Bab I, Ii, Iii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Belakangan plagiarisme menjadi isu yang banyak dibicarakan, utamanya


di lingkungan akademik atau perguruan tinggi. Bagaimana tidak seseorang yang
lulus program doktor, ternyata disertasinya adalah hasil plagiasi. Seseorang yang
telah menyandang gelar professor harus rela gelarnya dicabut karena karya
ilmiahnya adalah hasil plagiasi.

Sebenarnya plagiasi sudah berlangsung lama dan tidak hanya terjadi di


Indonesia, di negara-negara lain banyak tokoh yang melakukan plagiasi, di
antaranya: seorang ahli sejarah Skotlandia, James A. Mackay, dipaksa menarik
kembali semua buku biografi Alexander Graham Bell yang ditulisnya pada 1998,
karena ia menyalin dari sebuah buku dari tahun 1973. Ia juga dituduh memplagiat
biografi Mary Queen of Scots, Andrew Carnegie, dan Sir William Wallace.
Dengan alasan yang sama, tahun 1999 ia harus menarik biografi John Paul Jones.
Kemudian, Stephen Ambrose, seorang ahli sejarah dikritik karena telah
menggunakan dan mengambil banyak paragraf dari tulusan-tulisan orang lain.
Tahun 2002 ia dituduh oleh dua penulis karena menyalin sebagian tulisan
mengenai pilot-pilot pesawat pembom dalam Perang Dunia II dari buku karya
Thomas Childers, The Wings of Morning dalam bukunya The Wild Blue. Setelah
ia mengakui plagiarisme ini, New York Times menemukan kasus-kasus
plagiarisme lain.

Doris Kearns Goodwin mewawancarai penulis Lynne McTaggart dalam


bukunya dari tahun 1987, The Fitzgeralds and the Kennedys, dan ia menggunakan
sejumlah paragraf dari buku McTaggart tentang Kathleen Kennedy. Ketika
kemiripan ini ditemukan tahun 2002, Goodwin mengatakan, bahwa ia
berpendapat bahwa rujukan tidak perlu kutipan, dan bahwa ia telah memberikan
catatan kaki. Banyak orang meragukannya, kemudian ia dipaksa mengundurkan
diri dari Pulitzer Prize Board.

1
Tindakan plagiarisme menurunkan moral dan harkat pelaku serta
berdampak pada disintegritas sivitas akademik karena tindakan mengutip tanpa
izin harus dicegah dan apabila sudah terjadi harus diatasi. Perilaku menjiplak
karya orang lain Tanpa mencantumkan sumber dan nama pengarang asli berakibat
buruk kepada pengembangan ilmu sebab dengan mengutip tidak akan muncul
pemikiran baru. Pada tahun 2010, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah
mengeluarkan peraturan tentang cara pencegahan dan penanggulangan
plagiarisme termasuk sanksi untuk dosen, mahasiswa, dan calon guru besar
sekalipun.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi plagiarisme?
2. Bagaimana penyebab plagiarisme?
3. Bagaimana jenis jenis plagiarisme?
4. Bagaimana dampak Plagiarisme?
5. Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi plagiarisme?
6. Bagaimana kasus plagiarisme di Indonesia?
7. Bagaimana akar budaya plagiarisme di Indonesia?
8. Bagaimana Pencegahan dan penanggulangan Plagiarisme

3. Tujuan
1. Menjelaskan definisi plagialisme
2. Menjelaskan penyebab plagialisme
3. Menjelaskan dampak Plagiarisme
4. Menjelaskan cara mencegah dan menanggulangi plagiarisme
5. Menjelaskan kasus plagiarisme di Indonesia
6. Menjelaskan akar budaya plagiarisme di Indonesia
7. Menjelaskan dan penanggulangan Plagiarisme

