Retinopati Diabetik
Retinopati Diabetik
Retinopati Diabetik
A. Anatomi Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi
bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh
corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. (Gregory L, et al., 2011).
1
Gambar 3; Gambaran Funduskopi Retina Normal, menunjukkan makula dan struktur
sekelilingnya. (Sumber : Gregory L, et al., 2011)
Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5 - 6 mm, yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Daerah
ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis, yang secara histologis merupakan bagian
retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari 1 lapis (Khurana AK, 2007).
2
retinopati diabetik merupakan penyebab no 17 dari kebutaan, saat ini menjadi posisi ke 6 dan pada 2030
diprediksi menjadi penyebab kebutaan no 1. Pasien dengan diabetes memiliki resiko 25X menjadi buta
daripada populasi biasa. Vision 2020 memasukkan retinopati diabetik sebagai salah satu prioritas
mereka, demikian juga pemerintah India (ICO, 2014).
Data pasti mengenai prevalensi retinopati diabetik di Indonesia hingga saat ini belumlah ada.
Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic Retinopathy (WESDR) menemukan bahwa
pasien DM tipe 1 memiliki prevalensi 71 % (Retinopati), 23% (Retinopati proliferatif),
dan 11% (Macular edema), sementara pasien DM tipe 2 memiliki prevalensi 47 %
(Retinopati), 6% (Retinopati proliferatif), dan 8% (Macular edema). Data ini
menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan data prevalensi dari studi
lainnya (Kempen JH, 2004).
D. Patogenesa
3
Penyebab pasti penyakit mikrovaskuler diabetik masih belum jelas. Keadaan
hiperglikemik dalam jangka waktu yang lama dipercayai dapat menyebabkan berbagai
perubahan biokimia dan fisiologi yang mengakibatkan kerusakan endotel. perubahan
kapiler retina spesifik termasuk hilangnya perisit dan menebalnya membrane basement
yang menjadi penyebab oklusi kapiler dan kondisi retina nonperfusi, begitu juga kondisi
dekompensasi endotel dari fungsi bariernya menyebabkan kebocoran serum dan
terjadilah edema retina.
Sejumlah abnormalitas hematologi dan biokimia yang berhubungan dengan
prevalensi dan beratnya retina adalah :
peningkatan daya adhesi trombosit
peningkatan agregasi eritrosit
kondisi serum lipid yang abnormal
terhambatnya fibrinolisis
kondisi level growth hormone yang abnormal
meningkatnya produksi vascular endothelial growth factor (VEGF)
abnormalitas serum dan viskositas darah
Peranan pasti kondisi abnormalitas diatas dalam patogenesa retinopati, baik
secara individu maupun kombinasi masih belum jelas. (AAO S. 12, 2011)
Gambar 3.
skema
patogenesa
diabetik
retinopati
(Khurana,
2007)
4
Kondisi yang berhubungan dengan potensi kebutaan akbat Retinopati Diabetik
adalah :
Edema Makula (kebocoran kapiler)
Makula Iskemik (oklusi kapiler)
Sequel dari ischemia-induced neovaskularization (AAO S.12, 2008)
Penelitian dari Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan adanya hubungan yang
kuat antara hiperglikemia yang berlangsung kronik dengan perkembangan dan progresi
retinopati diabetik, namun mekanisme yang mendasari terbentuknya kerusakan
mikrovaskuler sebagai hasil dari kondisi hiperglikemia kronik masih belum jelas.
Sejumlah jalur biokimia yang saling berhubungan telah diajukan untuk menjadi
penghubung yang potensial antara kondisi hiperglikemia dan retinopati diabetik.
5
Gambar 4 ; Mikroaneurisme (Kanski JJ, 2011; AAO, 2014)
2. Dot and Flame Haemorrhages
Merupakan perdarahan retina, pada lapisan saraf dan intra retina.
4. Hard exudates
Lesi berwarna kuning dan waxy di segmen posterior yang biasanya mengelilingi
mikroaneurisme yang bocor, terdiri dari lipoprotein atau makrofag berisi lipid.
6
Gambar 7 ; Hard exudates (Kanski JJ, 2011)
5. Dilatasi Vena
Pada funduskopi nampak dilatasi vena, dapat berbentuk "looping", 'beading" atau
"sausage-like" segmentation. Gambaran vena ini berkorelasi kuat dengan perkembangan diabetik
retinopati proloferatif.
Gambar 10 ; Gambaran
Klinik Intraretinal
Microvascular
Abnormalities (IRMA)
(Kanski JJ, 2011)
7
8. Neovaskularisasi
Terbentuknya pembuluh darah baru, dapat di diskus atau di mana saja.
Gambar 11:
Pembuluh darah
baru di diskus
optik dan didaerah
retina perifer.
(Kanski JJ, 2011)
Mikroaneurisma merupakan tanda awal retinopati diabetik dan terjadi akibat sekunder dari
outpouching dinding kapiler karena hilangnya perisit. Mikroaneurisma muncul sebagai red dots di
lapisan superfisial retina dan terdapat akumulasi fibrin serta sel darah merah dalam lumen
mikroaneurisma (Gregory L. Skuta, 2011, Kanski JJ, 2011).
