Preskas Psikiatri
Preskas Psikiatri
Preskas Psikiatri
SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun oleh:
Meutia Sandia Meiviana
1102014154
Pembimbing:
dr. Yusri Hapsari Utami, Sp.KJ
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. Ali Usman
Jenis kelamin : Laki - Laki
Usia : 39 tahun
Tempat,Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Oktober 1980
Alamat : Kp. Tanah Baru, Tanggul RT 02/06
Tarumajaya
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : SMK
Tanggal datang ke poli : 7 Februari 2019
Tanggal Pemeriksaan : 7 Februari 2019
II. ANAMNESIS
Anamnesis menggunakan teknik auto dan alloanamnesis dengan adik
perempuan pasien Ny. Dalisa pada tanggal 7 Februari 2019 di Poli Psikiatri
RSUD Kabupaten Bekasi.
A. Anamnesis
Keluhan utama : Berbicara sendiri
Keluhan tambahan : Tertawa sendiri, gelisah, susah tidur, menyendiri
dan mendengar bisikan
1
berbicara sendiri dan tertawa sendiri. Menurut pasien dulu ia sering
mendengar bisikan-bisikan ditelinganya. Bisikan itu menyuruh pasien
melakukan tindakan yang tidak semestinya. Seperti menyuruh pasien
menuangkan minyak tanah ke gelas dan pasien tidak sadar dengan hal
itu. Kemudian pasien juga sering terpengaruh oleh bisikannya untuk
tidak melakukan sesuatu hal seperti jika disuruh mengambil air, lalu
terdegar bisikan yang melarangnya maka pasien tidak jadi mengambil
air. Pasien mengatakan sudah lupa dengan suara seperti apa yang
sering didengarnya. Pasien lupa pernah melihat bayangan-bayangan
atau tidak.
Menurut adik pasien, perubahannya dimulai semenjak pasien sering
berdiam diri di pojok ruangan, suka menyendiri di tempat-tempat
gelap. Pasien juga susah tidur dan merasa gelisah saat malam.
Kemudian pasien sering berbicara sendiri dan tertawa sendiri. Pasien
juga sering tidak memakai pakaian dan jalan-jalan di dalam rumah.
Pasien juga sempat tidak mengenali anggota keluarganya pada saat itu.
Akhirnya keluarga memutuskan untuk meruqiyah tapi tidak ada
perbaikan. Kemudian keluarga membawa pasien ke pondok pesantren
di Patok Beusi dan dirawat sekitar 9 bulan namun keadaannya tidak
membaik. Pasien juga sering mengamuk. Pasien pernah memukul
orang saat mengamuk secara tiba-tiba dan merusak televisi dirumah
dengan cara dipukul dengan tangannya. Setelah itu keluarga akan
membawanya ke Rumah sakit jiwa di Grogol, tetapi atas pertimbangan
lagi pasien tidak jadi dirawat disana, kemudian dibawa ke poli psikiatri
RSUD Kab. Bekasi.
Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien tidak pernah mengalami gangguan seperti ini
sebelumnya.
2. Riwayat penyakit medis umum
Kelainan bawaan : Tidak ada
2
Infeksi : Tidak ada
Trauma : Tidak ada
3. Riwayat penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak memiliki riwayat menggunakan obat-obatan dan
alkohol.
3
d. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien pernah dipenjara oleh polisi karena tawuran saat
SMK. Adik pasien lupa berapa lama pasien ditahan dalam
penjara.
e. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Ayah
dan ibu pasien sudah bercerai sejak pasien SMK. pasien
dibawa oleh ayahnya dan tinggal berpisah dari ibunya.
Kemudian ayahnya meninggal beberapa bulan yang lalu.
6. Impian, Fantasi dan Cita-cita Pasien
Saat ini pasien ingin sembuh dari penyakitnya.
4
2. Irama : Tidak Teratur
3. Kelancaran : Artikulasi kurang jelas
4. Kecepatan : Sedang
C. Suasana Perasaan
1. Mood : Hipotimia
2. Afek : Tumpul
3. Empati : Dapat diraba rasakan oleh pemeriksa
D. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
Auditorik : Pasien mendengar suara seorang yang
menyuruh-nyuruh tanpa ada sumbernya.
