Skripsi Annisa Dilla Siregar
Skripsi Annisa Dilla Siregar
Skripsi Annisa Dilla Siregar
Tahun 2015)
SKRIPSI
OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
ABSTRAK
*
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
**
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
***
Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat dan
PN MDN).” Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam
bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
Universitas Sumatera Utara atas semua dukungan yang besar terhadap seluruh
2. Prof Dr. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakulas Hukum
3. Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
4. Dr. Jelly Leviza SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Utara.
5. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen dan Dosen
ii
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam
Sumatera Utara yang telah membimbing dan membantu penulis selama masa
perkuliahan.
10. Teristimewa kepada Papa Dedy Irwandi Siregar, dan Mama Tetty
11. Terima kasih kepada Kakak dan Adik Tersayang Tasya Nadhifah Siregar dan
12. Terima kasih kepada sahabat saya Eliza Ratna Amelia Tarigan, Tania
penulis
iii
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ..................................................................................................... i
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Permasalahan ............................................................................ 9
F. Keaslian Penulisan.................................................................... 12
v
BAB III : PENGATURAN TENTANG ANAK MENURUT HUKUM
PERDATA DI INDONESIA
K/Pdt/2015 PN MDN
2010…………………………………………………………… 80
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 84
B. Saran ...................................................................................... 86
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-
1974 tentang Perkawinan menurut pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara pria
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah apabila memenuhi pasal 2 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 yaitu
1
2
apabila dilahirkan anak di dalam suatu perkawinan yang tidak dicatatkan maka
Anak sebagai hasil dari suatu perkawinan merupakan bagian yang sangat
penting kedudukannya dalam suatu keluarga. Sebagai amanah, maka orang tuanya
keperluannya sampai dewasa. Anak belum tentu hanya lahir dari perkawinan yang
sah, bahkan ada kelompok anak yang lahir sebagai akibat dari perbuatan zina.
Anak-anak yang tidak beruntung ini oleh hukum dikenal dengan sebutan anak luar
kawin. Sebagai anak tidak sah atau anak luar kawin, dalam kedudukan hukum,
yaitu yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan mereka tentu saja amat tidak
menguntungkan, padahal kehadiran mereka di dunia ini adalah atas kesalahan dan
kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya
saja. Artinya si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya, baik
Bagi mereka yang tunduk kepada hukum perdata, atas persetujuan ibu, seorang
Seorang anak luar kawin karena tidak ada hubungan perdata antara dia
dengan sanak keluarga dari orang tuanya, maka sebagian besar berada diluar
2
Memed Humaedillah, Status Hukum Akad Nikah Wanita Hamil dan Anaknya, cet. I,
Jakarta, Gema Insani Pers, 2002, hal. 44
3
Ibid
4
Undang-undang tentang Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974. LN No. 1 Tahun 1974 .
3
ikatan keluarga. Tetapi terhadap si ibu dan si ayah anak luar kawin itu mempunyai
kedudukan hukum dari anak yang tidak sah. Dijaman dimana orang menganggap
kekuatan ikatan keluarga merupakan tiang penyangga yang paling penting untuk
tata tertib masyarakat, maka kedudukan hukum anak luar kawin itu tidaklah
begitu baik. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yaitu Negara yang
menghendaki agar fungsi hukum itu dijalankan dan ditegakkan, harus dihormati
serta ditaati oleh siapapun juga baik oleh masyarakat maupun pemimpin Negara.
Hukum perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang
satu dengan yang lainnya serta hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
melangsungkan suatu perkawinan, harus tunduk pada norma hukum yang berlaku.
dengan anak-anaknya.6
merupakan suatu masalah yang luar biasa, sehingga seringkali terjadi kelahiran
5
A. Pilto, Hukum Waris menurut KUHPerdata, (Jakarta,Intermasa, 2001), Hal 51.
6
Wahyono Darmabrata (a), Hukum Perdata Asas-Asas Hukum Orang dan Keluarga,
(Jakarta, Gitamajaya, 2004), hal. 2.
4
seorang anak di luar suatu ikatan perkawinan sah. Anak yang lahir di luar suatu
ikatan perkawinan sah. Pada saat ini sering kali terjadi pergaulan bebas antara pria
dan wanita. Mereka melakukan hubungan seksual di luar perkawinan yang tidak
sah tanpa memikirkan akibat yang akan timbul. Hubungan seksual pra nikah
Akibat dari hubungan seksual di luar kawin antara lain adalah lahirnya
anak di luar perkawinan yang menyebabkan status anak tersebut adalah anak luar
kawin. Jika bapak dari anak luar kawin tersebut mau bartanggung jawab terhadap
anak tersebut dengan mengakuinya dan mengesahkannya maka anak tersebut akan
memiliki hubungan hukum (perdata) dengan bapaknya. Tetapi jika bapak dari
anak luar kawin tidak mau bertanggung jawab dengan mengakuinya maka anak
tersebut tidak memiliki hubungan hukum (perdata) dengan bapaknya. Hal ini akan
akan menimbulkan kerugian baik bagi pihak anak maupun ibu yang melahirkan
anak tersebut. Dari pihak anak, ia tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan
dapatkan hanya dari ibunya saja. Dari pihak ibu, ia harus memberikan
sebagai anak haram, yaitu anak yang tak menentu siapa bapaknya, artinya anak
yang lahir tersebut hanya mempunyai status serta hubungan biologis dan yuridis
7
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta, AMZAH, 2012),
hlm. 234.
5
dengan ibu kandungnya saja, tidak mempunyai hubungan yuridis dengan seorang
ayah. Hal ini disebabkan oleh tidak jelasnya siapa yang menjadi ayah dari anak
Hal ini akan akan menimbulkan kerugian baik bagi pihak anak maupun
ibu yang melahirkan anak tersebut. Dari pihak anak, ia tidak mendapatkan haknya
bapak-ibunya, tetapi ia dapatkan hanya dari ibunya saja. Dari pihak ibu, ia harus
tersebut tanpa bantuan dari bapaknya. Hal ini dimungkinkan terjadi pada anak luar
2 golongan :8
1. anak sah adalah anak yang dilahirkan dari atau sebagai akibat dari
tahun 1974 diatur di dalam Bab IX (Pasal 42 - Pasal 44) berjudul Kedudukan
Anak. Pembedaan golongan anak (anak sah dan anak luar kawin), menyebabkan
adanya perbedaan hubungan hukum (perdata) antara anak sah dan anak luar kawin
Anak yang dilahirkan di luar kawin, perlu diakui oleh ayahnya atau ibunya
supaya ada hubungan hukum.Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 280
8
R Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang Dan Keluarga,
(Bandung, Alumni, 1986), hal. 132.
6
1 tahun 1974 seorang anak luar kawin hanya memiliki hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya. Dengan adanya pembedaan golongan anak tersebut,
adanya pandangan bahwa anak yang sah dianggap sebagai dambaan orang tua
karena merupakan hasil dari perkawinan. Sedangkan untuk anak luar kawin bukan
merupakan sesuatu yang dapat didambakan dan merupakan aib yang memalukan.
luar kawin dapat menjadi anak sah, yaitu dengan cara pengabsahan anak.9
tersebut maupun dari ibunya dan dengan pengabsahan tersebut anak tersebut
kedudukan hukumnya sama dengan anak sah. Selain itu pengabsahan ini
dengan ayahnya.10
Seorang anak, terlepas dari apakah anak tersebut anak sah atau anak luar
kawin mereka tidak meminta untuk dilahirkan. Mereka memiliki hak yang sama
9
Pasal 280 kitab Undang-Undang Hukum Perdata
10
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, (Surabaya, Airlangga
University Press, 2000), hlm. 16.
