Definisi Musytarak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 54

ATSAR AL LUGHAH FI AL FIQH (MUSYTARAK)

Fiki Nuafi Qurrota Aini


Pascasarjana Prodi Ilmu Falak
Universitas Islam Negeri Walisongo
Jl. Walisongo No.3-5 Tambakaji, Ngaliyan, Semarang
Email: [email protected]

Abstrak: Bahasa merupakan sarana komunikasi manusia


untuk berhubungan satu sama lain. Namun dalam
perkembangannya, bahasa dapet memiliki perubahan
makna maupun tujuan penggunaannya. Bahasa bisa saja
berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan kebutuhan
pemakaian serta sebagai pertanda kemajuan sebuah
komunitas yang memakai bahasa tersebut. Keragaman
bentuk bahasa dapat terjadi dalam bahasa manapun, tak
terkecuali dalam bahasa Arab. Bahasa Arab yang berperan
sebagai bahasa primer (utama) dalam al-Quran maupun
hadits, juga mengalami transformasi perkembangan
bahasa. Banyak ditemukan arti bahasa yang sama dalam
satu kata, ataupun sebaliknya yakni satu makna berada
dalam dua kata. Oleh karena itu, banyak spekulasi dalam
mengambil makna dari kedua sumber tersebut. Tidak
heran, jika ditemukan dualisasi dalam pemaknaan suatu
hukum. Karena perbedaan makna tersebut, sehingga
terjadilah beberapa perbedaan di kalangan para fuqaha’
dalam menentukan sebuah dalil hukum. Selanjutnya
dalam makalah ini, akan diterangkan seberapa besar
pengaruh musytarak dalam pembentukan hukum Islam.
Kata kunci: musytarak, fuqaha’, bahasa, hukum Islam.
Definisi Musytarak
Kata musytarak berbentuk isim maf’ul (kata benda pasif)
berasal dari kata kerja isytaraka-yasytariku-isytirak yang
mengandung makna berbaur dan bercampur. Kata ini
berasal dari kata syarika yang berarti, setiap pihak
mempunyai bagian darinya, sehingga setiap pihak adalah
pasangan bagi yang lain (bahkan menurut al-Suyuthi, satu
kata terkadang memiliki hingga 20 makna, dan hal seperti
ini hanya dimiliki bahasa Arab).1

Sedangkan secara terminologi, Musytarak adalah lafadz


yang mempunyai makna rangkap (dua arti atau lebih)
yang berbeda-beda. Misalkan lafadz “quru’“ yang
memiliki arti “suci” dan “haid”..2 “Aisyah ibn Umar, Zaid
bin Tsabit, Malik as-Syafi’i, Ahmad ibn Hanbal dan
beberapa ulama lain mengartikan quru’ pada ayat tersebut
dengan makna suci. Artinya, mereka berpendapat bahwa
wanita yang dicerai suaminya memiliki masa tunggu
(‘iddah) tiga kali suci. Sedangkan Abu Bakr, Umar,

1
H. Kamaluddin Abunawas, Pengaruh Bahasa Arab
Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis terhadap Kosa Kata
Musytarak/Ambigu di daam Al Qur’an), (Jurnal Adabiyah Vol. XI
No. 2, 2012), hlm.132.
2
Nanang Abdillah, Madzhab dan Faktor Penyebab
Terjadinya Perbedaan, (Jurnal Fikroh Vol.8 No.1, Juli 2014), hlm.30.

2
Utsman dan sebagian Abu Hanifah berpendapat bahwa
masa tunggu wanita yang ditalak adalah tiga kali haid. 3

Atau dapat diartikan sebagai pengertian homonim dalam


Bahasa Indonesia, yakni kata atau frasa yang memiliki
makna lebih dari satu, atau makna lebih yang berbeda-
beda. Pengertian homonim Musytarak Lafdzi dalam buku
‘Inda al Arab dibagi menjadi dua bagian yaitu: Polisemi
dan Homonim. Sedangkan dalam buku Ilmu Ad Dilaalah,
musytarak banyak dipelajari dalam al Quran, hadits Nabi
dan dalam bahasa Arab. Menurut salah satu ahli bahasa
Ushul, musytarak adalah satu kata yang mempunyai
makna lebih dari satu, yang definisi nya sama dengan
polisemi dalam bahasa Indonesia.4

Musytarak dapat diartikan sebagai polisemi, yang mana


Shihab mengartikannya sebagai suatu kata yang memang
sejak semula dittapkan oleh pengguna bahasa untuk
memiliki dua makna atau lebih. Namn, para pakar al

3
Muh.Nashirudin, Perbedaan dalam Furu’ Fiqhiyyah
sebagai Akibat Perbedaan dalam Ushul al-Fiqh, hlm.6
4
Dewi Utami, Analisis Homonim (Musytarak Lafdzi)
Terhadap Terjemahan Tafsir As Sa’di, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah 2009), hlm.34.

3
Quran mempunyai istilah seniri untuk menyebut polisemi
tersebut yakni menggunakan istilah al wujuh. Kedua
tersebut, yakni al lafzhu al musytarak dengan al wujuh
pada dasarnya tidaklah nerbeda, yang berbeda hanyalah
sebatas pada istilah yang dipakainya saja. Definisi lebih
lanjut dikemukakan oleh Munjid, yang berpendapat
bahwa polisemi adalah unit linguistik yang mempunyai
makna lebih dari satu dan dapat erjadi pada lafadz tunggal
maupun terjadi akibat rangkain kata-kata. Sedangkan
menurut Lyons polisemi adalah, “a property of single
lexames” yakni suatu kata yang memiliki dua makna atau
lebih, sementara Zainuddin juga berpendapat bahwa
polisemi merupakan benuk bahasa atau kata yang
memiliki lebih dari satu makna.5

Definisi yang hampir sama namun dengan ungkapan yang


berbeda diungkapkan oleh Evans, yakni “polysemy as a
possesion by a single phonologhical form of several

5
Fariz Alnizar, Kesepadanan Terjemahan Polisemi:
Penelitian Analisis Konten pada Terjemahan Surat al-Baqarah
Kementerian Agama, (Jurnal Hayula:Indonesian Journal of
Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.1, No.2, Juli 2017), hlm.114-
115.

4
meaning” (polisemi merupakan sebuah unit linguistik,
bentuk, yang dapat memiliki gugusan makna yang
berbeda namun saling terkait). Lebih lanjut, Taylor
berpendapat bahwa dalam gugusan makna tersebut
terdapat makna yang lebih referensial dan juga makna
yang sifatnya skematis dan untuk makna skematis ini
dapat dielaborasi dengan makna lainnya.6

Maka, dari definisi-definisi tersebut dapat dielaborasikan


bahwa polisemi merupakan unit linguistik yang
mengandung makna ganda, dan khusus bagi fenomena
yang terjadi dalam al Quran, polisemi tersebut dapat
berupa lafadz mufrad maupun berupa rangkaian kata-kata,
sedangkan kaitannya dengan bentuk-bentuk polisei dalam
al Quran, maka terdapat tiga bentuk, yakni isim (nomina),
fi‘il (verba) dan huruf (pronomina). Hal tersebut merujuk
kepada pembagian kalimat dalam bahasa Arab yang

6
Fariz Alnizar, Kesepadanan Terjemahan Polisemi:
Penelitian Analisis Konten pada Terjemahan Surat al-Baqarah
Kementerian Agama..................., 115.

5
memang terdiri dari tiga jenis tersebut, yakni isim, fi‘il dan
juga huruf.7

Berbeda dengan pengertian musytarak dalam kitab


Muzakkar al Lughah al Arabuyah bahwa homonim adalah
lawan dari sinonim. Homonim adalah setiap kata yang
memiliki beberapa makna, homonim juga dapat dikatakan
setiap kata yang memiliki beberapa makna, baik makna
ynag sebenarnya atau makna kiasan. Para ahli bahasa
berbeda pendapat tentang definisi homonim musytarak
tersebut. Ada yang menolaknya dan ada pula yang
mengakui kebeeradaannya, dengan menunjukkan
berbagai fakta yang ada, dan tidak dapat diragukan lagi.8

Dalam ilmu Alquran, al-musytarak dikenal dengan


terminologi al-wujuh wa al-nadzair, termasuk salah satu
cabang ilmu tafsir, artinya satu kata dalam Alquran
diulang dalam banyak tempat, memiliki satu akar dan
harakat yang sama, tetapi setiap ayat berbeda maksud dan

7
Fariz Alnizar, Kesepadanan Terjemahan Polisemi:
Penelitian Analisis Konten pada Terjemahan Surat al-Baqarah
Kementerian Agama............................., 115.
8
Dewi Utami, Analisis Homonim (Musytarak Lafdzi)
Terhadap Terjemahan Tafsir As Sa’di, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah 2009), hlm.34.