Cotton-wool spots merupakan infark dari lapisan serabut saraf
retina yang terjadi akibat oklusi dari arteriol pre kapiler. Dengan
menggunakan fluorescein angiography, tampak tidak terdapat perfusi
kapiler. Cotton-wool spots sering dibatasi oleh mikroaneurisma (Kanski JJ, 2011).
Venous loops dan venous beading seringkali ditemukan dekat
dengan area non perfusi yang mencerminkan peningkatan iskemia retina.
Munculnya tanda ini merupakan prediktor yang paling signifikan terhadap
terjadinya progresi menjadi retinopati diabetik proliferatif (Kanski JJ, 2011).
8
a. Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)
1. NPDR ringan / minimal (Mild non-proliferative diabetic retinopathy)
Terdapat ≥ 1 tanda berupa mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau
hard exudates.
Gambar 13 ; Moderate
non-proliferative
diabetic retinopathy
dengan hemorrhages,
hard exudates dan
micro aneurysms (ICO
2014)
9
Gambar 15 ; Severe non-proliferative diabetic retinopathy with venous loop and Severe non-
proliferative diabetic retinopathy with intra–retinal microvascular abnormality (IRMA)
High Risk PDR juga dapat ditegakkan apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko
sebagai berikut (Gregory L, et al., 2011) :
- Terdapat perdarahan vitreus atau pre-retinal hemorrhage
- Terdapat pembuluh darah baru di mana saja di retina
- Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus
optikus.
- Perkembangan / perluasan yang moderate / berat dari pembuluh darah baru.
10
3. Advance PDR
Advance PDR ditandai dengan adanya tractional retinal detachment, significant
persistent vitreous hemorrhages, dan neovacular glaucoma. Advance PDR juga dihubungkan
dengan peningkatan resiko penyakit cardiovaskular, stroke, diabetic retinopathy, amputasi dan
kematian.
11
c. Edema makula yang bermakna secara klinis (terdapat 1 kriteria dari
beberapa kriteria berikut)
- Penebalan retina yang terletak kurang lebih 500 μm dari pusat
makula.
- Hard exudates yang terletak kurang lebih 500 μm dari pusat makula dengan penebalan
retina terdekat
- Daerah penebalan retina dengan area lebih dari 1 disc area jika terlokasi dalam radius 2 disc
diameter dari makula sentral. (Gregory L, et al., 2011)
Gambar 19 ; Ilustrasi CSME (Clinically Significant Macular Edema) berdasarkan kriteria EDTRS.
(Gregory L, et al., 2011)
12
Gambar 20 ; Moderate macular edema (ICO 2014)
* Kadang-kadang (Usually): Terapi diberikan untuk pasien DM Tipe II, follow up yang buruk, kepatuhan
pasien, rencana operasi katarak, penyakit ginjal, kehamilan dan penyakit berat lainnya pada mata yang
satu.
13
Terapi pada CSME (Clinically Significant Macular Edema) meliputi: Focal/Grid laser, YAG laser,
Micropulse diode laser, intravitreal anti-VEGF agents, intravitreal triamcinolone, pars plana vitrectomy
dan lipid lowering drugs. Pada Advanced Diabetic eye diseases terapi berupa pars plana vitrektomi.
H. Komplikasi
Pada retinopati diabetik proliferatif, jaringan neovaskular yang timbul dapat mengalami
perubahan fibrosa menyebabkan traksi vitreoretina. Jika
traksi ini timbul dengan progresif atau apabila terjadi robekan retina maka
akan terjadi ablatio retina. Selain itu, penyakit mata diabetik lanjut dapat
pula disertai dengan komplikasi neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan
glaukoma neovaskular. (Gregory L, et al., 2011)
I. Prognosis
Prognosis retinopati diabetik bergantung pada stadium penyakit
dan ketersediaan dari terapi yang dapat diberikan. Semakin cepat diagnosis dilakukan, terapi dapat
semakin cepat diberikan dan memperbaiki prognosis visual dari pasien. Pemeriksaan mata hendaknya
dilakukan segera saat ditegakkan diagnosis diabetes melitus tipe II.
Untuk memperoleh hasil terbaik, terapi yang optimal harus diberikan pada stadium awal dari
retinopati diabetik, dimana belum ada gejala yang dirasakan pasien, dan pasien dengan kategori ini
hanya dapat dideteksi dengan metode skrining yang sistematik.
14
Data diatas jika dikombinasikan dengan jumlah populasi penderita diabetes
melitus yang sangat besar yang ada di Indonesia, akan menunjukkan potensi kebutaan
yang sangat tinggi akibat retinopati diabetik di Indonesia dan sebagian besar
diantaranya sangat sulit dipulihkan kebutaannya. Sebagai negara dengan kepadatan
penduduk keempat di dunia dan negara kepulauan terbesar di dunia, proses pendataan
dan skrining merupakan suatu hal yang menantang untuk dilakukan.
15