Real Solid

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID

PEMBUATAN GRANUL TABLET DAN PENGUJIAN TERHADAP


GRANUL

Laporan DiajukanUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah

Teknologi Sediaan Solid

DosenPengampu: Lela Sulastri, S.Si.,M.Farm., Apt

Disusun Oleh :

Nama : Vivi Salsabila Kumaedi

NIM :12118039

Kelas : S1-1.1

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH CIREBON


SK. KEMENRISTEK DIKTI RI NO. 564/KPT/1/2017
Jl. Cideung Indah No. 03 Telp/Fax. (0231) 230984 Cirebon 45153
Email :[email protected]

2019
2019/2020

I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat membuat sediaan potio
2. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi potio
II. DASAR TEORI
A. PENGERTIAN
Potio adalah sediaan berupa cairan yang dimaskkan untuk diminum, diramu dan
diracik sedemikian rupa hingga dimungkinkan untuk bahan dalam volume dosis
tunggal dalam jumlah yang banyak umumnya 50 ml (FN II, 327).
Potiones atau obat minum adalah larutan yang dimasukkan untuk pemakaian
dalam. Selain berbentuk larutan potio dapat juga berbentuk emulsi atau suspensi
misalnya potio alba contra tussim (Obat Batuk Putih/OBP) dan Potio nigra contra
tussim ( Obat Batuk Hitam/OBH) (Ilmu Farmasi)

B. JENIS-JENIS POTIO
Potio terbagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Netralisasi
Obat minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian asam dan bagian basa
sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral.
2. Potio Saturatio
Obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam dengan basa tetapi gas
yang terbentuk ditahan dalam wadah sehingga lerutan menjadi jenuh dengan
gas.
3. Potio Effervescent
Saturatio dengan gas CO2 yang lewat jenuh

C. KOMPONEN
a. Zat Aktif
b. Pelarut
Umumnya digunakan air suling atau air demineral/aquadest, bila obat dalam
bentuk garamnya maka akan mudah larut dalam air suling, kelarutan zat aktif
bergantung juga pada kesesuaian tetapan disosiasi dan pH larutannya, seperti
Fenobarbital, dalam susana basa pH 8 mudah larut karna fenobarbital merupakan
garam yang larut dalam air pada pH itu, tetapi bila pH diturunkan kurang dari pH
8 maka fenobarbital akan sulit untuk larut, untuk berbagai kejadian, zat yang sukar
larut ditambahkan pelarut pembantu (kosolven) seperti etil alkohol, propilenglikol,
gliserin, atau campuran dari pelarut-pelarut tersebut.
c. Pemanis
Pemanis berungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori
yang dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori
rendah. Adapun pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa
sdangkan yang berkalori rendah seperti laktosa.
d. Pengawet antimikroba
Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat
bertahan lebih lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba atau jamur.
e. Perasa dan Pengaroma
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan
yang berasal dari alam untuk membuat sirup mempunyai rasa yang enak. Karena
sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air
yang cukup. Pengaroma ditambahkan ke dalam sirup untuk memberikan aroma
yang enak dan wangi. Pemberian pengaroma ini harus sesuai dengan rasa sediaan
sirup, misalkan sirup dengan rasa jeruk diberi aroma citrus. Contoh pewangi
adalah Oleum Menthae dan Oleum Citrii.
f. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam sirup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama
penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada
warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat sesuai dengan rasa.
Contoh pewarna adalah carmin dan caramel.

