Pendidikan Seni
Pendidikan Seni
Pendidikan Seni
Pendidikan seni musik merupakan pendidikan yang memberikan kemampuan mengekspresikan dan
mengapresiasikan seni secara kreatif untuk pengembangan kepribadian siswa dan memberikan sikap-
sikap atau emosional yang seimbang. Seni musik membentuk disiplin, toleran, sosialisasi, sikap
demokrasi yang meliputi kepekaan terhadap lingkungan. Dengan kata lain pendidikan seni musik
merupakan mata pelajaran yang memegang peranan penting untuk membantu pengembangan individu
siswa yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan akal, fikiran, sosialisasi, dan emosional.
Pendidikan seni musik merupakan suatu proses pendidikan yang membantu pengungkapan ide/gagasan
seseorang yang ditimbulkan dari gejala lingkungan dengan mempergunakan unsur-unsur musik, sehingga
terbentuknya suatu karya musik yang tidak terlepas dari rasa keindahan.
Pendidikan seni musik lebih menekankan pada pemberian pengalaman seni musik, yang nantinya akan
melahirkan kemampuan untuk memanfaatkan seni musik pada kehidupan sehari-hari. Pendidikan Seni
musik diberikandi sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan
perkembangan siswa,yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan
berekspresi/berkreasi dan berapresiasimelalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni”
dan “belajar tentang seni.”
Ruang lingkup pendidikan seni musik mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal seperti dasar-
dasar teknik bernyanyi, memainkan alat musik, dan apresiasi musik.
Siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan seni musik, selain dapat mengembangkan kreativitas, musik
juga dapat membantu perkembangan individu, mengembangkan sensitivitas, membangun rasa
keindahan, mengungkapkan ekspresi, memberikan tantangan, melatih disiplin dan mengenalkan siswa
pada sejarah budaya bangsa mereka.
Fungsi pendidikan seni musik bagi siswa yang sejalan dengan pendekatan “Belajar dengan Seni, Belajar
Melalui Seni, dan Belajar tentang Seni”, berikut ini dikemukakan secara urut fungsi pendidikan seni musik
sebagai sarana atau media ekspresi, komunikasi, bermain, pengembangan bakat, dan kreativitas.
Dalam KTSP 2006 menjelaskan bidang seni rupa, musik, tari, dan keterampilan memiliki kekhasan
tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam pendidikan seni dan keterampilan,
aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman
mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua itu diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen,
prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seni untuk anak-anak berbeda dengan seni untuk orang dewasa karena karakter fisik maupun mentalnya
berbeda. Hal ini penting diperhatikan khususnya dalam melakukan penilaian karya anak didik, supaya
hasil kreasi anak tidak diukur menurut selera dan kriteria keindahan orang dewasa. Fungsi seni dalam
pendidikan berbeda dengan fungsi seni dalam kerja profesional. Seni untuk pendidikan difungsikan
sebagai media untuk memenuhi fungsi perkembangan anak, baik fisik maupun mental. Sedang seni
dalam kerja profesional difungsikan untuk meningkatkan kemampuan bidang keahliannya secara
professional.
Dalam pelaksanaan pembelajaran seni di sekolah, pengalaman belajar mencipta seni disebut sebagai
pembelajaran berkarya. Sedang pengalaman persepsi, melihat, dan menghayati serta memahami seni
disebut pembelajaran apresiasi. Pembelajaran berkarya seni mengandung dua aspek kompetensi, yaitu:
keterampilan dan kreativitas.
Di Taman Kanak-kanak kompetensi keterampilan lebih difokuskan pada pengalaman eksplorasi untuk
melatih kemampuan sensorik dan motorik, bukan menjadikan anak mahir atau ahli. Sedangkan
kreativitas di sini meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terlihat dari produk atau hasil
karya dan proses dalam bersibuk diri secara kreatif (Semiawan, Munandar, 1990: 10). Pembelajaran
apresiasi disampaikan tidak hanya sebatas pengetahuan saja, namun melibatkan pengalaman
mengamati, mengalami, menghayati, menikmati dan menghargai secara langsung aktivitas berolah seni.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Seni
Kata "seni" adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar
pemahaman yang berbeda. Konon kata seni berasal dari kata "sani" yang artinya "Jiwa Yang Luhur/
Ketulusan jiwa". Dalam bahasa Inggris dengan istilah "ART" (artivisial) yang artinya adalah barang/atau
karya dari sebuah kegiatan. Konsep seni terus berkembang sejalan dengan berkembangnya kebudayaan
dan kehidupan masyarakat yang dinamis.
a. Ensiklopedia Indonesia :
Seni adalah penciptaan benda atau segala hal yang karena kendahan bentuknya, orang senang melihat
dan mendengar
b. Aristoteles :
seni adalah kemampuan membuat sesuatu dalam hubungannya dengan upaya mencapai suatu tujuan
yang telah ditentukan oleh gagasan tertentu,
c. Ki Hajar Dewantara :
seni adalah indah, menurutnya seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dan hidup
perasaannya dan bersifat indah hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia lainnya,
d. Akhdiat K. Mihardja :
seni adalah kegiatan manusia yang merefleksikan kenyataan dalam sesuatu karya, yang berkat bentuk
dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam alam rohani
sipenerimanya.
e. Erich Kahler :
seni adalah suatu kegiatan manusia yang menjelajahi, menciptakan realitas itu dengan symbol atau
kiasan tentang keutuhan "dunia kecil" yang mencerminkan "dunia besar".
B. Pengertian Musik
Musik adalah salah satu media ungkapan kesenian, musik mencerminkan kebudayaan masyarakat
pendukungnya. Di dalam musik terkandung nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari proses
enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal. Musik itu sendiri memiliki bentuk yang
khas, baik dari sudut struktual maupun jenisnya dalam kebudayaan. Demikian juga yang terjadi pada
musik dalam kebudayaan masyarakat melayu.
Musik adalah: ilmu atau seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan hubungan temporal
untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara
yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang
dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu)
Sehingga Seni musik adalah cetusan ekspresi perasaan atau pikiran yang dikeluarkan secara teratur
dalam bentuk bunyi. Bisa dikatakan, bunyi (suara) adalah elemen musik paling dasar. Suara musik yang
baik adalah hasil interaksi dari tiga elemen, yaitu: irama, melodi, dan harmoni. Irama adalah pengaturan
suara dalam suatu waktu, panjang, pendek dan temponya, dan ini memberikan karakter tersendiri pada
setiap musik. Kombinasi beberapa tinggi nada dan irama akan menghasilkan melodi tertentu.
Selanjutnya, kombinasi yang baik antara irama dan melodi melahirkan bunyi yang harmoni.
Pendidikan seni merupakan usaha sadar untuk mewariskan atau menularkan kemampuan berkesenian
sebagai perwujudan transformasi kebudayaan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh para
seniman atau pelaku seni kepada siapa pun yang terpanggil untuk menjadi bakal calon seniman (M.
Jazuli, 2008: 14)
Anak adalah pribadi yang unik memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda dengan orang
dewasa, dan salah satu kebutuhan anak yang khas adalah kebutuhan mengekspresikan diri atau
menyatakan diri. Pendidikan seni dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan pribadi anak
(siswa). Kontribusi yang dimaksud berkaitan dengan pemberian ruang berekspresi, pengembangan
potensi kreatif dan imajinatif, peningkatan kepekaan rasa, menumbuhkan rasa percaya diri, dan
pengembangan wawasan budaya.
