Abstrak Periodontitis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 194

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

PERIODONTITIS DI PUSKESMAS SALAMAN I


KABUPATEN MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh:
Titik Sugiarti
NIM. 6411413084

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2017

i
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Juni 2017
ABSTRAK

Titik Sugiarti
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Periodontitis di Puskesmas
Salaman I Kabupaten Magelang
XVIII+127 halaman + 25 tabel + 5 gambar + 16 lampiran

Kabupaten Magelang memiliki prevalensi periodontitis sebesar 60% pada


tahun 2013 dan meningkat ditahun 2014 menjadi 62% dari total populasi.
Puskesmas Salaman I memiliki prevalensi tertinggi kasus periodontitis sebesar
19% di Kabupaten Magelang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I.
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan
populasi seluruh pasien yang berobat ke poli gigi Puskesmas Salaman I dan
jumlah sampel yang diambil sebanyak 90 orang. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah lembar kuesioner dengan teknik wawancara. Analisis data yang
digunakan adalah uji Chi-square dan regresi logistik dengan perangkat SPSS.
Hasil menunjukkan bahwa perilaku menyikat gigi (p=0,029), kunjungan
dokter gigi (p=0,012), dan diabetes militus (p=0,007) berpengaruh terhadap
kejadian periodontitis.
Saran dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kesadaran mengenai
pentingnya perilaku menyikat gigi, melakukan kunjungan ke dokter gigi secara
rutin setiap 4-6 bulan sekali dan rutin melakukan pemeriksaan gula darah.
Kata Kunci : Faktor Risiko, Periodontitis, Diabetes Militus
Kepustakaan : 46 (2002-2016)

ii
Department of Public Health Sciences
faculty of Sport Science
Semarang State University
June 2017

ABSTRACT

Titik Sugiarti
Factors Affecting Periodontitis Incidence at Salaman I Medical Center
Magelang Regency
XVIII + 111 pages + 25 tables + 5 images + 16 attachments

Magelang Regency has 60% prevalence of periodontitis in 2013 and


increases in 2014 up to 62% of the total population. Salaman medical center has
highest prevalence of 19% periodontitis cases in Magelang Regency. The purpose
of this study was to determine the factors which influence periodontitis in
Salaman medical center.
The research used cross sectional study with all patients who went to the
dental clinic of Salaman medical center as population and the number of samples
which were taken as many as 90 people. The research instrument used
questionnaires and interview technique. The data analysis used Chi-square and
logistic regressionwith SPSS device.
The results showed that tooth brushing behavior (p = 0,029), dentist
visitation (p = 0,012), and diabetes militus (p = 0,007) had an effect on the
periodontitis occurrence.
Suggestions from this research are to raise awareness about the importance
of toothbrushing behavior, visit dentist regularly every 4-6 months and routine
blood glucose examination.
Keywords: Risk Factors, Periodontitis, Diabetes millitus
Literature: 46 (2002-2016)

iii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam pustaka.

Semarang, Juli 2017


Penulis,

Titik Sugiarti
NIM.6411413084

iv
PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian


Periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang” yang disusun oleh
Titik Sugiarti, NIM: 6411413084 telah dipertahankan dihadapan panitia ujian
pada Ujian Skripsi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakulats Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, yang dilaksanakan pada :

Hari, tanggal : Senin, 31 Juli 2017

Tempat : Ruang Ujian Jurusan IKM B

Panitia Ujian

Ketua Dekan Sekretaris

Prof. Dr. Tandiyo Rahayu, M.Pd. Mardiana, S.KM, M.Si.


NIP. 19610320 1984032001 NIP. 19800420 2005012003

Dewan Penguji Tanggal

dr. Mahalul Azam, M.Kes


Penguji I NIP. 1975111920011121001

drg. Yunita Dyah Puspita Santik, M.Kes (Epid)


Penguji II
NIP. 198306052009122004

dr. Fitri Indrawati, M.P.H.


Penguji III NIP. 19830711 2008012008

v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Dan, sesungguhnya malaikat benar-benar akan merendahkan sayapnya untuk

orang yang menuntut ilmu, karena mereka meridhai apa yang ia pelajari” (HR

Abu Dawud)

“Membahagiakan orang tua itu wajib bagi mereka yang tahu akan artinya

pengorbanan dan bagaimana membalasnya”

(Mario Teguh)

PERSEMBAHAN

Bapak Muhmudi dan Ibu Munzaenab Tercinta

Endang Dwi Prihatinningsih dan Erma Fatmawati

Sulistyaningsih Tercinta

Almamater UNNES

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-

Nya, sehinggaskripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kejadian Periodontitisdi Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang” dapat

terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan

Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian skripsi

ini, dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr.

Tandiyo Rahayu, M.Pd.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Bapak Irwan Budiono S.KM, M.Kes., atas

persetujuan penelitian.

3. Dosen Pembimbing I, drg. Yunita Dyah Puspita Santik, M.Kes (Epid), atas

bimbingan, arahan, serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dosen Pembimbing II, dr. Fitri Indrawati, M.P.H, atas bimbingan, arahan,

serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Penguji Skripsi, dr. Mahalul Azam, M.Kes., atas arahan serta masukan dalam

penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu

pengetahuan yang diberikanselama dibangku perkuliahan.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang atas ijin yang telah diberikan.

vii
8. Kepala Puskesmas Salaman I dr. Heri Sumantyo, M.P.H., dan Pendamping

penelitian drg. Saptaya atas ijin yang diberikan, bimbingan, arahan dan

masukan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Seluruh pasien di Wilayah Kerja Puskemas Salaman I Kabupaten Magelang

atas kerjasama dan partisipasi yang diberikan.

10. Kedua orang tua ku tercinta Bapak Muhmudi dan Ibu Munzaenabatas segala

doa, pengorbanan, perhatian, kasih sayang dan motivasinya baik moril

maupun materil sehingga skripi ini dapat terselesaikan.

11. Kakakku tercinta Endang Dwi Prihatinningsih dan Erma Fatmawati

Sulityaningsih atas segala motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teman-teman (Ima Azizah, Farissa Ulfa, dan Fatma Yunia Irma) atas bantuan

dan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

13. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2013, atas

kebersamaan dan keakraban yang telah terjalin dalam penyusunan skripsi ini.

14. Semua pihak yang telah berkenan membantu penulis dalam penyusunan

proposal skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat

ganda dari Allah SWT. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna

penyempurnaan karya selanjutnya.

Semarang, Juni2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ............................................................................................................ i

ABSTRAK ..................................................................................................... ii

ABSTRACT .......................................................................................................iii

PERNYATAAN ................................................................................................iv

PENGESAHAN .................................................................................................v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................vii

DAFTAR ISI .....................................................................................................ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................xv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xvii

DAFTAR LAMPIRAN
.............................................................................................................................xvii
i

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1

1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................6

1.2.1. Rumusan Masalah Umum .....................................................................6

1.2.2. Rumusan Masalah Khusus .....................................................................6

1.3. Tujuan ........................................................................................................7

1.3.1. Tujuan Umum .........................................................................................7

1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................................................7

1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................................8

1.4.1. Bagi Masyarakat.......................................................................................9

ix
1.4.2. Bagi Peneliti .............................................................................................9

1.5. Keaslian Penelitian .....................................................................................9

1.6. Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................................13

1.6.1. Ruang Lingkup Tempat ...........................................................................13

1.6.2. Ruang Lingkup Waktu ...........................................................................13

1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan .......................................................................13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................14

2.1 Landasan Teori ............................................................................................14

2.1.1 Definisi Periodontitis .................................................................................14

2.1.2 Etiologi Periodontitis .................................................................................15

2.1.2.1 Faktor Primer .........................................................................................15

2.1.2.2 Faktor Sekunder .....................................................................................15

2.1.2.3 Faktor Lokal ...........................................................................................16

2.1.3 Riwayat Alamiah Penyakit Periodontal ....................................................19

2.1.3.1 Gingivitis ................................................................................................20

2.1.3.2 Periodontitis ...........................................................................................23

2.1.4 Tanda dan Gejala Klinis ............................................................................23

2.1.5 Klasifikasi Periodontitis.............................................................................26

2.1.5.1 Periodontitis Kronis ...............................................................................27

2.1.5.2 Periodontitis Agresif ..............................................................................29

2.1.5.3 Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik ............................33

2.1.6 Pathogenesis Periodontitis .........................................................................34

2.1.7 Diagnosis Periodontitis ..............................................................................37

2.1.8 Dampak Penyakit Periodontitis .................................................................38

x
2.1.9 Faktor Risiko Periodontitis ........................................................................49

2.1.8.1 Umur ......................................................................................................49

2.1.8.2 Jenis Kelamin .........................................................................................50

2.1.8.3 Pengetahuan ............................................................................................50

2.1.8.4 Faktor Lokal Mulut .................................................................................51

2.1.8.5 Faktor Sistemik .......................................................................................55

2.1.8.6 Faktor Perilaku ........................................................................................66

2.1.8.7 Faktor Lingkungan ..................................................................................68

2.1.9 Pengobatan dan Pencegahan ......................................................................72

2.1.9.1 Pengobatan ..............................................................................................72

2.1.9.2 Pencegahan ..............................................................................................73

2.2 Kerangka Teori..............................................................................................74

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................75

3.1. Kerangka Konsep .........................................................................................75

3.2. Variabel Penelitian .......................................................................................76

3.2.1. Variabel Bebas ..........................................................................................76

3.2.2. Variabel Terikat ........................................................................................76

3.2.3. Variabel Perancu .......................................................................................76

3.3. Hipotesis.......................................................................................................77

3.3.1. Hipotesis Mayor ........................................................................................77

3.3.2. Hipotesis Minor.........................................................................................77

3.4. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ................................................78

3.5. Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................................80

xi
3.6. Populasi dan Sampel ....................................................................................80

3.6.1. Populasi Penelitian ....................................................................................80

3.6.2. Sampel Penelitian ......................................................................................80

3.7. Sumber Data .................................................................................................82

3.7.1. Data Primer ..............................................................................................82

3.7.2 Data Sekunder ...........................................................................................82

3.8. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ...................................83

3.8.1. Instrumen Penelitian .................................................................................83

3.8.1.1. Kuesioner ...............................................................................................83

3.8.2.Uji Validitas ...............................................................................................83

3.8.3. Uji Reliabilitas ..........................................................................................84

3.8.4. Teknik Pengambilan Data .........................................................................85

3.8.4.1 Wawancara ..............................................................................................85

3.8.4.2. Catatan Rekam Medis ............................................................................85

3.8.4.3 Dokumentasi ...........................................................................................86

3.9. Prosedur Penelitian.......................................................................................86

3.10. Teknik Analisis Data ..................................................................................86

BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................88

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...........................................................88

4.2. Hasil Penelitian ..........................................................................................91

4.2.1. Analisis Univariat ...................................................................................91

4.2.1.1. Distribusi Responden Menurut Umur ..................................................91

4.2.1.2. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin.....................................92

4.2.1.3. Distribusi Responden Menurut Obesitas ..............................................92

xii
4.2.1.4. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan .......................................93

4.2.1.5. Distribusi Responden Menurut Perilaku Menyikat Gigi ......................93

4.2.1.6. Distribusi Responden Menurut Kunjungan ke Dokter Gigi .................94

4.2.1.7. Distribusi Responden Menurut Scaling ...............................................94

4.2.1.8. Distribusi Responden Menurut Diabetes Militus .................................95

4.2.1.9. Distribusi Responden Menurut Merokok .............................................95

4.2.1.10. Distribusi Responden Menurut Kejadian Periodontitis .....................96

4.2.2. Analisis Bivariat ......................................................................................96

4.2.2.1. Hubungan antara Umur dengan Kejadian Periodontitis .......................97

4.2.2.2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Periodontitis..........98

4.2.2.3. Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian Periodontitis...................99

4.2.2.4. Hubungan antara Pengetahuan dengan KejadianPeriodontitis .............100

4.2.2.5. Hubungan antara Perilaku Menyikat Gigi dengan Kejadian

Periodontitis ............................................................................................101

4.2.2.6. Hubungan antara Kunjungan Dokter Gigi dengan Kejadian

Periodontitis ............................................................................................102

4.2.2.7. Hubunngan antara Scaling dengan KejadianPeriodontitis ...................103

4.2.2.8. Hubungan antara Diabetes Militus dengan KejadianPeriodontitis .......104

4.2.2.9. Hubungan antara Meokok dengan KejadianPeriodontitis ....................105

4.2.3. Analisis Multivariat..................................................................................105

BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................110

5.1. Pembahasan ...............................................................................................110

5.1.1. Pengaruh Umur terhadap Kejadian Periodontitis .....................................110

5.1.2 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Kejadian Periodontitis .........................111

5.1.3 Pengaruh Obesitas terhadap Kejadian Periodontitis ..................................112

xiii
5.1.4 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kejadian Periodontitis ...........................113

5.1.5 Pengaruh Perilaku Menyikat Gigi terhadap Kejadian Periodontitis ..........115

5.1.6 Pengaruh Kunjungan ke Dokter Gigi terhadap Kejadian Periodontitis .....117

5.1.7 Pengaruh Scaling terhadap Kejadian Periodontitis....................................119

5.1.8 Pengaruh Diabetes Militus terhadap Kejadian Periodontitis .....................120

5.1.9 Pengaruh Merokok terhadap Kejadian Periodontitis .................................122

5.2. Kelemahan Penelitian ................................................................................123

5.2.1. Kelemahan Penelitian .............................................................................123

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................124

6.1. Simpulan ...................................................................................................124

6.2. Saran ............................................................................................................124

6.2.1. Bagi Masyarakat.......................................................................................124

6.2.2. Bagi Puskesmas ........................................................................................125

6.2.3. Bagi Peneliti Lain .....................................................................................125

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................126

LAMPIRAN ......................................................................................................129

xiv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian ...........................................................................9

Tabel 1.2. Matriks Perbedaan Penelitian............................................................11

Tabel 3.1. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ...................................78

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tempat Tinggal ..............87

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan......................88

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan .......................89

Tabel 4.4. Distribusi Responden MenurutUmur ................................................90

Tabel 4.5. Distribusi Responden MenurutJenis Kelamin...................................91

Tabel 4.6. Distribusi Responden MenurutObesitas............................................91

Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan ....................................92

Tabel 4.8. Distribusi Responden Menurut Perilaku Menyikat Gigi...................92

Tabel 4.9. Distribusi Responden Menurut Kunjungan Dokter Gigi ..................93

Tabel 4.10. Distribusi Responden Menurut Scaling ...........................................93

Tabel 4.11. Distribusi Responden Menurut Diabetes Militus ............................94

Tabel 4.12. Distribusi Responden Menurut Merokok ........................................94

Tabel 4.13. Distribusi Responden Menurut Penyakit Periodontitis ...................95

Tabel 4.14. Tabulasi Silang antara Umur dengan Kejadian Periodontitis .........96

Tabel 4.15. Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dengan Kejadian

Periodontitis ........................................................................................................97

Tabel 4.16. Tabulasi Silang antara Obesitas dengan KejadianPeriodontitis .....98

Tabel 4.17. Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Kejadian

Periodontitis .....................................................................................99

xv
Tabel 4.18. Tabulasi Silang antara Perilaku Menyikat Gigi dengan Kejadian
Periodontitis...................................................................................100

Tabel 4.19. Tabulasi Silang antara Kunjungan Dokter Gigi dengan Kejadian
Periodontitis...................................................................................101

Tabel 4.20. Tabulasi Silang antara Scaling dengan Kejadian Periodontitis ......102

Tabel 4.21. Tabulasi Silang antara Diabetes Militusdengan Kejadian


Periodontitis...................................................................................103

Tabel 4.22. Tabulasi Silang antara Merokok dengan Kejadian Periodontitis ...104

Tabel 4.23. Hasil yang Masuk ke dalam Analisis Multivariat ...........................105

Tabel 4.23. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda ..............................................106

xvi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Tahapan dari Gingivitis .................................................................21

Gambar 2.2. Gambaran Klinis Periodontitis Kronis...........................................28

Gambar 2.3. Gambaran Radiografi Periodontitis Kronis ...................................29

Gambar 2.4. Pathogenesis Periodontitis .............................................................34

Gambar 2.5. Skema pengaruh penyakit periodontitis terhadap kehamilan .......42

Gambar 2.6. Kerangka Konsep .........................................................................75

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Keputusan Dosen Pembimbing ..........................................128

Lampiran 2. Ethical Clearance ..........................................................................129

Lampiran 3. Surat Keterangan Melakukan Studi Pendahuluan ........................130

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ke Dinas Kesehatan Kabupaten


Magelang .......................................................................................131

Lampiran 5. Surat Ijin Pengambilan Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Magelang .......................................................................................132

Lampiran 6. Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang .........................................133

Lampiran 7. Kuesioner Penelitian .......................................................................134

Lampiran 8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian .............139

Lampiran 9. Lembar Penjelasan Menjadi Responden........................................147

Lampiran 10. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ....................................149

Lampiran 11. Rekap Data Responden Penelitian ...............................................150

Lampiran 12. Rekapitulasi Hasil Penelitian ......................................................154

Lampiran 13. Analisis Univariat .......................................................................158

Lampiran 14. Analisis Bivariat .........................................................................160

Lampiran 15. Analisis Multivariat .....................................................................169

Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian ..............................................................171

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan

berfungsi sebagai penyangga gigi, terdiri dari ginggiva, sementum, jaringan ikat

periodontal dan tulang alveolar. Ada dua tipe penyakit periodontal yang biasa

dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah bentuk penyakit

periodontal yang ringan dengan tanda klinis gingiva berwarna merah,

membengkak dan mudah berdarah tanpa ditemukan kerusakan tulang alveolar.

Periodontitis adalah peradangan pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan

oleh mikroorganisme spesifik atau kelompok mikroorganisme spesifik yang

mengakibatkan kerusakan progresif jaringan ikat periodontal dan tulang alveolar,

dengan pembentukan saku, resesi, atau keduanya (Carranza Fermin A, et al,

2012).

Dampak dari penyakit periodontitis antara lain BBLR, stroke, dan infark

miokard akut. Menurut penelitian Wong (2009) dalam Soulissa (2014) yang

dilakukan di University of North Carolina, ibu hamil dengan tingkat keparahan

periodontitis sedang sampai berat memiliki risiko untuk melahirkan sebelum

waktunya 7 kali lebih tinggi dibanding ibu hamil dengan keadaan jaringan

periodontal yang sehat.

Hal ini diperkuat pada penelitian Ismail Marakoglu et al (2008) yang

melaporkan bahwa periodontitis sebagai faktor risiko kelahiran BBLR dengan

nilai OR sebesar 3,6. Artinya wanita hamil dengan periodontitis berisiko 3,6 kali

1
2

melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan wanita hamil tidak

menderita periodontitis. Dalam studi case control yang dilakukan oleh Sgolastra

(2013) di Itali melaporkan bahwa ada hubungan antara periodontitis dan pre-

eklamsi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitiannya dengan nilai p sebesar

0,0008 dan nilai OR sebesar 2,17. Artinya wanita hamil dengan periodontitis

berisiko 2,17 kali mengalami pre-eklamsi dibandingkan dengan wanita hamil

yang tidak menderita periodontitis.

Berdasarkan penelitian Mattila dkk (1989) dalam Wangsarahardja (2005)

meneliti keadaan kesehatan gigi-geligi dari kasus-kasus dengan infark miokard

akut dan membandingkannya dengan kontrol. Infeksi oral dari kedua kelompok

(kasus dan kontrol) dinilai dengan melihat adanya karies dentis, penyakit

endodontik dan komponen periodontitis (TDI). Hasilnya menunjukkan bahwa

pada kelompok kasus dijumpai lebih banyak keadaan gigi geligi yang sangat

buruk dibanding kelompok kontrol. Analisis regresi logistik lebih lanjut

menyimpulkan bahwa kesehatan gigi yang buruk dan infark miokard

menunjukkan hubungan atau asosiasi dengan odds ratio (OR) sebesar 1,3. Artinya

subyek dengan kesehatan gigi buruk mempunyai risiko 1,3 kali lebih besar untuk

mengalami infark miokard dibanding dengan individu yang mempunyai kesehatan

gigi baik.

Berdasarkan penelitian Fong (2000) dalam Wijayanti (2008) melaporkan

bahwa penyakit periodontitis dapat menyebabkan stroke karena di dalam

periodontitis terdapat bakteri yang berperan antara lain P. Gingivalis yang mampu
3

menyebabkan agregasi platelet dan hiperkoagulasi sehingga akan meningkatkan

pembentukan trombus yang akan menyebabkan serangan stroke iskemik akut.

Penyakit periodontitis hampir diderita oleh manusia di seluruh dunia dan

prevalensinya mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa.Di Amerika Serikat,

periodontitis memiliki prevalensi sebesar 30-50% dari total populasi, tetapi hanya

sekitar 10% memiliki bentuk yang parah. Sedangkan prevalensi periodontitis di

Inggris pada kelompok usia 15 tahun mencapai 46% dan periodontitis pada

kelompok usia 19-25 tahun mencapai 10-29% dari total populasi (Wahyukundari,

2009).

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada 2011,

prevalensi periodontitis mencapai 60% pada masyarakat di Indonesia (SKRT,

2011).Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi

nasional masalah gigi dan mulut termasuk periodontitis adalah 25,9%,

diantaranya 68,9% tidak dilakukan perawatan dan sebanyak 14 provinsi

mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional. Provinsi

dengan prevalensi masalah gigi dan mulut tertinggi adalah Sulawesi Selatan

(36,2%), Kalimantan Selatan (36,1%), Sulawesi Tengah (35,6%), Jawa tengah

(32,1%), dan DKI Jakarta (29,1%) (Riskesdas, 2013).

Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi tertinggi ke empat yang

mempunyai prevalensi periodontitis tinggi. Berdasarkan data pelayanan kesehatan

gigi dan mulut di Jawa Tengah pada tahun 2014 yang berasal dari 35

kabupaten/kota, rasio tertinggi sebesar 7,1 adalah Kota Tegal dan rasio terendah

sebesar 0,1 yaitu di Kabupaten Rembang. Terdapat 17 (48,57%) kabupaten/kota


4

dengan rasio yang rendah di bawah 1 yang berarti lebih banyak pencabutan gigi

tetap akibat periodontitis. Salah satu dari 17 kabupaten/kota tersebut adalah

Kabupaten Magelang (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2014).

Prevalensi periodontitis di Kabupaten Magelang pada tahun 2013 sebesar

60% dari total populasi. Sedangkan prevalensi periodontitis pada tahun 2014

mengalami peningkatan menjadi 62% dan menjadi penyebab utama (80%)

pencabutan gigi tetap. Berdasarkan wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Magelang yang meliputi 29 Puskesmas, Puskesmas Salaman I merupakan

puskesmas dengan prevalensi periodontitis tertinggi pertama yang kemudian

disusul dengan Puskesmas Grabag I sebagai puskesmas tertinggi ke dua se-

Kabupaten Magelang. Prevalensi periodontitis di Puskesmas Grabag I pada tahun

2015 sebesar 8,9% sedangkan di Puskesmas Salaman I sebesar 19% dari total

populasi (Profil Kesehatan Dinas Kabupaten Magelang, 2015).

Berdasarkan penelitian Stoykova (2014) menunjukkan bahwa ada

hubungan antara diabetes militus dengan kejadian periodontitis dengan nilai p =

0,001 dan nilai OR = 4,195. Hal itu dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes

militus berisiko terkena periodontitis sebesar 4,195 kali dibandingkan dengan

yang tidak menderita diabetes militus (Stoykova el al, 2014).

Menurut penelitian Ababneh (2012) menemukan bahwa ada hubungan

antara perilaku menyikat gigi yang kurang baik dengan nilai p sebesar 0,024.

Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus kontrol dimana nilai OR dalam

penelitian ini sebesar 24,9. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perilaku menyikat
5

gigi yang kurang baik mempunyai risiko 24,9 kali menderita periodontitis

dibandingkan dengan perilaku menyikat gigi yang baik (Ababneh el al, 2012).

Penelitian Ambarwati (2014) melaporkan bahwa ada hubungan antara

kebiasaan menyikat gigi dengan kejadian periodontitis dengan nilai p sebesar

0,026 dan nilai OR sebesar 1,698. Artinya bahwa subjek dengan kebiasaan

menyikat gigi yang kurang baik berisiko 1,698 kali terkena periodontitis

dibandingkan dengan subjek yang memiliki kebiasaan menyikat gigi baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ababneh (2012) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara BMI lebih dari normal (≥ 30 kg/m2) dengan kejadian

periodontitis dengan nilai p sebesar 0,002.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Poli Gigi Puskesmas Salaman I

menunjukkan bahwa tindakan perawatan yang dilakukan di puskesmas tersebut

berupa scaling, dan pencabutan gigi. Target tindakan scaling pada puskesmas

tersebut sebanyak 120 orang per tahun. Menurut data yang telah diperoleh

menunjukkan bahwa tindakan perawatan berupa scaling masih rendah yaitu

sebanyak 69 orang (2,4%). Hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain

kurangnya informasi atau pengetahuan masyarakat mengenai scaling, tidak

tercover dalam BPJS dan kurangnya kesadaran masyarakat serta paradigma

masyarakat mengenai kunjungan ke dokter gigi dilakukan pada saat mengalami

sakit gigi (Profil Kesehatan Puskesmas Salaman I, 2015).

Berdasarkan observasi yang dilakukan secara langsung di Puskesmas

Salaman I, dilakukan studi pendahuluan terhadap 25 pasien yang berobat ke Poli

Gigi. Didapatkan hasil sebanyak 16 orang (64%) masih memiliki tingkat


6

pengetahuan yang rendah tentang penyakit periodontitis. Dari 25 pasien yang

menderita periodontitis didapatkan hasil sebanyak 18 orang (72%) masih

mempunyai perilaku menyikat gigi yang tidak sesuai. Sebanyak 6 orang (24%)

dari 25 pasien yang menderita penyakit periodontitis disertai penyakit sistemik

berupa Diabetes Militus. Dari 25 pasien yang mengalami periodontitis ditemukan

sebanyak 22 orang (84%) tidak melakukan kunjungan rutin setiap 6 bulan sekali

ke dokter gigi. Selain itu, terdapat sebanyak 14 orang (56%) yang merokok dari

25 pasien yang mengalami periodontitis.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian Periodontitisdi Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang. Karena peneliti menganggap bahwa belum

adanya data dan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

periodontitis pada pasien di puskesmas tersebut.

1.2.RUMUSAN MASALAH

1.2.1. Rumusan Masalah Umum

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang

dapat diambil oleh penulis yaitu“Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman IKabupaten Magelang ?”

1.2.2. Rumusan Masalah Khusus

1. Apakah jenis kelamin mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas

Salaman IKabupaten Magelang ?

2. Apakah umur responden mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang ?


7

3. Apakah pengetahuan responden mempengaruhi kejadian periodontitis di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang ?

4. Apakah perilaku menyikat gigi mempengaruhi kejadian periodontitis di

Puskesmas Salaman IKabupaten Magelang ?

5. Apakah diabetes militus mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang ?

6. Apakah kunjungan rutin ke dokter gigi mempengaruhi kejadian periodontitis

di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang ?

7. Apakah riwayat scaling responden mempengaruhi kejadian periodontitis di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang ?

8. Apakah obesitas mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman

I Kabupaten Magelang ?

9. Apakah merokok mempengaruhi kejadian periodontitisdi Puskesmas Salaman

I Kabupaten Magelang ?

1.3.TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jenis kelamin sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian

periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang


8

2. Untuk mengetahui umur responden sebagai faktor yang mempengaruhi

kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman IKabupaten Magelang

3. Untuk mengetahui pengetahuan responden sebagai faktor yang

mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman IKabupaten

Magelang

4. Untuk mengetahui perilaku menyikat gigi sebagai faktor yang mempengaruhi

kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman IKabupaten Magelang

5. Untuk mengetahui diabetes militus sebagai faktor yang mempengaruhi

kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

6. Untuk mengetahui kunjungan rutin ke dokter gigi sebagai faktor yang

mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang

7. Untuk mengetahui riwayat scaling responden sebagai faktor yang

mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang

8. Untuk mengetahui obesitas sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian

periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

9. Untuk mengetahui merokok sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian

periodontitisdi Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

1.4.MANFAAT PENELITIAN

Dari ulasan penelitian yang dilakukan, manfaat yang diharapkan adalah

sebagai berikut:
9

1.4.1. Bagi Masyarakat

Sebagai dasar pengetahuan masyarakat dalam menjaga kesehatan gigi dan

mulut

1.4.2. Bagi Peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan

mengenai penyakit periodontitis.