6
maknanya, berbeda arti dan isi kandungannya, lafadznya
dari satu akar tetapi makna dan tafsirannya berbeda beda.
Musytarak sangat urgen dalam ilmu tafsir, kedudukannya
laksana teropong bagi mufasir agar lebih jeli dalam
memahami sebuah teks, tidak terjebak pada makna sempit
tekstual. Membantu dalam memahami sebuah ayat,
menganalisa berbagai makna yang terkandung, menguasai
satu kata dalam Alquran memiliki word view yang luas
terhadap banyak masalah dalam Alquran. Berdasar pada
konsepsi ini, musytarak adalah sebuah perangkat yang
harus dimiliki oleh seseorang yang ingin menggeluti
tafsir, khususnya makna teks ayat dan hadis, agar
terhindar dari jebakan tekstual literal yang mengurung
pada pemahaman sempit dan parsial. Memberikan makna
yang tepat sesuai maksud siyaq al kalam, menggambarkan
makna yang benar dan jelas sesuai yang diinginkan oleh
sebuah teks. Ilmu ini merupakan pisau tertajam dalam
menganalisa dan memaknai sebuah teks, karena
merobohkan argumen tekstualis dengan menggunakan
instrumen yang mereka gunakan, mendekontruksi
argumen yang dibangun oleh kaum tekstualis Dzhahiri,

7
Khawarij, klasik maupun kontemporer yang terinspirasi
dari argumentasi mereka.9

Macam-macam Musytarak

Berikut adalah macam-macam musytarak dalam bahasa


Arab:

1) Musytarak Lafdzi
Merupakan musytarak yang tulisan dan
pengucapannya sama, namun memiliki makna yang
berbeda. Jika dalam bahasa Indonesia, musytarak
lafdzi sama halnya dengan sifat homonim10.
Contoh: Apel dan Apel
Maksud dari contoh di atas adalah, bahwa kata Apel
termasuk ke dalam bahasa Indonesia dan Apel di atas
mempunyai dua makna, yaitu bahwa Apel yang

9
Luqman, Al Musytarak Al Lafzy Mendekonstruksi Argumen
Tafsir Tekstual, (Jurnal Studi al-Quran dan Tafsir 3: Al-Bayan,
Desember 2018), hlm.190-191.
10
Homonim merupakan dua buah kata atau satuan ujaran
yang bentuknya “kebetulan” sama, maknanya berbeda, karena
masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.
Misalnya kata ‫ دل ي يييي‬, yang dapat bermakna (1) petunjuk jalan, (2)
pemandu wisata, (3) buku panduan, (4) argumentasi, hujjah, bukti.

8
pertama bermakna nama buah, sedangkan Apel yang
kedua mempunyai makna upacara.
Musytarak lafdzi termasuk dalam salah satu metode
penulisan tafsir mufrodat al Quran, yaitu sebuah
metode yang menjelaskan arti setiap kata dalam al
Quran dari sisi bahasa, mendeskripsikan makna satu
kata dengan makna yang luas dan komperehensif.
Satu kata banyak terulang dalam al Quran dengan
berbagai derifatnya, memiliki arti dan maksud yang
berbeda-beda sesuai dengan siyaq al jumlah dan
konteks teks tersebut. Ilmu ini sebagai standarisasi
kedalaman ilmu seorang mufassir, memahami satu
masalah dari berbagai sisi. Keagungan mu’jizat al
Quran dapat terproyeksikan dari disiplin ilmu ini, satu
kata memiliki banyak arti dan maksud yang berbeda-
beda, satu lafadz mengandung dua puluh makna
bahkan lebih, mukjizat yang tidak mungkin dimiliki
oleh manusia, seperti sebuah riwayat dari Abu Darda,
“Seseorang tidak akan menjadi seorang faqih
sebelum menguasai disiplin ilmu ini, al musytarak al

9
lafdzi, satu kata dalam al Quran memiliki banyak sisi
makna”.11
Pada kasus homonim terdapat dua istilah lain yang
biasa dibicarakan, yaitu homofon dan juga homografi.
Dalam bahasa Indonesia, adakalanya kata-kata yang
berhomonim ini hanya sama dalam bunyi, namun
ejaannya tidaklah sama. Hal semacam ini disebut
homofon (al Musytarak al Shauti). Misalnya, kata
“sangsi” yang berarti ragu dan kata “sanksi” yang
berarti hukuman. Sedangkan, dalam bahasa Arab
tidak ditemukan homofon dalam satu kata dengan
kata yang lain, kecuali kesamaan antar satu kata
dengan frase. Misalnya, kata ‫ ذاه ي ييي‬dan ‫ذاه ي ييي‬. Kata
pertama ‫ ذاهييييي ييييي‬berarti “seoang perempuan” atau
“sesuatu yang pergi” atau “hilang”. Sedangkan kata
‫ ذاهييي ييي‬kedua merupakan frase (mudhaf ilaih) yang
berarti “orang yang memiliki hadiah”.12

11
Luqman, Al Musytarak Al Lafdzy Mendekonstruksikan
Argumen Tafsir Tekstual, Ibn Abbas: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir,
Vol.1 No.2, Oktober, hlm.130-131.
12
Baiq Raudatussolihah, Tesis Analisls Linguistik Dalam Al
Quran (Studi Semantik Terhadap QS Al ‘Alaq), (Makassar: UIN
Alauddin, 2016), hlm.78.

10
Adapun sebab-sebab terjadinya al Musytarak al
Lafdzi (Honomim):
a) Bentuk-bentuk yang berhomonim itu berasal dari
bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya, kata
bisa yang berarti “racun ular” berasal dari bahasa
Melayu, sedangkan kata bisa yang berartikan
“sanggup” berasal dari bahasa Jawa.
b) Bentuk-bentuk yang bersinonimi itu terjadi sebgai
hasil dari proses morfologi. Umpamanya kata
mengukur dalam kalimat “Ibu sedang mengukur
kelapa di dapur” adalah berhomonimi dengan kata
mengukur dalam kalimat “Petugas agraria itu
mengukur luasnya kebun kami”. Jelas, kata
mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil
proses pengimbuhan amalan me- pada kata kukur
(me + kukur = mengukur). Sedangkan, kata
mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil proses
pengimbuhan awalan me- pada kata ukur (me +
ukur = mengukur).

11
Adapun menurut Mukhtar, sebab-sebab terjadinya al
musytarak al lafdzi (homonim), adalah sebagai
berikut:

a) Sebab internal, yang mencakup:


1. Perubahan dari segi pelafalan
Perubahan dari segi pelafalan mencakup atas
pertukaran posisi huruf (dari segi
morfologi/shorof) dan pergantian huruf atau
ibdal.
Contoh:
Pertukaran posisi huruf yaitu, apabila kita
mengambil sighot wazan ‫ أسيييي‬pada lafadz
‫ دام‬maka akan terjadi kalimat ‫ أس ي مام‬dan dari
kalimat “ ‫ ” د مى‬akan menjadi kalimat ‫أ س م مى‬
akan tetapi dikatakan bahwa fi‘il ‫ ا س مام‬yang
dapat berarti berkelanjutan namun juga dapat
berarti ‫ أ سييي ممى‬yang berarti berdarah. Hal ini
disebabkan kesalahan si penutur namun dapat
dipahami oleh yang lainnya dan kemudian
pada akhirnya banyak digunakan oleh penutur
lainnya.

12
2. Perubahan dari segi makna mencakup atas
tujuan dan gaya penyampaiannya.
b) Sebab-sebab eksternal, yaitu lebih cenderung
kepada perbedaan lingkungan tempat bahasa itu
digunakan.

