766 1676 1 SM

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

MATHunesa

Jurnal Ilmiah Matematika Volume 3 No.6 Tahun 2017


ISSN 2301-9115

ANALISIS KESTABILAN REAKSI OSILASI BRIGGS RAUSCHER

Elok Fatwa Prameswari


(S1 Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya)
e-mail: elokprameswari@ mhs.unesa.ac.id
Abadi
(Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya)
e-mail: [email protected]

Abstrak
Skripsi ini bertujuan untuk mempelajari reaksi Briggs-Rauscher (BR) yang merupakan reaksi berosilasi.
Model reaksi BR oleh De Kepper dan Epstein yang digunakan telah disederhanakan dari 15 variabel konsentrasi
dan 10 tahap reaksi sehingga hanya terdiri dari 10 variabel konsentrasi. Konstruksi model menggunakan hukum
aksi massa yang memberikan sebuah sistem dari 10 persamaaan diferensial. Untuk menentukan kestabilan dari
sistem persamaan model BR dilakukan linierisasi disekitar titik kritis dengan nilai eigennya. Hasil analisis
menunjukkan bahwa sistem tidak stabil karena terdapat nilai eigen yaitu 𝜆7 yang bernilai positif. Solusi sistem
menuju ke solusi periodik pada konsentrasi [𝐼2 ] dan [𝐼 − ] dengan input konsentrasi 10−6 M dan 0.035 M. Hasil
simulasi di bidang [𝐼2 ] − [𝐼 − ] menunjukkan solusi periodik yang berkaitan dengan terjadinya reaksi osilasi.

Kata Kunci: osilasi, reaksi Briggs Rauscher, limit cycle

Abstract
Foreign This thesis aims to study the reaction of Briggs-Rauscher (BR) which is an oscillatory reaction.
The reaction model of BR by De Kepper dan Epstein used has been simplified from 15 concentration variables
and 10 stag of the reaction so that only consists of 10 concentration variables. Model construction uses the Law
of Mass Action gives a system of 10 differential equations. To determine stability of the system model equation
of BR is carried out by the linierization of the critical point with its eigenvalues. The analysis results show that
the system is unstable because there is an eigen value of 𝜆7 which is positive . The system solution towards to a
periodic solution at concentrations [𝐼2 ] and [𝐼 − ] with input concentrations 10−6 M dan 0.035 M. The simulation
results in the [𝐼2 ] − [𝐼 − ] plane show the periodic solution related occurrence of the oscillation reaction.

Keyword : oscillation, Briggs-Rauscher reaction, limit cycle

Belousov-Zhabotinsky (BZ), reaksi Oksidasi-


PENDAHULUAN Peroksidase, dan reaksi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS).
Reaksi Briggs-Rauscher (BR) dikembangkan oleh Reaksi BR telah ditemukan pada tahun 1973 (Briggs dan
Thomas S. Briggs dan Warren C. Rauscher dari Galileo Rauscher, 1973) dan banyak ilmuwan telah melaporkan
High School di San Franciso (Briggs dan Rauscher, berbagai hasil eksperimen untuk perilaku dinamis
1973). Reaksi Briggs-Rauscher (BR) adalah campuran nonlinear. Dalam rangka untuk menjelaskan hasil ini,
dari dua reaksi kimia berosilasi, yaitu reaksi Bray- Furrow dan Noyes (Noyes dan Furrow, 1982), Kim et
Liebhafsky (Bray, 1921) dan reaksi Belousov- al., (2002), Ryan et al., (2003), dan Vukojevic et al.,
Zhabotinsky (Belousov, 1958). Reaksi berosilasi adalah (1996) secara independen mengusulkan mekanisme
reaksi yang berlangsung jauh dari keadaan setimbang model dan membandingkan dengan eksperimen.
dan merupakan salah satu fenomena menakjubkan yang Model reaksi BR yang digunakan mengacu pada
terjadi pada sistem reaksi kimia, karena pada satu jenis penelitian yang berjudul “A Mechanistic Study of
reaksi campuran kimia mengalami reaksi dengan Oscillations and Bistability in the Briggs-Rauscher
serangkaian perubahan warna secara berkala. Sebelum Reaction” oleh De Kepper dan Epstein (Kepper dan
reaksi BR, reaksi yang menghasilkan osilasi yaitu reaksi Epstein, 1982) yang membahas hasil numerik dari

124
Volume 3 No.6 Tahun 2017

osilasi, limit cycle, dan bistabilitas. Model reaksi BR 𝑣 = laju reaksi


yang dimodelkan oleh De Kepper dan Epstein yang ∆[𝑃] = perubahan konsentrasi molar reaktan
terdiri dari 15 variabel konsentrasi dan 10 tahap reaksi ∆[𝑄] = perubahan konsentrasi molar hasil reaksi
akan disederhanakan menjadi 10 variabel konsentrasi
𝛥𝑡 = perubahan waktu
oleh model De Kepper dan Epstein (Kepper dan
∆[𝑃]
Epstein,1982). − = laju pengurangan konsentrasi molar salah satu
∆𝑡
Penelitian ini membahas reaksi BR yang reaktan dalam satuan waktu
menjelaskan dinamika solusi pada sistem persamaan ∆[Q]
− = laju penambahan konsentrasi molar salah satu
model reaksi BR, pembahasan dimulai dengan ∆t