1.5.KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Tahun dan
Judul Nama Rancangan Variabel
No. Tempat Hasil Penelitian Publikasi
Penelitian Peneliti Penelitian Penelitian
Penelitian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Risk factors Maria 2014, case control 1. Variabel 1. Diabetes 2014,
for Stoykovaa Bulgaria study Bebas: (p=0,001 Medical
development , Nina Smoking, Alcohol OR=79,33 Biotechnolo
of chronic Musurliev use, Hazards, ) gy
periodontitis a and Stress, Vegetarian 2. Stress
in Bulgarian Doychin diet, Diet, Oral (p=0,014
patients (pilot Boyadzhie hygiene, Calculus OR=
research) v removal, Teeth 33,0)
clenching and 3. Calculus
grinding, Crooked removal
and overlaping (p=0,00
teeth, Diabetes, OR=13,22
dentist practices )
visits
2. Variabel
Terikat:
Chronic
Periodontitis
2. Prevalence Khansa 2012, North cross Variabel bebas : 1. BMI 2012, BMC
and risk Taha Jordan sectionalstu 1. Income, (p=0,002) Oral Health
indicators of Ababneh, dy Education, 2. Dental
gingivitis and Zafer Residency, visits
periodontitis Mohamm BMI, Dental (p=0,0005
in a Multi- ad Faisal visits, )
Centre study Abu Brushing, 3. Smoking
in North Hwaij and Smoking, (p=0,018)
Jordan Yousef S Family
Khader history
Variabel terikat :
1. Gingivitis
and
Periodontitis
2015, Jurnal
3. Hubungan Rikawaras 2015, Observasion 1. Variabel Bebas 1. Diabetes Kesehatan
Diabetes tuti, Eka Puskesmas al analitik Diabetes Militus Militus Masyarakat
Melitus Anggreni, Kecamatan dengan 2. Variabel (p=0,002 Nasional
10

dengan Ngatemi Jagakarsa pendekatan Terikat : RP=3,505)


Tingkat Jakarta cross Tingkat Keparahan
Keparahan Selatan sectional Jaringan
Jaringan Periodontal
Periodontal
4. Hubungan Sri 2014, Observasion 1. Variabel 1. Kebiasaan 2015
Kebiasaan Ambarwat Puskesmas al analitik Bebas: menyikat gigi
Menyikat Gigi i Grabag I dengan Kebiasaan (p=0,026, RP=
Dan Kabupaten pendekatan menyikat gigi dan 1,698)
Kebiasaan Magelang cross kebiasaan merokok 2. Kebiasaan
Merokok sectional 2. Variabel merokok
Dengan Terikat: (p=0,683, RP=
Kejadian Kejadian 1,26)
Periodontitis Periodontitis
(Studi Kasus
Pada Pasien
Di Poli Gigi
Puskesmas
Grabag I
Kecamatan
Grabag)
Kabupaten
Magelang
5. Hubungan Culia 2014, Observasion Variabel bebas 1. Pengetahu 2014,
Antara Rahayu, Posbindu al analitik : an, sikap Majalah
Pengetahuan, Sri Kecamatan dengan 1. Pengetahu dan Kedokte
Sikap dan Widiati, Indihiang rancangan an, sikap perilaku ran Gigi
Perilaku dan Niken Kota studi Cross dan terhadap
Terhadap Widyanti Tasikmalaya Sectional perilaku pemelihara
Pemeliharaan terhadap an
Kebersihan pemelihar kebersihan
Gigi dan aan gigi dan
Mulut Dengan kebersiha mulut (p =
Status n gigi dan 0,001)
Kesehatan mulut
Periodontal Variabel terikat
Pra Lansia 1. Status
Posbindu kesehatan
Kecamatan periodont
Indihiang al pra
Kota lansia
Tasikmalaya
11

Tabel 1.2 Matriks Perbedaan

Khansa
Maria Taha Culia
Stoykovaa , Ababneh, Rahayu,
Nina Zafer Rikawarastuti,
Sri Sri Titik
No Perbedaan Musurlieva Mohammad Eka Anggreni,
and Faisal Abu Ambarwati Widiati, Sugiarti
Ngatemi
Doychin Hwaij and dan Niken
Boyadzhiev Yousef S Widyanti
Khader
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Judul Risk factors Prevalence Hubungan Hubungan Hubungan Faktor-
for and risk Diabetes Kebiasaan Antara Faktor
developmen indicators of Melitus Menyikat Pengetahua Yang
t of chronic gingivitis dengan Gigi Dan n, Sikap Mempenga
periodontitis and
in Bulgarian periodontitis
Tingkat Kebiasaan dan ruhi
patients in a Multi- Keparahan Merokok Perilaku Kejadian
(pilot Centre study Jaringan Dengan Terhadap Periodontit
research) in North Periodontal Kejadian Pemelihara is Di
Jordan Periodontit an Puskesmas
is (Studi Kebersihan Salaman I
Kasus Gigi dan Kabupaten
Pada Mulut Magelang
Pasien Di Dengan
Poli Gigi Status
Puskesmas Kesehatan
Grabag I Periodontal
Kecamatan Pra Lansia
Grabag) Posbindu
Kabupaten Kecamatan
Magelang Indihiang
Kota
Tasikmala
ya
2 Tahun 2014 2012 2015 2014 2014 2016
Penelitian
3 Tempat Bulgaria North Puskesmas Puskesmas Posbindu Puskesmas
Penelitian Jordan Kecamatan Grabag I Kecamatan Salaman I
Jagakarsa Kecamatan Indihiang Kabupaten
Jakarta Selatan Grabag Kota Magelang
Tasikmala
ya
12

4 Variabel Smoking, Income, Variabel Variabel Variabel Variabel


Penelitian Alcohol Education, Bebas adalah bebas bebas bebas yaitu
use, Residency, Diabetes adalah adalah Jenis
Hazards, BMI, Dental Militus kebiasaan Pengetahua Kelamin,
Stress, visits,
Vegetarian Brushing,
menyikat n, Sikap Umur,
diet, Diet, Smoking, gigi dan dan Pengetahua
Oral Family kebiasaan Perilaku n
hygiene, history merokok Terhadap responden,
Calculus Pemelihara Perilaku
removal, an menyikat
Teeth Kebersihan gigi,
clenching Gigi dan Diabetes
and Mulut Militus,
grinding,
Crooked
Kunjungan
and Rutin ke
overlaping Dokter
teeth, Gigi,
Diabetes, riwayat
dentist scaling,
practices obesitas
visits dan
merokok
13

1.6. RUANG LINGKUP

1.6.1. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

1.6.2. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian diakukan pada bulan April 2017 hingga bulan Mei 2017.

1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan

Adapun materi yang disampaikan dalam penelitian ini meliputi berbagai

teori dan konsep yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kejadian

periodontitis serta pencegahannya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Definisi

Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan

berfungsi sebagai penyangga gigi, terdiri dari ginggiva, sementum, jaringan ikat

periodontal dan tulang alveolar. Ada dua tipe penyakit periodontal yang biasa

dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah bentuk penyakit

periodontal yang ringan dengan tanda klinis gingiva berwarna merah,

membengkak dan mudah berdarah tanpa ditemukan kerusakan tulang

alveolar.Periodontitis adalah peradangan pada jaringan pendukung gigi yang

disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau kelompok mikroorganisme spesifik

yang mengakibatkan kerusakan progresif jaringan ikat periodontal dan tulang

alveolar, dengan pembentukan saku, resesi, atau keduanya (Carranza Fermin A, et

al, 2012).

Menurut Cascarini dkk (2002) menyatakan bahwa jaringan periodontal

meliputi struktur pendukung gigi, membran periodontal dan tulang alveolar.

Periodontitis adalah kelanjutan dari gingivitis ke jaringan yang lebih dalam dan

merupakan kombinasi dari kehilangan perlekatan membran periodontal dan

resorpsi tulang alveolar. Beberapa individu lebih rentan terhadap kondisi ini

dibandingkan yang lain dan mungkin mengalami tanggalnya gigi secara dini.

Kondisi ini juga dapat bersifat turunan (Cascarini, dkk, 2002).

14
15

Sedangkan menurut Irianto (2015), periodontitis terjadi jika gingivitis

menyebar ke struktur penyangga gigi. Periodontitis merupakan salah satu

penyebab utama lepasnya gigi pada dewasa dan penyebab utama lepasnya gigi

pada lanjut usia (Irianto, 2015).

2.1.2. Etiologi

Penyebab terjadinya periodontitis dapat digolongkan dalam beberapa

faktor. Di bawah ini merupakan faktor penyebab terjadinya periodontitis menurut

teori yang dikemukakan oleh Eley dan Manson (2004).

2.1.2.1. Faktor Primer

Penyebab primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri. Menurut

teori non-spesifik murni bakteri mulut terkolonisasi pada leher gingiva untuk

membentuk plak pada keadaan tidak ada kebersihan mulut yang efektif. Semua

bakteri plak dianggap mempunyai beberapa faktor virulensi yang menyebabkan

inflamasi gingival dan kerusakan periodontal keadaan ini menunjukkan bahwa

plak akan menimbulkan penyakit tanpa tergantung komposisinya. Namun

demikian, sejumlah plak biasanya tidak mengganggu kesehatan gingiva dan

periodontal dan beberapa pasien bahkan mempunyai jumlah plak yang cukup

besar yang sudah berlangsung lama tanpa mengalami periodontitis yang merusak

walaupun mereka mengalami gingivitis (Eley dan Manson, 2004).

2.1.2.2. Faktor Sekunder

Faktor sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal pada

lingkungan gingiva merupakan predisposisi dari akumulasi deposit plak dan


16

menghalangi pembersihan plak. Faktor ini disebut sebagai faktor retensi plak

(Eley dan Manson, 2004).

Sebagian besar periodontitis merupakan akibat dari penumpukan plak

dan karang gigi diantara gigi dan gusi. Akan terbentuk kantong diantara gigi dan

gusi dan meluas ke bawah diantara akar gigi dan tulang di bawahnya. Kantong ini

mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan bebas oksigen yang mempermudah

pertumbuhan bakteri seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia,

Bacteroides forsythus, Actinobacillus actinomytemcomitans dan bakteri gram

positif misalnya Peptostreptococcus micros dan Streptococcus intermedius. Jika

keadaan ini terus berlanjut pada akhirnya banyak tulang rahang di dekat kantong

yang rusak sehingga gigi lepas (Irianto, 2015).

Kecepatan tumbuhnya periodontitis berbeda dengan orang-orang

memiliki jumlah karang gigi yang sama. Hal ini mungkin karena plak dari

masing-masing orang tersebut mengandung jenis bakteri dan jumlah bakteri yang

berbeda serta respon tubuh yang berbeda terhadap bakteri. Beberapa keadaan

medis yang mempermudah terjadinya periodontitis diantaranya diabetes militus,

leukimia, sindrom down, penyakit chron dan AIDS (Irianto, 2015).

2.1.2.3. Faktor Lokal

Faktor lokal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

periodontitis. Menurut Eley dan Manson (2004) ada beberapa faktor lokal yaitu :

1. Restorasi yang keliru

Merupakan faktor yang paling menguntungkan bagi retensi plak. Tepi

tumpatan yang berlebihan sangat sering ditemukan dan berasal dari penggunaan
17

matriks yang ceroboh dan kegagalan untuk memoles bagian tepi. Restorasi

dengan kontur yang buruk, terutama yang konturnya terlalu besar dan mahkota

atau tumpatan yang terlalu cembung dapat menghalangi penyikatan gigi yang

efektif.

2. Kavitas karies

Kavitas karies terutama di dekat tepi gingiva dapat merangsang

sterbentuknyadaerah timbunan plak.

3. Tumpukan sisa makanan

Sisa makanan adalah baji yang kuat dari makanan terhadap gingiva di

antara gigi-geligi. Bila gigi-geligi bergerak saling menjauhi dapat terbentuk baji

makanan khususnya bila ada plunger cusp.

4. Geligi tiruan sebagian yang desainnya tidak baik

Geligi tiruan aalah benda asing yang dapat menimbulkan iritasi jaringan

melalui berbagai cara. Geligi tiruan yang longgar atau geligi tiruan yang tidak

terpoles dengan baik cenderung berfunsi sebagai focus imbunan plak. Geligi

tiruan tissue borne seringkali terbenam ke dalam mukosa dan menekan tepi

gingiva sehingga menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan. Efek ini

semakin bertambah buruk apabila geligi tiruan tidak dibersihkan dengan baik dan

tetap dipakai selama pasien tidur. Akibat lanjut dari geligi tiruan sebagian dengan

desain yang tidak baik adalah stress oklusal yang berlebihan pada gigi-gigi

penyangga dan faktor ini bersama dengan inflamasi gingiva karena plak adalah

penyebab paling umum dari tanggalnya suatu gigi.


18

5. Pesawat ortodonti

Pesawat ortodonti yang dipakai sepanjang waktu dapat menyebabkan

inflamasi yang parah disertai dengan pembengkakan gingiva apabila tidak dapat

membersihkan plak yang menumpuk pada pesawat ortodonti dengan baik.

6. Susunan gigi geligi yang tidak teratur

Merupakan predisposisi dari retensi plak dan mempersulit upaya

menghilangkan plak.susunan gigi yang tidak teratur seringkali disertai dengan

inflamasi gingiva dan merupakan kasus untuk perawatan ortodonti. Bila

kebersihan mulut buruk, kebersihan gigi pun sama buruknya meskipun sudah

diperbaiki posisinya. Penyimpangan lain pada hubungan gigi dan rahang juga

dapat menimbulkan inflamasi gingiva. Pada overbite yang sangat dalam insisivus

atas dapat berkontak dengan gingiva labial bawah atau insisivus bawah berkontak

dengan gingiva palatal atas sehingga menyebabkan inflamasi dan kerusakan

jaringan bila ada plak. Kegagalan mengganti gigi yang tanggal akan menyebabkan

terjadinya timbunan plak dan kalkulus pada gigi-gigi non fungsional

antagonisnya.

7. Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut

Bila bibir terbuka gingiva di bagian depan mulut tidak terlumasi saliva.

Keadaan ini mempunyai dua efek yaitu aksi pembersihan normal dari saliva

berkurang sehingga timbunan plak bertambah dan dehidrasi jaringan yang akan

mengganggu resistensinya.
19

8. Merokok tembakau

Efek paling jelas dari kebiasaan merokok adalah perubahan warna gigi-

geligi dan bertambahnya keratinisasi epitelium mulut disertai dengan produksi

bercak putih pada perokok berat di daerah pipi dan palatum yang kadang-kadang

dapat juga ditemukan pada jaringan periodontal. Insidens gingivitis kronis dan

gingivitis ulseratif akut lebih besar pada perokok yang juga menunjukkan adanya

kerusakan periodontal yang lebih parah. Penelitian terhadap periodontitis pada

wanita perokok berusia 20-39 tahun dan pria perokok berusia 30-59 tahun

menunjukkan tingkatan penyakit dua kali lebih besar daripada mereka yang tidak

merokok. Keratinisasi gingiva akibat merokok dapat menyamarkan inflamasi

gingiva dan mengurangi insidens perdarahan gingiva. Oleh karena itu peningkatan

prevalensi periodontitis pada perokok disebabkan karena kebersihan mulut yang

buruk dan diagnosis yang terlambat.

9. Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar

Groove pada permukaan akar atau daerah servikal mahkota dapat

merangsang akumulasi bakteri dan tidak mungkin dibersihkan. Keadaan ini dapat

menimbulkan daerah-daerah gingivitis local dan pembentukan poket yang sering

terlihat pada palatal insisivus atas. Fosakaninus pada permukaan mesial gigi

premolar pertama atas juga dapat berfungsi sebagai groove perkembangan (Eley

dan Manson, 2004).

2.1.3. Riwayat Alami Penyakit Periodontal

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Eley dan Manson (2004) bahwa

riwayat alami penyakit periodontal terbagi menjadi dua yaitu :


20

2.1.3.1. Gingivitis

Karena plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio interdental

yang terlindungi, inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papilla

interdental dan menyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi.

Histopatologi dari gingivitis kronis dijabarkan dalam beberapa tahapan:

lesi awal timbul 2-4 hari diikuti gingivitis tahap awal, dalam waktu 2-3 minggu

akan menjadi gingivitis yang cukup parah.

1. Lesi awal

Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang

kecil disebelah apikal dari epitelium jungtional. Pembuluh ini mulai bocor dan

kolagen perivaskuler mulai menghilang, digantikan dengan beberapa sel

inflamasi, sel plasma dan limfosit terutama limfosit T cairan jaringan dan protein

serum.

2. Gingivitis tahap awal

Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan

berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi

Polymorphonuclear Neutrophils (PMN). Perubahan yang terjadi baik pada

epithelium jungsional maupun pada epithelium krevikular merupakan tanda dari

pemisahan sel dan beberapa proliferasi dari sel basal.

3. Gingivitis tahap lanjut

Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah.

Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasma

terlihat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat.
21

Pada tahap ini sel mast juga dapat ditemukan. Gingiva sekarang berwarna merah,

bengkak, dan mudah berdarah (Carranza Fermin A, et al, 2012).

Gambar 2.1. Tahapan dari gingivitis(Sumber : Newman, Michael.G, Takei, Henry.

H, Klokkevold, Perry. R, Carranza, Fermin. A. Carranza’s Clinical

Periodontology. 11th Edition. 2012)

Salah satu klasifikasi dari gingivitis adalah gingivitis ulseratif nekrosis

akut atau Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG). Gingivitis ulseratif

nekrosis akut merupakan sub-klasifikasi nekrotikans penyakit periodontal dimana

sebuah infeksi pada jaringan gusi dengan keadaan yang ditandai dengan

timbulnya ulserasi yang cepat dan terasa sakit pada tepi gingiva dan papila

interdental. Penderita biasanya memiliki bau mulut yang tidak sedap (halitosis).

Penyebab ANUG adalah adanya infeksi bakteri yang mencakup bakteri anaerob

terutama spirochaeta seperti Borrelia dan Treponemaserta spesies Fusobacterium.

Adapun faktor yang mempengaruhi ANUG anatra lain pericoronitis, margin


22

restorasi berlebih, merokok, malnutrisi, kelelahan dan stres (Carranza Fermin A,

et al, 2012).

Gambaran klinis dari ANUG ini berupa lesi ulseratif yang sangat sakit,

nekrotik dan lesi membranous sampai ke infeksi kronis. Lesi yang khas berupa

ulserasi yang dangkal dan nekrotik yang sering timbul pada papila interdental dan

gingival marginal. Ulserasi juga dapat timbul di pipi, lidah, bibir, palatum dan

daerah faringeal. Lesi ulseratif dapat berkembang meluas dan melibatkan prosesus

alveolaris disertai kuestrasi dari gigi-geligi dan tulang. Diagnosis ditentukan

secara klinis dengan melihat adanya lesi ulseratif pada mukosa rangga mulut.

Pada pemeriksaan tonsil, nodus limfe regional biasanya sedikit membesar akan

tetapi kadang ditemukan limfadenopati yang mencolok. (Carranza Fermin A, et al,

2012).

Secara umum faktor risiko dari Acute Necrosis Ulseratif Gingivitis

(ANUG) adalah luka pada gingiva, merokok, kekurangan nutrisi, konsumsi

alkohol dan penggunaan obat-obatan serta penyakit sistemik seperti diabetes

militus. Adapun faktor lain seperti anemia, leukimia, HIV/AIDS, kondisi

psikologi seperti stres, kecemasan dan depresi (Carranza Fermin A, et al, 2012).

Berdasarkan penelitian Pindborg dalam Carranza (2012) melaporkan

bahwa 98% pasien yang mengalami gingivitis ulseratif nekrosis akut (ANUG)

merupakan perokok dan frekuensi penyakit akan meningkat karena terjadi

peningkatan paparan tembakau dalam rokok (Carranza Fermin A, et al, 2012).


23

2.1.3.2. Periodontitis

Periodontitis adalah inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan

migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi

tulang alveolar. Pada pemeriksaan klinis terdapat peningkatan kedalaman probing,

perdarahan saat probing (ditempat aktifnya penyakit) yang dilakukan dengan

perlahan dan perubahan kontur fisiologis. Dapat juga ditemukan kemerahan,

pembengkakan gingiva dan biasanya tidak ada rasa sakit (Eley dan Manson,

2004).

2.1.4. Tanda dan Gejala Klinis

Tanda dan gejala klinis penyakit periodontal menurut Eley dan Manson

(2004) adalah ebagai berikut :

1. Inflamasi gingiva dan perdarahan

Inflamasi gingiva pada dasarnya merupakan pelopor dari periodontitis,

manifestasi dari inflamasi menjadi tidak terlihat dengan berkembangnya

periodontitis. Seringkali gingiva berwarna merah muda dan keras, konturnya

hampir normal, tidak berdarah saat penydean dan pasien tidak mengeluh tentang

perdarahan saat menyikat gigi. Adanya keparahan inflamasi gingiva tergantung

pada status kebersihan mulut, apabila kebersihan mulut buruk maka inflamasi

gingiva akan timbul dan terjadi perdarahan saat penyikatan bahkan perdarahan

spontan.

2. Poket

Pengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari diagnosis

periodontitis akan tetapi harus diinterpretasikan dengan inflamasi gingiva dan


24

pembengkakan, tanda-tanda radiografi serta kerusakan tulang alveolar. Apabila

tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih dari 2 mm menunjukkan

adanya migrasi ke apical dari epitelium krevikular tetapi pembengkakan inflamasi

sering terjadi pada usia muda sehingga poket sedalam 3-4 mm dapat seluruhnya

merupakan poket gingiva atau poket palsu. Poet sedalam 4 mm menunjukkan

adanya periodontitis.

3. Resesi gingiva

Apabila ada resesi pengukuran kedalaman poket hanya merupakan

cerminan sebagian dari jumlah kerusakan periodontal seluruhnya. Resesi gingiva

dan terbukanya akar meruapakan tanda dari periodontitis.

4. Mobilitas gigi

Beberapa mobilitas gigi pada bidang labiolingual dapat terjadi pada gigi

yang sehat, berakar tungga, khususnya pada gigi insisivus bawah yang lebih

mudah bergerak daripada gigi berakar jamak. Bertambahnya mobilitas disebabkan

oleh penyebaran inflamasi dari gingiva ke jaringan yang terletak lebih dalam,

kerusakan jaringan penopang dan trauma oklusal. Pada patologi periodontitis

kerusakan jaringan selalu disertai dengan inflamasi dan trauma oklusal. Mobilitas

yang disebabkan karena inflamasi dan trauma oklusal umumnya reversible

sedangkan mobilitas yang berhubungan dengan kerusakan jaringan dan modifikasi

oklusal bersifat irreversible. Derajat mobilitas gigi dapat dikelompokkan menjadi

3 yaitu :

1) Grade 1 hanya dirasakan

2) Grade 2 mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm


25

3) Grade 3 pergeseran labiolingual lebih dari 1 mm, mobilitas dari gigi

ke atas dank e bawah pada arah aksil

5. Migrasi gigi

Gerakan gigi keluar dari posisi sebenarnya di dalam lengkungan rahang

merupakan tanda umum dari periodontitis. Posisi gigi pada keadaan sehat dapat

dipetahankan oleh keseimbangan lidah, bibir dan tekanan oklusal. Bila jaringan

penopang rusak, tekanan ini yang menentukan migrasi gigi. Gigi insisivus

bergerak paling sering ke labial namun gigi-geligi juga dapat bergerak ke segala

arah atau modot. Bila gigi sudah bermigrasi, tekanan yang mengenai gigi akan

mengubah arahnya dan meningkatkan jumlah stress dan migrasi. Bila insisivus

atas bermigrasi ke labal maka bibir bawah dapat terletak di lingual tepi insisal gigi

dan menyebabkan terjadinya migrasi yang lebih besar.

6. Nyeri

Salah satu tanda dari periodontitis adalah nyeri, nyeri saat gigi diperkusi

meneunjukkan adanya inflamasi aktif dari jaringan penopang yang paling akut

apabila ada pembentukan abses dimana gigi sangat sensitive terhadap sentuhan.

Sensitivitas terhadap panas dan dingin kadang ditemukan apabila ada resesi

gingiva dan terbentuknya pulpa. Salah satu tanda klinis yang umum adalah

sensitivitas khususnya terhadap dingin dimana akar yang dulunya tertutup

kalkulus sudah terbuka.

7. Kerusakan tulang alveolar

Resorpsi tulang alveolar dan kerusakan ligamentum periodontal tanda

paling penting dari periodontitis dan merupakan salah satu penyebab lepasnya
26

gigi. Pemeriksaan radiografi merupakan bagian tak terpisahkan dari diagnosis

periodontitis dan memberikan batasan tentang tinggi tulang alveolar, bentuk

kerusakan tulang, lebar ruang periodontal, dan densitas trabekulasi kanselus.

Tanda radiografi yang pertama dari kerusakan periodontal adalah hilangnya

densitas tepi alveolar. Keadaan ini sangat jelas terlihat antara gigi-gigi posterior

dimana septum interdental yang lebar dan sehat memberikan gambaran tepi

alveolar yang padat dan berbatas jelas.

8. Bau mulut (halitosis)

Bau mulut yang mengganggu sering menyertai penyakit periodontitis

terutama bila kersihan mulut buruk. Inflamasi akut dengan produksi nanah yang

keluar dari poket bila poket ditekan juga menyebabkan halitosis. Sumber halitosis

yang konstan disebabkan oleh kurangnya kesadaran pasien dalam menjaga

kebersihan mulut (Eley dan Manson, 2004).

Adapun tanda-tanda klinis dari periodontitis adalah adanya inflamasi

gingival, pembengkakan papillainterdental, kerusakan tepi gingival, terbentuknya

pocket atau saku gingival, resesi gingival, perubahan warna, kontur, konsistensi

jaringan periodontal, dan terjadi perdarahan gusi (Carranza, dkk, 2012).

Sedangkan menurut teori yang dikemukanan oleh Irianto (2015)

menyebutkan bahwa gejala klinis dari periodontitis adalah adanya perdarahan

gusi, perubahan warna pada gusi dan bau mulut atau halitosis (Irianto, 2015).

2.1.5. Klasifikasi

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Carranza, dkk (2012) bahwa

klasifikasi periodontitis ada beberapa macam antara lain


27

2.1.5.1. Periodontitis Kronis

Periodontitis kronis ini merupakan penyakit yang umum pada

periodontitis. Prevalensi penyakit ini terjadi pada usia dewasa > 35 tahun akan

tetapi juga dapat terjadi pada anak-anak, jumlah kerusakan yang selalu konsisten.

Periodontitis kronis ini berjalan lambat akan tetapi lebih cepat dalam merusak

jaringan periodontal.

Ada beberapa faktor yang ikut berkontribusi dalam peningkatan resiko

terjadinya penyakit, antara lain:

1) Faktor lokal. Akumulasi plak pada gigi dan gingiva pada dentogingiva junction

merupakan awal inisiasi agen pada etiologi periodiontitis kronis. Bakteri

biasanya memberikan efek lokal pada sel dan jaringan berupa inflamasi.

Kalkulus yang sering ditemukan pada subgingiva juga mempengaruhi

terjadinya periodontitis.

2) Faktor sistemik. Kebanyakan periodontitis kronis terjadi pada pasien yang

memiliki penyakit sistemik yang mempengaruhi keefektivan respon host.

Diabetes merupakan contoh penyakit yang dapat meningkatkan keganasan

penyakit ini. Selain itu, HIV juga dapat mempengaruhi periodontitis.

3) Lingkungan dan perilaku merokok dapat meningkatkan keganasan penyakit ini.

Pada perokok, terdapat lebih banyak kehilangan attachment dan tulang, lebih

banyak furkasi dan pendalaman poket. Stres juga dapat meningkatkan

prevalensi dan keganasan penyakit ini.

Karakteristik yang ditemukan pada pasien periodontitis kronis yang

belum ditangani meliputi akumulasi plak pada supragingiva dan subgingiva,


28

inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan periodontal attachment,

kehilangan tulang alveolar, dan kadang-kadang muncul supurasi. Pada pasien

dengan oral hygiene yang buruk, gingiva membengkak dan warnanya antara

merah pucat hingga magenta. Hilangnya gingiva stippling dan adanya perubahan

topografi pada permukaannya seperti menjadi tumpul dan rata (cratered papila).

Pada banyak pasien karakteristik umum seringkali tidak terdeteksi, dan

inflamasi hanya terdeteksi dengan adanya pendarahan pada gingiva sebagai

respon dari pemeriksaan poket periodontal. Kedalaman poket bervariasi, dan

kehilangan tulang secara vertikal maupun horizontal dapat ditemukan.

Kegoyangan gigi terkadang muncul pada kasus yang lanjut dengan adanya

perluasan hilangnya attachment dan hilangnya tulang.Periodontitis kronis dapat

didiagnosis dengan terdeteksinya perubahan inflamasi kronis pada marginal

gingiva, adanya poket periodontal dan hilangnya attachment secara klinis

(Carranza Fermin A, et al, 2012).

Gambar 2.2. Gambaran klinis periodontitis kronis (Sumber : Newman, Michael.G,

Takei, Henry. H, Klokkevold, Perry. R, Carranza, Fermin. A. Carranza’s Clinical

Periodontology. 11th Edition. 2012)


29

Gambar 2.3. Gambaran radiografi periodontitis kronis (Sumber : Newman,

Michael.G, Takei, Henry. H, Klokkevold, Perry. R, Carranza, Fermin. A.

Carranza’s Clinical Periodontology. 11th Edition. 2012)

2.1.5.2. Periodontitis Agresif

Kebalikan dengan periodontitis kronis, periodontitis agresif ini berjalan

sangat cepat. Lebih cepat dalam kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang,

jumlah mikroba tidak konsisten dengan kerasnya penyakit, bakteri yang

menginfeksi adalah Actinobacillus actinomycetemcomitans, ketidaknormalan pada

fungsi fagosit, respon berlebih pada makrofag, peningkatan produksi

prostaglandin dan interkulin. Menurut Carranza, dkk (2012) periodontitis terdapat

beberapa macam antara lain :

2.1.5.2.1. Periodontitis Agresif Lokal

Periodontitis agresif local (Localized aggressive periodontitis)

meruapakn salah satu macam dari periodontitis agresif. Periodontitis ini biasanya

terjadi pada masa pubertas. Secara klinis, karakteristik dari periodontitis agresif

lokal ini terjadi pada gigi molar pertama atau insisivus dengan menunjukkan

kehilangan perlekatan interproksimal pada dua gigi permanen. Kerusakan jaringan

periodontal pada LAP disebabkan oleh


30

1) Setelah awal kolonisasi dari erupsi pertama gigi permanen (molar 1 dan

insisivus), Aggregatibacter actinomycetemcomitans menyingkirkan

pertahanan host dengan mekanisme yang berbeda, termasuk produksi PMN

kemotaksis sebagai faktor penghambat, endotoksin, kolagen, leutoksin, dan

faktor lain diantaranya bakteri yang berkolonisasi di dalam poket dan awal

kerusakan jaringan periodontal. Setelah tampak awal pertahanan imun yang

kuat dirangsang untuk produksi opsonik antibodi sebagi peningkatan

kebersihan dan fagositosis bakteri serta penetralan aktivitas leutoksik.

2) Bakteri antagonis dapat berkolonisasi pada jaringan periodontal dan

menghambat bakteri A. actinomycetemcomitans untuk berkolonisasi

lebihlanjut di dalam mulut. Bakteri A. actinomycetemcomitans akan

menginfeksi dan merusak jaringan periodontal.

Pada pemeriksaan radiografi ditemukan kehilangan vertical tulang

alveolar di sekitar gigi molar dan insisivus. Hal ini dimulai pada masa pubertas

sebagai tanda klinis dari LAP. Pada pemeriksaan radiografi juga ditemukan

kehilangan bentuk tulang alveolar pada gigi premolar 2 dan biasanya kerusakan

tulang lebih lebar dari pada periodontitis kronis.

2.1.5.2.2. Periodontitis Agresif Umum

Periodontitis agresif umum (Generalized aggressive periodontitis)

merupakan periodontitis yang biasanya terjadi pada individu usia di bawah 30

tahun atau lebih tua. Secara klinis, GAP memiliki karakteristik yaitu kehilngan

perlekatan secara umum pada 3 gigi permanen baik molar maupun insisivus.

Kerusakan pada GAP tampak secara episodic atau berkala serta diikuti tahap demi
31

tahap (minggu atau bulan atau tahun). Pada pemeriksaan radiografi seringkali

menunjukkan kehilangan tulang secara progresif. Pada pasien dengan GAP

mempunyai jumlah akumulasi plak bakteri lebih sedikit dibandingkan dengan

LAP. Dua respon jaringan gingival dapat ditemukan pada pasien GAP. Pertama

adalah adanya inflamsi jaringan akut, proliferasi, ulserasi, tampak kemerahan dan

perdarahan spontan jug adapt terjadi. Respon jaringan yang seperti ini merupakan

tahap awal terjadinya kerusakan pada perlekatan dan tulang.

Pada GAP ini terdapat 3 faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah

faktor imunologi, faktor genetic dan faktor lingkungan. Pada faktor imunologi

yang berperan dalam periodontitis adalah HLAs. Sedangkan pada faktor genetic

antara lain ketidaknormalan neutrophil dalam darah. Pada faktor lingkungan

antara lain merokok yang dapat mempengaruhi kerusakan jaringan periodontal

pada usia muda.

2.1.5.2.3. Periodontitis Pubertas

Periodontitis yang berkembang cepat adalah penyakit yang biasanya

dimulai sekitar masa pubertas hingga 35 tahun. Ditandai dengan resorbsi tulang

alveolar yang hebat, mengenai hampir seluruh gigi. Bentuk kehilangan yang

terjadi vertikal atau horizontal, atau kedua-duanya. Banyaknya kerusakan tulang

nampaknya tidak berkaitan dengan banyaknya iritan lokal yang ada. Penyakit ini

dikaitkan dengan penyakit sistemik (seperti diabetes melitus, sindrom down, dan

penyakit-penyakit lain), tetapi dapat juga mengenai individu yang tidak memiliki

penyakit sistemik. Keadaan ini dibagi dalam dua subklas:


32

a. Tipe A: terjadi antara umur 14-26 tahun. Ditandai dengan kehilangan

tulang dan perlekatan epitel yang cepat dan menyeluruh.

b. Tipe B: ditandai dengan kehilangan tulang dan perlekatan epitel yang

cepat dan menyeluruh pada usia antara 26-35 tahun.

c. Nekrosis ulseratif gingivo-periodontitis (NUG-P) adalah bentuk

periodontitis yang biasanya terjadi setelah episode berulang dari gingivitis

ulseratif nekrosis akut dalam jangka waktu lama, yang tidak dirawat atau

dirawat tetapi tidak tuntas. Pada tipe ini terjadi kerusakan jaringan di

interproksimal, membentuk lesi seperti kawah, baik pada jaringan lunak

mapun tulang alveolar.

