Makalah Formula Sonde Fix

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

FORMULA UNTUK MAKANAN ENTERAL

(SONDE)

Disusun oleh :
Amalia Nur Diana (P23131116003)
Elisa Ajeng Primasari (P23131116011)
Syifa Amanda Eksantia (P23131116036)
Yusma Warifan (P23131116039)

D4-6A

Dosen Pembimbing :
Dr. Marudut Sitompul, MPS

JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JAKARTA II
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat, karunia, dan bimbingan-Nya penyusunan makalah yang
berjudul Formula untuk Makanan Sonde dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan
Formula. Selama penyusunan makalah penulis banyak mendapat bimbingan
dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Dr. Marudut Sitompul, MPS selaku dosen mata
kuliah Pengembangan Formula, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, maka saran dan kritik sangat diharapkan oleh penulis agar dapat
memperbaiki kekurangannya. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan
informasi yang berguna bagi masyarakat serta bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi para
pembaca.

Jakarta, 13 Mei 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
BAB II PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
A. Pengertian Makanan Enteral ......................................................................... 3
B. Tujuan Gizi Enteral.......................................................................................... 4
C. Indikasi Pemberian Gizi Enteral .................................................................... 4
D. Kontradksi Pemberian Gizi Enteral .............................................................. 6
E. Jalur Pemberian Makanan Enteral ............................................................... 6
F. Kecepatan Administrasi Gizi Enteral ............................................................ 7
G. Formula Untuk Makanan Enteral .................................................................. 9
H. Syarat Makanan Enteral ............................................................................... 10
I. Kandungan Zat Gizi Esensial ...................................................................... 10
J. Cara Pemberian Gizi Enteral....................................................................... 10
K. Komplikasi dan Pemantauan Gizi Enteral ................................................. 12
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 15
A. Kesimpulan..................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 16

iii
BAB II
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) adalah salah satu komponen
sistem pelayanan di rumah sakit dan merupakan kegiatan pelayanan gizi
untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap, pasien rawat jalan dan
karyawan rumah sakit. Instalasi gizi sebagai unit PGRS melaksanakan
empat kegiatan pokok terdiri dari asuhan gizi pasien rawat inap (pelayanan
gizi di instalasi rawat inap), asuhan gizi pasien rawat jalan (konsultasi dan
penyuluhan gizi), penyelenggaraan makanan, penelitian dan
pengembangan gizi (Depkes 2003).
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit bertujuan agar penderita
yang dirawat memperoleh makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya
serta mempercepat proses penyembuhan, sehingga pasien berhak untuk
mendapatkan diet yang bermutu, yaitu sesuai dengan saran dari
dokter/konsultan gizi yang tidak akan menyebabkan status kesehatan
pasien menjadi semakin buruk.
Salah satu kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah
memproduksi makanan enteral. Makanan enteral merupakan metode
pemenuhan zat gizi menggunakan saluran pencernaan, baik secara alami
melalui mulut ataupun dengan bantuan alat (tube). Makanan enteral
diberikan pada pasien di rumah sakit terutama penderita sakit berat seperti
pasien pasca bedah, penderita kanker, malgizi, anoreksia, depresi berat,
dan luka bakar, karena umumnya penderita tidak dapat atau tidak mungkin
makan secara oral akibat kondisi penyakitnya. Apabila saluran cerna masih
berfungsi, dukungan makanan enteral diperlukan untuk meningkatkan
sistem imun saluran cerna dan dapat mencegah komplikasi yang timbul
(Silberman & Eisenberg 1982).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan makanan enteral (sonde) ?
2. Bagaimana formula pembuatan makanan enteral (sonde)?
3. Bagaimana cara pemberian makanan enteral (sonde)?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian tentang makanan enteral (sonde)
2. Mengetahui cara pembuatan formula untuk makanan enteral (sonde)
3. Mengetahui cara pemberian makanan enteral (sonde)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Makanan Enteral


