Fiqih Mahram Finish
Fiqih Mahram Finish
Fiqih Mahram Finish
MAHRAM
Disusun oleh :
Kelompok 8
Makalah ini yang kami buat tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, baik secara moril maupun materiil sehingga makalah ini dapat terselesaikan
maskipun masih jauh dari sempurna.
Penyusun,
Kelompok 10
I
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... I
Daftar isi ................................................................................................................ II
Bab I Pendahuluan ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1
Bab II Pembahasan ................................................................................................ 2
A. Pengertian mahram dan dalilnya dalam Al Qur’an dan Hadis .................. 2
B. macam-macam mahram dan dalilnya dalam Al Qur’an dan Hadis .......... 4
Bab III Penutup ..................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ............................................................................................... 14
B. Saran .......................................................................................................... 14
Daftar Pustaka
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat
dengan masalah mahrom, seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan),
pernikahan, perwalian dan lain-lain. Namun, masih banyak dari kalangan kaum
muslimin yang tidak memahami tentang istilah “muhrim”. Perlu diluruskan
tentang istilah mahram, karena masih banyak orang yang menyebut dengan istilah
muhrim, padahal yang dimaksud adalah mahram.
Dalam bahasa arab, kata muhrim (muhrimun) artinya orang yang berihram
dalam ibadah haji sebelum bertahallul. Sedangkan kata mahram (mahramun)
artinya orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh)
kita nikahi selamanya. Namun, kita boleh bepergian (safar) denganya, boleh
berboncengan dengannya, boleh meliihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat
tangan, dst. Berikut ini akan dijelaskan siapa saja mahram dari kalangan laki-laki,
yakni siapa saja wanita yang haram dinikahi. Adapun mahram dari kalangan
perempuan adalah kebalikannya, yakni laki-laki yang haram dinikahi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dengan pengertian mahram dan dalilnya dalam Al Qur’an dan
Hadits?
2. Apa saja macam-macam mahram dan dalilnya dalam Al Qur’an dan Hadits?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian mahram dan dalil-dalinya dalam Al Qur’an dan
Hadits
2. Mengetahui macam-macam mahram dan dalilnya dalam Al Qur’an dan
Hadits
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahram
Mahram berarti “yang terlarang”. “sesuatu yang terlarang”. Maksudnya yang
terlarang mengawininya.1
Kata mahram (mahramun) berasal dari bahasa Arab artinya orang-orang yang
merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) kita nikahi selamanya.
Namun kita boleh bepergian (safar) dengannya, boleh berboncengan dengannya,
boleh melihat wajahnya, boleh berjabat tangan atau dalam mazhab Syafi’i tidak
membatalkan wudlu ketika di sentuh.
Sedangkan istilah yang tepat adalah mahram bukan muhrim. Muhrim adalah
orang yang berihram. Muhrim adalah isim fail dari kata “ahroma” yang artinya
berihram. Sedangkan Mahram adalah wanita yang haram di nikahi oleh laki-laki.
Mahram adalah isim maf’ul dari kata “haroma” yang artinya melarang.
Dibawah ini pengertian mahram menurut beberapa ulama:
Menurut Imam Ibnu Qudamah Mahram adalah semua orang yang haram
untuk dinikahi selama-lamanya dengan sebab nasab, persusuan, dan
pernikahan
Menurut Imam Ibnu Atsir Mahram adalah orang-orang yang haram untuk
dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain. 2
Dari pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa mahram adalah
orang-orang yang haram di nikahi oleh laki-laki
Sebagaimana firman Allah SWT:
1
Kamal muchtar, Asas-asas Hukum islam tentang perkawinan,(Jakarta : PT. Bulan
Bintang, 1974) hlm. 48
2 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih munakahat, (Jakarta: Kencana,2010) hlm. 124
2
3
Artinya:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh
ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya
perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang
ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-
anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu
yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka
tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-
isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah
menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan
dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri
4
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An Nisa’:
22-24)
B. Macam-macam Mahram
1. Mahram Muabbad (halangan-halangan abadi) dibagi menjadi tiga:
3
Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, dkk, Fiqih Munakahat (Khitbah, Nikah dan
Talak), (Jakarta: Amzah, 2009) hlm. 137.
5
4. Anak-anak kakeknya dan anak-anak neneknya dengan syarat
terpisah satu tingkat. Saudara perempuan bapak haram atas laki-
laki, karena mereka terpisah dari kakek ke bapak satu tingkat,
saudara perempuan ibu haram atasnya karena mereka terpisah dari
kakek ke ibunya satu tingkat,bibinya bapak dari pihak bapak
(kakek) haram karena terpisah dari kakek ayahnya satu tingkat.
