Hukum Waris - Sebab2 Dan Penghalang Kewarisan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

SEBAB-SEBAB DAN PENGHALANG KEWARISAN

_Hukum Kewarisan_

(Disusun Oleh: Ahmad Nur Amal & Suryani Thaba)

A. Sebab-Sebab Kewarisan
Hukum kewarisan di Indonesia mengandung pluralisme, hal ini
disebabkan latarbelakang masyarakat Indonesia yang beragam. Pluralisme hukum
waris di Indonesia juga menjadi suatu khazanah tersendiri dalam bidang ilmu
hukum.
Pada tulisan kali ini, kami penulis akan menguraikan sebab-sebab dan juga
penghalang kewarisan dilihat dari berbagai sisi hukum, berdasarkan aturan yang
hidup di Indonesia, yaitu hukum perdata Barat yang tertuang dalam KUH Perdata,
hukum Islam yang tertuang dalam KHI, dan hukum adat.
Pertama, sebab-sebab kewarisan menurut hukum perdata Barat dibagi
menjadi dua, yaitu sebab mewarisi berdasarkan undang-undang (ab intestato) dan
mewarisi karena wasiat (testmanet).
Pewarisan menurut undang-undang yaitu pembagian warisan kepada
orang-orang yang mempunyai hubunan darah yang terdekat dengan si pewaris
yang ditentukan oleh undang-undang.1
Di dalam Pasal 832 KUHPer ditentukan ahli waris yang berhak, yaitu: (1)
para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin; meliputi anak dan (2) suami
atau istri yang hidup terlama.2
Sementara itu, P.N.H. Simanjuntak dalam bukunya membagi ahli waris
menurut undang-undang yaitu sebagai berikut3:
1. Ahli Waris Berdasarkan Hubungan Darah
Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah para
keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan suami atau istri

1
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2015),
hlm. 259.
2
Ibid.
3
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 218.
yang hidup terlama (Pasal 832 KUHPer). Dengan demikian, seseorang
harus mempunyai hubungan drah dengan pewaris. Hubungan darah
tersebut bisa sah atau luar kawin melalui garis ibu atau bapak.
Hubungan darah sah jika ditimbulkan sebagai akibat suatu perkawinan
yang sah. Hubungan luar kawin adalah hubungan antara laki-laki
dengan seorang perempuan dan pengakuan anak secara sah.4
2. Janda atau Duda yang Ditinggal Mati Saling Mewaris
Pada mulanya, janda atau duda yang hidup terlama baru mewaris
sesudah keluarga saudara sampai derajat yang ke-1 tidak ada. Dengan
demikian, janda atau duda jarang sekali mewaris. Dalam Pasal 852a
KUHPer ditentukan, bahwa disamping keluarga sedarah, undang-
undang menentukan suami atauistri yang hidup terlama sebagai ahli
waris. Perubahan ini terjadi pada 1935. No 486 dan mulai berlaku pada
1 Januari 1936. Berdasarkan hal tersebut, maka suami istri mewaris.
Sedangkan suami istri yang bercerai tidak saling mewaris, karena
perkawinan mereka putus dengan terjadinya perceraian. Adapun
mereka yang pisah meja dan tempat tidur saling mewaris, karena
perkawinan mereka masih berlangsung.5
3. Keluarga yang Lebih Dekat Kepada Pewaris
Tidak semua keluarga yang mempunyai hubungan darah dengan
pewaris tampil untuk mewaris. Kedudukan sebagai keluarga sedarah
baru memberikan kemungkinan untuk mewaris. Keluarga yang lebih
dekat dengan pewarislah yang akan tampil untuk mewaris. Dengan
demikian, menutup kemungkinan mewaris keluarga yang lebih jauh.
Untuk menentukan jauh dekatnya hubungan darah keluarga, maka ahli
waris dibagi dalam beberapa golongan, yaitu:
a. Ahli waris golongan I (pertama), meliputi anak-anak beserta
keturunannya dan suami atau istri yang hidup terlama.6