Makanan enteral merupakan salah satu teknik pemberian makanan di
rumah sakit untuk pasien dengan sakit berat seperti pasien pasca bedah,
penderita kanker, malgizi, anoreksia, depresi berat, luka bakar, yang tidak
dapat makan secara oral dengan keadaan saluran gastrointestinal yang
berfungsi dengan baik. Pemberiannya dengan cara menggunakan sonde
(Hill 2000).
Pemberian makanan enteral dini akan memberikan manfaat antara
lain memperkecil respon katabolik, mengurangi komplikasi infeksi,
memperbaiki toleransi pasien, mempertahankan respon imunologik, lebih
fisiologis dan memberikan sumber energi yang tepat bagi usus pada waktu
sakit (Hartono 2000). Menurut Tanra (1998), makanan enteral memiliki
beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Memiliki kepadatan kalori tinggi. Kepadatan kalori yang ideal adalah
1kkal/ml cairan.
2. Kandungan makanannya seimbang. Makanan enteral harus
mengandung semua komponen zat gizi esensial seperti protein, asam
amino, lemak, vitamin, mineral, dan mikronutrien yang memenuhi
jumlah kebutuhan
3. Memiliki osmolalitas yang sama dengan osmolalitas cairan tubuh.
Osmolalitas yang ideal untuk makanan enteral adalah 350-400 m Osmol
sesuai dengan osmolalitas cairan tubuh ekstraseluler.
4. Mudah diabsorbsi. Bahan baku pembuat makanan enteral sebaiknya
terdiri dari komponen-komponen yang siap diabsorpsi atau paling tidak
hanya sedikit memerlukan kegiatan pencernaan untuk dapat diabsorpsi.
5. Tanpa atau kurang mengandung laktosa. Untuk menghindari intoleransi
laktosa sering terjadi pada penderita malgizi sebaiknya suatu makanan
enteral kurang atau tanpa mengandung laktosa atau paling tinggi
kandungan laktosanya hanya 0,5% dari total hidrat arangnya.

3
6. Bebas dari bahan-bahan yang dapat mengembangkan purin dan
kolesterol.
Makanan enteral diklasifikasikan menjadi dua, yaitu makanan enteral
formula rumah sakit (hospital made) dan makanan enteral formula komersial
(commercial made). Makanan enteral yang dibuat sendiri oleh rumah sakit
umumnya hanya bisa disimpan selama empat jam dalam lemari es
sehingga makanan tersebut harus segera diberikan setelah dibuat (Hartono
2000).
Makanan enteral formula komersial terbuat dari bahan baku yang
diformulasikan seimbang, telah distandarisasi dan dikontrol serta
kandungan makanan yang seimbang antara protein, lemak, hidrat arang,
vitamin dan mineral sesuai dengan standar tertentu. Makanan enteral
formula komersial dapat disajikan setiap saat (Kurnia 2005).

B. Tujuan Gizi Enteral


Tujuan utama pemberian Gizi enteral adalah untuk suplementasi,
untuk pasien yang masih dapat makan dan minum tetapi tidak dapat
mencukupi kebutuhan energi, protein, untuk pengobatan, dan digunakan
untuk mencukupi seluruh kebutuhan zat gizi bila pasien tidak dapat makan
sama sekali, selain dari pada tujuan pemberian gizi enteral untuk mencegah
atau mengobati malgizi.