2
BAB II

ISI

A. Konsep dasar Plagiarisme


1. Definisi
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang
pencegahan dan penanggulangan plagiat di perguruan tinggi dikatakan “Plagiat
adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba
memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian
atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya
ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan: “Plagiat adalah
pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan disiarkan
sebagai karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri ”
Oxford English Dictionary mendefinisikan plagiarism sebagai
’’Plagiarism is presenting someones else’s work or ides as your own, with or
without their consent, by incorporaing it into your work without full
acknowledge". Kamus ini juga menerangkan asal kata plagiarism adalah dari
Bahasa Latin, yaitu plagiarius yang berarti penculik atau plagium yang berarti
sebuah penculikan dan dari Bahasa Yunani, yaitu plagion. Menurut asal-usul kata
ini, plagiarism dapat diartikan sebagai sebuah tindakan penculikan karya
seseorang dan mengakuinya sebagai karyanya sendiri.
Publication Ethics Committee of World Association Medicine Editors
(WAME) mengemukakan “Plagiarism is the use of others' published and
unpublished ideas or words (or other intellectual property) without attribution or
permission, and presenting them as new and original rather than derived from an
existing source”
Kesimpulannya, menurut penyusun plagiarisme adalah tindakan
pengambilan gagasan, pendapat ataupun karya ilmah orang lain baik disengaja
maupun tidak disengaja baik keseluruhan atau sebagian dengan tanpa menyatakan
sumber yang tepat dan memadai dan mengakuinya sebagai hasil karya original
yang baru.

3
2. Penyebab Plagiarisme
Berdasarkan faktor penyebab, plagiarisme dari internal dibedakan
menjadi plagiarisme yang disengaja dan tidak disengaja. Plagiarisme yang
disengaja terjadi apabila sejak awal tindakan plagiarisme tersebut telah dipikirkan
dan direncanakan. Hal tersebut mungkin terjadi pada berbagai keadaan, misalnya
tidak mempunyai cukup waktu untuk menghasilkan karya tulis sendiri, tidak
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan karya sendiri, berpikiran bahwa
pembaca tidak mungkin mengetahuinya, dan khusus untuk mahasiswa berpikiran
bahwa dosen pembimbing tidak akan mengetahui perbuatan plagiarisme bahkan
mungkin tidak peduli, serta berpura-pura tidak tahu dan tidak paham akan
plagiarisme. Dengan niat sengaja, plagiarisme dapat terjadi dengan cara mengutip
atau menjiplak yang lazim dikenal sebagai block–copy–paste karya orang lain
dalam jumlah kecil atau besar. Karya tersebut dapat berasal dari buku teks,
majalah ilmiah, mengunduh bacaan dari internet atau mengutip karya teman tanpa
mencantumkan penulis asli dan sumber informasi. Cara lain adalah meminta
orang lain, biasanya disertai dengan imbalan jasa untuk menuliskan karya imiah
(Adik Wibowo, 2012).
Plagiarisme yang tidak disengaja dapat terjadi dengan melakukan
pengutipan panjang atau pendek tetapi kemudian lupa mencantumkan nama
penulis asli dan sumber informasi. Penyebab lain adalah ketidaktahuan cara
menempatkan referensi yang seharusnya dilakukan
dalam karya tulis atau cara mengutip dengan baik dan benar, bahkan tidak
mengetahui cara melakukan parafrasa. Setelah membaca karya tulis penulis lain
dan membuat catatan tentang penulis dan sumber informasi, tetapi lupa
mencantumkannya ketika memasukkan dalam karya sendiri. Merasa bahwa
tulisan tersebut bukan sebuah karya ilmiah misalnya cerita pendek popular
sehingga menganggap tidak perlu menuliskan nama penulis dan sumber informasi
yang dikutip (Adik Wibowo, 2012)
Penyebab lain dari plagiarisme adalah Kurangnya percaya diri pada
mahasiswa atau siapapun mendorongnya menggunakan pendapat atau orang lain