D. Stabilitas Sediaan Potio


1. Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia adalah kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam
batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat
kimia dan karakteristiknya sarna dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.
Stabilitas kimia pada sediaan sirup dilakukan untuk mempertahankan
keutuhan kimiawi dan potensiasi yang tertera pada etiket dalam batas yang
dinyatakan dalam spesifikasi.
2. Stabilitas Fisika
Stabilitas fisika adalah tidak terjadinya perubahan sifat fisik dari suatu
produk selama waktu penyimpanan. Stabilitas fisika pada sediaan sirup
dilakukan untuk mempertahankan keutuhan fisik meliputi perubahan warna,
perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan.
3. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana sediaan
bebas dari mikroorganisme atau tetap memenuhi syarat batas mikroorganisme
hingga batas waktu tertentu. Stabilitas mikrobiologi pada sediaan sirup untuk
menjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang terdapat dalam sediaan sirup hingga jangka waktu
tertentu yang diinginkan.
4. Stabilitas Farmakologi
Stabilitas farmakologi pada sediaan sirup dilakukan untuk menjamin
identitas, kekuatan, kemurnian,dan parameter kualitas lainnya dalam kurun
waktu tertentu sehingga efek terapi tidak berubah selarna usia guna sediaan
sirup.
5. Stabilitas Toksikologi
Stabilitas toksikologi sediaan sirup dilakukan untuk menguji
kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya
sarna dengan yang dimilikinya pada saat dibuat sehigga tidak terjadi
peningkatan bermakna dalam toksisitas selama usia guna.

E. Evaluasi Sediaan Potio


Terdapat beberapa evaluasi atau pengujian pada sediaan potio, yaitu:
1. Organoleptik
Pengujian ini meliputi bau, rasa,warna.

2. Uji pH
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui pH suatu bahan atau sediaan yang
dibuat untuk selanjutnya, stabilitas pH dari sediaan dapat dipertahankan pada
suatu rentang pH tertentu dan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan
persyaratan yang telah ditentukan. Pada penetapan pH menggunakan alat pH
meter dengan prinsip bahwa pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter
yang telah dikalibrasi.
3. Bobot jenis
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot
jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan
pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25˚C terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi,
bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume dan suhu yang
sama. bila pada suhu 25˚C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu
yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada
suhu 25˚C. Pada pengujian bobot jenis menggunakan alat piknometer.
Piknometer digunakan untuk mengukur bobot jenis suatu zat cair dan zat padat.
4. Viskositas
Viskositas merupakan suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari
aliran yang diberkan terhadap suatu cairan. Definisi lain dari viskositas ialah
ukuran yang menyatakan kekentalan dari suatu cairan atau fluida. Kekentalan
merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan agar
mengalir. Viskositas cairan tersebut akan menimbulkan gesekan antar bagian
atau lapisan cairan yang bergerak dengan benda lainya. Hambatan atau gesekan
yang terjadi merupakan hasil dari gaya kohesi dalam zat cair (Yazid, 2005).
Viskositas juga dapat diukur dengan cara mengukur laju cairan yang melalui
tabung berbentuk silinder. Nilai dari viscositas juga dapat menentukan
kecepatan mengalirnya cairan.
Dalam zat cair, viskositas dapat dihasilkan oleh gaya kohesi antara molekul zat
cair. Sedangkan pada gas, viskositas tersebut timbul sebagai akibat dari
tumbukan antara molekul gas. Viskositas zat cair itu dapat ditentukan secara
kuantitatif yaitu dengan besaran yang disebut koefisien viskositas.

F. Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Larutan


 Keuntungan
1. Merupakan campuran homogen
2. Dosis dapat diubah – ubah dalam pembuatan
3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit
diencerkan
4. Kerja awal obat lebih cepat, karena obat cepat di absorbsi
5. Mudah diberi pemanis, pengaroma, pewarna
6. Untuk pemakaian luar mudah digunakan
 Kerugian
1. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan
2. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan

G. Syarat – Syarat Larutan


1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya
2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan
3. Jernih
4. Tidak ada endapan

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Larutan


1. Sifat dari solute dan solvent
Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula. Misalnya garam-
garam anorganik larut dalam air. Solute yang nonpolar larut dalam solvent yang
nonpoar pula. Misalnya alkaloid basa (umumnya senyawa organik) larut dalam
kloroform.
2. Cosolvensi
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya
penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan gliserin atau solutio petit.
3. Kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar
larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam
farmasi umumnya adalah :
a. Dapat larut dalam air
Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua garam
nitrat larut kecuali nitrat base. Semua garam sulfat larut kecuali BaSO4,
PbSO4, CaSO4.
b. Tidak larut dalam air
Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3, Na2CO3. Semua
oksida dan hidroksida tidak larut kecuali KOH, NaOH, BaO, Ba(OH)2. semua
garam phosfat tidak larut kecuali K3PO4, Na3PO3.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III Kelarutan suatu zat yang tidak
diketahui secara pasti dapat dinyatakan dengan istilah sebagai berikut:

