Inspeksi K3 Terhadap Potensi Bahaya Kecelakaan Penumpang Di Stasiun

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 69

UNIVERSITAS M.H.

THAMRIN
INSPEKSI K3 TERHADAP POTENSI BAHAYA
KECELAKAAN PENUMPANG DI STASIUN
PT. KERETA COMMUTER INDONESIA
TAHUN 2019

Disusun Oleh :
FIANISA JAUHARI
NIM 172151019

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS M.H.THAMRIN
JAKARTA
TAHUN 2019

0
UNIVERSITAS M.H. THAMRIN
INSPEKSI K3 TERHADAP POTENSI BAHAYA
KECELAKAAN PENUMPANG DI STASIUN
PT. KERETA COMMUTER INDONESIA
TAHUN 2019

Disusun Oleh :
FIANISA JAUHARI
NIM 172151019

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS M.H.THAMRIN
JAKARTA
TAHUN 2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Kegiatan PKL ini telah disetujui oleh pembimbing
LAPORAN KEGIATAN PKL
INSPEKSI K3 TERHADAP POTENSI BAHAYA
KECELAKAAN PENUMPANG DI STASIUN
PT. KERETA COMMUTER INDONESIA
TAHUN 2019

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing


Lapangan

(Dr. Nur Asniati Djaali, SKM, MKM) (Arohman Dwi


Santoso, S.T)

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat

(Inggit Meliana Anggarini, SKM, M.CommHealth)

2
UNIVERSITAS M.H. THAMRIN
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESELAMATAN KERJA
LAPORAN PKL, MARET 2019
FIANISA JAUHARI

INSPEKSI K3 TERHADAP POTENSI BAHAYA KECELAKAAN


PENUMPANG DI STASIUN
PT. KERETA COMMUTER INDONESIA
TAHUN 2019
VIII + 6 BAB + 65 Halaman+ 8 Tabel + 6 Gambar + Lampiran + 7 Pustaka

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Gambaran umum perusahaan, (2)
Penerapan Inspeksi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Stasiun, (3)
Kendala yang dihadapi, (4) Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala
dalam melaksanakan Inspeksi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di stasiun
PT. Kereta Commuter Indonesia 2019.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa : (1) penerapan Inspeksi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di stasiun PT. Kereta Commuter Indonesia meliputi :
(a) K3 bertujuan untuk menjamin dan melindungi kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) penumpang di stasiun; (b) Penyediaan fasilitas dan sarana di
stasiun antara lain Ubin difabbel, Kotak P3K, APAR, Himbauan Dilarang
merokok dan Jalur evakuasi, dll, (2) Kendala yang dihadapi dalam
penerapan Inspeksi K3 di stasiun antara lain kurangnya kepedulian,

3
kesadaran da pengetahuan pegawai stasiun tentang budaya K3, kondisi
fasilitas kurang maksimal karena keterbatasan anggaran.
Kata Kunci : Kereta Commuter, K3, Inspeksi K3, dan Kesehatan
Keselamatan Kerja (K3)
Daftar Pustaka : Pustaka ( 1997–2018 )

4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Fianisa Jauhari
NIM/Semester : 172151019/VIII
Tanggal Lahir : 31 Mei 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah :Jl.Cipinang Asem, Gg.Langgar, Rt.007/Rw.011
No.13, Kel.Kebonpala, Kec.Makasar, Jakarta
Timur, 13650.
Email : [email protected]
No.Handphone : 085779969565
Pemb. Akademik : Dr. Nur Asniati Djaali, SKM, MKM
Institusi PKL : PT.KCI
Unit Kerja : HSE
Pemb.Lapangan : Arohman Dwi Santoso, S.T
RIWAYAT PENDIDIKAN
2003-2009 : SDN Cipinang Melayu 02 Pagi
2009-2012 : SMPN 140 Jakarta
2012-2015 : SMK Farmasi Mandala Tiara Bangsa
2015-Sekarang : Universitas M.H.Thamrin

Jakarta, 18 Maret 2019

Fianisa Jauhari
NIM 172151019

5
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala berkat limpahan kasih, karunia dan segala rahmat-Nya yang selalu
menyertai setiap langkah penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
Praktek Kerja Lapangan yang berjudul “Inspeksi K3 Terhadap Potensi Bahaya
Kecelakan Penumpang Stasiun Ancol Di PT.Kereta Commuter Indonesia”.
Laporan penulisan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikanpendidikan progam studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas
M.H. Thamrin.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan akhir ini tak lepas dari
dukungan dan keterlibatan peran dari berbagai pihak. Dengan ini, maka penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu penulis,
1. Bapak Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, SKM, M.CommHealth selaku Rektor
Universitas M.H. Thamrin.
2. Ibu Prof. Dr. dr Kusherisupeni, M.Sc selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas M.H. Thamrin Jakarta.
3. Ibu Inggit Meliana Anggarini, SKM, M.CommHealth selaku Ketua Program
Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas M.H. Thamrin Jakarta.
4. PT. Kereta Commuter Indonesia, sebagai lahan Praktek Kerja Lapangan dan
Pengambilan data.
5. Ibu Dr. Nur Asniati Djaali, SKM, MKM, selaku Dosen Pembimbing Praktek
Kerja Lapangan yang telah memberikan koreksi yang berarti dan berguna
dalam penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini.
6. Ibu Arti Winarni, selaku Manager Pengembangan Organisasi dan SDM di
PT.Kereta Commuter Indonesia.
7. Bapak Septedi Alimudin, selaku Manajer Safety di PT.Kereta Commuter
Indonesia.
8. Bapak Agus Warjoyo, selaku Assistan Manajer Safety dan Evironment, di PT.
Kereta Commuter Indonesia.

6
9. Bapak Avir Riyaldi, selaku Assisten Manajer Perencanaan dan Evaluasi
Health Safety and Environment, di PT. Kereta Commuter Indonesia yang telah
memberikan penjelasan, materi pendukung, masukan serta bimbingan selama
penulis berada di lahan magang.
10. Kak Arohman Dwi Santoso, ST Selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapangan
yang telah memberikan penjelasan materi pendukung, masukkan dan
bimbingan sampai selesainya laporan Praktek Kerja Lapangan ini.
11. Pak Purwono, Selaku staf HRD yang telah memberikan kelancaran dalam hal
tata persuratan dan lain-lain sampai dengan Praktek Kerja Lapangan ini
selesai.
12. Rekan-Rekan di Unit Health Safety and Environment PT. Kereta Commuter
Indonesia, Juanda atas didikan selama Praktek Kerja Lapangan dan dukungan
semangatnya.
13. Orang tua, Kakak dan Adik tercinta yang telah memberikan dorongan baik
moril maupun materil sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan
Praktek Kerja Lapangan ini.
14. Semua Pihak yang telah memberi semangat, doa serta membantu penulis
dalam mengumpulkan materi dan data-data untuk menyeselaikan laporan
Praktek Kerja Lapangan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangannya dan jauh dari sempurna, maka penulis sangat mengharapkan
kritik, saran, dan masukan yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Jakarta, 18 Maret 2019

Penulis

7
DAFTAR ISI
ABSTRAK

DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. 3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ 5
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 6
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 8
DAFTAR TABEL ................................................................................................. 10
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ 11
BAB I .................................................................................................................... 12
PENDAHULUAN ................................................................................................ 12
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 12
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 13
1.3 Pertanyaan penelitian .................................................................................. 14
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 14
1.4.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 14
1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 14
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 15
1.5.1 Bagi Health and safety Environment Dept ........................................... 15
1.5.2 Bagi Instansi Universitas M.H.Thamrin ............................................... 16
1.5.3Bagi Mahasiswa ..................................................................................... 16
BAB II ................................................................................................................... 17
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 17
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja .............................................................. 17
2.1.1 Pengertian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) ............................ 17
2.2 Inspeksi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ....................................... 19
2.2.1 Pengertian Inspeksi K3 ......................................................................... 19
2.2.2 Manfaat Inspeksi K3 ............................................................................. 20
2.2.3 Klasifikasi Inspeksi K3 ......................................................................... 20

8
2. 3 Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................................................ 23
2. 4 Inspeksi K3 dalam Pencapaian Budaya K3 ................................................ 25
BAB III ................................................................................................................. 27
ANALISA SITUASI ............................................................................................. 27
3.1 Institusi PT. Kereta Commuter Indonesia .............................................. 27
3.1.1Profil PT.Kereta Commuter Indonesia .................................................. 27
3.1.2. Visi, Misi, Tujuan, Strategi, dan Target .............................................. 30
3.2.1 Struktur Organisasi Unit Health Safety and Environtment .................. 33
3.2.2 Ketenagaan............................................................................................ 34
3.2.3 Fasilitas dan Pelayanan ......................................................................... 35
3.2.4 Struktur Organisasi Health Safety and Environtment Dept .................. 39
3.2.5 Ketenagaan di Health Safety and Environment Dept ........................... 40
3.2.6 Uraian Tugas Health Safety and Environment Dept ............................ 41
BAB IV ................................................................................................................. 43
IDENTIFIKASI MASALAH ................................................................................ 43
4.1 Identifikasi Masalah .................................................................................... 43
4.2 Dampak Masalah ......................................................................................... 46
4.3 Prioritas Masalah ......................................................................................... 47
4.4 Analisa Penyebab Utama ............................................................................. 51
4.5 Penetapan Penyebab Masalah ..................................................................... 52
BAB V................................................................................................................... 54
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH ....................................................... 54
5.1 Alternatif Pemecahan Masalah .................................................................... 54
5.2 Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah ..................................................... 57
BAB VI ................................................................................................................. 62
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 62
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 62
6.2 Saran ............................................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64

9
DAFTAR TABEL

3.1 Ketenagaan di Dept HSE .........................................................................45


4.1 Identifikasi Masalah 5W+1H ...................................................................51
4.2 Identifikasi Masalah 5W+1H ...................................................................51
4.3 Identifikasi Masalah 5W + 1H .................................................................52
4.4 Dampak Masalah ....................................................................................53
4.5 Prioritas Masalah ...................................................................................57
5.1 Alternatif Pemecahan Masalah ..............................................................66
5.2 Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah ................................................70

10
DAFTAR GAMBAR

3.1 Logo Perusahaan ................................................................................33


3.2 Logo Budaya K3 .................................................................................34
3.3 Struktur Organisasi .............................................................................35
3.4 Peta Rute KRL Commuter Line .........................................................43
3.5 Struktur Organisasi Dept HSE ...........................................................44
4.1 Analisis Penyebab Masalah Utama Ichikawa ....................................60