Pertama, ruang bagi ekspresi diri, artinya seni menjadi wahana untuk mengungkapkan keinginan,
perasaan, pikiran melalui berbagai bentuk aktivitas seni sehingga menimbulkan kesenangan dan
kepuasaan. Berekspresi seni rupa melalui elemen visual berupa garis, warna, bidang, tekstur, volume,
dan ruang. Berekspresi seni musik melalui nada, irama, melodi, dan harmoni. Berekspresi seni tari
melalui elemen gerak, ruang (bentuk dan volume), waktu (irama), energi (dinamika). Berekspresi teater
melalui pemeranan/pelakonan, bahasa, dan dialog. Secara implisit ekspresi diri mengandung makna
komunikasi karena siapa pun mengeskpresikan sesuatu mempunyai tujuan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain. Sejumlah penelitian telah meyakinkan bahwa 90 persen komunikasi emosi
disampaikan tanpa kata-kata, keterampilan ini dapat sangat meningkatkan kemampuan anak memahami
perasaan orang lain sehingga mampu bertindak cepat (Shapiro dalam M. Jazuli, 2008). Ekspresi diri juga
bermakna aktualisasi diri karena apa yang diungkapkan melibatkan sosok subjek yang menampilkan/
mengungkapkan kepada orang lain. Berekspresi juga dapat dimaknai bermain karena bermain adalah
pekerjaan anak yang bisa memberikan kebebasan, kesenangan, dan tantangan sebagaimana ketika
mereka bermain. Melalui permainan anak¬anak akan memperoleh kesempatan belajar dan
mempraktikkan cara-cara baru dalam berpikir, merasakan, dan bertindak. Dengan demikian berekspresi
berarti pembelajaran emosi yang selalu melibatkan daya kreasi - sering muncul secara spontan ketika Si
anak mengungkapkan sesuatu, berkomunikasi, dan bermain.
Kedua, pengembangan potensi kreatif. Potensi kreatif ditandai oleh kemampuan berpikir kritis, rasa ingin
tahu menonjol, percaya diri, sering melontarkan gagasan baru orisinil, berani mengambil resiko dan
tampil beda, terbuka terhadap pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain (M. Jazuli, 2008:
104). Dengan demikian anak kreatif selalu memunculkan gagasan baru, orisinil, cemerlang, dan unik.
Dalam jagat seni sangat mampu memberikan peluang yang amat luas bagi berkembangnya segala,
potensi kreatif anak secara bebas (nyaman) dan menyenangkan karena tidak ada indoktrinasi, tidak
mengenal benar dan salah, tetapi selalu dalam situasi harmoni. Keadaan semacam ini memungkinkan
anak memiliki keberanian untuk mengungkapkan ide dan meningkatkan rasa empati, menyadari
kemampuan sendiri, serta siap menerima tanggapan lingkungan terhadap apa yang diungkapkan.
Dengan adanya keberanian tersebut pendidik cukup sebagai fasilitator yang berperan memberikan
arahan dan pelayanan secara proporsional dan konstruktif. Misalnya: menciptakan suasana yang mampu
memotivasi kepada siswa untuk berani mencetuskan idenya, menyediakan sarana yang mendorong
eksplorasi dan eksperimen, bersikap komunikatif, serta cerdas dalam menciptakan lingkungan sekolah
yang bebas sekaligus tertib. Eisner dan Ecker menginformasikan pendapat tokoh pendidikan seni di
Amerika Margaret Mathias, Bella Boas, Florence Cane, dan Victor D'Amico bahwa pendidikan seni
potensial untuk mencetak manusia kreatif. Hasil penelitian Mohanty dan Hejmadi tahun 1992
menginformasikan bahwa setelah 20 hari anak belajar menari dan bermusik kemudian diberi tes berpikir
kreatif, ternyata hasil skornya lebih tinggi dari anak yang tidak belajar menari dan bermusik. Hal ini
menunjukkan bahwa menari dan bermusik dapat meningkatkan daya kreatif. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai gerakan pendidikan seni yang
mempromosikan kekreatifan (M. Jazuli, 2008: 105).
Ketiga, meningkatkan kepekaan perasaan, khususnya rasa keindahan alam maupun buatan manusia.
Orang yang peka perasaannya ditandai oleh kesadaran dan responsif terhadap gejala yang terjadi di
sekitarnya. Hal ini tercermin pada kemampuannya untuk menerima, mengamati, dan menghayati
berbagai rangsang dari luar. Dengan kata lain, orang yang peka rasa memiliki daya penghayatan tinggi
terhadap lingkungannya sehingga relatif mudah menyerap variasi keindahan yang muncul ke permukaan,
seperti tergetar bila mendengar suara gemericik air, deburan ombak, alunan seruling, gesekan biola,
gerakan tarian, goresan lukisan, ekspresi wajah pengemis dan orang tuli, dan sebagainya. Orang yang
peka perasaannya cenderung berpikir dan bertindak positif dan konstruktif terhadap lingkungannya
sehingga kemudian mendorong para pendidik untuk mencetak siswa yang peka perasaan melalui
pembelajaran apresiasi seni di sekolah umum. Untuk menciptakan kepekaan perasaan siswa dalam
proses pembelajaran apresiasi seni ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya mengenalkan tokoh
seniman besar dan karya-karyanya beserta kisah perjalanan hidupnya melalui foto reproduksi,
mendengarkan dan menyimak musik secara cermat, mencermati8 gerakan flora dan fauna serta gerakan
tari, mengunjungi galeri, gedung pertunjukan, museum, mengoleksi gambar, foto, kaset, DVD, dan
sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kepekaan perasaan terhadap
keindahan. Kepekaan perasaan sering menjadi modal awal dan utama bagi proses penciptaaan karya
seni.
Keempat, menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab. Orang yang memiliki rasa percaya diri
berarti dia mampu menyesuaikan diri dan mampu berkomunikasi pada berbagai situasi, memiliki
kemampuan bersosialisasi, serta memiliki kecerdasan yang cukup. Implikasi dari rasa percaya diri adalah
munculnya sikap mandiri, yang di dalamnya memuat rasa tanggung jawab. Hasil penelitian Atip Nurharini
menginformasikan bahwa pembelajaran tari mampu mengembangkan rasa kepercayan diri anak ( M.
Jazuli, 2008 : 106). Rasa percaya diri anak dimaksud adalah suatu keyakinan atas segala aspek kelebihan
yang dimiliki anak, dan dengan keyakinan itu membuat diri anak mampu untuk bisa mencapai berbagai
tujuan dan keinginan didalam hidupnya.
Setiap kali mendengar nyanyian di radio, tape, atau teve, ikutlah bersenandung. Tidak usah khawatir jika
suara Anda sumbang, serak, atau tidak hapal syairnya. Yang paling penting, buat interaksi musik ke diri
anak dan tunjukkan bahwa Anda mencintai musik Ikutilah Les Musik & Kursus Musik jangan melarang
anak ikut bersenandung atau bersiul, itu sudah merupakan musik merdu di telinga si kecil, kunjungi
Musik Course & Tempat Kursus Musik untuk menambah wawasan anak anda tentang musik.
Nyalakan radio, tape, atau CD. Biasakan mereka mendengar musik, menari dengan musik, dan ciptakan
segala aktivitas dengan musik. Jadikan musik sebagai bagian yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
anak-anak.
Anak-anak dapat menerima segala macam jenis musik. Dengan mendengarkan berbagai macam
penyanyi dan ragam lagu, berarti Anda sudah melakukan stimulasi untuk menciptakan lingkungan yang
musikal. Selain itu, anak juga akan mengetahui kekayaan khasanah musik dan temukan semua itu di
Musik Course & Tempat Kursus Musik.
· Ikut Bernyanyi
Bernyanyilah atau siulkan nada-nada awal dari sebuah nyanyian yang dikenal si kecil. Ajak anak untuk
melanjutkan atau menyelesaikan kalimat dari lagu tersebut.
· Menonton pertunjukan
Ajak anak menonton pertunjukan atau konser untuk anak-anak seperti operet, balet, atau drama
musikal.
Bacakanlah cerita tentang riwayat hidup musisi terkenal. Selain isi cerita yang menarik, juga bisa
menggugah semangat anak untuk makin mencitai musik, hal ini dapat anda lihat di Music Course &
Kursus Music .
Daftarkanlah anak pada kursus musik atau olah vokal. Di situ, anak akan dilatih bernyanyi, menari, sambil
sekaligus belajar mengenal alat-alat musik yang sederhana. Jika anda ingin Anak lebih terpantau
perkembangannya dapat dengan memilih les privat musik pada Tempat Les Musik, Tempat Les, Les Music
& Tempat Kursus , guru datang ke rumah Anda atau bisa juga anda mendaftarkan anak anda ke Tempat
Les Musik, Tempat Les, Les Music & Tempat Kursus
Hampir tak ada anak yang tak suka menari. Biasanya mereka menyanyi sambil menari, bahkan berteriak
sambil menggerak-gerakkan badannya.ikutilah kelas Music Course & Kursus Music untuk membantu sang
anak dalam belajar musik.