4
tanpa menyebutkan sumbernya, di sinilah pentingnya seorang pendidik (guru,
dosen) untuk mendorong peserta didik yakin dengan apa yang dilakukan, dan
mendorong mereka untuk mempersiapkan tugas-tugas yang telah diberikan
(Jamilia Rizka, 2013). Tugas-tugas dari guru atau dosen yang menumpuk
membuat mahasiswa mencari jalan pintas, di sisi lain factor kemalasan juga
sangat berperan dalam plagiasi. Disinilah pentingnya manajemen waktu, dan
membiasakan melatih untuk bekerja secara mandiri menghadapi tugas-tugas
tersebut.
Sebab-sebab eksternal :
a. Sanksi bagi pelaku plagiasi
Sekalipun sudah ada UU hak cipta dan aturan-aturan lain, namun sanksi
kasus-kasus plagiasi belum banyak diterapkan. Sehingga perlu dukungan dan
kesadaran semua pihak bahwa plagiasisangat merugikan tidak hanya bagi orang
lain yang diambil ide, karyanya tetapi juga pelakunya. Minimnya sanksi pelaku
plagiasi telah menyuburkan praktek-praktek plagiasi, kalaupun ada proses hukum
pelaku plagiarisme, kebanyakan proses hokum tersebut berakhir dengan “jalur
damai” (Andika Pratama Santosa, 2013).
b. Perkembangan teknologi
Disadari atau tidak perkembangan teknologi mendorong orang untuk tidak
sabar melewati fase-fase pembelajaran. Internet misalnya telah mengalahkan
media-media konvensional untuk memecahkan atau menyelesaikan tugas. Saat
ada tugas dari guru atau dosennya, siswa atau mahasiswa lebih senang
menggunakan internet daripada buku, ensiklopedi, kamus atau lainnya. Di sinilah
perlunya sumber-sumber informasi untuk mengikuti perkembangan teknologi.
Perpustakaan misalnya harus sudah dilengkapi dengan manajemen system
informasi atau menggunakan TI. Paling tidak koleksinya, sebisa mungkin bisa
diakses lewat internet, katalognya dilengkapi dengan abstrak atau ringkasan dari
buku, artikel, film, dan lain-lain (Jamilia Rizka, 2013).

5
3. Dampak Plagiarisme
Plagiarisme telah menimbulkan kerugian tidak hanya bagi pelakunya
tetapi juga bagi pihak-pihak lain, berikut adalah dampak dampak tersebut (Ilham
Mashuri, 2013):
a. Bagi pelakunya, plagiasi akan memangkas kreatifitasnya, ia tidak akan
mampu mengungkapkan ide-idenya sendiri. Seseorang yang terbiasa
melakukan plagiasi kreatifitasnya tidak akan berkembang, karena ia selalu
menggantungkan orang lain. Kebiasaan plagiasi tidak berbeda dengan
kebiasaan mencontek, pelakunya akan malas belajar dan bersaing dengan
orang lain.
b. Tidak ada penghargaan terhadap karya orang lain, sehingga melahirkan
kemandegan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bisa dibayangkan
jika gejala plagiasi melanda dunia akademik, orang-orang kreatif dan tidak
kreatif tidak ada bedanya. Orang orang kreatif mendapatkan penghargaan
yang selayaknya, sehingga akan menimbulkan “lingkaran kemalasan.”
c. Dengan adanya plagiasi pengembangan ilmu pengetahuan akan terganggu.
Bayangkan jika seseorang melakukan plagiasia tidak mengungkapkan,
mengeluarkan, mengkritik, ia hanya menggunakan ide , konsep, karya itu.
Padahal pengembangan ilmu pengetahuan selalu dimulai dengan adanya
kreatifitas, inovasi dan ide-ide baru.
4. Jenis plagialisme
Berbagai kategori plagiarisme berikut berhasil dikumpulkan dari berbagai
tulisan meliputi word by word plagiarism, word switch plagiarism, style
plagiarism, metaphor plagiarism, idea plagiarism, self plagiarism, plagiarisme
dari akses elektronik/internet. (Adik Wibowo, 2012)
a. Word by Word Plagiarism
Sering juga disebut sebagai block, copy, and paste plagiarism sebab
cara ini yang sering dilakukan untuk word by word plagiarism. Mengutip
bagian karya seseorang tidak dilarang dan bukan pula merupakan tindakan
yang salah, tetapi tentu saja ada batasnya. Tidak diperkenankan mengutip
karya orang lain secara penuh berhalaman-halaman atau seutuhnya. Pada
dasarnya, mengutip bagian tulisan orang lain hanya boleh dilakukan pada

6
keadaan yang sangat perlu, mendesak, dan seyogyanya pendek. Seseorang
tidak dapat membuat kutipan sepanjang 10 halaman, walaupun di setiap
halaman kutipan tersebut dipenggal menjadi beberapa bagian dan di setiap
penggalan disebut nama penulis dan sumber informasi. Untuk mengelabui
pembaca dan menghindar disebut sebagai plagiat, penggalan penggalan
tersebut disebar pada beberapa bab.