C. Indikasi Pemberian Gizi Enteral


Secara Umum indikasi pemberian gizi enteral untuk menjaga atau
memperbaiki status gizi, yaitu
 Pasien Malnutrisi yang diperkirakan tidak akan dapat makan dalam
waktu lebih dari 5-7 hari kedepan
 Pasien dengan status Gizi normal yang diperkirakan tidak akan dapat
makan dalam waktu lebih dari 7-9 hari kedepan
 Fase adaptif dari short bowel syndrome
 Peningkatan kebutuhan gizi yang tidak bisa dipenuhi bila hanya
melalui intake oral

4
 Kurangnya intake oral menyebabkan memburuknya status gizi atau
memperlambat proses penyembuhan dari penyakit.

1. Gangguan Mencerna Makanan Peroral Secara Adekuat


 Prematuritas
 Gangguan neurologi dan neuromuskular, cerebral palsy, dysphagia
 Penurunan kesadaran
 Tracheoesophageal fistula
 Ca pada cavum oral
 Ca pada kepala dan leher
 Ventilasi mekanik
 Refluks Gastroesophageal yang berat
 Pemberian kemoterapi
 Depresi

2. Gangguan Mencerna atau Mengabsorpsi Asupan Gizi


 Cystic fibrosis
 Short Bowel Syndrome
 Inflammatory Bowel disease
 Enteritis
 Intractable diarrhea of infancy
 Postoperasi saluran gastrointestinal
 Fistula intestinal

3. Gangguan Motilitas Saluran Pencernaan


 Chronic pseudo-obstruction
 Ileocolonic Hirschprung’s disease

4. Kelainan Psikatri & Tingkah Laku yang Mempengaruhi Asupan Gizi


Peroral
 Anorexia nervosa

5
 Gangguan tingkah lzaku yang berat, autism

5. Pankreatitis Akut/ Kronik

D. Kontradksi Pemberian Gizi Enteral


Kontradiksi pemberian gizi enteral menurut ESPEN adalah terdapat
insufisiensi fungsi gastrointestinal, kondisi gangguan metabolik berat dan
terdapatnya gangguan sirkulasi. Beberapa keadaan tersebut adalah :
 Pankreatitis akut berat
 Fistula Proximal High Output
 Ketidakmampuan untuk melakukan akses
 Diare atau muntah berat terus menerus
 Terapi agresif tidak diperlukan
 Resustansi yang tidak adekuat atau buruknya status hemodinamik
 Buruknya status metabolik
 Ileus
 Obstruksi intestinal
 Pendarahan trakus intestinal berat

E. Jalur Pemberian Makanan Enteral


Pemberian gizi enteral dapat dilakukan dengan menggunakan feeding
tube. Dukungan gizi dengan menggunakan feeding tube berdasarkan lokasi
insersi feeding tube dibedakan menjadi transnasal dan enterostomi.
1. Gizi Enteral Transnasal
Gizi enteral transnasal dikenal sebagai cara yang noninvasif, dapat
diberikan melalui orogastrik, nasogastrik, nasoduodenal, dan
nasojejunal. Gizi enteral dengan menggunakan cara tersebut dilakukan
dengan menginsersikan feeding tube melalui mulut atau hidung sampai
ke lokasi saluran cerna tertentu. Penggunaan feeding tube secara
transnasal pada umumnya digunakan sebagai pilihan terapi gizi secara
intermitten dan jangka pendek (kurang dari tiga bulan).

2. Gizi Enteral Enterostomi

6
Dukungan gizi enteral secara enterostomi dikenal sebagai cara
pemberian gizi enteral yang invasif. Pemberian gizi secara enterostomi
dapat dilakukan dengan cara gastrostomi dan jejunostomi. Formula gizi
diberikan melalui feeding tube yang terpasang pada area gastrostomi dan
jejunostomi. Pemberian gizi enteral secara gastrotomi atau jejunostomi
dianggap mampu mempertahankan posisi feeding tube dalam jangka
waktu lama (lebih dari 3 bulan), karena terfiksasi pada dinding abdomen
anterior, tidak terpengaruh gerakan pernapasan, dapat menghindari
komplikasi chronic nasal discharge, sinusitis, perkembangan yang
abnormal dari hidung, trauma psikologi, serta problem feeding di
kemudian hari.
Akses gastrotomi menggunakan feeding tube yang berukuran besar
(14- 24 Fr), makanan melalui gastrostomi dapat diberikan dalam volume
yang besar, dengan resiko oklusi yang minimal. Pada jejunostomi,
feeding tube yang digunakan berukuran lebih kecil, yaitu 9-12 Fr.
Gastrostomi dan jejunostomi dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik pemasangan secara radiologi, endoskopi, serta bedah.
Kebersihan daerah stoma harus selalu dijaga, untuk menghindari iritasi
yang berasal dari sekresi gaster, dan kemungkinan potensi infeksi.