2.1.5.2.4. Periodontitis Juvenile

Localised Juvenil Periodontitis (LJP) adalah penyakit peridontal yang

muncul pada masa pubertas. Gambaran klasik ditandai dengan kehilangan tulang

vertikal yang hebat pada molar pertama tetap, dan mungkin pada insisif tetap.

Biasanya, akumulasi plak sedikit dan mungkin tidak terlihat atau hanya sedikit

inflamasi yang terjadi. Predileksi penyakit lebih banyak pada wanita dengan

perbandingan wanita:pria 3:1. Bakteri yang terlibat pada tipe ini adalah

Actinobacillus actinomycetemcomittans. Bakteri ini menghasilkan leukotoksin

yang bersifat toksis terhadap leukosit, kolagenase, endotoksin, dan faktor

penghambat fibroblas. Selain bentuk terlokalisir, juga terdapat bentuk menyeluruh

yang mengenai seluruh gigi-geligi (Eley dan Manson, 2004).

2.1.5.2.5. Periodontitis Ulserasi Nekrosis (NUP)


33

Secara klinis NUP hampir sama dengan NUG yaitu adanya ulserasi dan

nekrosis pada jaringan periodontal. NUP adalah kerusakan jaringan periodontal

secara progresif dengan peningkatan perlekatan periodontal dan kehilangan

tulang. Tanda klinis dari NUP adalah adanya nekrosis atau ulserasi dari papilla

interdental. Pembentukan pseudomembranosa pada margin gingival, marginal

gingiva tampak kemerahan bahkan berdarah , dan halitosis. Pada penderita NUP

ini dapat terjadi keparahan apabila kebersihan mulut buruk, merokok, stres

psikologi, dan gizi buruk (Carranza Fermin A, et al, 2012).

2.1.5.3. Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik

Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik adalah diagnose yang

ditegakkan ketika kondisi penyakit sistemik sebagai faktor yang paling berperan

dalam menyebabkan periodontitis. Kerusakan jaringan periodontal sebagai akibat

faktor lokal akan tetapi didukung dengan adanya kondisi diabetes militus, HIV

dapat didignosa periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik. Periodontitis

sebagai manifestasi penyait sistemik antara lain:

1) Penyakit hematologi (kelaianan darah) antara lain leukemia, neutropenia

akut, dan lainnya.

2) Penyakit genetic antara lain keturunan neutropenia, syndrome down,

syndrome defisiensi leukosit, syndrome papilon-lefevre, syndrome

chediak-higashi, syndrome hitrositosis, syndrome cohen, dan

hypoposphatasia (Carranza, dkk, 2012).

2.1.6. Pathogenesis
34

Berikut ini merupakan skema dari pathogenesis periodontitis menurut

Carranza, dkk. (2012)

Gambar 2.4. Pathogenesis periodontitis(Sumber : Newman, Michael.G, Takei,

Henry. H, Klokkevold, Perry. R, Carranza, Fermin. A. Carranza’s Clinical

Periodontology. 11th Edition. 2012)

Respon inflamasi pada penyakit periodontal meliputiaktivasi leukosit,

neutrofil, T-limfosit, sel plasma, pelepasan antibodi, lipopolisakaridadan mediator

inflamasi kimia yang termasuk sitokin,kemokin dan protein C-reaktif.

Lipopolisakarida yang masuk ke dalam dinding sel bakteri gram-negatif dan

bertindak sebagaistimulan kuat untuk respon host kompleks. Peningkatan

neutrofil ini diikuti oleh pelepasan sitokin dan makrofag. Bahan kimia mediator

yang produksiberupa tumor necrosis factor alpha (TNF-a), Interleukin-1 (IL-1)

dan prostaglandin. Proses inflamasi meliputi stimulasi fibroblast oleh IL-1

dansekresi matriks metalloproteinase (MMPs) oleh neutrofil

polimorfonuklear.MMPs bertanggung jawab untuk meningkatkan kerusakan


35

kolagen, danTNF-a terutama bertanggung jawab untukpeningkatan aktivitas

osteoklasmengakibatkan resorpsi tulang.

MMPs juga dapat mengaktifkan sitokindan kemokin yang memperburuk

proses destruktif. Produksi kolagen dihambat oleh berkurangnya aktivitas

fibroblas. Limfosit melepaskan antibodi sebagai mekanisme perlindungantetapi

juga mengaktifkan osteoklas, yang mengakibatkan hilangnya tulang. Tingkat

kerusakan periodontal tergantung pada keseimbangan menjadidestruktif dan

pelindung mediator inflamasi. Sementarabakteri periodontal yang diperlukan

untuk penyakit periodontal infektif,respon individu menentukan perkembangan

penyakit. Faktor genetik yang mempengaruhi ekspresi mediator inflamasidalam

menanggapi lipopolisakarida bakteri (Carranza Fermin A, et al, 2012).

Adapun pathogeneis periodontitis menurut Paquette (1999) yaitu plak

dental yang terjadi merupakan suatu biofilm microbial di mana bakteri patogen

hidup bersama dan berinteraksi dalam suatu lingkungan yang tertutup matriks.

Plak biofilm menyebabkan paparan dari pejamu terhadap komponen permukaan

sel bakteri seperti lipopolisakarida yang dilepaskan ke dalam sulkus gingivalis

dalam bentuk vesikel-vesikel membran luar. Produk kuman ini menyerang dan

masuk ke dalam jaringan dan berkontak dengan berbagai sel pejamu termasuk

monosit dan makrofag. Selanjutnya, lipopolisakarida kuman dengan protein

pengikat (binding protein) dari pejamu membentuk suatu kompleks menjadi

lipopolysaccharide-binding protein (LPB) yang kemudian mengikat reseptor

CD14 pada monosit dan makrofag. Peristiwa pengikatan ini menyebabkan

ekspresi dan pelepasan mediator imun-inflamatori dan sitokin. Interaksi


36

biokimiawi-seluler ini menandai dimulainya proses (onset) penyakit yang

terkulminasi pada perusakan jaringan periodontal. Maka, periodontitis disifati

oleh adanya pembentukan kantong-kantong periodontal yang patologis (pockets),

bersama-sama dengan terjadinya perusakan serabut-serabut ligamen periodontal

yang mengikatkan gigi-geligi pada tulang alveolar serta perusakan dari bagian

tulang alveolar itu sendiri. Sekali telah terjadi, periodontitis berjalan perlahan-

lahan secara progresif dan bersifat destruktif dengan periode eksaserbasi dan

remisi. Akibat dari kelainan ini gigi dapat tanggal dan dalam bentuknya yang

lebih berat penderita kehilangan seluruh gigi geliginya (Paquette, 1999).

Adapun pathogenesis penyakit periodontitis menurut Eley dan Manson

(2004) adalah penyakit periodontal yang disebabkan karena reaksi inflamasi

lokal terhadap infeksi bakteri gigi, dan dimanifestasikan oleh rusaknya

jaringanpendukung gigi. Gingivitis merupakan bentuk dari penyakit

periodontal dimana terjadi inflamasi gingiva, tetapi kerusakan jaringan ringan

dan dapatkembali normal. Periodontitis merupakan respon inflamasi kronis

terhadapbakteri subgingiva, mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal

irreversible sehingga dapat berakibat kehilangan gigi. Pada tahap

perkembangan awal, keadaan periodontitis sering menunjukkan gejala yangtidak

dirasakan oleh pasien (Eley dan Manson, 2004).

Periodontitis didiagnosis karena adanyakehilangan perlekatan antara

gigi dan jaringan pendukung (kehilanganperlekatan klinis) ditunjukkan

dengan adanya poket dan pada pemeriksaanradiografis terdapat penurunan

tulang alveolar. Penyebab periodontitis adalahmultifaktor, karena adanya


37

bakteri patogen yang berperan saja tidak cukupmenyebabkan terjadi

kelainan. Respon imun dan inflamasi pejamu terhadapmikroba merupakan

hal yang juga penting dalam perkembangan penyakit periodontal yang

destruktif dan juga dipengaruhi oleh pola hidup, lingkungandan faktor genetik

dari penderita (Eley dan Manson, 2004).

Pada periodontitis, terdapat plak mikroba negative gram yang

berkolonisasi dalam sulkus gingiva (plak subgingiva) dan memicu

responinflamasi kronis. Sejalan dengan bertambah matangnya plak, plak

menjadilebih patogen dan respon inflamasi pejamu berubah dari keadaan

akutmenjadi keadaan kronik. Apabila kerusakan jaringan periodontal,

akanditandai dengan terdapatnya poket. Semakin dalamnya poket,

semakinbanyak terdapatnya bakteri subgingiva yang matang. Hal ini

dikarenakanpoket yang dalam terlindungi dari pembersih mekanik (penyikatan

gigi) jugaterdapat aliran cairan sulkus gingiva yang lebih konstan pada poket

yang dalam dari pada poket yang diangkat (Eley dan Manson, 2004).

2.1.7. Diagnosis

Menurut Carranza, dkk. (2012) menyebutkan bahwa dalam mendiagnosis

penyakit periodontitis dapat dilihat dengan adanya poket atau tidak, jika terdapat

poket apabila kedalamannya sudah melebihi 3mm (>3mm) dapat dikatakan

periodontitis. Selain itu, jika pasien mempunyai 3 poket dan memiliki kedalaman

>5mm juga disebut periodontitis. Dalam buku ini, diagnosis periodontitis

digolongkan menjadi 4 tahap yaitu :

1) Tahap I : Gingivitis
38

2) Tahap II : Periodontitis Awal

3) Tahap III : Periodontitis Lanjutan

4) Tahap IV : Periodontitis Akhir (Carranza, dkk, 2012).

Menurut teori yang dikemukakan oleh Irianto (2015) cara mendiagnosis

periodontitis adalah sebagai berikut :

(1) Pada pemeriksaan mulut dan gigi, gusi tampak bengkak dan berwarna

merah keunguan.

(2) Akan tampak endapan plak atau karang di dasar gigi disertai kantong yang

melebar di gusi.

(3) Dokter gigi akan mengukur kedalaman kantong dalam gusi dengan suatu

alat tipis dan dilakukan rontgen gigi untuk mengetahui jumlah tulang yang

keropos.

(4) Semakin banyak tulang yang keropos maka gigi akan lepas dan berubah

posisinya.

(5) Gigi depan seringkali menjadi miring ke luar.

(6) Periodontitis biasanya tidak menimbulkan nyeri kecuali jika gigi sangat

longgar sehingga ikut bergerak ketika mengunyah atau jika terbentuk

abses (pengumpulan nanah) (Irianto, 2015).

2.1.8. Dampak Penyakit Periodontitis

Dampak dari penyakit periodontitis antara lain :

(1) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

Penyakit periodontal merupakan suatu bentuk peradangan pada jaringan

penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri, terutama bakteri Gram negatif,
39

anaerob, dan mikroaerofilik. Untuk dapat menimbulkan kerusakan, bakteri harus

berkolonisasi pada sulkus gingiva dengan menyerang pertahanan host, merusak

barier epitel krevikular, atau memproduksi substansi yang dapat menimbulkan

kerusakan jaringan. Walaupun faktor-faktor lain dapat mempengaruhi kesehatan

jaringan periodontal, penyebab utama penyakit periodontal tetaplah

mikroorganisme yang berkoloni di permukaan gigi, yaitu plak bakteri dan produk-

produk yang dihasilkannya. Beberapa faktor lokal yang bersama-sama dengan

plak bakteri dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal. Selain itu,

kelainan sistemik pun dapat mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Salah

satu faktor sistemik yang dapat mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal

adalah kehamilan.

Bakteri-bakteri seperti Actinobacillusactinomycetemcomitans,

Phorpyromonasgingivalis, Tannerellaforsythensis, dan Treponemadenticola

merupakan kelompok bakteri yang sering ditemukan dengan jumlah yang tinggi

pada periodontitis. Sedangkan kelompok bakteri dari genus Actinimyces lebih

sering ditemukan pada kondisi periodontal yang sehat. Fusobacteriumnucleatum

adalah bakteri yang dihubungkan dengan kelahiran yang prematur. Kenyataannya,

Fusobacteriumnucleatum lebih erat kaitannya dengan penyakit periodontal

dibandingkan dengan infeksi genital, maka dapat diasumsikan bahwa kondisi

kelahiran yang merugikan seperti kelahiran prematur lebih disebabkan oleh karena

proses inflamasi yang melalui plasenta yang berasal dari rongga mulut.

North Carolina, ibu hamil dengan tingkat keparahan periodontitis sedang

sampai berat memiliki risiko untuk melahirkan sebelum waktunya 7 kali lebih
40

tinggi dibanding ibu hamil dengan keadaan jaringan periodontal yang sehat. Pada

penelitian yang dilakukan terhadap 850 ibu hamil sebelum dan sesudah

melahirkan, disimpulkan bahwa penyakit periodontal berperan terhadap terjadinya

kelahiran prematur.

Ada empat bakteri yang berhubungan langsung antara pematangan plak

dan periodontitis, yaitu Bakteriodesforshythus, Porphyromonasgingivalis,

Actinobacillusactinomycetemcomitans, Treponemadenticola, yang ditemukan

lebih banyak jumlahnya pada wanita yang melahirkan bayi prematur

dibandingkan dengan wanita yang melahirkan tepat waktu. Bakteri-bakteri

tersebut mampu menghasilkan lipopolisakarida, protein, sitokin, dan memicu

peradangan melalui peredaran darah. Bakteri patogen periodontal merangsang

produksi prostaglandin dan komponen peradangan yang dapat menyebabkan

dilatasi serviks dan kontraksi uterus. Proses perpindahan bakteri yang dapat

memicu terjadinya kelahiran prematur dapat dimulai dari adanya bakterimia.

Bakterimia seringkali terjadi pada orang dengan kondisi periodontal yang tidak

sehat, yaitu adanya perdarahan pada gingiva baik secara spontan maupun pada

saat menyikat gigi. Perdarahan pada gingiva dapat memicu terjadinya bakterimia

dan selanjutnya peradangan akan melalui sistem peredaran darah masuk melalui

plasenta.

Bakteri dapat menyebabkan infeksi, dan lipopolisakarida yang dihasilkan

oleh bakteri akan menyebar ke dalam rongga rahim. Bakteri dan produknya akan

berinteraksi pada membran, memicu produksi prostaglandin atau secara langsung

menyebabkan kontraksi otot rahim dan dilatasi serviks sehingga bakteri yang
41

masuk lebih banyak dan terus berlanjut proses kerusakannya. Peradangan pada

jaringan periodontal dapat mempengaruhi kehamilan melalui bakteri Gram negatif

anaerob dan produknya seperti lipopolisakarida yang dapat merangsang pelepasan

modulator imun seperti PGE2 dan TNFα yang dibutuhkan pada waktu kelahiran

normal. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kelahiran sebelum waktunya

karena sistem dalam tubuh mengira sudah waktu melahirkan oleh karena adanya

pelepasan PGE2 dan TNFα. Selain itu, bakteri Gram negatif juga dapat

mengakibatkan gangguan pengaturan sitokin dan hormon yang mengatur

kehamilan. Padahal dalam keadaan normal, hormon saat kehamilan dan aktivitas

sitokin memegang peranan penting dalam pematangan leher rahim, pengaturan

kontraksi rahim, dan pengiriman nutrisi ke janin. Akibatnya, hal tersebut bisa

memicu robeknya membran plasenta sebelum waktunya sehingga berakibat pada

kelahiran premature.

Berbagai penelitian yang dilakukan menemukan bahwa infeksi jaringan

periodontal berperan sebagai faktor risiko kelahiran prematur dan berat badan

lahir rendah. Dalam hal ini perpindahan produk bakteri yaitu lipopolisakarida dan

sitokin lebih berpengaruh daripada perpindahan bakteri itu sendiri. Penelitian

Case-Control yang dilakukan Ardakani dkk (2013) juga menyimpulkan bahwa

penyakit periodontal pada ibu hamil merupakan faktor risiko terhadap bayi

dengan berat lahir rendah. Namun, menurut systematic review yang dilakukan

Vett ore dkk, walaupun banyak penelitian yang menemukan hubungan yang

positif antara penyakit periodontal dengan adverseevents pada ibu hamil seperti

kelahiran prematur ataupun BBLR, hampir semua penelitian tidak


42

memperhitungkan adanya faktor lain yang mempengaruhi kondisi kehamilan itu

sendiri, seperti stres, kondisi sistemik, dan trauma semasa kehamilan, sehingga

mungkin saja adanya faktor lain diluar kondisi mulut yang buruk dari ibu hamil

yang mempengaruhi.

Gambar 2.5 Skema pengaruh penyakit periodontitis terhadap kehamilan

(2) Penyakit Jantung Koroner

Menurut Kweider (1993), penyakit kardiovaskuler dapat didefinisikan

sebagai penyakit yang menyerang jantung maupun pembuluh darah dengan

mengakibatkan terganggunya peredaran darah. Keadaan ini dapat terjadi akibat

tersumbatnya pembuluh darah oleh sel lemak atau kolesterol yang seringkali

disebut dengan istilah plak. Dengan berjalannya waktu, pembuluh darah dapat

tersumbat dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya serangan jantung. Menurut

catatan, penyakit kardiovaskuler menyebabkan 20% kematian atau sekitar 14 juta

penduduk di dunia dalam setahunnya. Keadaan ini paling nyata di negara-negara


43

maju dan merupakan sebab kematian yang utama. Sejumlah besar penderita tidak

menampakkan adanya faktor-faktor risiko tradisional seperti hipertensi, merokok,

kegemukan, hiperkolesterolemia, dan predisposisi genetik. Sebaliknya, petanda

inflamasi di dalam darah ditemukan berkaitan dengan risiko terjadinya penyakit

kardiovaskuler, seperti misalnya CRP. Ada beberapa kemungkinan untuk

terjadinya penyakit kardiovaskuler di mana penyebab infeksi (infectious agents)

dapat merangsang atau meningkatkan proses kejadian aterosklerosis, di antaranya

adalah (i) invasi langsung pada dinding pembuluh darah sehingga menimbulkan

respons inflamatorik yang selanjutnya menyebabkan peningkatan limfosit dan

makrofag; (ii) pelepasan lokal dari endotoksin (lipopolisakarida) yang dapat

meningkatkan ambilan (uptake) ester kolesterol oleh makrofag untuk membentuk

sel busa (foam cells); (iii) kemiripan bentuk (mimicry) molekuler dari heat shock

protein-60 (Hsp-60) mikrobial dengan Hsp manusia menginduksi suatu reaksi

autoimun; (iv) efek sistemik tak langsung (indirect) yang melepaskan

lipopolisakarida ke dalam darah, menyebabkan kerusakan endotelium; dan (v)

induksi dari perubahan-perubahan dalam lipoprotein oleh sitokin yang secara

tidak langsung merupakan predisposisi aterosklerosis pada penderita.

Metabolisme lipid diatur secara ekstensif pada waktu kejadian respons

pejamu terhadap infeksi. Lipid merupakan bagian dari pertahanan pejamu (host

defense) dengan lipoprotein perusak partikel infektif misalnya endotoksin.

Peristiwa ini ditengahi (mediated) oleh sitokin, seperti faktor nekrosis tumor

(TNF-α), interleukin-1, interleukin-6 dan interferon. Sitokin dapat menurunkan

aktivitas lipase lipoprotein, pembersihan trigliserida (triglyceride clearance), dan


44

meningkatkan kadar very low density lipoprotein (VLDL). Penyakit periodontal

dapat mengakibatkan terjadinya paparan sistemik yang berulang-ulang terhadap

bakteri, lipopolisakarida endotoksin, dan lain-lain produk bakterial yang dapat

mempengaruhi metabolisme lipid dan hemostasis. Sulkus gingivalis dapat

mengandung plak dental sampai sebanyak 200 mg yang terdiri dari sejumlah

mikroorganisme yang secara langsung dapat menyerang jaringan periodontal.

Rusaknya susunan epitel dalam kantong (pocket) periodontal juga

menciptakan suatu kesempatan untuk terjadinya translokasi langsung bakteri dan

bakteriemia. Semakin parah suatu peradangan periodontal, semakin besar paparan

secara hematogen terhadap bakteria, baik dalam jumlahnya maupun lamanya.

Sebagai tambahan, lipopolisakarida dari plak dental dapat menembus gingiva dan

menimbulkan suatu respon antibodi spesifik-lipopolisakarida yang bersifat

sistemik. Paparan sistemik pada bakteri oral dapat menimbulkan gangguan

metabolisme lipid yang terjadi melalui peningkatan sitokin yang beredar di dalam

darah (circulating cytokines). Dari penelitian-penelitian sebelumnya diketahui

bahwa lipopolisakarida bekerja sebagai pemicu sistemik yang dapat mengaktifkan

suatu rangkaian sitokin inflamatorik yang menimbulkan komplikasi vaskuler dan

koagulasi terkait dengan aterosklerosis. Sitokin yang berasal dari monosit, seperti

misalnya TNF-α dan interleukin 1, 6, dan 8, mempunyai efek yang kuat terhadap

sintesis protein hepatik, katabolisme jaringan, dan metabolisme lipid.

Abnormalitas lipid yang biasanya berkaitan dengan infeksi pada manusia dan

hewan percobaan, meskipun tidak harus berlaku pada infeksi periodontal, meliputi

peningkatan dari kadar VLDL dan menurunnya kadar kolesterol high density
45

lipoprotein (HDL). Infeksi yang bukan periodontitis dijumpai berhubungan

dengan peningkatan viskositas darah dengan cara meningkatkan fibrinogen

plasma dan faktor-faktor lain, namun tidak banyak studi yang melaporkan adanya

hubungan antara fibrinogen yang beredar pada individu-individu dengan

periodontitis.

PJK dan kesehatan gigi-geligi yang buruk merupakan masalah yang

dijumpai di seluruh dunia, dan hubungan antara keduanya secara potensial penting

sekali. Laporan mengenai hubungan positif antara PJK dan penyakit periodontal

telah banyak dikemukakan. Buhlin dkk(6) membandingkan penderita-penderita

periodontitis berat dengan individu yang tidak menderita periodontitis

(nonperiodontitis). Individu dengan periodontitis secara signifikan mempunyai

kadar monosit beredar (circulating monocytes) dan CRP yang tinggi dan HDL-

kolesterol yang rendah, bila dibandingkan dengan subyek nonperiodontitis. Studi

dari Buhlin dkk, ini menunjukkan bahwa periodontitis yang dulu dianggap suatu

penyakit lokal murni, ternyata dapat menyebabkan inflamasi sistemik dan

perubahan-perubahan lipid, yang diketahui meningkatkan risiko terhadap PJK.

Persson dkk, melakukan studi terhadap penderita-penderita infark miokard yang

sembuh dan membandingkannya dengan kontrol dan mendapatkan hasil yang

serupa dengan hasil yang dilaporkan oleh lain-lain peneliti. Melalui studinya

Persson dkk, berkesimpulan untuk menggunakan foto radiografis terhadap tulang

alveolar yang hilang (alveolar bone loss). Pemeriksaan radiografis merupakan

cara yang penting dan praktis pada studi besar oleh karena lebih mudah dilakukan

daripada pemeriksaan klinis. Upaya radiografis dapat dilakukan secara buta


46

(blind) dan independen. Hasil yang didapat melalui foto radiografis ini merupakan

gambaran “efek akumulasi” dari periodontitis dan cara ini adalah yang paling baik

untuk mengetahui tingkat keparahan dari periodontitis. Suatu faktor pengganggu

lain dalam hubungan antara parameter kesehatan gigi-geligi dan PJK adalah

kesamaan hubungan antara keduanya dengan pertanda inflamasi. Seperti

dilaporkan oleh Kweider dkk, dalam suatu penelitian kasus-kelola, penderita-

penderita dengan infeksi periodontal menunjukkan peningkatan fibrinogen plasma

secara signifikan sehingga menimbulkan dugaan bahwa periodontitis dapat

meningkatkan risiko PJK. Sebuah penelitian berikutnya memperlihatkan bahwa

hilangnya gigi-geligi secara total (total tooth loss) (yang umumnya diakibatkan

oleh penyakit periodontal dan karies gigi) juga berhubungan dengan beberapa

pertanda dari inflamasi dan hemostasis (termasuk CRP). Oleh karena hilangnya

gigigeligi secara total tidak memungkinkan terjadinya periodontitis maka dapat

ditarik dua kesimpulan alternatif. Pertama, hilangnya gigigeligi secara total

mungkin mencerminkan suatu predisposisi konstitusional terhadap reaksi

inflamasi yang berat menyusul terjadinya stres inflamatorik (misalnya infeksi

periodontal). Oleh karena itu, hubungan antara hilangnya gigi-geligi dan PJK

merupakan refleksi dari suatu pengaruh keadaan konstitusional “proinflamatorik”

(misalnya karena periodontitis berat sehingga perlu dilakukan pencabutan).

Kedua, hilangnya gigi-geligi secara total berakibat terjadinya perubahan status

nutrisi seperti berkurangnya asupan (intake) buah-buahan sitrus dan vitamin C,

yang mungkin dapat meningkatkan risiko terhadap inflamasi maupun penyakit

kardiovaskuler. Suatu penelitian meta-analisis baru-baru ini menyimpulkan


47

adanya hubungan yang cukup bermakna antara berbagai parameter kesehatan gigi

dengan penyakit kardiovaskuler. Janket dkk melakukan suatu studi yang

membandingkan Asymptomatic Dental Score (ADS) dengan Total Dental Index

(TDI) dan hasilnya dikonfimasikan dengan pemeriksaan angiografi. Total Dental

Index adalah parameter yang dikemukakan oleh Mattila dkk pertama kali pada

tahun 1989 dan merupakan sebuah trobosan di dalam upaya memprediksi

terjadinya PJK (infark miokard) dikaitkan dengan kesehatan gigi-geligi. Di dalam

studinya, Mattila dkk meneliti keadaan kesehatan gigi-geligi dari kasus-kasus

dengan infark miokard akut dan membandingkannya dengan kontrol. Infeksi oral

dari kedua kelompok (kasus dan kontrol) dinilai dengan melihat adanya karies

dentis, penyakit endodontik dan komponen periodontitis (TDI). Hasilnya

menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dijumpai lebih banyak keadaan gigi

geligi yang sangat buruk dibanding kelompok kontrol. Analisis regresi logistik

lebih lanjut menyimpulkan bahwa kesehatan gigi yang buruk dan infark miokard

menunjukkan hubungan atau asosiasi dengan odds ratio (OR) sebesar 1.3. Artinya

subyek dengan kesehatan gigi buruk mempunyai risiko 1,3 kali lebih besar untuk

mengalami infark miokard dibanding dengan individu yang mempunyai kesehatan

gigi baik. Menyusul TDI yang dikemukakan oleh Mattila dkk, Janket dkk

mengusulkan menggunakan apa yang mereka sebut sebagai ADS untuk

mempredeksi terjadinya PJK. Menurut Janket dkk, TDI yang menggunakan

berbagai lesi oral serbagai dasar pernilaian adalah prediktor yang signifikan untuk

PJK; akan tetapi dengan kelainan-kelainan asimtomatik sebagai dasar pernilaian

dan menggabungkannya dengan beberapa lesi oral, sistem tersebut dapat menjadi
48

lebih sensitif dan untuk meramalkan kemungkinan terjadinya PJK. Sebagai

tambahan, kemampuan prediksi ADS dibandingkan pula dengan TDI yang

diformulasikan oleh Mattila dkk. Janket dkk menyimpulkan bahwa hasil dari

penelitian mereka mendukung pendapat yang mengatakan bahwa semakin tepat

dental health score, semakin kuat hubungannya dengan PJK, sehingga benar-

benar merupakan suatu hubungan biologis. Beberapa peneliti di antaranya Lavelle

meragukan apakah benar penyakit periodontal merupakan suatu faktor risiko

terhadap PJK.

Menurut Lavelle, tidak cukup bukti kuat yang medukung konsep tersebut.

Misalnya, deposisi plak ateromatosa pada pembuluh darah koroner dapat pula

disebabkan oleh infeksi lain di samping periodontitis, dan pengobatan terhadap

infeksi periodontal tidak dapat mencegah atau mengubah prevalensi PJK. Dengan

kata lain: risiko PJK tidak menjadi menurun pada kelompok individu yang tanpa

infeksi periodontal. Hujoel dkk meragukan laporan-laporan yang konklusinya

mendukung adanya hubungan antara infeksi periodontal dengan PJK. Selain itu,

Hujoel dkk juga menyimpulkan bahwa besar atau jumlah sampel pada banyak

penelitian-penelitian yang dilaporkan kurang memadai sehingga memberikan

kesimpulan yang tidak benar. Beberapa penelitian menetapkan kriteria inklusi

yang sama untuk PJK, misalnya, infark miokard fatal dan nonfatal serta

hospitalisasi untuk prosedur kardiovaskuler. Tetapi ada juga beberapa penelitian

yang memasukkan infark miokard yang asimtomatik sebagai kriteria inklusi.

Demikian pula, di dalam penggunaan kriteria inklusi untuk penyakit periodontal

ada perbedaan-perbedaan yang mendasar. Danesh bahkan menyatakan bahwa


49

penelitian-penelitian mengenai hubungan penyakit periodontal dengan PJK tidak

mengikut-sertakan pengukuran atas infeksinya sendiri dan respon imun pejamu.

2.1.9. Faktor Risiko Periodontitis

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ireland (2002) bahwa faktor

risiko periodontitis yaitu

2.1.9.1. Umur

Seiring dengan pertambahan usia, gigi geligi menjadi memanjang hal ini

menunjukkan bahwa usia dipastikan berhubungan dengan hilangnya perlekatan

pada jaringan ikat periodontal. Pada penelitian Lebukan (2013) juga menunjukkan

bahwa pada gigi geligi yang memanjang sangat berpotensi mengalami kerusakan.

Kerusakan ini meliputi periodontitis, trauma mekanik yang kronis yang

disebabkan cara menyikat gigi dan kerusakan dari faktor iatrogenik yang

disebabkan oleh restorasi yang kurang baik atau perawatan scaling dan root

planing yang berulang-ulang (Lebukan, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Papapanou (2014) dalam

Aljehani (2014) menyebutkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian

periodontitis. Umur yang dapat mempengaruhi kejadian periodontitis di sini

adalah umur 25 tahun ke atas. Artinya bahwa semakin bertambahnya umur maka

semakin mudah untuk terkena periodontitis.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Qi Zhang (2014)

menunjukkan bahwa umur 45-65 tahun mempunyai proporsi mengalami

periodontitis sebesar 53,0% lebih besar dibandingakan dengan umur 18-44 tahun

dengan proporsi sebesar 33,3%. Selain itu, pada penelitian ini juga dijelaskan
50

bahwa umur 45-65 tahun berhubungan dengan kejadian periodontitis dengan nilai

p sebesar 0,005 dan nilai OR sebesar 1,7. Artinya bahwa subjek dengan umur 45-

65 tahun berisiko 1,7 kali mengalami periodontitis dibandingkan dengan umur 18-

44 tahun.