b. Word Switch Plagiarism


Mengutip atau mengambil kalimat, penggalan kalimat atau
paragraf dari karya penulis lain kemudian mengganti beberapa kata dalam
kalimat tersebut tanpa merubah susunan kata maupun kalimat dan tanpa
mencantumkan nama penulis maupun sumber dari mana bagian yang
dikutip berasal. Walaupun kalimat sudah diubah dengan kata-kata atau
paragraf baru, tetapi gaya menulis sama dengan gaya penulis asli misalnya
meniru dan menjiplak gaya penulis asli yang memulainya dengan
menuliskan tentang waktu dilanjutkan dengan kejadian yang ingin
diceritakan dan berakhir dengan mengajukan beberapa pertanyaan
merupakan style plagiarism. Hal ini menjadi plagiarisme apabila nama
penulis dan sumber gaya penulisan tersebut dikutip tidak dicantumkan.

c. Metaphor Plagiarism
Mengutip atau menjiplak bagian karya penulis lain dan digunakan
untuk memperjelas makna dari tulisan sendiri. Metaphor plagiarism
umumnya dilakukan apabila penulis merasa bahwa sebuah fenomena yang
ditulis dalam karyanya belum cukup mampu dijelaskan kepada pembaca.
Oleh sebab itu, penulis membutuhkan dukungan tulisan penulis lain
dengan isi yang diperkirakan lebih mampu menjelaskan fenomena
tersebut. Menjiplak metafora dan tidak mencantumkan nama penulis dan
sumber yang dikutip disebut metaphor plagiarism.

7
d. Idea plagiarism
Mengambil dan mengutip gagasan seorang penulis yang telah
mengeluarkan sebuah gagasan untuk pemecahan suatu masalah atau
menggambarkan konsep suatu fenomena dan dikutip dalam karya tulis
sendiri tanpa mencantumkan nama penggagas dan sumber informasi.
Apabila perlu, pada catatan kaki diberi keterangan yang cukup sehingga
pembaca memahami gagasan tersebut bukan gagasan sendiri. Dalam
membuat karya ilmiah, penulis harus dapat memilah dan membedakan ide
murni dari pemikiran sendiri dan ide orang lain yang menjadi pengetahuan
umum. Beberapa literatur mengatakan bahwa ide yang bersifat umum
tidak wajib disebutkan sumbernya. Idea plagiarism dapat terjadi apabila si
penulis, mahasiswa, mendapatkan gagasan dari pembimbing atau sesama
teman kemudian ide tersebut dituangkan ke dalam karya si penulis. Secara
ideal, sumber gagasan tersebut disebutkan pada catatan kaki. Apabila tidak
yakin kapan harus mencantumkan nama orang yang membantu gagasan
atau ragu memutuskan gagasan public domain maka mahasiswa dapat
mendiskusikan hal tersebut dengan pembimbing. Dengan demikian,
pembimbing mengetahui dan dapat membantu mempertahankan karya
mahasiswa. Selalu mencantumkan sumber gagasan tersebut dan apabila
tidak berasal dari referensi buku, pemberi gagasan dihargai dengan
mengucapkan terima kasih pada bab acknowledgment atau ucapan terima
kasih yang ditulis sebagai bagian terakhir dari karya ilmiah. Penentuan
idea plagiarism sulit dilakukan sebab ide adalah hal yang bersifat virtual.
Diperlukan penelusuran pustaka yang cermat dan pertimbangan yang sah
dari para ahli termasuk para editor majalah ilmiah.

e. Self plagiarism
Plagiarism yang juga dikenal dengan plagiarisme daur ulang,
swaplagiarisme, plagiarisme diri, karya tulis duplikat, atau publikasi
berulang banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan para ahli. Di
sini, penulis mengutip atau menjiplak sebagian atau seluruh hasil karya
sendiri secara identik dan mengirimkan ke sejumlah jurnal untuk