F. Kecepatan Administrasi Gizi Enteral


1. Bolus Feeding
 Definisi
Pemberian formula entral dalam kurun waktu 5 hingga 20 menit,
dengan kecepatan maksimal 30ml/min, dengan frekuensi pemberian
3-8x/hari menggunakan gravitasi atau syringe pump.

 Indikasi
 Untuk penggunaan gastric feeding
 Fungsi gaster baik
 Reflex muntah baik

7
 Tidak terjadi muntah atau diare

2. Continuous Feedings
 Definisi
Pemberian formula enteral dalam kurun waktu 3 hingga 24 jam,
dengan frekuensi pemberian 1x/hari, menggunakan gravitasi atau
syringe pump.

 Indikasi
 Untuk pasien-pasien penyakit akut
 Fungsi gaster kurang baik
 Bolus feeding kurang dapat ditoleransi (terjadi muntah/diare)

3. Intermittent Feedings
 Definisi
Pemberian formula enteral diwaktu-waktu yang spesifik, dengan
volume yang lebih besar dari bolus feeding namun lebih kecil dari
Continuous Feedings dalam kurun waktu 30 hinggga 60 menit,
dengan frekuensi pemberian 3-4x/hari menggunakan gravitasi atau
syringe pump.

 Indikasi
 Untuk pasien-pasien yang akan melakukan rehabilitas atau
pulang dari rumah sakit
 Bolus feedings kurang dapat ditoleransi (terjadi muntah/diare)

4. Cycling Feedings
 Definisi

8
Pemberian formula enteral pada waktu malam hari, dalam kurun
waktu 8 hingga 12 jam, dengan frekuensi pemberian 1x/hari
menggunakan syringe pump

 Indikasi
Pada masa transisi pemberian gizi enteral menjadi gizi oral

G. Formula Untuk Makanan Enteral


a. Makanan/ gizi enteral formula rumah sakit (blenderized). Makanan ini
dibuat dari beberapa bahan makanan yang diracik dan dibuat sendiri
dengan menggunakan blender. Konsistensi larutan, kandungan zat gizi
dan osmolaritas dapat berubah pada setiap kali pembuatan dan dapat
terkontaminasi. fomula ini dapal diberikan melalui pipa sonde yang agak
besar, harganya relatif murah.
Contoh :
1. Makanan cair tinggi energi dan tinggi potein (susu full cream, susu
rendah laktosa, telur, glukosa, gula pasir, tepung beras, sari buah)
2. Makanan cair rendah laktosa (susu rendah laktosa, telur, gula
pasir,maizena)
3. Makana cair tanpa susu (telur,kacang hijau, wortel, jeruk)
4. Makanan khusus (rendah protein untuk penyakit ginjal, rendah purin
untuk penyakil gout, diet diabetes)

b. Makanan/gizi enteral formula komersial: Formula komersial ini berupa


bubuk yang dicairkan atau berupa cairan yang dapat segera diberikan.
Nilai gizinya scsuai kebutuhan, konsistensi dan molaritasnya tetap, dan
tidak mudah terkontaminasi.
Contoh:
1. Polimcrik : mengandun protein utuh untuk pasien dengan fungsi
saluran gastrointestinal normal atau hampir normal (panenteral,
fresubin)
2. Pradigesti : diet dibuat dengan formula khusus dalam bentuk susu
elementer yang mengandung asam amino dan lemak yang langsung