· Unjuk Kebolehan
Jika anak Anda belajar main piano atau alat musik lainnya, mengapa tidak diminta tampil untuk
menunjukkan kebolehannya?Mintalah ia mendemonstrasikan kebolehannya di hadapan nenek-kakeknya
dan keluarga besarnya. Buatlah rekaman video dari pertunjukan ini dan berikan sebagai hadiah spesial
kepada kakek dan neneknya.Dengan cara seperti itu, si anak akan merasa bangga dan terpacu untuk
lebih mencintai musik.
Latihan atau pendidikan musik di sebuah Yayasan Kesenian pada usia muda akan sangat membantu
perkembangan pada bagian otak tertentu yang digunakan untuk mempelajari bahasa dan daya nalar.
Studi yang dilakukan belakangan ini telah menunjukkan bahwa latihan music dapat mengembangkan
kemampuan otak kiri yang dalam tugas sehari-harinya memproses informasi atau bahasa yang masuk ke
otak dan pada dasarnya membantu otak tersebut mengalirkan sirkuit tertentu pada otak dengan cara
tertentu. Memperdengarkan lagu-lagu yang familiar pada saat menangkap informasi baru cenderung
meningkatkan daya tangkap pada anak-anak yang masih muda.
Terdapat pula hubungan yang sangat erat antara musik dan daya nalar spasial (spatial intelligence –
kemampuan untuk menangkap informasi tertentu dengan cepat dan dapat membuat gambaran secara
mental atas hal-hal yang dilihat). Intelegensia seperti ini, dimana seseorang dapat memvisualisasikan
berbagai elemen pada saat bersamaan sangat penting fungsinya untuk banyak hal dari menyelesaikan
tugas matematika yang kompleks sampai pada kemampuan untuk mengingat apa saja yang akan
diperlukan untuk dimasukkan dalam tas sekolah pada hari itu.
Murid-murid yang belajar musik baik secara langsung atau dari Forum Musik cenderung belajar berpikir
secara kreatif dan memecahkan masalah dengan cara membayangkan berbagai alternatif solusi yang
ada, sehingga menolak ketentuan dan asumsi yang berlaku.
Berdasarkan pengamatan pada sejumlah anak, para peneliti dari Universitas California menyimpulkan
bahwa belajar musik pada usia dini dapat meningkatkan kecerdasan seperti kemampuan bernalar dan
berpikir dalam jangka panjang. Hasil penelitian ini begitu menarik perhatian sehingga buku The Mozart
Effect karangan Don Campbell (1997), begitu monumental . Menurut Ahli saraf dari Harvard University,
Mark Tramo, M.D., getaran musik yang masuk melalui telinga dapat mempengaruhi kejiwaan, Ini terjadi
karena didalam otak manusia, terdapat jutaan neuron dari sirkuit secara unik menjadi aktif ketika kita
mendengar musik. Neuron-neuron ini menyebar ke berbagai daerah di otak, termasuk pusat auditori di
belahan kiri dan belahan kanan. Mulai dari sinilah kaitan antara musik dan kecerdasan terjadi.
Penelitian bagaimana pengaruh musik terhadap kecerdasan juga dilakukan oleh psikolog Fran Rauscher
dan Gordon Shaw dari University of California-Irvine, Amerika Serikat pada tahun 1994. Hasil penelitian
yang dilakukan membuktikan bahwa erat kaitan antara kemahiran bermusik dengan penguasaan level
matematika yang tinggi, dan keterampilan-keterampilan sains. Setelah delapan bulan, penelitian kedua
pakar ini menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan program pendidikan musik, meningkat
inteligensi spasialnya (kecerdasan ruang) sebesar 46% dibandingkan dengan anak-anak yang tidak
diekspos oleh musik.
Bukan hanya sekedar kecerdasan spasial, musik juga meningkatkan kemampuan bahasa dan kosa kata
anak serta logika yang pada akhirnya si anak mampu mengorganisasi ide dan mampu memecahkan
masalah.
Dalam periode perkembangan ini, anak masih belajar mengkoordinasikan gerak tubuh. Sebaliknya,
rangsangan musikal yang diberikan diarahkan untuk mendukung koordinasi gerak tubuh. Musik yang
memiliki struktur dan irama yang sederhana, tetapi relative konstan merupakan music yang baik bagi
anak-anak dalam periode ini. Struktur sederhana music dapat dibentuk dengan penyusunan lagu dalam
batas satu oktaf. Adapun irama musik yang baik bagi anak-anak usia ini umumnya berada pada rentang
irama sedang, tidak terlalu cepat, dan tidak pula terlalu lambat. Dalam kajian seni music, tempo irama ini
berada pada tempo Andante – Moderato. Contohnya lagu twinkle twinkle little star.
Berdasarkan berbagai studidan pengamatan, musiK juga membantu orang tua mengubah suasana hati
untuk disesuaikan dengan situasi yang baru. Nyanyikan atau putar lagu-lagu yang ditunjukkan untuk
menenangkan anak yang berusia 2-3 tahun misalnya ketika tidur ataupun ketika sedang bermain.
Dalam waktu yang tak terlalu lama, si kecil dapat duduk dan mengendalikan gerak tubuhnya. Anak usia
2-3 tahun biasanya sangat suka bereksperimen dengan ritme lagu yang didengarnya, turut bertepuk
tangan, mengangguk-anggukkan kepala, menderapkan kaki, serta mengetuk-ngetuk sendok pada piring,
gelas atau meja untuk mengiringi ritme lagu. Kesempatan ini baik untuk melatih anak menahan diri saat
mengikuti ritme. Latihan yang berkaitan dengan pengenalan ritme juga dapat dilakukan dengan
mengaktifkan gerakan tubuh, mendecakkan lidah, dan menjetikkan jari sambil membunyikan alat musik.
3. Belajar Bersenandung
Anak biasanya belajar bersenandung sejak sebelum dapat menyanyi dengan benar. Dorongan untuk
bersenandung secara berulang-ulang biasanya terjadi spontan melalui permainan lompat tali atau
lompat katak
Di usia 2-3 tahun, biasanya anak dapat mengikuti sebuah lagu dengan senandung serta nada yang belum
pas. Nanana…… nanana…nana,” demikian cara si kecil anda yang berusia 2-3 tahun mengekspresikan
lagu dalam ingatannya. Ini merupakan langkah awal menstimulasi anak untuk menyanyi dengan
sungguh-sungguh
Di usia 2-3 tahun, anak biasanya ekspresi tubuh dan emosinya apabila sedang mendengarkan musik. Di
dalam setiap diri anak terdapat musikalitas yang tingkatannya berbeda pada tiap anak.
Sambil anak bersenandung gerak tubuhnya lebih terarah, dan kesukaannya menggoyangkan tubuh
mengikuti irama semakin meningkat. Biarkan anak anda yang berusia 2-3 tahun menari di tempat yang
dapat memberinya kesempatan untuk melihat gerakan tubuhnya sendiri. Dengan demikian, anak dapat
dengan sadr menggerakkan tubuh sesuai yang diinginkan. Demikia pula untuk berhenti. Selain itu yang
juga penting, adalah mengendalikan gerak tubuh.
“Tanganku ada dua, yang kiri, yang kanan…. “ Si kecil dapat menyanyikan lagu ini sambil menunjukkan
dua jarinya saat menunjukkan dua jarinya saat mengatakan “ada dua”atau mengangkat kedua tangannya
sambil menunjuk yang mana tangan kiri. Latihan dengan mengaktifkan tubuh dan mendomstrasikan dan
isi lagu, tentu menyenangkan buat anak, serta sekaligus memberi anak pengetahuan dan kesempatan
untuk latihan konsentrasi, selain juga mengenal berbagai konsep sederhana.
Dapat dilakukan kegiatan mendengarkan musik bersama anak anda atau setelah si kecil mahir berbicara
dalam bentuk kalimat. Simak dengan seksama sebuah potongan lagu yang diputuskan. Putarkan lagu
dengan jenis musik yang sesuai dengan kesukaan serta minat anda dan si kecil. Setelah itu, biarkan anak
mengenali instrument apa saja yang digunakan dalam lagu tersebut, lalu biarkan ia mengenali ritme yang
disuarakan oleh alat masing-masing alat musik. Anda dan si kecil dapat bermain imajinasi dan
interprentasi sederhana tentang pengaruh sebuah instrument dalam sebuah lagu.