Jumlah bagian pelarut yang diperlukan


Istilah kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut <1
Mudah larut 1- 10
Larut 10-30
Agak sukar larut 30-100
Sukar larut 100-1000
Sangat sukar larut 1000-10000
Praktis tidak larut >10000

4. Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut
dikatakan bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan
panas.
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan,
misalnya :
a. Zat-zat yang atsiri, Contohnya : Etanol dan minyak atsiri.
b. Zat yang terurai, misalnya : natrium karbonas.
c. Saturation
d. Senyawa-senyawa kalsium, misalnya : Aqua calsis.
5. Salting Out
Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan
kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia.
Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut
ditambahkan larutan NaCl jenuh.
6. Salting In
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat
utama dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya : Riboflavin tidak larut
dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung Nicotinamida.
7. Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa
tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks.
Contohnya : Iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh.
Kecepatan kelarutan dipengauhi oleh :
a. Ukuran partikel : Makin halus solute, makin kecil ukuran partikel, makin luas
permukaan solute yang kontak dengan solvent, solute makin cepat larut.
b. Suhu : Umumnya kenaikan suhu menambah kenaikan kelaruta solute.
c. Pengadukan.

III. MATERI PRAKTIKUM


A. RESEP

Dr. Hadi S
SIP: 123/DU-DI/VII/2010
Jl. Burangrang no 41 A
No. Tgl. 01 September 2019

R/ OBH 130 ml
Adde
Codein HCl
m.f. Potio
S. 3 dd C1. Pc

Pro : Sandra (12 tahun)


Alamat: Jl. Tangkuban perahu d 19
Keterangan :

No Singkatan Bahasa latin Arti


1. R/ Recipe Raciklah
2. Adde Adde Tambahkan
3. m.f potio Misca fac potio Campur dan buatlah potio
4. S. 3 dd C1. Pc Signa 3 di die cochlear 1 Tandai sehari 3 kali 1 sendok
post coenam makan, sesudah makan

B. Skrining Resep Dan Solusi


- Skrining Administrasi
Tida
Bagian Ad
Kelengkapan k Keterangan
Resep a
Ada
Inscriptio Nama Dokter √ Dr. Hadi S
SIP √ 123/DU-DI/VII/2010
Alamat Dokter √ Jl. Burangrang no 41A
No Telp/HP Dokter √ -
Tempat dan Tanggal √ 1 September 2019
Penulisan Resep
Prescriptio Nama dan Jumlah √ R/ OBH 130 ml
Obat Adde
Codein HCl 0,050

Bentuk Sediaan √ Potio


Signature Nama Pasien √ Sandra
Umur Pasien √ 12 Tahun
Alamat Pasien √ Jl. Tangkuban perahu d
No Telp/HP Pasien √ 19
Aturan Pakai √ -
S. 3.dd C 1 PC
Subcriptio Paraf/Tanda Tangan √
Dokter

- Skrining Farmasetika
Bentuk sediaan pada resep yaitu OBH sebanyak 130 ml, Codein HCl 0,050 gram.
Obat tersebut dibuat dalam bentuk sediaan potio. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan pasien dalam meminum obat sesuai dengan umur dan penyakit yang
diderita pasien tersebut. Dosis dari Codein HCL tidak melebihi dosis maksimal,
namun dikarenakan Codein HCL merupakan golongan obat narkotika sehingga
wajib untuk meminta alamat dan nomer telepon pasien yang bisa dihubungi.