rekonstruksi model matematika menggunakan hukum hasil reaksi dalam satuan waktu.
aksi massa, penentuan solusi dan kestabilannya,
mengetahui terjadinya osilasi pada model reaksi BR, B. Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
serta simulasi numerik pada model reaksi BR Reaksi terjadi karena adanya tumbukan antara
menggunakan software Matlab R2009b dan Wolfram partikel-partikel (atom) zat yang bereaksi. Laju reaksi
Mathematica. Simulasi model reaksi osilasi BR hanya akan lebih cepat jika tumbukan antar partikel zat yang
pada konsentrasi yang berpengaruh terhadap terjadinya bereaksi lebih banyak. Adapun faktor-faktor yang
perubahan warna, yaitu gas iodin (𝐼2 ) dan ion iodida mempengaruhi banyaknya tumbukan dan sekaligus
(𝐼 − ). mempengaruhi cepat lambatnya laju reaksi, meliputi
konsentrasi, temperatur, dan katalis. (Azizah, 2004).
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Laju Reaksi
C. Nilai Kondisi Steady State
Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berkurangnya
Steady state (tunak) dapat diartikan larutan jenuh
jumlah konsentrasi reaktan untuk setiap satuan waktu
(saturated solution), yaitu larutan yang mengandung zat
atau bertambahnya jumlah konsentrasi hasil reaksi untuk
terlarut dengan jumlah maksimum. Pada larutan jenuh
setiap satuan waktu. Konsentrasi menyatakan kepekatan
terdapat kesetimbangan antara partikel yang tidak
dari suatu larutan (Tim Konsultan Kimia FPTK UPI,
melarut. Larutan yang mengandung zat terlarut dengan
2004). Laju reaksi dinyatakan dengan satuan molaritas
jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan kemampuan
per detik (M/detik atau mol/L.detik ), dimana molaritas
pelarutnya disebut larutan tidak jenuh (unsaturated
adalah jumlah mol zat terlarut dari tiap liter larutan
solution), sedangkan larutan yang mengandung zat
atau gas.
terlarut dengan jumlah lebih banyak dari kemampuan
Jika diketahui persamaan reaksi :
pelarutnya disebut larutan lewat jenuh (super saturated
𝑃 → 𝑄 solution). (Sumardjo, 2009)
Zat 𝑃 sebagai reaktan dengan konsentrasi [𝑃] dan zat 𝑄 Dalam kimia, steady state adalah keadaan dimana
sebagai hasil reaksi dengan konsentrasi [𝑄], pada awal semua variabel pada reaksi kimia bernilai kostan. Jika
reaksi, zat 𝑄 belum terbentuk. Setelah reaksi berjalan, zat diketahui persamaan reaksi :
𝑄 mulai terbentuk. Semakin lama konsentrasi [𝑄] 𝐴+𝐵 →𝐶
semakin bertambah, sedangkan zat 𝑃 semakin berkurang. dimana zat 𝐴 dengan konsentrasi [𝐴] bereaksi dengan
Dapat disimpulkan bahwa jumlah konsentrasi reaktan [𝑃] zat 𝐵 dengan konsentrasi [𝐵] menghasilkan zat 𝐶 dengan
semakin berkurang, maka laju reaksinya adalah konsentrasi [𝐶], sehingga secara matematis untuk
berkurangnya jumlah konsentrasi [𝑃] per satuan waktu, mendapatkan nilai kondisi steady state pada zat
sedangkan untuk jumlah konsentrasi hasil reaksi [𝑄] 𝐴, 𝐵, dan 𝐶 dapat ditulis:
semakin bertambah, maka laju reaksinya adalah 𝑑[𝐴] 𝑑[𝐵] 𝑑[𝐶]
i) = 0 ii) = 0 iii) =0
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
bertambahnya jumlah konsentrasi [𝑄] per satuan waktu.
dimana :
(Syukri, 1999). Maka laju reaksinya dapat dinyatakan
𝑑[𝐴] adalah laju perubahan konsentrasi zat A (mol)
sebagai berikut :
𝑑[𝐵] adalah laju perubahan konsentrasi zat B (mol)
∆[𝑃] ∆[𝑄]
𝑣[𝑃] = − dan 𝑣[𝑄] = + 𝑑[𝐶] adalah laju perubahan konsentrasi zat C (mol)
∆𝑡 ∆𝑡
keterangan : 𝑑𝑡 adalah perubahan waktu (detik)
𝑃 = reaktan D. Hukum Aksi Massa
𝑄 = hasil reaksi

125
Volume 3 No.6 Tahun 2017

Hukum aksi massa adalah metode yang digunakan bereaksi dengan senyawa yang lain dan akan membentuk
untuk memperoleh persamaan diferensial pada setiap ion iodida (𝐼 − ) kembali. Ini akan membuat reaksi 1, 2,
senyawa kimia pada model reaksi Briggs-Rauscher. dan 3 berjalan kembali setelah tercapai konsentrasi ion
Reaksi BR adalah reaksi yang jauh dari keadaan iodida (𝐼 − ) yang mencukupi. Dan begitu seterusnya
setimbang. Misal diberikan persamaan reaksi : osilasi tersebut terjadi. Laju reaksi pada setiap reaksi
𝐴+𝐵 k 𝐶 berbeda-beda bergantung jenis senyawa pada reaksi.
sehingga hukum aksi massa dari persamaan reaksi di atas Tetapan laju konstan pada setiap reaksi ditunjukkan pada
sebagai berikut : tabel 2.1
𝑑[𝐴]
= −𝑘1 [𝐴][𝐵] = Laju perubahan konsentrasi zat A
𝑑𝑡
Tabel 2.1 Tetapan laju konstan pada reaksi BR oleh
per satuan waktu (konsentrasi berkurang)
𝑑[𝐵]
De Kepper dan Epstein
= −𝑘2 [𝐴][𝐵] = Laju perubahan konsentrasi zat B
𝑑𝑡
per satuan waktu (konsentrasi berkurang) Briggs-Rauscher
𝑑[𝐶] R1 1.43 x 103 M-2s-1
= 𝑘3 [𝐴][𝐵] = Laju perubahan konsentrasi zat C per
𝑑𝑡
R2 2 x 1010 M-2s-1
satuan waktu (konsentrasi bertambah) R3 3.1 x 1012 M-2s-1
dimana [𝐴] dan [𝐵] adalah konsentrasi dari masing- R3r 2.2 s-1
masing reaktan, [C] adalah konsentrasi dari produk, dan R4 7.3 x 103 M-2s-1
𝑘1 , 𝑘2 , dan 𝑘3 adalah laju konstan pada reaksi, dengan R4r 1.7 x 107 s-1
𝑘1 ≠ 𝑘2 ≠ 𝑘3 . (Basch et al., 2003) R5 6 x 105 M-1s-1
R6 10 M-2s-1
4