11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alat Transportasi merupakan sarana yang penting dalam kehidupan


masyarakat saat ini, tanpa adanya transportasi manusia akan kesulitan untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari. Ada berbagai jenis alat transportasi di
Indonesia, mulai dari transportasi darat, laut dan udara.
Kereta api adalah sarana transportasi masal yang umumnya terdiridari
lokomotif (kendaraan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta
atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau
gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang
maupun barang dalam sekala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan masal
efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai
alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun
antarnegara.
KCI merupakan perusahaan pelayanan jasa angkutan kereta api commuter
dengan menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tanggerang dan Bekasi ( Jabodetabek) serta pengusahaan di bidang
usaha non angkutan penumpang yang dalam setiap proses pengangkutan
penumpang tidak lepas dari potensi bahaya. Potensi bahaya tersebut dapat
berupa terpeleset karena lantai yang licin, terjatuh ditangga stasiun karena
tidak adanya tiang penyanggah, terluka karena terkena besi berkarat bekas
tiang pemberitahuan,dan lain sebagainya. Mengingat begitu banyaknya
potensi bahaya di stasiun yang pastinya dapat menimbulkan kerugian bagi
pengunjung stasiun dan bagi perusahaan maka PT.KCI menyadari bahwa

12
perlu dan pentingnya penerapan K3 di stasiun sehingga kecelakaan kerja dapat
dicegah dan dihilangkan.
Salah satu penerapan K3 di PT.KCI yaitu dengan melaksanakan Inspeksi
K3 rutin yang dilakukan setiap bulan yang bertujuan untuk pencapaian zero
accident di stasiun. Inspeksi K3 di laksanakan sesuai jadwal dan sesuai
dengan wilayah yang telah di tetapkan oleh bagian P2K3 ( Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yaitu suatu organisasi perusahaan yang
dibentuk oleh manajemen yang khusus menangani tentang K3 dan
penjabarannya.
Tujuan dari diadakannya penulisan Laporan PKL ini adalah untuk
mengetahui sejauh mana pelaksaan penerapan inspeksi K3 stasiun yang
dilakukan oleh PT. Kereta Commuter Indonesia sebagai upaya pencegahan
terhadap potensi bahaya kecelakaan penumpang di stasiun sehingga
terwujudnya Zero accident.
Adapun kerangka pemikiran yang digunakan adalah terdapatnya potensi
bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan penumpang di stasiun, dimana
hal tersebut merupakan kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan dan
penumpang itu sendiri. Untuk itu perlu adanya upaya pengendalian terhadap
bahaya tersebut dengan dilaksanakannya inspeksi K3, perbaikan
penyimpangan yang berpotensi terhadap bahaya kecelakaan, dengan
pemasangan warning sign, safety sign, difable sign, atau pelatihan yang terkait
dengan keamanan dan kesehatan kerja bagi pegawai terutama di bagian Health
safety Environtmen (HSE) PT. Kereta Commuter Indonesia, diharapkan
potensi bahaya tersebut dapat diminimalkan bahkan dihilangkan.
Dari uraian tersebut diatas maka penulis mencoba untuk memberikan
gambaran tentang inspeksi K3 di stasiun yang telah dilaksanakan oleh
PT.Kereta Commuter Indonesia, dengan tujuan untuk mengetahui kegiatan
Inspeksi K3 khususnya Inspeksi K3 di stasiun.

1.2 Rumusan Masalah

13
Dari hasil pengamatan dan studi pendahuluan peneliti, ditemukan
bahwa masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan program Inspeksi
K3 di stasiun adalah pencapaian program inspeksi K3 di stasiun yang
belum maksimal. Hal ini tentu berdampak pada ke tidak nyamanan
penumpang di stasiun. Inspeksi K3 tentu tidak akan maksimal apabila
dalam proses implementasinya terjadi kendala/masalah.

1.3 Pertanyaan penelitian

Masalah apa saja yang timbul dalam pelaksanaan program Inspeksi

K3 di stasiun sebagai upaya mengurangi potensi bahaya kecelakaan bagi

penumpang dan pekerja di stasiun PT. Kereta Commuter Indonesia Tahun

2019 ?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai penulis dari penelitian ini adalah :

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran mengenai pelaksanaan Inspeksi K3 di


stasiun sebagai upaya mengurangi potensi bahaya kecelakaan bagi
penumpang dan pekerja di stasiun PT. Kereta Commuter Indonesia Tahun
2019

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi Masalah terkait Pelaksanaan Inspeksi K3 stasiun
sebagai upaya mengurangi potensi bahaya kecelakaan bagi
penumpang dan pekerja di stasiun PT. Kereta Commuter Indonesia
Tahun 2019.

14
2. Mengetahui Dampak Masalah pelaksanaan inspeksi K3 di stasiun
sebagai upaya mengurangi potensi bahaya kecelakaan bagi
penumpang dan pekerja di stasiun PT. Kereta Commuter Indonesia
Tahun 2019.
3. Menetapkan Prioritas Masalah pelaksanaan Inspeksi K3 stasiun
sebagai upaya mengurangi potensi bahaya kecelakaan bagi
penumpang dan pekerja di stasiun PT. Kereta Commuter Indonesia
Tahun 2019.
4. Menganalisa Penyebab Masalah pelaksanaan program Inspeksi K3
stasiun di PT.Kereta Commuter Indonesia 2019.
5. Memberikan Alternatif Pemecahan Masalah pelaksanaan Inspeksi
K3 stasiun sebagai upaya mengurangi potensi bahaya kecelakaan
bagi penumpang dan pekerja di stasiun PT. Kereta Commuter
Indonesia Tahun 2019.
6. Menetapkan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah pelaksanaan
Inspeksi K3 stasiun sebagai upaya mengurangi potensi bahaya
kecelakaan bagi penumpang dan pekerja di stasiun PT. Kereta
Commuter Indonesia Tahun 2019.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Health and safety Environment Dept


1. Dapat melibatkan tenaga terdidik dalam pelaksanaan kegiatan
perusahaan khususnya di bidang K3 yang telah dijalankan oleh
perusahaan.
2. Mendapat masukan saran mengenai masalah yang terjadi serta
alternatif pemecahan masalah kepada perusahaan tentang arti
pentingnya pelaksanaan K3 diperusahaan.
3. Dapat menjalin dan mengembangkan kemitraan antar program
studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan, Universitas

15
M.H.Thamrin dengan PT Kereta Commuter Indonesia
khususnya unit HSE ( Health Safety Environment)

1.5.2 Bagi Instansi Universitas M.H.Thamrin


1. Memperkenalkan Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
kepada PT.Kereta Commuter Indonesia.
2. Terjalinnya kerjasama antara Universitas M.H.Thamrin dengan
PT. Kereta Commuter Indonesia.
3. Mendapatkan masukan yang berguna dalam penyempurnaan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan
kerja di bidang K3.

1.5.3Bagi Mahasiswa
1. Dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama duduk
dibangku kuliah ketika berada di tempat PKL.
2. Dapat menambah wawasan, pengalaman dan menambah
pengetahuan baru.
3. Mendapatkan gambaran lingkungan kerja di PT. Kereta
Commuter Indonesia.

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.1.1 Pengertian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)


Menurut ILO/WHO (1980) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
promosi dan pemeliharaan terhadap faktor fisik,metal dan sosial pada semua
pekerja yang terdapat di semua tempat kerja, mencegah gangguan kesehatan
yang disebabkan kondisi kerja, melindungi pekerja dan semua orang dari hasil
risiko dan dari faktor yang dapat mengganggu kesehatan, menempatkan dan
menjaga pekerja pada lingkungan kerja yang adaptif terhadap fisiologis dan
psikologis dan manusia lain sesuai jenis pekerjaannya (Kondarus,2006)
Untuk itu ILO (1980) dalam resolusinya menyatakan ada tiga prinsip dasar
tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
a. Pekerjaan harus terdapat pada lingkungan kerja yang aman, sehat dan
selamat.
b. Kondisi pekerjaan harus sesuai dengan pekerja.
c. Pekerjaan haruslah sesuatu yang nyatasebagai prestasi individu,
pemenuhan kebutuhan secara pribadi dan untuk pelayanan masyarakat
umum.

Definisi lain diungkapkan oleh OSHA, K3 merupakan aplikasi dan prinsip-


prinsip
keilmuan dalam pengertian dasarnya adalah risiko terhadap keselamatan pada
masyarakat umum dan properti baik yang ada dalam lingkungan industri maupun
di luar lingkungan industri ( Suardi, 2005).

17
Jadi K3 merupakan suatu profesi dan multi disiplin keilmuan yang
diambil dan ilmu-ilmu dasarnya adalah fisika, kimia, biologi, dan ilmu
perilaku dengan aplikasi pada manufacture,transportasi, gudang dan
penanganan bahan berbahaya pada aktifitas domestik maupun pada tempat-
tempat rekreasi.
Menurut undang-undang nomer 1 tahun 1970 tentang keselamatan dan
kesehatan kerja yang jelas dikatakan bahwa keselamatan kerja merupakan
suatu upaya pemberian perlindungan kepada tenaga kerja dan orang lain dari
potensi bahaya yang berasal dari mesin-mesin, pesawat, alat kerja dan bahan,
beserta energi. Juga perlindungan dari bahaya lingkungan kerja,sifat
pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi.
Dalam undang-undang K3 tersirat pengertian Keselamatan dan
Kesehatan Kerja secara fisiologis sebagai upaya dan pemikiran dalam
menjamin kebutuhan dan kesempurnaan jasmani atau rohani manusia pada
umumnya dan tenaga pada khususnya serta hasil karya dan budaya dalam
rangka menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Sedang
pengertian secara keilmuan adalah sebagai ilmu dan penerapan teknologi
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (Yusuf, 2002)
Dari upaya perlindungan tersebut maka Departemen Tenaga Kerja
(Depnaker) dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan atas undang-undang
tersebut membuat visi di bidang K3 yaitu “Menjadi Kebutuhan Masyarakat”.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar
dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak
asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah,
mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).
Penerapam konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya
(cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka
panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan
datang.

18
Menurut Salam (2010), ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma
keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja
merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang
tidak diduga yang disebkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang
tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja
sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian
mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga
mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.
Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu
menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat melakukan pencegahan dan
pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan
(sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan
kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru,
kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit,
kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen
perusahaan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam konteks ini
berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shif, kerja wanita, tenaga
kerja kaum muda, pengaturan jam lembur.

2.2 Inspeksi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

2.2.1 Pengertian Inspeksi K3


Inspeksi merupakan upaya deteksi dini dan mengoreksi adanya potensi bahaya di
tempat kerja yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Sahab, 1997). Selain itu,
inspeksi K3 juga merupakan salah satu upaya promotif untuk membentuk perilaku
K3 pada pekerja (Tista, 2011) dan mewujudkan budaya K3 di lingkungan kerja
(Presetyo dan Budiati, 2016).
Program penyelenggaraan inspeksi di tempat kerja mempunyai beberapa tujuan
(Sahab, 1997), antara lain:
a. Memperlihatkan kelemahan yang berpotensi menimbulkan bahaya, kerugian,
kerusakan dan kecelakaan.