7
dengan wajar.
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, maka dalam
hal ini kedudukan anak luar kawin tersebut tidak memilki hubungan keperdataan
11
Pasal 43, Op.Cit, Undang-Undang Perkawinan
8
dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah
sebagai ayahnya.
Salah satu contoh permasalahan tentang kedudukan anak luar kawin adalah kasus
dalam putusan Putusan MA No. 1113 K/Pdt/2015. Dalam kasus ini Nelly
Purnama Sari Boenjamin adalah satu-satunya anak kandung dan ahli waris yang
sah dari perkawinan Alm. Sahar Boenjamin sesuai dengan Akta Keterangan Hak
Waris tanggal 8 Nopember 2001 Nomor 07/HW/2001. Ayah Nelly Purnama Sari
ada melakukan hidup bersama dengan perempuan yang tidak diikat dengan tali
perkawinan yang sah menurut hukum yakni Jie Choen Koei yang dimana
dan Hadi Boenjamin. Dinilah timbul permasalahan antara anak sah dan anak luar
hukum yang adil terhadap status setiap anak yang dilahirkan dan hak-hak yang
ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan diluar pernikahan yang sah
133 K/Pdt/2015)”.
9
B. Rumusan Masalah
Indonesia ?
2015?
C. Tujuan Penulisan
Indonesia ?
1113K/Pdt/ 2015?
D. Manfaat Penulisan
maka dengan demikian, dari penulisan ini diharapkan akan dapat memberi manfaat,
antara lain :
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan masukan kepada masyarakat
dan bagi para praktisi hukum, khususnya bagi anak kuar kawin agar lebih
E. Tinjauan Pustaka
1. Perkawinan
hukum mengatur masalah perkawinan ini secara detail. Yang dimaksud dengan
perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita
sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa, yang harus juga
Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang
tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah
sempurna di mata hukum seperti anak sah pada umumnya, dengan kata lain anak
tersebut adalah anak yang tidak dilahirkan di dalam atau sebagai akibat suatu
Selain itu anak luar kawin juga dapat diartikan sebagai anak yang dilahirkan
karena zina akibat dari hubungan suami atau istri dengan lakilaki atau perempuan
serta anak yang dilahirkan di luar nikah karena sumbang (incest), yaitu akibat
3. Mahkamah Konstitusi
disamping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Hal ini
satu kekuasaan kehakiman, selain ditegaskan pada Pasal 24 ayat (2) UUD 1945,
juga disebut pada Pasal 2 UU No. 4 tahun 2003 yang berbunyi, “Penyelenggaraan
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
12
J. Satrio, Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak dalam Undang-Undang, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 103
13
Harun Utuh, Anak Luar Nikah: Status Hukum dan Perlindungannya, PT Bina Ilmu,
Surabaya, 2007, hal. 28
12
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”14
UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang berbunyi,
pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
1945.”
F. Keaslian Penulisan
fakta-fakta yang akurat dan dari sumber yang terpercaya, sehingga skripsi ini
tidak jauh dari kebenarannya. Penulisan Skripsi yang berjudul “Kedudukan Anak
Menurut Hukum Perdata (Studi Putusan No. 133 K/Pdt/2015 PN.Mdn Tahun
2015)” adalah hasil pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan
Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan, pemikiran, dan usaha
14
Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan
Kembali Perkara Perdata,(Jakarta, Sinar Grafika, 2008) , 14.
13
penulis tanpa adanya unsur penipuan, penjiplakan, atau hal-hal lain yang dapat
atas semua isi yang terdapat di dalam skripsi ini dan keaslian penulisan skripsi ini.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu, atau mengenai gejala
yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. 15
2. Metode Pendekatan
ilmiah, tetapi juga menggunakan bahan- bahan yang sifatnya normatif itu dalam
pembahasan.
Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang terdiri dari penelitian yang
berupa usaha inventarisasi hukum positif, usaha penemuan asas-asas dan dasar
falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif dan usaha penemuan hukum in
tertentu.
15
Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.I, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung,2004, hal. 50.
14
3. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang
Nomor 46/PUU-VIII/2010.
mengenai bahan hukum primer. Yang digunakan dalam hal ini berupa
Bahan hukum tersier yang digunakan berupa kamus, baik kamus bahasa
dalam penulisan karya ilmiah ini adalah studi kepustakaan (library research),
yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagi literatur yang relevan dengan
permasalahan skripsi ini seperti buku-buku, makalah, artikel dan berita yang
16
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Ed.1, cet.7, (Jakarta,
PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13-14
15
diperoleh penulis dari internet yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh
teori-teori atau bahan-bahan yang berkaitan dengan judul tulisan yaitu mengenai
5. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini dengan
cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau
skripsi ini.
H. Sistematika Penulisan
BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain
sistematika penulisan.
BAB III: Bab ini merupakan Pengaturan tentang Anak Menurut Hukum
BAB IV: Bab ini merupakan Analisis Hukum terhadap Putusan Nomor
Nomor 46/PUU-VIII/2010.
BAB II
sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan
kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang
meresmikan hubungan antar pribadi yang pada umumnya dimulai dan diresmikan
keluarga.17
M. Idris Ramulyo juga berpendapat bahwa Kawin (nikah) menurut arti asli
ialah hubungan seksual tetapi menurut arti hukum ialah aqad atau perjanjian yang
menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan
yang dimiliki oleh setiap manusia, dimana kebutuhan manusia untuk melakukan
perkawinan, ini juga telah diakui sebagai salah satu hak azasi manusia yang
dalam kehidupan masyarakat kita, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut
calon mempelai wanita dan pria saja, tetapi orang tua kedua belah pihak, saudara-
17
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Perkawinan, http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan,
diakses pada 23 Desember 2018
18
M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis Dari Undang-undang
No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), Bumi Aksara, Jakarta, 1966, hal. 1
17
18
Istilah perkawinan dalam agama dikatakan sebagai nikah, yang dalam hal
ini Soemiyati mengatakan bahwa nikah adalah melakukan suatu aqad atau
perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan wanita untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela
dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup
berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara yang
Perkawinan dalam bahasa Arab adalah nakaha yang mempunyai arti yang
luas, akan tetapi dalam hukum islam mempunyai arti tertentu. Nikah adalah suatu
perjanjian untuk mensahkan hubungan seorang pria dam seorang wanita untuk
melanjutkan perkawinan. Hal demikian dapat disimpulkan dari firman Allah SWT
dalam surat An-Nisa ayat 24 yang artinya: “Dan dihalalkan (dibolehkan) kepada
kamu mengawini perempuan–perempuan selain dari yang tersebut itu, jika kamu
menghendaki mereka dengan mas kawin untuk perkawinan dan bukan untuk
perbuatan jahat”.20
perhubungannya dengan hukum perdata saja, lain dari itu adalah tidak. Kitab
19
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty,
Yogyakarta, 1982, hal. 8
20
Abdul Ghofur Anshory, Hukum Perkawinan Islam Prespektif Fikih dan Hukum Positif,
Yogyakarta, UII Press, 2011, hlm .11
19
yang tata cara dan pelaksanaannya diserahkan kepada adat masyarakat atau agama
Nomor 1 Tahun 1974, yang mana pengertian perkawinan menurut Pasal 1 adalah
sebagai berikut :
”Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
Esa.”