E. Reaksi Briggs-Ruascher R7 3.2 x 104 M-2s-1


Reaksi Briggs Rauscher (BR) merupakan reaksi R8 7.5 x 105 M-1s-1
R9 40 M-1s-1
kimia yang menghasilkan osilasi. Mekanisme kerangka
R10 37 M-1s-1
dari reaksi BR model De Kepper dan Epstein sebagai H 0.056 M-1
berikut : C9 104 M-1
2𝐻 + + 𝐼 − + 𝐼𝑂3 − R1 𝐻𝑂𝐼 + 𝐻𝐼𝑂2 (2.1) L 0.004 M-1
+ − R2 (Kepper dan Epstein, 1982)
𝐻 + 𝐼 + 𝐻𝐼𝑂2 2𝐻𝑂𝐼 (2.2)
+ − R3, R3r Yang menarik dari reaksi Briggs-Rauscher adalah
𝐻𝑂𝐼 + 𝐻 + 𝐼 𝐼2 + 𝐻2 𝑂 (2.3)
perubahan warna yang siklik. Perubahan warna tersebut
𝐼𝑂3 − + 𝐻𝐼𝑂2 + 𝐻 + R4, R4r 2𝐼𝑂2 + 𝐻2 𝑂 (2.4) akibat proses osilasi yang terjadi antara unsur dari gas
2𝐻𝐼𝑂2 R5 𝐻𝑂𝐼 + 𝐼𝑂3 + 𝐻 − +
(2.5) oksigen (𝑂2 ) dan karbon dioksida (𝐶𝑂2 ) serta gas iodin
R6 (𝐼2 ) dan ion iodida (𝐼 − ). Warna kuning disebabkan
𝐼𝑂2 + 𝐻2 𝑂 + 𝑀𝑛2+ 𝐻𝐼𝑂2 + 𝑀𝑛𝑂𝐻 2+ (2.6)
kenaikan konsentrasi gas iodin (𝐼2 ) dan warna biru gelap
𝑀𝑛𝑂𝐻2+ + 𝐻2 𝑂2 R7 𝐻𝑂2 + 𝑀𝑛2+ + 𝐻2 𝑂 (2.7) disebabkan dari pembentukan kompleks pati-yodium,
2𝐻𝑂2 R8 𝐻2 𝑂2 + 𝑂2 (2.8) dan larutan tidak berwarna (bening) ini disebabkan oleh
R9 penurunan konsentrasi gas iodin (𝐼2 ) dan peningkatan
𝐼2 + 𝐶𝐻2 (𝐶𝑂𝑂𝐻)2 𝐶𝐻𝐼(𝐶𝑂𝑂𝐻)2 + 𝐻 + + 𝐼 −
konsentrasi ion iodida (𝐼 − ). (Shakhashiri, 1985 )
(2.9)
𝐻𝑂𝐼 + 𝐻2 𝑂2 R10 𝑂2 +𝐻 + + 𝐼 − + 𝐻2 𝑂 (2.10) F. Persamaan Diferensial
Dari kesepuluh reaksi BR di atas terdapat adanya Persamaan diferensial adalah sebuah persamaan
gejala osilasi (reaksi bersiklus) pada reaksi. Gejala ini yang meliputi turunan-turunan atau fungsi yang tidak
dapat terlihat dari reaksi 1, 2 dan 3 yang menghabiskan diketahui.
ion iodida (𝐼 − ), sehingga konsentrasi ion iodida pada Contoh 1 :
sistem turun dan dicapai suatu konsentrasi yang kecil. 𝑑2 𝑥 𝑑3𝑥
+ 3𝑥 = 2 (2.11)
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡 3
Pada reaksi 4 dan 5 yang menghabiskan asam iodit 𝑑𝑥 𝑥
(𝐻𝐼𝑂2 ) sehingga konsentrasi asam iodit pada sistem + = 𝑥2 (2.12)
𝑑𝑡 𝑡
turun dan dicapai suatu konsentrasi yang kecil juga. Pada 𝑑2 𝑥 𝑑𝑥
−3 + 2𝑥 = 4 𝑠𝑖𝑛 2𝑡 (2.13)
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡
reaksi 1, 2 dan 5 terbentuk asam hipoiodit (𝐻𝑂𝐼). Dan 𝜕2 𝑉 𝜕2 𝑉
melalui reaksi 6 - 9, kemudian asam hipoiodit (𝐻𝑂𝐼) + =0 (2.14)
𝑑𝑥 2 𝑑𝑦 2

126
Volume 3 No.6 Tahun 2017

Dari contoh di atas, persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) yaitu 𝒙̃(𝒕) + 𝒛(𝒕) dengan nilai awal 𝒙̃𝟎 + 𝒛𝟎 , dimana
hanya memiliki satu variabel bebas yang disebut ̃ + 𝒛 dalam persekitaran 𝒙
𝒙 ̃. Sehingga diperoleh:
persamaan diferensial biasa. Persamaan (2.14) memiliki ̃
𝒅𝒙
̃), 𝒙
= 𝒇(𝒙 ̃(𝟎) = 𝒙
̃𝟎 (2.21)
𝒅𝒕
dua atau lebih variabel bebas yang disebut persamaan ̃+𝒛)
𝒅(𝒙
diferensial parsial. (Spiegel, 1971:38). = 𝒇(𝒙 ̃(𝟎) + 𝒛(𝟎) = 𝒙
̃ + 𝒛); 𝒙 ̃𝟎 + 𝒛𝟎
𝒅𝒕
(2.22)
G. Sistem Persamaan Diferensial Apabila 𝒛 diasumsikan signifikan sangat kecil
Diberikan sistem persamaan diferensial berikut sedemikian hingga ruas kanan dari persamaan (2.22)
𝑥̇ = 𝑓(𝑥) (2.15) dapat diekspansikan ke dalam deret Taylor, maka
dengan 𝑓 adalah fungsi kontinu bernilai real dari 𝑥 dan diperoleh:
̃+𝒛)
𝒅(𝒙 𝝏𝒇
mempunyai turunan parsial kontinu. Pada persamaan ̃) +
= 𝒇(𝒙 (𝒙
̃)𝒛 + 𝐡𝐢𝐠𝐡𝐞𝐫 𝐨𝐫𝐝𝐞𝐫 𝐭𝐞𝐫𝐦
𝒅𝒕 𝝏𝒙
(2.15) disebut persamaan diferensial autonomus karena (2.23)
tidak terdapat 𝑡 dalam persamaan. Dalam bentuk persamaan vektor, dapat ditulis sebagai
Sistem persamaan (2.15) merupakan sistem berikut:
persamaan diferensial autonomus nonlinier dan dapat ̃𝟏
𝒅𝒙 𝝏𝒇𝟏 𝝏𝒇𝟏
𝒇𝟏 ⋯
dituliskan menjadi 𝒅𝒕 𝝏𝒙𝟏 𝝏𝒙𝒏
𝒅 𝝏𝒇
̃ = ( ⋮ ),𝒇 = ( ⋮ ), = ( ⋮
𝒙 ⋱ ⋮ )
𝑥̇ = 𝐴𝑥 + 𝑓 𝒅𝒕 ̃𝒏
𝒅𝒙 𝒇𝒏
𝝏𝒙 𝝏𝒇𝒏 𝝏𝒇𝒏