8
dipublikasikan, tanpa mencantumkan informasi karya sendiri yang dikutip
atau karya terdahulu sudah pernah dipublikasikan di majalah ilmiah
sebelumnya. Karya ilmiah sama yang berhasil dimuat pada lebih dari satu
majalah disebut publikasi ganda atau multiple publication. Beberapa
rujukan mengatakan bahwa self plagiarism tidak etis apabila masih
diterbitkan di majalah ilmiah lain dan mendapat hak cipta. Namun,
beberapa pengarang lain menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran hak
cipta sebab yang menerbitkan ulang adalah pengarangnya sendiri.
Self plagiarism merupakan kejanggalan, sebab plagiarisme berlaku
pada pencurian karya orang lain. Namun, diakui bahwa terdapat unsur
tidak etis dalam self plagiarism dari segi memublikasikan karya yang sama
secara berulang. Terlihat bahwa kalangan mahasiswa ada kecenderungan
memasukkan satu tugas karya tulis dalam beberapa mata kuliah yang
berbeda. David B. Resnik melihat self plagiarism sebagai ketidakjujuran
tetapi bukan pencurian karya.
Self plagiarism dikelompokkan dalam 4 jenis yaitu
menduplikasikan satu artikel dan memublikasikan ke beberapa jurnal;
memenggal sebuah karya ilmiah menjadi beberapa karya tulis yang baru
(salamislicing); daur ulang karya tulis yang sudah ada; dan pelanggaran
hak cipta. Semuanya disebut plagiat apabila tidak mencantumkan
informasi tentang karya terdahulu.
f. Plagiarism Modern
Dengan kemajuan pada era digital, dalam hitungan detik, informasi
sudah dapat diakses dengan mudah. Semakin banyak majalah ilmiah
elektronik, diperkirakan plagiarisme semakin mudah terjadi. Namun, para
editor majalah ilmiah terkemuka telah menyiapkan peranti lunak untuk
mencegah plagiarisme elektronik agar berbagai karya tulis dari majalah
tersebut tidak dapat diunduh. Apabila ingin mengunduh sebuah karya tulis
dari sebuah majalah elektronik, si pengunduh diharuskan mendaftar
terlebih dahulu, ada yang bebas biaya dan ada yang mengharuskan
pembayaran sebagai anggota untuk dapat mengakses informasi yang
dibutuhkan.

9
5. Pencegahan dan Penanggulangan Plagiarisme
Pengembangan information literacy skill para civitas akademi juga
merupakan salah satu langkah strategis untuk meminimalisasi plagiarism.
Materi dalam pengembangan information literacy skill ini mencakup skill
lainnya, seperti online research skill, academic writing, critical thinking skill,
dan lain lain.
Pelatihan online research skill dapat mengembangkan wawasan dan
kecakapan civitas akademi untuk mengidentifikasi sumber-sumber primer
referensi riset yang melimpah-ruah dan dapat diakses secara online. Setelah
kecakapan untuk menelusuri sumber-sumber primer referensi riset
berkembang, maka kemudian perlu diikuti dengan pengembangan kecakapan
menggunakan referensi riset tersebut secara tepat dan etis melalui pelatihan
academic writing skill. Kemampuan academic writing skill akan terkembang
dengan bagus apabila ditopang dengan, salah satunya, critical thinking skill.
Pengembangan kebijakan untuk mempromosikan pentingnya academic
honesty dan research ethic and integrity juga merupaka langkah strategis
pencegahan plagiarisme.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 tentang
pencegahan penangulangan plagiat di perguruan tinggi mengamanahkan poin
penting yang dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan kebijakan
pencegahan plagiarism. Salah satu poin penting itu adalah berupa publikasi
karya ilmiah secara terbuka (open access) sehingga dapat diakses secara
mudah melalu infrastruktur yang telah ditentukan. Karya ilmiah yang dikelola
dan disimpan secara tertutup akan membuat nyaman pihak-pihak yang
memplagiasinya karena akan sulit terekspos ke publik. Selain mewajibkan
open access, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional menggariskan beberapa
sanksi yang dianggap sebagai langkah pencegahan plagiarism.
Menginvestasikan dan berfokus kepada program-program pencegahan seperti
tersebut di atas lebih strategis dari pada pengadaan software pendeteksi
plagiasi yang mahal. Seperti halnya termometer yang hanya dapat mendeteksi
suhu badan, namun tidak dapat menyembuhkan dari demam. Software

10
semacam ini juga hanya dapat mendeteksi salah satu aspek dari plagiasi
(kesamaan kata atau kalimat), namun tidak dapat menyembuhkan plagiasi itu
sendiri.