Menurut Sahkholid, faktor-faktor penyabab


banyaknya homonimi dalam bahasa Arab dapat
disebutkan sebagai berikut:

a) Lebih diakibatkan karena banyaknya macam-


macam dialek dalam bahasa Arab. Sementara
banyaknya dialek tersebut lebih dikarenakan oleh
banyaknya kabilah dalam bangsa Arab.
b) Karena perkembangan fonem (bunyi) dalam
bahasa Arab, baik itu terjadi karena naqish
(pengurangan), ziyadah (penambahan) maupun
naql al harfi (pergantian huruf).
c) Perubahan sebagian kata dari arti yang hakiki
kepada arti yang metaforis, karena adanya
keterkaitan arti dan seringnya dipakai arti
metaforis tersebut menjadi kata hakiki.

13
d) Perubahan morfologi (tashrif) yang terjadi pada
dua kata yang sama bentuknya. Dari bentuk
tersebut timbul arti yang bermacam-macam
karena perbedaan bentuk masdar-nya.13
2) Musytarak Makna
Merupakan musytarak yang mana kata atau frasa
yang tulisan serta pengucapannya berbeda, akan
tetapi maknanya sama. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia sama halnya dengan polisemi14.
Contoh: Wanita dan Perempuan
Maksud dari contoh di atas adalah dilihat dari makna
biologis bahwa kata Wanita dan Perempuan memiliki
kesamaan yaitu memiliki ciri-ciri yang sama, akan
tetapi dilihat secara bentuk sosial Wanita memiliki

13
Baiq Tuhfatul Unsi, Al Mushtarak Al Lafzi ()Homonimi
dalam Bahasa Arab, (Tafaqquh, Vol.1, No.2, Desember 2013),
hlm.94-96.
14
Polisemi merupakan kata yang mempunyai makna lebih
dari satu. Sebagai contoh kata ‫ رأس‬, yang bermakna: (1) bagian tubuh
dari leher ke atas sebagaimana yag terdapat pada manusia dan
binatang, (2) bagian yang terletak di bagian atas, depan atau awal, (3)
pemimpin atau ketua, (4) sesuatu yang dianggap sebagai pangkal,
pusat sumber. Lihat Uci Utami Ayuningtias, Retno Purnama Irawati,
dkk., Penggunaan Istilah Bahasa Arab oleh Aktivis Rohis di
Universitas Negeri Semarang (Analisis Semantik dan
Sosiolinguistik), hlm.14.

14
makna negatif sedangkan kata Peremuan memiliki
makna yang bersifat positif.15

Al Musytarak al Lafdzi (Homonimi) dalam kajian Ilmu


Balaghah

Dalam kajian ilmu balaghah, homonimi disebut dengan


istilah Jinās yaitu kemiripan dua kata yang berbeda
maknanya. Dengan kata lain, suatu kata yang digunakan
pada tempat yang berbeda dan mempunyai makna yang
berbeda. Contoh firman Allah, dalam QS. Al Rum:55;

‫ع ٍة‬
َ ‫سا‬ َ ‫ساعَةٌ ي ْقسِم ا ْلمجْ ِرم ْو َن َما لَبِث ْوا‬
َ ‫غ ْي َر‬ َّ ‫َو يَ ْو َم تَق ْوم ال‬
‫َكذَ ِلكَ كَان ْوا ي ْؤفَك ْو َن‬
“dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-
orang yang berdosa; ‘mereka tidak berdiam (dalam
kubur) melainkan sesaat (saja).’ Seperti demikianlah
mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran)”.

15
Yatmi, Skripsi Analisis Musytarak (Homonim) Dalam Al
Quran Terjemahan H.B Jassin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010, hlm.13-14.

15
Pada ayat tersebut, terdapat kata ‫االساعة‬ . Kata itu disebut
dua kali. Pertama, bermakna ‘hari kiamat’. Kedua,
bermakna ‘waktu sesaat’. Pengungkapan suatu kata yang
mempunyai dua makna karena disebut pada tempat yang
berbeda, dalam ilmu balaghah dinamakan Jinās.
Sedangkan dalam ilmu linguistik, pengertia semacam ini
disebut homonimi.16

Jinās terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:

1. Al Jinās al-Tam (‫)الجناس التام‬

‫ما اتفق ف يه الف ظان المت جانساااااااان ف مور ة مموو ل نوف ال رو‬
‫وعددها وهيئآتها وترتيبها‬

“Apabila dua lafal di dalamnya terdapat kesesuaian


dalam empat hal: yaitu dalam macam hurufnya,
jumlah hurufnya, bentuk dan urutannya”.
Jinās al-Tam disebut juga sebagai Jinās haqiqi atau
Jinās kamil, terbagi menjadi tiga jenis yaitu;

16
Baiq Tuhfatul Unsi, Al Musytarak Al Lafdzi (Homonimi)
dalam bahasa Arab (Suatu Kajian Semantik), (Tafaqquh, Vol.1,
No.2, desember 2013), hlm.98-99.

16
a) Al Jinās al-Mumatsil (‫)الجناس المماثل‬

‫وهو من يكون لفظا الجناس من نوف واحد ان يكون اساااامين او‬


‫ف لين او حرفين‬

“Apabila dua lafal yang sejenis itu dari bentuk


yang sama seperti keduanya terdiri dai isim,
keduanya dari fi‘il atau keduanya dari hurf”.
1) Contoh Jinās al-Mumatsil isim dengan isim
seperti firman Allah:

ۚ ‫ع ٍة‬
َ ‫سا‬ َ ‫ساعَة ي ْق سِ م ا ْلمجْ ِرم ْونَ َما لَ ِبث ْوا‬
َ ‫غي َْر‬ َّ ‫َو يَ ْو َم تَق ْوم ال‬
)۵۵ ‫َكذَا ِلكَ كَان ْوا يؤْ فَك ْونَ (الروم ل‬

“...dan daripada terjadinya kiamat, orang-


orang yang berdosa bersumpah, bahwa
mereka berdiam (dalam kubur) hanya sesaat
saja. Begitulah dahulu mereka dipalingkan
dari kebenaran.” (QS. al-Rum: 55).17

17
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa, (Banda Aceh: UIN Ar
Raniry, 2017), hlm.18-19.

17
Kedua lafal ‫ الساعة‬di atas, merupakan isim, di
mana lafal ‫ الساااااااااااعااااة‬pertama berarti ‘hari
kiamat’, sedangkan lafal ‫ الساااااااااااعاااااة‬kedua
bermakna ‘jam zamaniyah’.
2) Contoh Jinās al-Mumatsil huruf dengan
huruf seperti firman Allah:

َّ‫ض َم َر ًحا ۖ مِن‬ ِ َّ‫تثصااا ِ ْ ْر ََّدَّلَ ِللن‬


ِ ‫اس َوالَ تَ ْم ِش فِى ا ْالَ ْو‬ َ َ‫َوال‬
)۱۸ ‫ب ك َّل م ْختَا ٍل فَخ ْو ٍو (لقمان ل‬
ُّ ِ ‫َّللاَ الَ ي‬
َّ

“...dan janganlah kamu memalingkan eajah


dari manusia (karena sombong) dan
janganlah berjalan di bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membanggakan
diri.” (QS Luqman: 18).18
Lafal ‫ ال‬yang pertama berarti ‘la nahiyah’
atau yang berfungsi untuk larangan yaitu
jangan, sedangkan ‫ ال‬yang kedua mempunyai

18
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.20.

18
arti tidak, yaitu la al-nafiyah yang berfungsi
untuk menegatifkan.
b) Al Jinās Mustaufii ( ‫)الجناس مستوف‬

‫وهو ما كان اللفظان المتجانسان فيه من نوعين مختلفين كاسم‬


.‫و ف ل‬

“Apabila dua lafal sejenis itu dari dua macam


yang berbeda seperti salah satu dari isim dan
yang lainnya dari fi‘il”.
Contohnya adalah sebagaimana yang terdapat
dalam QS al-Najm: 1-3;

َ ‫احبك ْم َو َما‬
‫ َو َما يَ ْن ِطق ع َِن‬. ‫غ َوى‬ ِ ‫اا‬ َ ‫ َما‬. ‫َو النَّجْ ِم مِذَا َه َوى‬
َ ‫ض ا َّل‬
)۳-۱ ‫ (النجم ل‬. ‫ا ْله ََوى‬

“Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu


(Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
Tiadalah yang diucapkannya itu (al Quran)
menurut keinginannya.”19

19
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm. 20.