IV. Uraian Bahan


1. OBH (Formulasi Nasional Edisi III halaman 251)
Komposisi :
Tiap 300 ml mengandung :
Glycirrhizae Succus 10 g
Ammonii Chloridum 6g
Ammoniae Anisi spiritus 6g
Aqua destillata hingga 300 ml

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Dosis : 4 sampai 5 kali sehari 1 sendok makan

2. Codein HCl (Farmakope Indonesia Edisi III halaman 401)


Nama Resmi : Codeini Hydrochloridum
Nama Lain : Kodeina Hidroklorida
Pemerian : Serbuk hablur putih atau hablur jarum tidak berwarna
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air dan dalam lebih kurang 90 bagian
Etanol (90%) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Kegunaan : Antiusivum
Dosis Maksimum : Sekali 60 mg, sehari 300 mg
V. PERHITUNGAN DOSIS
A. DOSIS LAZIM
-
B. DOSIS MAKSIMUM
1. Ammonii Chloridum
DM Dewasa : satu kali =-
Sehari = 10.000 mg
Rumus Dilling
n (umur pasien)
x dosis maksimum
20

12
1H = x 10.000 mg = 600 mg
20

Dosis Maksimum
15 ml
1P = x 2,6 = 0,3
130 ml

3 15𝑚𝑙
1H =  2,6 = 0,9
130 𝑚𝑙

Persentase Dosis Ammonii Chloridum


300 mg
% DM 1H = 3 x x 100% = 15%
6000 mg

2. Codein HCl

DM Dewasa : satu kali = 60 mg

Sehari = 300 mg

Rumus Dilling

n (umur pasien)
x dosis maksimum
20
12
1x = x 60 = 36 mg
20

12
1H = x 300 = 180 mg
20
Dosis Maksimum
15 ml
1P = x 50 mg = 5,76 mg
130 ml

3  15 𝑚𝑙
1H=  50 mg = 17,30 mg
130 𝑚𝑙

Persentase Dosis Ammonii Chloridum

5,76 mg
% DM 1x = x 100% = 16%
180 mg
5,76 mg
% DM 1H = 3 x x 100% = 9,6%
180 mg

VI. PERHITUNGAN PENIMBANGAN BAHAN


1. OBH : 130
130 ml
 Glycirrhizae Succus : 10 𝑔 𝑥 = 4,3 𝑔
300 ml
130 ml
 Ammonii Chloridum :6𝑔𝑥 = 2,6 𝑔
300 ml
150 ml
 Ammoniae Anisi Spiritus :6 𝑔 𝑥 = 2,6 𝑔
300 ml

 Aqua Destillata ad 130 mL

2. Codein Hydrochloridum : 0,050 g ~ 50 mg

Obat yang ditimbang

No Nama Obat Jumlah (mg/g/ml/l)


1. Glycirrhizae Succus 4,3 gram
2. Ammonii Chloridum 2,6 gram
3. Ammoniae Anisi Spiritus 2,6 gram
4. Codein Hydrochloridum 50 mg
5. Aqua Destillata ad 130 mL

VII. CARA PEMBUATAN RESEP


1. Setarakan timbangan
2. Siapkan alat dan bahan
3. Kalibrasi botol 150 mL
4. Timbang masing-masing bahan
5. Timbang Ammoniae Anisi Spiritus dengan menggunakan cawan porselen
6. Glycirrhizae Succus masukkan dalam erlenmeyer, larutkan dengan air panas aduk
hingga larut. Masukkan dalam botol
7. Ammonii Chloridum masukkan dalam glass beacker, larutkan dengan aquadest
aduk hingga larut. Masukkan dalam botol
8. Ammoniae Anisi Spiritus masukkan dalam botol
9. Masukkan aquadest hingga batas 150 ml
10. Masukkan Codein Hydrochloridum dalam beacker glass, larutkan dengan OBH
aduk hingga laut. Masukkan dalam botol
11. Beri etiket putih, label NI dan label kocok dahulu. Tandai sehari tiga kali 1 sendok
makan sesudah makan
12. Lakukan evaluasi sediaan potio, antara lain:
 Uji Organoleptis
Lakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa sediaan.
 Uji pH
Lakukan dengan mengambil cuplikan dari sediaan dalam wadah/pot.
Masukkan bagian elektroda dari PH meter (yang sudah dikalibrasi) ke dalam
sample, tekan tombol Read dan tunggu sampai pH muncul pada layar.
 Bobot Jenis
1. Timbang piknometer kosong
2. Timbang piknometer dengan aquadest penuh
3. Timbang piknometer dengan sediaan
4. Catat masing-masing bobot
5. Hitung bobot jenis sediaan.
 Viskositas
Dengan menggunakan alat viskometer Ostwald. Dilakukan dengan
membandingkan viskositas larutan pembanding (aquadest) dan viskositas
sediaan.