Apabila si kecil yang berusia 2-3 tahun dan suka menggambar, maka kegiataan yang dikombinasikan
dengan music tentu akan mengasah kreativitas serta menyimak dengan konsentrasi. Mintalah si kecil
menorehkan warna atau menggambar apa saja yang ingin digambarkan setelah tergugah perasaan atau
inspirasinya oleh lagu atau musik yang diperdengarkan.
8. Membuat Alat Musik
Kita dapat membantu anak yang membuat alat musik sederhana dengan bahan-bahan sederhana
contohnya seperti kotak kosong bekas lalu isi dengan sejumlah kerikil. Alat music buatan sendiri ini akan
mengeluarkan bunyi khas apabila dihentak-hentak mengikuti irama dan nada lagu yang dinyanyikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Seni berasal dari kata "sani" yang artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Dalam bahasa Inggris
dengan istilah "ART" (artivisial) yang artinya adalah barang/atau karya dari sebuah kegiatan.
- Musik adalah: ilmu atau seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan hubungan
temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada
atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan
(terutama yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu)
- Pendidikan seni merupakan usaha sadar untuk mewariskan atau menularkan kemampuan
berkesenian sebagai perwujudan transformasi kebudayaan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh
para seniman atau pelaku seni kepada siapa pun yang terpanggil untuk menjadi bakal calon seniman (M.
Jazuli, 2008: 14)
B. Saran
Seharusnya pendidikan seni lebih ditekankan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Untuk saat ini
pembinaan seni dalam dunia pendidikan terutama di Sekolah Dasar masih kurang. Dimana dalam
pembinaannya siswa masih kurang di bebaskan untuk berekspresi sesuai jalan pikirannya sehingga jiwa
emosional seni siswa kurang berkembang. Seharusnya siswa di bebaskan untuk berekspresi agar mereka
mampu mengembangkan potensi intelektual, imajinasi, ekspresi, kepekaan kreatif, dan keterampilan
yang mereka miliki.
DAFTAR PUSTAKA
Atan Hamdju, dan Armilah Windawati. 1986. Pengetahuan Seni Musik untuk SMA, SPG dan Sederajat
Jilid I. Jakarta: Mutiara Sumber Widya
2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan.
Jakarta: Puskur
2007. Model Penilaian Kelas (SD/MI/SDLB). Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan
2009. Panduan Teknis Festival Kompetensi dan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar Tingkat Nasional. Jakarta
Oemar Hamalik. 2006. Pendidikan Guru; Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara
Pada salah satu puncak perenungannya, Plato mengemukakan tesisnya: "Art should be the basic of
education". Seni seharusnya menjadi dasar pendidikan, ujarnya. Gema dan relevansi pernyataan ini
masih sterasa sampai saat ini, khususnya dalam pelaksanaan pendidikan seni di sekolah umum. Dalam
perspektif pendidikan, seni dipandang sebagai salah satu alat atau media untuk memberikan
keseimbangan antara intelektualitas dengan sensibilitas, rasionalitas dengan irrasionalitas, dan akal
pikiran dengan kepekaan emosi, agar manusia 'memanusia'. Bahkan, dalam batas-batas tertentu,
menjadi sarana untuk mempertajam moral dan watak.
Dalam konteks ini, seni tidak ditempatkan dalam “perspektif kesenian". Artinya, seni tidak dipandang
demi kesenian itu sendiri, yang walaupun dalam pelestarian atau pengembangannya eksplisit maupun
implisit terjadi juga suatu proses pendidikan. Seni dalam konteks pembicaraan ini, secara konseptual dan
empirikal, ditempatkan sebagai sarana dalam pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Walaupun
pembahasan di antara kedua perspektif tersebut tidak selalu dapat dipisahkan dengan tegas, tetapi
karena konsekuensi paradigmatisnya yang berimplikasi pada penentuan sudut, cara, dan bagaimana
mengkaji permasalahannya, maka tulisan ini lebih difokuskan pada pembicaraan seni dalam "perspektif
pendidikan".
Pernyataan seni sebagai sarana pendidikan mengacu pada pengertian seni dipandang sebagai materi,
alat atau media, dan metode, yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam
pengertian inilah pendidikan seni (mencakup seni rupa, seni tari, seni musik, dan seni drama)
dilaksanakan atau ditetapkan sebagai mata ajaran di sekolah - sekolah umum.
Betolak dari pemikiran ini tulisan dimaksudkan untuk mengkaji permasalahan pendidikan seni pada
khususnya, dan pendidikan pada umumnya, dan kaitan di antara keduanya. Kajian, secara singkat, akan
diarahkan pada masalah-masalah konseptual dalam pendidikan seni, dan fenomena-fenomena empirikal
yang telah dan sedang kita hadapi saat ini.
A. Latar Belakang
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena turut menentukan kemajuan suatu
bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Bangsa Indonesia
mempunyai cita-cita untuk menjadi bangsa yang besar, kuat, berdaya, disegani oleh bangsa lain. Cita-cita
bangsa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 ini dapat terwujud apabila bangsa Indonesia
menanamkan karakter yang baik yang berasal dari nilai-nilai luhur yang ada di masyarakat Indonesia.
Karakter yang perlu ditanamkan antara lain rasa cinta terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jujur, disiplin,
sopan, tanggung jawab, keadilan dan kepemimpinan, amanah, mandiri, hormat dan santun, kasih
sayang, peduli, kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, baik dan rendah hati,
toleransi, cinta damai dan persatuan.
Cita-cita bangsa Indonesia tersebut saat ini mengalami hambatan dalam mewujudkannya. Hambatan
tersebut antara lain dikarenakan adanya beberapa hal yang bergeser dari nilai dan norma yang harus
dijunjung tinggi, penegakan hukum yang belum terwujud, dampak demokrasi yang tidak diinginkan,
karakter manusia yang semakin merosot. Ini semua merupakan dampak sikap orang yang tidak
bertanggung jawab dan tidak ada rasa memiliki akan bangsa yang hanya bersikap mengutamakan
kepentingan pribadi di atas kepentingan umum.
Peran pendidikan seni musik adalah mengupayakan pembentukan manusia indonesia seutuhnya dengan
cara memupuk rasa kebanggan nasional dan ketahanan dalam menanggulangi pengaruh budaya asing
yang bersifat negatif. Pendidikan musik bagi kebanyakan orang hanya dipandang sebelah mata dan
dianggap tidak begitu penting peranannya bagi kehidupan.
Tetapi jika ditelaah lebih lanjut lagi, menurut para ahli, pendidikan musik merupakan sarana yang paling
efektif bagi pendidikan kreativitas. Pendidikan musik juga dapat menjadi sarana pendidikan afektif untuk
menyalurkan emosi dan ekspresi anak. Selain itu, pendidikan musik dapat menjadi pendidikan
keterampilan. Jadi secara konseptual, pendidikan musik sangat besar peranannya bagi proses
perkembangan anak, terutama di Sekolah Dasar.
PEMBAHASAN
Para pakar telah banyak mengemukakan pengertian atau defenisi tentang seni musik, sebagai berikut :
Sudarsono (1992:1) Seni musik adalah ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk suatu konsep
pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi-bunyi lainnya yang mengandung ritme dan
harmoni, serta mempunyai bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri atau manusia lain
dalam lingkungan hidupnya, sehingga dapat dimengerti dan dinikmatinya. Rien (1999:1) Suatu hasil karya
dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya
melalui unsur-unsur musik, yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu, dan ekspresi.
Pendidikan seni musik merupakan suatu proses pendidikan yang membantu pengungkapan ide/gagasan
seseorang yang ditimbulkan dari gejala lingkungan dengan mempergunakan unsur-unsur musik, sehingga
terbentuknya suatu karya musik yang tidak terlepas dari rasa keindahan
Pendapat ini ditunjang oleh Jamalus (1998:64) “seni musik adalah bahasa emosi yang bersifat universal.