Nomor 1 Tahun 1974 dengan pengertian perkawinan yang terdapat di dalam Pasal
menganggap perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri, maksud dari ikatan lahir bathin ialah bahwa
ikatan tersebut tidak cukup diwujudkan dengan ikatan lahir saja, tetapi harus
21
Asyari Abdul Ghofar, Hukum Perkawinan Antar Agama Menurut Agama Islam,
Kristen Dan Undang-Undang Perkawinan, CV. Gramada, Jakarta, 1992, Hal 16.
20
terwujud pula ikatan bathin yang mana akan mendasari ikatan lahir tersebut agar
memiliki kekuatan (tidak rapuh) atau hanya merupakan hubungan sesaat saja.
telah ditetapkan oleh negara, untuk mencapai keluarga bahagia. Sementara itu,
yang penting yang mengakibatkan keluarnya warga lama di satu pihak dan lain
pihak berarti masuknya wargabaru dan serta merta mempunyai tanggung jawab
berikut :
denganseorang wanita.
22
Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar Agama Dan Permasalahannya, Pionir Jaya,
Bandung, 2000, hal. 11.
21
Perkawinan adalah sesuatu yang sakral, sesuatu yang amat penting bagi
itu adalah bagian dari ibadah. Tujuan sebuah perkawinan bagi orang beragama
harus merupakan suatu alat untuk menghindarkan diri dari perbuatan buruk dan
menjauhkan diri dari dosa. Dalam konteks inilah pasangan yang baik dan cocok
memperkuat rasa saling mencintai dan menyayangi yang ada dalam diri mereka,
dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani manusia, juga
dalam menjalankan hidupnya di dunia ini, juga untuk mencegah perzinaan, agar
23
M. Idris Ramulyo, Op. Cit, hal. 26.
22
4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari
Lebih jelasnya mengenai tujuan dan faedah perkawinan di atas maka akan
suami istri yang hidup berumah tangga tanpa seorang anak, tentu
kemudian hari.
24
Soemiyati, Op. Cit, hal. 12
23
dan perempuan memiliki daya tarik. Daya tarik ini adalah kebirahian atau
secara sah.
aman dari keretakan sosial. Bagi orang yang memiliki pengertian dan
pemahaman akan nampak jelas bahwa jika ada kecenderungan lain jenis
yang halal. Maka manusia baik secara individu maupun kelompok akan
menikmati adab yang utama dan ahklak yang baik. Dengan demikian
4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis utama dari
masyarakat yang besar atas dasar kecintaan dan kasih sayang. Ikatan
perkawinan adalah ikatan lahir batin yang berupa asas cinta dan kasih
perkawinan. Diatas rasa cinta dan kasih sayang inilah kedua belah pihak
tangga yang bahagia. Dari rumah tangga inilah kemudian lahir anakanak,
24
perkawinan, tidak mungkin ada keluarga dan dengan sendirinya tidak ada
ada peradaban. Hal ini sesuai dangan pendapat Mohammad Ali yang
dari perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dari rumusan pasal tersebut dapat
bahagia dan kekal. Suami istri perlu saling membantu agar masing-masing dapat
maupun material. Soedharyo Soimin dalam hal ini mengatakan bahwa tujuan
hubungan yang erat sekali dengan agama, sehingga bukan saja mempunyai unsur
lahir atau jasmani, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan penting
Jadi perkawinan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam hal
ini perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita dengan tujuan material, yaitu
Maha Esa mengartikan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan agama atau kerohanian, dalam hal perkawinan di setiap agama pasti
mempunyai suatu tujuan yang jelas, tujuan perkawinan tersebut diharapkan dapat
membuat suatu ketenangan (sakinah) dalam hubungan rumah tangga dengan dasar
agama.
sebagai berikut:
25
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hal. 6
26
depan.
Indonesia dalam praktiknya masih berlaku tiga macam sistem hukum perkawinan,
yaitu:
26
Abdul Ghofur Anshory, Hukum Perkawinan Islam Prespektif Fikih dan Hukum Positif,
Yogyakarta, UII Press, 2011, hlm 1-2.
27
hukum Islam. Menurut KUHPerdata Perkawinan ialah pertalian yang sah antara
suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat- syarat
unsureunsur yang lain ditempatkan dalam uraian mengenai maksud, tujuan atau
“perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
Nomor 1 Tahun 1974 perlu dipahami benar-benar oleh masyarakat , oleh karena ia
27
Soebekti, Pokok – Pokok Hukum Perdata,Jakarta, Intermasa, 2003, hlm. 23
28
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta, UI Press, 2009, hlm.47
28
merupakan landasan pokok dari aturan hukum perkawinan lebih lanjut, baik yang
bahwa dalam sebuah perkawinan terdapat dua aspek yang saling terkait erat,
yaitu:
1. Aspek Formil (Hukum), hal ini dinyatakan dalam kalimat “ikatan lahir
secara lahir, juga mempunyai ikatan batin yang dapat dirasakan terutama
oleh yang bersangkutan dan ikatan batin ini merupakan initi dari
perkawinan itu.
yang bahagia dan kekal” dan berdarkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”,
Jika dilihat dari rumusan perkawinan seperti tersebut di atas, maka pada
dasarnya nikah itu merupakan suatu perjanjian perikatan antara seorang pria dan
29
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 2007,
hlm.61
29
melaksanakan ikatan persetujuan (akad) antara seorang pria dan seorang wanita
atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak, yang dilakukan oleh wali
Menurut Sayyiq Sabiq dalam Fikih Sunnah, perkawinan merupakan salah satu
sunatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik manusia, hewan,
maupun tumbuh-tumubuhan.31
Tujuan nikah adalah mensahkan persekutuan antara pria dan wanita, serta
untuk menumbuhkan cinta kasih antara yang satu dengan yang lain dan
mewajibkan yang satu menjadi teman hidup bagi yang lainnya. Secara terperinci
30
Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hlm.13&174
31
Ibid, hlm.20
32
Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di
Indonesia, Surabaya, Universitas Airlangga, 1988, hlm.27-29
30
akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah
mengatur didalamnya.
izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila
4. Dalam Pasal 4 ayat (1) menentukan bahwa dalam hal seorang suami akan
beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tesebut dalam pasal 3 ayat (2)
Pasal 10 KHI.
dan rahmah.
3. Kemudian dalam Pasal 5 ayat (1) KHI menentukan bahwa agar terjamin
dicatat, lalu dijelaskan dalam Pasal 6 ayat (1) untuk memenuhi ketentuan
Selain itu, keabsahan perkawinan diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UUP.