VIII. EVALUASI
A. Organoleptis
Sediaan memiliki bentuk larutan atau cairan, warna coklat kehitaman dan berbau
khas manis.
B. Uji pH
pH dari sediaan potio ini adalah 6,08, yang artinya sediaan potio bersifat asam
lemh.
C. Bobot Jenis
Rumus :
𝑤3 − 𝑤1
𝜌= 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑎𝑖𝑟
𝑤2 − 𝑤1
Keterangan : w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer kosong + aquadest
w3 = bobot piknometer kosong + potio
Interpolasi Bobot Jenis air pada suhu 27,9℃
SUHU (℃) BOBOT JENIS
25 ℃ 0,99602
27,9℃ 2,9 5 x 𝑥 1,4
30 ℃ 0,99462

2,9 x
= 
5 1,4
= 5𝑥 = 4,06
= 𝑥 = 0,812

Jadi, BJ air pada suhu 27,9℃

= 996,02 – 0,812

= 995,208

= 0,995208

Replikasi Berat (g) 𝜌 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 Rata-rata


W1 W2 W3 (g/ml)
1 14,4686 39,5811 39,8824 1,0071 ~ 1,01
2 14,4686 39,5885 39,8859 1,0069 ~ 1,01 1,01 g/ml
3 14,4686 39,5887 39,8845 1,0069 ~ 1,01

39,8824−14,4686
Replikasi 1 𝜌 = 39,5811−14,4686 𝑥 0,995208
25,4138
= 25,1125 𝑥 0,995208

= 1,0071 ~ 1,01 𝑔/𝑚𝑙

39,8859−14,4686
Replikasi 2 𝜌 = 39,5885−14,4686 𝑥 0,995208
25,4173
= 25,1199 𝑥 0,995208

= 1,0069 ~ 1,01 𝑔/𝑚𝑙

39,8845−14,4686
Replikasi 3 𝜌 = 𝑥 0,995208
39,5887−14,4686
25,4159
= 25,1201 𝑥 0,995208

= 1,0069 ~ 1,01 𝑔/𝑚𝑙

D. Viskositas
Rumus :
𝑡. 𝜌
𝜂 = 𝜂𝑜 𝑥
𝑡𝑜. 𝜌𝑜

Ket :  = viskositas cairan sampel

o = viskositas cairan pembanding

t = waktu aliran cairan sampel

to = waktu aliran cairan pembanding

 = massa jenis cairan pembanding

o = massa jenis cairan pembanding

Interpolasi Viskositas pada suhu 27,9℃

SUHU (℃) BOBOT JENIS


20 ℃ 1,0019
27,9℃ 7,9 20 y 𝑦 0,3489
40 ℃ 0,6530
7,9 y
= 
20 0,3489

= 20y = 2,75631

= 𝑦 = 0,13781

Jadi, viskositas air pada suhu 27,9℃

=1,0019– 0,13781

= 0,86409 cp

Replikasi  o t to  o Rata-rata
1 1,01 07.41 06.77 0,97
2 1,01 0,995208 07.41 06.76 0,96 0,86409 0,96333 cp
3 1,01 07.41 06.76 0,96