2.1.9.2. Jenis Kelamin

Secara umum tingkat keparahan penyakit periodontal lebih tinggi pada

laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Data yang diperoleh dari survey

National Institute of Dental Research menunjukkan bahwa level kehilangan

perlekatan pada laki-laki adalah sekitar 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan

perempuan. Demikian dengan kedalaman poket sebesar atau lebih dari 4,0 mm

lebih tinggi pada laki-laki yaitu 11,5 % dibandingkan dengan perempuan sekitar

9,8 %. Kehilangan perlekatan sebanyak 2,5 mm lebih tinggi terjadinya pada laki-

laki yaitu 30,9 % dibandingkan dengan perempuan sekitar 25 % (Tuhuteru,

Lampus, & Wowor, 2014).

2.1.9.3. Pengetahuan

Menurut Budiharto (2010) dalam Rahayu dkk (2014) mengemukakan

bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku. Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan gigi

merupakan faktor predisposisi dari perilaku kesehatan yang mengarah kepada

timbulnya penyakit. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap

positif lebih langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari pengetahuan dan

kesadaran maka perilaku tidak akan berlangsung lama.


51

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, dkk (2014)

menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan status kesehatan

jaringan periodontal dengan nilai p sebesar 0,001. Dari hasil analisis regresi

berganda diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,294, hal ini menunjukkan

secara statistik variabel pengetahuan terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan

mulut memberi konstribusi terhadap status kesehatan periodontal pra lansia di

Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya sebesar 29,4% dan selebihnya

(70,6%) ditentukan oleh faktor lain.

2.1.9.4. Faktor Lokal Mulut

2.1.9.4.1. Plak Bakteri

Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang

melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva bila seseorang mengabaikan

kebersihan mulut. Berdasarkan letak huniannya, plak dibagi atas supra gingival

yang berada disekitar tepi gingival dan plak sub-gingiva yang berada apikal dari

dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah sulkus gingiva

mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit periodontal

berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri bersifat

toksik. Bakteri dapat menyebabkan periodontitis secara tidak langsung dengan

jalan :

(1) Mengganggu pertahanan jaringan tubuh

(2) Menggerakkan proses immuno patologi.

Meskipun penumpukan plak bakteri merupakan penyebab utama

terjadinya gingivitis, akan tetapi masih banyak faktor lain sebagai penyebabnya
52

yang merupakan multifaktor, meliputi interaksi antara mikroorganisme pada

jaringan periodontal dan kapasitas daya tahan tubuh.

2.1.9.4.2. Kalkulus

Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang

mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus

merupakan penyebab terjadinya gingivitis (dapat dilihat bahwa inflamasi terjadi

karena penumpukan sisa makanan yang berlebihan) dan lebih banyak terjadi pada

orang dewasa, kalkulus bukan penyebab utama terjadinya penyakit periodontal.

Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah 10 plak bakteri yang tidak

bermineral, melekat pada permukaan kalkulus, mempengaruhi gingiva secara

tidak langsung.

Jenis kalkulus di klasifikasikan sebagai supragingiva dan subgingiva

berdasarkan relasinya dengan gingival margin. Kalkulus supragingiva ialah

kalkulus yang melekat pada permukaan mahkota gigi mulai dari puncak gingival

margin dan dapat dilihat. Kalkulus ini berwarna putih kekuning-kuningan atau

bahkan kecoklat-coklatan. Konsistensi kalkulus ini seperti batu tanah liat dan

mudah dilepaskan dari permukaan gigi dengan skeler. Pembentukan kalkulus

tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah plak di dalam mulut,tetapi juga dipengaruhi

oleh saliva.

Kalkulus subgingival adalah kalkulus yang berada dibawah batas

gingival margin, biasanya pada daerah saku gusi dan tidak dapat terlihat pada

waktu pemeriksaan. Untuk menentukan lokasi dan perluasannya harus dilakukan

probing dengan eksplorer, biasanya padat dan keras, warnanya coklat tua atau
53

hijau kehitam-hitaman, konsistensinya seperti kepala korek api dan melekat erat

ke permukaan gigi.

Berdsasarkan penelitian Stoykova (2014) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara pembersihan kalkulus dengan kejadian periodontitis dengan nilai

p sebesar 0,00. Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus kontrol dengan nilai

OR sebesar 13,22 artinya orang yang tidak membersihkan kalkulus berisiko 13,22

kali dibandingakan dengan orang yang membersihkan kalkulus (Stoykova et al,

2014).

2.1.9.4.3. Impaksi Makanan

Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan) merupakan

keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Gigi yang

berjejal atau miring merupakan tempat penumpukan sisa makanan dan juga

tempat terbentuknya plak, sedangkan gigi dengan oklusi yang baik akan lebih

mudah dibersihkan oleh proses-peroses alami. Tanda-tanda yang berhubungan

dengan terjadinya impaksi makanan yaitu

(1) perasaan tertekan pada daerah proksimal

(2) rasa sakit yang sangat dan tidak menentu

(3) inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat sering

berbau

(4) resesi gingival

(5) pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat bergerak dari

soketnya, sehingga terjadinya kontak prematur saat berfungsi dan sensitif

terhadap perkusi
54

(6) kerusakan tulang alveolar dan karies pada akar

2.1.9.4.4. Trauma Oklusi

Trauma oklusi menyebabkan kerusakan jaringan periodontal, trauma

oklusi dapat menjadi faktor yang menentukan besar dan bentuk dari kelainan

tulang (deformitas). Hasil itu disebabkan karena adanya perubahan morfologi

bentuk tulang atau penebalan tulang alveolar.

Penelitian yang dilakukan oleh Harrel dkk (2006) dalam Tulak, ingin

melihat apakah terdapat hubungan antara oklusi dan kerusakan periodontal. Para

peneliti mengevaluasi progres dari pendalaman poket pada semua kelompok

percobaan, ditemukan bahwa gigi yang tidak dirawat oklusal diskrepasinya dan

yang dirawat oklusal diskrepansinya menunjukan peningkatan pada pendalaman

poket periodontal dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat

oklusal diskrepansi. Gigi dengan oklusal diskrepansi mengalami pendalaman

poket lebih signifikan dibandingkan dengan gigi yang tidak memiliki riwayat

oklusal diskrepansi. Kesimpulan dari penelitian ini ialah trauma oklusi merupakan

faktor resiko yang signifikan dalam perkembangan penyakit periodontal.

Berdasarkan penelitian Branschofsky dkk, (2011) dalam Tulak

melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara trauma oklusi sekunder

terhadap keparahan periodontitis. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk

mengkorelasikan kualitas dan kuantitas dari trauma oklusi sekunder dengan luas

keparahan periodontitis. Hasil penelitiannya didapatkan bahwa trauma oklusi

sekunder ditemukan pada pasien dengan periodontitis. Trauma oklusi sekunder


55

berhubungan dengan kehilangan perlekatan periodontal/ memperparah

periodontitis.

Menurut penelitian Daing dkk, (2012) dalam Tulak pada laporan

kasusnya tentang managemen lesi periodontal yang disebabkan oleh traumatic

deep bite. Pada kasus ini seorang laki-laki berusia 26 tahun dengan kesehatan

rongga mulut tingkat sedang didapatkan poket periodontal sebesar 7 mm pada

bukal gigi 11. Pada laporan kasusnya didapatkan peningkatan tekanan oklusal

akibat traumatic deep overbite dan menyebabkan lesi periodontal gabungan yang

terdiri dari dehisensi dan cacat lateral periradikuler dari gigi insisivus sentralis

kanan rahang atas. Maloklusi dan posisi gigi abnormal sekarang diakui sebagai

kontributor potensial untuk penyakit periodontal. Maloklusi seperti traumatic deep

overbite dapat menyebabkan peningkatan inflamasi dan kerusakan periodontal.

2.1.9.5. Faktor Sistemik

Menurut Carranza, dkk. (2012) menyebutkan bahwa faktor risiko dari

periodontitis dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor risiko periodontitis

kronis dan faktor risiko periodontitis agresif. Berikut merupakan faktor risiko dari

periodontitis kronis antara lain riwayat penyakit periodontitis, faktor lokal berupa

akumulasi plak bakteri pada gigi dan kalkulus, faktor sistemik (diabetes dan HIV),

faktor genetik (polymorphism) dan faktor lingkungan serta perilaku diantaranya

merokok dan stres.

Sedangkan faktor risiko pada periodontitis agresif adalah faktor

mikrobiologi yaitu Actinobacillus actinomycetemcomitans, faktor immunologi,


56

faktor genetik dan faktor lingkungan berupa merokok karena sangat berpengaruh

terhadap kerusakan gigi pada usia muda (Carranza, dkk, 2012).

2.1.9.5.1. Diabetes Militus

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan

peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan sekresi insulin, atau fungsi

insulin, ataupun keduanya. Menurut WHO (World Health Organization), diabetes

merupakan penyakit kronis, yang terjadi apabila pankreas tidak menghasilkan

insulin yang adekuat, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan

insulin yang diproduksinya. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan

konsentrasi glukosa dalam darah yang dikenal dengan istilah hiperglikemia.

Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia) pada tahun 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki

kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada waktu 2 jam selepas makan

(postprandial) >200 mg/dL. Kadar gula darah bervariasi pada setiap individu

setiap hari dimana kandungan gula darah akan meningkat jumlahnya setelah

individu tersebut makan dan akan kembali normal dalam waktu 2 jam setelah

makan. Pada keadaan normal, lebih kurang 50% glukosa dari makanan yang

dimakan akan mengalami metabolisme sempurna menjadi karbon dioksida (CO2)

dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak.

Semua proses metabolik terganggu pada penderita diabetes melitus akibat

defisiensi insulin. Penyerapan glukosa ke dalam sel menurun dan metabolismenya

terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam

sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia (Carranza, dkk, 2012).


57

Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk

gula darah adalah 180 mg% di dalam tubuh sehingga, bila terjadi hiperglikemi

maka ginjal tidak dapat menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam

darah. Ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar

apabila konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, akibatnya glukosa tersebut

diekskresikan melalui urin (glukosuria) (Carranza, dkk, 2012).

Komplikasi DM yang cukup serius di bidang kedokteran gigi ialah oral

diabetic, yang meliputi mulut kering, gingiva mudah berdarah (gingivitis),

kalkulus, resorbsi tulang alveolaris, periodontitis. Manifestasi oral antara lain

adalah penyakit periodontal, Serostomia, burning mouth syndrome (BMS),

Kandidiasis, penyembuhan luka yang lama dan abnormal, peningkatan infeksi,

penurunan aliran saliva dan pembesaran glandula saliva. Beberapa komplikasi ini

dapat secara langsung berhubungan dengan peningkatan cairan yang berkaitan

dengan urinasi berlebihan pada penderita diabetes tak terkontrol sedangkan

kondisi lainnya, terutama Serostomia, dapat dipengaruhi atau secara langsung

tergantung pada tipe perawatan yang diperoleh penderita. Serostomia merupakan

kondisi penurunan aliran saliva yang dapat memicu burning mouth syndrome

(BMS) dan karies, dan dapat juga mengakibatkan perkembangan bakteri patogen

seperti kandidiasis (Carranza Fermin A, et al, 2012).

Perkembangan karies dapat dipengaruhi oleh peninggian kadar glukosa

pada sekresi saliva, terutama pada penderita diabetes tak terkontrol, sedangkan

pada penderita yang terkontrol hal tersebut kurang terjadi karena asupan

karbohidratnya yang rendah. Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes


58

merupakan salah satu faktor predisposisi perkembangan penyakit periodontal.

Inflamasi gingiva, meskipun dengan kadar plak yang rendah, lebih berisiko pada

penderita diabetes tak terkontrol dibandingkan pada penderita non diabetes.

Deposisi AGE pada dinding kapiler gingiva, kolagen ligamen periodontal dan

matriks tulang alveolar, peningkatan kadar LDL dengan pembentukan atheroma,

hiperglikemia yang mempengaruhi penyembuhan luka periodontal normal,

perubahan respon imun, peningkatan oksidasi, perubahan fungsi leukosit

polimorfonuklear (PMN) dan faktor genetik merupakan faktor-faktor yag

berkontribusi terhadap perkembangan inflamasi jaringan periodonsium dan

penyakit periodontal pada penderita diabetes mellitus (Eley dan Manson, 2004).

Periodontitis merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada

penderita diabetes melitus dengan tingkat prevalensi yang tinggi hingga mencapai

angka 75%. Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk menderita

periodontitis lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menderita DM. Hal ini

disebabkan karena adanya perubahan pada pembuluh darah, gangguan fungsi

neutrofil, sintesis kolagen, faktor mikrobiotik, dan predisposisi genetic (Eley dan

Manson, 2004).

Periodontitis kronis yang parah pada penderita DM menjadi penyebab

bagi peningkatan konsentrasi hemoglobin terglikosilasi. Infeksi yang berasal dari

periodontitis selain meningkatkan produksi sitokin, juga mampu meningkatkan

resistensi insulin yang pada akhirnya memperburuk kontrol glikemik penderita

diabetes (Carranza Fermin A, et al, 2012).


59

Menurut teori Carranza, dkk (2012) bahwa diabetes melitus merupakan

salah satu penyakit yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jaringan

periodonsium. Terdapat beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes sehingga

penyakit ini cenderung memperparah kesehatan jaringan periodonsium dan

meningkatkan inflamasi pada gingiva. Kandungan glukosa yang terdapat di dalam

cairan sulkus gingiva dan darah pada penderita diabetes dapat mengubah

lingkungan dari mikroflora dalam rongga mulut sehingga terjadi perubahan

kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.

Kedua adalah fungsi polymorphonuclear leukocytes (PMN). Penderita

diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini terjadi sebagai akibat dari

defisiensi polymorphonuclear leukocyte yang menyebabkan gangguanchemotaxis,

adherence, dan defek fagositosis. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol

terjadi pula gangguan pada fungsi PMN dan monocytes / macrophage yang

berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen. Ketiga adalah perubahan

pada metabolisme kolagen. Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol dan

mengalami hiperglikemi kronis terjadi perubahan metabolisme kolagen, dimana

terjadi peningkatan aktivitas kolagenese dan penurunan sintesis kolagen. Kolagen

yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan

akibat infeksi periodontal. Hal ini mempengaruhi integritas jaringan tersebut.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa DM yang disertai oleh beberapa

perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan dalam terjadinya

periodontitis kronis. Hiperglikemia yang terjadi pada diabetes berperan bagi


60

terjadinya komplikasi yang menyertai penyakit tersebut (Carranza Fermin A, et al,

2012).

Buruknya kontrol gula darah dan meningkatnya pembentukan AGE

menginduksi stress oksidan pada gingiva sehingga akan memperparah kerusakan

jaringan periodonsium. Di samping itu, dengan adanya peningkatan kadar sel

radang dalam cairan sulkus gingiva, menyebabkan jaringan periodonsium lebih

mudah terinfeksi dan menyebabkan kerusakan tulang. Selain merusak leukosit,

komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga

memperlambat aliran nutrisi dalam tubuh. Lambatnya aliran darah akan

menurunkan kemampuan tubuh terhadap infeksi, sehingga periodontitis yang

merupakan penyakit infeksi bakteri akan bertambah parah pada penderita

diabetes. Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas membuktikan hal-hal

yang dapat mempengaruhi kondisi periodonsium pada penderita diabetes

(Carranza Fermin A, et al, 2012).

Berdasarkan penelitian Hong (2016), dari data KHANES tahun 2012

sampai 2013 menunjukkan bahwa prevalensi periodontitis pada populasi dewasa

(≥ 19 tahun) penderita diabetes di Korea sebesar 46,7%. Sedangkan berdasarkan

studi yang dilakukan di US pada usia dewasa (≥ 30 tahun), menemukan bahwa

prevalensi periodontitis dari tahun 2009 sampai 2010 mencapai 47%. Pada studi

yang baru-baru dilakukan bahwa prevalensi periodontitis pada penderita diabetes

militus usia ≥ 30 tahun sebesar 43,7% (Hong et al, 2016).

Berdasarkan penelitian Stoykova (2014) menunjukkan bahwa ada

hubungan antara diabetes militus dengan kejadian periodontitis dengan nilai p =


61

0,001 dan nilai OR = 79,33. Hal itu dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes

militus berisiko terkena periodontitis sebesar 79,33 kali dibandingkan dengan

yang tidak menderita diabetes militus (Stoykova el al, 2014).

2.1.9.5.2. Kehamilan

Menurut WHO (World Health Organization), pada masa kehamilan

terjadi beberapa perubahan baik secara fisik maupun fisiologis. Perubahan yang

terjadi dapat mempengaruhi sistem dalam tubuh yang berdampak terhadap

fisiologis bagian-bagian tubuh termasuk rongga mulut. Kesehatan rongga mulut

dapat menggambarkan kesehatan dan kualitas hidup seseorang.

Pada masa kehamilan terjadi peningkatan kadar asam di dalam rongga

mulut, dan jika wanita hamil mengalami mual dan muntah maka dapat

mengakibatkan paparan asam lambung pada gigi dan gingiva. Hal ini dapat

mengakibatkan peradangan pada gingiva yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi kehamilan dan perkembangan janin. Kehamilan secara signifikan

mempengaruhi terjadinya kerusakan pada jaringan periodontal. Pada masa

kehamilan, terjadi perubahan hormonal yang ditandai dengan meningkatnya kadar

hormon estrogen dan progesteron. Adanya perubahan hormon selama kehamilan

dapat mempengaruhi respon gingiva yang berlebihan terhadap plak sehingga

meningkatkan risiko terjadinya periodontitis. Perubahan hormon pada ibu hamil

yang disertai dengan perubahan vaskuler juga menyebabkan gingiva menjadi

lebih sensitif terhadap bakteri dan produk-produknya.

Selain itu, adanya perubahan pola makan dan kebiasaan tidak menjaga

kebersihan gigi dan mulut pada sebagian ibu hamil dapat meningkatkan risiko
62

penyakit periodontal yang pada perkembangannya akan mempengaruhi lagi

kondisi kehamilannya. Risiko periodontitis akan semakin besar dan parah apabila

kondisi periodontal sebelum hamil memang sudah buruk. Prevalensi penyakit

periodontal meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan. Hal ini

disebabkan oleh karena kurangnya pemeliharaan kebersihan mulut.

Penelitian Santoso (2009) dalam Soulissa (2014) mengemukakan

interaksi antara bakteri dan hormon dapat menimbulkan perubahan pada

komposisi plak dan berperan penting pada proses peradangan gingiva.

Konsentrasi bakteri subgingiva berubah menjadi bakteri anaerob dan jumlahnya

meningkat selama masa kehamilan. Bakteri yang meningkat drastis selama masa

kehamilan adalah P.intermedia. Peningkatan ini erat kaitannya dengan tingginya

kadar estrogen dan progesteron di dalam tubuh. Selain itu terdapat penurunan sel

limfosit-T yang matang yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

perubahan respon jaringan terhadap plak (Soulissa, 2014).

Berdasarkan penelitian Lin dkk, (2007) dalam Soulissa (2014)

mengemukakan bahwa peningkatan jumlah P. intermedia, kadar progesteron yang

meningkat selama masa kehamilan juga dapat memicu terjadinya peradangan

gingiva dengan menghambat produksi interleukin-6 (IL-6). Interleukin-6

berfungsi menstimulasi diferensiasi limfosit B, limfosit T dan mengaktifk an sel

makrofag dan sel NK, dimana sel-sel tersebut berperan menyerang dan

memfagositosis bakteri yang masuk ke sirkulasi darah, sehingga dengan

dihambatnya produksi IL-6 mengakibatkan gingiva rentan terhadap peradangan.

Progesteron juga merangsang produksi prostaglandin (PGE2) dimana PGE2


63

merupakan mediator yang poten dalam respon inflamasi. Prostaglandin sendiri

berperan sebagai imunosupresan, sehingga mengakibatkan peradangan gingiva

semakin meningkat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pujiani dkk, (2013) menunjukkan

bahwa ada hubngan antara kehamilan dengan kejadian periodontitis. Dari hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai POR= 8,6 artinya orang yang sedang

hamil memiliki risiko terkena periodontitis sebesar 8,6 kali dibandingkan dengan

orang yang tidak hamil.

2.1.9.5.3. Obesitas

Obesitas merupakan terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan pada

tubuh yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan. Dalam penelitian Aljehani

(2014) menjelaskan bahwa obesitas dilaporkan sebagai faktor risiko terhadap

periodontitis. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pada usia remaja 11-18

tahun mengalami penurunan yang signifikan dalam mengkonsumsi makanan yang

mempunyai sumber vitamin C. Selain itu, remaja juga mengalami penurunan

asupan kalsium karena mereka sering mengkonsumsi minuman ringan yang tidak

mepunyai kandungan kalsium maupun vitamin C.

Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat

badan normal orang dewasa ditentukan dengan berdasarkan nilai Body Mass Index

(BMI). Di Indonesia istilah BMI diartikan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT).

IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.


64

Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa di atas usia 18

tahun. Batas ambang IMT yang diterapkan di Indonesia adalah sebagai berikut :

Kategori IMT

Kekurangan berat badan < 17,0

tingkat berat
Kurus
Kekurangan berat badan 17,0 – 18,5

tingkat ringan

Normal >18,5 – 25,0

Kelebihan berat badan > 25,0 – 27,0

tingkat ringan
Gemuk
Kelebihan berat badan > 27,0

tingkat berat

Sumber : Depkes, 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang

Dewasa)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ababneh (2012)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara BMI lebih dari normal (≥ 30

kg/m2) dengan kejadian periodontitis dengan nilai p sebesar 0,002. Sedangkan

menurut penelitian yang dilakukan oleh Hong et al (2016) juga menunjukkan

adanya hubungan antara BMI dengan kejadian periodontitis dengan nilai p sebesar

0,005.

2.1.9.5.4. Penyakit Jantung

Penyakit jantung terutama disebabkan oleh kelainan otot jantung akibat

kurangnya aliran darah karena arterosklerosis yang merupakan proses degeneratif,


65

di samping banyak faktor lain (Hanafi, 2007). Aterosklerosis adalah perubahan

dinding arteri yang ditandai akumulasi lipid ekstrasel, akumulasi lekosit,

pembentukan sel busa, migrasi dan proliferasi miosit, deposit matriks ekstrasel,

akibat pemicuan patomekanisme multifaktor yang bersifat kronik progresif, fokal

atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan

kekakuan arteri (Corwin, 2000).

Aterosklerosis disebabkan faktor genetik serta intensitas dan lama

paparan faktor lingkungan (hemodinamik, metabolik, kimiawi eksogen, infeksi

virus dan bakteri, faktor imunitas dan faktor mekanis), dan atau interaksi berbagai

faktor tersebut. Aterosklerosis dapat mempengaruhi arteri pada tubuh, termasuk

arteri di jantung, otak, tangan, kaki, dan panggul. Akibatnya, penyakit yang

berbeda dapat berkembang berdasarkan arteri yang terkena (Sloop, 1999).

Berdasarkan penelitian Nugroho (2011) menunjukkan bahwa ada hubungan antara

penyakit jantung dengan periodontitis. Nilai p pada penelitian tersebut yaitu

p=0,02.

2.1.9.5.5. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif dimana terjadi

pengeroposan tulang yang biasa terjadi pada usia menopause. Banyak penelitian

yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara osteoporosis tulang dan tulang

keropos pada usia menopause-pascamenopause dapat mengakibatkan osteopenia

gigi yang melibatkan tulang rahang dan mandibula. Menurut penelitian Taguchi et

al (1995) dalam Aljehani (2014) melaporkan bahwa ada hubungan antara

osteopenia dan periodontitis. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada


66

hubungan langsung antara osteopenia dengan hilangnya tulang alveolar pada

wanta pascamenopause.

Beberapa studi cross sectional menunjukkan bahwa kepadatan tulang

alveolar dapat berubah pada individu yang mengalami osteoporosis. Sedikit

penelitian yang mengemukakan hubungan antara osteoporosis dengan perlekatan

klinis.

2.1.9.6. Perilaku

2.1.9.6.1. Perilaku Menyikat Gigi

Menurut Priyoto (2015) salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

kebersihan mulut adalah perilaku.Perilaku adalah suatu bentuk pengalaman dan

interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut

pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan

dengan kesehatan. Perilaku kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap dan

tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya

pencegahannya. Faktor yang terpenting dalam usaha menjaga kebersihan mulut

adalah faktor kesadaran dan perilaku pemeliharaan hygiene mulut secara personal

karena kegiatannya dilakukan di rumah tanpa ada pengawasan siapapun,

sepenuhnya tergantung dari pengetahuan, pemahaman, kesadaran serta kemauan

pihak individu untuk menjaga kebersihan mulut. Pendapat atau sikap masyarakat

tentang periodontitis atau peradangan jaringan penyangga gigi dapat dilihat dari

kondisi jaringan periodontalnya (Priyoto, 2015).

Menurut penelitian Tri Wiyatini dkk, (2010) masyarakat sudah

melakukan penyikatan gigi tetapi belum sesuai dengan prosedur yang benar,
67

misalnya dalam menyikat gigi biasanya pada saat bersamaan dengan mandi adalah

waktu yang salah seharusnya pagi setelah makan dan malam sebelum tidur dan

caranya yang masih salah yaitu dengan gerakan yang asal menyikat sehingga

tidak menjangkau tempat atau posisi gigi yang sulit di sikat. Perilaku

membersihkan gigi antara lain cara, frekuensi, waktu alat dan bahan menyikat

gigi. Perilaku menyikat gigi yang baik tentu dapat mengendalikan salah satu

faktor dalam proses terjadinya karies dan penyakit periodontal yaitu akumulasi

plak bakteri dan kalkulus (Wiyatini, 2010).

Berdasarkan penelitian Ababneh (2012) menemukan bahwa ada

hubungan antara perilaku menyikat gigi yang kurang baik dengan nilai p sebesar

0,024. Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus kontrol dimana nilai OR dalam

penelitian ini sebesar 24,9. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perilaku menyikat

gigi yang kurang baik mempunyai risiko 24,9 kali menderita periodontitis

dibandingkan dengan perilaku menyikat gigi yang baik (Ababneh el al, 2012).

Berdasarkan penelitian Ambarwati (2014) melaporkan bahwa ada

hubungan antara kebiasaan menyikat gigi dengan kejadian periodontitis dengan

nilai p sebesar 0,026 dan nilai OR sebesar 1,698. Artinya bahwa subjek dengan

kebiasaan menyikat gigi yang kurang baik berisiko 1,698 kali terkena

periodontitis dibandingkan dengan subjek yang memiliki kebiasaan menyikat gigi

baik.

2.1.9.6.2. Scaling

Scaling merupakan tindakan pembersihan karang gigi yang dilakukan

minimal 1 tahun sekali agar karang yang telah menumpuk pada gigi tidak
68

memberikan peluang bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembangbiak yang

nantinya akan menyebabkan penyakit pada gigi dan gusi. Scaling atau

pembersihan karang gigi merupakan hal yang paling penting dilakukan oleh

orang-orang yang terutama jumlah karang giginya banyak. Namun bukan berarti

orang yang memiliki karang gigi sedikit tidak melakukan scaling (Forrest, 1991).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stoykova el al (2014)

menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat pembersihan karang gigi

(scaling) dengan kejadian periodontitis. Nilai p dari penelitian tersebut sebesar

0,00 dan nilai OR sebesar 13,22 artinya bahwa orang yang tidak melakukan

pembersihan karang berisiko mengalami periodontitis sebesar 13,22 kali

dibandingkan dengan orang yang melakukan pembersihan karang.

2.1.9.6.3. Kunjungan Rutin Ke Dokter Gigi

Kunjungan dokter gigi merupakan pemeriksaan yang dilakukan secara

teratur ke dokter gigi setiap 4-6 bulan sekali untuk memeriksakan kesehatan gigi

dan mulut. Kunjungan dokter gigi dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit

gigi dan mulut salah satunya adalah periodontitis. Berdasarkan penelitian

Ababneh (2012) menyebutkan bahwa kunjungan rutin ke dokter gigi berhubungan

dengan kejadian periodontitis dengan nilai p sebesar 0,005.

2.1.9.7. Faktor Lingkungan

2.1.9.7.1. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko yang kuat terhadap kejadian penyakit

periodontal. Individu yang merokok dua sampai enam kali atau 14 lebih memiliki

kemungkinan mengalami periodontitis dibanding yang tidak merokok. Merokok


69

berhubungan dengan penyakit periodontal terkait pada dosis. Jika jumlah tahun

terpapar tembakau dan jumlah rokok yang dihisap meningkat setiap hari, maka

risiko periodontitis makin tinggi. Tembakau yang dikunyah telah dikaitkan

dengan resesi gingiva dan kerusakan periodontal di lokasi gigi yang bersentuhan

langsung dengan tembakau. Penggunaan tembakau juga telah terbukti

mempengaruhi hasil perawatan periodontal dan meningkatkan kemungkinan

kekambuhan penyakit (Eley dan Manson, 2004).

Asap tembakau dapat menyebabkan radang gingiva, kehilangan jaringan

pendukung gigi, dan pra kanker gingiva. Risiko penyakit periodontal dalam

jangka panjang pada perokok sama dengan kanker paru-paru, dan merokok

memiliki dampak negatif yang kuat terhadap periodontal. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Syahli (2015), jika definisi periodontitis dipakai lebih dalam

dan luas, ternyata pada kelompok perokok dengan resiko periodontitis

menunjukkan nilai odds-ratio yang lebih tinggi (> 6-7); nilai odds-ratio yang lebih

tinggi juga dijumpai pada orang muda (Syahli, 2015).

Merokok menunjukkna efek negatif terhadap penyembuhan luka di

rongga mulut setelah periodontal scaling, bedah periodontal atau luka bekas

pencabutan. Dilaporkan bahwa meningkatnya frekuensi merokok secara

signifikan dapat meningkatkan kejadian alveolar ostitis. Terbukti bahwa rokok

dapat menekan aktivitas, mengurangi respon kemotaksis, mobilitas serta

kemampuan fagosit dari sel PMN pada rongga mulut. Aliran darah dan cairan

sulkus gingiva berkurang serta penurunan komponen imun seluler dan humoral

pada daerah gingival. Merokok juga dapat menyebabkan penurunan potensi


70

oksidasi-reduksi dan dapat menyebabkan peningkatan plak bakteri anaerob.

Terdapat peningkatan yang signifikan pada proporsi bakteri gram positif dan gram

negatif hari ke-3 awal pembentukan plak pada perokok.

Berdasarkan penelitian Stoykova (2014) yang dilakukan di Bulgaria

menunjukkan bahwa ada hubungan merokok dengan kejadian periodontitis

dengan nilai p sebesar 0,035. Sedangkan nilai OR pada penelitian ini sebesar 1,39

artinya bahwa orang yang merokok berisiko 1,39 kali lebih besar terkena

periodontitis dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (Stoykov et al,

2014).

Berdasarkan penelitian Tomar dan Asma (2000) dalam Van Dyke dan

Dave (2005) menunjukkan bahwa ada hubungan antara merokok dengan kejadian

periodontitis dan nilai OR sebesar 3,97 yang artinya bahwa orang yang merokok

berisiko 3,97 kali terkena periodontitis dibandingkan dengan orang yang tidak

merokok (Van Dyke dan Dave, 2005).