dengan 𝐴 adalah matriks koefisien dan 𝑓 adalah 𝒅𝒕 𝝏𝒙𝟏 𝝏𝒙𝒏

vektor konstan. (Boyce dan DiPrima, 2010 : 357) Jika persamaan (2.21) dikurangkan dengan persamaan
(2.23) dan suku-suku derajat lebih tinggi (higher order
H. Nilai Eigen dan Vektor Eigen terms) diabaikan, maka diperoleh:
𝒅𝒛 𝝏𝒇
Persamaan = (𝒙
̃)𝒛 (2.24)
𝒅𝒕 𝝏𝒙
𝐴𝑥 = 𝑦 (2.16)
adalah bentuk linier dari sistem (2.20). Persamaan
dapat dilihat sebagai transformasi linier yang 𝝏𝒇
diferensial ini linier karena koefisien-koefisien (𝒙
̃)
memetakan (atau transformasi) vektor 𝑥 yang diberikan 𝝏𝒙
menjadi vektor baru y. Untuk menentukan vektor seperti adalah matriks, misalkan 𝑨(𝒕). Oleh karena itu,
itu, kami menetapkan 𝑦 = 𝜆𝑥, dimana 𝜆 adalah vektor persamaan (2.24) dapat ditulis :
𝒅𝒛
banding skalar, dan mencari solusi dari persamaan = 𝑨(𝒕)𝒛 (2.25)
𝒅𝒕
𝐴𝑥 = 𝜆𝑥 (2.17) Persamaan (2.25) merupakan sistem yang dilinierkan di
Atau sekitar solusi (𝒙
̃(𝐭)). Jika 𝑨 pada persamaan (2.25)
(𝐴 − 𝜆𝐼)𝑥 = 0 (2.18) adalah matriks konstanta, maka diperoleh:
dengan I adalah matriks identitas. Sistem 𝒅𝒛
persamaan (2.18) memiliki solusi tak nol jika dan hanya = 𝒛̇ = 𝑨𝒛
𝒅𝒕
jika λ memenuhi persamaan sebagai berikut: (Olsder dan Van der Woude, 1994)
det(𝐴 − 𝜆𝐼) = 0 (2.19)
Nilai λ memenuhi persamaan (2.19) disebut nilai J. Kestabilan Titik Kritis
eigen matriks , dan solusi tak nol dari persamaan (2.17) Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial
atau (2.18) diperoleh dengan menggunakan nilai λ biasa sebarang 𝑥̇ = 𝑓(𝑥), 𝑥 𝜖 𝑅𝑛 dengan 𝑥̅ sebagai titik
disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai kesetimbangan. Kestabilan titik kesetimbangan 𝑥̅ dapat
eigen.(Boyce dan DiPrima, 2010: 379) ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen, yaitu
𝜆𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛, yang diperoleh dari persamaan
I. Linierisasi karakteristik.
Diberikan sistem nonlinier sebagai berikut: Berikut sifat-sifat stabilitas sistem linier dengan
𝒅𝒙 𝑑𝑒𝑡(𝐴 − 𝜆𝐼) = 0 dan 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0.
𝒙̇ (𝒕) = = 𝒇(𝒕, 𝒙(𝒕))
𝒅𝒕 Tabel 2.2 Kriteria kestabilan titik kesetimbangan
𝒏
𝒙𝝐ℝ , 𝒎 ≤ 𝒏, 𝒕𝝐ℝ, 𝒕 ≥ 𝟎 berdasarkan nilai eigen
(2.20)
Misalkan 𝒙̃(𝒕) adalah solusi dari persamaan (2.20) Jenis Titik
Nilai Eigen Kestabilan
dengan nilai awal 𝒙 ̃(𝟎) = 𝒙̃𝟎 . Misalkan ada solusi lain Kesetimbangan
Real berbeda, Node Tidak Stabil

127
Volume 3 No.6 Tahun 2017

bertanda sama, Pada skripsi ini, kita akan mengamati gejala osilasi pada
bernilai positif reaksi kimia BR yang sudah dikembangkan melalui
Real berbeda, mekanisme model De Kepper dan Epstein dengan 10
Stabil
bertanda sama, Node tahap reaksi sebagai berikut :
Asimtotik
bernilai negatif
1. 2𝐻 + + 𝐼 − + 𝐼𝑂3 − 𝑅1 𝐻𝑂𝐼 + 𝐻𝐼𝑂2 ,
Real berbeda,
𝑅1 = 1.43 𝑥 103
berlawanan Saddle Tidak Stabil 𝑅2
2. 𝐻 + + 𝐼 − + 𝐻𝐼𝑂2 2𝐻𝑂𝐼,
tanda 10
𝑅2 = 2 𝑥 10 𝑅3 , 𝑅3𝑟
Real sama,
Improper Node Tidak Stabil 3. 𝐻𝑂𝐼 + 𝐻 + + 𝐼 − 𝐼2 + 𝐻2 𝑂,
bernilai positif
𝑅3 = 3.1 𝑥 1012 , 𝑅3𝑟 = 2.2
Proper Node
Real sama, Stabil 4. 𝐼𝑂3 − + 𝐻𝐼𝑂2 + 𝐻 + 𝑅4, 𝑅4𝑟 2𝐼𝑂2 + 𝐻2 𝑂,
atau Improper
bernilai negatif
Node
Asimtotik 𝑅4 = 7.3 𝑥 103 , 𝑅4𝑟 = 1.7 𝑥 107
5. 2𝐻𝐼𝑂2 𝑅5 𝐻𝑂𝐼 + 𝐼𝑂3 − + 𝐻 + ,
Kompleks 5
sekawan bukan 𝑅5 = 6 𝑥 10
imajiner murni, Spiral Tidak Stabil 6. 𝐼𝑂2 + 𝐻2 𝑂 + 𝑀𝑛2+ 𝑅6 𝐻𝐼𝑂2 + 𝑀𝑛𝑂𝐻2+ ,
4
bagian real 𝑅6 = 1 𝑥 10
𝑅7
bernilai positif 7. 𝑀𝑛𝑂𝐻 2+ + 𝐻2 𝑂2 𝐻𝑂2 + 𝑀𝑛2+ + 𝐻2 𝑂,
4
𝑅7 = 3.2 𝑥 10
Kompleks 8. 2𝐻𝑂2 𝑅8 𝐻2 𝑂2 + 𝑂2 ,
sekawan bukan 𝑅8 = 7.5 𝑥 105
imajiner murni, Stabil 9. 𝐼2 + 𝐶𝐻2 (𝐶𝑂𝑂𝐻)2 𝑅9 𝐶𝐻𝐼(𝐶𝑂𝑂𝐻)2 + 𝐻 + +
Spiral −
bagian real Asimtotik 𝐼 , 𝑅9 = 40
bernilai 10. 𝐻𝑂𝐼 + 𝐻2 𝑂2 𝑅10 𝑂2 +𝐻 + + 𝐼 − + 𝐻2 𝑂,
negative 𝑅10 = 37
Imajiner murni Center Stabil A. Pemodelan Matematika
(Boyce dan DiPrima, 2001:468) Untuk mendapatkan rekonstruksi model
matematika dari reaksi osilasi Briggs-Rauscher
K. Limit Cycle digunakan hukum aksi massa. Pada zat reaktan, laju
Limit cycle adalah orbit tertutup yang terisolasi. reaksi bernilai negatif (−) dan pada hasil reaksi, laju
Terisolasi artinya bahwa orbit di sekelilingnya tidak reaksi bernilai positif (+). Misalnya merekonstruksi
tertutup. Orbit tersebut menuju atau menjauhi limit cycle. model matematika dari zat 𝐴. Jika zat 𝐴 sebagai reaktan
Berdasarkan arah orbit di sekelilingnya, limit cycle pada persamaan (1) − (10) dan diketahui persamaan
tersebut terbagi menjadi 3, yaitu: limit cycle stabil, limit reaksi berikut
cycle tak stabil, limit cycle metastabil. 𝐴+𝐵 𝑘 𝐶
Jika semua lintasan sekelilingnyanya mendekati
berdasarkan hukum aksi massa maka secara matematis
limit cycle, maka disebut limit cycle stabil. Jika tidak,
berlaku
maka limit cycle tak stabil, atau di kasus pengecualian 𝑑[𝐴] 𝑑[𝐵]
disebut limit cycle metastabil.(Strogatz, 1994:196) = − 𝑘[𝐴][𝐵] atau = − 𝑘[𝐴][𝐵]
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Jika zat 𝐴 juga sebagai hasil reaksi pada persamaan
(1) − (10), berdasarkan hukum aksi massa maka secara
HASIL DAN PEMBAHASAN
matematis berlaku
Reaksi Briggs Rauscher merupakan salah satu 𝑑[𝐶]
reaksi berosilasi. Reaksi osilasi adalah reaksi bersiklus = − 𝑘[𝐴][𝐵]
𝑑𝑡
atau gerak berulang (periodik) dan kembali ke keadaan
Sehingga dari 10 tahap reaksi BR dapat diperoleh model
awal. Dua guru dari Galileo High School di San Franciso,
matematika dari tiap senyawa sebagai berikut :
yaitu Thomas S. Briggs dan Warren C. Rauscher telah d[I− ]
mengembangkan reaksi Briggs Rauscher (BR) dan telah = −R1 [H + ]2 [I − ][IO3 − ] − R 2 [H + ][I − ][HIO2 ] −
dt
diteliti oleh banyak ilumuwan. Salah satunya De Kepper R9∙[I2 ] [CH2 (COOH)2 ]
R 3 [HOI][H + ][I − ] + R 3r [I2 ] + (1+C9∙[I2 ])
+
dan Epstein yang berhasil menyingkat reaksi BR kedalam
R10 [HOI][H2 O2 ] (4.1)
suatu mekanisme menjadi 10 tahap reaksi dan 10 variabel
d[I2 ] + − R9∙[I2 ] [CH2 (COOH)2 ]
konsentrasi. Mekanisme tersebut dapat dimodelkan dalam = R 3 [HOI][H ][I ] + R 3r [I2 ] − (1+C9∙[I2 ])
dt
bentuk Persamaan Diferensial Biasa (PDB). (4.2)