1. Syarat Materiil
Syarat materill adalah syarat yang berkaitan dengan para pihak yang akan
Perkawinan, dan khusus bagi mereka yang pegawai negeri sipil masih
Syarat yang pertama ini terdapat pada Pasal 6 ayat (1) Undang-undang
masing harus saling setuju untuk mengikat tali perkawinan dengan nya,
33
Gatot Supramono, 1998, Segi-segi Hukum Hubungan Luar Nikah, Jakarta, Penerbit
Djambatan, hlm 14-15
34
Ibid, hlm 15
35
Ibid, hlm 15
33
sebelumnya dimana pada waktu itu terjadi kawin paksa. Seorang anak
harus patuh pada orang tuanya untuk bersedia dijodohkan dengan orang
menunjuk Pasal 27 ayat (1) apabila paksaan untuk kawin itu dilakukan di
sumi isteri itu dianggap telah masak jiwa raganya untuk melangsungkan
c. Ada izin dari kedua orang tua atau walinya bagi calon mempelai yang
36
Ibid. hal.16
34
Mengenai izin untuk melakukan perkawinan dari kedua orang tua atau
tahun ke atas tidak perlu ada izin yang demikian. Hemat kami karena
perkawinan ini sehingga tidak perlu meminta izin orang tua atau walinya.
keatas;
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
tiri;
bibi/paman susuan;
dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
35
hendak beristeri lebih dari seorang, harus ada alasan yang sah untuk itu.
2. Syarat Formil
perkawinan itu hanya di bawah tangan. Dan masih ada sebagian masyarakat
37
Ibid. hal.17
36
yang melaksanakan seperti ini. Syarat- syarat formil yang harus dipenuhi
a. Pemberitahuan
Dalam Pasal 3 PP No. 9 Tahun 1975 ditetapkan, bahwa setiap orang yang
tentang Pencatatan Nikah, Talat, dan Rujuk. Sedangkan bagi orang yang
b. Penelitian
tertulis/izin pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4)
isteri atau suami yang terdahulu atau dalam hal perceraian surat
mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri karena sesuatu alasan
c. Pengumuman
d. Pelaksanaan
perkawinan harus memenuhi dua syarat, yaitu syarat materiil dan syarat formil.
Syarat materiil yaitu syarat yang berkaitan dengan inti atau pokok dalam
38
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga
(Personen en Familie-Rcht), Surabaya, Airlangga University Press, 2008, 19.
39
KUH Perdata);
4. Seorang wanita yang pernah kawin dan hendak kawin lagi harus
5. Harus ada izin dari orang tuanya atau walinya bagi anak-anak yang
belum dewasa dan belum pernah kawin (Pasal 34 sampai dengan Pasal
49 KUH Perdata).
39
Ibid. Hal.25
40
“Tentang Perkawinan”, http://m00y5u5ak.wordpress.com/tag/kuhper/
40
c. Dalam hal kedua belah pihak calon suami istri tidak berdiam di daerah
Perdata).
perkawinan itu sudah dicatat atau didaftarkan pada Kantor Catatan Sipil. Selama
pekawinan itu belum terdaftar, maka pekawinan itu belum di anggap sah menurut
ketentuan hukum, walaupun telah memenuhi prosedur dan tata cara menurut
ketentuan agama.
samping tidak adanya halangan. Bila sebaliknya, maka dihukumi sebagai fasad
atau batal. Suatu perbuatan hukum yang sah memilki implikasi hukum berupa hak
dan kewajiban. Demikian pula halnya dengan perbuatan hukum perkawinan. Dari
perkawinan yang sah timbul hak untuk bergaul sebagai suami istri, hak saling
41
mewarisi, kewajiban menafkahi anak dan istri, dan lain-lain. Syarat sahnya
yang berlaku.
dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi”.41
41
Andi Tahir Hamid. Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama Dan Bidangnya
(Jakarta, Sinar Grafika, 2005) hal. 18
42
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-Undangan,
Hukum Adat, Hukum Agama. ( Bandung, Mandar Maju, 1990) hal. 34
42
terhadap suami dan isteri, harta kekayaan maupun anak yang dilahirkan dalam
UUP),
b. Hak dan kedudukan isteri seimbang dengan hak dan kedudukan suami
suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. (Pasal 31
43
Siska Lis Sulistiani, 2015, Keududukan Hukum Anak Hasil Perkawinan Beda Agama
menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, Bandung, PT Refika Aditama, hlm.9
43
a. Anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah adalah anak yang
Salah satu akibat hukum dari perkawinan yang sangat penting yaitu
Pengertian waris diatur dalam Pasal 833 KUH Perdata yakni pewarisan sebagai
suatu proses perpindahan hak milik dari seseorang kepada orang lain atas segala
barang, segala hak dan segala piutang dari seseorang yang meninggal dunia
kepada para ahli warisnya. Pada dasarnya pewarisan adalah suatu perpindahan
segala hak dan kewajiban seseorang yang meninggal kepadapara ahli warisnya.
Dan secara singkat dapat juga dikatakan bahwa definisi dari hukum waris menurut
KUH Perdata ini adalah perpindahan harta kekayaan dari orang yang meninggal
kepada orang yang masih hidup, jadi bukan hanya ahli waris dalam pengertian
keluarga dekat (sebagaimana hukum Islam), namun juga orang lain yang ditunjuk
meninggal dunia kepada ahli warisnya, akan tetapi proses tersebut tidak dapat
macam yakni:
ahli waris ab intestato ini. Dalam Pasal 832 KUH Perdata, dinyatakan
45
bahwa yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sederajat baik
sah maupun di luar kawin yang diakui, serta suami isteri yang hidup
terlama. 44
menerima ahli waris dengan cara menggantikan, yakni ahli waris yang
pewaris. Ahli waris bij plaatvervuling ini diatur dalam Pasal 841
waris dibagi menjadi empat macam yang disebut golongan ahli waris, terdiri dari:
kehendak sendiri maupun karena penggantian dan suami atau isteri yang
hidup terlama. Bagian anak adalah sama dengan tidak membedakan laki-
laki dan perempuan besar, besar maupun kecil. (Pasal 852 KUH Perdata)
dan bagian suami atau isteri dipersamakan dengan anak sah (Pasal 852a
KUH Perdata).
44
R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 221
45
R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 224-225.
46
1. 1/3 bagian jika tidak ada suami atau isteri yang ada hanya ibu atau
bersama 2 saudara,
1. 1/3 jika seorang diri atau ahli waris hanya ibu, bapak dan seorang
saudara dan atau ahli waris hanya bapak atau ibu bersama 2 orang
saudara.
3. ¾ jika lebih dari 2 orang dan atau bersama dengan ahli waris terdiri
dari bapak/ibu.
3. Golongan ketiga adalah sekalian keluarga yang dalam garis lurus ke atas,
baik dari garis ayah (kakek) maupun ibu (nenek) yakni ayah dan ibu dari
ayah dan ibu dan ayah dan ibu dari pewaris. Yang terdekat mendapat ½
bagian dengan mengeyampingkan segala ahli waris lain (Pasal 850, 853
dan 858 KUH Perdata) dan dibagi dua (kloving) satu bagian untuk
“bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan juga tidak ada
keluarga sedarah yang masih hidup dalam salah satu garis ke atas, maka
separuh dari harta peninggalan itu menjadi bagian dari keluarga sedarah
47
dalam garis ke atas yang masih hidup, sedangkan separuh lagi menjadi
bagian dari keluarga sedarah garis ke samping dari garis ke atas lainnya,
Ahli waris berdasarkan wasiat adalah orang yang ditunjuk atau diangkat
oleh pewaris dengan surat wasiat sebagai ahli warisnya (erfstelling), yang
kemudian disebut dengan ahli waris ad testamento. Wasiat atau testamen dalam
setelah ia meninggal dunia. Pada asasnya suatu pernyataan kemauan terakhir itu
ialah keluar dari satu pihak saja (eenzijdig) dan setiapwaktu dapat ditarik kembali
(herroepen) oleh pewasiat baik secara tegas (uitdrukklijk) atau secara diam-diam
(stilzwijdend).