19
b. Mengidentifikasi kekurangan sarana kerja
c. Mengidentifikasi perilaku kerja seseorang agar memiliki sikap kerja selamat
(safety performance)
d. Mengidentifikasi apakah tindakan perbaikan memadai
e. Mendemonstrasikan pekerja akan kesungguhan dan tekad manajemen terhadap
K3
f. Menciptakan suasana lingkungan kerja yang aman dan bebas dari bahaya

2.2.2 Manfaat Inspeksi K3


Manfaat Inspeksi K3 menurut Yusuf (2012) sebagai berikut:
a. Sebagai sarana feedback, yaitu: komunikasi dan interaksi pekerja dengan
manajemen mengenai K3
b. Sebagai sarana motivasi pekerja, tentang kesadaran pekerja akan K3
c. Penilaian tingkat kesadaran keselamatan kerja di lingkungan kerja
d. Sebagai sarana pengumpulan data
e. Sebagai sarana evaluasi standar keselamatan kerja sehingga dapat diketahui
tingkat efektivitas dan efisiensi standar sebelumnya

2.2.3 Klasifikasi Inspeksi K3


Inspeksi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Inspeksi Informal merupakan inspeksi yang tidak terencana sebelumnya dan
sikapnya sederhana yang dilakukan atas kesadaran orang-orang yang menemukan
atau melihat masalah K3 di dalam pekerjaannya sehari-hari. Namun, inspeksi
informal ini mempunyai keterbatasan karena memang tidak dilakukan secara
sistematik (Tarwaka, 2008).
b. Inspeksi Terencana
Inspeksi terencana dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Inspeksi Umum/Rutin
Inspeksi Umum atau Rutin merupakan inspeksi yang direncanakan dengan
cara walk-through survey ke seluruh area kerja dan bersifat komprehensif.
Biasanya dilakukan untuk memeriksa sumber bahaya atau kegiatan

20
identifikasi terhadap bahaya, tugas-tugas, proses operasional, peralatan,
mesinmesin yang memiliki risiko tinggi (Tarwaka, 2008).
2. Inspeksi Khusus
Inspeksi Khusus merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi pontesial hazard terhadap objek kerja yangberisiko tinggi
yang hasilnya sebagai dasar pencegahan dan pengendalian risiko. Objek
objek khusus yang dimaksud mencakup mesin dan komponennya,
peralatan kerja, B3, serta lokasi tempat kerja tertentu yang membahayakan
keselamatan dan kesehatan kerja termasuk peledakan, kebakaran, dan
pencemaran lingkungan (Tarwaka, 2008). Aspek yang harus di inspeksi
K3 ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain: Bahaya
yang berpotensi menimbulkan cedera atau penyakit akibat kerja, Peraturan
perundang-undangan dibidang K3 dan standar yang berkaitan dan
Permasalahan K3 yang terjadi sebelumnya meskipun risikonya kecil. Tim
inspeksi K3 adalah mereka yang sudah familier dengan area kerja, tugas,
pekerjaan atau mereka yang telah menerima pelatihan atau sertifikasi.
Menurut Sahab (1997), untuk dapat melaksanakan inspeksi dengan baik,
seorang pelaksana inspeksi memerlukan: Pengetahuan yang menyeluruh
tentang tempat kerja, Pengetahuan tentang standart dan peraturan
perundang-undangan, Langkah pemeriksaan yang sistematik, Metoda
pelaporan, evaluasi dan penggunaan data Pelaksana inspeksi terbagi
menjadi dua, (Alkon, 1998) yaitu :
1) Ekstern Perusahaan yaitu inspeksi keselamatan kerja yang dilaksanakan
oleh pegawai pengawas dari pemerintah atau oleh perusahaan pihak
ketiga.
2) Intern Perusahaan yang dilakukan oleh orang yang berkepentingan
seperti supervisor dan manajer lini dan juga yang memiliki keahlian
dibidang seperti teknisi.
Meskipun diketahui banyak jenis inspeksi, namun secara umum prosedur
hampir sama, langkahnya meliputi:
a. Tahap Persiapan

21
Keberhasilan suatu pemeriksaan di tempat kerja bergantung pada
sejauh mana persiapan yang telah dilakukan sebelum melakukan
inspeksi K3. Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, antara lain:
jadwal inspeksi dan tim inspeksi, peta inspeksi berdasarkan denah area
kerja, jalur-jalur inspeksi K3, potensi bahaya yang terkait dengan
mesin, peralatan, material dan proses kerja, standar dan peraturan atau
prosedur kerja yang berlaku, laporan inspeksi sebelumya, data
kecelakaan, laporan pemeliharaan, daftar atau hal-hal apa saja yang
akan diinspeksi (checklist inspeksi), APD yang diperlukan selama
inspeksi.
b. Pelaksanaan Inspeksi menjadi lebih efektif dengan berpedoman pada
peta perusahaan, mencari sesuatu sesuai poin-poin dalam checklist,
mengambil tindakan perbaikan sementara, jelaskan dan tempatkan setiap
hal dengan jelas, klasifikasikan hazard, serta tentukan faktor penyebab
utama adanya tindakan dan kondisi tidak aman (Tarwaka, 2014).
c. Pengembangan Upaya Perbaikan dalam menemukan tindakan dan
kondisi yang tidak sesuai dengan standar/prosedur tidaklah cukup, namun
perlu melakukan sesuatu untuk mencegah terjadi kerugian nyata. Pada saat
inspeksi dapat langsung melakukan tindakan seperti; membersihkan
ceceran atau tumpahan cairan di lantai, memasang pengaman mesin yang
dilepas dan lain sebagainya
(Tarwaka, 2014).
d. Tindakan Korektif yang dilakukan menjadi kurang bermanfaat jika tidak
dapat berfungsi dengan baik atau tidak sesuai dengan apa yang
direncanakan. Untuk alasan tersebut, maka setiap apayang
direkomendasikan dari hasil inspeksi harus segera ditindak lanjuti dan
orang yang bertanggung jawab dalam kegiatan inspeksi juga harus ikut
dalam upaya tindak lanjut yang telah direncanakan (Tarwaka, 2014).
e. Laporan Inspeksi dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan
jenis inspeksi yang dilakukan. secara umum kriteria laporan inspeksi harus
dapat menjelaskan hal-hal berikut:

22
1) Identifikasi objek-objek atau lokasi tempat kerja yang diinspeksi.
2) Menjelaskan seluruh kegiatan yang mencakup: observasi kondisi
lingkungan kerja yang tidak sesuai, klasifikasi tingkat bahaya, upaya
perbaikan sementara, rekomendasi, penugasan pada yang bertanggung
jawab untuk melakukan tindakan korektif, memantau upaya perbaikan
yang telah dilakukan, penyelesaian dan verifikasi upaya perbaikan.

2. 3 Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Yusri Heni (2011) dalam Tarwaka (2015), budaya K3 dapat


diartikan sebagai susunan karakteristik dan sikap yang terbentuk dalam organisasi
dan individu yang menekankan pentingnya K3 sebagai prioritas utama.
Cooper (2001) menyatakan bahwa budaya K3 merupakan interelasi dari tiga
elemen yaitu organisasi, pekerja dan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa
budaya K3 harus dilaksanakan oleh seluruh sumber daya yang ada mulai dari
manajemen hingga tenaga kerja. Reason (1997) mengungkapkan bahwa budaya
K3 yang baik dapat membentuk perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja yang
diwujudkan melalui perilaku aman dalam melakukan pekerjaan. Sehingga dapat
menekan angka kecelakaan kerja yang terjadi baik di dalam maupun di luar
lingkungan kerja.
Budaya K3 yang baik di sebuah perusahaan dapat dinilai dari apa yang tenaga
kerja lakukan daripada apa yang mereka katakan (Tarwaka, 2015).
a. Aspek-Aspek Budaya K3 Terdapat tiga aspek budaya keselamatan yang dapat
diukur baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif (Cooper, 2000),
yaitu:
1) Aspek psikologis pekerja terhadap K3, aspek berkaitan dengan apa yang
dirasakan seseorang terkait dengan aspek pribadi (person).
2) Aspek perilaku K3 pekerja, aspek yang berkaitan erat dengan perilaku sehari-
hari (behaviour).
3) Aspek situasi atau organisasi terkait K3, aspek yang berkaitan erat dengan
situasi lingkungan kerja (environment).
b. Faktor-Faktor Pembentuk Budaya K3 dapat terbentuk dari beberapa faktor

23
dominan, yaitu sebagai berikut:
1) Komitmen Top Management diwujudkan dalam bentuk kebijakan
tertulis, jelas, mudah dimengerti dan diketahui oleh semua pekerja. Upaya
tersebut dapat ditunjukkan dengan sikap dan segala tindakan yang berhubungan
dengan keselamatan kerja (Ramli, 2010). Komitmen manajemen terlihat dari
sudut pandang pekerja, salah satu cara yang digunakan dengan melihat persepsi
pekerja dari komitmen manajemen (O’Toole, 2002).
2) Peraturan dan Prosedur K3 merupakan suatu hal yang mengikat dan telah
disepakati. Tujuan dari dibentuknya peraturan dan prosedur keselamatan kerja
yaitu untuk mengendalikan bahaya yang ada di tempat kerja, untuk melindungi
pekerja dari kemungkinan terjadi kecelakaan, dan untuk mengatur perilaku
pekerja, sehingga nantinya tercipta budaya keselamatan yang
baik (Ramli, 2010).
3) Komunikasi untuk menyampaikan informasi dalam organisasi. Komunikasi
dapat berlangsung secara satu arah, dua arah, antara manajer - pekerja, pekerja -
pekerja, manajer - manajer, atau departemen - departemen dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh kedua belah pihak (Cooper,2001).
4) Keterlibatan Pekerja dalam K3 diperlukan dalam Budaya K3 yang efektif jika
komitmen manajemen dilaksanakan secara nyata dan terdapat keterlibatan
langsung dari pekerja dalam keselamatan kerja (Ramli, 2010).
5) Lingkungan Sosial Pekerja dalam pernyataan Reason (1997) bahwa terjadinya
tindakan tidak aman dikarenakan faktor organisasi yang akan mempengaruhi
faktor lingkungan sosial pekerja. Mohammed (2002) mengemukakan pada
perusahaan sedapat mungkin dibentuk suatu lingkungan kerja kondusif salah
satunya budaya tidak saling menyalahkan bila terjadi kecelakaan pada pekerja.
c. Tolok Ukur Budaya K3 Menurut pernyataan Dupont dalam Tarwaka (2015),
untuk memahami pergeseran dalam pola pikir dan tindakan yang diperlukan dari
waktu ke waktu untuk mengembangkan budaya K3 dapat diketahui dari tahapan
berikut ini:

24
1) Tahap Reaktif (Reactive Stage), tahap ini menangani isu K3 hanya
bermodalkan naluri secara alamiah (natural instinct) saja. Hanya berfokus kepada
kepatuhan bukan karena budaya K3 yang kuat.
2) Tahap Tergantung (Dependent Stage), tahap ini sudah ada, komitmen
manajemen perusahaan dan supervisor umumnya bertanggung jawab mengontrol
keselamatan dan tujuan.
3) Tahap Independen (Independent Stage), tahap ini perusahaan sudah
menekankan pengetahuan individu terkait dengan isu K3, metode K3, komitmen
K3 dan standar K3. Perusahaan juga akan terlibat aktif dalam penerapan,
pembiasaan, pengakuan terhadap K3 dari masing-masing individu.
4) Tahap Saling Ketergantungan (Interdependent Stage), tahap ini perusahaan
terlibat aktif membantu orang lain melaksanakan K3. Dengan kata lain, menjadi
“Penjaga Orang Lain” (others keepers) karena telah bisa menjaga diri sendiri.
Selanjutnya tolok ukur budaya K3 pada tahap reaktif dikategorikan sebagai
budaya K3 yang kurang baik, tahap tergantung dikategorikan sebagai budaya K3
yang cukup baik, tahap independen dikategorikan sebagai budaya K3 yang baik
serta tahap interdependen dikategorikan sebagai budaya K3 yang sangat baik.