128
Volume 3 No.6 Tahun 2017

d[IO3 − ] d[D]
= − R1 [H + ]2 [I − ][IO3 − ] − R 4 [IO3 − ][H + ][HIO2 ]  = R1 H 2 AC − R 2 HAD − R 4 CDH +
dt
dt
+R 4r [IO2 ]2 + R 5 [HIO2 ]2 (4.3) R 4r F 2 − 2R 5 D2 + R 6 F(L − G) (4.14)
d[E]
d[HIO2 ]
= R1 [H + ]2 [I − ][IO3 − ] − R 2 [H + ][I − ][HIO2 ] −  = R1 H 2 AC + 2R 2 HAD − R 3 EHA +
dt
dt
R 3r B + R 5 D2 − R10 EK (4.15)
R 4 [IO3 − ][H + ][HIO2 ] + R 4r [IO2 ]2 − 2R 5 [HIO2 ]2 + d[F]
R 6 [IO2 ]([Mn2+ + [MnOH 2+ ] − [MnOH 2+ ]] (4.4)  = 2R 4 CDH − 2R 4r F 2 − R 6 F(L − G) (4.16)
dt
dG
d[HOI] + 2 − −
= R1 [H ] [I ][IO3 ] + 2R 2 [H ][I ][HIO2 ] − + −  = R 6 F(L − G) − R 7 GK (4.17)
dt dt
dI 2
R 3 [HOI][H + ][I − ] + R 3r [I2 ] + R 5 [HIO2 ]2 −  = R 7 GK − 2R 8 I (4.18)
dt
d[J] R9∙B J
R10 [HOI][H2 O2 ] (4.5)  = − (1+C9∙B) (4.19)
dt
d[IO2 ] −
= 2R 4 [IO3 ][H + ][HIO2 ] − R 4r [IO2 ] − 2

d[K]
= −R 7 GK + R 8 I 2 − R10 EK (4.20)
dt
dt
2+ [MnOH 2+ ] [MnOH 2+ ]]
R 6 [IO2 ]([Mn + − (4.6)
d[MnOH2+ ]
= R 6 [IO2 ]([Mn2+ + [MnOH 2+ ] −
dt B. Menentukan Titik Kritis terhadap Suatu
[MnOH 2+ ]] − R 7 [MnOH 2+ ][H2 O2 ] (4.7) Konsentrasi
d[HO2 ]
= R 7 [MnOH 2+ ][H2 O2 ] − 2R 8 [HO2 ]2 (4.8) Untuk mendapatkan titik setimbang pada zat
dt
d[CH2 (COOH)2 ] R9∙[I2 ] [CH2 (COOH)2 ] 𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷, 𝐸, 𝐹, 𝐺, 𝐼, 𝐽 dan 𝐾 dengan mengambil
=− (4.9)
dt (1+C9∙[I2 ]) 𝑓𝑛 (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷, 𝐸, 𝐹, 𝐺, 𝐼, 𝐽, 𝐾) = 0 dan mensubstitusi nilai
d[H2 O2 ]
= −R 7 [MnOH 2+ ][H2 O2 ] + R 8 [HO2 ]2 − tetapan laju konstan sesuai tabel 2.1, diperoleh 11 titik
dt
R10 R10 [HOI][H2 O2 ] (4.10) setimbang. Pada penelitiam ini dipilih titik setimbang
kesebelas yaitu 𝑇11
Untuk mempermudah dalam penulisan dan 𝑇11 = (𝐴∗ ; 7.890909091 ∙ 1010 𝐴∗ 𝐸 ∗ ; 0 ; 0 ;
perhitungan, dimisalkan setiap senyawa pada persamaan 𝐸 ∗ ; 0; 𝐺 ∗ ; 0; 0; 0)
(4.1) – (4.10) yang ditunjukkan pada tabel 4.1 dimana 𝐴∗ , 𝐵 ∗ , 𝐶 ∗ , 𝐷 ∗ , 𝐸 ∗ , 𝐹 ∗ , 𝐺 ∗ , 𝐼 ∗ , 𝐽∗ , 𝐾 ∗ adalah
komponen dari titik setimbang yang menunjukkan
Tabel 4.1. Identifikasi simbol dari senyawa- senyawa bahwa titik setimbang memiliki banyak solusi, sehingga
pada reaksi BR model De Kepper dan Epstein input dari 𝐴∗ , 𝐵 ∗ , 𝐶 ∗ , 𝐷 ∗ , 𝐸 ∗ , 𝐹 ∗ , 𝐺 ∗ , 𝐼 ∗ , 𝐽∗ , 𝐾 ∗ adalah
sebarang nilai 𝑥, dengan 𝑥 ∈ ℝ+ .
Titik setimbang 𝑇11 merupakan titik setimbang
Briggs-Rauscher
A 𝐼− yang mungkin terjadi di alam karena setiap
B 𝐼2 komponennya tidak ada yang bernilai negatif. Pada
C 𝐼𝑂3 − pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa konsentrasi
D 𝐻𝐼𝑂2 yang mempengaruhi perubahan warna siklik pada reaksi
E 𝐻𝑂𝐼 BR adalah gas iodin (𝐼2 ) dan ion iodida (𝐼 − ). Pada titik
F 𝐼𝑂2 setimbang, kedudukan konsentrasi ion iodida [𝐼 − ]
G 𝑀𝑛𝑂𝐻2+ diwakili oleh 𝐴∗ dan konsentrasi gas iodin [𝐼2 ] diwakili
H 𝐻+ oleh komponen 𝐵 ∗ . Titik setimbang yang mengandung
I 𝐻𝑂2 komponen 𝐴∗ dan 𝐵∗ serta bernilai positif adalah adalah
J 𝐶𝐻2 (𝐶𝑂𝑂𝐻)2
titik setimbang 𝑇11 .
K 𝐻2 𝑂2
L [Mn2+ ] + [MnOH 2+ ]
C. Analisis Kestabilan Titik Setimbang
Sehingga rekonstruksi model matematika dari reaksi Pada subbab ini, akan diselidiki dinamika dari
osilasi Briggs-Rauscher pada persamaan (4.1) – (4.10) solusi sistem persamaan model Briggs Rauscher.
dapat ditulis sebagai berikut : Dinamika ini meliputi kestabilan titik setimbang.
d[A] Kestabilan titik setimbang dari sistem persamaan model
 = −R1 H 2 AC − R 2 HAD − R 3 EHA +
dt
R9∙B J Briggs-Rauscher dilakukan dengan menentukan nilai
R 3r B + (1+C9∙B) + R10 EK (4.11) eigen matriks Jacobian dari persamaan linierisasinya.
d[B] R9∙B J
 = R 3 EHA − R 3r B − (1+C9∙B) (4.12) Jika (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷, 𝐸, 𝐹, 𝐺, 𝐼, 𝐽, dan 𝐾) = ⋀, dengan
dt
d[C] mengambil 𝑓𝑛 (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷, 𝐸, 𝐹, 𝐺, 𝐼, 𝐽, 𝐾) = 0. Formula
 = −R1 H 2 AC − R 4 CDH + R 4r F 2 + R 5 D2
dt matriks Jacobi dari model sistem persamaan (4.11)
(4.13)