9
diserap usus untuk pasien dengan gangguan fungsi saluran
gastrointestinal (pepti 2000)
3. Diet enteral khusus untuk sirosis (aminolebane EN, falkamin)
diabetes (diabetasol), gagal ginjal (nelrisol) tinggi protein (peptisol)
4. Diet enteral tinggi serat (indovita)
1) Formula Polimerik
2) Formula Mono/ Oligomerik

H. Syarat Makanan Enteral


1. Memiliki Kepadatan Kalori Tinggi
2. Kandungan Makanan Seimbang
3. Memiliki Osmolaritas yang Sama dengan Osmolaritas Tubuh
4. Mudah Diabsorpsi
5. Tanpa atau Rendah Kandungan Laktosa
6. Bebas dari Bahan-Bahan yang Dapat Mengembangkan Purin dan
Kolesterol

I. Kandungan Zat Gizi Esensial


1. Protein
2. Asam Amino
3. Lemak
4. Vitamin
5. Mineral
6. Mikronutrien

J. Cara Pemberian Gizi Enteral


Pemberian dukungan gizi enteral dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu bolus feeding dan continuous drip feeding. Pemberian bolus feeding
dapat dilakukan di rumah sakit maupun di rumah, sementara pemberian gizi
enteral dengan menggunakan continuous drip feeding diberikan pada
penderita yang dirawat di rumah sakit.

10
1. Bolus Feeding
Pemberian formula enteral dengan cara bolus feeding dapat
dilakukan dengan menggunakan NGT/OGT, dan diberikan secara terbagi
setiap 3-4 jam sebanyak 250-350 ml. Bolus feeding dengan formula
isotonik dapat dimulai dengan jumlah keseluruhan sesuai yang
dibutuhkan sejak hari pertama, sedangkan formula hipertonik dimulai
setengah dari jumlah yang dibutuhkan pada hari pertama.
Pemberian formula enteral secara bolus feeding sebaiknya diberikan
dengan tenang, kurang lebih selama 15 menit, dan diikuti dengan
pemberian air 25-60 ml untuk mencegah dehidrasi hipertonik dan
membilas sisa formula yang masih berada di feeding tube. Formula yang
tersisa pada sepanjang feeding tube dapat menyumbat feeding tube,
sedangkan yang tersisa pada ujung feeding tube dapat tersumbat akibat
penggumpalan yang disebabkan oleh asam lambung dan protein
formula.

2. Continuous Dip Feeding


Pemberian formula enteral dengan cara continuous drip feeding
dilakukan dengan menggunakan infuse pump. Pemberian formula
enteral dengan cara ini diberikan dengan kecepatan 20-40 ml/jam dalam
8-12 jam pertama, ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan toleransi anak. Volume formula yang diberikan ditingkatkan
25 ml setiap 8-12 jam, dengan pemberian maksimal 50-100 ml/jam
selama 18-24 jam. Pemberian formula enteral dengan osmolaritas
isotonik (300 mOsm/kg air) dapat diberikan sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan, sedangkan pemberian formula hipertonis (500 mOsm/kg air)
harus dimulai dengan memberikan setengah dari jumlah yang
dibutuhkan. Pada kasus pemberian formula yang tidak ditoleransi
dengan baik, konsentrasi formula yang diberikan dapat diturunkan
terlebih dahulu dan selanjutnya kembali ditingkatkan secara bertahap.
Pemberian formula enteral yang telah disiapkan tidak boleh diberikan
lebih dari 4-8 jam, dan harus digantikan dengan formula enteral yang

11
baru. Bahan sediaan yang telah dibuka, sebaiknya disimpan di dalam
refrigator dan tidak digunakan kembali setelah 24 jam.