Orang dapat mengungkapkan emosinya melalui musik. Kemampuan untuk dapat mengungkapkan emosi
melalui musik ini merupakan keterampilan yang unik terhadap perasaan”. Jamalus (1998:65) yang
mengatakan bahwa: “musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik,
yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi,
harmoni, bentuk/struktur lagu, dan ekspresi sebagai satu kesatuan”.
Dengan musik orang dapat menyatakan ungkapan perasaan prilakunya. Meskipun tanggapan terhadap
ungkapan perasaan melalui musik ini akan berbeda bagi setiap orang. Hal ini tergantung kepada
pengalaman tingkat pengenalan dan pengertian orang itu terhadap unsur-unsur musik yang membentuk
komposisi musik atau lagu itu. Pembelajaran musik di Sekolah Dasar diberikan secara bertahap yang
sesuai dengan tingkat perkembangan anak Sekolah Dasar. Pembelajaran musik itu harus diberikan
sedemikian rupa sehingga anak dapat merasakan bahwa musik itu adalah sumber rasa keindahan.
Pendidikan seni musik lebih menekankan pada pemberian pengalaman seni musik, yang nantinya akan
melahirkan kemampuan untuk memanfaatkan seni musik pada kehidupan sehari-hari. Pendidikan Seni
musik diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan
perkembangan siswa, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan
berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni”
dan “belajar tentang seni.”
Pendekatan ini menekankan pada proses pemerolehan dan pemahaman pengetahuan yang didapatkan
dengan kegiatan seni musik misalnya siswa belajar menyanyikan lagu Indonesia Raya, maka dengan
mempelajari lagu tersebut siswa dapat mengetahui dan memahami sikap apa yang terdapat pada lagu.
Siswa seharusnya tahu tentang apa yang diceritakan lagu, dan dari pengetahuan tersebut mereka bisa
mengambil suatu kesimpulan bahwa lagu Indonesia Raya mengingikan terwujudnya sikap cinta tanah air,
kebanggaa terhadap tanah air, dan sikap mempertahankan tanah air, serta menanamkan jiwa patriotis.
b. Pendekatan “Belajar Melalui Seni”
Pendekatan ini menekankan pada pemahaman emosional yang tercermin ke dalam penanaman nilai-
nilai atau sikap yang terbentuk melalui kegiatan berkesenian. Seperti dalam menyanyikan sebuah lagu,
dituntut untuk membuat keteraturan tempo/ketukan. Apabila kita tidak bisa mengikuti tempo tersebut,
maka lagu yang dibawakan menjadi kacau atau tidak teratur. Jadi melalui bernyanyi akan tertanam sikap
disiplin yang tinggi untuk membuat keteraturan.
Penekanan ini lebih menekankan pada pembelajaran tentang penguasaan materi seni musik yang
tergambar pada unsur-unsurnya seperti irama, birama, notasi, melodi, tangga nada, bentuk/struktur
lagu, ekspresi (tempo, dinamik, dan warna).
Hakikat Pendidikan
Pendidikan menurut Carter V. Good (Dalam Djumransyah, 2006: 24) adalah Proses perlembangan
kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Sedangkan
menurut Godfrey Thompson bahawa pendidikan merupakan pengaruh lingkungan atas individu untuk
menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya dan
sikapnya.
John Stuart Mill (Dalam Abubakar,1982: 8) menyatakan bahwa Pendidikan itu meliputi segala sesuatu
yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan orang lain untuk dia, dengan tujuan
mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala upaya manusia untuk
meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir,
karsa, rasa, cipta dan budi nurani), dan jasmani (Pancaindera serta keterampilan-keterampilan).
Dengan merujuk kembali kepada makna dan hakikat pendidikan diharapakan kita akan mencoba
menimbang-nimbang kembali apa yang telah kita alami dan lakukan dalam proses pendidikan selama ini.
Dengan demikian kita dapat meluruskan kembali pola pikir dan konsep-konsep pendidikan agar sesuai
dengan tujuan dasarnya namun tetap dinamis mengikuti kebutuhan masyarakat.
Pendidikan ditinjau dari tujuannya adalah mengembangkan potensi jasmani, akal dan rohani manusia.
Ketiga potensi bawaan manusia ini harus diasah dan dikembangkan secara seimbang dan proporsional.
Jika salah satu diantaranya tidak tersentuh atau dikembangkan dengan baik maka tujuan pendidikan
yang bertujuan membetuk manusia seutuhnya akan sulit terwujud. Dalam kaitannya dengan hal tersebut
maka pembicaraan tentang pendidikan seni sebagai sebuah usaha dalam mengasah potensi-potensi
dasar manusia telah melewati masa yang cukup panjang.
Pembicaraan seni sebagai sarana pendidikan, dengan mencoba memperluas interpretasi terhadap tesis
Plato (seperti yang dikemukakan di atas), setidak-tidaknya mengacu ke dua arah; yang pertama sebagai
materi, alat dan media, serta metode yang terangkum dalam mata ajaran yang disebut pendidikan seni.
Yang kedua, sebagai metode dalam rangka “menyenikan” pendidikan yang rasionalistik yang melekat
sangat kuat pada mata ajaran lain.
Yang pertama meletakkan pendidikan seni sebagai mata ajaran dalam kurikulum pendidikan umum, yang
mempunyai fungsi sama dengan mata ajaran lainnya. Secara sistemik pendidikan seni merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan umum, yang fungsional untuk menjaga keseimbangan sistem dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan seni, sebagai pendidikan estetik, dalam hal ini memberi
imbangan terhadap pendidikan yang bersifat logis-rasional, dan pendidikan etis-moral.
Yang kedua, seni menawarkan cara-cara yang bebas dalam pelaksanaan pendidikan (mata ajaran lain)
dari wacana kekuasaan kepastian. Seni menawarkan bahwa senantiasa ada cara memandang yang
multiperspektif, tidak ada disiplin yang secara keseluruhan lengkap, serta tidak ada sesuatu yang
mempunyai "kata akhir". Seni mengajarkan hal ini dengan baik, seperti sebagaimana ia menawarkan
dimensi-dimensi makna yang baru, bentuk-bentuk baru dari logika yang selama ini dinina-bobokan oleh
pendidikan modern. Seni menantang apa yang disebut "prinsip umum penalaran".
Seni memberikan suatu epistemologi pilihan lain, suatu cara mengetahui yang mentransenden bentuk-
bentuk pengetahuan yang deklaratif. Dengan seni, sebagai metode, seseorang didorong untuk melihat
dan mendengar, menerobos lapisan permukaan apa yang terlihat dan terdengar. Dengan seni kita
disadarkan dari penampilan satu-dimensi kehidupan, yang tanpa terasa dipaksakan, oleh pemikiran yang
menjadi mainstream saat ini.
Seni dapat memerangi problematika yang dihadapi dengan menciptakan konsep-konsep baru, sudut-
sudut baru untuk memandang dunia dan berbagai segi kehidupan manusia. Dalam cara ini seni, melalui
penafsir-penafsirnya, melahirkan makna-makna baru. Melahirkan dimensi baru dalam memandang
berbagai peristiwa.
Seni, sebagai metode, dilaksanakan untuk mempertanyakan kebiasaan-kebiasaan. Guru, tentu saja, tidak
semata-mata mempertanyakan kebiasaan-kebiasaan berpikir yang sudah melekat pada diri siswa-
siswanya. melainkan menciptakan situasi agar pengalaman siswa-siswanya dapat digunakan untuk
merombak kebiasaan pemikiran-pemikiran yang beku. Perhatian yang lebih artistik, perlu diberikan
untuk memberi imbangan pada para pelaksana pendidikan (yang bertumpu pada pandangan
mainstream pendidikan) yang cenderung untuk memfungsikan peranan model pengajaran yang ketat
dan kaku. Guru dan siswa secara bersama-sama seyogianya mencari cara yang lebih menyenangkan
untuk membangun kembali pranata-pranata pengajaran.
Keyakinan bahwa seni dapat dipakai sebagai metode bertumpu pada kenyataan bahwa seni mampu
meningkatkan bentuk pengajaran yang mempersyaratkan interpretasi, suatu bentuk pemikiran yang
mencari pengalaman baru yang memberi peluang pada interpretasi. Interpretasi semacam ini akan
membantu mengungkap kekuatan yang menindas "ruang kebebasan, yang dalam beberapa saat
mungkin hadir".