19
Lafal ‫ هيى‬yang pertama berarti ‘jatuh’ ( ‫)سييييييي ي‬
merupakan bentuk fi‘il, sedangkan lafal ‫هييييى‬
yang kedua berbentuk isim yang bermakna
‘keinginan’ ( ‫)الرع و الم‬.
c) Al Jinās al-Murakkab (‫)الجناس المركب‬

.‫من يكون كال اللفظين لو محدهما مركبا و يسمى جناس التركيب‬

“Apabila terdapat dua lafal yang salah satunya


adalah murakkab (tersambung) dan ini dinamai
juga dengan Jinās al-tarkib”.

Al Jinās al-Murakkab, dibagi menjadi tiga


bagian:
1) al-Mutasyabih (‫)الم شابه‬

‫وهو ما تشاره وكناه اي الكلمة المفردة و األَّرى المركبة‬


.‫لفظا و َّطا‬
“apabila gerdapat dua rukun yaitu salah
satunya yaitu mufrad (terpisah) dan satunya

20
lagi murakkab (tersambung) yang serupa
pada lafal dan tulisan”.20

Sehingga, dari pengertian di atas dapat


disimpulkan bahwa al Jinās al-murakkab al-
mutasyabih yaitu, apabila dua lafal memiliki
kesesuaian pada tulisan, namun salah
satunya dibedakan oleh bentuk strukturnya.
Pertama dari satu kata sedangkan lafal
lainnya tersusun dari kata lain.
Contohnya terdapat dalam bait puisi al-
Busty berikut:

. ‫مِ ذَا َم ِلكٌ لَ ْم يَك ْن ذَا ِهبَة فَ َدعْه فَد َْولَته ذَا ِهبَة‬
“Apabila seorang Raja tidak memiliki jiwa
bermurah hati tinggalkan dia dan
kekuasaannya segera sirna.”

Lafal ‫ ذاهيييي يييي‬pertama berarti ‘dermawan’,


merupakan murakkab yaitu terdiri dari dua

20
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.21.

21
kata, ‫( ذا‬mempunyai) dan ‫( ه‬pemberian).
Lafal pertama ini susunannya idhaafah, ‫ذا‬
sebagai mudhaf dan ‫ هيييي يييي‬sebagai mudhaf
ilaih. Sedangkan lafal kedua, berarti
‘hancur’ dan sebagai mufrad atau berasal
dari satu kata yaitu ‫ ذاه‬isim fa‘il dari kata
‫‘ ذهب‬pergi’.
2) al-Mafruuq (‫)الم روق‬

. ‫هو ما اَّتلف فيه اللفظان فى الخط‬


“Apabila dua lafal yang sama itu berbeda
dalam tulisan”.21

Contohnya dapat dilihat dalam salah satu


sya‘ir ucapan Ali al Mutawwa‘ai:

‫ما لَم تبالغ قَبل ف ت َهذِيبِهَا‬ ‫الروا ِة قَصيدة‬


ُّ ‫علَى‬
َ َّ‫الَ ت َ ْ ِرضَن‬
‫سا ت َهذِي رِهَا‬
ً ‫سا ِو‬
َ ‫عدُّوه مِ نه َو‬
َ ‫غير م َهذِْب‬ َّ ‫فَ َمت َى ع ََرضت ال‬
َ ‫شر‬
“Janganlah kamu memperlihatkan suatu
kasidah kepada orang-orang yang

21
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.22.

22
meriwayatkan selama kamu tidak
mengusahakan untuk memeliharanya, bila kamu
memperlihatkan sya‘ir dengan tanpa dipelihara
tentu mereka menganggap darimu sebagai
bisikan hati yang kamu mengigau dengannya”.

Jinās dari contoh syair di atas adalah pada


lafal ‫ تهيييها هيييا‬dan ‫ تهيييهه بهيييا‬. Lafal pertama
menunjukkan kepada mufrad. Sedangkan
lafal bait kedua terdiri dari kata lain atau
murakkab, yaitu tersusun dari fi‘il (‫ )تههه‬fan
al-jar wa al-majrur pada (‫)بهيييا‬. Dari kedua
lafal ini terlihat jelas, adanya penyesuaian
dua lafal yang terdiri dari mufrad dan
mrakkab namun berbeda pada penulisannya.
3) al-Marfuu (‫)المرفى‬

.‫ما كان اللفظ المركب فيه مركبا من كلمة وجزء‬


“Apabila lafal murakkab di dalamnya
tersusun dari kata dan sebagian kata”.22

22
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.23.

23
Adapun contohnya sebagaimana perkataan
al-Hariri:

‫وال ت َ ْله عن ت َذكاو ذنبك واركه ردمع ي اك الورل حال مصاره‬

‫وووعة ملقاه ومط م ااره‬ ‫ومثل ل ينيك ال ِ َمام ووق ه‬

“Dan janganlah kamu lelah dari mengingat


dosamu dan tangislah dosa itu dengan air
mata yang menyerupai mendung ketika
mencurahkan airnya, dan gambarlah di
hadapan mata anda tentang kematian dan
kedatangannya, ketakutan dijatuhkannya
dan rasa dituangkannya”.

Jinās adalah pada lafal ‫ مصابه‬di bait pertama


dan ‫ مصيييابه‬pada bait kedua. Lafal sempurna
pada bait pertama, akan tetapi murakkab
pada bait kedua, diambil mim maftuh (mim
fathah) dari ‫ ميييي يييي يييي‬kemudian disandarkan
kepada ‫ صييييابه‬. Jadi lafal murakkab tersebut
terdiri dari satu kata dan sebagian lainnya,

24
yaitu ‫صييييييابه‬ ‫ م‬mim (‫ )م‬berdiri pada kata
‫ م‬.23

2. Al- Jinās Gahir al-Tam (‫ر ال ام‬ ‫)الجناس غ‬

‫وهو مااا اَّتلف فيااه اللفظااان ف واحااد مو مكثر من األموو األور ااة‬
.‫السارقة‬
“Yaitu terdapat perbedaan dalam lafalnya pada salah
satu atau banyak dari empat unsur yang telah
disebutkan”.

Sebagian Ulama’ seperti Ibrahim Mahmud ‘Alan


menamai Jinās ghair al-tam dengan sebutan Jinās al-
naqis, namun Ibn al-Athir tidak sepakat dalam
penamaan tersebut, beliau mengatakan sebgaimana
yang telah dikutip oleh Ahmad Fasyal dalam kitabnya
bahwa selain Jinās al-tam maka ia bukanlah Jinās
hakiki dikarenakan ia sudah keluar dari yang
dikatakan Jinās. Oleh sebab itu, Ibn al-Athir

23
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.23-24.

25
menamainya dengan syibh al-Jinās atau al-
musyabahah (menyerupai Jinās), karena
musyabahah adalah sesuatu yang tidak menunjukkan
kepada hakiki. Hal demikian ini hanyalah perbedaan
pendapat pada peletakan nama Jinās ghair al-tam,
namun hakikatnya adalah sama, yaitu adanya Jinās
al-tam (sempurna) dan Jinās ghair al-tam (tidak
sempurna).24
Adapun macam-macam Jinās ghair al-tam adalah
sebagai berikut:
1. Al- Jinās al-muharraf (‫)الجناس المحرف‬

.‫دون ال ركة‬ ‫وهو من يتفق وكناه ف ال رو‬


“Adanya kesesuaian dua lafal yang serupa pada
hurufnya namun bukan pada harakatnya”.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Jinās
al-muharraf yaitu apabila sesuai dalam jumlah
huruf, macamnya, urutannya, namun berbeda
harakatnya. Majdi Wahbah mengatakan
sebagaimana yang telah dikutip oleh Mardjoko

24
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.24.

26
Idris, Jinās al-muharraf juga dikenal sebagai
Jinās al-mukhtalif. Contohnya adalah sebagai
berikut:

َ ‫ َفأَنظ ْر َك ْي‬. َ‫يهم ُّم نذ ِِوين‬


. َ‫ف كَانَ عَاقِ َبة ا ْلم نذَ ِوين‬ َ ‫َولَ َق ْد مَ ْو‬
ِ ِ‫ساااااا ْل َنا ف‬
)۷۳-۷۴ ‫(الصفات ل‬
“Dan sungguh, Kami telah mengutus (Rasul)
pemberi peringatan di kalangan mereka. Maka
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-
orang yang diberi peringatan itu”. (QS. al-
Shaffat: 72-73)

Kedua lafal serupa dalam ayat di atas adalah pada


lafal ‫ منييهيرا‬dan ‫ منييهيرا‬. Namun dibedakan oleh
harakat huruf )‫ (ذ‬pertama yang berharakat kasrah,
sedangkan yang kedua berharakat fathah. Lafal
‫ ميييينيييي يهرايييي‬sebagai isim fa‘il (subjek) bermakna
pemberi-pemberi peringatan, sedangkan ‫ميينيييهيرايي‬
sebagai maf‘ul (objek) adalah diberi peringatan.25
2. Al- Jinās al-Mushahhaf (‫)الجناس المصحف‬

25
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.25-26.