2. 4 Inspeksi K3 dalam Pencapaian Budaya K3

Perusahaan perlu melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan


kerja, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan program
inspeksi K3. Inspeksi K3 bertujuan untuk mengendalikan dan mengawasi sumber
bahaya-bahaya K3, permasalahan K3 dapat dideteksi lebih awal, resolusi sebelum
kecelakaan terjadi dan menjamin agar setiap tempat kerja berjalan sesuai dengan
standar yang ada (Tarwaka, 2008).
Adanya pengawasan yang dilakukan oleh pihak manajemen dapat lebih
mengontrol apakah pekerja mengikuti seluruh hal sesuai dengan prosedur yang
ada atau tidak dan memberi kesempatan untuk lebih dapat menekankan aspek
keselamatan kerja, membangun kesadaran atau budaya keselamatan kerja,
meningkatkan hubungan di antara manajemen dengan pekerja (Pratiwi, 2009).
Apabila sebuah perusahaan memiliki budaya K3 yang baik maka akan dapat

25
mengurangi tingkat cedera atau kecelakaan kerja. Hal ini sejalan dengan
pernyataan yang dinyatakan oleh Dupont (2009) dalam Tarwaka (2015) bahwa
dengan memperkuat budaya K3, secara pasti organisasi perusahaan akan dapat
mengurangi tingkat cedera, bahkan dapat meningkatkan produktivitas, kualita dan
keuntungan sebagai hasil pencapaian. Semakin rutin inspeksi K3 dilakukan oleh
perusahaan maka budaya K3 di perusahaan akan semakin baik.

26
BAB III

ANALISA SITUASI

3.1 Institusi PT. Kereta Commuter Indonesia

3.1.1Profil PT.Kereta Commuter Indonesia


PT. Kereta Commuter Indonesia atau yang dulu dikenal dengan nama PT
KAI Commuter Jabodetabeksejak tanggal 19 September 2017 telah berganti
nama menjadi PT Kereta Commuter Indonesia adalah salah satu anak
perusahaan di lingkungan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mengelola
KA Commuter Jabodetabek dan sekitarnya. KCJ dibentuk sesuai dengan
Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menteri Negara BUMN No. S-
653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008. Perubahan nama menjadi KCI
tertuang dalam risalah Rapat Umum Pemegang Saham pada tanggal 7
September 2017 yang juga telah mendapat Persetujuan Menteri Hukum dan
HAM Republik Indonesia atas Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
dengan Nomor Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia No.AHU-0019228.AH.01.02.Tahun 2017 tanggal 19 September
2017. Pembentukan anak perusahaan ini berawal dari keinginan para
stakeholdernya untuk lebih fokus dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas dan menjadi bagian dari solusi masalah transportasi perkotaan
yang semakin kompleks.
Perseroan ini resmi menjadi anak perusahaan PT KERETA API
INDONESIA (Persero) sejak tanggal 15 September 2008.Kehadiran KCI
dalam industri jasa angkutan KA Commuter bukanlah kehadiran yang tiba-
tiba, tetapi merupakan proses pemikiran dan persiapan yang cukup panjang.
Dimulai dengan pembentukan Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek oleh PT
KAI (Persero), yang terpisah dari PT KAI (Persero) Daop 1 Jakarta.Setelah

27
pemisahan ini, pelayanan KRL di wilayah Jabotabek berada di bawah PT KAI
(Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek sementara pelayanan KA
jarak jauh yang beroperasi di wilayah Jabodetabek berada di bawah PT KAI
Daop 1 Jakarta dan akhirnya PT KAI (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan
Jabotabek berubah menjadi sebuah perseroan terbatas, PT KCJ.
Setelah menjadi perseroan terbatas, perusahaan ini mendapatkan izin
usaha No. KP 51 Tahun 2009 dan izin operasi penyelenggara sarana
perkeretaapian No. KP 53 Tahun 2009 yang semuanya dikeluarkan oleh
Menteri Perhubungan Republik Indonesia.Tugas pokok perusahaan yang baru
ini adalah menyelenggarakan pengusahaan pelayanan jasa angkutan kereta api
komuter dengan menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dan sekitarnya serta
pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang.KCI memulai
modernisasi angkutan KRL pada tahun 2011 dengan menyederhanakan rute
yang ada menjadi lima rute utama, penghapusan KRL ekspres, penerapan
kereta khusus wanita, dan mengubah nama KRL ekonomi-AC menjadi kereta
Commuter Line. Proyek ini dilanjutkan dengan renovasi, penataan ulang, dan
sterilisasi sarana dan prasarana termasuk jalur kereta dan stasiun kereta yang
dilakukan bersama PT KAI (persero) dan Pemerintah.
Pada 1 Juli 2013. KCI mulai menerapkan sistem tiket elektronik (E-
Ticketing) dan sistem tarif progresif. Penerapan dua kebijakan ini menjadi
tahap selanjutnya dalam modernisasi KRL Jabodetabek.Hingga Juni 2018,
KCI telah memiliki 900 unit KRL, dan akan terus bertambah. Sepanjang tahun
2017, KCI telah melakukan penambahan armada sebanyak 60 kereta. Hal ini
untuk memenuhi permintaan penumpang yang terus bertambah dari waktu ke
waktu.Hingga Juni 2018, rata-rata jumlah pengguna KRL per hari mencapai
1.001.438 pengguna pada hari kerja, dengan rekor jumlah pengguna terbanyak
yang dilayani dalam satu hari adalah 1.154.080. Sebagai operator sarana,
kereta Commuter Line yang dioperasikan KCI saat ini melayani 79 stasiun di
seluruh Jabodetabek, Banten dan Cikarang dengan jangkauan rute mencapai
418,5 km.

28
Dengan mengusung semangat dan semboyan Best Choice for Urban
Transport , KCI saat ini terus bekerja keras untuk memenuhi target melayani
1,2 juta penumpang per hari dengan kekuatan armada KRL hingga 1.450 unit
pada tahun 2019.Menuju 100 Tahun KRL Jabodetabek wacana elektrifikasi
jalur kereta api di Jakarta dan sekitarnya telah dilakukan oleh para pakar dari
perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda, Staats Spoorwegen
(SS) sejak tahun 1917. Elektrifikasi ini diyakini akan menguntungkan secara
ekonomi. Elektrifikasi pertama kali dilakukan untuk lintas Tanjungpriok-
Meester Cornelis (Jatinegara).
Proyek yang dimulai tahun 1923 ini selesai pada 24 Desember 1924Untuk
mendukung elektrifikasi, Dinas Tenaga Air dan Listrik kala itu membangun
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) “Oebroeg” /Ubrug dan PLTA
“Kratjak” /Kracak di wilayah Sukabumi. Listrik selanjutnya mengalir ke
Gardu Induk Ancol dan Jatinegara. Sementara listrik dari PLTA Kracak juga
mendukung suplai LAA lintas Manggarai-Bogor melalui Gardu Induk Depok
dan Kedungbadak (Bogor). Pemerintah Hindia Belanda selanjutnya membeli
sejumlah lokomotif listrik untuk menarik rangkaian kereta api. Lokomotif
yang dibeli adalah seri 3000 buatan SLM (Swiss Locomotive &
Machineworks)- BBC (Brown Baverie Cie), seri 3100 buatan AEG
(Allgemaine Electricitat Geselischaft) Jerman, seri 3200 buatan Werkspoor
Belanda, serta KRL (Kereta Rel Listrik) buatan pabrik Westinghouse dan
General Electric. Peresmian elektrifikasi jalur Tanjungpriok – Meester
Cornelis kemudian dilakukan bersamaan dengan perayaan hari ulang tahun
ke-50 SS pada April 1925. Elektrifikasi kemudian berlanjut dengan
mengoperasikan lintas Batavia (Jakarta Kota)-Kemayoran, dan Meester
Cornelis (Jatinegara)-Manggarai-Koningsplein (Gambir)-Batavia (Jakarta
Kota).Sejak 1 Mei 1927, di Kota Batavia melintas KRL yang mengelilingi
kota (ceintuur-baan). Tahun 1930, untuk pertama kalinya jalur KRL Batavia
(Jakarta Kota)-Buitenzorg (Bogor) beroperasi. Hingga tahun 1939, telah ada
sebanyak 72 perjalanan KRL melintasi jalur lingkar Batavia dan Manggarai-
Bogor.

29
Setelah Indonesia merdeka, lokomotif listrik masih beroperasi di sekitar Jakarta.
Namun akhirnya usia kereta yang telah mencapai setengah abad , dan tidak ada
penambahan lokomotif listrik baru, membuat transportasi dengan lokomotif listrik
tidak lagi memadai. Perkeretaapian Jabodetabek kemudian mulai akrab dengan
rangkaian KRL buatan Jepang yang mulai beroperasi tahun 1976.Seiring dengan
konsep pengembangan KRL Jabodetabek dan sekitarnya, PT KAI (Persero)
membentuk anak perusahaan yakni PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) yang
ditugaskan menjadi operator sarana KRL. PT KCJ yang kini berganti nama menjadi
KCI dibentuk menggantikan Divisi Jabodetabek PT KAI sebagai pengelola KRL
pada tahun sebelumnya. Kini KRL Commuter Line semakin menjadi moda
transportasi andalan masyarakat perkotaan untuk mobilitas yang aman, nyaman, dan
bebas macet.

3.1.2. Visi, Misi, Tujuan, Strategi, dan Target

3.1.2.1 Visi PT. Kereta Commuter Indonesia

Mewujudkan jasa angkutan kereta komuter sebagai pilihan utama dan


terbaik.

3.1.2.2 Misi PT.Kereta Commuter Indonesia

Menyelenggarakan jasa angkutan kereta komuter yang mengutamakan,


keselamatan, pelayanan, kenyamanan dan ketepatan waktu serta
berwawasan lingkungan.