Visual : Tidak dapat dinilai karena pasien lupa
Gustatatorik : Tidak dapat dinilai karena pasien lupa
Olfaktorik : Tidak dapat dinilai karena pasien lupa
Taktil : Tidak dapat dinilai karena pasien lupa
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikir
5
2. Isi Pikir
Preokupasi : Tidak ada
Waham : Tidak ada
Obsesi kompulsi : Tidak didapatkan
Fobia : Tidak didapatkan
Ide bunuh diri : Tidak didapatkan
Miskin ide : Tidak Didapatkan
6
5. Kemampuan Membaca dan Menulis
Pasien dapat membaca dan menulis.
6. Kemampuan Visuospasial
Pasien dapat berjalan dengan baik tanpa menabrak benda-benda
yang ada disekelilingnya.
7. Pikiran Abstrak
Pasien dapat menyebutkan persamaan meja dan kursi.
8. Kemampuan Informasi dan Inteletegensi
Kesan cukup sesuai dengan usia dan tingkat pendidikannya
G. Pengendalian Impuls
7
Suhu : 36 ’C
Frekuensi Nafas : 20x /menit
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Sistem Kardiovaskular
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler; gallop -/- ;
murmur -/-
Sistem Respiratori
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Asuskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Sistem Gastrointestinal
Inspeksi : Cembung, lesi –
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema -/-
Genitalia dan Anus : Tidak diperiksa
B. Pemeriksaan Neurologis
Tonus : normal
Koordinasi : tidak terdapat gangguan koordinasi
8
Turgor : baik
Reflex Fisiologis : (+) /(+)
Patologis : (-)/(-)
Kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
Sensibilitas : baik
Fungsi-fungsi luhur: normal
9
4. Pasien ini termasuk gangguan skizofrenia karena adanya halusinasi
auditorik
5. Pasien tidak termasuk gangguan suasana perasaan.
10
b. Psikologis
Mood : Hipotimia
Afek : Tumpul
Gangguan persepsi : Halusinasi Auditorik
Tilikan : Derajat 1
X. TERAPI
A. Farmakoterapi :
1. Terapi oral
Stelazin tab 2 x 5 mg (PO)
Trihexylpenidril 2 2 mg (PO)
Clozapine tab 2x 25 mg (PO)
B. Psikoterapi
Psikoterapi Persuasif : minum obat teratur dan kontrol
kedokter.
Psikoterapi Sugestif : meyakinkan pasien dengan tegas
bahwa yang didengarnya tidak benar.
Psikoterapi Bimbingan : memberi nasehat kepada pasien
bahwa beribadah itu penting karena dapat menenangkan
pikiran.
XI. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Ad bonam
Karena pasien tidak memiliki kelianan fisik.
Quo ad Functionam : Ad bonam
11
Karena pasien sudah dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan
baik.
Quo ad Sanactionam : Ad bonam
Karena pada pasien ini mendapatkan dukungan dari keluarga.
SOSIAL EKONOMI
Pasien tinggal sendiri dirumah, tetapi kakaknya tinggal disamping rumah pasien.
Sumber pendapatan pasien dari kakak dan adiknya.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA PARANOID
A. Pengertian
13
B. Etiologi
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia.1,7 Namun,
skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan gabungan
antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor
neurobiologis maupun faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor Neurobiologis
a. Faktor Genetika
14
b. Faktor Neuroanatomi Struktural
Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis
merupakan tiga daerah yang saling berhubungan, sehingga
disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patologi
primer di daerah lainnya.4 Gangguan pada sistem limbik akan
mengakibatkan gangguan pengendalian emosi. Gangguan
pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau
keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan,
ekspresi wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat
ditemukan gangguan organik berupa pelebaran ventrikel tiga
dan lateral, atrofi bilateral lobus temporomedial dan girus
parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.1,7
c. Faktor Neurokimia
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter
juga diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia.
Hipotesis yang paling banyak yaitu gejala psikotik pada pasien
skizofrenia timbul diperkirakan karena adanya gangguan
neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya peningkatan aktivitas
dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis dopamin).1,4
Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya
pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau
hipersensitivitas reseptor dopamin.
2. Faktor Psikososial
a. Faktor Keluarga dan Lingkungan
15
mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan
aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering
samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tak logis.7 Penderita
skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi
(expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar kasar
dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang
lebih besar untuk kambuh.2,7
b. Faktor Stressor
16
penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik
dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia pria.3
D. Patofisiologi
E. Manifestasi klinis
Secara garis besar, manifestasi klinis dari skizofrenia terbagi dalam tiga bagian
besar, yaitu :
17
1. Gejala positif, terutama berupa delusi dan halusinasi. Gejala-gejala
positif yang dapat muncul. Delusi yang muncul dapat berupa delusion of
control, delusion of influence, delusion of passivity, dan delusion of
perception. Halusinasi dapat muncul pada berbagai indera, seperti taktil,
olfaktorik, gustatorik, atau visual, namun auditori adalah halusinasi yang
paling sering muncul.