27
‫ما تما ثل وكناه و ضاااااا ا واَّتلفا نقطا ر يث لوزا ل معجا م‬
.‫محدهما لم يتميز عن األَّرة‬
“Jinās yang dua rukunnya sama letaknya dan
berbeda titik-titiknya, sekiranya titik dari salah
satunya dihilangkan maka tidak bisa dibedakan
dari lainnya”.

Jenis Jinās ini merupakan tingkatan Jinās yang


paling rendah. Karena ia terdiri pada keserupaan
bentuk-bentuk huruf pada tulisan, sedangkan baik
dan tidaknya pelafalan huruf tidak diambil dari
bentuk tulisan huruf tersebut. Hal ini merupakan
pendapat dari Ibn Sinan. Dengan demikian,
maksud dari pengertian di atas adalah Jinās al-
mushahhaf hanya fokus pada persamaan bentuk
penulisan huruf atau rasm dan hanya dibedakan
oleh titiknya seperti pada huruf ( ،‫ ض‬،‫ ص‬،‫ ش‬،‫س‬
‫ ر‬،‫ ز‬،‫ ذ‬،‫ د‬،‫ غ‬،‫)ع‬.26

26
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.26.

28
Di sisi lain, Al-Suyuti menyebutnya dengan nama
Jinās al-khat. Berikut contohnya:

َ‫سبونَ مَنَّه ْم ي ْ سِنون‬


َ ْ َ‫س ْع]ه ْم فِى ا ْل َ يَا ِة الدُّنيَا َوه ْم ي‬ َ َ‫الَّ ِذين‬
َ ‫ض َّل‬
)۱۰٤ ‫ (الكهف ل‬.‫ا ْن ًا‬
“(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira
telah berbuat sebaik-baiknya”. (QS. al-Kahfi:
104).

Jinās terdapat dalam lafal ‫ احسيييييي ى‬dan ‫احسيييييينى‬.


Dimana kedua lafal ini sama urutannya,
jumlahnya dan penulisan bentuk hurufnya, namun
dibedakan leh titik pada salah satu huruf dari
kedua lafal tersebut, yaitu huruf ba (‫ )ب‬yang
bertitik di bawah dan nun ( ) bertitik di atas.
Kedua makna dari lafal tersebut juga berbeda,
yaitu ‫ اح س ى‬berarti ‘mereka mengira’ dan ‫اح سنى‬
berarti ‘berbuat dengan sebaik-baiknya’.27
3. Al- Jinās al-Mudhari’ (‫)الجناس المضارع‬

27
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.26-27.

29
. ‫ان اَّتلفا ف حرفين غير متباعدي المخرج‬
“Jika terdapat perbedaan pada dua huruf, di mana
makhraj-nya bermiripan tidak berjauhan”.

Ahmad Qasim mengatakan, Jinās al-Mudhari’


merupakan Jinās yang terdapat perbedaan pada
jenis huruf dan disyaratkan agar tidak terjadi
perbedaan lebih dari satu huruf. Dengan
demikian, dari pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa Jinās al-Mudhari’ yaitu adanya perbedaan
dalam dua huruf di mana dua huruf tersebut
terdapat pada dua lafal serupa dan dari salah satu
lafal hanya dibedakan oleh satu huruf yang
makhraj-nya berdekatan.28
Berikut contohnya:

َ ‫ع ْنه ۖ َومِن ي ْه ِلكونَ م ََِّّل مَنف‬


‫سااااااه ْم َو َما‬ َ َ‫ع ْنه َويَ ْنئ َْون‬
َ َ‫َوه ْم يَ ْنه َْون‬
)۲٦ ‫ (االن ام ل‬. َ‫ش رون‬
ْ ‫َي‬

28
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.27.

30
“..dan mereka melarang (orang lain)
mendengarkan al-Quran dan mereka sendiri
menjauhkan diri daripadanya, dan mereka
hanyalah membinasakan diri mereka sendiri,
sedang mereka tidak menyadari”. (QS. al-An‘am:
26)
Jinās adalah pada lafal ‫ انهى‬dan ‫ انئى‬yang hanya
dibedakan oleh salah satu huruf dari kedua lafal
tersebut, yaitu huruf (‫ )ه‬dengan (‫)ء‬. Kedua huruf
ini berdekatan makhraj-nya dari huruf
khalqiyyah. Lafal ‫ انهى‬berarti ‘mereka melarang’
dan ‫ انئى‬berarti ‘menjauhkan diri’.29
4. Al- Jinās al-Laahiq (‫)الجناس الالحق‬

. ‫وهو ما كان ال رفان فيه متبا عدين ف المخرج‬


“Apabila di dalamnya terdapat dua huruf yang
berjauhan makhraj-nya”.

Sama halnya dengan Jinās al-Mudhari’, Jinās al-


Laahiq ada juga yang terletak di awal, di tengah

29
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.28.

31
dan di akhir lafal. Berikut contohnya terdapat
dalam firman Allah swt:

ِ ْ ‫ َومِنَّه ِل‬. ‫علَى ذَا ِلكَ لَ شَ ِه ْي ٌد‬


-۷ ‫ (ال اديتل‬. ‫ب ا ْل َخي ِْر لَ شَ ِد ْي ٌد‬ َ ‫َومِنَّه‬

“Sesungguhnya dia (manusia) menyaksikan
keingkarannya dan sesungguhnya cintanya
kepada harta benar-benar berlebihan”. (QS. al-
‘Adiyat: 7-8)

Jinās al-Laahiq dalam ayat yang disebutkan di


ataa adalah pada lafal ‫ لشيييييييييهييي يييم‬mempunyai arti
‘menyaksikan’ dan lafal ‫ لشيييييييييمايييم‬berarti ‘sangat
kuat’. Kedua lafal ini serupa dalam pengucapan,
namun dibedakan oleh salah satu huruf yang
berjauhan makhraj, yaitu huruf (‫ )ه‬dan (‫ )د‬terletak
pada pertengahan antara kedua lafal di atas.30
5. Al- Jinās al-Naqish (‫)الجناس الناقص‬

. ‫فقط‬ ‫ومن اَّتلف اللفظان ف عدد ال رو‬

30
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.28-29.

32
“Jika terdapat perbedaan pada dua lafal yang
berbeda bilangan atau jumlah hurufnya”.

Jinās al-Naqish dibagi lagi ke dalam dua jenis,


yaitu:
a. Terjadi perbedaan pada penambahan satu
huruf seperti terdapat tambahan satu huruf di
permulaan, disebut dengan Jinās al-naqish al-
marduf. Sebagaimana firman Allah swt:
َ ‫ مَلى َورَّكَ يَ ْو َمئِ ٍذ ا ْل َم‬. ِ ‫الس اا‬
‫ (القيامة‬. ‫س اا‬ َّ ِ‫الس اا ر‬
َّ ‫ت‬ِ َّ‫َوا ْلتَف‬
)۲٩-۲۰ ‫ل‬
“..dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan).
Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu
dihalau”. (QS. al-Qiyamah: 20-29).31

Adapun contoh pada pertengahan lafal disebut


sebagai Jinās al-naqish al-muktanif seperti
dalam sebuah ungkapan:

‫ج ِ ْدى جهدى‬

31
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.29.

33
“Kesungguhanku adalah perjuanganku”.