3.1.2.3 Tujuan, Strategi dan Target PT.Kereta Commuter Indonesia

Maksud dan Tujuan perusahaan yaitu untuk melakukan usaha di bidang


transportasi pada umumnya, khususnya dibidang perkeretaapian dengan
menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
kuat yang meliputi usaha pengangkutan orang dengan kereta api dan usaha

30
non angkutan penumpang dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan
Terbatas.

3.1.2.4 Logo dan Makna Logo PT. Kereta Commuter Indonesia

Gambar 3.1
Logo Perusahaan

Makna Kata Commuter

Kata Commuter Berasal dari sebuah istilah yang merujuk


pada karakteristik konsumen utama KCI. Para pengguna jasa
dalam rutinitas setiap harinya, beraktivitas pulang pergi secara
teratur, konsisten, dan berulang. Dari wilayah penyangga ke pusat
Ibu Kota. Jenis huruf dan warna yang digunakan juga
mendeskripsikan ketegasan dalam berpandangan maju, dengan satu
tujuan serta senantiasa mengikuti modernisasi dan perkembangan
zaman.

Makna Simbol C
Sedangkan Simbol C merupakan huruf terdepan dari kata
Commuter, yang merupakan konsumen utama PT KCI

Makna Simbol C terbagi dalam beberapa bagian


Sedangkan bagian-bagiannya, merupakan pemilihan bentuk dari 3
unsur budaya perusahaan yang paling utama yaitu : Pelayanan;
Kenyamanan; Keamanan

Makna Potongan-potongan dalam simbol C


Visualisasi dari pergerakan garis potong, mendeskripsikan sebuah
perusahaan penyedia jasa transportasi yang bergerak berdasarkan
suatu pola, dengan sistem terintegrasi, dan progresif.

Makna garis lengkung mengarah ke luar


Garis lengkung mengarah ke luar memiliki arti mengutamakan

31
pelanggan dibandingkan perusahaan, berpikiran terbuka dalam
merangkul pelanggan. Dengan pemikiran terbuka ini, KCI dapat
fleksibel mengikuti perkembangan dinamika kehidupan, karena
tuntutan zaman yang semakin menantang.

Makna setiap warna dalam tulisan


Warna merah merepresentasikan karakter perusahaan KCI.
Sementara kombinasi dengan warna kuning memberikan
keseimbangan dalam kemajuan perusahaan.
Merah – Aktif, Agresif, Berani, Dinamis, Ekspansif, Produktif,
Semangat & Tegas dalam berorganisasi
Kuning – Antusias, Komunikatif, Kreatif, Logis, Muda, Optimis,
Progresif, Identitas PT KAI sebagai induk perusahaan PT KCI.

3.1.2.5 Budaya Perusahaan

Gambar 3.2
Logo Budaya Perusahaan

Integritas
Insan PT. Kereta Commuter Indonesia bertindak secara konsisten dan
patuh terhadap seluruh peraturan perusahaan sesuai komitmen untuk
terus menjunjung tinggi standar etika dan tujuan Perusahaan.
Profesional
Insan PT KCI memiliki kemampuan untuk menyelesaikan setiap tugas
dan tanggung jawab dengan baik sesuai dengan harapan perusahaan
untuk tercapainya visi misi dan tujuan perusahaan.
Inovasi
Insan PT KCI selalu berpikir kreatif dan melakukan tindakan
perbaikan yang berkelanjutan, sesuai dengan perubahan zaman serta
kebutuhan stakeholders untuk dapat menghasilkan kebijakan serta
produk baru yang dapat memberikan nilai tambah bagi Perusahaan.
Keselamatan
Insan PT Kereta Commuter Indonesia berkomitmen bersama untuk

32
menciptakan lingkungan dan proses kerja yang aman dalam
menjalankan misi perusahaan untuk memberikan layanan jasa
transportasi yang mengedepankan keselamatan,keamanan dan
kenyamanan serta terciptanya Zero Accident.

3.2.1 Struktur Organisasi Unit Health Safety and Environtment


Struktur organisasi PT. Kereta Commuter Indonesia disahkan berdasarkan
SK Direksi No. SK-002/KCJ/DIR-HRD/III/2017 tentang P&T dari SK-
005.1/KCJ/DIR-HRD/III/2016 tentang Pembentukan Struktur Organisasi
dan Tata Laksana di Lingkungan PT.KAI Commuter Jabodetabek.

Gambar 3.3
Struktur Organisasi Unit Health Safety and Environtment

Direktur
Utama

Direktur Direktur
Direktur Teknik
Keuangan dan Operasi dan
dan Sarana
Administrasi Pemasaran

VP
Keselamatan
dan Keamanan

Manajer Manajer Manajer


Pengamanan Pengamanan Health Safety
di atas Stasiun Stasiun Environtment

33
3.2.2 Ketenagaan
Unit K3 di PT. Kereta Commuter Indonesia dikenal sebagai Unit
Health Safety Environment (HSE) dibawah Direktur Operasi dan
Pemasaran. Divisi HSE dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung
jawab langsung pada Vice President (VP) Keamanan dan Keselamatan.
Dalam menjalankan tugasnya seorang manajer dibantu oleh dua orang
Assistant Manajer serta 15 orang staff HSE.
Menurut surat keputusan direksi No. 002/KCI/DIR-HRD/I/2018
1.Tugas dan tanggung jawab VP Keselamatan dan Keamanan :
a. Menyusun, membuat perencanaan dan strategi keamanan dan
keselamatan di atas KRL yang dioperasikan perusahaan.
b. Menyusun, membuat perencanaan dan strategi pengaturan
penumpang keluar masuk area di seluruh stasium wilayah operasi KRL
yang dioperasikan perusahaan.
c. Menyusun, membuat perencanaan dan strategi keamanan dan
keselamatan di area stasiun, stabling, dan perawatan KRL.
d. Mengkoordinasikan unit-unit yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Tugas dan tanggung jawab Manajer HSE :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan kesehatan dan
keselamatan kerja, serta standar kesehatan dan keselamatan kerja.
b. Menyusun dan melaksanakan kebijakan penyelenggaraan kegiatan
pendukung program kesehatan dan keselamatan perusahaan.
c. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan analisa terhadap efektifitas
program pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja.
d. Mengkoordinasikan dengan pihak internal dan eksternal
pelaksanaan program pengelolaan kesehatan dan keselamatan
kerja.
e. Menyusun dan menyampaikan laporan pekerjaan kepada atasan.
f. Mengevaluasi rencana kerja dan laporan pekerjaan staf terkait.

34
3.Tugas dan tanggung jawab Assistant Manajer
3.1 Assistant Manajer Safety dan Environtmen, bertanggungjawab :
a. Melaksanakan kebijakan pengelolaan kesehatan lingkungan dan
keselamatan kerja.
b. Mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
penyediaan fasilitas kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja.
3.2 Assistant Manajer Perencanaan dan Evaluasi HSE, bertanggung
jawab:
b. Membuat data dan laporan hasil penerapan program kesehatan
lingkungan dan keselamatan kerja.
c. Menyusun rencana dan mengevaluasi program kegiatan
pengelolaan kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja.
d. Melaksanakan monitoring realisasi dan evaluasi hasil program
pengelolaan kesehatan lingkungan.
e. Menyusun SSOP kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja pada
perusahaan.
f. Melaksanakan administrasi unit HSE.

3.2.3 Fasilitas dan Pelayanan


1. Pengoperasian KRL Dengan Formasi 12 Kereta
Pengoperasian KRL dengan satu rangkaian terdiri dari 12 kereta mulai hadir
pada 16 September 2015. PT KCI mengoperasikan KRL dengan rangkaian
yang lebih panjang untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa Commuter
Line yang jumlahnya semakin meningkat. Hingga pertengahan tahun 2017,
KRL dengan formasi 12 kereta ini telah melayani masyarakat di lintas Bogor
– Jakarta Kota, Bekasi – Jakarta Kota, Tangerang – Duri.
2. Aplikasi KRL Access
PT KCI kembali berinovasi dengan mengeluarkan aplikasi KRL
Access yang merupakan penyempurnaan dari aplikasi info KRL. Fitur
baru yang ditawarkan KRL Access semakin memudahkan pengguna
jasa kereta Commuter Line, selain dapat mengetahui posisi kereta dan
jadwal keberangkatan. Aplikasi ini menyatukan seluruh akses

35
informasi dari media sosial KCI ke dalam satu platform. Melalui KRL
Access, pengguna juga bisa mendaftar untuk mendapatkan notifikasi
langsung ke ponselnya saat ada informasi terkini seputar kondiri lintas
KRL. KRL Access dapat diunduh di Play Store dan Appstore.
3. Vending Machine (C-VIM)
Mulai 27 Desember 2015 Commuter Vending Machine (C-VIM) hadir di
stasiun agar pengguna dapat menentukan rencana perjalanannya sendiri.
Vending machine ini dilengkapi fitur layanan isi ulang Kartu Multi Trip
(KMT), layanan pembelian Tiket Harian Berjaminan (THB) dan pembelian
THB PP, layanan isi ulang THB dan refund THB. Hadirnya vending machine
ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan transaksi pengguna jasa kereta
Commuter Line yang kian hari semakin meningkat.
4. Kereta Khusus Wanita (KKW)
Inovasi kereta khusus wanita hadir untuk memenuhi kebutuhan pengguna
KRL, khususnya wanita yang ingin menggunakan Commuter Line tanpa
berbagi ruang dengan laki-laki. KKW mulai berlaku sejak 19 Agustus
2010 dengan kereta pertama dan terakhir dalam setiap rangkaian kereta
khusus untuk penumpang wanita. Dengan hadirnya kereta khusus wanita ini
diharapkan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para wanita
yang menggunakan Commuter Line.
5. Announcer Stasiun
Dalam rangka memberikan layanan yang maksimal bagi pengguna jasa
Commuter Line, PT KCI menghadirkan inovasi yang dapat memenuhi
kebutuhan informasi penumpang dengan menugaskan announcer di setiap
stasiun. Announcer bertugas memberi informasi khususnya terkait jadwal
keberangkatan dan posisi kereta yang akan masuk stasiun. Inovasi announcer
stasiun ini dimulai sejak Agustus 2010.
6. Tempat Duduk Prioritas
Demi menjaga kenyamanan penumpang, KRL menyediakan tempat duduk
prioritas yang diperuntukkan bagi lansia, ibu membawa balita, wanita hamil,
dan pengguna dengan disabilitas. Tempat duduk prioritas ini disediakan di
ujung setiap kereta, dan mulai tahun 2016 tersedia pula di peron stasiun.