2.1.9.7.2. Stres

Menurut Hans Selye (1994), stres didefiniskan sebagai stimulus ekternal

yang kuat baik fisiologis dan psikologis yang menyebabkan respon fisiologis

dalam tubuh seseorang. Oleh karena itu, stres yang dapat digambarkan sebagai

proses komponen fisiologis dan psikologis. Definisi psikologis dari stres dapat

dilihat dari cara seorang merespon stres terhadap sejumlah faktor termasuk

kemampuan untuk menghadapi stres (coping), predisposisi genetik, stresor,

tingkat dukungan sosial dan faktor gaya hidup lainnya. Stresor adalah stimulus,

situasi dengan potensi yang menyebabkan reaksi stres. Efek potensial respon stres
71

yang dapat diobservasi atau diukur termasuk kecemasan, depresi, kognisi yang

terganggu dan kepercayaan diri yang terganggu. Definisi stres bervariasi dalam

literatur periodontal, seperti terlihat pada cara mengevaluasi stres.

Menurut Boyopati dan Wang (2007) dalam Hokardi (2013) definisi

fisiologis stres dapat menyebabkan deregulasi sistem imun yang dimediasi oleh

HPA axis dan sympathetic adrenal medullary axis. Sebagai respon terhadap

berbagai stimulasi stres terjadi inisiasi sekuens kejadian. Aktivasi HPA axis oleh

stres menyebabkan peningkatan pelepasan konsentrasi corticotropin releasing

hormone (CRH) dari hipotalamus. CRH kemudian akan melepaskan adreno

corticotropic hormone yang beraksi pada korteks adrenal dan menyebabkan

produksi serta pelepasan hormon glukokortikoid (terutama kortisol) ke dalam

aliran darah. Glukokortikoid memproduksi sejumlah efek pada tubuh seperti

menekan respon inflamasi, mengubah sitokin, meningkatkan glukosa darah dan

mengubah beberapa faktor pertumbuhan.

Mekanisme biologis stres mereduksi fungsi sistem imun dan terjadinya

inflamasi kronis dengan dimediasi oleh produksi hormon kortisol yang

mengurangi kemampuan imun dengan menghambat IgA dan IgG serta fungsi

neutrofil sehingga terjadi peningkatan kolonisasi biofilm dan berkurangnya

kemampuan untuk mencegah invasi bakteri pada jaringan ikat. Sebagai tambahan

setelah terjadi peningkatan kortisol yang kronis, kortisol akan kehilangan

kemampuannya untuk menghambat respon inflamasi yang diinisiasi oleh reaksi

imun sehingga destruksi inflamasi terjadi terus menerus pada jaringan periodontal.
72

Berdasarkan penelitian Rosania dkk. (2009) dalam Hokardi (2013), kadar

kortisol memiliki korelasi positif terhadap kedalaman poket dan kehilangan

perlekatan klinis. Selain itu juga disebutkan bahwa ada perbedaan antara efek

stres akut dan stres kronis. Stres kronis diyakini berhubungan dengan kadar

kortisol yang lebih rendah pada pagi hari dan memiliki siklus diurnal yang rata.

Demikian pula dengan perubahan pada keseimbangan sistem imun pro-inflamatori

dan berkonstribusi pada peningkatan terjadinya periodontal. Peningkatan kadar

kortisol ini dapat menyebabkan perubahan dalam pengaturan limfosit dan

menyebabkan peningkatan terjadinya inflamasi gingiva tetapi tanpa terjadi

perubahan pro inflamatori yang menuju pada kerusakan jaringan parah dan

kehilangan gigi yang terjadi pada stres kronik.

Berdasarkan penelitian Stoykova (2014) yang dilakukan di Bulgaria

menunjukkan bahwa ada hubungan antara stres dengan kejadian periodontitis

dengan nilai p sebesar 0,014 (p=0,014) dan nilai OR sebesar 33,0 yang artinya

bahwa orang yang mengalami stres berisiko 33,0 kali terkena periodontitis

dibandingan dengan orang yang tidak mengalami stres (Stoykova et al, 2014).

2.1.10. Pengobatan dan Pencegahan

2.1.10.1.Pengobatan

Pengobatan periodontitis menurut Irianto (2015) adalah dengan

membersihkan kantong sampai kedalaman 0,5 cm dengan peralatan medis gigi

yang dapat membuang seluruh karang gigi dan permukaan akar gigi yang sakit.

Scaling dengan perangkat ultrasonik juga diperlukan untuk menghilangkan karang

gigi dan bakteri dari permukaan gigi atau bagian bawah gusi. Untuk kantong yang
73

kedalamannya mencapai 0,6 cm atau lebih seringkali diperlukan tindakan

pembedahan.

Jika periodontitis tersebut sudah terbentuk abses maka diberikan

antibiotik untuk membunuh bakteri yang berada dalam jaringan tersebut. Abses

pada periodontitis dapat menyebabkan kerusakan tulang tetapi dapat diobati

segera dengan proses pembedahan dan pemberian antibiotik. Jika setelah

pembedahan timbul luka di mulut maka diberikan obat kumur klorheksidin selama

1 menit 2 kali per hari untuk menggantikan gosok gigi dan pemakaian benang gigi

(Irianto, 2015).

2.1.10.2. Pencegahan

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Carranza, dkk (2012) bahwa

pencegahan periodontitis dapat dilakukan dengan mengkemoterapi agen plak

dengan obat Chlorheksidine, Sub-antimicrobial tetracycline, Listerine.

Penggunaan flouride untuk pencegahan karies gigi, penggunaan Xylitol dan

mengurangi faktor risiko seperti mengurangi merokok dan mengurangi konsumsi

alkohol (Carranza Fermin A, et al, 2012).


74

2.2. KERANGKA TEORI

Umur

Pengetahuan

Faktor Perilaku

Jenis kelamin Perilaku menyikat


gigi

Scaling
Stres
Kunjungan rutin ke
dokter gigi

Impaksi makanan Plak bakteri


Merokok
Trauma oklusi Kalkulus
Faktor Sistemik
Bakteri Diabetes Militus
Porphyromonas
Kehamilan
gingivalis
Penyakit Jantung

Gingivitis Obesitas

Osteoporosis

Periodontitis

Gambar 2.5. Kerangka Teori (Sumber : Reddy, Syamala. Prasad. 2011. Host Modulation In
Periodontics. Review artikel Penelitian Kesehatan Pusat Bengaluru, India. dan Carranza,
Fermin A. 2012. Carranza’sClinicalPeriodontology. Jakarta: EGC.)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Bebas
Jenis Kelamin
Umur Responden
Variabel Terikat
Pengetahuan Responden
Kejadian
Perilaku Menyikat Gigi
Periodontitis
Diabetes Militus
Kunjungan rutin ke dokter
gigi
Riwayat Scaling Responden
Obesitas

Variabel Perancu
Gingivitis Ulseratif
Nekrosis Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori pada penelitian ini bahwa terdapat beberapa

variabel yang tidak diteliti atau tidak masuk ke dalam kerangka konsep antara lain

kehamilan, stres, penyakit jantung dan osteoporosis. Alasan kehamilan tidak

diteliti karena jenis penelitian ini menggunakan desain cross sectional, jadi

ditakutkan proporsi responden penelitian ini tidak seimbang antara jenis kelamin

75
76

laki-laki dan perempuan. Selain itu, kehamilan sudah terbukti berhubungan

dengan kejadian periodontitis menurut penelitian Soulissa (2014). Kemudian

untuk variabel stres, penyakit jantung dan osteoporosis tidak diteliti karena ketiga

variabel sulit diukur oleh peneliti.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek pengamatan atau fenomena yang diteliti. Adapun

variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat dengan

rincian sebagai berikut :

3.2.1. Variabel Bebas

Variabel yang mempengaruhi variabel terikat atau menjadi sebab

timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah faktor-

faktor yang mempengaruhi kejadian periodontitis meliputi jenis kelamin, umur

responden, pengetahuan responden, perilaku menyikat gigi, diabetes militus,

riwayat scaling responden, obesitas dan kunjungan rutin ke dokter gigi.

3.2.2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang muncul karena dipengaruhi oleh

variabel bebas atau sebagai akibat dari variabel bebas. Dalam penelitian ini

variabel terikatnya adalah kejadian periodontitis.

3.2.3. Variabel Perancu

Variabel perancu adalah variabel yang tidak diteliti namun dapat

merancukan hasil penelitian. Dalam penelitian ini variabel perancunya adalah

kawat gigi. Cara pengendalian variabel perancu ini dengan meretriksi sampel atau

membatasi sampel penelitian. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah
77

tidak menderita Gingivitis Ulseratif Nekrosis Akut/ Acute Necrosis Ulseratif

Gingivitis (ANUG)

3.3. Hipotesis

3.3.1. Hipotesis Mayor

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian periodontitis di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang.

3.3.2. Hipotesis Minor

1. Jenis kelamin mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I

Kabupaten Magelang

2. Umur responden mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman

I Kabupaten Magelang

3. Pengetahuan responden mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

4. Perilaku menyikat gigi mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

5. Diabetes militus mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman

I Kabupaten Magelang

6. Kunjungan rutin ke dokter gigi mempengaruhi kejadian periodontitis di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

7. Riwayat scaling responden mempengaruhi kejadian periodontitis di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

8. Obesitas responden mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang


78

9. Merokok mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I

Kabupaten Magelang

3.4. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

No. Variabel Definisi Operasional Cara Alat Ukur Kategori Skala


Pengukuran Pengukuran
1. Jenis Keadaan jasmani Wawancara Kuesioner 1. Laki-laki Kategorik
Kelamin subjek penelitian untuk 2. Perempua (Nominal)
membedakan antara n
laki-laki dan
perempuan pada saat
penelitian
2. Umur Lama hidup responden Wawancara Kuesioner 1. 18-44 Kategorik
Responden yang terhitung dari saat tahun (Nominal)
lahir sampai saat 2. 45-65
penelitian tahun
(Qi Zhang et
al, 2014)
3. Pengetahuan Pemahaman subjek Wawancara Kuesioner 1. Baik bila Kategorik
responden penelitian tentang jawaban (Nominal)
penyakit periodontitis benar > 10
dan pencegahannya item
sampai saat penelitian 2. Buruk bila
dengan menjawab 20 jawaban
pertanyaan pada benar ≤ 10
lembar kuesioner item
(Kriswiharsi &
Agus, 2013)
4. Perilaku Segala bentuk tindakan Wawancara Kuesioner 1. Baik bila Kategorik
menyikat mengenai cara jawaban (Nominal)
gigi menyikat gigi, benar > 5
frekuensi menyikat item
gigi, waktu menyikat 2. Buruk bila
gigiuntuk pencegahan jawaban
penyakit periodontitis benar ≤ 5
sampai dilakukan item
penelitian dengan (Potter &
menjawab 10 Perry, 2005)
pertanyaan
5. Diabetes Kondisi seseorang Melihat Dokument 1. Ya Kategorik
militus dimana kadar glukosa catatan asi 2. Tidak (Nominal)
dalam darah melebihi rekam medis (Rikawarastuti,
batas normal yaitu ≥ 2015)
200 mg/dl yang telah
didiagnosa oleh dokter
dan tercatat dalam
catatan rekam medis
6. Kunjungan Pemeriksaan secara Wawancara Kuesioner 1. Rutin bila Kategorik
rutin ke teratur subyek responden (Nominal)
dokter gigi penelitian ke dokter melakukan
gigi setiap 4-6 bulan kunjungan
sekali untuk ke dokter
79

memeriksakan gigi < 1


kesehatan gigi dan tahun dan
mulut sampai tidak
dilakukan penelitian memiliki
keluhan
2. Tidak
rutin bila
responden
melakukan
kunjungan
ke dokter
≥ 1 tahun
dan atau
memiliki
keluhan
(Shyu Kou-Gi
et al, 2015)
7. Riwayat Catatan kesehatan Wawancara Kuesioner 1. Ya Kategorik
scaling subjek penelitian 2. Tidak (Nominal)
Responden mengenai tindakan (Stoykova et
pembersihan karang al, 2014)
(scaling) dalam 1 tahun
terakhir dan tercatat
dalam rekam medis
sampai dilakukan
penelitian
8. Obesitas Penimbunan lemak Pengukuran Mikrotoa 1. 18,5- Kategorik
berlebih dalam tubuh langsung dan 25,0 (Nominal)
yang diukur dengan timbangan kg/m2
IMT ≥ 30 kg/m2 dewasa 2. ≥ 30,0
kg/m2
(Depkes,
1994)
9. Merokok Responden yang Wawancara Kuesioner 1. Ya Kategorik
melakukan kebiasaan 2. Tidak (Nominal)
merokok sampai saat (Syahli,
dilakukan penelitian 2015)
10. Periodontitis Peristiwa suatu Melihat Dokument 1. Ya Kategorik
penyakit pada jaringan catatan asi 2. Tidak (Nominal)
penyangga gigi yang rekam medis (Awuti,
disebabkan oleh bakteri 2012)
yang ditandai dengan
peradangan gusi dan
perdarahan saat
probing, kedalaman
poket periodontal ≤4
mm yang telah
didiagnosa oleh dokter
dan tercatat dalam
rekam medis
80

3.5. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik. Rancangan

yang digunakan adalah dengan metode survei melalui pendekatan cross sectional.

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang yang dideskripsikan

secara kuantitatif.

3.6. Populasi dan Sampel

3.6.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat ke Poli

Gigi Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang.

3.6.2. Sampel

3.6.2.1.Rumus Sampel

Rumus sampel minimal pada penelitian cross sectional:

n1=n2= {Z1-a/2 √(2𝑃(1 − 𝑃))+Z1-β√𝑃1(1 − 𝑃1) + (𝑃2(1 − 𝑃2))}2

(P1-P2)2

Keterangan :

n : besar sampel

Z1-a/2 : 1,96 (jika α : 5%)

Z1-β : 0,84 (jika β : 20%)

P1 : proporsi kelompok terpapar (a/a+b)

P2 : proporsi kelompok tidak terpapar (c/c+d)

Dalam penelitian ini P1 dan P2 diambil dari penelitian yang dilakukan

oleh Ambarwati (2014).


81

Maka besar sampel pada penelitian ini sebagai berikut :

n1=n2= {Z1-a/2 √(2𝑃(1 − 𝑃))+Z1-β√𝑃1(1 − 𝑃1) + (𝑃2(1 − 𝑃2))}2

(P1-P2)2

n = {1,96 √(2(0,46)(1 − 0,46)+0,84√0,57(1 − 0,57) + (0,35(1 − 0,35))}2

(0,57-0,35)2

n= {1,96√0,92(0,54)+0,84√0,57(0,43) + 0,35(0,65))}2

(0,22)2

n= {1,96√0,4968+0,84√0,4726}2

(0,048)

n= {(1,96x0,7) + (0,84x0,69)}2

(0,048)

n= {1,37 + 0,58}2

(0,048)

n= 3,8/0,048

n= 79,17 orang

n= 80 orang

Sampel dalam penelitian ini dilebihkan 10% menjadi 90 orang

3.6.2.2.Kriteria Sampel

3.6.2.2.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi responden yang menjadi sampel penelitian adalah :

1. Penduduk yang berobat ke Poli Gigi Puskesmas Salaman I

Kabupaten Magelang selama tahun 2016

2. Pasien yang berusia 18-65 tahun


82

3.6.2.2.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria Eksklusi responden yang menjadi sampel penelitian adalah:

1. Menderita ANUG

2. Pasien memakai kawat gigi

3. Pasien memakai gigi palsu baik sebagian maupun penuh

3.6.2.3.Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan pencuplikan

purposive sampling. Metode pencuplikan purposive sampling adalah pencuplikan

non random dimana peneliti melakukan pendekatan terhadap masalah dengan cara

spesifik melalui pemilihan subjek penelitian dengan merestriksi atau membatasi

sampel penelitian sesuai dengan tujuan peneliti tersebut (Sastroasmoro, 2011).

3.7. Sumber Data

3.7.1. Data Primer

Data yang diambil langsung dari sumber data. Pengumpulan data primer

dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner pada responden sampel

penelitian.

3.7.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan Dinas Kesehatan Kabupaten

Magelang, dan data dari Puskesmas Salaman I serta catatan Rekam Medis

responden penelitian.
83

3.8. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data

3.8.1. Instrumen Penelitian

3.8.1.1.Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal pribadi atau

hal yang diketahui.

3.8.2. Uji Validitas

Validitas instrumen adalah sejauh mana ketepatan instrumen untuk

mengukur apa yang seharusnya diukur sesui dengan yang dimaksud oleh peneliti.

Untuk mengetahui instrumen yang valid dan sahih, maka kuesioner diuji

validitasnya menggunakan uji product moment. Suati instrumen dikatakan valid

apabila korelasi tiap butir memiliki nilai positif dan nilai r hitung > r tabel

(Notoatmodjo, 2010). Kuesioner diujikan pada selain responden yang memiliki

karakteristik hampir sama dengan responden yang akan diteliti.

Untuk menguji validitas menggunakan rumus korelasi Product Moment :

𝑛(∑𝑥𝑦)− (∑𝑥∑𝑦)
𝑟 = √{𝑛∑𝑥2−(∑𝑥)2}{𝑛∑𝑦2−(∑𝑦)2}

Keterangan :

r = koefisien validitas item yang dicari

n = jumlah responden

x = skor yang diperoleh subjek daam setiap item

y = skor yang diperoleh subjek daam setiap item

∑x = jumlah skor dalam variabel x

∑y = jumlah skor dalam variabel y


84

Jenis pertanyaan dinyatakan valid apabila r yang dipeoleh dari hasil

pengujian setiap item lebih dari r tabel (r hitung > r tabel). Pengujian validitas

instrumen pada penelitian ini menggunakan program komputer, dimana hasil

akhirnya (r hitung) dibandingkan dengan nilai r tabel pearson product moment.

Dasar pengambilan keputusan dari uji validitas tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Jika r hasil positif serta hasil r hitung > r tabel, maka butir atau variabel

tersebut valid

2. Jika r hasil negatif serta hasil r hitung < r tabel, maka butir atau variabel

tersebut tidak valid (Cahyati & Dina, 2012)

Nilai r tabel dilihat dengan tabel r dengan menggunakan df=n-2=30-

2=28. Pada tingkat kemaknaan 5% didapatkan angka r tabel = 0,361. Dari hasil uji

validitas menunjukkan bahwa terdapat satu pertanyaan dalam kuesioner yang

tidak valid yaitu p39 karena nilai r hitung < r tabel (0,003 < 0,361). Untuk itu,

pertanyaan pada p39 dihilangkan agar pertanyaan dalam kuesioner menjadi valid.

3.8.3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan untuk digunakan berkali-kali.

Penentuan reliabilitas instrumen menggunakan hasil uji coba ditabulasi dalam

tabel dan analisis data dicari varian tiap item kemudian dijumlahkan menjadi

varian total. Dinyatakan reliabel jika r alpha positif > r tabel (Notoatmodjo,

2010). Uji reliabilitas instrumen untuk pertanyaan yang valid diuji dengan rumus
85

alpha cronbach dengan bantuan aplikasi SPSS. Rumus yang digunakan adalah :

𝑘 ∑𝑎2
𝑟11 = (𝑘−1) ( 𝑎2𝑡 )

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan

∑a2 = jumlah butir varians

a2t = varians total

Untuk reliabilitas dilakukan dengan membandingkan r tabel dengan r

hasil yaitu nilai alpha yang terletak diakhir output. Jika r alpha > r tabel, maka

pertanyaan tersebut reliabel (Cahyati & Dina, 2012).

Dari hasil uji reliabilitas didapatkan hasil bahwa kuesioner yang

digunakan reliabel karena nilai r alpha > r tabel.

3.8.4. Teknik Pengambilan Data

3.8.4.1.Wawancara

Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah wawancara. Teknik

wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan data responden mengenai sikap

penderita periodontitis tentang faktor-faktor yang memengaruhi kejadian tersebut.

3.8.4.2. Catatan Rekam Medis

Teknik pengambilan data pada penelitian ini dengan melihat catatan

rekam medis responden. Catatan rekam medis adalah lembar yang berisi identitas

pasien, catatan kesehatan pasien berupa pemeriksaan kesehatan, diagnosa, terapi

yang ditulis oleh dokter dan dijamin kerahasiaannya dan digunakan untuk
86

kepentingan dokter atau pasien. Catatan rekam medis ini dapat membantu peneliti

untuk memperoleh catatan kesehatan subjek penelitian yang telah dilakukan.

3.8.4.3.Dokumentasi

Dokumentasi ini dilakukan dengan cara mengambil gambar responden

penelitian serta data tentang identitas dan catatan rekam medis responden.

3.9. Prosedur Penelitian

3.9.1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini yang dilakukan adalah pengujian kuesioner,

pembuatan proposal dan seminar proposal.

3.9.2. Tahap Pelaksanaan

1. Pemilihan responden penelitian yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

oleh peneliti.

2. Subjek penelitian yang terpilih dilakukan wawancara dengan menggunakan

lembar kuesioner.

3.9.3. Tahap Penulisan

Setelah data terkumpul maka dilakukan analisis data secara univariat,

bivariatdan multivariat berdasarkan pengaruh varabel-variabel yang diteliti.

3.10. Teknik Anlisis Data

3.10.1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan, diperiksa, dan diteliti

ulang kelengkapannya dengan langkah sebagai berikut:

1. Editing yaitu untuk pengecekan terhadap kelengkapan dan keragaman data.


87

2. Coding yaitu pemberian code pada masing-masing jawaban untuk

mempermudah dalam pengolahan data.

3. Entri yaitu kegiatan memasukkan data yang telah ada dalam komputer.

4. Tabulating yaitu pengelompokan data ke dalam suatu data menurut sifat yang

dimiliki sesuai tujuan penelitian.

3.10.2. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.

Analisis ini digunakan untuk mendiskripsikan variabel penelitian yang disajikan

dalam distribusi frekuensi dalam bentuk persentase dari tiap variabel.

3.10.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap tiap variabel bebas yang mempunyai

hubungan dengan variabel terikat. Uji hipotesis yang dilakukan adalah uji Chi

Square.

3.10.4. Analisis Multivariat

Analisis ini menggunakan analisis dari semua variabel bebas yang

didukung mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Uji hipotesis dilakukan

dengan uji regresi logistik. Uji regresi logistik ini digunakan untuk mengetahui

faktor yang paling berpengaruh terhadap variabel terikat.


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pasien yang berobat ke poli

gigi Puskesmas Salaman 1 Kabupaten Magelang. Sesuai dengan perhitungan

besar sampel minimal, jumlah sampel yang didapatkan adalah 90 orang. Data

primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara terstruktur pada pasien yang

berobat ke poli gigi Puskesmas Salaman 1 Kabupaten Magelang. Berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan gambaran umum reponden

penelitian. Distribusi responden menurut tempat tinggal dapat dilihat pada tabel

4.1 berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tempat Tinggal


No. Tempat Tinggal Jumlah Persentase (%)
1. Salaman 12 13,3
2. Kalisalak 4 4,5
3. Menoreh 16 17,8
4. Kalirejo 8 8,9
5. Paripurno 5 5,6
6. Ngargoretno 18 20,0
7. Ngadirejo 3 3,3
8. Sidomulyo 12 13,3
9. Kebonrejo 10 11,1
10. Banjarharjo 2 2,2
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa distribusi responden

menurut tempat tinggal yaitu responden yang bertempat tinggal di Salaman

sebanyak 12 orang (13,3%), responden yang bertempat tinggal di Kalisalak

sebanyak 4 orang (4,5%), responden yang bertempat tinggal Menoreh sebanyak

88
89

16 orang (17,8%), responden yang bertempat tinggal di Kalirejo sebanyak 8 orang

(8,9%), diikuti responden yang bertempat tinggal di Paripurno sebanyak 5 orang

(5,6%), responden yang bertempat tinggal di Ngargoretno sebanyak 18 orang

(20,0%), responden yang bertempat tinggal di Ngadirejo sebanyak 3 orang

(3,3%), responden yang bertempat tinggal di Sidomulyo sebanyak 12 orang

(13,3%), sedangkan responden yang bertempat tinggal di Kebonrejo sebanyak 10

orang (11,1%), dan responden yang bertempat tinggal di Banjarharjo sebanyak 2

orang (2,2%). Dilihat dari hasil distribusi menurut tempat tinggal responden

sebagian besar bertempat tinggal di Menoreh yaitu 18 orang (20,0%) dan paling

sedikit bertempat tinggal di Banjarharjo yaitu 2 orang (2,2%).

Tabel 4.2 di bawah ini menunjukkan distribusi responden berdasarkan

tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki responden penelitian.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan


No. Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Tamat SD 31 34,4
2. Tamat SMP 28 31,1
3. Tamat SMA 28 31,1
4. Tamat D3 1 1,1
5. Tamat S1 2 2,2
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 90 responden tingkat

pendidikan terakhir SD sebanyak 31 orang (34,4%), diikuti responden dengan

tingkat pendidikan terakhir SMP sebanyak 28 orang (31,1%), sama halnya pada

responden dengan tingkat pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 28 orang

(31,1%), responden dengan tingkat pendidikan terakhir D3 sebanyak 1 orang

(1,1%) dan responden dengan tingkat pendidikan terakhir S1 sebanyak 2 orang


90

(2,2%). Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagain besar responden

penelitian memiliki tingkat pendidikan terakhir SD yaitu sebanyak 31 orang

(34,4%) dan tingkat pendidikan terakhir paling sedikit yaitu D3 yaitu sebanyak 1

orang (1,1%).

Tabel 4.3 di bawah ini menunjukkan distribusi responden berdasarkan

pekerjaan yang dimiliki responden penelitian.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan


No. Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1. Ibu Rumah Tangga 21 23,3
2. Buruh Tani 17 18,9
3. Pedagang 10 11,1
4. Wiraswasta 39 43,3
5. PNS 3 3,3
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 90 responden yang

bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 21 orang (23,3%), responden yang

bekerja sebagai buruh tani sebanyak 17 orang (18,9%), responden yang bekerja

sebagai pedagang sbanyak 10 orang (11,1%), responden yang bekerja sebgai

wiraswasta sebanyak 39 (43,3%), dan responden yang bekerja sebagai PNS

sebanyak 3 orang (3,3%). Dilihat dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian

besar pekerjaan responden adalah wiraswasta yaitu sebanyak 39 (43,3%) dan

pekerjaan paling sedikit yaitu PNS sebanyak 3 orang (3,3%).


91

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing

variabel. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pengolahan dan

univariat terkait variabel yang diteliti dapat dilihat sebagai berikut :

4.2.1.1 Umur Responden

Variabel umur responden dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori

umur 18-44 tahun dan umur 45-65 tahun. Distribusi hasil penelitian mengenai

umur responden di Wilayah Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

(Tabel 4.4)

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Responden


No. Umur Jumlah Presentase (%)
1. 18-44 tahun 61 67,8
2. 45-65 tahun 29 32,2
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden dengan umur 18-

44 tahun sebanyak 61 orang (67,8%) sedangkan responden dengan umur 45-65

tahun sebanyak 29 orang (32,2%).

4.2.1.2 Jenis Kelamin Responden

Variabel jenis kelamin dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori

laki-laki dan perempuan. Distribusi hasil penelitian mengenai jenis kelamin

responden di Wilayah Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang (Tabel

4.5)
92

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin


Responden
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1. Perempuan 52 57,8
2. Laki-laki 38 42,2
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa responden dengan jenis

kelamin perempuan sebanyak 52 orang (57,8%) dan responden dengan jenis

kelamin laki-laki sebanyak 38 orang (42,2%). Dari hasil di atas menujukkan

bahwa responden penelitian sebagian besar berjenis kelamin perempuan.

4.2.1.3 Obesitas

Variabel obesitas dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori normal

dan obesitas. Distribusi hasil penelitian mengenai obesitas responden di Wilayah

Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang (Tabel 4.6)

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Obesitas


No. Obesitas Jumlah Persentase (%)
1. Normal 65 72,2
2. Obesitas 25 27,8
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari 90 responden dengan

indeks masa tubuh normal sebanyak 65 orang (72,2%) dan responden dengan

indeks masa tubuh obesitas sebanyak 25 orang (27,8%).

4.2.1.4 Pengetahuan Responden

Variabel pengetahuan responden dibedakan menjadi dua kategori yaitu

kategori baik dan buruk. Distribusi hasil penelitian mengenai pengetahuan

responden di Wilayah Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang (Tabel

4.7)
93

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Responden


No. Pengetahuan Responden Jumlah Persentase (%)
1. Buruk 67 74,4
2. Baik 23 25,6
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dari 90 responden dengan

tingakt pengetahuan yang buruk sebanyak 67 orang (74,4%) dan responden

dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 23 orang (25,6%).

4.2.1.5 Perilaku Menyikat Gigi

Variabel perilaku menyikat gigi dibedakan menjadi dua kategori yaitu

kategori baik dan buruk. Distribusi hasil penelitian mengenai perilaku menyikat

gigi responden di Wilayah Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

(Tabel 4.8)

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Perilaku Menyikat Gigi


No. Perilaku Menyikat Gigi Jumlah Persentase (%)
1. Buruk 52 57,8
2. Baik 38 42,2
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 90 responden yang

mempunyai perilaku menyikat gigi dengan dengan buruk sebanyak 52 orang

(57,8%) dan responden yang mempunyai perilaku menyikat gigi baik sebanyak 38

orang (42,2%). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden yang

perilaku menyikat giginya maih buruk.

4.2.1.6 Kunjungan ke Dokter Gigi

Variabel kunjungan ke dokter gigi dibedakan menjadi dua kategori yaitu

kategori rutin dan tidak rutin. Distribusi hasil penelitian mengenai kunjungan
94

dokter gigi responden di Wilayah Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang (Tabel 4.9)

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kunjungan ke Dokter


Gigi
No. Kunjungan ke Dokter Gigi Jumlah Persentase (%)
1. Tidak Rutin 48 53,3
2. Rutin 42 46,7
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 90 responden yang

tidak rutin melakukan kunjungan dokter gigi tiap 4-6 bulan sekali sebanyak 48

orang (53,3%) dan responden yang rutin melakukan kunjungan dokter gigi tiap 4-

6 bulan sekali sebanyak 42 orang (46,7%). Dari hasil tersebut dapat diketahui

bahwa masih banyak responden yang tidak rutin melakukan kunjungan ke dokter

gigi.

4.2.1.7 Scaling

Variabel scaling dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori scaling

dan tidak scaling. Distribusi hasil penelitian mengenai scaling responden di

Wilayah Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang (Tabel 4.10)

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Scaling


No. Scaling Jumlah Persentase (%)
1. Tidak Scaling 48 53,3
2. Scaling 42 46,7
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa responden yang tidak

melakukan melakukan scaling dalam waktu 1 tahun terakhir sebanyak 48 orang

(53,3%) dan responden yang melakukan scaling dalam waktu 1 tahun terakhir
95

sebanyak 42 orang (46,7%). Dilihat dari hasil diketahui bahwa masih banyak

responden yang tidak melakukan scaling.

4.2.1.8 Diabetes Militus

Variabel diabetes militus dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori

ya diabetes militus dan tidak diabetes militus. Distribusi hasil penelitian mengenai

diabetes militus responden di Wilayah Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang (Tabel 4.11)

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Diabetes Militus


No. Diabetes Militus Jumlah Persentase (%)
1. Tidak 78 86,7
2. Ya 12 13,3
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa responden yang tidak

menderita penyakit diabetes militus sebanyak 78 orang (86,7%) dan responden

yang menderita penyakit diabetes militus sebanyak 12 orang (13,3%).