2. Gangguan dalam berpikir atau disorganisasi yang bermanifestasi dalam
hal bicara dan tingkah laku. Dalam bicara, disorganisasi yang timbul
dapat berupa asosiasi longgar sampai bentuk paling parah berupa word
salad. Dalam tingkah laku, disorganisasi muncul sebagai
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan
makanan dan menjaga kebersihan diri, ataupun dapat berupa perilaku
seperti anak-anak dan agitasi yang tidak terduga.
3. Gejala negatif, berupa menarik diri, apatis, ketidakpedulian terhadap diri
sendiri, kemiskinan dalam bicara, dan lain-lain.
Kriteria diagnosis klinis skizofrenia yang dipakai di Indonesia umumnya
menggunakan pedoman dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis klinis
Gangguan Jiwa di Indonesia. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).
- Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang bergema atau berulang
dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun
kualitasnya berbeda.
- Thought insertion : isi pikiran yang asing dari luar, masuk ke dalam
pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya.
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
mengetahuinya.
- Delusion of control : waham tentang dirinya yang dikendalikan oleh
sesuatu dari luar dirinya.
- Delusion of influence: waham tentang dirinya yang dipengaruhi oleh suatu
kekuatan dari luar.
18
- Delusion of passivity: waham tentang dirinya yang pasrah dan tidak
berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception: pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mujizat.
- Halusinasi auditorik
- Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya berkaitan dengan masalah
agama atau politik tertentu atau kekuatan diatas kemampuan manusia biasa.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai dengan ide berlebihan yang
menetap.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, pklienisi tubuh tertentu
(pklienturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, stupor dan mutisme.
d. Gejala negatif : apatis, jarang bicara, respon emklienional yang tumpul
atau tidak wajar, menarik diri, tapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi.
Gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi,
bermanifestasi pada hilangnya minat, hidup tak bertujuan dan penarikan diri
secara sklienial.
19
Gejala-gejala pencetus respon biologis :
Pada skizofrenia tipe Paranoid waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek
dan pembicaraan hamper tidak terpengaruh. Terdapat waham kejar, rujukan,
kebesaran, waham dikendalikan, dipengaruhi, dan cemburu serta halusinasi
akustik berupa ancaman, perintah atau menghina.
F. Kriteria Diagnosis
20
4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan
mood mayor, autisme, atau gangguan organik.
Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe
yang telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi
perilaku yang paling menonjol.7 Berdasarkan PPDGJI-III, maka pedoman
diagnostik skizofrenia paranoid (F20.0), yaitu :5
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
G. Diagnosis Banding
21
maka hal itu adalah gangguan skizoafektif, yang mempunyai gambaran baik
skizofrenia maupun gangguan afektif (gangguan mood).3
H. Penatalaksanaan
- PENATALAKSANAAN NON-FARMAKOLOGIS
Rawat Inap / Hospitalisasi
Pasien yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat di
rumah sakit.6 Perawatan di rumah sakit menurunkan stress pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan
di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya
fasilitas pengobatan rawat jalan.4 Rawat inap diindikasikan terutama untuk
:1,3
1. Tujuan diagnostik
2. Stabilisasi pengobatan
3. Keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan,
maupun mengancam lingkungan sekitar
4. Untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya,
termasuk, ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar, seperti
pangan, sandang dan papan
5. Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun
lingkungan
22
6. Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa
Membangun hubungan yang efektif antara pasien dan sistem
pendukung komunitas merupakan tujuan utama rawat inap.3 Rawat
inap dan layanan rehabilitasi masyarakat juga bertujuan untuk
memaksimalkan kemandirian pasien (contohnya dengan melatih
keterampilan hidup sehari-hari), karena pada pasien dengan gejala sisa
(contohnya gejala negatif dan kognitif) mungkin tidak dapat hidup
mandiri.2 Setelah keluar dari rumah sakit, pasien tersebut perlu di
follow-up teratur oleh ahli psikiatri.6
- PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS
23
Pemberian obat anti-psikosis pada pasien skizofrenia (sindrom psikosis
fungsional) merupakan penatalaksanaan yang utama. Pengobatan anti-
psikosis diperkenalkan awal tahun 1950-an.3 Pemilihan jenis obat anti-
psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan (fase akut atau
kronis) dan efek samping obat.8,9 Fase akut biasanya ditandai oleh gejala
psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi.
