimanapun, pemeriksaan darah dan urin bisa

mengungkapkan perkembangan dan keparahan penyakit tersebut.

Analisis laboratorium yang rutin, test fungsi hati, test koagulasi

dilakukan.

Namun, gambaran radiografi pada LCD bersifat tidak spesifik dan

bisa mirip dengan penyakit lain seperti kista odontogenik, lesi

periapikal, penyakit periodontitis, osteomeilitis, tuberkulosis,

sarcoma osteogenik, Ewing’s sarcoma, multipel meiloma atau

bahkan naoplasma malignan. Oleh karena itu, pemeriksaan

histopatologi harus dilakukan dalam menegakkan diagnosa yang akurat

dan benar (Langlais, 2016).

4. Gambaran Radiografi

Secara radiologi, oleh karena LCD bersifat merusak tulang

tubuh, justru gambaran radiografi bisa menjadi indikator pertama

dalam mendeteksi pasien dengan LCD, bahkan dokter gigi bisa

menjadi penemu pertama karena dokter gigi sering terlibat dengan

pengambilan foto panoramik dalam melakukan perawatannya.


Dalam pemeriksaan rongga mulut, lesi bisa melibatkan maksila,

mandibula. Pada foto ronsen bisa telihat banyak lesi radiolusen

pada rahang baik secara soliter maupun multipel. Lesi tersebut

seringkali merusak tulang alveolar sehingga menyebabkan gigi

terlihat seolah terapung di dalam foto radigrafik. Pada rahang

juga sering tejadi lesi osteolitik sehingga

pada rontgen foto terlihat area radiolusen yang jelas.

Biasanya, gambaran

radiografik yang menunjukkan lesi intra-osseous sering menunjukkan

adanya hubungan dengan pembentukan periosteal tulang yang baru.

Gambaran klinis dari kelainan ini sangat bervariasi dan tidak

menunjukkan tanda-tanda klinis pathognomic atau tanda- tanda

radiografik. Pemeriksaan radiografi tulang yang lengkap sangat diperlukan

karena lesi ini dapat terjadi secara multipel pada berbagai lokasi tulang.

Oleh karena itu, dokter gigi perlu merujuk pasien-pasien yang dicurigai

menderita LCD untuk dilakukan pemeriksaan medis dan pemeriksaan

radiografik lanjutan (Whaites, 2003),

5. Perawatan Langerhans’ Cell Disease

Perawatan terhadap lesi tulang pada Langerhans’ Cell Disease ini

masih menjadi kontroversi. Jenis perawatan tergantung pada

kesehatan individu pasien. Pada pasien anak-anak, perawatan

spesifik terhadap LCD ditentukan oleh dokter tergantung kepada

usia anak, kesehatan umum anak dan riwayat kesehatan anak,

perluasan atau derajat penyakit tersebut, toleransi anak-anak


tersebut terhadap beberapa medikasi, prosedur dan terapi, sejauh

mana perkiraan dokter terhadap perkembangan penyakit anak,

dan pendapat serta pilihan orang tua terhadap anak mereka.Pada

LCD, antara pilihan perawatan kuretase surgical, medikasi,

radioterapi dan kemoterapi.

Kuretase surgikal merupakan suatu pertimbangan umum yang

terbaik apabila lesi tersebut mudah diakses, dimana kebanyakan

kasus yang dilakukan eksisi yang kecil atau kuretase menjurus

penyembuhan penyakit tersebut. Namun, perawatan surgical

pada lesi rahang pada pasien anak-anak rumit karena adanya

perkembangan benih gigi yang sangat rentan dan bisa tanggal

apabila tindakan tidak hati-hati. Apabila area surgical melibatkan

tulang yang besar, bone graf bisa dilakukan dalam usaha untuk

mengurangi resiko fraktur patologis dan untuk menfasilitasi

regenerasi tulang nantinya. Pasien dengan prognosa yang jelek

dirawat dengan trasplantasi allogenic bone marrow. Untuk

medikasi, obat yang sering digunakan antara lain obat golongan

steriod, hormon dan obat-obatan lain. Obat dari golongan steroid

seperti prednisolon berfungsi menekan sistem imunitas tubuh.

Kortikosteriod intralesi bisa digunakan untuk LCD vinblastine,

methotrexate, cylophosphamide, chlorambucil, dan cotisone

(Syafriadi, 2008).
Pareda CMM, Rodriguez VG, Maya BG, Garcia CM.

Langerhans cell histiocytosis : Literature riview and descriptive

analysis of oral manifestetions. Med Oral Patol Cir Bucal, 2009 ;

14 ( 5 ) : E222-8

Langlais RP, Miller CS, Gehrig JSN. 2016. Atlas Berwarna Lesi

Mulut yang Sering Ditemukan. Jakarta: EGC

Whaites, E. 2003. Essentials of Dental Radiographic and

Rduology. London Churcill Livingstone

Syafriadi. 2008. Patologi Mulut : Tumor Neoplastik dan Non

Neoplastik Rongga Mulut. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET

Anda mungkin juga menyukai