Kemudian contoh yang terletak di akhir lafal


dinamakan dengan Jinās al-naqish al-
mutharraf. Berikut contohnya dalam
perkataan Abi Tamam:

.‫ب‬
ٍ ‫واض‬ ٍ ‫ت َصول ِرأمَسيَا ٍ قَ َو‬
ِ َ‫اض ق‬ ‫َواا ٍم‬ ٍ ‫يَمدُّونَ مِ ن مَي ٍد ع ََو‬
ِ ‫اص ع‬
“Mereka berdiri tegak dengan tongkat yang
kuat, sedangkan Anda melompat dengan
pedang terhunus lagi tajam”.32
Kedua lafal Jinās pada contoh pertama di atas,
yaitu lafal ‫( السيييياق‬betis) dan ‫( المسيييياق‬dihalau)
dengan penambahan satu huruf mim (‫ )م‬pada
awal lafal ‫الييمسييييييييياق‬. Sedangkan pada contoh
kedua, keserupaan terletak pada lafal ‫جم‬dan
‫ جهم‬dengan penambahan satu huruf (‫ )ه‬pada
pertengahan lafal ‫جيييييهيييييم‬. Adapun contoh
ketiga, Jinās adalah pada lafal ‫عىاص عىاصييييي‬
dan lafal ‫ قيييييىاض قيييييىا يييييييييييب‬yang terdapat

32
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.30.

34
penambahan satu huruf (‫ )م‬pada akhir lafal
‫ عىاصيي‬dan penambahan huruf (‫ )ب‬pada akhir
lafal ‫ قىا ييب‬. Dengan demikian, contoh lafal-
lafal Jinās al-naaqish yang telah disebutkan di
atas adalah berkurang salah satu hurufnya dari
lafal lainnya.33
b. Perbedaan yang dikarenakan penambahan
lebih dari satu huruf. Jika terletak di awal
maka disebut dengan Jinās al-mutawwij
(‫)الم ىج‬, sedangkan di akhir kata disebut Jinās
al-mudzayyal ( ‫)اليييييميييييهاييييي‬. Berikut pe,aparan
contohnya dalam firman Allah swt:

)۱-۲ ‫ (الطوو ل‬. ‫وو‬


ٍ ‫سط‬ ٍ ‫ َو ِكت‬. ‫َوال ُّطو ِو‬
ْ ‫ب َّم‬
“Demi gunung (Sinai) dan demi Kitab yang
ditulis”. (QS. al-Thur: 1-2)

Kata yang berdekatan pelafalannya adalah


‫ ال ىر‬dan ‫ مسيييييي ىر‬dengan penambahan lebih
dari satu huruf pada lafal ‫ مسيييي ىر‬yaitu huruf

33
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.30.

35
(‫ )م‬dan (‫ )س‬yang terletak di permulaan lafal.
Dengan demikian, ini merupakan Jinās al-
mutawwij.
Adapun contoh Jinās al-mudzayyal sebagai
berikut:

َ َ‫َوانظ ْر مِلَى مَل ِهكَ الَّذِى َظ ْلت‬


)٩۷ ‫ (طه ل‬. ‫علَ ْي ِه عَا ِكفًا‬
“Dan lihatlah Tuhanmu itu yang kamu tetap
menyembahnya”. (QS. Thaaha: 97)

Jinās adalah pada lafal ‫ ألييييى‬dan ‫ ألييييهيييي‬yang


terjadi penambahan lebih satu huruf pada
akhir lafal ‫ أله‬yaitu huruf ha (‫ )ه‬dan kaf (‫)ك‬.34
6. Al- Jinās al-Qalb (‫)الجناس ال لب‬
‫هو ان تكون الكلماااة عكأل األَّر مي يكون ترتياااب حروفهاااا‬
.‫مختلفا مو م كوسا‬
“Apabila kalimat yang satu berbalikan dengan
kalimat yang lainnya, atau dengan kata lain jika
urutan hurufnya berbeda atau berbalikan”.

34
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.30-31.

36
Jinās al-qalb ada dua macam, yaitu kull dan
ba‘ad. Dikatakan qalb kull jika antara kedua lafal
serupa berbalikan pada susunan huruf secara
keseluruhan. Sedangkan Jinās qalb ba‘ad adalah
dua lafal yang serupa dibedakan oleh susunan
sebagian huruf. Ahmad Fasyal dan Ahmad
Mathlub menyebutnya dengan nama Jinās al-‘aks
( ‫)ال ي ي ي‬. Berikut contohnya dalam firman Allah
swt:

)۳ ‫ (المدثر ل‬. ‫َو َورَّكَ فَ َك ِبْ ْر‬


“Dan agungkanlah Tuhanmu”. (QS. al-
Mudatstsir: 3)35

Dan firman Allah swt:

ْ ‫ش ايْت م َ ْن تَقو َل فَ َّر ْقتَ رَ ْينَ رَنِى م‬


. ‫ِس ا َر ِءي َل َولَ ْم تَ ْرق ْب قَ ْو ِلى‬ ِ ََّ ‫أينَّى‬
)٩٤ ‫(طه ل‬
“Aku sungguh khawatir Engkau akan berkata
(kepadaku), Engkau telah memecah-belah antara

35
Indah Silviani, Skripsi Ungkapan Jinās dalam al Quran
dan Relevansi dengan Keindahan Bahasa................, hlm.31-32.

37
Bani Israil dan kamu tidak memelihara
amanatku”. (QS. Thaaha: 94)

Jinās al-qalb kull terdapat dalam surat al-


Muddatsir ayat tiga, dimana terdapat persamaan
dua lafal ‫( رب ي‬Tuhanmu) dan ‫( ك ر‬agungkanlah)
pada macam hurufnya, namun dibedakan oleh
letak huruf yang berbalik secara keseluruhan.
Lafal pertama tersusun dari ra-b-ba-ka dan lafal
kedua tersusun dari ka-b-bi-ra. Sedangkan Jinās
al-qalb ba‘ad adalah dalam surat Thaha ayat 94,
yaitu antara lafal ‫( ب‬antara) dan ‫( بني‬keluarga).
Kedua lafal ini dibedakan oleh susunan sebagian
huruf yaitu ba-i-na dan ba-ni-y. Dengan
demikian, Jinās al-qalb adalah dua lafal yang
serupa dalam pengucapan, namun dibedakan oleh
urutan huruf-hurufnya.
7. Al- Jinās al-Muzdawaj (‫)الجاس المزدوج‬
‫مذا تت ر ت الكلمتان المتجنسان من اي نوف من انواف الجناس‬
. ‫المذكووة‬

38
“Jika terdapat dua kata serupa dalam pelafalannya
secara beriringan dari Jinās apa saja yang telah
disebutkan”.

Maksud pengertian di atas adalah, Jinās al-


muzdawaj merupakan jinas yang terjadi
beriringan. Walaupun Jinās tersebut termasuk
dari cabang Jinās lainnya, namun jikalau
datangnya secara beriringan maka juga bisa
disebut dengan Jinās al-muzdawaj. Contohnya
seperti dalam firman Allah swt.

َ ‫غي َْر َر ِ ْي ٍد فَ َقا َل م َ َحطت ِر َما لَ ْم ت ِ ْط ِر ِه َو ِجئْتكَ ِمن‬


‫ساااااا َب ٍأ‬ َ ‫فَ َم ك‬
َ ‫َث‬
)۲۲ ‫ (النمل ل‬. ‫رِنَبَ ٍأ يَ ِقي ٍْن‬
“Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-
Hud), lalu ia berkata: aku telah mengetahui
sesuatu yang engkau belum ketahui. Aku datang
kepadamu dari negeri Saba membawa suatu
berita yang meyakinkan”. (QS. al-Naml: 22)

Jinās al-muzdawaj dalam ayat di atas adalah pada


lafal ‫ سيييييي ييي‬berarti negeri Saba dan lafal ‫ ن ييي‬yang

39
berarti berita. Kedua lafal ini muncul secara
beriringan tanpa diselingi oleh lafal lain.
8. Al-Jinas al-Isytiqaq (‫)الجناس األش اق‬

‫وهو ما يجتمع فيه اللفظان فى اال االشتقا‬


“Sesuatu yang berkumpul padanya itu dua lafal
dari asal kata yang sama”.

Maksud dari pengertian di atas adalah, Jinās al-


isytiqaq merupakan dikumpulkannya dua lafal
serupa dalam pelafalan dan keduanya berasal dari
asal yang satu. Atau dengan kata lain, terdapat
satu lafal yang berbeda namun jika dikembalikan
kepada asal dalam bahasanya, akan menjadi sama.
Jinās al-isytiqaq merupakan Jinās yang banyak
diperhatikan oleh para Ulama’ terdahulu. 36

Sebagian Ulama’ menyebutnya dengan nama lain,


yaitu Jinās al-munasabah.37 Sedangkan al-Suyuti

36
Seperti halnya Ulama’ al-Khalil, al-Asma‘i, Ibn al-
Mu’taz dan al-Rummani.
37
Seperti Ulama’ al-Rummani, al-Khathabi, al-Jurjani dan
Abi Isba’.