11
B. Plagialisme di Lingkungan Pendidikan Indonesia
1. Kasus Plagialisme di Indonesia (Kumparan, 2018)
a. Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada
(UGM), Anggito Abimanyu
Plagiarisme yang dilakukan Dosen FEB UGM, Anggito Abimanyu,
terungkap pada 2014 lalu. Artikel karya Anggito dalam sebuah koran nasional
yang berjudul Gagasan Asuransi Bencana, menjiplak karya tulis Dosen UI,
Hotbonar Sinaga, yang berjudul “Menggagas Asuransi Bencana” pada 21 Juli
2006.
Kasus plagiarisme yang menjerat Anggito atas tulisannya yang terbit pada
10 Februari 2014 itu, bermula dari aduan seorang penulis di forum Penulis UGM.
Lalu pada pertengahan Februari 2014, secara resmi Anggito mengaku telah
melakukan kesalahan pengutipan referensi dalam sebuah folder di komputer
pribadinya dan mengundurkan diri dari jabatannya.

b. Dosen Jurusan Hubungan Internasional (HI) Universitas Parahyangan


(UNPAR) Profesor Anak Agung Banyu Perwira
Kasus ini terungkap saat banyak pembaca yang melayangkan protes via
telepon ke editor harian The Jakarta Post, atas artikel Banyu berjudul 'RIs defense
transformation' yang terbit pada November 2009 lalu. Ternyata, setelah diteliti
lebih lanjut tulisan tersebut dijiplak Banyu dari tulisan karya Richard A. Bitzinger
yang berjudul Defense Transformation and The Asia Pacific: Implication for
Regional Millitaries. Banyu kemudian mengundurkan diri dari jabatannya di
UNPAR. The Jakarta Post pun menarik dan memuat permintaan maaf kepada
pembaca atas fakta hasil penjiplakan tersebut.

c. Alumnus Program Doktoral Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI)


Institut Teknologi Bandung (ITB), Mochammad Zuliansyah
Mochammad Zuliansyah yang merupakan alumnus Program Doktoral
STEI angkatan 2003 ini, menerima konsekuensi berupa tidak berlakunya ijazah
serta disertasi miliknya, akibat terbukti melakukan plagiarisme dalam disertasi

12
karyanya. Disertasi itu berjudul "3D topological relations for 3D spatial
Analysis". Disertasi tersebut merupakan plagiasi dari dari paper berjudul "On 3D
Topological Relationships" yang dikarang oleh Siyka Zlatanova. Pernyataan
tersebut dikeluarkan oleh pihak komite Institute of Electrical and Electronics
Engineers (IEEE), ketika disertasi karya Zuliansyah diikutsertakan dalam The
IEEE International Conference on Cybernetics and Intelligent Systems di
Chengdu, Cina, pada akhir September 2008 lalu.
Terhitung sejak April 2009 hingga April 2012, Zuliansyah dilarang
mempublikasikan karya apa pun dalam semua bentuk publikasi IEEE. Sementara
ketiga orang pembimbingnya, mendapat sanksi berupa surat teguran langsung dari
rektor.
Permintaan maaf secara langsung juga dikirimkan oleh pihak institusi
kepada Dr. Siyka Zlatanova dan IEEE. Dilansir www.itb.ac.id, pihak ITB juga
menyatakan permintaan maaf kepada seluruh pemangku kepentingan ITB, serta
komunitas akademik nasional dan internasional. ITB tegas menyatakan bahwa
disertasi dan ijazah program doktoral Zuliansyah tidak berlaku.
d. Rektor Universitas Kristen Maranatha Bandung, Felix Kasim
Felix Kasim telah melakukan plagiarisme terhadap sejumlah karya ilmiah
mahasiswanya. Plagiarisme dilakukan Felix dalam karya tulisnya yang
dipublikasikan di prosiding (kumpulan dari paper-paper akademis yang
dipublikasikan dalam suatu acara seminar akademis) di Yogyakarta pada
pertengahan Mei 2011 lalu.
Salah satu karya mahasiswa yang diplagiat Felix adalah skripsi milik
Andini Dwikenia Anjani, yang berjudul Studi Kasus Program Pelayanan
Kesehatan Dasar Gratis di Kota Banjar. Felix mengubah judul skripsi Andini
tahun 2008 itu, menjadi A Case Study Free Basic Health Services in Banjar City,
West Java. Kasus ini terungkap setelah sejumlah dosen universitas tersebut
mengeluh soal informasi penundaan kenaikan jabatan para dosen dan staf. Setelah
ditelusuri, ternyata penundaan kenaikan jabatan itu adalah dampak dari ulah Felix
yang melakukan plagiat.
e. Jurnal Penelitian ’’Identifikasi Bentuk Tindak Plagiat Pada Penulisan Skripsi
mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Unsyiah’’