Obat anti-psikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun bersifat pengobatan
simtomatik.13 Obat anti-psikosis efektif mengobati “gejala positif” pada
episode akut (misalnya halusinasi, waham, fenomena passivity) dan
mencegah kekambuhan.2,9 Obat-obat ini hanya mengatasi gejala gangguan
dan tidak menyembuhkan skizofrenia.3 Pengobatan dapat diberikan secara
oral, intramuscular, atau dengan injeksi depot jangka panjang.2
Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia,
pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek
samping, karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan
mengurangi ketaatanberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan
(adherence). Dianjurkan untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau
antipsikosis tipikal, tetapi dengan dosis yang rendah.9
Mekanisme kerja obat anti-psikosis berkaitan dengan aktivitas
neurotransmitter dopamine yang meningkat (Hiperaktivitas sistem dopaminergik
sentral).8 Pada umumnya, pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun, setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis.8 Obat anti-psikosis dibagi
dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:3,4,7
24
D2 receptor antagonist), hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal yang kuat.13 Oleh karena kinerja obat APG-I, maka obat ini lebih
efektif untuk gejala positif, contohnya gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi
pikir yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi) dibandingkan
untuk terapi gejala negatif.1,8,10 Obat antipsikosis tipikal (APG-I) memiliki dua
kekurangan utama, yaitu :
a. Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang cukup
tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal
b. Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius. Efek menganggu yang paling utama adalah akatisia dan
gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.
Sebagian besar antagonis reseptor dopamin dapat diberikan dalam satu dosis
oral harian ketika orang tersebut berada dalam kondisi yang stabil dan telah
menyesuaikan dengan efek samping apa pun.10 Prototip kelompok obat APG-I
adalah klorpromazin (CPZ), hal ini dikarenakan obat ini sampai sekarang masih
tetap digunakan sebagai antipsikosis, karena ketersediannya dan harganya
murah.13
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi I dan Dosis Anjuran (yang beredar
di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan
Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25 - 100 mg 150 - 600 mg/hari
Promactil Tab. 100 mg
Meprosetil Tab. 100 mg
Cepezet Tab. 100 mg
Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg
Trilafon Tab 2 - 4 - 8 mg
25
Trifluoperazine Stelazine Tab. 1 - 5 mg 10 - 15 mg/hari
Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15 mg/hari
Thioridazine Melleril Tab. 50 - 100 mg 150 - 300 mg/hari
Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5 - 1,5 mg 5 - 15 mg/hari
Dores Tab. 1,5 mg
Serenace Tab. 0,5 - 1,5 mg
Haldol Tab. 2 - 5 mg
Govotil Tab. 2 - 5 mg
Lodomer Tab 2 - 5 mg
Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2 - 4 mg/hari
Sumber : 8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). Edisi 3. Hal 14.
26
dengan antagonis reseptor dopamin dan efektif terhadap kisaran gejala psikotik
yang lebih luas.10
Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas terhadap
“Dopamine D2 Receptors” (sama seperti APG-I) dan juga berafinitas terhadap
“Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-dopamine antagonist), sehingga efektif
terhadap gejala positif (waham, halusinasi, inkoherensi) maupun gejala negatif
(afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik diri).1,8
27
I. Prognosis
Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti
bahwa sudah tidak ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa
kepribadiannya selalu akan menuju ke kemunduran mental (deteriorasi
mental).9 Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bila penderita itu
datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-
kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full remission atau
recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun
masih didapati cacat sedikit yang mereka masih harus sering diperiksa dan
diobati selanjutnya (social recovery).9
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama
untuk menghilangkan gejala.1,7 Sekitar 90% dengan episode psikotik
pertama, sehat dalam waktu satu tahun, 80% mengalami episode
selanjutnya dalam lima tahun, dan 10% meninggal karena bunuh diri.2 Kira-
kira 50 persen dari semua pasien dengan skizofrenia mencoba bunuh diri
sekurang satu kali selama hidupnya, dan 10 sampai 15 persen pasien
skizofrenik meninggal karena bunuh diri selama periode follow-up 20
tahun.4 Pasien skizofrenik laki-laki dan wanita sama-sama mungkin untuk
melakukan bunuh diri.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-
3.
2. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga.
2012:18-21.
3. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. 2014:147-68.
4. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri
- Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa
Aksara Publisher. 2010:699-744.
29
10. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal.
Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku
Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:498-
502.
30