36
Diharapkan dengan adanya tempat duduk prioritas ini, penumpang dengan
kebutuhan khusus dapat lebih nyaman menggunakan Commuter Line.
7. E-Ticketing
Sejak 1 juli 2013 PT KCI mulai menerapkan e-ticketing menggantikan tiket
kertas, dalam rangka meningkatkan pelayanan Commuter Line. Dengan
sistem e-ticketing, pengguna Commuter Line dapat lebih tertib dan nyaman
melakukan perjalanan. E-ticket ini dibagi menjadi dua macam yaitu Kartu
Multi Trip (KMT) dan Tiket Harian Berjamin (THB). Tiket elektronik ini
lebih efisien dan mudah untuk digunakan, mengurangi limbah kertas yang
merusak lingkungan, serta sejalan dengan kebijakan pemerintah mewujudkan
cash-less society.
8. Petugas Pelayanan KRL (PPK)
Pelayanan adalah hal yang paling utama. Karena itu PT KCI kembali
memberikan inovasi di bidang pelayanan dengan menugaskan petugas
pelayanan KRL yang siap membantu para penumpang KRL dengan
memberikan informasi selama perjalanan. PPK yang melayani di rangkaian
KRL sejak Februari 2014 juga bertugas membantu masinis apabila terjadi
gangguan teknis dalam perjalanan, serta melayani buka tutup pintu saat
penumpang turun dan naik di stasiun.
9. Sistem Informasi Penumpang (SIP)
Demi memenuhi kebutuhan informasi seputar KRL, inovasi sistem informasi
penumpang pun disediakan PT KCI mulai 16 oktober 2014. Sistem informasi
penumpang ini meliputi informasi posisi KRL secara real time, informasi
jadwal KRL, dan peta rute KRL dalam layar digital di dalam rangkaian
kereta.
10. Gelang Multi Trip (GMT) dan Gantungan Kunci Multi Trip (YMT)
Membuat perjalanan menjadi mudah dan nyaman adalah salah satu alasan PT
KCI untuk terus berinovasi meningkatkan pelayanannya, tak terkecuali
dengan membuat variasi bentuk E-ticket agar penumpang KRL lebih mudah
saat tap in dan tap out. Pada 3 Februari 2015 KCI mengeluarkan Kartu Multi
Trip berbentuk gelang dan gantungan kunci yang lebih mudah dibawa dan
dipakai dalam perjalanan. Gelang dan gantungan kunci ini dirancang agar
penumpang KRL tidak perlu khawatir kehilangan kartunya.

37
11. Peta Rute KRL Commuter Line

Gambar 3.4
Peta Rute KRL Commuter Line

38
3.2.4 Struktur Organisasi Health Safety and Environtment Dept

Gambar 3.5
Struktur Organisasi Health Safety and Virontment

39
3.2.5 Ketenagaan di Health Safety and Environment Dept

Tabel 3.1
Ketenagaan di Dept HSE

No NAMA NIPP/NIK JABATAN

1 SEPTEDI ALIMUDIN 1013 CKH

2 AGUS WARJOYO 47225 CKHS

3 AVIR RIYALDI 1021 SUPERVISOR

4 EDI CAHYONO 1024 JUNIOR SUPERVISOR

5 HARDIANSYAH 2014 STAFF RESCUE

6 MUHAMMAD SOLIH BAGUS 2011 STAFF SAFETY

7 MUHAMMAD FEBRIYAN RAMADHAN 2134 STAFF SAFETY

8 KARTIKA APRIYANI 101241 STAFF SAFETY

9 MUHAMMAD SOFYANDI 101242 STAFF SAFETY

10 AROHMAN DWI SANTOSO 101739 STAFF SAFETY

11 MUHAMMAD MUHWAJI 100663 STAFF SAFETY

12 FARHANUDIN 101740 STAFF SAFETY

13 CHEPPY ASMADI 100666 STAFF SAFETY

14 HENDRIK AFRIAN 101766 STAFF SAFETY

15 SAPTO GILANG PAMBUDI 100469 STAFF SAFETY

16 MOHAMAD FAUZI 101767 STAFF SAFETY

17 MUHAMMAD YUNUS 1111043 STAFF SAFETY

40
3.2.6 Uraian Tugas Health Safety and Environment Dept
Unit K3 di PT. Kereta Commuter Indonesia dikenal sebagai Unit
Health Safety Environment (HSE) dibawah Direktur Operasi dan
Pemasaran. Divisi HSE dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung
jawab langsung pada Vice President (VP) Keamanan dan Keselamatan.
Dalam menjalankan tugasnya seorang manajer dibantu oleh dua orang
Assistant Manajer serta 15 orang staff HSE.
Menurut surat keputusan direksi No. 002/KCI/DIR-HRD/I/2018
1. Tugas dan tanggung jawab VP Keselamatan dan Keamanan :
1. Menyusun, membuat perencanaan dan strategi keamanan dan
keselamatan di atas KRL yang dioperasikan perusahaan.
2. Menyusun, membuat perencanaan dan strategi pengaturan
penumpang keluar masuk area di seluruh stasium wilayah operasi
KRL yang dioperasikan perusahaan.
3. Menyusun, membuat perencanaan dan strategi keamanan dan
keselamatan di area stasiun, stabling, dan perawatan KRL.
4. Mengkoordinasikan unit-unit yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Tugas dan tanggung jawab Manajer HSE :
1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan kesehatan dan
keselamatan kerja, serta standar kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Menyusun dan melaksanakan kebijakan penyelenggaraan kegiatan
pendukung program kesehatan dan keselamatan perusahaan.
3. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan analisa terhadap efektifitas
program pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja.
4. Mengkoordinasikan dengan pihak internal dan eksternal
pelaksanaan program pengelolaan kesehatan dan keselamatan
kerja.
5. Menyusun dan menyampaikan laporan pekerjaan kepada atasan.
6. Mengevaluasi rencana kerja dan laporan pekerjaan staf terkait.

41
3. Tugas dan tanggung jawab Assistant Manajer
1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan kesehatan dan
keselamatan kerja, serta standar kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Menyusun dan melaksanakan kebijakan penyelenggaraan kegiatan
pendukung program kesehatan dan keselamatan perusahaan.
3. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan analisa terhadap efektifitas
program pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja.
4. Mengkoordinasikan dengan pihak internal dan eksternal
pelaksanaan program pengelolaan kesehatan dan keselamatan
kerja.
5. Menyusun dan menyampaikan laporan pekerjaan kepada atasan.
6. Mengevaluasi rencana kerja dan laporan pekerjaan staf terkait.
4. Assistant Manajer Safety dan Environtmen, bertanggungjawab :
1. Melaksanakan kebijakan pengelolaan kesehatan lingkungan dan
keselamatan kerja.
2. Mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
penyediaan fasilitas kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja.
5. Assistant Manajer Perencanaan dan Evaluasi HSE, bertanggungjawab :
1. Membuat data dan laporan hasil penerapan program kesehatan
lingkungan dan keselamatan kerja.
2. Menyusun rencana dan mengevaluasi program kegiatan
pengelolaan kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja.
3. Melaksanakan monitoring realisasi dan evaluasi hasil program
pengelolaan kesehatan lingkungan.
4. Menyusun SSOP kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja pada
perusahaan.
5. Melaksanakan administrasi unit HSE.

42
BAB IV

IDENTIFIKASI MASALAH

4.1 Identifikasi Masalah

Menurut Sugiyono (2011) masalah diartikan sebagai penyimpangan

antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori

dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan

pelaksana.

Problem is a thing is difficult to deal with or understand; a question to

be answerd or seolved; esp. by reasoning or calculating (Kamus Oxford,

1995 dalam Notohadiprawiro, 2006).

Masalah yang ditemukan di HSE Dept dilihat dari data statistik

realisasi program kerja safety tahun 2019 adalah sebagai berikut:

a. Kurang cepat tanggapnya dalam perbaikan inspeksi K3

b. Kurangnya pengawasan langsung ke lapangan dari Tim HSE

c. Kurangnya ketelitian dalam pengecekkan di stasiun oleh Tim Kamsel

Berdasarkan masalah di atas, peneliti mengidentifikasi masalah

berdasarkan metode 5W+1H, Hasil identifikasi masalah bisa dilihat dalam

tabel di bawah ini :

43
Tabel 4.1
Identifikasi Masalah 5W+1H

What Where When Who Why

Kurang cepat PT. Kereta Terindikasi Tim Kamsel Waktu


tanggapnya
dalam perbaikan Commuter selama pelaporan
inspeksi K3
Indonesia penelitian 18 dan evaluasi

Februari- 18 yang cukup

Maret 2019 lama minimal

1 bulan baru

dapat

ditangani

HOW

Kurangnya koordinasi antara pihak HSE dengan Tim Kamsel dan Tim Sarana dan Prasarana

Tabel 4.2
Identifikasi Masalah 5W+1H

What Where When Who Why

Kurangnya PT. Kereta Terindikasi Tim Kamsel Kurangnya


pengawasan
langsung ke Commuter selama sumberdaya
lapangan dari
Indonesia penelitian 18 manusia di
Tim HSE
Februari – Dep HSE

18 maret

2019

44
HOW

-Program Perencanaan Rekrutmen yang kurang baik hingga menyulitkan Dep HSE

dalam memperoleh sumber daya manusia.

-Sumberdaya manusia yang tidak memenuhi kriteria di Dep HSE

Tabel 4.3
Identifikasi Masalah 5W+1H

What Where When Who Why

Kurangnya PT. Kereta Terindikasi Tim Kamsel Kurangnya


ketelitian dalam
pengecekkan di Commuter selama tingkat
stasiun oleh Tim
Indonesia penelitian 18 kepedulian
Kamsel
Februari – dari Tim

18 maret kepada

2019 lingkungan

stasiun

HOW

Kurangnya pemahaman Tim terhadap tingkat risiko kecelakaan terhadap

keselamatan penumpang dan pekerja di stasiun

45
4.2 Dampak Masalah

Dari tiga masalah yang telah disebutkan di atas tentunya secara langsung
maupun tidak langsung memiliki suatu dampak yang sangat signifikan.
Dampak yang ditimbulkan dari ketiga masalah diatas antara lain :
Tabel 4.4
Dampak Masalah

No Masalah Dampak
1 Kurang Cepat tanggapnya dalam - Kecelakaan bagi penumpang dan
perbaikan inspeksi K3 pekerja di area stasiun yang lama
untuk diperbaiki.
- Fasilitas stasiun yang tidak
berfungsi dengan maksimal.
2 Kurangnya pengawasan langsung -Kurang maksimalnya kinerja Tim
ke lapangan dari Tim HSE Kamsel dalam pengecekkan
checklist Inspeksi K3.

3 Kurangnya ketelitian dalam -Ada beberapa area yang tidak


pengecekan di stasiun oleh Tim terdekteksi bahaya yang membuat
Kamsel Tim HSE tidak menindaklanjuti
kejadian tersebut.

- Dapat mencoreng nama baik


perusahaan karena tidak adanya
tindak lanjut untuk memperbaiki
fasilitas di area stasiun yang rusak /
tidak berfungsi dengan baik.