129
Volume 3 No.6 Tahun 2017

sampai dengan (4.20) pada titik setimbang dimana 𝑋 adalah jenis konsentrasi, 𝑋0 adalah input
(𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷, 𝐸, 𝐹, 𝐺, 𝐼, 𝐽, dan 𝐾) sebagai berikut: konsentrasi dengan konsentrasi 𝑋 terpenuhi jika semua
𝑓1 (⋀) 𝑓1 (⋀) 𝑓1 (⋀) 𝑓1 (⋀)
⋯ bahan kimia digabungkan pada arus input tunggal , 𝐹
𝑑[𝐴] 𝑑[𝐵] 𝑑[𝐶] 𝑑[𝐾]
𝑓2 (⋀) 𝑓2 (⋀) 𝑓2 (⋀) 𝑓2 (⋀) adalah laju reaksi kimia, dan 𝑘0 adalah timbal balik

𝑑[𝐴] 𝑑[𝐵] 𝑑[𝐶] 𝑑[𝐾] waktu awal. (Vidal dan Pacault, 1981)
𝐽 = 𝑓3 (⋀) 𝑓3 (⋀) 𝑓3 (⋀) 𝑓3 (⋀)
⋯ Sehingga model persamaan matematika dari reaksi
𝑑[𝐴] 𝑑[𝐵] 𝑑[𝐶] 𝑑[𝐾]
⋮ ⋮ ⋮ ⋯ ⋮ BR pada CSTR adalah :
𝑓10 (⋀) 𝑓10 (⋀) 𝑓10 (⋀) 𝑓10 (⋀) 𝑑[𝐴]
⋯ = −𝑅1 𝐻2 𝐴𝐶 − 𝑅2 𝐻𝐴𝐷 − 𝑅3 𝐸𝐻𝐴 + 𝑅3𝑟 𝐵 +
[ 𝑑[𝐴] 𝑑[𝐵] 𝑑[𝐶] 𝑑[𝐾] ] 𝑑𝑡
𝑅9∙𝐵 𝐽
Dari persamaan (4.21) sampai dengan (4.30) diperoleh
(1+𝐶9∙𝐵)
+ 𝑅10 𝐸𝐾 + 𝑘0 (𝐴0 − 𝐴) (4.21)
matriks Jacobi pada titik setimbang 𝑑[𝐵] 𝑅9∙𝐵 𝐽
∗ 10 ∗ ∗ = 𝑅3 𝐸𝐻𝐴 − 𝑅3𝑟 𝐵 − (1+𝐶9∙𝐵) +𝑘0 (𝐵0 − 𝐵) (4.22)
𝑇11 = (𝐴 = 1 ; 7.890909091 ∙ 10 𝐴 𝐸 ; 0 ; 0 ; 𝑑𝑡
𝑑[𝐶]
𝐸 ∗ = 2; 0; 𝐺 ∗ = 0.5; 0; 0; 0) = −𝑅1 𝐻 2 𝐴𝐶 − 𝑅4 𝐶𝐷𝐻 + 𝑅4𝑟 𝐹 2 + 𝑅5 𝐷2 +
J
𝑑𝑡
0
0
−3.472 1011
2.2
3.472 1011
−2.2
0
0
−3.472 1011
2,2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
𝑘0 (𝐶0 − 𝐶) (4.23)
−4,48448 −4.48448 0 4.48448 4.48448 0 0 0 0 0 𝑑[𝐷] 2 2
0 −1.12 ∙ 109 0 −1.12 ∙ 108 1,12 ∙ 109 0 0 0 0 0 = 𝑅1 𝐻 𝐴𝐶 − 𝑅2 𝐻𝐴𝐷 − 𝑅4 𝐶𝐷𝐻 + 𝑅4𝑟 𝐹 −
= 0 −1.736 ∙ 1011 1.736 ∙ 1011 0 2.24 ∙ 109 0 0 0 0 0 𝑑𝑡
0
0
0
0
0
0
−4960
0
−1.736 ∙ 1011
0
4960
0
−4960
0
0
0
0
0
0
0 2𝑅5 𝐷2 + 𝑅6 𝐹(𝐿 − 𝐺) + 𝑘0 (𝐷0 − 𝐷) (4.24)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
𝑑[𝐸] 2
[
0
0
0.004
74
−0.004
0
0
0
0
−74
0
0
0 0
−160000 16000
−0.004
0
0
−16074]
= 𝑅1 𝐻 𝐴𝐶 + 2𝑅2 𝐻𝐴𝐷 − 𝑅3 𝐸𝐻𝐴 + 𝑅3𝑟 𝐵 +
𝑑𝑡
𝑅5 𝐷2 − 𝑅10 𝐸𝐾 + 𝑘0 (𝐸0 − 𝐸) (4.25)
𝑑[𝐹]
Nilai eigen ditentukan oleh persamaan |𝐽 − 𝜆𝐼| = 0, = 2𝑅4 𝐶𝐷𝐻 − 2𝑅4𝑟 𝐹 2 − 𝑅6 𝐹(𝐿 − 𝐺) + 𝑘0 (𝐹0 − 𝐹)
𝑑𝑡
dimana 𝐼 adalah matriks identitas dan 𝜆 adalah nilai (4.26)
𝑑[𝐺]
eigen. Dari matriks di atas diperoleh nilai eigen yaitu = 𝑅6 𝐹(𝐿 − 𝐺) − 𝑅7 𝐺𝐾 + 𝑘0 (𝐺0 − 𝐺) (4.27)
𝑑𝑡
11 −16 𝑑[𝐼] 2
λ1 = −5.208 x 10 ; λ2 = −4.44089x 10 ; λ3 = 0; = 𝑅7 𝐺𝐾 − 2𝑅8 𝐼 + 𝑘0 (𝐼0 − 𝐼 (4.28)
𝑑𝑡
λ4 = −1.12 x 109 ; λ5 = −4.48448, λ6 = 0, λ7 = 4960 𝑑[𝐽] 𝑅9∙𝐵 𝐽
= − (1+𝐶9∙𝐵) + 𝑘0 (𝐽0 − 𝐽) (4.29)
𝑑𝑡
, λ8 = 0, λ9 = −0.004, λ10 = −16074. 𝑑[𝐾]
= −𝑅7 𝐺𝐾 + 𝑅8 𝐼 2 − 𝑅10 𝐸𝐾 + 𝑘0 (𝐾0 − 𝐾) (4.30)
𝑑𝑡
Nilai eigen yang diperoleh menghasilkan sistem yang
tidak stabil karena terdapat 𝜆7 yang bernilai positif. Nilai input konsentrasi untuk setiap reaksi model De
Kepper dan Epstein ditunjukkan pada tabel 4.2