40
menamainya dengan Jinās al-muqtadhab.
Contohnya seperti firman Allah swt:

)٤٤ ‫ (النمل ل‬. َ‫ب ا ْل لَ ِم ْين‬ ْ َ ‫َو م‬


ِ ْ ‫سلَ ْمت َم َع سلَيْمنَ ِ َّّلِلِ َو‬
“Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada
Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. an-Naml: 44)

Jinās al-isytiqaq dalam ayat di atas adalah pada


lafal ‫ اسييييل‬berarti ‘berserah diri’ dan lafal ‫سييييل ما‬
bermakna ‘nama seseorang (Nabi Sulaiman as)’.
Kedua lafal ini merupakan berasal dari satu akar
kata yang sama, yaitu sa-li-ma, namun dari segi
bentuk keduanya berbeda, karena lafal ‫اسييييييييييليييي‬
berbentuk fi‘il (kata kerja) sedangkan lafal ‫سييل ما‬
berbentuk isim.
9. Al- Jinās al-Ithlaq (‫)الجناس األطالق‬

. ‫المادة المشتق منها‬ ‫رأن يتفقا من حيث الظهر مع اَّتال‬


“Adanya dua lafal yang sesuai dari segi dzahir
namun berbeda pada akar katanya”.

41
Dengan demikian dari pengertian di atas dapat
dikatakan bahwa Jinās al-Ithlaq adalah dua lafal
yang erupa seakan-akan dari asal kata yang sama,
padahal tidak demikian. Hanya saja kedua lafal
tersebut serupa dari awal kata yang menyerupai
al-isytiqaq. Abu Satit dan al-Khathib al-Qazwaini
menyebutnya dengan nama al-musyabahah bi al-
isytiqaq. Adapun contohnya seperti firman Allah
swt:

)۱٦۸ ‫ (الش رآل‬. َ‫قَا َل مَنِْى ِل َ َم ِلكم ِْمنَ ا ْلقَا ِلين‬


“Dia (Luth) berkata, aku sungguh benci kepada
perbuatanmu”. (QS. al-Syu‘ara: 168)

Lafal pertama ‫ قال‬dari kata ‫ ال ىل‬berarti ‘perkataan’


sedangkan lafal kedua ‫ قييال‬berasal dari kata ‫قلي‬
bermakna ‘benci’. Kedua lafal ini seakan-akan
berasal dari satu kata yang sama, namun keduanya
berbeda dari segi akar katanya, hanya menyerupai
al-isytiqaq. Abu Hilal al-‘Askariyy dalam
kitabnya al-Tsanaa‘ataun menyebut secara
ksusus mengenai Jinās al-isytiqaq dan al-

42
musyabahah bi al-isytiqaq, beliau hanya
mengutarakan dua macam Jinās ini.

Sebab Terjadinya Lafadz Musytarak

Sebab-sebab lafadz menjadi musytarak:

1. Lafadz itu digunakan oleh suatu suku bangsa


(qabilah) untuk makna tertentu dan oleh suku bangsa
yang lain digunakan untuk makna yang lain lagi,
kemudian sampai kepada kita dengan kedua makna
tersebut tanpa ada keterangan dari hal perbedaan yang
dimaksud oleh penciptanya.
2. Lafadz yang diciptakan menurut hakikatnya untuk
satu makna, kemudian dipakai pula kepada makna
lain tetapi secara majazi (kiasan). Pemakaian secara
majazi ini terkenal pula, sehingga orang-orang
menyangka bahwa pemakaiannya dalam arti yang
kedua adalah hakiki, bukan majazi. Dengan demikian
para ahli bahasa memasukannya ke dalam golongan
lafadz mustarak.
3. Lafadz itu semula diciptakan untuk satu makna,
kemudian dipindahkan kepada istilah syari’at untuk

43
arti yang lain. Misalnya lafadz “shalat”, menurut arti
bahasa semula artinya adalah berdoa, kemudian
menurut arti istilah syar’i adalah salat sebagaimana
yang kita kenal sekarang.38
4. Dalam bahasa Arab, terkadang satu kata digunakan
untuk dua makna, sehingga kata tersebut sesuai untuk
keduanya. Namun, dalam perjalanan waktu, orang
mulai melupakan makna yang bersifat mencakup
tersebut, lalu berkesimpulan bahwa kata tersebut
adalah kata yang bersifat ambigu. Sebagai contoh,
kata quru’ pada awalnya adalah kata yang hanya
menunjukkan satu periode terjadinya suatu peristiwa.
Contoh “panas itu mempunyai quru’” yang
maksudnya adalah mempunyai periode waktu
tersendiri. Contoh yang lain yaitu, “dingin itu
mempunyai quru’ ”, maksudnya adalah mempunyai
periode yang menyertai dengan turunnya hujan. Dan
ketika dikatakan seorang perempuan mempunyai
quru’, maka itu berarti periode waktu haid dan waktu
suci. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya

38
Rizal Ahmad, Ushul Fiqh Sederhana, hlm.14.

44
cakupan makna tersebut kemudian dilupakan, maka
digunakanlah untuk kedua makna secara berdiri
sendiri.39
5. Terkadang satu kata yang telah mempunyai makna
menurut bahasa, juga digunakan untuk makna lain
menurut kebiasaan dan terminologi tertentu. Dengan
demikian, ia menjadi makna yang sebenarnya antara
makna menurut bahasa dan makna menurut
kebiasaan. Makna tersebut kemudian ditransfer
sebagai dua makna yang sebenarnya, seperti kata
sayyaarah, yang menurut istilah berarti yang berjalan,
tetapi kemudian dimaknai dengan mobil. Hal yang
sama juga terjadi pada kata darraajah, yang menurut
bahasa berarti berkeliling tetapi kemudian dimaknai
dengan sepeda.40

39
H.Kamaluddin Abunawas, Pengaruh Bahasa Arab
Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis terhadap Kota Kata
Musytarak/Ambigu di dalam al Quran), (Jurnal Adabiyah, Vol.XII,
No.2, Tahun 20102), hlm.133.
40
H.Kamaluddin Abunawas, Pengaruh Bahasa Arab
Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis terhadap Kota Kata
Musytarak/Ambigu di dalam al Quran), ..................................,
hlm.134.

45
Menurut Doktor Wahbah dan Syaikh Khudhori dalam
kitab beliau (Abdu al- Salim Mukrim, al-Musytarak al-
Lafdzim fi Haql al Qur’ani), sebab-sebab terjadinya lafadz
musytarak adalah sebagai berikut:

1) Terjadinya perbedaan kabilah-kabilah arab di dalam


menggunakan suatu kata untuk menunjukkan
terhadap satu makna. Seperti perbedaan dalam
pemakaian kata ‫ياااااد‬,
َ dalam satu kabilah, kata ini
digunakan menunjukkan arti “hasta secara sempurna”
(ٌ‫ف كلُّه‬ َّ َ ‫م‬
ٌ ‫(ذ َِوا‬. Satu kabilah untuk menunjukkan ‫السااااا ِعد‬
ْ ‫و ْالااااااا َكااااااا‬.
‫ف‬ َ Sedangkan kabilah yang lain untuk
menunjukkan khusus “telapak tangan”.
2) Terjadinya makna yang berkisar/ keragu-raguaan

)‫(ت َ َر َّد َد‬antara makna hakiki dan majaz.


3) Terjadinya makna yang berkisaran/keragu-raguaan

)‫ (ت َا َر َّد َد‬antara makna hakiki dan makna istilah urf.