4.2.1.9 Merokok

Variabel merokok dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori ya

merokok dan tidak merokok. Distribusi hasil penelitian mengenai merokok di

Wilayah Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang (Tabel 4.12)

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Merokok


No. Merokok Jumlah Persentase (%)
1. Ya 26 28,9
2. Tidak 64 71,1
Total 90 100,0
96

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa responden yang merokok

sebanyak 26 orang (28,9%) dan responden yang tidak merokok sebanyak 64 orang

(71,1%).

4.2.1.10 Periodontitis

Variabel periodontitis dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori ya

periodontitis dan tidak periodontitis. Distribusi hasil penelitian mengenai

periodontitis di Wilayah Kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang (Tabel

4.13)

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Penyakit Periodontitis


No. Periodontitis Jumlah Persentase (%)
1. Tidak 56 62,2
2. Ya 34 37,8
Total 90 100,0

Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa responden yang tidak

menderita periodontitis sebanyak 56 orang (62,2%) dan responden yang

menderita periodontitis sebanyak 34 orang (37,8%).

4.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat. Analisis bivariat juga merupakan salah satu langkah

untuk melakukan seleksi terhadap variabel yang akan masuk ke dalam analisis

multivariat. Adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat

ditunjukkan dengan nilai p < α (0,05), nilai PR > 1 dan nilai 95% CI tidak

mencakup angka 1.
97

4.2.2.1 Hubungan antara Umur dengan Kejadian Periodontitis Di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil uji Chi-squaredari data penelitian tentang umur

responden dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.14 Hubungan antara Umur Responden dengan Kejadian


Periodontitis
Kejadian Periodontitis
Umur Nilai
Ya Tidak PR 95% CI
Responden p
∑ % ∑ %
45-65 tahun 18 11,0 11 18,0 0,002 2,336 1,424 – 3,933
18-44 tahun 16 23,0 45 38,0
Total 34 34,0 56 56,0

Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa dari 90 responden terdapat 34

orang (34,0%) menderita penyakit periodontitis yang terdiri dari 18 orang (11,0%)

dengan umur 45-65 tahun dan 16 orang (23,0%) dengan umur 18-44 tahun. Dari

hasil uji Chi-Square, diperoleh p value sebesar 0,002 karena p value < 0,05

sehingga Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara

umur responden dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I

Kabupaten Magelang. Pada perhitungan risk estimate didapatkan PR 2,366

(PR>1) dengan 95% CI= 1,424-3,933. Hal ini menunjukkan bahwa responden

dengan golongan umur 45-65 tahun berisiko 2,366 kali lebih besar menderita

periodontitis dibandingkan dengan responden dengan umur 18-44 tahun.


98

4.2.2.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Periodontitis Di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil uji Chi-squaredari data penelitian tentang jenis

kelamin responden dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I

Kabupaten Magelang, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.15 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Periodontitis


Kejadian Periodontitis
Jenis
Ya Tidak Nilai p PR 95% CI
Kelamin
∑ % ∑ %
Laki-laki 16 14,4 22 23,6 0,614 1,216 0,718-2,062
Perempuan 18 19,6 34 32,4
Total 34 34,0 56 56,0

Berdasarkan tabel 4.15 diketahui bahwa dari 90 responden terdapat 34

orang (34,0%) menderita periodontitis yang terdiri dari responden berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 16 orang (14,4%) dan responden dengan jenis kelamin

perempuan sebanyak 18 orang (19,6%). Dari hasil uji Chi-Square, diperoleh p

value sebesar 0,6142 karena p value < 0,05 sehingga Ho diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin responden dengan

kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang. Pada

perhitungan risk estimate didapatkan PR 1,216 (PR>1) dengan 95% CI= 0,718-

2,062. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor protektif dari

penyakit periodontitis, namun secara statistik tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian periodontitis.


99

4.2.2.3 Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian Periodontitis Di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil uji Chi-squaredari data penelitian tentang obesitas

dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang,

didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.16 Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian Periodontitis


Kejadian Periodontitis
Nilai
Obesitas Ya Tidak PR 95% CI
p
∑ % ∑ %
Obesitas 9 9,4 16 15,6 1,00 0,936 0,510-1,716
Normal 25 24,6 40 40,4
Total 34 34,0 56 56,0

Berdasarkan tabel 4.16 diketahui bahwa dari 90 responden terdapat 34

orang (34,0%) menderita periodontitis yang terdiri dari responden dengan obesitas

sebanyak 9 orang (9,4%) dan responden dengan IMT normal sebanyak 25 orang

(24,6%). Dari hasil uji Chi-Square, diperoleh p value sebesar 1,00 karena p value

< 0,05 sehingga Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara obesitas dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang. Pada perhitungan risk estimate didapatkan PR 0,936 (PR<1) dengan

95% CI= 0,510-1,716. Hal ini menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

protektif dari penyakit periodontitis, namun secara statistik tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian periodontitis.


100

4.2.2.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian Periodontitis Di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil uji Chi-squaredari data penelitian pengetahuan

responden dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.17 Hubungan antara Pengetahuan Responden dengan Kejadian


Periodontitis
Kejadian Periodontitis
Pengetahuan Ya Tidak Nilai p PR 95% CI
∑ % ∑ %
Buruk 30 25,3 37 41,7 0,037 2,575 1,1016-6,522
Baik 4 8,7 19 14,3
Total 34 34,0 56 56,0

Berdasarkan tabel 4.17 diketahui bahwa dari 90 responden terdapat 34

orang (34,0%) menderita periodontitis yang terdiri responden dengan tingkat

pengetahuan buruk sebanyak 30 orang (25,3%) dan responden dengan tingkat

pengetahuan baik sebanyak 4 orang (8,7%). Dari hasil uji Chi-Square, diperoleh p

value sebesar 0,037 karena p value < 0,05 sehingga Ho ditolak. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan responden dengan

kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang. Pada

perhitungan risk estimate didapatkan PR 2,575 (PR>1) dengan 95% CI= 1,1016-

6,522. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan buruk

berisiko 2,575 kali lebih besar menderita periodontitis dibandingkan responden

dengan tingkat pengetahuan baik.


101

4.2.2.5 Hubungan antara Perilaku Menyikat Gigi dengan Kejadian Periodontitis

Di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil uji Chi-squaredari data penelitian tentang perilaku

menyikat gigi responden dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I

Kabupaten Magelang, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.18 Hubungan antara Perilaku Menyikat Gigi dengan Kejadian


Periodontitis
Kejadian Periodontitis
Perilaku
Ya Tidak Nilai p PR 95% CI
Menyikat Gigi
∑ % ∑ %
Buruk 25 19,6 27 32,4 0,033 2,030 1,074-3,837
Baik 9 14,4 29 23,6
Total 34 34,0 56 56,0

Berdasarkan tabel 4.18 diketahui bahwa dari 90 responden terdapat 34

orang (34,0%) menderita periodontitis yang terdiri dari responden dengan

perilaku menyikat gigi yang buruk sebanyak 25 orang (19,6%) dan responden

dengan perilaku menyikat gigi yang baik sebanyak 9 orang (14,4%). Dari hasil uji

Chi-Square, diperoleh p value sebesar 0,033 karena p value > 0,05 sehingga Ho

ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku menyikat gigi

dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang.

Pada perhitungan risk estimate didapatkan PR 2,030 (PR>1) dengan 95% CI=

1,074-3,837. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan perilaku menyikat

gigi yang buruk berisiko 2,030 kali lebih besar menderita periodontitis

dibandingkan responden dengan perilaku menyikat gigi yang baik.


102

4.2.2.6 Hubungan antara Kunjungan ke Dokter Gigi dengan Kejadian

Periodontitis Di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil uji Chi-squaredari data penelitian tentang kunjungan

dokter gigi responden dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I

Kabupaten Magelang, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.19 Hubungan antara Kunjungan ke Dokter Gigi dengan Kejadian


Periodontitis
Kunjungan Kejadian Periodontitis
ke Dokter Ya Tidak Nilai p PR 95% CI
Gigi ∑ % ∑ %
Tidak rutin 25 18,1 23 29,9 0,006 2,431 1,282-4,607
Rutin 9 15,9 33 26,1
Total 34 34,0 56 56,0

Berdasarkan tabel 4.19 diketahui bahwa dari 90 responden terdapat 34

orang (34,0%) menderita periodontitis yang terdiri dari responden dengan

kunjungan ke dokter gigi tidak rutin sebanyak 25 orang (18,1%) dan responden

dengan kunjungan ke dokter gigi rutin sebanyak 9 orang (15,9%). Dari hasil uji

Chi-Square, diperoleh p value sebesar 0,006 karena p value < 0,05 sehingga Ho

ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kunjungan ke dokter

gigi dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang.

Pada perhitungan risk estimate didapatkan PR 2,431 (PR>1) dengan 95% CI=

1,282-4,607. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan kunjungan ke dokter

secara tidak rutin berisiko 2,431 kali lebih besar menderita periodontitis

dibandingkan dengan responden yang melakukan kunjungan ke dokter gigi secara

rutin.
103

4.2.2.7 Hubungan antara Scaling dengan Kejadian Periodontitis Di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil uji Chi-squaredari data penelitian tentang scaling

responden dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.20 Hubungan antara Scaling dengan Kejadian Periodontitis


Kejadian Periodontitis
Scaling Ya Tidak Nilai p PR 95% CI
∑ % ∑ %
Tidak scaling 24 18,1 24 29,9 0,019 2,100 1,140-3,867
Ya scaling 10 15,9 32 26,1
Total 34 34,0 56 56,0

Berdasarkan tabel 4.20 diketahui bahwa dari 90 responden terdapat 34

orang (34,0%) menderita periodontitis yang terdiri dari responden tidak

melakukan scaling dalam waktu 1 tahun terakhir sebanyak 24 orang (18,1%) dan

responden yang rutin melakukan scaling dalam waktu 1 tahun terakhir sebanyak

10 orang (15,1%). Dari hasil uji Chi-Square, diperoleh p value sebesar 0,019

karena p value < 0,05 sehingga Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara scaling dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I

Kabupaten Magelang. Pada perhitungan risk estimate didapatkan PR 2,100

(PR>1) dengan 95% CI= 1,140-3,867. Hal ini menunjukkan bahwa responden

yang melakukan scaling secara tidak rutin dalam waktu 1 tahun terakhir berisiko

2,100 kali lebih besar menderita periodontitis dibandingkan dengan responden

yang rutin melakukan scaling.


104

4.2.2.8 Hubungan antara Diabetes Militus dengan Kejadian Periodontitis Di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil uji Chi-squaredari data penelitian tentang diabetes

militus dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.21 Hubungan antara Diabetes Militus dengan Kejadian Periodontitis


Kejadian Periodontitis
Diabetes
Ya Tidak Nilai p PR 95% CI
Militus
∑ % ∑ %
Ya 10 4,5 2 7,5 0,001 2,708 1,783-4,114
Tidak 24 29,5 54 48,5
Total 34 34,0 56 56,0

Berdasarkan tabel 4.21 diketahui bahwa dari 90 responden terdapat 34

orang (34,0%) menderita periodontitis yang terdiri dari responden dengan disertai

penyakit diabetes militus sebanyak 10 orang (4,5%) dan responden tidak

mempunyai penyakit diabetes militus sebanyak 24 orang (29,5%). Dari hasil uji

Chi-Square, diperoleh p value sebesar 0,001 karena p value < 0,05 sehingga Ho

ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara diabetes militus dengan

kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang. Pada

perhitungan risk estimate didapatkan PR 2,708 (PR>1) dengan 95% CI= 1,783-

4,114. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang mempunyai penyakit diabetes

militus berisiko 2,708 kali lebih besar menderita periodontitis dibandingkan

dengan responden yang tidak mempunyai penyakit diabetes militus.


105

4.2.2.9 Hubungan Antara Merokok dengan Kejadian Periodontitis Di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil uji Chi-square dari data penelitian tentang merokok

dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang,

didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.22 Hubungan antara Merokok dengan Kejadian Periodontitis


Kejadian Periodontitis
Merokok Ya Tidak Nilai p PR 95% CI
∑ % ∑ %
Ya 14 9,8 12 16,2 0,078 1,723 1,036-2,865
Tidak 20 24,2 44 3,9,8
Total 34 34,0 56 56,0

Berdasarkan tabel 4.22 diketahui bahwa dari 90 responden terdapat 34

orang (34,0%) menderita periodontitis yang terdiri dari responden yang merokok

sebanyak 14 orang (9,8%) dan responden yang tidak merokok sebanyak 20 orang

(24,2%). Dari hasil uji Chi-Square, diperoleh p value sebesar 0,078 karena p value

> 0,05 sehingga Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara merokok dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten

Magelang. Pada perhitungan risk estimate didapatkan PR 1,723 (PR>1) dengan

95% CI= 1,036-2,865. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang merokok

berisiko 1,723 kali lebih besar menderita periodontitis dibandingkan dengan

responden yang tidak merokok.

4.2.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar

sumbangan secara bersama-sama seluruh faktor risiko terhadap kejadian

periodontitis. Variabel bebas yang tidak berpengaruh secara otomatis akan


106

dikeluarkan dari perhitungan. Variabel yang dijadikan kandidat dalam uji regresi

logistik ini adalah variabel yang dalam analisis bivariat mempunyai nilai p< 0,25.

Variabel yang dapat dijadikan kandidat dalam uji regresi logistik dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.23 Variabel yang Masuk dalam Uji Regresi Logistik


Variabel P
No. PR 95% CI Keterangan
Bebas value
1. Umur 0,002 2,366 1,424-3,933 Ada hubungan
Responden
2. Pengetahuan 0,037 2,575 1,016-6,522 Ada hubungan
Responden
3. Perilaku 0,033 2,030 1.074-3,837 Ada hubungan
Menyikat Gigi
4. Kunjungan ke 0,006 2,431 0,445-17,416 Ada hubungan
Dokter Gigi
5. Scaling 0,019 2,100 1,140-3,867 Ada hubungan
6. Diabetes 0,001 2,708 1,783-4,114 Ada hubungan
Militus
7. Merokok 0,078 1,723 1,036-2,865 Tidak ada hubungan

Berdasarkan tabel 4.23 di atas diketahui bahwa terdapat 7 variabel bebas

yang memiliki nilai p<0,25, sehingga pada ke-7 variabel tersebut dapat dilakukan

uji regresi logistik. Variabel tersebut adalah umur responden, pengetahuan

responden, perilaku menyikat gigi, scaling, kunjungan ke dokter gigi, diabetes

militus dan merokok.

Analisis yang dilakukan adalah uji Regresi Logistik dengan metode

backward pada tingkat kemaknaan 95% dan menggunakan perangkat software

SPSS for windows release 16.0. Alasan penggunaan uji ini adalah agar dapat

memilih variabel bebas yang paling berpengaruh, jika diuji bersama-sama dengan

variabel bebas lain terhadap kejadian periodontitis. Berdasarkan analisis yang

telah dilaukan dengan metode backward memiliki 5 proses/step yang dilakukan


107

SPSS untuk menyeleksi variabel bebas secara mundur mulai step 1 hingga 5.

Dengan kata lain step terakhir berisi variabel independen yang berkonstribusi kuat

sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kejadian periodontitis.

Berdasarkan hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa pada tahap

pertama variabel yang masuk ke dalam analisis antara lain umur, pengetahuan,

perilaku menyikat gigi, scaling, kunjungan ke dokter gigi, diabetes militus dan

merokok dengan nilai sig yang bervariasi. Pada tahap ke dua ada satu variabel

yang tidak masuk yaitu scaling karena nilai sig dari variabel tersebut paling besar

diantara variabel lain. Pada tahap ke tiga, variabel yang masuk ke dalam tahap

berikutnya adalah pengetahuan karena pada tahap ke dua nilai signya paling besar

diantara variabel lain. Pada tahap ke empat, variabel yang tidak masuk adalah

umur karena diantara variabel lain umur mempunyai nilai sig yang paling besar.

Pada tahap ke lima, variabel yang tidak masuk adalah merokok karena nilai sig

variabel merokok paling besar diantara variabel lain. Pada tahap terakhir diketahui

bahwa terdapat 3 variabel bebas yang berpengaruh terhadap periodontitis. Hasil

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.24 berikut :

Tabel 4.24 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda

95,0% C.I.for
Variabel Bebas B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)
Lower Upper
Perilaku Menyikat
-1.167 .533 4.796 1 .029 .311 .109 .885
Gigi
Kunjungan ke
-1.300 .519 6.281 1 .012 .273 .099 .753
Dokter Gigi
Diabetes Militus -2.323 .862 7.260 1 .007 .098 .018 .531
108

Berdasarkan tabel 4.24 hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku

menyikat gigi berpengaruh terhadap kejadian periodontitis. Hal ini ditunjukkan

dengan nila p value sebesar p=0,029 (p<0,05). Hasil analisis menunjukkan bahwa

perilaku menyikat gigi merupakan faktor protektif dari penyakit periodontitis,

serta secara statistik terdapat pengaruh yang signifikan antara perilaku menyikat

gigi dengan kejadian periodontitis yang ditunjukkan dengan nilai Exp (B)= 0,311.

Selain itu, variabel kunjungan ke dokter gigi juga mempengaruhi kejadian

periodontitis dengan nilai p value 0,012 (p<0,05). Hali analisis menunjukkan

bahwa kunjungan ke dokter gigi merupakan faktor protektif dari penyakit

periodontitis, serta secara statistik terdapat pengaruh yang signifikan antara

kunjungan ke dokter gigi dengan kejadian periodontitis yang ditunjukkan dengan

nilai Exp (B)= 0,273. Demikian pula dengan variabel diabetes militus mempunyai

pengaruh terhadap kejadian periodontitis. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p

valuenya 0,007 (p<0,05). Selain itu, hasil analisis menunjukkan bahwa diabetes

militus merupakan faktor protektif dari penyakit periodontitis, serta secara

statistik terdapat pengaruh yang signifikan antara diabetes militus dengan kejadian

periodontitis yang ditunjukkan dengan nilai Exp (B)= 0,098.

Untuk mengetahui probabilitas terjadinya kejadian periodontitis, maka

dilakukan perhitungan dengan persamaan regresi sebagai berikut :

P= 1
1 + e − ( β0 + ∑βn Xn )
P= 1
1 + e − ( Constant + B Perilaku Menyikat Gigi +B Diabetes Militus + B
Kunjungan Dokter Gigi)
P= 1
1 + e − (2,266-1,167-1,300-2,323)
109

P= 1
1 + e − (-2,524)
P= 1
1 + 12,48

P= 1
13,48
P = 0,74

P = 74%

Hal ini berarti bahwa jika sesorang memiliki perilaku menyikat gigi yang

buruk, tidak melakukan kunjungan ke dokter gigi secara rutin dan disertai

penyakit diabetes militus akan mempunyai probabilitas atau risiko menderita

penyakit periodontitis sebesar 74%.


BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

5.1.1 Pengaruh Umur terhadap Kejadian Periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara

umur 45-65 tahun dengan kejadian periodontitis dan dapat diketahui pula bahwa

umur 45-65 tahun berisiko 2,366 kali lebih besar menderita periodontitis

dibandingkan dengan umur 18-44 tahun. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji Chi-

Square (p=0,002; PR=2,366; 95%CI=1,424-3,933). Sedangkan pada analisis

multivariat menunjukkan bahwa umur tidak berpengaruh terhadap kejadian

periodontitis. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji regresi logistik (B= -420; S.E=

0,66; Wald= 0,405; df= 1; Sig= 0,524; Exp (B)= 0,657; 95%CI= 0,180-2,397).

Tidak adanya pengaruh antara umur 45-65 tahun terhadap kejadian periodontitis

dalam penelitian ini karena adanya pengaruh variabel lain yang lebih kuat

pengaruhnya, mengingat bahwa variabel-variabel yang berpengaruh dianalisis

sekaligus sehingga dikontrol oleh variabel yang lebih besar pengaruhnya. Selain

itu, umur merupakan faktor risiko karateristik dimana dalam beberapa penelitian

menyebutkan bahwa prevalensi periodontitis meningkat seiring bertambahnya

usia yang disebabkan oleh perubahan degeneratif dan adanya perubahan faktor

determinan yang berhubungan dengan proses pertambahan usia seperti jumlah

konsumsi obat-obatan, penurunan fungsi imun dan status nutrsi serta faktor risiko

lain yang dapat meningkatkan penyakit periodontitis.

110
111

Menurut Carranza dkk (2012) menyatakan bahwa periodontitis terjadi

pada semua golongan usia dari mulai usia pubertas sampai dengan usia lansia

yang masih mempunyai gigi asli. Perubahan degeneratif berhubungan dengan

pertambahan usia yang dapat menyebabkan periodontitis. Kehilangan perlekatan

dan tulang pada sesorang disebabkan karena paparan yang lama terhadap faktor

penyebab periodontitis. Perubahan determinan pada proses bertambahnya usia

yang dapat menyebabkan kehilangan perlekatan gigi dan tulang alveolar antara

lain jumlah konsumsi obat-obatan, penurunan fungsi imun, status nutrisi yang

buruk, oral hygine yang buruk serta riwayat perawatan ke dokter gigi. Penyakit ini

dapat terjadi apabila trauma mekanik yang kronis yang disebabkan cara menyikat

gigi dan kerusakan dari faktor iatrogenik yang disebabkan oleh restorasi yang

kurang baik atau perawatan scaling dan root planing yang berulang-ulang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Qi Zhang

(2014) dimana diketahui bahwa umur 45-65 tahun mempunyai proporsi

mengalami periodontitis sebesar 53,0% lebih besar dibandingakan dengan umur

18-44 tahun dengan proporsi sebesar 33,3%. Selain itu, pada penelitian ini juga

dijelaskan bahwa umur 45-65 tahun berhubungan dengan kejadian periodontitis

yang ditunjukkan dengan nilai p=0,005 (p<0,05) dan nilai OR=1,7. Penelitian

tersebut memiliki kesamaan karakteristik dengan penelitian ini jika dilihat pada

distribusi responden yang menderita periodontitis. Pada penelitian ini, proporsi

responden yang menderita periodontitis lebih banyak pada usisa 45-65 tahun

sebanyak 18 orang dibandingkan usia 18-44 tahun sebanyak 16 orang.


112

5.1.2 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Kejadian Periodontitis di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara jenis kelamin dengan kejadian periodontitis, namun secara statistik jenis

kelamin laki-laki berisiko 1,216 kali lebih besar menderita periodontitis

dibandingkan dengan responden berjenis kelamin perempuan. Hal ini ditunjukkan

dengan hasil uji Chi-Square (p=0,614; PR=1,216; 95%CI=0,718-2,062).

Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa jenis kelamin tidak dapat

dilakukan uji regresi logistik karena nilai p >0,25.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hong dkk (2015) yang menemukan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin

dengan kejadian periodontitis dengan nilai p= 0,001 (p<0,05) dan nilai OR= 1,40.

Pada penelitian ini dijelaskan bahwa laki-laki yang menderita periodontitis

disebabkan oleh kebiasaan merokok. Perubahan vaskularisasi pada perokok,

disebabkan terjadinya iritasi kronis dan perubahan panas pada mukosa dan

gingiva. Zat dalam asap rokok yang terabsorbsi melalui mukosa mulut dapat

mengikuti aliran darah sehingga menyebabkan terganggunya mikrosirkulasi

periodonsium.

Penelitian ini tidak memiliki kesamaan karakteristik jika dilihat pada

distribusi responden bahwa kejadian periodontitis lebih banyak dialami pada

responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 19,6% dibandingkan

responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 14,4%. Hal ini disebabkan

karena proporsi masyarakat yang berkunjung ke Poli Gigi Puskesmas Salaman I


113

untuk melakukan pemeriksaan secara rutin hampir seimbang antara jenis kelamin

laki-laki dan perempuan yaitu berjenis kelamin perempuan sebanyak 57,8% dan

berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 42,2%.

5.1.3 Pengaruh Obesitas terhadap Kejadian Periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara obesitas dengan kejadian periodontitis, dan obesitas merupakan faktor

protektif dari penyakit periodontitisyang ditunjukkan dengan hasil uji Chi-Square

(p=1,000; PR=0,936; 95%CI=0,510-1,716). Berdasarkan hasil analisis tersebut

diketahui bahwa obesitas tidak dapat dilakukan uji regresi logistik karena nilai p

>0,25. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Aljehani (2014) menjelaskan bahwa obesitas dilaporkan sebagai faktor risiko

terhadap periodontitis. Hal ini diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Ababneh

(2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara BMI lebih dari normal (≥

30 kg/m2) dengan kejadian periodontitis. Hal ini juga sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Hong et al (2016) juga menunjukkan adanya hubungan

antara BMI dengan kejadian periodontitis dengan nilai p sebesar 0,005.

Penelitian tersebut tidak memiliki kesamaan karakteristik pada penelitian

ini jika dilihat dari distribusi responden, proporsi responden yang mempunyai

IMT normal yaitu sebesar 24,6% lebih besar dibandingkan responden yang

obesitas yaitu sebesar 9,4%. Sehingga didapatkan penderita periodontitis yang

mempunyai IMT normal.


114

5.1.4 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kejadian Periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan kejadian periodontitis dan dapat diketahui juga bahwa

pengetahuan yang buruk berisiko 2,575 kali lebih besar menderita periodontitis

dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan yang baik. Hal ini

ditunjukkan dengan hasil uji Chi-Square (p=0,037; PR=2,575; 95%CI=1,016-

6,522). Sedangkan pada analisis multivariat menunjukkan bahwa pengetahuan

tidak berpengaruh terhadap kejadian periodontitis. Hal ini ditunjukkan dengan

hasil uji regresi logistik (B= -412; S.E= 0,68; Wald= 0,366; df= 1; Sig= 0,545;

Exp (B)= 0,662; 95CI= 0,175-2,513). Tidak adanya pengaruh antara pengetahuan

terhadap kejadian periodontitis dalam penelitian ini karena adanya pengaruh

variabel lain yang lebih kuat pengaruhnya, mengingat bahwa variabel-variabel

yang berpengaruh dianalisis sekaligus sehingga dikontrol oleh variabel yang lebih

besar pengaruhnya.

MenurutNotoatmodjo(2010)menyatakan bahwa setiap manusia memiliki

tingkat pengetahuan yang berbeda-beda. Tingkatan pengetahuan dimulai dari tahu

(know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis),

sintesis (syntesis) dan evaluasi (evaluation). Semakin tinggi tingkat pengetahuan

seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan individu tersebut didalam

melakukan penilaian suatu materi atau objek. Pengetahuan seseorang akan

menentukan perilakunya dalam hal kesehatan. Seseorang yang mempunyai

pengetahuan yang baik, maka akan mengetahui tindakan yang tepat apabila
115

terserang suatu penyakit sehingga tidak akan memperparah komplikasi tersebut

dan tidak terjadi komplikasi didalamnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rahayu, dkk (2014) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan

dengan status kesehatan jaringan periodontal dengan nilai p sebesar 0,001. Pada

penelitian ini menjelaskan bahwa pengetahuan erat dengan pendidikan dimana

responden dengan pendidikan rendah (SD) sebesar 50,68% lebih banyak

dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan tinggi

(SMA/perguruan tinggi) sebesar 49,32%.

Penelitian tersebut memiliki kesamaan karakteristik dengan penelitian ini

yaitu jika dilihat dari distribusi responden yang digunakan adalah responden

dengan tingkat pengetahuan yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan. Hasil

dilapangan menunjukkan bahwa kejadian periodontitis lebih banyak dialami pada

responden yang mempunyai tingkat pengetahuan buruk yaitu sebesar 25,3%

dibandingkan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebesar

8,7%. Hal ini disebabkan karena masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Salaman

I Kabupaten Magelang tingkat pendidikannya masih rendah dan sebagian besar

tamatan SD sebanyak 34,4%. Hal itu yang dapat mempengaruhi rendahnya tingkat

pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut.

5.1.5 Pengaruh Perilaku Menyikat Gigi terhadap Kejadian Periodontitis di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara

perilaku menyikat gigi dengan kejadian periodontitis, dan dapat diketahui pula
116

bahwa perilaku menyikat gigi yang buruk berisiko 2,030 kali lebih besar

menderita periodontitis dibandingkan dengan perilaku menyikat gigi yang baik.

Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji Chi-Square (p= 0,033; PR= 2,030; 95%CI=

1,074-3,837). Sedangkan pada analisis multivariat menunjukkan bahwa ada

pengaruh antara perilaku menyikat gigi dengan kejadian periodontitis dan

perilaku menyikat gigi merupakan faktor protektif dari penyakit periodontitis.Hal

ini ditunjukkan dengan hasil uji regresi logistik (B= -1,167; S.E= 0,533; Wald=

4,796; df= 1; Sig= 0,029; Exp (B)= 0,311; 95CI= 0,109-0,885).

Menurut Priyoto (2015) salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

kebersihan mulut adalah perilaku. Perilaku adalah suatu bentuk pengalaman dan

interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut

pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan

dengan kesehatan. Perilaku kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap dan

tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya

pencegahannya. Faktor yang terpenting dalam usaha menjaga kebersihan mulut

adalah faktor kesadaran dan perilaku pemeliharaan hygiene mulut secara personal

karena kegiatannya dilakukan di rumah tanpa ada pengawasan siapapun,

sepenuhnya tergantung dari pengetahuan, pemahaman, kesadaran serta kemauan

pihak individu untuk menjaga kebersihan mulut. Pendapat atau sikap masyarakat

tentang periodontitis atau peradangan jaringan penyangga gigi dapat dilihat dari

kondisi jaringan periodontalnya.

Hasi penelitian ini sejalan dengan penelitian Tri Wiyanti (2010) yang

menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan menyikat gigi dengan


117

kejadian periodontitis yang ditunjukkan dengan nilai p value sebesar 0,016.

Penelitian ini menjelaskan bahwa masyarakat sudah melakukan penyikatan gigi

namun belum sesuai dengan prosedur yang benar, baik dilihat dari segi cara,

waktu, frekuensi, alat dan bahan menyikat gigi sehingga menyebabkan terjadinya

akumulasi plak bakteri dan kalkulus yang akan mengakibatkan terjadinya

periodontitis. Hal ini diperkuat pada penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati

(2014) melaporkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan menyikat gigi dengan

kejadian periodontitis dengan nilai p sebesar 0,026. Penelitian ini juga

menjelaskan bahwa kebiasaan menyikat gigi yang kurang baik dilihat dari cara

dan waktu yang kurang tepat dapat meningkatkan akumulasi plak bakteri serta

kalkulus yang dapat menyebabkan periodontitis.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian ini

mempunyai kemiripan dengan penelitian sebelumnya dalam hal cara, waktu,

frekuensi, alat dan bahan menyikat gigi. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Salaman I sudah melakukan penyikatan gigi tetapi belum sesuai dengan prosedur

yang benar, misalnya dalam menyikat gigi biasanya pada saat bersamaan dengan

mandi adalah waktu yang salah seharusnya pagi setelah makan dan malam

sebelum tidur dan caranya yang masih salah yaitu dengan gerakan yang asal

menyikat sehingga tidak dapat menjangkau tempat atau posisi gigi yang sulit

disikat. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kejadian

periodontitis lebih banyak dialami pada responden yang memiliki perilaku

menyikat gigi buruk yaitu sebesar 19,6% dibandingkan responden yang memiliki

perilaku menyikat gigi baik sebesar 14,4%.