Bibinya bapak dari pihak ibu (nenek) haram atasnya karena mereka
terpisah dari kakek ibunya satu tingkat dan bibinya ibu dari pihak
ibu (nenek) haram atasnya karena terpisah dari kakek ibu ke ibu
satu tingkat.
2. ْ َربي َبة: anak tiri perempuan, bisa juga anak perempuan dari anak
tiri perempuan atau anak perempuannya anak tiri laki-laki.
3. ْ زَ و َجةُْاْلَب: istrinya ayah (ibu tiri), sama halnya kakek dari ayah
atau dari ibu.
5ْ:ْرقم،)ْ( ُسو َرابَايَا،ْ َمسَآئلُْال ّنسَآءْبال ًّلغةْالجاويّة، كياهْىْحْاجْمصبَاحْبنْزَ ينْال ُمص َطفْى4
5
Ibid, hlm. 152-155
6
Menurut terminologi syara’, persusuan adalah suatu nama untuk
mendapatkan susu dari seorang wanita atau nama sesuatu yang didapatkan
dari padanya sampai di dalam perut anak kecil atau kepalanya. Dalil
tentang keharaman sebab sepersusuan terdapat pada al-Qur’an, sunnah
dan ijma’.
Dalil Al-Qur’an seperti firman Allah SWT:
“Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan” (QS. An-Nisa’: 23).
Dalil sunnah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah bahwa nabi
SAW bersabda:
َ
ِنُ م
ُمْر
يحَما َاع
َ ِ ِضَ الر
ِنُ م ُم
ْر َ
يح
َِّسَب
الن
“Haram sebab persusuan adalah apa yang haram sebab nasab.” (HR.
Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam periwayatan lain Nabi bersabda:
ُد
ة ََِال ْ ُ
الو ِمَر
تح َُ
ُ ة َاع
َّض
الر
“persusuan itu mengharamkan apa yang di haramkan kelahiran.”
Hadits tersebut telah mengharamkan sebab persusuan dengan jelas,
persusuan dan kelahiran memiliki persamaan dalam keharaman. Dalil
ijma’, umat Islam sepakat bahwa persusuan itu menjadi sebab dari
beberapa sebab keharaman.
Faktor Kaharaman Sebab Persusuan
1. Orang tua seseorang sepersusuan ke atas, baik dari bapak
maupun dari ibu, berdasarkan ini haram atas seseorang
7
menikahi ibu yang menyusuinya ke atas dan dari arah mana
saja. Haram atasnya, ibunya bapak sepersusuan dan ibunya
ke atas sebagaimana yang disebutkan ibu dan nenek dalam
keturunan.
2. Anak-anak seseorang sepersusuan. Haram menikahi anak
putri sepersusuan, cucu putri dari anak laki-laki sepersusuan,
dan cucu putri dari anak putri sepersusuan sampai ke bawah.
Dengan ungkapan lain, haram atas anda semua perempuan
yang engkau menyusu dari susunya atau susu orang yang
melahirkannya dengan perantara dirinya atau lainnya atau di
susui oleh wanita yang melahirkannya. Demikian pula putri-
putrinya seketurunan atau sepersusuan sampai ke bawah.
3. Anak-anak kedua orang tua sepersusuan, yaitu saudara
perempuan sepersusuan. Haram menikahi saudara perempuan
sepersusuan, anak putri saudara perempuan sepersusuan, dan
cucu perempuan dari anak perempuan ke bawah.
4. Anak-anak kakek dan nenek sepersusuan, mereka itu saudara
bapak dan ibu (bibi) sepersusuan. Misalnya jika Khalid
menyusu dari Fatimah, maka Fatimah menjadi ibunya
Khalid, saudara-saudara perempuan Fatimah menjadi bibi
sepersusuan, saudara-saudara perempuan suami Fatimah
juga menjadi bibi sepersusuan baginya. Oleh karena itu,
haram menikahi salah satu dari mereka. Adapun putri-putri
paman dan bibi dari bapak dan putri-putri paman dan bibi
dari ibu sepersusuan halal menikahi mereka sebagaimana
kerabat dalam keturunan.
5. Istri orang tua sepersusuan, yakni istri bapak sepersusuan,
istri kakek sepersusuan ke atas, baik istri yang telah
dicampuri atau belum. Misal jika Hisyam menyusu Khadijah
istri Ali, Ali menjadi bapak Hisyam sepersusuan. Hisyam
8
haram menikahi wanita manapun yang telah dinikahi Ali
karena ia istri bapak sepersusuan.
6. istri anak sepersusuan, yakni istri anak laki-laki sepersusuan
atau istri cucu putra dari anak laki-laki. Misal, jika Shabir
menyusu dari Aliyah, Aliyah menjadi ibu sepersusuan,
demikian juga suami Aliyah menjadi bapak sepersusuan
baginya. Jika Shabir menikah, istri Shabir haram atas bapak
sepersusuannya, demikian juga kakeknya.