D. Simulasi Numerik Tabel 4.2 Input konsentrasi model De Kepper dan

Contoh eksperimental baru dan pemodelan Epstein

matematika dibahas dalam konteks bistabilitas pada Briggs Rauscher

CSTR (Continuous Strirred Tank Reactor). CSTR adalah 𝐴0 0


adalah salah satu alat penting dalam suatu industri kimia. 𝐵0 10-6 mol
CSTR ini selain merupakan tempat berlangsungnya 𝐶0 0.035 mol
reaksi, juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya
𝐷0 0
konversi reaksi yang terjadi. Diuraikan dalam sebuah
𝐸0 0
persamaan diferensial yang berkaitan dengan jenis
𝐹0 0
konsentrasi dan laju reaksi, dinyatakan sebagai berikut :
𝐺0 0
𝑑𝑋
= 𝐹(𝑋) + 𝑘0 (𝑋0 − 𝑋)
𝑑𝑡 𝐼0 0

130
Volume 3 No.6 Tahun 2017

𝐽0 0.0015 mol Gambar 4.1 Di atas adalah plot konsentrasi versus


waktu dari [𝐼2 ] (kiri) dan [𝐼 − ] (kanan)
𝐾0 0.33 mol
Selain itu, pada sistem terdapat limit cycle yang
k0 1/156
ditunjukkan gambar 4.2, dimana sumbu 𝑥 yaitu
konsentrasi [𝐼2 ] = 𝑋2 dan sumbu 𝑦 konsentrasi [𝐼 − ] =
Tabel 4.3 Kondisi awal pada model BR De Kepper 𝑋3 pada waktu 𝑡 = 2000 detik. Dapat ditunjukkan
terjadinya limit cycle sampai siklus menjadi pecah (tidak
dan Epstein
tertutup ) dengan memberi nilai input konsentrasi yang
Briggs Rauscher berbeda dengan perbedaan yang cukup kecil, berturut-
turut nilai input konsentrasi gas iodin [𝐼2 ] adalah
[𝑨]𝟎 𝟏𝟎−𝟖 mol [𝐼2 ] = 1.76 𝑥 10−6 𝑀 dan[𝐼2 ] = 1.77 𝑥 10−6 𝑀 dan
[𝑩]𝟎 𝟔 𝒙 𝟏𝟎−𝟕 mol masing - masing diilustrasikan melalui grafik pada
gambar berikut
[𝑪]𝟎 𝟏𝟎−𝟐 mol
[𝑫]𝟎 𝟏𝟎−𝟏𝟎 mol
[𝑬]𝟎 𝟏𝟎−𝟏𝟎 mol
[𝑭]𝟎 𝟏𝟎−𝟏𝟎 mol
[𝑮]𝟎 𝟏𝟎−𝟏𝟑 mol
[𝑰]𝟎 𝟎
[𝑱]𝟎 𝟏𝟎−𝟑 mol
[𝑲]𝟎 0
(De Kepper dan Irving, 1982)
Reaksi BR menghasilkan penampilan visual yang 𝑥3 = [𝐼2 ] dan 𝑥2 = [𝐼 − ] 𝑥3 = [𝐼2 ] dan 𝑥2 = [𝐼 − ]
menakjubkan dengan cairan yang tadinya tidak
berwarna berubah warna menjadi warna kekuningan, Gambar 4.2. Di bidang [𝐼2 ] − [𝐼 − ] untuk keadaan
tiba-tiba berubah menjadi biru tua. Kemudian berubah osilasi yang dihitung sesuai input konsentrasi awal
lagi menjadi tidak berwarna. Proses ini berulang sistem. Interval waktu antara titik adalah 10 detik.
hingga kira-kira 10 kali, kemudian berakhir menjadi
biru tua dengan bau iodine yang kuat. Perubahan warna Pada gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa sistem
tersebut dapat dijelaskan dengan solusi periodik yang sensitif pada nilai input konsentrasi yang diberikan. limit
berkaitan dengan terjadinya reaksi osilasi. Solusi cycle dapat terbentuk jika konsentrasi nilai input
periodik menuju konsentrasi gas iodin (𝐼2 ) dan ion konsentrasi (𝐼2 ) terletak antara 1.76 x 10−6 M −
iodida (𝐼 − ) dengan nilai kondisi Awal [𝐼2 ]0 = 1.77x 10−6 M. Selain itu pada gambar 4.2 dapat
6 𝑥 10−7 M; [𝐼 − ]0 = 10−8 M yang ditunjukkan oleh dijelaskan periode osilasi tunggal, konsentrasi yodium
gambar 4.1 (𝐼2 ) mencapai maksimum saat iodida (𝐼 − ) meningkat
beberapa kali lipat. Kemudian yodium (𝐼2 ) menurun
perlahan dengan iodida (𝐼 − ), diikuti oleh peningkatan
cepat yodium (𝐼2 ) karena konsentrasi iodida (𝐼 − ) tiba-
tiba turun beberapa kali lipat. Iodida (𝐼 − ) kemudian
meningkat sedikit sebelum mengalami peningkatan
tajam karena yodium (𝐼2 ) kembali mencapai konsentrasi
maksimumnya.

PENUTUP
A. Simpulan
1. Briggs Rauscher (BR) merupakan reaksi adalah
campuran dari dua reaksi kimia berosilasi, yaitu