118

5.1.6 Pengaruh Kunjungan ke Dokter Gigi terhadap Kejadian Periodontitis

di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara

kunjungan ke dokter gigi dengan kejadian periodontitis, dan dapat diketahui pula

bahwa kunjungan ke dokter gigi yang tidak rutin berisiko 2,431 kali lebih besar

menderita periodontitis dibandingkan dengan kunjungan ke dokter gigi yang rutin.

Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji Chi-Square (p= 0,006; PR= 2,431; 95%CI=

1,282-4,607). Sedangkan pada analisis multivariat menunjukkan bahwa ada

pengaruh antara kunjungan ke dokter gigi dengan kejadian periodontitis dan

kunjungan ke dokter gigi merupakan faktor protektif dari penyakit periodontitis.

Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji regresi logistik (B= -1,300; S.E= 0,862;

Wald= 6,281; df= 1; Sig= 0,012; Exp (B)= 0,273; 95CI= 0,099-0,753).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Ababneh (2012) menyebutkan bahwa kunjungan rutin ke dokter gigi berhubungan

dengan kejadian periodontitis. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis statistik

diperoleh nilai p=0,005 (p<0,05). Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa

pentingnya kunjungan rutin ke dokter gigi yang dilakukan setiap 4-6 bulan sekali

dapat mengurangi akumulasi plak bakteri dan kalkulus yang menempel pada gigi

sehingga dapat mencegah terjadinya periodontitis.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan terdapat

kesamaan karakteristik bahwa kejadian periodontitis lebih banyak dialami pada

responden yang tidak rutin melakukan kunjungan ke dokter gigi yaitu sebesar

31,4% dibandingkan responden yang rutin melakukan kunjungan ke dokter gigi


119

yaitu sebesar 2,6%. Hal ini disebabkan karena masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang tidak pernah melakukan kunjungan

rutin ke dokter gigi untuk memeriksakan kesehatan giginya. Sebagian besar

masyarakat di wilayah tersebut beralasan tidak memiliki waktu untuk melakukan

kunjungan ke dokter gigi secara rutin. Selain itu, masyarakat juga menganggap

bahwa selama tidak sakit gigi maka tidak dibutuhkan untuk periksa gigi.

Paradigma tersebut yang membuat masyarakat masih banyak yang menderita

penyakit periodontitis.

5.1.7 Pengaruh Scaling terhadap Kejadian Periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan

antara scaling dengan kejadian periodontitis dan dapat diketahui bahwa responden

yang tidak melakukan scaling berisiko 2,100 kali lebih besar menderita

periodontitis dibandingkan dengan responden yang melakukan scaling. Hal ini

ditunjukkan dengan hasil uji Chi-Square (p=0,019; PR=2,100; 95%CI=1,140-

3,867). Sedangkan pada analisis multivariat menunjukkan bahwa scaling tidak

berpengaruh terhadap kejadian periodontitis. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji

regresi logistik (B= -0,092; S.E= 0,639; Wald= 0,021; df= 1; Sig= 0,886; Exp

(B)= 0,913; 95%CI= 0,261-3,193). Tidak adanya pengaruh antara scaling

terhadap kejadian periodontitis dalam penelitian ini karena adanya pengaruh

variabel lain yang lebih kuat pengaruhnya, mengingat bahwa variabel-variabel

yang berpengaruh dianalisis sekaligus sehingga dikontrol oleh variabel yang lebih

besar pengaruhnya.
120

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Stoykova el al (2014) menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat

pembersihan karang gigi (scaling) dengan kejadian periodontitis. Hal ini dapat

diketahui dari hasil statistik diperoleh p value sebesar 0,001 (p<0,05) dan nilai

OR= 13,22.Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat kesamaan

karakteristik dari penelitian tersebut bahwa kejadian periodontitis lebih banyak

dialami pada responden yang tidak melakukan scaling yaitu sebesar 20,0%

dibandingkan responden yang melakukan scaling yaitu sebesar 14,0%. Hal

tersebut disebabkan karena tingkat pengetahuan responden yang masih rendah,

dan biaya scaling. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa alasan tidak

melakukan scaling atau pembersihan karang gigi adalah tidak tahu mengenai

pembersihan karang gigi dan manfaatnya karena tidak pernah ada informasi atau

edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya scaling. Selain itu, alasan biaya

juga menjadi penyebab masyarakat tidak pernah melakukan pembersihan karang

gigi karena untuk pembersihan karang gigi di Puskesmas Salaman I cukup mahal

dan tidak masuk dalam anggaran BPJS.

5.1.8 Pengaruh Diabetes Militus terhadap Kejadian Periodontitis di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara

diabetes militus dengan kejadian periodontitis, dan dapat diketahui pula bahwa

diabetes militus berisiko 2,431 kali lebih besar menderita periodontitis

dibandingkan dengan tidak disertai diabetes militus. Hal ini ditunjukkan dengan

hasil uji Chi-Square (p= 0,001; PR= 2,708; 95%CI= 1,783-4,114). Sedangkan
121

pada analisis multivariat menunjukkan bahwa ada pengaruh antara diabetes

militus dengan kejadian periodontitis dan diabetes militus merupakan faktor

protektif dari penyakit periodontitis. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji regresi

logistik (B= -2,323; S.E= 0,862; Wald= 7,260; df= 1; Sig= 0,007; Exp (B)=

0,098; 95%CI= 0,018-0,531).

Menurut Eley dan Manson (2004) penderita diabetes militus mempunyai

kecenderungan untuk menderita periodontitis lebih besar dibandingkan dengan

yang tidak menderita diabetes militus. Hal ini disebabkan karena adanya

perubahan pada pembuluh darah, gangguan fungsi neutrofil, sintesis kolagen,

faktor mikrobiotik, dan predisposisi genetik. Menurut Carranza dkk (2012) juga

menjelaskan bahwa buruknya kontrol gula darah pada penderita diabetes militus

dapat meningkatkan kerusakan jaringan periodontal.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Stoykova (2014), dan Hong

(2016) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara diabetes militus dengan

kejadian periodontitis. Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa buruknya

kontrol gula darah dan peningkatan AGE menginduksi stres oksidan pada gingiva

sehingga akan memperparah kerusakan jaringan periodonsium. Pada penderita

DM, dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah dan cairan gingival berarti

juga mengubah lingkungan mikroflora dan menginduksi perubahan bakteri secara

kualitatif. Perubahan tersebut mengarah pada penyakit periodontal yang berat.

Penelitian tersebut memiliki kesamaan karakteristik dengan penelitian ini

jika dilihat dari populasi penelitian dengan buruknya kontrol gula darah pada

pasien yang berobat ke poli gigi. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner bahwa
122

pasien yang menderita periodontitis lebih banyak disertai penyakit diabetes

militus sebanyak 10 orang dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita

periodontitis sebanyak 2 orang. Hal itu disebabkan karena sebagian besar

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang tidak

pernah melakukan pemeriksaan gula darah secara rutin sehingga terjadi kerusakan

pada jaringan periodontal yang mengakibatkan periodontitis.

5.1.9 Pengaruh Merokok terhadap Kejadian Periodontitis di Puskesmas

Salaman I Kabupaten Magelang

Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara merokok dengan kejadian periodontitis, dan responden yang

merokok berisiko 1,723 kali lebih besar menderita periodontitis dibandingkan

dengan responden yang tidak merokok. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji Chi-

Square (p=0,078; PR=1,723; 95%CI=1,036-2,865). Sedangkan berdasarkan hasil

analisis multivariat menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara merokok

terhadap kejadian periodontitis. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil uji regresi

logistik (B= -0,628; S.E= 0,547; Wald= 1,319; df= 1; Sig= 0,251; Exp (B)=

0,534; 95%CI= 0,183-1,558). Tidak adanya pengaruh antara merokok terhadap

kejadian periodontitis dalam penelitian ini karena adanya pengaruh variabel lain

yang lebih kuat pengaruhnya, mengingat bahwa variabel-variabel yang

berpengaruh dianalisis sekaligus sehingga dikontrol oleh variabel yang lebih besar

pengaruhnya.

Merokok merupakan faktor risiko yang kuat terhadap kejadian penyakit

periodontal. Individu yang merokok dua sampai enam kali atau lebih memiliki
123

kemungkinan mengalami periodontitis dibanding yang tidak merokok. Merokok

berhubungan dengan penyakit periodontal terkait pada dosis. Jika jumlah tahun

terpapar tembakau dan jumlah rokok yang dihisap meningkat setiap hari, maka

risiko periodontitis makin tinggi. Tembakau yang dikunyah telah dikaitkan

dengan resesi gingiva dan kerusakan periodontal di lokasi gigi yang bersentuhan

langsung dengan tembakau. Penggunaan tembakau juga telah terbukti

mempengaruhi hasil perawatan periodontal dan meningkatkan kemungkinan

kekambuhan penyakit (Ronderos and Michalowicz, 2004).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ambarwati (2015)

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan

kejadian periodontitis. penelitian ini menjelaskan bahwa hal ini disebabkan

perubahan mukosa akibat merokok sangat bervariasi. Perubahan tersebut akibat

iritan, toksin, dan karsinogen yang berasal dari rokok. Selain itu, dapat juga

berasal dari efek mukosa yang kering, tingginya temperatur dalam mulut atau

resistensi terhadap infeksi jamur dan virus yang berubah sehingga mengakibatkan

terjadinya penyakit periodontal dan gangguan kesehatan mulut lainnya.

Penelitian tersebut memiliki kesamaan karakteristik dengan penelitian ini

yaitu jika dilihat dari distribusi responden yang digunakan yaitu responden yang

menderita periodontitis lebih banyak dialami oleh responden yang merokok

sebanyak 14 orang (9,8%) dibandingkan dengan responden yang tidak merokok

sebanyak 12 orang (16,2%) dan hal itu terjadi pada responden yang berjenis

kelamin laki-laki saja.


124

5.2 Kelemahan Penelitian

5.2.1 Kelemahan Penelitian

Kelemahan dalam penelitian ini adalah kuesioner penelitian yang masih

sederhana, sehingga peneliti meminta bantuan kepada petugas kesehatan poli gigi

untuk membenarkan beberapa pertanyaan yang diajukan kepada responden.


BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian Periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh antara perilaku menyikat gigi, kunjungan dokter

gigi dan diabetes militus dengan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I

Kabupaten Magelang. Serta tidak ada pengaruh antara umur, jenis kelamin,

pengetahuan, obesitas, scaling, dan merokok dengan kejadian periodontitis di

Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Masyarakat

1. Bagi masyarakat diharapkan untuk lebih meningkatkan kesadaran mengenai

pentingnya perilaku menyikat gigi dengan prosedur yang benar baik dari segi

cara, waktu, frekuensi, alat dan bahan sehingga dapat menghilangkan atau

menghambat pertumbuhan akumulasi plak bakteri dan kalkulus yang dapat

mencegah terjadinya penyakit periodontitis.

2. Bagi masyarakat diharapkan untuk melakukan pemeriksaan gula darah secara

rutin agar terdeteksi penyakit diabetes militus secara dini sehingga dapat

mengontrol kadar gula darah dengan mengatur pola makan dan perilakunya

serta dapat mencegah terjadinya penyakit periodontitis.

3. Bagi masyarakat diharapkan untuk dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan

gigi dan mulut dengan cara melakukan kunjungan secara rutin setiap 4-6

125
126

bulan sekali untuk pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut sehingga dapat

mencegah penyakit gigi dan mulut.

6.2.2 Bagi Puskesmas

Memberikan edukasi dan menyediakan media informasi mengenai

kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat yang berkunjung ke poli gigi

Puskesmas Salaman I agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan

masyarakat.

6.2.3 Bagi Peneliti Lain

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan memperluas sampel

penelitian, jenis desain penelitian dan variabel yang berbeda untuk lebih

mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan kejadian periodontitis.


DAFTAR PUSTAKA

Ababneh et al. 2012. Prevalence and risk indicators of gingivitis and periodontitis
in a Multi-Centre study in North Jordan: a cross sectional study. BMC
Oral Health, 12(1) : 3-7

Aljehani, Yousef A. 2014. Risk Factors of Periodontal Disease: Review of the


Literature.Review International Journal of Dentistry, hal 1-5

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Ambarwati, Sri. 2014. Hubungan Kebiasaan Menyikat Gigi dan Kebiasaan
Merokok dengan kejadian Periodontitis Kabupaten Magelang. Skripsi.
Semarang: STIKES Ngudi Waluyo.
Awuti et al. 2012. Epidemiological Survey on the Prevalence of Periodontitis and
Diabetes Mellitus in Uyghur Adults from Rural Hotan Area in Xinjiang.
Article Experimental Diabetes Research China, hal 23

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Carranza, Fermin A, et al. 2012. Carranza’s Clinical Periodontology. Jakarta :
EGC.

Cascarini, dkk. 2002. Bedah Mulut & Maksilofasial. Jakarta : EGC.


Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang. 2015. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten
Magelang. Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang, Magelang

Eley, B. M, Manson, J. D. 2004. Buku Ajar Periodonti. Jakarta : HIPOKRATES.


Forrest, J.O. 1991. Pencegahan Penyakit Mulut. Terjemahan oleh Lilian Yuwono.
Jakarta: HIPOKRATES.

Hokardi, Cindy Aryani. 2013. Pengaruh Stres Akademik Terhadap Kondisi


Jaringan Periodontal Dan Kadar Hormon Kortisol Dalam Cairan
Krevikular Gingiva. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Hong et al. 2016. The Prevalence and Associated Factors of Periodontitis
According to Fasting Plasma Glucose in the Korean Adults. Medicine,
95(14) : 2-6

127
128

Hong M et al. 2016. Prevalence and risk factors of periodontitis among adults
with or without diabetes mellitus. Korean Jurnal Intern Medicine, 31(5) :
910-919.

Ireland, Robert. 2002. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC.


Irianto, Koes. 2015. Memahami Berbagai Penyakit. Bandung : ALFABETA.

Kriswiharsi, Kun. Kusuma, Agus Perry. 2013. Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan Status Periodontal pada Pria Perokok Buruh Bongkar Muat
Pelabuhan tanjung Emas Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Dian
Nuswantoro.
Marakoglu, Ismail. 2008. Periodontitis as a Risk Factor for Preterm Low Birth
Weight. Yonsei Med Journal, 49(2) : 37-40

Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan Metode riset Epidemiologi. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press.
Priyoto. 2015. Perubahan dalam Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : GRAHA
ILM.

Pujiani. Khotimah. Isdianto, Bayu. 2013. Hubungan Antara Penyakit


Periodontitis Pada Ibu Hamil Sebagai Faktor Risiko KejadianBBLR.
Jurnal Eduhealth, 3(1) : 34-38

Qi Zhang et al. 2014. Prevalence and predictors for periodontitis among adults in
China, 2010. Global Health Action. 7: 1-7

Rahayu et al. 2014. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku terhadap
Pemeliharaan Kebersihan Gigi dan Mulut dengan Status Kesehatan
Periodontal Pra Lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota
Tasikmalaya. Majalah Kedokteran Gigi, 21(1) : 27-32.

Rikawaraswati, et al, 2015. Hubungan Diabetes Melitus dengan Tingkat


Keparahan Jaringan Periodontal. Kemas Nasional, 9(3) : 279-281

Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. 2011. Dasar-dasar Metodologi


Penelitian Klinis. Jakarta: CV. Agung Seto.

Sgolastra et al. 2013. Relationship between Periodontitis and Pre-Eclampsia: A


Meta-Analysis. Plos One, 8(8) : 167-173

Shyu, Kou-Gi et al. 2015. Change of Scaling-Induced Proinflammatory Cytokine


on the Clinical Efficacy of Periodontitis Treatment. Reasearch Article of
the Scientific World Journal. 2015: 1-7
129

Soulissa, Abdul Gani. 2014. Hubungan Kehamilan dan Penyakit Periodontal.


PDGI, 63(3) : 71-77.

Stephanie F. Emor, et al. 2015. Hubungan Status Periodontal dan Derajat


Regulasi Gula Darah Pasien Diabetes Militus Di Rumah Sakit Umum
Pusat Prof Dr. R. D. Kandou Manado. e-Gigi (eG), 3(1) : 211-214

Stoykova, Maria. Musurlieva, Nina. Boyadzhiev, Doychin. 2014. Risk factors for
development of chronic periodontitis in Bulgarian patients (pilot
research).ArticleMedical Biotechnology, 28(6) : 1151-1154

Supariasa, I Dewa Nyoman, et al. 2002. Penialaian Status Gizi. Jakarta :EGC.
Syahli, Muhammad Reza. 2015. Peran Rokok Terhadap Kadar Kalsium Saliva.
Skripsi. Jakarta: FKIK Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah.
Tuhuteru, Daul R. Lampus, B. S. Wowor, Vonny N.S. 2014. Status Kebersihan
Gigi Dan Mulut Pasien Poliklinik Gigi Puskesmas Paniki Bawah
Manado. Jurnal e-GiGi (eG), 2(2) :112-116

Van Dyke, Thomas E. 2005. Risk Factors for Periodontitis.NIH Public Access
Author Manuscript1 Department of Periodontology and Oral Biology,
Goldman School of Dental Medicine, Boston University, MA, USA,
7(1): 2-5

Wahyukundari, M,A. 2009. Perbedaan Kadar Matrix Metalloproteinase-8


Setelah Scaling Dan Pemberian Tetrasiklin Pada Penderita Periodontitis
Kronis. Jurnal PDGI, 58(1) : 34-40

Wangsarahardja, Kartika. 2005. Penyakit Periodontal Sebagai Faktor Risiko


Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Universa Medicina, 24(3) :137-144

Wijayanti, Punik Mumpuni dan Setyopranoto, Ismail. 2008. Hubungan Antara


Periodontitis, Aterosklerosis Dan Stroke Iskemik Akut. Mutiara Medika,
8(2) : 120-128.

Wiyatini Tri, Setyawan H, Hadissaputro S. 2010.Faktor Faktor Local Dalam


Mulut Dan Perilaku Pencegahan Yang Berhubungan Dengan
Periodontitis. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
LAMPIRAN
Lamipran 1. Surat Keputusan Dosen Pembimbing

129
Lampiran 2. Ethical Clearance

130
Lampiran 3. Surat Keterangan Melakukan Studi Pendahuluan

131
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ke Dinas Kesehatan
Kabupaten Magelang

132
Lampiran 5. Surat Ijin Pengambilan Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Magelang

133
Lampiran 6. Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang


Lampiran 7. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

PERIODONTITIS DI PUSKESMAS SALAMAN I KABUPATEN

MAGELANG

Nomor Responden :
Tanggal Wawancara :

A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama :

Umur :

Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

Tinggi badan : ...........cm Berat badan : ..................kg

IMT :

Alamat :

Pendidikan terakhir : SD/SMP/SMA/D3/S1/S2

Pekerjaan :

Penghasilan/bulan :
1. < 1.500.000
2. 1.500.000 - 2.500.000
3. > 2.500.000 – 3.500.000
4. > 3.500.000
B. PENGETAHUAN
1. Apakah Anda tahu yang dimaksud dengan penyakit periodontitis ?

134
1. Tidak
2. Ya
2. Menurut Anda, apakah yang dimaksud dengan penyakit periodontitis ?
(pilihsatu jawaban)
1. Penyakit pada gusi
2. Penyakit pada jaringan yang menyangga gigi
3. Apakah Anda tahu penyebab dari penyakit periodontitis ?
1. Tidak
2. Ya
4. Menurut Anda, apakah penyebab dari penyakit periodontitis ? (pilih satu
jawaban)
1. Sisa makanan yang tersangkut di sela gigi
2. Kuman atau bakteri
5. Apakah Anda tahu tanda-tanda dari penyakit periodontitis ?
1. Tidak
2. Ya
6. Menurut Anda, apa saja tanda-tanda dari penyakit periodontitis ? (pilih
satu jawaban)
1. Gusi kemerahan, gusi berdarah
2. Gigi goyang dan nyeri
7. Apakah Anda tahu hal yang menyebabkan orang lebih mudah terkena
penyakit periodontitis ?
1. Tidak
2. Ya
8. Menurut Anda, hal apa saja yang menyebabkan orang lebih mudah terkena
penyakit periodontitis ?
1. Suka makan/minum manis
2. Kebersihan gigi kurang
9. Apakah menurut Anda penyakit periodontitis bisa sembuh sendiri tanpa
diobati ?
1. Ya

135
2. Tidak
10. Apa yang akan Anda lakukan saat terkena penyakit periodontitis ? (pilih
satu jawaban)
1. Dibiarkan saja/membeli obat
2. Periksa ke dokter gigi
11. Apakah Anda tahu akibatnya jikaradang gusi dibiarkan saja tanpa
dilakukan perawatan ?
1. Tidak
2. Ya
12. Menurut Anda, apa sajakah akibat dari radang gusi jika dibiarkan saja
tanpa dilakukan perawatan ? (pilih satu jawaban)
1. Perdarahan pada gusi
2. Gigi bisa goyang dan nyeri
13. Apakah Anda tahu, apa yang harus dilakukan untuk menghindari penyakit
periodontitis ?
1. Tidak
2. Ya
14. Menurut Anda, apa saja yang harus dilakukan untuk menghindari penyakit
periodontitis ? (pilih satu jawaban)
1. Menjaga konsumsi makanan
2. Sikat gigi dan kontrol kesehatan gigi secara rutin
15. Apakah Anda tahu yang dimaksud dengan karang gigi ?
1. Tidak
2. Ya
16. Menurut Anda, apakah yang dimaksud dengan karang gigi ? (pilih satu
jawaban)
1. Lubang pada gigi
2. Sisa-sisa makanan yang menempel dan mengeras pada gigi
17. Apakah Anda tahu sebaiknya berapa kali melakukan pembersihan karang
dalam setahun ?
1. Tidak

136
2. Ya
18. Menurut Anda, berapa kali sebaiknya melakukan pembersihan karang gigi
dalam setahun ? (pilih satu jawaban)
1. 1 - 2 kali/tahun
2. 3 - 4 kali/tahun
19. Apakah Anda tahu sebaiknya berapa kali melakukan pemeriksaan
kesehatan gigi dan mulut dalam setahun ?
1. Tidak
2. Ya
20. Menurut Anda, berapa kali sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan
gigi dan mulut dalam setahun ? (satu jawaban)
1. 1 - 2 kali/tahun
2. ≥ 3 kali/tahun
C. PERILAKU MENYIKAT GIGI
21. Apakah Anda menggosok gigi secara teratur setiap hari?
1. Tidak
2. Ya
22. Berapa kali Anda menggosok gigi dalam sehari ?
1. <2 kali/hari
2. ≥2 kali/hari
23. Kapan saja Anda menggosok gigi dalam sehari ?(pilih satu jawaban)
1. Pagi dan sore saat mandi
2. Pagi sesudah makan dan malam hari sebelum tidur
24. Bagaimana cara menggosok gigi yang benar ? (pilih satu jawaban)
1. Horizontal-vertikal-roll (memutar)
2. Memutar semua bagian
25. Kira-kira berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk menggosok gigi
?(pilih satu jawaban)
1. < 1 menit
2. 2 – 3 menit
26. Apakah Anda menggunakan pasta gigi saat menggosok gigi ?

137
1. Tidak
2. Ya
27. Berapa kali Anda mengganti sikat gigi dalam setahun ? (pilih satu
jawaban)
1. 1 - 2 kali/tahun
2. 3 - 4 kali/tahun
D. RIWAYAT PEMBERSIHAN KARANG GIGI (SCALING)
28. Apakah Anda pernah melakukan pembersihan karang gigi (scaling) ?
1. Tidak
2. Ya
29. Kapan terakhir Anda melakukan pembersihan karang gigi ?
1. 1 – 12 bulan lalu
2. 1 – 6 bulan lalu
30. Apakah Anda rutin melakukan pembersihan karang gigi ?
1. Tidak
2. Ya
31. Berapa kali Anda melakukan pembersihan karang gigi dalam setahun ?
(pilih satu jawaban)
1. 1 - 2 kali
2. 3 - 4 kali
32. Apa alasan Anda melakukan pembersihan karang gigi (scaling) ? (pilih
satu jawaban)
1. Terasa nyaman
2. Tidak bau mulut dan gigi terlihat bersih
33. Apa alasan Anda tidak melakukan pembersihan karang gigi (scaling) ?
(pilih satu jawaban)
1. Tidak tahu
2. Malas dan sibuk bekerja
3. Biaya mahal/tidak tercover BPJS
E. KUNJUNGAN RUTIN KE DOKTER GIGI
34. Apakah Anda rutin memeriksakan kesehatan gigi dan mulut ?

138
1. Tidak
2. Ya
35. Berapa kali Anda periksa kesehatan gigi dan mulut dalam setahun ?
1. 1 - 2 kali/tahun
2. ≥ 3 kali/tahun
36. Kapan terakhir Anda periksa kesehatan gigi dan mulut ?
1. 1 – 12 bulan lalu
2. 1 – 6 bulan lalu
37. Apakah Anda periksa kesehatan gigi dan mulut saat ada keluhan saja ?
1. Ya
2. Tidak
38. Keluhan apa yang sering Anda rasakan saat periksa ke dokter gigi ? (pilih
satu jawaban)
1. Gigi berlubang
2. Gusi bengkak
3. Gigi goyang
F. DIABETES MILITUS
39. Apakah Anda mempunyai riwayat penyakit gula (Diabetes Militus) ?
1. Ya
2. Tidak(lanjut ke nomor 43)
40. Apakah Anda mengalami kegoyangan gigi selama menderita penyakit gula
?
1. Ya
2. Tidak
41. Apakah Anda mengalami kegoyangan gigi sebelum menderita penyakit
gula ?
1. Ya
2. Tidak

139
Lampiran 9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary

N % Reliability Statistics
Cases Valid 30 96.8 Cronbach's
Excludeda 1 3.2 Alpha N of Items

Total 31 100.0 .960 20

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p1 1.27 .450 30

p2 1.27 .450 30

p3 1.30 .466 30

p4 1.30 .466 30

p5 1.33 .479 30

p6 1.37 .490 30

p7 1.33 .479 30

p8 1.40 .498 30

p9 1.37 .490 30

p10 1.30 .466 30

p11 1.33 .479 30

p12 1.33 .479 30

p13 1.37 .490 30

p14 1.33 .479 30

p15 1.33 .479 30

p16 1.37 .490 30

p17 1.37 .490 30

p18 1.33 .479 30

p19 1.40 .498 30

p20 1.40 .498 30

140
Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

p1 25.53 47.430 .732 .957

p2 25.53 47.430 .732 .957

p3 25.50 47.293 .726 .957

p4 25.50 47.293 .726 .957

p5 25.47 48.257 .552 .960

p6 25.43 48.047 .571 .960

p7 25.47 46.878 .770 .957

p8 25.40 47.490 .645 .959

p9 25.43 47.220 .699 .958

p10 25.50 49.017 .449 .961

p11 25.47 46.809 .781 .957

p12 25.47 47.430 .682 .958

p13 25.43 46.599 .796 .957

p14 25.47 47.430 .682 .958

p15 25.47 46.326 .859 .956

p16 25.43 46.599 .796 .957

p17 25.43 46.530 .807 .956

p18 25.47 46.326 .859 .956

p19 25.40 46.593 .783 .957

p20 25.40 46.593 .783 .957

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

26.80 52.166 7.223 20

141
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Perilaku Menyikat Gigi

Scale: ALL VARIABLES


Case Processing Summary
Reliability Statistics
N %
Cronbach's
Cases Valid 30 96.8
Alpha N of Items
Excludeda 1 3.2
.966 7
Total 31 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p21 1.43 .504 30

p22 1.33 .479 30

p23 1.27 .450 30

p24 1.37 .490 30

p25 1.37 .490 30

p26 1.37 .490 30

p27 1.37 .490 30

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

p21 8.07 7.375 .709 .973

p22 8.17 7.040 .904 .958

p23 8.23 7.289 .856 .962

p24 8.13 6.947 .922 .957

p25 8.13 6.947 .922 .957

p26 8.13 6.947 .922 .957

p27 8.13 6.947 .922 .957

142
Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

9.50 9.569 3.093 7

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Scaling

Scale: ALL VARIABLES


Case Processing Summary
Reliability Statistics
N %
Cronbach's
Cases Valid 30 96.8
Alpha N of Items
Excludeda 1 3.2
.901 6
Total 31 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p28 1.20 .407 30

p29 1.13 .346 30

p30 1.23 .430 30

p31 1.20 .407 30

p32 1.30 .466 30

p33 1.53 .730 30

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

p28 6.40 3.972 .876 .866

p29 6.47 4.395 .720 .890

p30 6.37 3.826 .919 .858

p31 6.40 4.041 .826 .872

p32 6.30 3.941 .756 .879

143
Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

p28 6.40 3.972 .876 .866

p29 6.47 4.395 .720 .890

p30 6.37 3.826 .919 .858

p31 6.40 4.041 .826 .872

p32 6.30 3.941 .756 .879

p33 6.07 3.444 .584 .940

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

7.60 5.559 2.358 6

4. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kunjungan Dokter Gigi

Scale: ALL VARIABLES


Case Processing Summary

N %
Reliability Statistics
Cases Valid 30 96.8
Cronbach's
Excludeda 1 3.2 Alpha N of Items

Total 31 100.0 .806 6

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p34 1.20 .407 30

p35 1.17 .379 30

p36 1.23 .430 30

p37 1.27 .450 30

p38 1.57 .858 30

144
Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p34 1.20 .407 30

p35 1.17 .379 30

p36 1.23 .430 30

p37 1.27 .450 30

p38 1.57 .858 30

p39 1.30 .466 30

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

p34 6.53 3.568 .844 .730

p35 6.57 3.771 .757 .751

p36 6.50 3.431 .887 .716

p37 6.47 3.430 .839 .722

p38 6.17 2.764 .536 .837

p39 6.43 4.806 .003 .877

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

7.73 5.030 2.243 6

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas di atas, terdapat satu item

yang tidak valid karena nilai r hitung < r tabel (0,003 < 0,361) yaitu pada p39.

Maka item tersebut dihilangkan dari kuesioner agar pertanyaan dalam kuesioner

menjadi valid. Hasilnya sebagai berikut :

145
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary

N % Reliability Statistics

Cases Valid 30 96.8 Cronbach's

Excludeda 1 3.2 Alpha N of Items

Total 31 100.0 .877 5

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p34 1.20 .407 30

p35 1.17 .379 30

p36 1.23 .430 30

p37 1.27 .450 30

p38 1.57 .858 30

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

p34 5.23 3.357 .860 .830

p35 5.27 3.582 .753 .853

p36 5.20 3.200 .923 .813

p37 5.17 3.247 .837 .828

p38 4.87 2.464 .595 .956

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

6.43 4.806 2.192 5

146
5. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Diabetes Militus

Scale: ALL VARIABLES


Case Processing Summary

N % Reliability Statistics

Cases Valid 30 96.8 Cronbach's

Excludeda 1 3.2 Alpha N of Items

Total 31 100.0 .916 3

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p40 1.53 .507 30

p41 1.60 .498 30

p42 1.67 .479 30

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

p40 3.27 .823 .879 .838

p41 3.20 .855 .853 .860

p42 3.13 .947 .764 .932

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

4.80 1.890 1.375 3

147
Lampiran 9. Lembar Penjelasan Menjadi Responden

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Saya, Titik Sugiarti, Mahasiswa S1 Peminatan Epidemiologi dan Biostatistika,


Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, Semarang akan melakukan penelitian yang berjudul
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Periodontitis Di Puskesmas
Salaman I Kabupaten Magelang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I
Kabupaten Magelang.