Aturan testamen yang terdapat dalam Pasal 874 KUH Perdata ini
legitime portie dalam pasal 913 KUH Perdata. Dan yang paling lazim adalah
suatu testamen berisi apa yang dinamakan erfstelling yaitu penunjukkan seseorang
atau beberapa orang menjadi ahli waris yang akan mendapat harta warisan seluruh
Dalam Pasal 830 KUH Perdata disebutkan bahwa pewarisan hanya terjadi
karena kematian, ini berarti hanya kematian sajalah yang menjadi sebab mewaris
meninggalnya itu. Biasanya dianggap sebagai yang menentukan ialah saat jantung
48
spesifik mengenai sebab-sebab para ahli waris berhak menerima warisan adalah:
1. Hidup pada saat warisan terbuka. Seorang ahli waris menerima warisan
menjadi ahli waris tidak dinyatakan orang yang tidak patut untuk
orang yang masih hidup dan tidak diwakili dengan cara penggantian
Perdata) yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan
hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat;
49
BAB III
INDONESIA
Adanya anak menunjukan adanya bapak dan ibu yang melahirkan anak itu,
atau dengan kata lain adalah hasil dari terjadinya suatu persetubuhan antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan, maka lahirlah seorang anak yang
mana laki-laki itu adalah bapaknya dan perempuan itu adalah ibunya.46
Defenisi anak secara umum belum dapat kita tentukan secara pasti karena
didasarkan pada batasan usia anak menurut hukum yang ada di Indonesia seperti:
hukum pidana, hukum perdata, hukum adat dan hukum islam. Secara
mengenai Hak Anak atau United Nation Convention on The Right of The Child
Pelaksanaan Peradilan Anak atau United Nation StandardMinimum Rules for The
46
Djoko Prakoso, Op.Cit, hlm.122
50
51
Deklarasi Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights Tahun
1948.47
Sebaliknya , dalam Convention on The Right Of the Child tahun 1989 yang telah
dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun.
tahun.48
47
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, hal 33
48
(http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-anak-menurut-definisi-ahli.html),
diakses pada tanggal 23 Desember 2018
49
( http://anggara.org/2013/08/21/anak-di-bawah-umur-dan-dewasa/), diakses pada
tanggal 23 Desember 2018
52
2. Dalam KUH Perdata dibedakan dalam Pasal 421 dan Pasal 426 yang
usia dewasa sendiri ditentukan dalam Pasal 330 KUH Perdata yaitu 21
tahun.
tahun.
cukup baik selain hanya umur dibawah dewasa. Tak ada petunjuk bagaimana
Mahkamah Agung menafsirkan belum dewasa dalam perbuatan yang diatur dalam
Pada saat KUHP dibuat tentu rujukan untuk melihat anak, dibawah umur,
dan dewasa adalah merujuk pada KUH Perdata, namun dengan diundangkannya
Perlindungan Anak apakah rujukan kepada KUH Perdata masih cukup tepat
53
mengingat ada prinsip peraturan yang baru mengalahkan peraturan yang lama.
Premis yang dibangun oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa 18 tahun dalam UU
Perlindungan Anak merujuk pada soal hukum pidana anak dan hukum acara
anak, defenisi anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun dan bahkan
tentang Pengadilan Anak, anak adalah orang yang dalam perkara anak telah
mencapai usia 8 tahun tetapi belum mencapai usia 18 tahun dan belum pernah
defenisi menurut hukum Islam dan hukum Adat. Menurut hukum Islam dan
dewasa bukan dari usia anak, karena masing-masing anak berbeda usia untuk
dari tanda-tanda pada seseorang apakah seseorang itu sudah dewasa atau belum.
Artinya seseorang dinyatakan sebagai anak apabila anak tersebut belum memiliki
50
Ibid.
54
hukum Islam. Ter Haar, seorang tokoh adat mengatakan bahwa hukum Adat
memberikan dasar untuk menentukan apakah seseorang itu anak-anak atau orang
dewasa yaitu melihat unsur yang dipenuhi seseorang, yaitu apakah anak tersebut
sudah kawin, meninggalkan rumah orang tua atau rumah mertua dan mendirikan
perkembangannya. Selain itu, anak merupakan bagian dari keluarga dan keluarga
memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk
terminologi tersebut pada prinsipnya, anak adalah pribadi yang memiliki peranan
strategis dalam mengemban tanggung jawab masa depan bangsa, namun anak
Adapun secara biologis anak merupakan hasil dari pertemuan sel telur
seorang perempuan yang disebut ovum dengan spermatozoa dari laki-laki yang
kemudian menjadi zygot, lalu tumbuh menjadi janin. Sehingga secara biologis
tidak mungkin seorang anak lahir tanpa adanya kontribusi laki-laki dan
perempuan. Tetapi hal ini berbeda dari sisi yuridis, seorang anak terkadang lahir
yang sah (anak luar kawin), maka si anak hanya akan memiliki ibu sebagai orang
51
Marlina, Op.Cit, hal.34
52
Siska Lis Sulistiani, Op.Cit, hlm 15-16
55
tuanya, sedangkan KUH Perdata menganut prinsip yang lebih tegas bahwa tanpa
adanya pengakuan dari kedua orang tuanya, maka si anak dapat dipastikan tidak
Berbicara mengenai anak, perlu digaris bawahi bahwa Setiap anak berhak untuk
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat
2014 mengenai Hak dan Kewajiban Anak. Berikut merupakan hak- hak anak
bimbungan orangtua
sosial.
53
Ibid, hlm.16
56
diri.
manusiawi.
12. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
13. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
Dan dalam Konvensi PBB tentang Hak- hak Anak yang ditanda tangani oleh
Pemerintah RI tanggal 26 Januari 1990 batasan umur anak adalah dibawah umur
18 tahun. Sekarang mengenai hak- hak anak dapat dilihat dalam Konvensi PBB
diasuh orangtuanya.
keluarga
penyalahgunaan seksual.
58
negara.
17. Hak anak atas taraf hidup yang layak bagi pengembangan fisik, mental
dan sisoal.
19. Hak anak untuk beristirahat dan bersenang- senang untuk terlibat dalam
anak.
27. Hak memperoleh bantuan hukum baik didalam atau diluar pengadilan
59
baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan mengenal 2 (dua) macam status anak yaitu anak sah dan anak
luar kawin.