4
Ibid.
5
Ibid, hlm 218-219.
6
Maman Surahman, Hukum Waris Perdata, (Jakarta Sinar: Grafika, 2015), hlm. 26.
b. Ahli waris golongan kedua II (kedua), meliputi keluarga dengan
garis lurus ke atas yaitu orang tua, saudara-saudara laki-laki dan
perempuan dan keturunannya.7
c. Ahli waris golongan ketiga (III), meliputi kakek, nenek, dan
leluhur lainnya dalam satu genus ke atas.8
d. Ahli waris golongan keempat (IV), meliputi sanak keluarga lainnya
dalam garis menyimpang sampai dengan derajat keenam.9

Selanjutnya selain didasarkan pada hubungan darah, sebab-sebab mewarisi


menurut hukum perdata Barat lainnya yaitu karena wasiat (testmanet). Pewarisan
berwasiat yaitu pembagian warisan kepada orang-orang yang berhak menerima
warisan atas kehendak terakhir (wasiat) di pewaris, yang dinyatakan dalam bentuk
tulisan (Pasal 874 KUHPer), misalnya dalam akta notaries (warisan
testamenter).10 Isi surat wasiat, tidak terbatas pada hal-hal yang mengenai
kekyaan harta warisan saja, tetapi dapat juga dengan sah dilakukan, penunjukkan
eorang wali untuk anak-anak si meninggal, pengakuan seorang anak yang lahir di
luar perkawinan, atau pengakuan seseorang executeurtestmentair, yaitu seorang
yang dikuasakan mengawasi dan mengatur pelaksanaan wasiat.11
Kedua, sebab-sebab kewarisan menurut hukum Islam dibagi menjadi tiga,
yaitu sebab hubungan nasab, perkawinan dan wala’ (memerdekakan budak),
dalam literature lain ada pula yang menambahkan dengan hubungan sesama
Islam.12
Sementara menurut Kompilasi Hukum Islam, tidak terdapat pasal yang
secara gamblang menyebutkan tentang sebab-sebab kewarisan. Namun, terdapat
aturan mengenai kelompok-kelompok yang dapat mewarisi atau menjadi ahli
waris, diantaranya yaitu Pasal 174 ayat (1) huruf a; menurut hubungan darah:

7
Ibid, hlm. 30.
8
Titik Triwulan Tutik, Op. Cit., hlm. 260.
9
Ibid.
10
Ibid, hlm 269.
11
Ibid, hlm. 270.
12
Moh. Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 72
- golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki,
paman, dan kakek.
- golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara
perempuan dan nenek.

Pasal 174 ayat (1) huruf b; menurut hubungan perkawinan terdiri dari:
duda dan janda.13

Selain itu sebab kewarisan menurut KHI juga disebutkan tentang wasiat.
Menurut Pasal 171 huruf f KHI, disebutkan bahwa wasiat adalah pemberian suatu
benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah
pewaris meninggal.

Kehadiran sistem wasiat dalam hukum Islam sangat penting artinya


sebagai penangkal kericuhan dalam keluarga. Karena ada di antara anggota
keluarga yang tidak berhak menerima harta peninggalan dengan jalan warisan,
padahal ia cukup berjasa dalam pengadaan harta itu, atau seorang cucu miskin
terhalang oleh pamannya yang kaya, atau karena berbeda agama dan sebagainya,
Maka dengan adanya sistem wasiat yang diatur dalam hukum Islam kekecewaan
itu dapat diatasi.14

Selain wasiat dikenal juga hibah, yaitu pemilikan suatu benda melalui
transaksi (akad) tanpa mengharap imbalan yang telah diketahi dengan jelas ketika
pemberi masih hidup. Hibah dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki
kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum tanpa ada paksaan dari pihak lain.
Hibah juga dapat dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Hibah demikian dapat
diperhitungkan sebagai warisan (Pasal 211 KHI).15

Ketiga, sebab-sebab kewarisan menurut hukum adat, yaitu adalah mereka


yang merupakan keturunan langsung dari si pewaris., yaitu angkatan yang lebih
muda. Dalam lingkungan kesatuan rumah tangga, yang menjadi ahli waris dari

13
Kompilasi Hukum Islam.
14
Titik Triwulan Tutik, Op. Cit., hlm. 295.
15
Ibid, hlm. 296.
seseorang adalah anak-anak dari orang yang bersangkutan sesuai dengan sistem
menarik garis keturunan. Dengan demikian dapat disimpulkan suami istri tidak
terdapat hubungan saling mewarisi. Selanjutnya keluarga sedarah juga dapat
saling mewarisi seperti orang tua atau saudara-saudaranya. Disamping itu terdapat
juga sistem wasiat yang menjadi sebab kewarisan.