- Adanya potensi untuk menciderai


penumpang di area stasiun karena
tidak terdeteksinya bahaya.

46
4.3 Prioritas Masalah

Masalah-masalah yang telah dikemukakan pada sub bab sebelumnya harus


dicari pemecahan masalahnya. Namun, tidak memungkinkan untuk
memecahkan semua masalah dalam waktu yang bersamaan. Hal ini terjadi
karena terdapat satu penyebab masalah. Oleh karena itu, diperlukan penentuan
prioritas masalah.
Dalam penentuan prioritas masalah, metode yang sering digunakan

adalah metode Bryant yang menggunakan indikator-indikator sebagai berikut.

a. Community Concern atau Public Concern (C)

Community Concern atau Public Concern adalah besarnya keprihatinan

masyarakat terhadap masalah yang dihadapi.Keprihatinan masyarakat

yang besar untuk mengatasi masalah mendapat prioritas tertinggi.

Skor/nilai untuk community concern atau public concern, meliputi:

1 = Tidak mendapat perhatian masyarakat.

2 = Kurang mendapat perhatian masyarakat.

3 = Cukup mendapat perhatian masyarakat.

4 = Sangat mendapat perhatian masyarakat.

b. Prevalence (P)

Prevalence adalah jumlah individu yang terkena masalah didalam

populasi. Prioritas yang tertinggi diberikan kepada suatu masalah yang

menyebar luas dalam lingkungan masyarakat.

Skor/nilai untuk prevalence, meliputi:

1 = Jumlah individu atau masyarakat yang terkena sangat sedikit.

2 = Jumlah individu atau masyarakat yang terkena sedikit.

3 = Jumlah individu atau masyarakat yang terkena cukup besar.

47
4 = Jumlah individu atau masyarakat yang terkena sangat besar.

C. Seriousness atau Severity (S)

Seriousness atau Severity adalah berat atau ringannya masalah

yangditimbulkan oleh masalah tersebut terhadap masyarakat.

Skor/nilai untuk seriousness atau severity, meliputi:

1 = Masalah yang ditimbulkan tidak berat.

2 = Masalah yang ditimbulkan cukup berat.

3 = Masalah yang ditimbulkan berat.

4 = Masalah yang ditimbulkan sangat berat.

3 Manageability (M)

Manageabilityadalah ketersediaan sarana dan prasarana dengan biaya,

kemungkinan hambatan pelaksanaan, keadaan ekonomi, dan

keikutsertaan masyarakat.

Skor/nilai untuk manageability, meliputi:

1 = Tidak dapat dikelola dan diatasi.

2 = Cukup dikelola dan diatasi.

3 = Dapat dikelola dan diatasi.

4 = Sangat dapat dikelola dan diatasi

Untuk menghitung nilai total menggunakan rumus:

CxPxMxS

48
Tabel 4.5
Prioritas Masalah (Metode Bryant)

No Masalah C P S M Total Skala


(CxPxSxM) Prioritas
1 Kurang 3 3 2 2 36 II
cepat
tanggapnya
dalam
perbaikan
inspeksi K3
2 Kurangnya 2 1 2 3 12 III
pengawasan
langsung ke
lapangan
dari Tim
HSE

3 Kurangnya 3 3 3 2 54 I
ketelitian
dalam
pengecekan
di stasiun
oleh Tim
Kamsel

Mengenai masalah “Kurang cepat tanggapnya dalam perbaikan inspeksi


K3” pada indikator C (Community concern/Public concern) mendapat skor 3
yang artinya, cukup mendapat perhatian dari HSE Dept karena pihak HSE
mengharapkan dengan adanya program Inspeksi K3 secara kecelakaan di
stasiun dapat diminimalisir oleh tim Kamsel. Pada indikator P (Prevalence)
medapat skor 3 yang artinya jumlah Masyarakat yang terkena cukup besar hal

49
ini dikarenakan Waktu pelaporan dan evaluasi yang cukup lama minimal 1
bulan baru dapat ditangani (Seriousness) mendapat skor 2 yang artinya adalah
masalah yang ditimbulkan cukup berat karena hal ini dapat menciderai
penumpang dan berkaitan dengan kesiapsiagaan tim Kamsel dalam
memastikan kondisi stasiun sudah aman atau belum. Terakhir pada indikator
M (Manageability) mendapat skor 2, yang artinya masalah tersebut cukup
dikelola dan diatasi dengan metode/cara tertentu.

Mengenai masalah “Kurangnya pengawasan langsung ke lapangan dari


Tim HSE” pada indikator C (Community Concern atau Public Concern)
mendapatkan skor 2, yang artinya Kurang mendapat perhatian dari pihak HSE
sebagai fasilitator untuk tim Kamsel dan petugas stasiun dalam upaya
peningkatan kinerja tim kamsel . Pada indikator P (Prevalence) mendapat skor
1, yang artinya jumlah masyarakat yang terkena sangat sedikit, hal ini
dikarenakan termasuk kedalam masalah internal perusahaan dan tidak
berdampak langsung pada masyarakat. Kemudian untuk indikator S
(Seriousness) diberikan skor 2, yang artinya masalah yang ditimbulkan cukup
berat, hal ini berkaitan dengan checklist inspeksi K3 yang kurang sehingga
menimbulkan risiko kecelakaan. Terakhir pada indikator M (Manageability)
mendapatkan skor 3, yang artinya masalah tersebut dapat dikelola dan diatasi
dengan cara-cara tertentu.

Mengenai masalah “Kurangnya ketelitian dalam pengecekan di stasiun


oleh Tim Kamsel” pada indikator C (Community Concern atau Public
Concern) mendapatkan skor 3, yang artinya cukup mendapat perhatian
masyarakat karena pentingnya ketelitian pengecekan untuk keselamatan
penumpang dan pekerja. Pada indikator P (Prevalence) mendapat skor 3, yang
artinya jumlah masyarakat yang terkena cukup besar, hal ini dikarenakan
pengecekan yang tidak sesuai berdampak pada keselamatan dan kenyamanan
penumpang di area stasiun. Kemudian untuk indikator S (Seriousness)
diberikan skor 3, yang artinya masalah yang ditimbulkan berat, karena cukup

50
berdampak besar pada penumpang dan pekerja. Terakhir pada indikator M
(Manageability) mendapatkan skor 2, yang artinya masalah tersebut cukup
dapat dikelola dan diatasi dengan cara-cara tertentu.

4.4 Analisa Penyebab Utama

Berdasarkan prioritas masalah diatas, Peneliti menganalisa faktor-faktor

penyebab dari masalah utama tersebut yaitu: “Kurangnya ketelitian dalam

pengecekan di stasiun oleh Tim Kamsel” dengan menggunakan metode 6 M:

Man (Sumber Daya Manusia), Money (biaya), Material (Sarana), Methode

(metode), Machine (Prasarana), dan Market (Pasar) melalui alat bantu yang

disebut diagram Ichikawa (Tulang Ikan/Fish Bone).

Gambar 4.1
Analisis penyebab masalah utama Ichikawa (tulang ikan/fish bond)
“Kurangnya ketelitian dalam pengecekan di stasiun oleh Tim Kamsel”

Man Methode

-Keterbatasan SDM -Pembagian jadwal Tim


untuk pengecekan di Kamsel ke setiap stasiun
setiap stasiun yang tidak efektif
-Kurangnya -Sulitnya mendapatkan
pengetahuan dan sumberdaya manusia
kepedulian terhadap K3 yang sesuai dengan
Kurangnya
kriteria PT. KCI
ketelitian
dalam
pengecekan
di stasiun
oleh Tim
Kamsel
Material
-Peralatan kerja yang
digunakan oleh Tim
Kamsel untuk melakukan
Inspeksi K3belum sesuai

51 standar.
4.5 Penetapan Penyebab Masalah

Berdasarkan hasil observasi lapangan dan hasil konsultasi dengan beberapa

pegawai, Peneliti berkesimpulan bahwa penyebab dari masalah “Kurangnya

ketelitian dalam pengecekan di stasiun oleh Tim Kamsel” yang dilihat dari

aspek Man, Material dan Methode adalah:

1. Man

Keterbatasan SDM untuk pengecekan di setiap stasiun.

Terbatasnya sumberdaya manusia pada Dep HSE dan Tim Kamsel

merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada ketelitian dalam

melakukan Inspeksi K3 di stasiun, hal ini di karenakan sumberdaya

manusia di Dept HSE hanya berjumlah 17 orang dan 8 orang diantaranya

adalah yang bertugas dilapangan (Tim kamsel). Dari 8 orang tersebut

masing-masing memegang 8-12 stasiun yang dapat berdampak pada

kurangnya ketelitian karena waktu yang terbatas dan harus mengecek

stasiun yang lainnya dalam waktu 1 minggu.

Kurangnya pengetahuan dan kepedulian terhadap K3

Kemampuan Tim kamsel dan petugas stasiun dalam melakukan Inspeksi

K3 di area stasiun masih terlihat sangat kurang, Tim kamsel dan petugas

area stasiun tidak sepenuhnya memahami dan mengerti tentang Inspeksi

K3 maupun fungsi dan cara penggunaan alat-alat dan fasilitas yang ada di

stasiun.

2. Methode

Pembagian jadwal Tim Kamsel ke setiap stasiun yang tidak efektif

52
Pembagian wilayah stasiun pada Tim kamsel tidak sesuai dengan jarak

jauh-dekatnya dari rumah petugas Tim kamsel, tidak juga searah dengan

rute jalannya kereta. Hal ini tentu dapat menyulitkan petugas Inspeksi K3

dalam pengecekan dan membuang banyak waktu untuk menuju stasiun

berikutnya melakukan transit atau berpindah kereta.

Sulitnya mendapatkan sumberdaya manusia yang sesuai dengan


kriteria PT. KCI

PT. Kereta Commuter Indonesia merupakan anak perusahaan dari PT.

Kereta Api Indonesia yang merupakan perusahaan ternama di Indonesia.

Maka dari itu, syarat-syarat calon pekerja di PT. Kereta Commuter

Indonesia juga memiliki kriteria tersendiri. Seperti, tinggi badan, berat

badan, nilai minimum, tes kesehatan, dll. Merupakan hal yang penting

bagi PT. Kereta Commuter Indonesia dalam menentukan pekerjanya.

Material

Peralatan kerja yang digunakan oleh Tim Kamsel untuk melakukan

Inspeksi K3 belum sesuai standar.

Pengecekan inspeksi K3 hanya berdasarkan pengamatan dan belum

menggunakan alat-alat pengukuran yang lengkap yang membuat

pengecekan dan pemeriksaan area stasiun belum dapat berjalan maksimal.

53
BAB V

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

5.1 Alternatif Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu

dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah

yang mungkin tidak didapat dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120).

Sedangkan menurut Goldstein dan Levin, pemecahan masalah telah

didefinisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan

modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan rutin atau dasar (Rosdiana &

Misu, 2013:2).