Saya mengajak Bapak/Ibu/Saudara untuk ikut dalam penelitian ini. Penelitian


ini membutuhkan 90 subjek penelitian, dengan jangka waktu keikutsertaan masing
masing subjek sekitar 5 sampai 10 menit.

A. Kesukarelaaan untuk ikut penelitian


Keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara dalam penelitian ini adalah bersifat
sukarela, dan dapat menolak untuk ikut dalam penelitian ini atau dapat
berhenti sewaktu-waktu tanpa denda sesuatu apapun.

B. Prosedur penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan Bapak/Ibu/Saudara sebagai subjek penelitian/
informan yang akan mengisi form kuesioner yang diberikan oleh peneliti serta
pengukuran fisik yang dilakukan oleh peneliti. Saya dan/atau enumerator akan
mencatat hasil pengukuran ini untuk kebutuhan penelitian setelah
mendapatkan persetujuan dari Bapak/Ibu/Saudara. Penelitian ini tidak ada
tindakan dan hanya semata-mata pengisian kuesioner untuk mendapatkan
informasi seputar identitas, keluhan, perasaan dan pikiran dalam bulan
terakhir, serta hal-hal yang dilakukan Bapak/Ibu/Saudara sebelum sakit.

C. Kewajiban Subjek Penelitian


Bapak/Ibu/Saudara diminta memberikan jawaban ataupun penjelasan yang
sebenarnya terkait dengan pertanyaan yang diajukan untuk mencapai tujuan
penelitian ini.

D. Risiko dan efek samping dan penangananya


Tidak ada resiko dan efek samping dalam penelitian ini, karena tidak ada
perlakuan khusus kepada Bapak/Ibu/Saudara dan hanya pengisian kuesioner
saja.

148
E. Manfaat
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah untuk
memberikan masukan dalam menyusun program kesehatan sehingga dapat
mengurangi angka kesakitan dan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui penyakit periodontitis dan
cara pencegahannya.

F. Kerahasiaan
Informasi yang didapatkan dari Bapak/Ibu/Saudara terkait dengan penelitian
ini akan dijaga kerahasiaanya dengan menyimpan dokumen pasien dan
sebelum dilakukan wawancara peneliti menyampaikan terlebih dahulu
mengenai kerahasiaan data serta data hanya digunakan untuk kepentingan
ilmiah (ilmu pengetahuan).

G. Kompensasi / ganti rugi


Dalam penelitian ini tidak tersedia dana untuk kompensasi atau ganti rugi
untuk Bapak/Ibu/Saudara.

H. Pembiayaan
Penelitian ini dibiayai oleh peneliti sendiri.

I. Informasi tambahan
Penelitian ini dibimbing oleh drg. Yunita Dyah Puspita Santik, M. Kes (Epid)
sebagai pembimbing pertama dan dr. Fitri Indrawati M.P.H sebagai
pembimbing kedua.Bapak/Ibu/Saudara diberikan kesempatan untuk
menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini.
Bila sewaktu-waktu ada efek samping atau membutuhkan penjelasan lebih
lanjut, Bapak/Ibu/Saudara dapat menghubungi Titik Sugiarti, no Hp
085729120928 di Kost Pelangi Gang manggis 3 No. 77, Sekaran, Gunungpati,
Semarang.Bapak/Ibu/Saudara juga dapat menanyakan tentang penelitian ini
kepada Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Universitas Negeri
Semarang, dengan nomor telefon (024) 8508107 atau email
[email protected]

Semarang, Januari 2017


Hormat saya,

Titik Sugiarti

149
Lampiran 10. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Semua penjelasan tersebut telah dijelaskan kepada saya dan semua


pertanyaan saya telah dijawab oleh peneliti. Saya mengerti bahwa bila
memerlukan penjelasan saya dapat menanyakan kepada Titik Sugiarti

Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut serta dalam
penelitian ini.

Tandatangan subjek Tanggal

(Nama jelas :...........................................................)

Tandatangan saksi

(Nama jelas :...........................................................)

150
Lampiran 11. Rekap Data Responden Penelitian

Perilaku
Umur Jenis IMT Kunjungan Diabetes
No. Nama Pengetahuan Menyikat Scaling Periodontitis
(Tahun) kelamin (Kg/m2) Dokter Gigi Militus
Gigi
1 Mukholid 41 L 20,63 3 5 tidak rutin tidak tidak tidak
2 Hardi 60 L 24,15 8 4 tidak rutin tidak ya ya
3 Dedi 21 L 20,17 13 5 tidak rutin tidak tidak tidak
4 Siti Mun 32 P 23,8 6 5 tidak rutin tidak tidak tidak
5 Zahrotul 29 P 40,04 11 4 tidak rutin ya tidak tidak
6 Yatno 31 L 20,8 6 5 tidak rutin tidak tidak tidak
7 Mustofa 40 L 18,8 7 5 tidak rutin tidak tidak tidak
8 Desi L 38 P 26,08 10 3 tidak rutin tidak tidak tidak
9 Rofiudin 37 L 21,43 11 8 tidak rutin tidak tidak tidak
10 Walni 40 P 24,2 7 6 tidak rutin tidak tidak ya
11 Toyibah 60 P 25,7 5 7 tidak rutin ya tidak tidak
12 Maryam 22 P 20,1 8 5 tidak rutin tidak tidak ya
13 Maidina 20 P 19,4 7 5 tidak rutin ya tidak ya
14 Hakiki 35 L 25 9 5 tidak rutin tidak tidak tidak
15 Sugeng 49 L 26,54 7 2 tidak rutin tidak tidak ya
16 Siti Maryatul 45 P 25 12 7 tidak rutin tidak tidak ya
17 Eni Yulianti 37 P 25,23 10 7 tidak rutin tidak tidak ya
18 Istiyana 38 P 27,92 9 6 tidak rutin tidak tidak tidak
19 Tukino 30 L 25,9 5 6 tidak rutin tidak tidak ya
20 Siti Maryati 45 P 25,23 7 4 tidak rutin ya tidak ya
21 Paidi 49 L 20,77 4 5 tidak rutin tidak tidak ya

151
22 Sri Winarsih 35 P 25,6 14 7 tidak rutin ya tidak ya
23 Ahmad saefudin 34 L 21,9 14 6 tidak rutin tidak tidak tidak
24 Suryani 46 P 26,08 14 5 tidak rutin tidak tidak tidak
25 Siti Nur 20 P 22,7 5 4 tidak rutin tidak tidak ya
26 Dian Ambar 22 P 22,6 12 7 tidak rutin tidak tidak tidak
27 Rahmiyati 27 P 19,23 10 7 tidak rutin ya tidak ya
28 Risca 23 P 23,48 9 4 tidak rutin tidak tidak ya
29 Saefudin 22 L 21,15 6 4 tidak rutin tidak tidak tidak
30 Heri P 27 L 21,15 8 6 tidak rutin ya tidak tidak
31 Zainur 19 L 23,1 7 2 tidak rutin tidak tidak tidak
32 Safi'i 37 L 23,3 4 3 tidak rutin tidak tidak tidak
33 Agus Budi 46 L 25,77 7 3 tidak rutin tidak tidak tidak
34 Wiji sukisno 37 L 19,3 6 3 tidak rutin tidak tidak tidak
35 Muhrodin 63 L 21,4 5 3 tidak rutin tidak ya ya
36 Riyati 53 P 24,5 3 6 tidak rutin tidak ya tidak
37 Basri 57 L 22,8 5 5 tidak rutin tidak ya ya
38 Saminem 58 P 22,5 5 6 rutin tidak tidak tidak
39 Giyanti 63 P 22,4 12 5 tidak rutin ya tidak tidak
40 Perinem 64 P 22,6 6 6 tidak rutin tidak ya ya
41 Muzaeroh 42 P 28,3 13 3 tidak rutin tidak tidak tidak
42 Windarti 19 P 19,5 7 5 tidak rutin tidak tidak tidak
43 Eka Kurnia 34 P 34,8 13 7 tidak rutin tidak tidak tidak
44 Komari 65 L 21,5 7 4 tidak rutin tidak ya ya
45 Eni Rahayu 27 P 19,6 10 7 tidak rutin tidak tidak ya
46 Putri L 25 P 18,3 17 8 tidak rutin ya tidak tidak

152
47 Fauzan 50 L 29,1 4 4 tidak rutin tidak tidak tidak
48 Ratri Dwi 29 P 18,3 3 6 tidak rutin tidak tidak tidak
49 Insanah 37 P 21,7 11 4 tidak rutin ya tidak tidak
50 Supriyadi 23 L 23,3 7 4 tidak rutin tidak tidak ya
Dwi
51 Wahyuningsih 22 P 24 5 5 tidak rutin tidak tidak ya
52 Ahmad Saih 24 L 25 13 6 tidak rutin ya tidak ya
53 Mustikanah 51 P 22,9 9 4 tidak rutin tidak tidak tidak
54 Umu Nafisah 28 P 19,2 3 5 tidak rutin tidak tidak tidak
55 Sri Fadilah 45 P 28,3 8 6 tidak rutin tidak tidak tidak
56 Zainul Mufidah 26 P 28,3 9 6 tidak rutin ya tidak tidak
57 Sumi 50 P 25,6 6 4 tidak rutin tidak tidak ya
58 Sumedi 62 L 25,3 7 5 tidak rutin tidak ya ya
59 Citra 20 P 22,5 10 6 tidak rutin tidak tidak tidak
60 Lilik 26 L 22,06 9 6 tidak rutin tidak tidak tidak
61 Suminah 32 P 22,3 7 6 tidak rutin ya tidak tidak
62 Fatmi 30 P 20,8 10 7 rutin ya tidak tidak
63 Siti Azizah 21 P 20,9 11 6 tidak rutin tidak tidak tidak
64 Raminah 54 P 24,2 10 6 tidak rutin tidak ya ya
65 Sri Damayanti 32 P 22,08 10 7 tidak rutin tidak tidak tidak
66 Susilowati 33 P 22,72 11 6 rutin tidak tidak ya
67 Retno 23 P 26,09 10 5 tidak rutin tidak tidak tidak
68 Nur Fitriyati 25 P 26,25 12 7 rutin tidak tidak tidak
69 Suyoto 57 L 25,22 9 4 tidak rutin tidak tidak ya
70 Siono 47 L 20 9 5 tidak rutin tidak tidak ya

153
71 Bambang 40 L 26,21 20 6 tidak rutin tidak tidak tidak
72 Wakhid 40 L 26,67 13 6 tidak rutin ya tidak tidak
73 Yunita 23 P 20 13 6 tidak rutin ya tidak tidak
74 Khabib 56 L 24,8 8 6 tidak rutin tidak ya tidak
75 Mifrudin 39 L 20,83 7 5 tidak rutin tidak tidak tidak
76 Asmi 27 P 21,54 13 7 tidak rutin tidak tidak tidak
77 Joko 23 L 19,26 10 6 tidak rutin tidak tidak ya
78 Anik 25 P 23,6 8 6 tidak rutin tidak tidak tidak
79 Daryono 37 L 20,77 8 4 tidak rutin tidak tidak tidak
80 Rina 27 P 20 14 7 tidak rutin tidak tidak tidak
81 Sarwiyah 50 P 24,35 7 4 tidak rutin tidak ya ya
82 Jumaidi 49 L 21,6 6 4 tidak rutin tidak tidak ya
83 Monalisa 23 P 20,86 11 6 rutin ya tidak tidak
84 Ahmad 21 L 21,54 7 6 tidak rutin tidak tidak tidak
85 Neli 35 P 27,08 13 6 rutin ya tidak tidak
86 Yosida 24 P 24,35 8 5 rutin tidak tidak tidak
87 Jamal 46 L 22,9 9 5 tidak rutin tidak tidak tidak
88 Sutrisno 57 L 26,09 7 4 tidak rutin tidak ya ya
89 Muwardi 39 L 24,35 8 6 tidak rutin tidak tidak ya
90 Samiyatun 54 P 21,54 7 4 tidak rutin tidak ya ya

154
Lampiran 12. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Perilaku Kunjungan
Umur Jenis IMT Diabetes
No. Nama Pengetahuan Menyikat Dokter Scaling Periodontitis
(Tahun) kelamin (Kg/m2) Militus
Gigi Gigi
1 Mukholid 41 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
2 Hardi 60 L normal buruk buruk tidak rutin tidak ya ya
3 Dedi 21 L normal baik buruk tidak rutin tidak tidak tidak
4 Siti Mun 32 P normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
5 Zahrotul 29 P obesitas baik buruk tidak rutin ya tidak tidak
6 Yatno 31 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
7 Mustofa 40 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
8 Desi L 38 P obesitas buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
9 Rofiudin 37 L normal baik baik tidak rutin tidak tidak tidak
10 Walni 40 P normal buruk baik tidak rutin tidak tidak ya
11 Toyibah 60 P obesitas buruk baik tidak rutin ya tidak tidak
12 Maryam 22 P normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
13 Maidina 20 P normal buruk buruk tidak rutin ya tidak ya
14 Hakiki 35 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
15 Sugeng 49 L obesitas buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
16 Siti Maryatul 45 P normal baik baik tidak rutin tidak tidak ya
17 Eni Yulianti 37 P obesitas buruk baik tidak rutin tidak tidak ya
18 Istiyana 38 P obesitas buruk baik tidak rutin tidak tidak tidak
19 Tukino 30 L obesitas buruk baik tidak rutin tidak tidak ya
20 Siti Maryati 45 P obesitas buruk buruk tidak rutin ya tidak ya

155
21 Paidi 49 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
22 Sri Winarsih 35 P obesitas baik baik tidak rutin ya tidak ya
23 Ahmad saefudin 34 L normal baik baik tidak rutin tidak tidak tidak
24 Suryani 46 P obesitas baik buruk tidak rutin tidak tidak tidak
25 Siti Nur 20 P normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
26 Dian Ambar 22 P normal baik baik tidak rutin tidak tidak tidak
27 Rahmiyati 27 P normal buruk baik tidak rutin ya tidak ya
28 Risca 23 P normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
29 Saefudin 22 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
30 Heri P 27 L normal buruk baik tidak rutin ya tidak tidak
31 Zainur 19 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
32 Safi'i 37 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
33 Agus Budi 46 L obesitas buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
34 Wiji sukisno 37 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
35 Muhrodin 63 L normal buruk buruk tidak rutin tidak ya ya
36 Riyati 53 P normal buruk baik tidak rutin tidak ya tidak
37 Basri 57 L normal buruk buruk tidak rutin tidak ya ya
38 Saminem 58 P normal buruk baik rutin tidak tidak tidak
39 Giyanti 63 P normal baik buruk tidak rutin ya tidak tidak
40 Perinem 64 P normal buruk baik tidak rutin tidak ya ya
41 Muzaeroh 42 P obesitas baik buruk tidak rutin tidak tidak tidak
42 Windarti 19 P normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
43 Eka Kurnia 34 P obesitas baik baik tidak rutin tidak tidak tidak
44 Komari 65 L normal buruk buruk tidak rutin tidak ya ya
45 Eni Rahayu 27 P normal buruk baik tidak rutin tidak tidak ya

156
46 Putri L 25 P normal baik baik tidak rutin ya tidak tidak
47 Fauzan 50 L obesitas buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
48 Ratri Dwi 29 P normal buruk baik tidak rutin tidak tidak tidak
49 Insanah 37 P normal baik buruk tidak rutin ya tidak tidak
50 Supriyadi 23 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
Dwi
51 Wahyuningsih 22 P normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
52 Ahmad Saih 24 L normal baik baik tidak rutin ya tidak ya
53 Mustikanah 51 P normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
54 Umu Nafisah 28 P normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
55 Sri Fadilah 45 P obesitas buruk baik tidak rutin tidak tidak tidak
56 Zainul Mufidah 26 P obesitas buruk baik tidak rutin ya tidak tidak
57 Sumi 50 P obesitas buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
58 Sumedi 62 L obesitas buruk buruk tidak rutin tidak ya ya
59 Citra 20 P normal buruk baik tidak rutin tidak tidak tidak
60 Lilik 26 L normal buruk baik tidak rutin tidak tidak tidak
61 Suminah 32 P normal buruk baik tidak rutin ya tidak tidak
62 Fatmi 30 P normal buruk baik rutin ya tidak tidak
63 Siti Azizah 21 P normal buruk baik tidak rutin tidak tidak tidak
64 Raminah 54 P normal buruk baik tidak rutin tidak ya ya
65 Sri Damayanti 32 P normal buruk baik tidak rutin tidak tidak tidak
66 Susilowati 33 P normal baik baik rutin tidak tidak ya
67 Retno 23 P obesitas buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
68 Nur Fitriyati 25 P obesitas baik baik rutin tidak tidak tidak
69 Suyoto 57 L obesitas buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya

157
70 Siono 47 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
71 Bambang 40 L obesitas baik baik tidak rutin tidak tidak tidak
72 Wakhid 40 L obesitas baik baik tidak rutin ya tidak tidak
73 Yunita 23 P normal baik baik tidak rutin ya tidak tidak
74 Khabib 56 L normal buruk baik tidak rutin tidak ya tidak
75 Mifrudin 39 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
76 Asmi 27 P normal baik baik tidak rutin tidak tidak tidak
77 Joko 23 L normal buruk baik tidak rutin tidak tidak ya
78 Anik 25 P normal buruk baik tidak rutin tidak tidak tidak
79 Daryono 37 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
80 Rina 27 P normal baik baik tidak rutin tidak tidak tidak
81 Sarwiyah 50 P normal buruk buruk tidak rutin tidak ya ya
82 Jumaidi 49 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak ya
83 Monalisa 23 P normal baik baik rutin ya tidak tidak
84 Ahmad 21 L normal buruk baik tidak rutin tidak tidak tidak
85 Neli 35 P obesitas baik baik rutin ya tidak tidak
86 Yosida 24 P normal buruk buruk rutin tidak tidak tidak
87 Jamal 46 L normal buruk buruk tidak rutin tidak tidak tidak
88 Sutrisno 57 L obesitas buruk buruk tidak rutin tidak ya ya
89 Muwardi 39 L normal buruk baik tidak rutin tidak tidak ya
90 Samiyatun 54 P normal buruk buruk tidak rutin tidak ya ya

158
Lampiran 13. Analisis Univariat

1. Ditribusi Frekuensi Responden Menurut Umur


Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 45-65 tahun 29 32.2 32.2 32.2

18-44 tahun 61 67.8 67.8 100.0

Total 90 100.0 100.0

2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin


Jenis_Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 38 42.2 42.2 42.2

perempuan 52 57.8 57.8 100.0

Total 90 100.0 100.0

3. Ditribusi Frekuensi Responden Menurut Obesitas


Obesitas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid obesitas 33 36.7 36.7 36.7

normal 57 63.3 63.3 100.0

Total 90 100.0 100.0

4. Ditribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan


Pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 67 74.4 74.4 74.4

baik 23 25.6 25.6 100.0

Total 90 100.0 100.0

159
5. Ditribusi Frekuensi Responden Menurut Perilaku Menyikat Gigi
Perilaku_Menyikat_Gigi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 52 57.8 57.8 57.8

baik 38 42.2 42.2 100.0

Total 90 100.0 100.0

6. Ditribusi Frekuensi Responden Menurut Kunjungan keDokter Gigi


Kunjungan_ke_Dokter_Gigi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak rutin 48 53.3 53.3 53.3

rutin 42 46.7 46.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

7. Ditribusi Frekuensi Responden Menurut Scaling


Scaling

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak scaling 48 53.3 53.3 53.3

ya scaling 42 46.7 46.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

8. Ditribusi Frekuensi Responden Menurut Diabetes Militus


Diabetes_Militus

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 12 13.3 13.3 13.3

tidak 78 86.7 86.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

160
9. Ditribusi Frekuensi Responden Menurut Merokok
merokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid merokok 26 28.9 28.9 28.9

tidak merokok 64 71.1 71.1 100.0

Total 90 100.0 100.0

10. Ditribusi Frekuensi Responden Menurut Periodontitis


Periodontitis

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 34 37.8 37.8 37.8

tidak 56 62.2 62.2 100.0

Total 90 100.0 100.0

Lampiran 14. Analisis Bivariat


1. Tabulasi Silang antara Umur Dengan Kejadian Periodontitis
Crosstab

Periodontitis

ya tidak Total

Umur 45-65 tahun Count 18 11 29

Expected Count 11.0 18.0 29.0

18-44 tahun Count 16 45 61

Expected Count 23.0 38.0 61.0

Total Count 34 56 90

Expected Count 34.0 56.0 90.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 10.741a 1 .001

Continuity Correctionb 9.270 1 .002

161
Likelihood Ratio 10.634 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear Association 10.621 1 .001

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,96.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Umur (45-65


4.602 1.793 11.810
tahun / 18-44 tahun)

For cohort Periodontitis = ya 2.366 1.424 3.933

For cohort Periodontitis =


.514 .315 .838
tidak

N of Valid Cases 90

2. Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Periodontitis


Crosstab

Periodontitis

ya tidak Total

Jenis_Kelamin laki-laki Count 16 22 38

Expected Count 14.4 23.6 38.0

perempuan Count 18 34 52

Expected Count 19.6 32.4 52.0

Total Count 34 56 90

Expected Count 34.0 56.0 90.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .524a 1 .469

Continuity Correctionb .254 1 .614

162
Likelihood Ratio .523 1 .470

Fisher's Exact Test .514 .307

Linear-by-Linear Association .518 1 .472

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,36.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


Jenis_Kelamin (laki-laki / 1.374 .581 3.249
perempuan)

For cohort Periodontitis = ya 1.216 .718 2.062

For cohort Periodontitis =


.885 .633 1.239
tidak

N of Valid Cases 90

3. Tabulasi Silang antara Obesitas Dengan Kejadian Periodontitis


Crosstab

Periodontitis

ya tidak Total

Obesitas obesitas Count 14 19 33

Expected Count 12.5 20.5 33.0

normal Count 20 37 57

Expected Count 21.5 35.5 57.0

Total Count 34 56 90

Expected Count 34.0 56.0 90.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .479a 1 .489

163
Continuity Correctionb .217 1 .641

Likelihood Ratio .476 1 .490

Fisher's Exact Test .507 .319

Linear-by-Linear Association .473 1 .491

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,47.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Obesitas


1.363 .566 3.283
(obesitas / normal)

For cohort Periodontitis = ya 1.209 .710 2.058

For cohort Periodontitis =


.887 .625 1.258
tidak

N of Valid Cases 90

4. Tabulasi Silang antara Pengetahuan Dengan Kejadian Periodontitis


Crosstab

Periodontitis

ya tidak Total

Pengetahuan buruk Count 30 37 67

Expected Count 25.3 41.7 67.0

baik Count 4 19 23

Expected Count 8.7 14.3 23.0

Total Count 34 56 90

Expected Count 34.0 56.0 90.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.463a 1 .019

Continuity Correctionb 4.360 1 .037

164
Likelihood Ratio 5.931 1 .015

Fisher's Exact Test .025 .016

Linear-by-Linear Association 5.402 1 .020

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,69.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pengetahuan


3.851 1.182 12.544
(buruk / baik)

For cohort Periodontitis = ya 2.575 1.016 6.522

For cohort Periodontitis =


.668 .502 .890
tidak

N of Valid Cases 90

5. Tabulasi Silang antara Perilaku Menyikat Gigi Dengan Kejadian Periodontitis


Crosstab

Periodontitis

ya tidak Total

Perilaku_Menyikat_Gigi buruk Count 25 27 52

Expected Count 19.6 32.4 52.0

baik Count 9 29 38

Expected Count 14.4 23.6 38.0

Total Count 34 56 90

Expected Count 34.0 56.0 90.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.558a 1 .018

Continuity Correctionb 4.568 1 .033

165
Likelihood Ratio 5.720 1 .017

Fisher's Exact Test .027 .015

Linear-by-Linear Association 5.496 1 .019

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,36.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


Perilaku_Menyikat_Gigi 2.984 1.183 7.522
(buruk / baik)

For cohort Periodontitis = ya 2.030 1.074 3.837

For cohort Periodontitis =


.680 .496 .933
tidak

N of Valid Cases 90

6. Tabulasi Silang antara Kunjungan ke Dokter Gigi Dengan Kejadian


Periodontitis
Crosstab

Periodontitis

ya tidak Total

Kunjungan_Dokter_Gigi tidak rutin Count 25 23 48

Expected Count 18.1 29.9 48.0

rutin Count 9 33 42

Expected Count 15.9 26.1 42.0

Total Count 34 56 90

Expected Count 34.0 56.0 90.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

166
Pearson Chi-Square 8.955a 1 .003

Continuity Correctionb 7.698 1 .006

Likelihood Ratio 9.230 1 .002

Fisher's Exact Test .004 .003

Linear-by-Linear Association 8.855 1 .003

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,87.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


Kunjungan_Dokter_Gigi 3.986 1.573 10.096
(tidak rutin / rutin)

For cohort Periodontitis = ya 2.431 1.282 4.607

For cohort Periodontitis =


.610 .436 .852
tidak

N of Valid Cases 90

7. Tabulasi Silang antara Scaling Dengan Kejadian Periodontitis


Crosstab

Periodontitis

ya tidak Total
Scaling tidak scaling Count 24 24 48
Expected Count 18.1 29.9 48.0
ya scaling Count 10 32 42
Expected Count 15.9 26.1 42.0
Total Count 34 56 90
Expected Count 34.0 56.0 90.0
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.537a 1 .011
Continuity Correctionb 5.470 1 .019
Likelihood Ratio 6.686 1 .010
Fisher's Exact Test .016 .009

167
Linear-by-Linear Association 6.464 1 .011
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,87.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Scaling (tidak
3.200 1.291 7.933
scaling / ya scaling)
For cohort Periodontitis = ya 2.100 1.140 3.867
For cohort Periodontitis =
.656 .472 .912
tidak
N of Valid Cases 90

8. Tabulasi Silang antara Diabetes Militus Dengan Kejadian Periodontitis


Crosstab

Periodontitis

ya tidak Total
Diabetes_Militus ya Count 10 2 12
Expected Count 4.5 7.5 12.0
tidak Count 24 54 78
Expected Count 29.5 48.5 78.0
Total Count 34 56 90
Expected Count 34.0 56.0 90.0
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 12.224a 1 .000
Continuity Correctionb 10.091 1 .001
Likelihood Ratio 12.231 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 12.089 1 .001
N of Valid Casesb 90
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,53.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
11.250 2.288 55.306
Diabetes_Militus (ya / tidak)

168
For cohort Periodontitis = ya 2.708 1.783 4.114
For cohort Periodontitis =
.241 .067 .860
tidak
N of Valid Cases 90

9. Tabulasi Silang antara Merokok dengan Kejadian Periodontitis


merokok * periodontitis Crosstabulation

periodontitis

ya tidak Total
merokok merokok Count 14 12 26
Expected Count 9.8 16.2 26.0
tidak merokok Count 20 44 64
Expected Count 24.2 39.8 64.0
Total Count 34 56 90
Expected Count 34.0 56.0 90.0

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.016a 1 .045
Continuity Correctionb 3.112 1 .078
Likelihood Ratio 3.945 1 .047
Fisher's Exact Test .057 .040
Linear-by-Linear Association 3.971 1 .046
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,82.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for merokok
2.567 1.008 6.537
(merokok / tidak merokok)
For cohort periodontitis = ya 1.723 1.036 2.865
For cohort periodontitis =
.671 .429 1.050
tidak
N of Valid Cases 90

169
Lampiran 15. Analisis Multivariat
Variables in the Equation
95,0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


Step 1a Umur(1) -.453 .672 .455 1 .500 .635 .170 2.373
Pengetahuan(1) -.407 .682 .356 1 .551 .666 .175 2.532
Perilaku_Menyikat_Gigi
-.922 .566 2.657 1 .103 .398 .131 1.205
(1)
Kunjungan_Dokter_Gigi
-1.153 .633 3.316 1 .069 .316 .091 1.092
(1)
Scaling(1) -.092 .639 .021 1 .886 .913 .261 3.193
Diabetes_Militus(1) -1.793 1.020 3.090 1 .079 .166 .023 1.229
merokok(1) -.447 .590 .575 1 .448 .639 .201 2.032
Constant 2.627 .717 13.439 1 .000 13.829
Step 2a Umur(1) -.435 .660 .434 1 .510 .647 .177 2.361
Pengetahuan(1) -.412 .680 .366 1 .545 .662 .175 2.513
Perilaku_Menyikat_Gigi
-.932 .561 2.760 1 .097 .394 .131 1.183
(1)
Kunjungan_Dokter_Gigi
-1.203 .529 5.167 1 .023 .300 .106 .847
(1)
Diabetes_Militus(1) -1.822 1.000 3.319 1 .068 .162 .023 1.148
merokok(1) -.457 .586 .608 1 .435 .633 .201 1.997
Constant 2.614 .708 13.615 1 .000 13.649
Step 3a Umur(1)
-.420 .660 .405 1 .524 .657 .180 2.397

Perilaku_Menyikat_Gigi
-1.002 .550 3.311 1 .069 .367 .125 1.080
(1)
Kunjungan_Dokter_Gigi
-1.244 .525 5.607 1 .018 .288 .103 .807
(1)
Diabetes_Militus(1) -1.936 .989 3.829 1 .050 .144 .021 1.003
merokok(1) -.523 .574 .829 1 .362 .593 .193 1.826
Constant 2.385 .577 17.063 1 .000 10.860
Step 4a Perilaku_Menyikat_Gigi
(1) -1.070 .541 3.916 1 .048 .343 .119 .990

Kunjungan_Dokter_Gigi
-1.266 .524 5.839 1 .016 .282 .101 .787
(1)
Diabetes_Militus(1) -2.261 .853 7.016 1 .008 .104 .020 .556
merokok(1) -.628 .547 1.319 1 .251 .534 .183 1.558
Constant 2.374 .581 16.711 1 .000 10.745

170
Step 5a Perilaku_Menyikat_Gigi
(1) -1.167 .533 4.796 1 .029 .311 .109 .885

Kunjungan_Dokter_Gigi
-1.300 .519 6.281 1 .012 .273 .099 .753
(1)
Diabetes_Militus(1) -2.323 .862 7.260 1 .007 .098 .018 .531
Constant 2.266 .566 16.033 1 .000 9.643

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step 2a Variables Scaling(1) .021 1 .886
Overall Statistics .021 1 .886
Step 3b Variables Pengetahuan(1) .369 1 .543
Scaling(1) .031 1 .859
Overall Statistics .390 2 .823
Step 4c Variables Umur(1) .407 1 .523
Pengetahuan(1) .342 1 .559
Scaling(1) .002 1 .963
Overall Statistics .801 3 .849
Step 5d Variables Umur(1) .910 1 .340
Pengetahuan(1) .602 1 .438
Scaling(1) .018 1 .894
merokok(1) 1.335 1 .248
Overall Statistics 2.109 4 .716
a. Variable(s) removed on step 2: Scaling.
b. Variable(s) removed on step 3: Pengetahuan.
c. Variable(s) removed on step 4: Umur.
d. Variable(s) removed on step 5: merokok.

171
Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian

Pengukuran tinggi badan responden

Pengukuran berat badan responden

172
Proses Wawancara Pada Responden

Proses Wawancara Kuesioner pada Responden

173
Proses pengisian lembar kuesioner oleh responden

174
Proses pengisian lembar kuesioner oleh responden

Proses pengisian lembar kuesioner oleh responden

175

Anda mungkin juga menyukai