Pada dasarnya setiap orang memiliki potensi kecerdasan, seperti kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan
emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan adveritas atau berketahanan hidup (AQ).
Kecerdasan emosional adalah kemampuan individu untuk mengenali emosi diri sendiri dan emosi orang
lain, serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.
Kecerdasan spiritual merupakan kecakapan untuk melaksanakan kegiatan yang didasari oleh perilaku
ketaqwan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan norma yang berlaku di masyarakat, termasuk kepatuhan
kepada peraturan sekolah. Namun demikian suatu kecerdasan yang matang barangkali hanya bisa
diwujudkan dengan cara mengimbangkan (equilibrium) kekuatan-kekuatan jiwa manusia pada
kemampuan mengoptimalkan fungsi otak belahan kiri dan otak belahan kanan.
Menurut para pakar psikologi otak belahan kiri merupakan sumber kecerdasan intelektual (IQ) sebagai
wilayah persemaian dan pengembangan potensi akal-penalaran yang bersifat analitis¬logik dan detail,
sedangkan otak belahan kanan adalah sumber kecerdasan emosional (EQ) sebagai wilayah persemaian
dan pengembangan segala potensi yang berkaitan dengan rasa-perasaan (emosi-kreatif) yang bersifat
menyeluruh. Otak kiri bertanggung jawab terhadap kemampuan verbal dan matematik, seperti
berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sistematis, dan
analitis sehingga termasuk short term memory (memori jangka pendek). Akal sebagai bagian penting
dari jiwa manusia berfungsi untuk menemukan kebenaran dan kesalahan. Dengan akal manusia mampu
mengarahkan seluruh aktivitas jasmani dan kejiwaannya guna menggapai kehidupan yang relatif lebih
sejahtera. Sebaliknya, otak kanan berurusan dengan emosi, irama, musik, imajinasi, warna, gambar, dan
diagram. Cara berpikir otak kanan bersifat kreatif, tidak teratur, dan menyeluruh sehingga tergolong long
term memory (memori jangka panjang). Emosi merupakan kekuatan penggerak kehidupan yang paling
konkret dalam diri manusia karena terbentuk dari segenap keinginan dan selera yang erat hubungannya
dengan fungsi¬-fungsi jasmaniah, seperti melakukan apa yang baik dan buruk, mengikuti apa yang etis
dan norak, serta yang indah dan jelek. Kekuatan emosi terasa tampak ketika mampu menjalankan
berbagai alternatif gagasan yang telah diputuskan oleh akal. Sebagai bukti bahwa daya ingat otak kanan
lebih panjang dari otak kiri yaitu ketika kita bertemu dengan teman lama.
Barangkali kita masih ingat wajahnya tetapi lupa namanya. Fenomena ini terjadi karena gambar wajah
diproses oleh otak kanan dengan memori jangka panjang, sedangkan nama (kata-kata) diproses oleh
otak kiri yang jangka memorinya pendek.
Uraian multikecerdasan di atas, mengindikasikan bahwa pendidikan seni dapat memberikan kontribusi
bagi pengembangan berbagai potensi pada otak kanan, dan sekaligus berfungsi untuk mengimbangkan
kerja otak kiri. Dalam pembelajaran pendidikan seni, meskipun wilayah rasa ¬emosi relatif dominan
tetapi tidak berarti menafikan wilayah intelektual, jelas tidak dapat digantikan oleh mata pelajaran yang
lain sehingga sangat penting dan mendasar bagi dunia pendidikan umumnya. Kedudukan rasa-emosi
bukan saja penting dalam kehidupan, melainkan juga menjadi sumber daya yang ampuh yang dimiliki
manusia. Menurut Daniel Goleman (dalam M. jazuli, 2008: 119), bahwa potensi kecerdasan emosi dapat
menentukan 80% kesuksesan seseorang, sedangkan 20% lainnya ditentukan oleh kecerdasan akal. Oleh
karena itu, sungguh ironis bila ada orang beranggapan bahwa IQ menjadi penentu segala aktivitas,
bahkan dipandang sebagai cara yang jitu untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang
dihadapi manusia. Pada hal justru dengan menafikan atau memendam potensi EQ sering menimbulkan
dampak negatif dalam kehidupan manusia, seperti sering terjadi kerusuhan, kenakalan remaja,
pornografi dan pornoaksi, sikap agresif dan anarkhis, dan bentuk tingkah laku menyimpang lainnya.
Peran pendidikan seni dalam upaya meningkatkan multikecerdasan di antaranya:
1) membantu siswa mempunyai sensitivitas, intuitif, kreativitas, dan kritis terhadap lingkungannya;
2) dengan cara belajar yang menyenangkan lewat kegiatan apresiasi dan kreasi dapat meningkatkan
motivasi belajar dan mendapatkan kesempatan luas untuk memecahkan permasalahan;
3) Siswa dapat mengekspresikan gagasan melalui goresan, gerakan, pemeranan dan permainan lainnya
sebagai manifestasi aktualisasi diri maupun wahana berkornunikasi dengan lingkungan sekitarnya;
4) kepekaan inderawi yang selalu dilatihkan melalui kegiatan berapresiasi, berkreasi, bereksplorasi,
bereksperimen dengan diri sendiri maupun dengan lingkungannya akan merangsang kemunculan
multikecerdasan siswa secara optimal.
Pendidikan seni merupakan usaha sadar untuk mewariskan atau menularkan kemampuan berkesenian
sebagai perwujudan transformasi kebudayaan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh para
seniman atau pelaku seni kepada siapa pun yang terpanggil untuk menjadi bakal calon seniman (M.
Jazuli, 2008: 14)
Anak adalah pribadi yang unik memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda dengan orang
dewasa, dan salah satu kebutuhan anak yang khas adalah kebutuhan mengekspresikan diri atau
menyatakan diri. Pendidikan seni dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan pribadi anak
(siswa). Kontribusi yang dimaksud berkaitan dengan pemberian ruang berekspresi, pengembangan
potensi kreatif dan imajinatif, peningkatan kepekaan rasa, menumbuhkan rasa percaya diri, dan
pengembangan wawasan budaya.
Pertama, ruang bagi ekspresi diri, artinya seni menjadi wahana untuk mengungkapkan keinginan,
perasaan, pikiran melalui berbagai bentuk aktivitas seni sehingga menimbulkan kesenangan dan
kepuasaan. Berekspresi seni rupa melalui elemen visual berupa garis, warna, bidang, tekstur, volume,
dan ruang. Berekspresi seni musik melalui nada, irama, melodi, dan harmoni. Berekspresi seni tari
melalui elemen gerak, ruang (bentuk dan volume), waktu (irama), energi (dinamika). Berekspresi teater
melalui pemeranan/pelakonan, bahasa, dan dialog. Secara implisit ekspresi diri mengandung makna
komunikasi karena siapa pun mengeskpresikan sesuatu mempunyai tujuan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain. Sejumlah penelitian telah meyakinkan bahwa 90 persen komunikasi emosi
disampaikan tanpa kata-kata, keterampilan ini dapat sangat meningkatkan kemampuan anak memahami
perasaan orang lain sehingga mampu bertindak cepat (Shapiro dalam M. Jazuli, 2008). Ekspresi diri juga
bermakna aktualisasi diri karena apa yang diungkapkan melibatkan sosok subjek yang
menampilkan/mengungkapkan kepada orang lain. Berekspresi juga dapat dimaknai bermain karena
bermain adalah pekerjaan anak yang bisa memberikan kebebasan, kesenangan, dan tantangan
sebagaimana ketika mereka bermain. Melalui permainan anak¬anak akan memperoleh kesempatan
belajar dan mempraktikkan cara-cara baru dalam berpikir, merasakan, dan bertindak. Dengan demikian
berekspresi berarti pembelajaran emosi yang selalu melibatkan daya kreasi - sering muncul secara
spontan ketika Si anak mengungkapkan sesuatu, berkomunikasi, dan bermain.