1. Anak Sah
b. Pasal 250 KUH Perdata menyebutkan bahwa anak yang dilahirkan atau
anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. Hasil
perbuatan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri
tersebut.
lain, menurut Hilman Hadikusuma yang dimaksud dengan anak sah adalah anak
54
Siska Lis Sulistiani, Op.Cit, hlm 15-16
60
yang dilahirkan dari pernikahan yang sah menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaannya.55
setiap anak yang lahir dari tempat tidur suami mutlak menjadi anak dari suami itu
kedudukan sebagi anak yang sah apabila kelahiran si anak didasarkan pada
perkawinan orang tuanya yang sah atau telah didahului oleh adanya perkawinan
yang sah. Menurut makna etimologi dari beberapa kategori pengertian tersebut,
antara lain:56
Undang perkawinan jika dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan
yang sah, ada dua kategori yang dirumuskan oleh Undang-Undang untuk
55
Hilman Hadikusuma, 1999, Hukum Waris Adat, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm.80
56
Siska Lis Sulistiani, Op.Cit, hlm. 19
61
sebab yang mengaitkan tumbuh nya anak di dalam rahim seorang perempuan
sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Sedangkan dalam Pasal 2 Undang-
dilahirkan bukan sebagai akibat perkawinan sah yang dimaksud dalam undang-
undang tersebut.
dan keluarga ibunya. Jika kita bandingkan dengan ketentuan Pasal 250 KUH
hubungan kebapakan, hal ini dari kalimat terakhir yang berbunyi, “...memperoleh
kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau pernodaan darah disahkan oleh
perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka bila sebelum melakukan
perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu atau
a. Karena usia pelaku masih dibawah batas usia yang diizinkan untuk
melangsungkan perkawinan,
antara lain:
a. Anak Zina
seorang pria yang telah kawin melakukan mukah (overspel) padahal diketahuinya
bahwa Pasal 27 KUHPerdata berlaku baginya dan seorang wanita yang telah
berlaku baginya. Sehingga menurut hukum Barat seseorang anak baru dapat
dikategorikan sebagai anak zina jika anak tersebut lahir dari hubungan suami
57
Ibid, hal.21
63
isteri yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan atau
anak zina dan anak sumbang tidak dapat diakui oleh orang tua biologisnya,
sehingga secara hukum seorang yang dilahirkan dari perzinahan tidak akan
memiliki hak keperdataan apaapa dari orang tua biologis kecuali seperti yang
dinyatakan dalam Pasal 867 ayat (2) KUHPerdata bahwa, sebatas hak untuk
biologisnya setelah memperhitungkan jumlah dan keadaan para ahli waris yang
Anak zina merupakan jenis anak luar kawin dalam pengertian anak tidak
sah. Istilah ini dalam pengertian hukum perdata Barat dipengaruhi oleh asas
monogami secara mutlak yang dianut oleh KUHPerdata, di mana pada waktu
yang sama seorang laki-laki atau perempuan hanya boleh terikat perkawinan
dengan seorang perempuan atau seorang laki-laki saja, dan jelas hal ini berbeda
dengan hukum Islam yang menerima asas poligami.Anak yang lahir karena zinah
adalah anak yang dilahirkan seorang perempuan atau dibenihkan seorang lelaki,
sedangkan perempuan atau lelaki itu ada dalam perkawinan dengan orang lain.59
58
Ali Afandi, 2006, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Jakarta, Bina
Aksara, hlm.147
59
Siska Lis Sulistiani, Op.Cit, hlm.22
64
Anak sumbang (incest) atau sering disebut anak hasil dari penodaan darah
yaitu anak yang lahir dari hubungan antara seorang laki-laki dan seorang
persusuan (dalam hukum Islam) dan sebagainya. Anak yang lahir dalam sumbang
adalah anak yang lahir dari seorang ibu, yang dilarang kawin menurut Undang-
Anak yang lahir diluar perkawinan menurut istilah yang dipakai atau di
(anak alam). Anak luar kawin itu dapat diakui oleh ayah dan ibunya. Menurut
sistem yang dianut Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) dengan adanya keturunan
diluar perkawinan saja, belum terjadi suatu hubungan keluarga antara anak dengan
orang tuanya. Baru setelah ada pengkuan terbit suatu pertalian kekeluargaan
dengan segala akibat-akibatnya (terutama hak mewaris) antara anak dengan orang
tua yang mengakuinya, demikian menurut Prof. Subekti. Jadi, anak luar kawin
tersebut berstatus sebagai anak yang diakui atau istilah hukumnya natuurkijk
kind.61
Yang dimaksud dalam pembahasan anak luar kawin lainnya adalah anak
luar kawin selain anak zina dan anak sumbang. Anak luar kawin lainnya memiliki
60
Ibid.hal.24
61
Soerdharyo Soimin, 2002, Hukum Orang dan Keluarga, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 40
65
kesempatan untuk menjadi ahli waris dari orang tua biologisnya, meskipun bagian
warisnya tidak sebesar ahli waris dari golongan anak sah dikarenakan
diatur dalam Pasal 865 KUHPerdata. Di antara kategori anak luar kawin lainnya
adalah:62
1. Anak mula‘anah
Anak mula’anah
2. Anak syubhat
Anak yang dilahirkan diluar kawin, perlu diakui oleh ayah atau ibunya
supaya ada hubungan hukum. Sebab kalau tidak ada pengakuan maka tidak
terdapat hubungan hukum. Jadi meskipun seorang anak itu jelas dilahirkan oleh
seorang ibu, ibu itu harus dengan tegas mengakui anak itu. Kalau tidak maka tidak
ada hubungan hukum antara ibu dan anak. Pengakuan ini adalah suatu hal yang
lain sifat dari pengesahan. Dengan pengakuan seorang anak itu menjadi anak sah.
Anak yang lahir di luar perkawinan itu, baru menjadi anak sah, jika kedua orang
tuanya kemudian kawin, setelah mereka itu kedua-duanya mengakui anak itu, atau
yang dimaksud anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah. Dengan demikian, agar supaya terhadap anak yang
62
Siska Lis Sulistiani, Op.Cit, hlm.22
63
Ali Afandi, Op.Cit, hlm.146
66
pengakuan anak itu sangat penting sekali. Dalam hal akta Pengakuan Anak pada
sah adalah anak yang dilahirkan dalam suatu atau sebab perkawinan yang sah”.