Prosedur dalam pemecahan telah dijelaskan Rebori dalam Rahayu

(2008:10) sebagai berikut:

1. Menemukan adanya masalah.

Ketika seseorang mampu menggambarkan masalah, ia akan mengetahui

situasi yang sebenarnya berdasarkan fakta yang ia temukan.

2. Mengidentifikasi dan menemukan penyebab utama dari suatu masalah.

Untuk dapat memecahkan suatu masalah diperlukan kemampuan

identifikasi dan kemampuan menganalisis penyebab dari permasalahan

tersebut.

3. Menghasilkan beberapa alternatif solusi.

54
Pada tahapan ini dihasilkan lebih dari satu solusi yang dapat digunakan

untuk memecahkan masalah.

4. Menentukan alternatif solusi.

Setelah didapatkan beberapa solusi alternatif, kemudian dipilih solusi

terbaik untuk memecahkan masalah.

5. Mengembangkan suatu rencana tindakan.

Perencanaan tindakan dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari solusi

yang dipilih.

6. Penerapan.

Setelah membuat perencanaan tindakan, dilakukan penerapan solusi yang

dipilih untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Peneliti mencoba menawarkan alternatif pemecahan masalah yang bisa

dilakukan untuk mengatasi masalah yang telah diprioritaskan sehingga

nantinya alternatif masalah ini dapat dijalankan oleh para pembuat

kebijakan di institusi terkait. Solusi ini diperoleh dari hasil brainstorming

antara peneliti, pembimbing dan beberapa staf terkait.Prioritas masalah

yang diambil adalah Kurangnya ketelitian dalam pengecekan di stasiun

oleh Tim Kamsel. Dari hasil penetapan penyebab masalah dapat diberikan

alternatif pemecahan masalah sebagai berikut:

55
Tabel 5.1

Usulan Alternatif Pemecahan Masalah

Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah

Keterbatasan SDM untuk pengecekan Menyarankan untuk bekerjasama

di setiap stasiun dengan petugas-petugas di area

stasiun untuk ikut peduli pada

keselamatan penumpang di stasiun.

Kurangnya pengetahuan petugas Menyarankan untuk diadakannya

stasiun tentang K3 pelatihan K3 pada Tim Kamsel untuk

dilaksanakan secara rutin dan berkala

Pembagian jadwal Tim Kamsel ke Menyarankan untuk membagi

setiap stasiun yang tidak efektif wilayah stasiun sesuai dengan arah

kereta atau wilayah terdekat.

Sulitnya mendapatkan sumberdaya Menyarankan untuk bekerjasama

manusia yang sesuai dengan kriteria dengan instansi – instansi terkait

PT. Kereta Commuter Indonesia dalam rekrutmen pegawai

Peralatan Kerja yang digunakan oleh Menyarankan untuk melakukan

Tim kamsel untuk melakukan pengadaan alat-alat untuk menunjang

Inspeksi K3 belum sesuai standar Proses Inspeksi K3 di stasiun

56
5.2 Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang ditawarkan

penulis, maka akan diambil satu sebagai prioritasnya dengan menggunakan

metode perbandingan efektifitas dan efisiensi.

1. Efektifitas, terdiri dari :

a. Magnitude (M), menyatakan besarnya masalah yang dapat diselesaikan

oleh alternatif solusi yang ditawarkan. Solusi yang memecahkan

masalah tersebut adalah yang layak untuk diprioritaskan.

b. Importance (I), menyatakan tingkat urgensi solusi yang ditawarkan.

Solusi yang dapat memecahkan masalah terpenting adalah yang layak

diprioritaskan.

c. Sensitivity/vulnerability (V), menyatakan sensitifitas alternatif

pemecahan masalah dalam mempengaruhi masalah (salahsatunya

adalah kesiapan teknologi).

Alternatif pemecahan yang paling mempengaruhi pemecahan masalah

adalah yang layak diprioritaskan.

Penilaian :

Nilai 1 : tidak penting untuk diprioritaskan.

Nilai 2 :kurang penting untuk diprioritaskan

Nilai 3 : cukup penting untuk diprioritaskan

Nilai 4 : penting untuk diprioritaskan

Nilai 5 : sangat penting untuk diprioritaskan

57
2. Efficiency (E), menyatakan hubungan alternatif solusi besarnya biaya yang

ditimbulkan. Solusi dengan biaya terkecil adalah layak diprioritaskan.

Penilaian:

Nilai 1, sangat penting, biaya sangat kecil.

Nilai 2, penting, biaya kecil.

Nilai 3, cukup penting, biaya cukup kecil.

Nilai 4, kurang penting, biaya besar

Nilai 5, tidak penting, biaya besar

Untuk menghitung nilai total digunakan rumus :

(𝐌𝐱𝐈𝐱𝐕)
𝜮=
𝐄

58
Tabel 5.2
Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
(Metode Perbandingan Efektifitas dan Efisiensi)

No Alternatif Efektifitas E (MxIxV) Prioritas


𝛴=
E
Pemecahan Masalah M I V

1 Bekerjasama dengan 3 2 2 2 6 IV

petugas-petugas di area

stasiun untuk ikut peduli

pada keselamatan

penumpang di stasiun

2 Diadakannya pelatihan K3 3 3 4 3 12 II

pada Tim Kamsel untuk

dilaksanakan secara rutin

dan berkala

3 Membagi wilayah stasiun 5 4 5 2 50 I

sesuai dengan arah kereta

atau wilayah terdekat

4 Bekerjasama dengan 3 2 1 3 2 V

instansi terkait dalam

rekrutmen pegawai

5 Melakukan pengadaan alat- 3 3 3 3 9 III

alat untuk menunjang

proses Inspeksi K3 stasiun

59
Dari hasil brainstorming, ditemukan bahwa skor tertinggi didapat pada solusi “

5.3 Analisis SWOT


Dari prioritas pemecahan masalah yang diperoleh melalui tabel kemudian
dilakukan analisa SWOT yang dilihat dari Kekuatan ( Strength), Kelemahan
(Weakness), Kesempatan (Opportunity), Ancaman (Threat). Prioritas alterntif
pemecahan masalah yaitu Membagi wilayah stasiun sesuai dengan arah
kereta atau wilayah terdekat :
1. Kekuatan (Strenght)

Pelaksanaan prioritas masalah ini memiliki kekuatan atau Strenght yaitu :

a. Waktu kerja yang lebih efektif dan efisien.

b. Dapat mengurangi kelelahan dalam bekerja

c. Tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan pengecekan

d. Dapat mempersingkat waktu bekerja

e. Biaya yang dibutuhkan kecil karena searah jalannya kereta

2. Kelemahan (Weakness)

Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah ini memang yang terbaik

diantara alternatif pemecahan masalah lainnya, namun dalam

pelaksanaannya tetap memiliki kekurangan sebagai berikut:

a. Pekerja dapat pulang kerumah sewaktu-waktu untuk instirahat sebelum

kembali ke kantor untuk menyerahkan lembar check list.

b. Adanya Tim kamsel yang wilayah tempat tinggalnya sama atau bahkan
tidak ada yang tinggal di wilayah tersebut sehingga akan menyulitkan
proses pembagian wilayah Inspeksi K3 stasiun.

60
3. Peluang/Kesempatan (Oppurtunity)

Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah ini dapat menghasilkan

kemungkinan positif untuk memperbaiki permasalahan yang ada, dan

setiap pemecahan masalah pasti ada peluang yang dapat mempermudah

tercapainya keberhasilan pemecahan masalah, yaitu:

a. Adanya peningkatan kinerja petugas Tim Kamsel

b.Tercapainya pengecekan Inspeksi K3 di stasiun yang maksimal

4. Ancaman (Threat)
Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah pasti memiliki ancaman atau

hambatan dalam pengaplikasiaannya, seperti:

a.Adanya beban kerja yang tidak bisa ditinggalkan di kantor, sehingga itu

akan menjadi penghambat dalam melakukan inspeksi K3 di stasiun.

b.Tidak adanya perubahan yang berarti pada diri masing-masing Tim

kamsel terhadap pengetahuan tentang budaya K3 di stasiun serta prosedur

kerja yang tidak sesuai dalam pengecekan Inspeksi K3.

61
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil PKL selama satu bulan, peneliti menyimpulkan bahwa

pelaksanaan program Inspeksi K3 stasiun di PT. Kereta Commuter

Indonesia yang dilakukan selama 18 Februari – 18 Maret 2019 dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. PT.Kereta Commuter Indonesia telah melaksanakan inspeksi K3

stasiun secara rutin dan teratur sesuai dengan permenaker No. Per-

05/MEN/1996 tentang pelaksanaan inspeksi tempat kerja dan cara

kerja dilaksanakan secara teratur.

2. Masih minimnya pengetahuan petugas stasiun di PT. Kereta

Commuter Indonesia tentang pentingnya penerapan budaya K3 di

stasiun untuk kenyaman dan keselamatan penumpang.

3. Sebagian Tim Kamsel kurang menguasai tugas dan kewajibannya

untuk melakukan Inspeksi K3 di stasiun sebagai suatu sistem upaya

pencegahan kecelakaan penumpang di stasiun.

4. Masih lambatnya proses perbaikan yang dilakukan oleh PT. Kereta

Commuter Indonesia.

5. Hasil Inspeksi yang tidak dapat langsung diselesaikan karena masalah

tersebut akan dibahas dalam rapat rutin evaluasi Bulanan unit HSE.

62
6.2 Saran

Saran yang diberikan peneliti kepada Health, Safety and Environment

(HSE) sebagai berikut:

Memberikan pelatihan seperti Diklat maupun training tentang pentingnya


K3 di stasiun guna menghindari dan mengurangi ketidak sesuaian dalam
bekerja dann dalam upaya pencegahan Kecelakaan penumpang di stasiun
agar dapat melaksanakana pekerjaan dan tugasnya dengan maksimal.

63
DAFTAR PUSTAKA

Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja


Nomor : Per. 05/Men/1996. 1996. Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Menteri Tenaga Kerja. Jakarta.
Notohadiprawiro, T. 2006. Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
PT. Krakatau Steel. 1993. Pelatihan dan Training K3 Industri. Cilegon: PT.
Krakatau Steel.
Tarwaka. 2014.Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi
K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
WHO. 2017. Worker’s Health: Global Plan of Action. Diunduh
http://www.icohweb.org/site/scientific-committe-detail.asp?sc=45
Rinawati, Silviana. 2017. Program Inspeksi K3 dalam pencapaian budaya K3 di
Industri Mie PT. ABC Semarang. Semarang:Universitas Negeri Sebelas
Maret
https://www.ejournal.unida.gontor.ac.id
Oktaviani. 2009. Inspeksi K3 terhadap potensi kecelakaan di tempat Kerja di PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Semarang. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret
https://www.digillip.uns.ac.id

64
LAMPIRAN

65
66
67
68

Anda mungkin juga menyukai