Sehingga terjadi perubahan arti satu kata dari arti
bahasa kedalam arti istilah, seperti kata-kata yang

َّ ‫ا َال‬
digunakan dalam istilah syara‟. Seperti lafadz ‫صالَة‬
yang dalam arti bahasa bermakna do‟a, kemudian

46
dalam istilah syara‟ digunakan untuk menunjukkan
ibadah tertentu yang telah kita ma‟lumi.
4) Perkembangan bahasa. Terkadang dua kalimat
asalnya berbeda dalam penggambarannya dan
maknanya kemudian berkembang sebagian suara-
suara salah satu keduanya. Kemudian menjadi bentuk
lain disebabkan perkembangan tersebut dalam
suaranya. Sebagaimana lafadz yang aslinya tunggal
makna menjadi makna yang berbeda. Maksudnya
menjadi lafadz musytarak dintara dua makna atau
lebih. Misalnya kalimat farwah untuk makna kulit
kepala dan orang kaya. Kemudian menjadi tarwah ta‟
diganti dengan fa‟ menurut orang arab.
5) Meminjamnya lafadz dari bahasa yang berbeda.
Karena terkadang suatu lafadz yang dipinjam
menyamai kalimat arab dalam lafadznya. Contoh
lafadz kalb bermakna khalb tetapi mempunyai dalalah
yang berbeda. Sebagaimana orang arab meminjam
kata ‘iijl dari Negara almaniyah menjadi kalb yang

47
termasuk musytarak lafẓi dan sudah terkenal
mempunyai dua makna.41

Apabila di dalam nash syara’ terdapat lafadz yang


musytarak (jika musytarak itu terjadi antara arti secara
bahasa dan istilah secara syara’), maka yang harus
digunakan adalah makna syara’. Jika musytarak itu
terjadi antara dua makna bahasa atau lebih, maka yang
harus digunakan adalah salah satunya dengan suatu
petunjuk yang dapat menentukannya, tidak boleh
mengunakan kedua atau semua makna musytarak tersebut
secara bersamaan.42

Musytarak juga dapat berupa huruf, seperti huruf wawu


untuk ‘athaf (kata sambung) dan untuk haal (keterangan
keadaan). Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, jika
lafal musytarak yang terdapat nash itu terjadi antara
makna bahasa dan makna istilah syara’, maka yang harus
dikehendaki adalah makna secara istilah syarak. Seperti
halnya lafadz salat tersebut, yang secara bahasa berarti

41
Skripsi tentang musytarak (STAIN KUDUS), hlm.13-14.
42
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Pustaka
Amani, 2003), hlm.257.

48
doa, sedangkan menurut syara’ adalah bentuk ibadah
tertentu. Begitu pula terhadap setiap lafadz yang
musytarak antara makna bahasa dan makna syara’ jika
terdapat dalam nash syara’, maka yang dimaksud oleh
syar’i adalah makna yang dibuatnya. Karena lafadz itu
ketika dipindah dari makna bahasa ke makna khusus yang
digunakan syar’i, maka lafadz itu menurut syar’i sudah
tertentu petunjuknya sebagaimana yang ditetapkan syar’i.
Begitu pula dalam nash undang-undang, jika dalam
undang-undang itu terdapat lafadz yang bermakna ganda,
makna bahasa dan makna hukum maka yang dimaksudkan
adalah makna hukum bukan makna bahasa. Lafadz daf’u
dan al hulul serta lainnya, yang dimaksudkan adalah
makna hukum, (yaitu penolakan dan pembebasan) bukan
makna bahasa. Juga lafadz ad dabth (definisi) dan at tasjiil
(pencatatan).

Jika lafadz yang musytarak terdapat dalam nash syara’ itu


terjadi antara beberapa makna bahasa, maka wajib
berijtihad untuk menentukan makna yang dimaksud.
Karena syar’i tidak menghendaki lafadz itu, kecuali hanya
untuk satu makna. Seorang mujtahid wajib mencari

49
petunjuk dan tanda serta dalil untuk menentukan maksud
lafadz dalam nash tersebut.

Lafal al-quruu’ dalam firman Allah swt:

‫ (البقرةل‬. ٍ‫ساااااا ِه َّن ث َ َالثَةَ قٌ ٌر ْوء‬


ِ ‫صاااااا َن رِأ َ ْن ف‬ َ ‫َوا ْلم‬
ْ َّ‫طلَّقَاة يَت َ َرر‬
)۲۲۸
“Wanita-wanita yang ditalah hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quruu” (QS. Al Baarah: 228).

Ayat di atas merupakan musytarak antara makna suci dan


haid.

Lafadz al Yad dalam firman Allah swt:

َ ‫س ِاوقَةٌ فَا ْق‬


)۳۱ ‫ (الماءدةل‬.‫ط ْوا م َ ْي ِد َيه َما‬ َّ ‫س ِاو ٌ َوال‬
َّ ‫َوال‬
“Laki-laki yang mencuri dan peremouan yang mencuri
potonglah tangan keduanya.” (QS. Al Maidah: 31).

Ayat tersebut merupakan musytarak antara hasta (ukuan


dari jari hingga pundak), antara telapak tangan dan lengan
bawah (dari ujung jari hingga siku), antara telapak tangan
(dari ujung jari hingga pergelangan tangan) dan antara

50
tangan kanan dan tangan kiri. Ini adalah makna terakhir,
yakni dari ujung jari hingga pergelangan tangan kanan.

Lafadz kalaalah yang terdapat dalam firman Allah swt:

)۱۲ ‫ (النساءل‬.ٌ‫َان َوج ٌل ي ْو َوث ك ََاللَةً م َ ِو ْم َرمَة‬


َ ‫َوم ِْن ك‬

“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan


yang tidak meninggalkan Ayah dan tidak meninggalkan
anak.” (QS. an Nisaa’: 12).

Ayat tersebut merupakan musytarak. Menurut bahasa


secara mutlak diartikan dengan orang yang tidak
meninggalkan anak dan orang tua, atau orang yang
ditinggal mati bukan sebagai anak dan bukan orang tua,
atau kerabat dari hubungan selain anak dan orang tua.
Mayoritas mujtahid mengambil petunjuk dengan
penelitian terhadap ayat yang menerangkan waris untuk
menetapkan bahwa yang dimaksud dengan ayat di atas
adalah arti yang pertama.

Huruf “wawu” yang terdapat dalam firman Allah swt:

51
.‫ق‬ ْ ‫علَ ْي ِه َو مِ َّنه لَ ِف‬
ٌ ‫ساااااا‬ َ ِ‫اّلِل‬ ْ ‫َوالَ َتأْكل ْوا ِم َّما لَ ْم ي ْذك َِر‬
َّ ‫اساااااا م‬
)۱۲۱ ‫(االن امل‬

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang


yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang demikian itu adalah
suatu kefasikan.” (QS. al-An’aam:121).

Ayat tersebut adalah musytarak yang digunakan untuk


‘athaf (kata sambung dan) serta haal (keterangan
keadaan, sedangkan). Jika yang dimaksud dalam keadaan
ini adalah haal, maka larangan tersebut datang untuk
binatang yang tidak disebutkan nama Allah kepadanya,
sedangkan hal tersebut adalah kefasikan. Artinya, pada
saat disembelih yang disebut adalah nama selain Allah.
Jika yang dimaksud dalam hal ini adalah ‘athaf, maka
larangan tersebut datang untuk binatang yang tidak
disebut nama Allah secara mutlak. Dengan kata lain, pada
saat menyembelih yang disebut itu nama selain Allah atau
tidak menyebut sama sekali.43

43
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka
Amani, 2003), hlm.259-260.

52
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Nanang, Madzhab dan Faktor Penyebab

Terjadinya Perbedaan, (Jurnal Fikroh Vol.8 No.1,

Juli 2014).

Abunawas, H. Kamaluddin, Pengaruh Bahasa Arab

Terhadap Penetapan Hukum Islam (Analisis

terhadap Kosa Kata Musytarak/Ambigu di daam

Al Qur’an), (Jurnal Adabiyah Vol. XI No. 2,

2012).

Ahmad, Rizal, Ushul Fiqh Sederhana, hlm.14.

Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta:

Pustaka Amani, 2003), hlm.257.

Luqman, Al Musytarak Al Lafzy Mendekonstruksi

Argumen Tafsir Tekstual, (Jurnal Studi al-Quran

53
dan Tafsir 3: Al-Bayan, Desember 2018),

hlm.190-191.

Nashirudin, Muh., Perbedaan dalam Furu’ Fiqhiyyah

sebagai Akibat Perbedaan dalam Ushul al-Fiqh.

Utami, Dewi, Analisis Homonim (Musytarak Lafdzi)

Terhadap Terjemahan Tafsir As Sa’di, (Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah 2009).

54

Anda mungkin juga menyukai