Kedua, pengembangan potensi kreatif. Potensi kreatif ditandai oleh kemampuan berpikir kritis, rasa ingin
tahu menonjol, percaya diri, sering melontarkan gagasan baru orisinil, berani mengambil resiko dan
tampil beda, terbuka terhadap pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain (M. Jazuli, 2008:
104). Dengan demikian anak kreatif selalu memunculkan gagasan baru, orisinil, cemerlang, dan unik.
Dalam jagat seni sangat mampu memberikan peluang yang amat luas bagi berkembangnya segala,
potensi kreatif anak secara bebas (nyaman) dan menyenangkan karena tidak ada indoktrinasi, tidak
mengenal benar dan salah, tetapi selalu dalam situasi harmoni. Keadaan semacam ini memungkinkan
anak memiliki keberanian untuk mengungkapkan ide dan meningkatkan rasa empati, menyadari
kemampuan sendiri, serta siap menerima tanggapan lingkungan terhadap apa yang diungkapkan.
Dengan adanya keberanian tersebut pendidik cukup sebagai fasilitator yang berperan memberikan
arahan dan pelayanan secara proporsional dan konstruktif. Misalnya: menciptakan suasana yang mampu
memotivasi kepada siswa untuk berani mencetuskan idenya, menyediakan sarana yang mendorong
eksplorasi dan eksperimen, bersikap komunikatif, serta cerdas dalam menciptakan lingkungan sekolah
yang bebas sekaligus tertib. Eisner dan Ecker menginformasikan pendapat tokoh pendidikan seni di
Amerika Margaret Mathias, Bella Boas, Florence Cane, dan Victor D'Amico bahwa pendidikan seni
potensial untuk mencetak manusia kreatif. Hasil penelitian Mohanty dan Hejmadi tahun 1992
menginformasikan bahwa setelah 20 hari anak belajar menari dan bermusik kemudian diberi tes berpikir
kreatif, ternyata hasil skornya lebih tinggi dari anak yang tidak belajar menari dan bermusik. Hal ini
menunjukkan bahwa menari dan bermusik dapat meningkatkan daya kreatif. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai gerakan pendidikan seni yang
mempromosikan kekreatifan (M. Jazuli, 2008: 105).
Ketiga, meningkatkan kepekaan perasaan, khususnya rasa keindahan alam maupun buatan manusia.
Orang yang peka perasaannya ditandai oleh kesadaran dan responsif terhadap gejala yang terjadi di
sekitarnya. Hal ini tercermin pada kemampuannya untuk menerima, mengamati, dan menghayati
berbagai rangsang dari luar. Dengan kata lain, orang yang peka rasa memiliki daya penghayatan tinggi
terhadap lingkungannya sehingga relatif mudah menyerap variasi keindahan yang muncul ke permukaan,
seperti tergetar bila mendengar suara gemericik air, deburan ombak, alunan seruling, gesekan biola,
gerakan tarian, goresan lukisan, ekspresi wajah pengemis dan orang tuli, dan sebagainya. Orang yang
peka perasaannya cenderung berpikir dan bertindak positif dan konstruktif terhadap lingkungannya
sehingga kemudian mendorong para pendidik untuk mencetak siswa yang peka perasaan melalui
pembelajaran apresiasi seni di sekolah umum. Untuk menciptakan kepekaan perasaan siswa dalam
proses pembelajaran apresiasi seni ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya mengenalkan tokoh
seniman besar dan karya-karyanya beserta kisah perjalanan hidupnya melalui foto reproduksi,
mendengarkan dan menyimak musik secara cermat, mencermati gerakan flora dan fauna serta gerakan
tari, mengunjungi galeri, gedung pertunjukan, museum, mengoleksi gambar, foto, kaset, DVD, dan
sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kepekaan perasaan terhadap
keindahan. Kepekaan perasaan sering menjadi modal awal dan utama bagi proses penciptaaan karya
seni.
Keempat, menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab. Orang yang memiliki rasa percaya diri
berarti dia mampu menyesuaikan diri dan mampu berkomunikasi pada berbagai situasi, memiliki
kemampuan bersosialisasi, serta memiliki kecerdasan yang cukup. Implikasi dari rasa percaya diri adalah
munculnya sikap mandiri, yang di dalamnya memuat rasa tanggung jawab. Hasil penelitian Atip Nurharini
menginformasikan bahwa pembelajaran tari mampu mengembangkan rasa kepercayan diri anak ( M.
Jazuli, 2008 : 106). Rasa percaya diri anak dimaksud adalah suatu keyakinan atas segala aspek kelebihan
yang dimiliki anak, dan dengan keyakinan itu membuat diri anak mampu untuk bisa mencapai berbagai
tujuan dan keinginan didalam hidupnya. Cara yang dilakukan guru dalam pembelajaran tari untuk
mengembangkan rasa percaya anak meliputi :
1) pemberian bimbingan sebagai dasar pengembangan rasa percaya anak melalui perlakuan, seperti
memberikan sentuhan, memotivasi anak, pengkondisian relaksasi, menumbuhkan rasa bangga, melatih
berekspresi, berkreativitas, bersosialisasi, melatih bertanggung jawab, dan memberikan stimulan pada
anak;
2) materi tari disesuaikan dengan karakter anak seperti tari bergembira dan mengandung permainan,
serta tari garapan baru yang mampu menghibur maupun mengundang simpati anak ;
4) evaluasi dilakukan dengan cara pengamatan tentang kemampuan prestasi anak dan perubahan
perilaku anak. Setelah anak diberi pembelajaran tari karakteristik rasa kepercayan diri anak terlihat dari
munculnya perasaaan bangga, memiliki sifat pemberani, mampu mengendalikan emosi, mampu
mengasah kehalusan budi, mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab dan mandiri, mudah
berinteraksi, memiliki prestasi lebih baik, berkembang imajinasinya, dan kreatif.
Kelima, mengembangkan wawasan budaya. Pendidikan seni adalah pendidikan berbasis budaya, artinya
belajar seni sekaligus belajar budaya dari mana seni tersebut berasal. Belajar dengan seni atau melalui
seni yang beragam sama halnya dengan belajar banyak tentang budaya - bermakna pengayaan wawasan
budaya. Wawasan budaya bisa berkembang bila orang memiliki kesadaran budaya yaitu semacam sikap
peduli bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat di mana dia hidup. Sikap 'peduli' ini lebih
penting daripada sikap 'memiliki' karena kepedulian mengandung nilai perhatian yang tinggi dan
kesadaran penuh untuk selalu memelihara meskipun sesuatu yang dipedulikan bukan miliknya,
sebaliknya memiliki bisa bermakna belum mau memelihara, merawat, jadi tidak peduli. Dengan
kepedulian terhadap budaya masyarakat akan melahirkan rasa cinta, bangga, dan kebutuhan untuk
melestarikan budaya. Oleh karena itu wajar bila pendidikan seni dianggap sangat efektif untuk
menumbuhkan kesadaran budaya. Contohnya adalah seni mimesis dari Yunani, yang sampai sekarang
masih menjadi salah satu model pembelajaran melukis, dengan tujuan untuk menanamkan rasa memiliki
pada diri anak seni terhadap budaya sendiri; di Cina anak sejak sekolah dasar sudah diajarkan bagaimana
menggunakan kuas, cara duduk yang tepat, mencampur tinta untuk melukis kaligrafi gaya Cina; di Jepang
seni rupa ala Jepang menjadi bagian dari kurikulum pendidikan di sekolah umum; di Indoensia sejak
zaman kerajaan, anak-anak raja di Jawa diwajibkan menguasai beberapa bentuk dan jenis seni, seperti
harus bisa bermain gamelan, menari, menulis sastra, membuat syair (tembang), dan sebagainya. Bahkan
dalam sejarah seni budaya istana Jawa sudah banyak berkolaborasi dengan budaya dari daerah lain
maupun mancanegara. Contonya adalah ornamen atau hiasan yang terpampang pada bangunan istana
Jawa tampak telah bercampur dengan budaya Cina, budaya Hindu, budaya Barat (Eropa). Semua contoh
tersebut pada dasarnya bertujuan untuk menanamkan kecintaan dan kekaguman pada diri anak-anak
terhadap budayanya sendiri, tanpa menjadikan superioritas. Oleh karena itu kesadaran budaya perlu
ditanamkan sejak dini, sejak anak-anak melalui pendidikan seni. Sebagimana pernah diperjuangkan oleh
Ki Hajar Dewantara bersama sekolah Taman Siswanya, yang didirikan untuk kepentingan anak bangsa
Indonesia. Salah satu pidato beliau mengenai hubungan pendidikan dan kultur yang disampaikan di RRI
Yogyakarta 14 Januari 1940 ( Dalam M. Jazuli, 2008 : 108) seperti berikut ini:
"... dengan pendidikan menghaluskan perasaan, anak-anak kita hendaknya mendapatkan kecerdasan
yang luas dan sempurna dari rohnya, jiwanya, budinya, hingga mereka hendaknyalah mendapatkan
tingkatan yang luhur sebagai manusia (mempertinggi value human)."