13
Berdasakan hasil penelitian ini, bahwa terdapat empat bentuk tindak
plagiat yang terjadi pada penulisan skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan
Fisika Unsyiah. Empat bentuk tindak plagiat tersebut yaitu bentuk plagiat yang
mengacu pada indikator satu (plagiat penuh)teridentifikasi sejumlah 80,55%
dengan frekuensi 464. Bentuk plagiat yang mengacu pada indikator kedua (plagiat
tapi acak )teridentifikasi sejumlah 15,8% dengan frekuensi 91. Bentuk plagiat
yang mengacu pada indikator ketiga (plagiat/mengutip dan ditambah pendapat
sendiri) teridentifikasi sejumlah 3.3% dengan frekuensi 19. Bentuk plagiat yang
mengacu pada indikator keempat (plagiat/mengutip dengan kalimat sendiri )
teridentifikasi sejumlah 0.35% dengan frekuensi 2.

2. Akar Budaya Plagiarisme di Indonesia


Menurut Sukaesih (2018). Penyebab maraknya plagiarisme adalah sikap
mental dan budaya para peneliti Indonesia yang ingin memperoleh sesuatu
dengan mudah dan tidak terbiasa menghargai hasil karya orang lain. Hingga kini
masyarakat Indonesia belum memiliki budaya untuk menghargai ilmu
pengetahuan dan hak intelektual. Hal ini ditambah sistem pendidikan yang sejak
awal tidak mendidik orang menjadi kreatif. Ketika di kelas para siswa umumnya
kurang memperoleh kesempatan berbicara bebas. Hal tersebut mematikan
kreativitas Sehingga membuat orag menjadi malas, sehingga sejak bangku
Sekolah Dasar budaya mencontek menjadi suatu hal yang lumrah dilakukan oleh
para siswa. Mencontek telah menjadi sebuah budaya pada masyarakat Indonesia.
Berbagai alasan membuat seseorang untuk mencontek, diantaranya karena
kurangnya percaya diri, tidak menguasai materi yang diujikan. Mencontek
dilakukan siswa mulai dari jenjang sekolah dasar, menengah, atas dan bahkan
dilakukan oleh mahasiswa perguruan tinggi.
Nampak sudah menjadi lumrah mahasiswa mengerjakan tugas akhir
seperti skripsi atau thesis dengan cara mengutip dari banyak referensi terutama
dari internet dengan tanpa mencantumkan sumber literaturnya. Mereka
mengabaikan bagaimana jerih payah orang yang membuat literatur dikutipnya
tersebut. Apabila ditelusuri lebih jauh hal ini sebenarnya sudah mulai diciptakan
pemerintah sendiri melalui sistem Ujian Nasional (UNAS). Siswa dituntut untuk

14
lulus UNAS dan mencapai kriteria yang telah ditentukan tanpa
mempertimbangkan faktor infrastruktur dan suprastruktur pendidikan yang
berbeda di setiap daerah. Kualitas pendidik maupun siswa didik tidak bisa
disamakan untuk semua daerah di Indonesia. Sistem kurikulum pendidikan yang
diberlakukan pemerintah pun masih belum terlaksana dengan baik di beberapa
daerah.
Untuk mengatasi kebiasaan mencontek ini banyak sekolah yang
memasang CCTV pada saat ujian guna menekan kebiasaan mencontek ini. Namun
langkah tersebut dinilai belum efektif dalam mengurangi kebiasaan mencontek
ini. Budaya menyontek di Indonesia memang sudah menjadi hal yang tidak tabu
lagi dan dianggap sebagai kebiasaan yang wajar wajar saja karena tidak jelas
hukumnya Hukum menyontek cuma diterapkan pada diri guru atau dosen yang
mengajar di kelas, tidak sepenuhnya dari pihak sekolah. Guru memiliki peranan
penting dalam mengatasi budaya menyontek dengan menerapkan disiplin dan
sanksi yang tegas. Namun kini lebih banyak guru yang membiarkan siswanya
menyontek agar prestasi sekolahnya terjaga. Karena menyontek salah satu bagian
dari korupsi, sehingga budaya menyontek merupakan akar terjadinya kejahatan
korupsi di Indonesia. Menyontek atau plagiasi akan membuat kreatifitas dalam
dirinya terhambat. Apalagi dilakukan sejak dini, akan merusak kepercayaan diri
pelakunya, sehingga cenderung menjadi pemalas, putus asa, dan tidak punya rasa
tanggung jawab. Semua yang diraihnya tidak akan membawa manfaat karena
dilakukan dengan kecurangan. Apabila ketahuan menyontek maka reputasi diri
akan buruk secara sosial. Dan membuat pelakunya semakin terpuruk dalam
kebodohan.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Plagiarisme adalah tindakan pengambilan gagasan, pendapat ataupun