131
Volume 3 No.6 Tahun 2017

reaksi Bray-Liebhafsky dan reaksi Belousov- yang sesuai dengan eksperimen secara kualitatif dan
Zhabotinsky. De Kepper dan Epstein menyingkat kuantitatif.
reaksi BR menjadi 10 tahap reaksi kimia dan 10
variabel konsentrasi serta diperoleh 10 model DAFTAR PUSTAKA
matematika dari setiap senyawa pada reaksi BR
sebagai berikut : Anshory, Irfan. 2000. Kimia SMU untuk kelas 2.
d[A] Jakarta: Erlangga.
 = −R1 H 2 AC − R 2 HAD − R 3 EHA +
dt Azizah, Utiya. 2004. Laju Reaksi. Sukarmin (Ed.).
R9∙B J
R 3r B + (1+C9∙B) + R10 EK Jakarta : DIKTI
d[B] R9∙B J Basch, Ryan, Sean Catorani, and Matt Seiders. 2003. An
 = R 3 EHA − R 3r B − (1+C9∙B)
dt
d[C] Investigation of The Briggs-Rauscher Reaction.
 = −R1 H 2 AC − R 4 CDH + R 4r F 2 + Milestone 5
dt
R 5 D2 Belousov, B.P. 1958. Collection of Abstracts on
d[D]
 = R1 H 2 AC − R 2 HAD − R 4 CDH + Radiation Medicine, Medzig, Moscow. Radiation
dt
R 4r F 2 − 2R 5 D2 + R 6 F(L − G) Medicine 145.
d[E]
 = R1 H 2 AC + 2R 2 HAD − R 3 EHA + Bray, William C. 1921. “A Periodic Reaction in
dt
R 3r B + R 5 D2 − R10 EK Homogeneous Solution and its Relation to

d[F]
= 2R 4 CDH − 2R 4r F 2 − R 6 F(L − G) Catalysis”. Journal of the American Chemical
dt
d[G] Society. Vol. 43 (6): pp 1262–1267
 = R 6 F(L − G) − R 7 GK
dt Boyce, W. E. and DiPrima, R. C. 2010. Elementary
d[I]
 = R 7 GK − 2R 8 I 2 Differensial Equation and Boundary Value Problems.
dt
d[J] R9∙B J 9th Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
 = − (1+C9∙B)
dt
d[K] Boyce, W. E. and DiPrima, R. C. 2010. Elementary
 = −R 7 GK + R 8 I 2 − R10 EK Differensial Equation and Boundary Value Problems.
dt
7th Edition. New York: John Wiley&Sons, Inc.
2. Diperoleh nilai eigen dari sistem di atas yaitu
Briggs, Thomas S. and Rauscher, Warren C. 1973. “An
λ1 = −5.208 x 1011 ; λ2 = −4.44089 x 10−16 ,
Oscillating Iodine Clock”. Journal Chemical
λ3 = 0; λ4 = −1.12 x 109 , λ5 = −4.48448, λ6 =
0, λ7 = 4960, λ8 = 0, λ9 = −0.004, λ10 = Education. Vol. 50, hal. 496.
−16074. Nilai eigen dari matriks di atas Cervellati, R., Höner, K., Furrow, S.D., Neddens, C. and
menghasilkan sistem yang tidak stabil karena Costa, S. 2001. “The Briggs-Rauscher reaction as a
terdapat λ7 yang bernilai positif. test to measure the activity of antioxidants”. Helv.
3. Solusi sistem menuju ke solusi periodik pada chim. Acta. Vol 84: pp 3533-3547.
konsentrasi [𝐼2 ] dan [𝐼 − ] dengan input konsentrasi Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar: Konsep-konsep
10−6 M dan 0.035 M. Hasil simulasi di bidang
Inti. Ed. ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga
[𝐼2 ] − [𝐼 − ] menunjukkan solusi periodik yang
berkaitan dengan terjadinya reaksi osilasi dan Fessenden, R.J. 1986. Kimia Organik. Terjemahan
limit cycle dapat terbentuk jika konsentrasi nilai Aloysis Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta : Penerbit
input konsentrasi (𝐼2 ) terletak antara Erlangga.
1.76 x 10−6 M − 1.77x 10−6 M. Kepper, Patrick De and Epstein, Irving R.. 1982. “A
Mechanistic Study of Oscillations and Bistability in
B. Saran
the Briggs-Rauscher Reaction”. Journal America
Rekontruksi reaksi Briggs Rauscher model De
Chemical Society. Vol. 104 (1): pp 49-55.
Kepper dan Epstein untuk menganalisis kesetimbangan
Kim, Kyoung-Ran, Kook Joe Shin, and Dong J. Lee.
pada reaksi bergantung pada tingkat konsentrasi yang
2002. “Complex oscillations in a simple model for
terpenuhi. Penelitian saat ini bersifat matematis, tidak
the Briggs-Rauscher reaction”. Journal of Chemical
keseleruhan dari jurnal referensi dibahas karena terlalu
Physics. Vol. 117 (6): pp 2710-2717.
rumit perhitungan mengingat banyaknya persamaan
Knight, Judson. 2002. Science of Everyday Things. Vol
diferensial yang dihasilkan. Untuk itu penulis ingin
I: Real Life Chemistry. Detroit: Gale Group-
menyarankan hendaknya dilakukan penelitian lebih
Thomson Learning.
lanjut tentang kestabilan dan hal yang menyangkut
Kuznetsov, Yuri A. 1998. Elements of Applied
bistabilitas pada sistem BR serta menghasilkan hasil
Bifurcation Theory.Second Edition. New York :
Springer –Verlag.

132
Volume 3 No.6 Tahun 2017

Olsder, G.J. dan Van der Woude, J.W. 1994.


Mathematical Systems Theory. Netherlands: Delftse
Uitgevers Maatschappij b.v.
Purba, Michael. 2007. Kimia untuk SMA Kelas XI.
Jakarta: Erlangga.
Noyes, Richard. M. and Furrow, S. D.. 1982. “The
oscillatory Briggs–Rauscher reaction : A skeleton
mechanism for oscillation”. Journal American
Chemical Society. Vol. 104 (1): pp 45-48.
Robinson, R. Clark. 2004. An Introduction to Dynamical
System Continous and Discrete. North Western
University.
Shakhashiri, B.Z. 1985. Chemical Demonstrations : A
Handbook for Teachers of Chemistry. United State :
The University of Wisconsin Press .Vol. 2: pp 248-
256.
Sumardjo, Darmin. 2009. Pengantar Kimia : Buku
Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program
Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta : EGC.
Spiegel, Murray R. 1971. Schaum’s Outline of Theory
and Problem of Advanced Mathematics for Engineers
and Scientists. The McGraw-Hill.
Strogatz, SH. 1994. Nonlinear Dynamics and Chaos with
Application to Physics, Biology, Chemistry, and
Engineering. New York: Perseus Books.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.
Tim Konsultan Kimia FPTK UPI. 2004. Kinetika Kimia.
Jakarta: DEPDIKNAS.
Turanyi, Tamas. 1991. “Rate Sensitivy Analysis of A
Model of The Briggs-Rauscher Reaction”. Journal of
Chemical Physics. Vol. 45 (2): pp 235–241.
Vidal, C dan A. Pacault. 1981. Nonlinear Phenomena in
Chemical Dynamics. Springer : New York
Vukojevic, V, P. Grace Sorensen, and F. Hyane. 1996.
“Predictive Value of a Model of the Briggs-Rauscher
Reaction Fitted to Quenching Experiments”. Journal
of Chemical Physics. Vol. 100 (43): pp 17175-17185.
Wikipedia. Steady state , (online),
(https://en.wikipedia.org/wi ki/Steady_state, diakses
4 September 2017)
Wikipedia. Wolfram_Mathematica , (online),
(https://en.wikipe
dia.org/wiki/Wolfram_Mathematica, diakses 3
September 2017)
Wibowo, Heri. 2005. Konsep Dasar Kimia. Yogyakarta :
Jurusuan Pendidikan Teknik Otomotif UNJ

133

Anda mungkin juga menyukai