dengan ibunya atau keluarga ibunya.” Karena secara biologis tidak mungkin
seorang anak tidak mempunyai ayah, maka demi kepentingan hukum yang
dan lain sebagainya. Maka melalui pengakuan anak ini ditimbulkan hubungan
64
Victor M. Situmorang, Cormentyna Sitanggang, 1991, Aspek Hukum Akta Catatan
Sipil Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 42
65
Ibid. hal.43
67
:66
Pengakuan anak secara suka rela dalam doktrin dirumuskan sebagai suatu
atau ibu dari anak luar kawin yang diakui olehnya. Ada 3 (tiga) cara uuntuk
Notaris atau Pegawai Catatan Sipil (bisa dalam surat lahir, akta perkawinan
maupun dalam akta tersendiri), padahal keduanya adalah Pejabat Umum, yang
memang diberikan kewenangan khusus untuk membuat akta-akta seperti itu, maka
dapat kita katakan, bahwa pengakuan anak luar kawin harus diberikan dalam
suatu akta otentik. Karena tidak disyaratkan, bahwa akta otentik yang
memuat pengakuan anak luar kawin, maka pengakuan juga dapat diberikan
66
J. Satrio, 2000, Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak dalam Undang-Undang, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.109
67
Ibid
68
Cara yang kedua adalah pengakuan yang diberikan dalam akta perkawinan
dari ayah dan ibu si anak luar kawin. Hal itu berarti, bahwa lelaki dan perempuan
yang semula mengadakan hubungan di luar nikah dan menghasilkan anak luar
kawin, kemudian memutuskan untuk saling menikah secara sah, dan sekaligus
Cara yang ketiga adalah pengakuan yang dituangkan dalam suatu otentik,
yang dimaksud dengan akta otentik disini adalah akta notaris. Pengakuan dalam
akta otentik perlu ditindak lanjuti dengan melaporkannya kepada kantor Catatan
Sipil, di mana kelahiran anak itu dulu telah didaftarkan, dan minta agar pengakuan
gugatan kedudukan anak atas dasar persangkaan, bahwa seorang laki-laki tertentu
adalah ayah dari anak tertentu menetapkan , bahwa orang laki-laki itu adalah ayah
dari anak yang bersangkutan. Karena didasarkan atas ketetapan pengadilan, maka
anak luar kawin, yaitu bersifat deklaratif saja, ataukah ia bersifat konstitutif.70
pengakuan merupakan sarana bukti saja, berangkat dari anggapan , bahwa yang
68
Ibid
69
Ibid
70
Ibid. hal 127
69
mengakui anak yang bersangkutan adalah memang ayah atau ibu biologisnya.
Karena ia hanya merupakan bukti keturunan, maka sifatnya hanya deklaratif saja.
memang sudah ada sejak anak itu lahir. Pengakuan sebagai tindakan hukum, kalau
pengakuan itu merupakan suatu tindakan hukum, dengan mana orang menerima
kedudukan sebagai ayah/ibu atas nama anak yang diakuinya, maka dengan
pengakuan itu baru tercipta hubungan kekeluargaan antara yang mengakui dengan
antara yang mengakui dengan yang di akui. Anak luar kawin tersebut dengan
pengakuan itu selanjutnya mendapatkan status sebagai “anak luar kawin yang
diakui”. Adanya hubungan hukum antara anak yang bersangkutan dengan ayah
dan ibu yang mengakuinya, membuat akibat yang lebih lanjut dalam hukum,
seperti :72
mengakuinya;
4. Adanya hak mewaris dari anak yang diakui dengan ayah dan ibu yang
mengakuiya;
5. Adanya hak mewaris dari ayah dan ibu yang mengakui, atas harta
b. Adanya akibat hukum yang sangat terbatas dengan keluarga pihak yang
mengakuinya
Hubungan hukum itu terbatas sekali, hanya antara yang mengakui dan
anak yang diakui. Antara anak luar kawin dengan keluarga ayah atau ibu yang
sama seperti antara 2 (dua) orang lain. Konsekuensinya, kalau saudara dari ayah
yang mengakuinya (atau saudara ibu yang mengakuinya) meninggal dunia, maka
bagi anak luar kawin itu tidak ada dasar sama sekali untuk mempunyai
kesempatan mewaris dari saudara ayah atau ibu itu, sekalipun si mati tidak
meninggalkan keturunan.73
73
Ibid.hal.129
71
BAB IV
A. Kasus Posisi
1. Kronologis Kasus
Penggugat/Terbanding/Pemohon Kasasi :
Tergugat/Pembanding/Termohon Kasasi :
1. Moyliasari Boenjamin
2. Ngat Boenjamin
3. Fonasari Boenjamin
4. Oetjon Boenjamin
5. Hadi Boenjamin
satu-satunya anak kandung dan ahli waris yang sah dari perkawinan Alm. Sahar
Boenjamin, S.H. (atau disebut juga Boen Feot Chong) dengan Maria Limiardi
(disebut juga Lim Kik Giok) sesuai dengan Akta Keterangan Hak Waris tanggal 8
ada melakukan hidup bersama dengan perempuan yang tidak diikat dengan tali
perkawinan yang sah menurut hukum yakni Jie Choen Koei (atau disebut
71
72
Fonasari Boenjamin, Oetjon Boenjamin dan Hadi Boenjamin yang dalam kasus
ini sebagai Tergugat I, II, III, IV, V. Para tergugat kemudian ada membuat Akta
keterangan dalam akta tersebut adalah ahli waris dari Sahar Boenjamin, S.H.
dengan hukum karena didasari dengan suatu kebohongan dan dusta karena telah
mengakui Para Tergugat I, II, III, IV, V sebagai ahli waris yang sah dari Sahar
Boenjamin, S.H dikarenakan para Tergugat merupakan anak luar kawin atau anak
dari perkawinan yang tidak diikat dengan tali perkawinan yang sah menurut
Dalam semasa hidupnya almarhum Jie Choen Koei Alias (Choen Koeiwaty
Jiejanto) selaku ibu kandung dari Tergugat dan Ayah Penggugat (Sahar
Boenjamin, S.H.) ada membeli Tanah dan Bangunan setempat dikenal dengan
Medan Kota sebagaimana disebut dalam sertifikat Hak Pakai Nomor 446 Tahun
Parlindungan, S.H., ketika itu Notaris di Medan. Oleh karena itu menurut hukum
karena ibu kandung Tergugat telah meninggal dunia maka demi hukum tanah dan
73
Yang kemudian Tanah dan Bangunan yang terletak Jalan Asia Nomor 57
yang menjadi objek sengketa. Pihak Penggugat mengaku dan merasa bahwa objek
tersebut merupak hak dia karena Penggugat merasa Harta warisan dari Sahar
untuk menguasai dan menjualnya karena Rumah yang di Jalan Asia tersebut
dibuat tulisan tempelen-tempelen seolah olah rumah itu milik Para Tergugat I, II,
III, IV, V. Karena tidak dapat diperjualbelikan rumah tersebut, maka Penggugat
rupiah) karena tidak bisa rumah tersebut dijual yang mana uangnya dibutuhkan
2. Gugatan
c. Menyatakan secara hukum Penggugat adalah ahli waris yang sah dari
f. Menghukum Tergugat I, II, III, IV, V untuk membayar ganti rugi materil
g. Menghukum Tergugat I, II, III, IV, V untuk membayar ganti rugi imateril
tetap
i. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan dengan serta merta meskipun ada
3. Putusan
berikut:
b. Menyatakan secara hukum Penggugat adalah ahli waris yang sah dari
perkawinan almarhum Sahar Boenjamin, S.H., (atau disebut juga Boen Feot
dan IV, untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp1.076.000,00 (satu juta
Rekovensi/Para Pembanding;
banding tersebut;
Dalam Konvensi:
2. Menyatakan secara hukum Penggugat adalah Ahli Waris yang sah dari
II, III, V, dan VI/Para Turut Terbanding untuk membayar ongkos perkara
yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding
Dalam Rekovensi
77
sebagian;
mempergunakan Sertifikat Hak Pakai Nomor 446 Tahun 1974 atas tanah
Sei Rengas I Kecamatan Medan Kota atas nama Jie Choen Koei (Choen
melawan hukum;
selebihnya;
Boenjamin tersebut;
dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Medan yang
78
membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Medan ternyata Judex Facti sudah tepat
seseorang sebagai suami istri, hal mana telah terbukti dalam pekara a quo
almarhumah Choen Koewaty Jeijanto adalah sah sebagai suami istri (ibu
2. Bahwa selain itu sesuai dengan akta kelahiran yang dimiliki oleh Tergugat I
membuktikan bahwa mereka adalah anak dan ahli waris sah almarhum
tahun 1955 dan mereka oleh masyarakat diketahui sebagai suami istri yang
S.H., maka pembuatan Akta Keterangan Ahli Waris yang dibuat oleh
melawan hukum;
79
atas nama Choen Koewaty Jeijanto (ibu para Tergugat Konvesi) dan
Agung, yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004
oleh Pemohon Kasasi Nelly Purnama Sari Boenjami tersebut harus ditolak;
ditolak dan Pemohon Kasasi ada di pihak yang kalah, maka Pemohon
Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
80
2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009
Anak yang lahir dari hasil hubungan diluar pernikahan menurut undang
undang perkawinan, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan
keluarga ibunya. Bahwa seorang anak luar kawin juga mempunyai hak untuk
hidup dan mewarisi harta warisan dari ayah biologisnya. Pasca keluarnya Putusan
dan ayah biologisnya semakin jelas hal ini terlihat dari amar Putusan MK yang
hubungan keperdataan dengan ibunya saja akan tetapi juga memiliki hubungan
keperdataan dengan ayah biologisnya sepanjang anak luar kawin dan ibu dari anak
Dalam Kasus ini putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Medan
dalam putusan ini menerangkan secara hukum perbuatan Tergugat I, Tergugat II,
tentang kedudukan anak luar kawin yang dimana Pihak Tergugat I-V merupakan
anak luar kawin hasil hubungan antara ibu Tergugat dengan Ayah Penggugat.