karya ilmah orang lain baik disengaja maupun tidak disengaja baik keseluruhan
atau sebagian dengan tanpa menyatakan sumber yang tepat dan memadai dan
mengakuinya sebagai hasil karya original yang baru.

Plagiarisme disebabkan karena kurangnya percaya diri penulis dalam


membuat suatu karangan ilmiah, kurangnya kreatifitas dan daya berpikir kritis,
sikap tidak terbiasa dengan tekanan, kurang menghargai karya orang lain, selain
itu juga sanksi yang kurang tegas dan perkembangan teknologi yang tidak
terkontrol menjadi penyebab maraknya plagiarism.

Plagiarism di indonesia sendiri sudah sangat memprihatinkan, melihat


banyaknya kasus plagiat dari mulai tingkat pendidikan dasar, mahasiswa, bahkan
dosen hingga rektor pun dapat menjadi pelakunya.

B. Saran

Plagiarisme sudah seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah karena


praktek plagiarisme sudah sangat marah dan malah menjadi hal yang lumrah
dilakukan di kalangan pelajar bahkan ilmuwan sekalipun di indonesia. Pembuatan
kebijakan dan pengawasan yang tegas dan ketat perlu dilakukan agar dapat
mencegah teradinya plagiarisme

Guru dan Dosen sangat berperan penting dalam berkembangnya kasus ini,
pemberian sanksi yang tegas kepada murid atau mahasiswa sangat perlu
dilakukan, bukan malah membiarkan praktek ini berkembang dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang lumrah, Guru dan dosen harus menganggap
permasalahan ini sebagai permasalahan yang serius.

Mahasiswa harus mulai untuk berpikir kritis, meningkatkan kreatifitas


dan menciptakan inovasi demi berkembangnya ilmu pengetahuan, sesuai dengan
tridarma perguruan tinggi.

16
Daftar Pustaka
Oxford University, Plagiarism, https://www.ox.ac.uk/students/academic/guidance/
skills/plagiarism, diakses pada tanggal 18 maret 2019. Pukul 20:00 WIB

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta: Balai Pustaka,

Menteri Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 17


Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Penangulangan Plagiat Di
Perguruan Tinggi (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2010).

Satria Rio, Tarmizi, Melvina, 2017, Identifikasi Bentuk Tindak Plagiat Pada
Penulisan Skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Unsyiah.
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Unsyiah

Rizka Jamilia, 2013, http://jamiliarikza.blogspot.com/2013/05/tentang-plagiasi-


goole-memberi.html, diakses 18 Maret 2019, Pukul 20.05 WIB

Wibowo Adik, 2012 Mencegah dan Menanggulangi Plagiarisme di Dunia


Pendidikan 1 , Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 5.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Andika Pratama Santosa, “Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Lagu Atau Musik
Asing Terhadap Plagiarisme Di Indonesia”, Tesis, Universitas Gajah Mada
Yogyakarta, 2013
Dewati Pranamya, Ikhwanul Habibi, https://kumparan.com/@kumparannews/4-
akademisi-tanah-air-yang-terjerat-kasus-plagiarisme

Sukaesih, 2018, Permasalahan Plagiarisme Dalam Penelitian Kualitatif Di


Indonesia. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Bandung

17
Mashuri Ilham, 2013 , Peran Perpustakaan Dalam Mengurangi Plagiarisme,
Pustakaloka

Dewati Pranamya, Ikhwanul Habibi, 2018 https://kumparan.com/@


kumparannews/4-akademisi-tanah-air-yang-terjerat-kasus-plagiarisme.
Diakses pada tanggal 18 Maret 22.00 WIB

18

Anda mungkin juga menyukai