Keenam, meningkatkan kesehatan. Suatu kekayaan yang tak ternilai harganya bagi setiap orang adalah
kesehatan. Oleh karenanya semua orang selalu ingin sehat jasmani dan rokhani. Sungguhpun aktivitas
seni banyak bergulat pada wilayah rohani (olahrasa dan olahhati) tetapi bukan berarti mengesampingkan
olahraga pada wilayah jasmani. Ada kecenderungan bahwa sumber kesehatan manusia terletak pada
jiwa, rohani. Artinya bila orang jiwanya sehat maka jasmaninya cenderung juga sehat, terkecuali orang
gila. Bila jasmani seseorang sakit maka jiwanya belum tentu sakit, mungkin agak sedikit terganggu. Oleh
karena itu, orang yang berkesenian sangat berpeluang untuk selalu sehat, dalam arti sehat jiwanya,
apalagi bila berkesenian tari maka akan sehat jaemani dan rohaninya.
Seni tari dengan mediumnya gerak, ruang, waktu, tenaga tampak jelas memerlukan olah rasa (estetika),
olah hati (etika), olah cipta (logika), dan olahraga (kinestetika). Dibandingkan dengan cabang seni lainnya
seni tari lebih berperan penting dalam mengembangkan ketahanan, kelenturan, keseimbangan, dan
kebugaran jasmani (tubuh) bagi kesehatan setiap orang secara menyeluruh. Meskipun demikian
kebugaran dalam seni tari tidak menjadi rumusan tujuan, yang lebih utama adalah kesehatan. Kebugaran
menjadi persyaratan instrumen bagi penari dimaksudkan agar gerakan tarinya tampak lebih luwes,
ringan, dan enak dipandang. Keaktifan fisik (kinestetik) pada seni rupa tampak pada sapuan kuas,
membentuk tanah liat, mencetak bidang, sedangkan pada seni musik aktivitas fisik tampak pada
memukul drum, menggesek biota, meniup terompet, tetapi tidaklah seintensif dan dominan
sebagaimana seni tari.
Rien (1999:1) mengemukakan tentang pendapat para pakar pendidikan yang menyatakan bahwa seni
musik mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan seorang siswa. Siswa yang berpartisipasi
dalam kegiatan seni musik, selain dapat mengembangkan kreativitas, musik juga dapat membantu
perkembangan individu, mengembangkan sensitivitas, membangun rasa keindahan, mengungkapkan
ekspresi, memberikan tantangan, melatih disiplin dan mengenalkan siswa pada sejarah budaya bangsa
mereka.
Pendidikan seni musik juga berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi, keseriusan, kepekaan terhadap
lingkungan. Untuk menyanyikan atau memainkan musik yang indah, diperlukan konsentrasi penuh,
keseriusan, dan kepekaan rasa mereka terhadap tema lagu atau musik yang dimainkan. Sehingga pesan
yang terdapat pada lagu atau musik bisa tersampaikan dan diterima oleh pendengar.
Berdasarkan beberapa pandangan tentang fungsi pendidikan seni musik bagi siswa yang sejalan dengan
pendekatan “Belajar dengan Seni, Belajar Melalui Seni, dan Belajar tentang Seni”, berikut ini
dikemukakan secara urut fungsi pendidikan seni musik sebagai sarana atau media ekspresi, komunikasi,
bermain, pengembangan bakat, dan kreativitas.
Ekspresi merupakan ungkapan atau pernyataan seseorang. Perasaan dapat berupa sedih, gembira,
risau, marah, menyeramkan atau sesuai dengan masalah yang dihadapi. Fungsi ini memungkinkan untuk
mengeksplorasi ekpresi siswa dalam memunculkan karya-karya baru.
Bermain merupakan dunia anak-anak. Anak-anak memerlukan kegiatan yang bersifat rekreatif yang
menyenangkan bagi pertumbuhan jiwanya. Bermain sekaligus memberikan kegiatan penyeimbang dan
penyelaras atas perkembangan individu anak secara pisik dan psikis.
Setiap siswa memiliki potensi di bidang seni musik yang luar biasa. Pendidikan seni musik di tekankan
untuk memberikan pemupukan yang terus menerus sehingga diperlukan upaya efektif untuk
menumbuhkan bakat siswa.
Kreatif merupakan sifat yang dilekatkan pada diri manusia yang dikaitkan dengan kemampuan atau daya
untuk menciptakan. Sifat kreatifitas ini senantiasa diperlukan untuk mengiringi tingkah laku manusia
dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
SIMPULAN
Barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sistern pendidikan yang sedang berjalan, yang harus
menyediakan sumber-sumber yang diperlukan untuk pembangunan, kurang atau bahkan mungkin tidak
berjalan seperti yang dikehendaki.
Hasil pendidikan juga menunjukkan kurang kuatnya dorongan tumbuhnya potensi masyarakat dan
kekuatan populer yang kreatif. Di segi yang lain tampak semakin kuatnya rekayasa (non-masyarakat) atas
perilaku manusia (masyarakat). Gejala-gejala ini secara tidak langsung menunjukkan kelapukan sistem
pendidikan yang ada, yang bertumpu pada paradigma mainstream, yang setidak¬-tidaknya sudah
dijalankan di negara kita hampir tiga dasawarsa ini.
Sudah saatnya pendidikan nasional dalam pelaksanaannya diarahkan untuk memproduksi diri sendiri
yang berdasar atas human agency. Para pelaku pendidikan bukan bertindak sebagai penerima tetapi juga
pakem. Sehingga dengan demikian, akan tampak dinamika pendidikan. Para pelaku pendidikan masuk ke
dalam permainan sebagai pemain, pengamat, penganalisis dan penggembira sekaligus. Di sinilah saya
kira seni menjadi fungsional dalam pendidikan. Kita tidak semata-mata mengilmiahkan pendidikan tetapi
sangat perlu juga menyenikan pendidikan.
Perlu adanya campur tangan yang tepat dalam produksi dan reproduksi sistem pendidikan, sehingga
dengan demikian kurikulum dengan berbagai implementasi dan implikasinya sesuai dengan harapan,
baik secara konseptual maupun praktikal. Campur tangan dari para pendidik seni, pakar pendidikan seni,
dalam produksi dan reproduksi kurikulum pendidikan bukan hanya sekedar sebagai penggembira atau
penyetuju semata-mata.
Di lapangan perlu adanya kajian yang terus menerus mengenai pelaksanaan pendidikan (seni) dengan
cara pandang yang multiperspektif, yang memungkinkan munculnya makna-makna, konsep-konsep, dan
terobosan¬terobosan baru, yang menjadikan pendidikan (seni) relevan dengan kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
• Edy Sedyawati. 2007. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Rajawali Pers: Jakarta.
• MK. Jazuli. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. UnesaUniversity Press: Surabaya.
• Tjetjep Rohendi Rohidi. 2000. Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. STSI press: Bandung.
• Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning. Nuansa: Bandung.
• http://rizadarmawan.blogspot.com/2011/01/peranan-pelajaran-seni-musik-terhadap.html Diakses
pada 05 Juni 2013.
• http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/28/pembentukan-karakter-peserta-didik-melalui-
pendidikan-seni-musik-473139.html Diakses pada 05 Juni 2013.
• http://hiburan.kompasiana.com/musik/2010/12/19/pembelajaran-seni-musik-di-sd-327114.html
Diakses pada 05 Juni 2013.