7. Orang tua istri sepersusuan, yakni ibu dan kakeknya
sepersusua. Misal, jika Fatimah menyusui Fauziyah,
Fauziyah menjadi ibu Fatimah sepersusuan. Jika Fatimah
dinikahi Khalid, Khalid haram menikahi ibunya Fatimah
sepersusuan, yakni Fauziyah, demikian juga kakeknya.
8. Anak-anak istrinya sepersusuan, yakni putrinya, cucu putri
dari anak putri dan cucu putri dari anak laki-laki sepersusuan.
Misal, jika Khalid menikahi Yasmin sementara Yasmin
pernah di nikahi Ali dan menyusui Syima. Syima yang
disusui Yasmin haram atas Khalid sekalipun tidak ada
hubungan antara mereka berdua, karena ia putri istrinya
sepersusuan dengan syarat sudah melakukan hubungan intim.
Wanita-wanita di atas haram disebabkan persusuan, karena
melaksanakan ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW :
Haram sebab persusuan sesuatu yang haram sebab nasab.
2. Mahram Muaqqot (halangan-halangan sementara)
9
b. Wanita yang di talak 3 kali bagi suaminya
c. Poligami antara dua wanita mahram
d. Poligami Melebihi Empat Orang wanita
e. Wanita yang Bukan Beragama Samawi
(QS.Al-Baqqarah : 228)
ْْ
ْ ْْْْْْ
wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'
10
(QS.Al-Baqarah :229-230)
ْْ ْ ْ
ْْ ْ
ْْ ْ ْ ْ ْ
ْْ ْ
ْْ ْ ْ ْ ْ
ْْ ْ ْ ْ ْ
ْْ ْ ْ ْ
ْْ ْ ْ ْ
ْْ ْ ْ ْ ْ
ْْ ْ ْ
ْْْْ ْ ْ
ْْ ْ ْ ْ ْ
ْْ ْ ْ
ْْ ْ ْ ْ ْ
ْْ ْ ْ
ْْ ْ ْ ْ ْ
ْْ ْ ْ
ْ ْْْْْ5
229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi
kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka,
kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya
230 kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka
perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang
lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa
bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika
11
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.
12
4. Poligami Melebihi Empat Orang wanita
Tidak halal bagi seseorang yang telah beristri empat wanita menikahi wanita
lagi. Keharam ini berlangsung sampai mati atau di cerai salah satunya dan keluar
dari iddah. Berdasarkan firman Allah SWT.
(QS. An-Nisa’ : 3)
13
5. Wanita yang Bukan Beragama Samawi
Tidak boleh menikahi wanita atheis yang ingkar terhadap semua agama dan
tidak beriman wujudnya tuhan. Demikian juga tidak boleh menikahi wanita yang
beriman kepada agama selain agama samawi. Seperti agama agama yang di
ciptakan oleh manusia seperti agama Majusi, watsaniyah, Hindu dan lain-lain.
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mahram adalah wanita yang haram di nikahi oleh laki-laki,
mahram sendiri dibagi menjadi dua macam yaitu Mahram muabbad
(halangan-halangan abadi), adalah orang-orang yang haram melakukan
pernikahan untuk selamanya. dan Mahram Muaqqot (halangan-halangan
sementara) adalah suatu yang datang baru dan bisa lenyap suatu ketika.
Jika sebabnya hilang , wanita menjadi halal bagi orang yang semula di
haramkan, boleh di nikahi dan hidup bersama karena keharaman kembali
pada sifat sementara yang terkadang menghilang. Yang tergolong dalam
mahram muabbad yaitu mahram karena nasab, mahram karena ikatan
perkawinan dan mahram karena persusuan. Sedangkan yang tergolong
dalam Mahram Muaqqot yaitu, wanita yang terikat dengan hak orang lain,
wanita yang ditalak 3 kali bagi suaminya, poligami antara dua wanita
mahram, poligami melebihi empat orang wanita dan wanita yang bukan
beragama samawi.
B. SARAN
Dalam mempelajari ilmu Fiqih harus dengan penuh teliti dan
secara mendalam, karena Ilmu Fiqih berkaitan dengan praktik kehidupan
nyata terutama dalam Bab Mahram, dalam mencari sumber dan dalil-dalil
yang akurat perlu kemampuan yang lebih dan tentunya harus penuh
ketekunan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Azzam, Abdul Aziz, Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fikih
Munakahat (Khitbah,Nikah, dan Talak), 2009, Jakarta:Amzah.
Syaikh Abu Malik Hafizhohullah, Shahih Fiqh Sunnah cet.3, Al-Maktabah At-
Taufiqiyah.
Muchtar, Kamal, Asas-asas Islam Tentang Perkawinan, 1974, Jakarta: PT. Bulan
Bintang.
16