K. Komplikasi dan Pemantauan Gizi Enteral


Pemberian gizi enteral pada anak sakit dapat memberikan sejumlah
manfaat untuk mendukung proses penyembuhan penyakit, akan tetapi tidak
terlepas dari komplikasi yang dapat terjadi selama pemberian gizi enteral
tersebut. Komplikasi gizi enteral meliputi komplikasi mekanik,
gastrointestinal, dan metabolik. Komplikasi mekanik meliputi lesi dekubitus,
obstruksi kateter, kateter displacement. Komplikasi gastrointestinal meliputi
regurgitasi, aspirasi, muntah, diare, konstipasi, pneumatosis intestinal, dan
nekrosis jejunal. Komplikasi metabolik meliputi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, hiperglikemi, dan refeeding syndrome. Pada
pemberian gizi enteral harus dilakukan monitoring secara ketat selama
pemberian gizi enteral dan mewaspadai timbulnya komplikasi yang mungkin
terjadi. Pemantauan gizi enteral dapat dilakukan sesuai dalam tabel.

Tabel 3 . Pemantauan Gizi Enteral


 Berat badan (minimal 3 kali/minggu)
 Tanda-tanda edema (setiap hari)
 Tanda-tanda dehidrasi (setiap hari)
 Intake dan output cairan (setiap hari)
 Asupan kalori, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral (minimal 2 kali/
minggu)
 Keseimbangan Nitrogen ( Nitrogen urea urine 24 jam) (Tiap minggu)
 Sisa cairan gastrik (setiap 4 jam)
 Konsistensi BAB (setiap hari)
 Elektrolit serum, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, dan hitung sel darah (2-
3
 kali/ minggu)
 Profil kimia darah, yaitu protein serum total, albumin, prealbumin, kalsium,
magnesium,
 fosfor, dan tes fungsi hepar (setiap minggu)

12
Bahan formula Bahan formula
Bahan formula awal
modifikasi 1 modifikasi 2
Tepung susu 45 gram Tepung 30 gram Tepung susu 30 gram
full cream susu full full cream
cream
Tepung susu 50 gram Tepung 35 gram Gula pasir 63 gram
skim susu skim
Gula pasir 63 gram Gula pasir 63 gram Tepung 10 gram
tempe
Tepung 10 gram Tepung 10 gram Tepung susu 50 gram
tempe tempe whey
Putih telur 70 gram Tepung 30 gram Putih telur 70 gram
ikan lele
Minyak 8 gram Putih telur 70 gram Minyak 8 gram
zaitun zaitun
Minyak 8 gram
zaitun

CARA PEMBUATAN FORMULA 1


• Tepung ikan lele direbus dengan air matang (100 ml).
• Kocok putih telur sebentar, lalu masukkan ke dalam rebusan tepung
ikan lele.
• Tambahkan minyak zaitun, kemudian di blender.
• Masukkan susu full cream, susu skim, dan tepung tempe yang sudah
diseduh dalam 200 ml.
• Kemudian blender. Tambahkan air matang sampai volume 780 ml.
Kemudian saring.
• Rebus dengan suhu < 80°C
• Makanan cair siap disajikan

CARA PEMBUATAN FORMULA 2


• Tepung susu whey dilarutkan dengan air matang (100 ml).
• Kocok putih telur sebentar, lalu masukkan ke dalam rebusan tepung
ikan lele.

13
• Tambahkan minyak zaitun, kemudian di blender.
• Masukkan susu full cream, susu skim, dan tepung tempe yang sudah
diseduh dalam 200 ml.
• Kemudian blender. Tambahkan air matang sampai volume 500 ml.
Kemudian saring.
• Rebus dengan suhu < 80°C
• Makanan cair siap disajikan

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

Trina, Hanna. 2012. “Pengendalian Mutu dalam Proses Pembuatan Makanan


Enteral di Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi, Jawa Barat”. Fakultas
Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor
Sri, Ety. 2006. “Nestle Health Science : Gizi Enteral”. Netsle Nutrition Health
Care. Switzerland.
Gurnida, Dida. 2010. “Pemberian Dukungan Gizi Pada Anak Sakit: Enteral dan
Parenteral”. Fakultas Kedokteran. Universitas Padjadjaran Bandung.

16

Anda mungkin juga menyukai