memiliki hak waris dari Ayah Penggugat dan berhak membuat Akta Keterangan
Ahli Waris tanggal 23 April 2007 yang secara hukum bahwa akta tersebut sah dan
Negeri Medan dan Putusan Mahkamah Agung yang Menolak Permohonan Kasasi
Penggugat. Putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung ini secara tidak
perlindungan hukum dalam hubungan antara anak luar kawin dengan ayah
biologis dalam hal pewarisan maka sangat tepatlah bahwa Pihak Tergugat I-V
memiliki hubungan perdata dengan ayah Penggugat dan berhak untuk mewarisi
Tanah dan Bangunan yang terletak Jalan Asia Nomor 57 A/119, Lingkungan I,
Keluarahan Sei Rengas I, Kecamatan Medan Kota yang menjadi objek perkara
hak keperdataan yang selama ini tidak diakui negara dan secara otomatis tidak
82
mendapatkan “hak waris” dengan tidak tercantumkanya nama ayah tentu akan
merugikan anaknya tersebut. Hak Keperdataan itu adalah hak yang sangat
Surat keterangan waris dapat dibuat dan jika Warisan telah terbuka dan dibagi,
maka pembagian tersebut sudah sah dan benar menurut Undang undang yang
berlaku saat itu sebab seperti yang diamanatkan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata pasal 874 yang menyatakan bahwa segala harta peninggalan yang
dengan demikian secara otomatis warisan akan dibuka pada waktu itu dan dibagi
kepada orang yang masih hidup dan memiliki hubungan darah dan wasiat yang
pengakuan, akta pengesahan dan akta kelahiran terhadap anak diluar kawin yang
juga dengan demikian harus memiliki bukti otentik yakni berupa Akta. Karena
agamanya tetap menjadi perkawinan yang sah akan tetapi dari segi pembuktian
secara hukum tidak ada dengan demikian akan berimbas kepada status anak dan
status ibu kandung, karena status anak dalam hal ini bisa menjadi anak diluar
menerbitkan buku nikah demikian juga jika status tidak ada hubungan perkawinan
83
maka menyangkut status anak juga harus melalui prosedur administratif jika anak
perkawinan setelah itu mencatatkan status anaknya ke buku nikah menjadi anak
anak.
warisan telah terbuka dan dibagi maka menurut KUHPerdata menyatakan bahwa
semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan
alas hak ataupun tanpa alas hak, gugatan bertujuan untuk menuntut supaya
diserahkan apa saja yang dengan alas hak apapun ada dalam warisan itu,beserta
termaktub dalam bab III mengenai penuntutan kembali hak milik. Sehingga
apabila ada orang yang ingin menuntut bagian waris dengan berdasarkan Putusan
MK Nomor 46 tetapi warisan almarhum telah dibagi, maka ia dapat berhak untuk
mendapatkan harta warisan akan tetapi didasarkan atas pengajuan gugatan atau
dapat dilakukan terlebih dahulu kesepakatan para ahli waris lain dengan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
merupakan ibadah.
sebagai berikut. Pengaturan tentang anak sah dapat dilihat dalam Pasal 42
dalam atau sebagai akibat dari perkawinan sah, Pasal 250 KUHPerdata
Hukum Islam menyebutkan bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau akibat perkawinan yang sah. Hasil perbuatan suami isteri yang
sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut. Sedangkan anak luar
84
85
keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya dan ketentuan Pasal 250
hubungan kebapakan.
3. Dalam Kasus ini putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Medan
dimana Pihak Tergugat I-V merupakan anak luar kawin hasil hubungan
antara ibu Tergugat dengan Ayah Penggugat. Apabila dikaji dari putusan
Ayah Penggugat dan berhak membuat Akta Keterangan Ahli Waris tanggal
23 April 2007 yang secara hukum bahwa akta tersebut sah dan memiliki
Tinggi dan Mahkamah Agung ini secara gak langsung mengesahkan Akta
86
B. Saran
ada di Indonesia dan mencermati bagaimana perkawinan yang sah dan tidak
anak luar nikah dan juga perlindungan hukum terhadap anak luar kawin di
Indonesia. Hal ini sangatlah penting agar hubungan perdata dengan ayah
3. Majelis hakim dalam membuat putusan agar lebih cermat lagi dalam
membuat sebuah putusan agar tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan
ataupun ketidakadilan.
87
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Afandi, Ali, 2006, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Jakarta :
Bina Aksara
Anshory, Abdul Ghofur, 2011, Hukum Perkawinan Islam Prespektif Fikih dan
Ghofar, Asyari Abdul, 1992, Hukum Perkawinan Antar Agama Menurut Agama
Maju
Hamid, Andi Tahir, 2005, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama Dan
87
88
Humaedillah, Memed, 2002, Status Hukum Akad Nikah Wanita Hamil dan
Press,
Bumi Aksara
Satrio, J., 2000, Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak dalam Undang-
Situmorang, Victor M., dan Sitanggang, Cormentyna, 1991, Aspek Hukum Akta
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, 2003, Penelitian Hukum Normatif Ed.1,
Yogyakarta : Liberty
Soimin, Soedharyo, 1992, Hukum Orang dan Keluarga, Jakarta : Sinar Grafika
Sulistiai, Siska Lis, 2015, Kedudukan Hukum Anak Hasil Perkawinan Beda
Aditama
Penerbit Djambatan
Utuh, Harun, 2007, Anak Luar Nikah: Status Hukum dan Perlindungannya,
Peraturan Perundang-undangan :
Website :
(http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-anak-menurut-definisi-
ahli.html), diakses pada tanggal 23 Desember 2018