B. Penghalang Kewarisan
Pertama, menurut hukum perdata Barat tidak semua orang khususnya ahli
waris dapat menerima warisan, ada beberapa di anatara mereka yang terhalang
untuk menerima warisan menurut KUHPer, disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Orang yang dipidana karena telah membunuh atau mencoba
membunuh pewaris. (Pasal 838 ayat 1).16
2. Orang yang karena putusan hakim telah terbukti bahwa ia telah
memfitnah si mmati dlam perkara berbuat kejahatan yang diancam
dengan hukuman lima tahun atau lebih. (Pasal 383 ayat 2).17
3. Orang yang dengan jalan paksa atau dengan tindakan lain menyuruh
membuat wasiat atau menggugurkan wasiat. (Pasal 383 ayat 3).18
4. Orang yang telah menggelapan, merusakkan, atau memalsukan surat
wasiat pewaris. (Pasal 383 ayat 4).19
5. Menolak menjadi ahli waris (Pasal 1057).

Selain itu ada orang yang oleh undang-undang berhubungan dengan


jabatan atau pekerjaannya, maupun hubungan dengan yang meninggal tidak
dibolehkan menerima keuntungan dari suatu suarat wasiat yang diperbuat oleh si
peninggal, antara lain: (1) notaries yang membuat surat wasiat serta saksi-saksi
yang menghadiri perbuatan testmanet; dan (2) Pendeta yang melayani atau lebai
yang merawat si peninggal selama sakitnya yang terkahir.20

Kedua, Penghalang kewarisan menurut hukum Islam, yaitu:

16
Yudi Suparyanto, Hukum Perdata, (Klaten:Cempaka Putih, 2018), hlm. 33.
17
Ibid.
18
Ibid.
19
Ibid.
20
Titik Triwulan Tutik, Op. Cit., hlm. 267-268.
1. Pembunuhan, yang dilakukan ahli waris terhadap pewaris,
menyebabkan tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang
diwarisinya. Rasulullah bersabda yang arttinya, “Barangsiapa
membunuh seorang korban, maka sesungguhnya ia tidak dapat
mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selain
dirinya sendiri. (Begitu juga) walaupun korban itu adalah orang tua
anaknya sendiri. Maka bagi pembunuh tidak berhakmenerima
warisan”. (Riwayat Ahmad).21
Hal tersebut sejalan juga dengan aturan yang terdapat dalam KHI Pasal
173 huruf a, seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan
putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap duhukum
karena dipersalahkan telah membunuh atau menganiaya berat si
pewaris.22
2. Berlainan agama, yang menjadi penghalang mewarisi adalah apabila
antara ahli waris dan pewaris, salah satunya beragama Islam yang lain
bukan Islam. Misalnya ahli waris beragama Islam, pewarisnya Kristen,
atau sebaliknya. Rasulullah bersabda yang artinya, “Orang Islam tidak
mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi harta
orang Islam” (Muttafaq ‘alaih).23 Hal ini juga dijelaskan dalam KHI
Pasal 172.
3. Perbudakan, menjadi penghalang mewarisi bukanlah karena status
kemanusiaannya, tetapi semata-mata karena status formalnya sebagai
hamba sahaya. Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak
terhalang untuk menerima warisan karena ia dianggap tidak cakap
melakukan perbuatan hukum.24

Selain itu, dalam Pasal 173 huruf b KHI disebutkan orang yang terhalang
menerima warisan karena dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan

21
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 30-31.
22
Kompilasi Hukum Islam.
23
Ahmad Rofiq, Op. Cit., hlm. 35.
24
Ibid, hlm. 38.
pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam
hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
DAFTAR PUSTAKA

Muhibbin, Moh. 2011. Hukum Kewarisan Islam Sebgai Pembaruan Hukum


Positif di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Rofiq, Ahmad. 2012. Fiqih Mawaris. Jakarta: Rajawali Pers.

Simanjuntak, P.N.H. 2017. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Kencana.

Suparyanto, Yudi. 2018. Hukum Perdata. Klaten: Cempaka Putih.

Surahman, Maman. 2015. Hukum Waris Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Tutik, Titik Triwulan. 2015. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional.
Jakarta: Kencana..

Anda mungkin juga menyukai