𝑡.𝑝
Replikasi 1  = o  𝑡𝑜.𝑡𝑝

7,41 𝑥 1,01
= 0,86409  6,77 𝑥 0,995208

7,4841
= 0,86409  6,6678

= 0,9698  0,97 cp

𝑡.𝑝
Replikasi 2  = o 
𝑡𝑜.𝑡𝑝

7,41 𝑥 1.01
= 0,86409  6,76 𝑥 0,995208

7,4841
= 0,86409  6,7276

= 0,9612  0,96 cp
𝑡.𝑝
Replikasi 3  = o  𝑡𝑜.𝑡𝑝

7,41 𝑥 1,01
= 0,86409  6,76 𝑥 0,995208

7,4841
= 0,86409  6,7276

= 0,9612  0,96 cp

IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini mahasiswa telah mengetahui bagaimana proses pembuatan
dan evaluasi sediaan potio. Potio adalah sediaan berupa cairan yang dimaskkan untuk
diminum, diramu dan diracik sedemikian rupa hingga dimungkinkan untuk bahan
dalam volume dosis tunggal dalam jumlah yang banyak umumnya 50 ml. Pembuatan
potio pada praktikum ini bertujuan agar memudahkan pasien dalam mengkonsumsi
obat.
Sediaan potio yang dibuat pada praktikum kali ini yaitu OBH (Obat Batuk
Hitam). Pada OBH terdapat resep standar yang diantaranya Glycirrhizae Succus 10
gram, Ammonii Chloridum 6 gram, Ammoniae Anisi Spiritus 6 gram, aquadest ad
300 mL dan tiap bahan pada resep standar mengandung 300 mL.
Zat aktif yang digunakan pada praktikum ini adalah Codein Hydrochloridum.
Codein Hyrocholridum ditambahkan pada praktikum ini bertujuan agar dapat
membantu meningkatkan khasiat pada OBH yaitu antitusivum.
Pada praktikum ini terdapat dosis maksimum, yaitu dosis maksimum
Ammonii Chloridum dan dosis maksimum Codein Hydrochloridum. Sehingga dapat
dihitung dengan mengacu pada buku acuan Farmakope Indonesia edisi III.
Perhitungan dosis maksimum tersebut menggunakan rumus dilling, karena umur
pasien lebih dari 8 tahun dan kurang dari 20 tahun.
Setelah semua bahan telah dibuat dan dilarutkan, sediaan dimasukkan ke
dalam kemasan botol dan diberi etiket berwarna putih dengan tanda Sehari 3 kali 1
sendok makan, sesudah makan. Sediaan pun diberi label NI dan label Kocok Dahulu.
Label NI yaitu label tidak boleh diulang tanpa resep baru dari dokter dan karena pada
praktikum ini terdapat obat Narkotika sehingga diberi label NI. Sedangkan Label
Kocok dahulu bertujuan agar sebelum digunakan larutan dapat homogenitas yang
sebelumnya larutan masih heterogen dan keseragaman dosis dapat tetap terjaga
sehingga tidak terjadi perubahan.
Selanjutnya, mahasiswa dapat melakukan evaluasi sediaan potio dengan
tujuan untuk menentukan mutu dari sediaan potio yang telah dibuat. Evaluasi sediaan
potio diantaranya Organoletis, uji pH, Bobot Jenis, dan Viskositas.
Pada pengujian organoleptis diperoleh hasil yaitu sediaan memiliki bentuk
larutan dengan warna coklat kehitaman dan berbau khas manis. Hal ini disebabkan
oleh penambahan Glycirrhizae. Selanjutnya menguji pH yang terdapat pada sediaan
potio, pengujian penentuan pH dilakukan untuk mengetahui pH suatu sediaan dan
untuk mengetahui kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditentukan dengan
menggunakan alat pH meter yang digunakan untuk melihat dan memahami prosedur
penggunaanya. Pada uji penetapan pH diketahui bahwa sediaan memiliki pH 6,08
yang artinya sediaan bersifat asam lemah.
Selanjutnya, melakukan pengujian bobot jenis. Cara untuk melakukan
pengujian terhadap bobot jenis yaitu, timbang piknometer kosong. Bersihkan pikno
lalu isi dengan aquadest dan timbang. Isi piknometer dengan potio dan timbang
kembali. Lakukan penimbangan tersebut masing-masing 3 kali replikasi. Setelah data
diketahui, bobot jenis dapat dihitung. Perhitungan bobot jenis memerlukan
pembanding yaitu bobot jenis dari air dan pembanding harus disesuaikan dengan
suhu ruangan. Pada praktikum suhu ruangan sebesar 27,9 dengan hasil bobot jenis air
yaitu 0,995208 dan hasil yang didapat untuk replikasi 1 sebesar 1,0071 g/ml, replikasi
2 sebesar 1,0069 g/ml, replikasi 3 sebesar 1,0069 g/ml. Sehingga diperolh rata-rata
bobot jenis dari ketiga replikasi yaitu 1,01 g/ml.

X. KESIMPULAN
1. Sediaan memiliki bentuk larutan berwarna coklat kehitaman dan berbau khas
manis
2. Sedian bersifat asam lemah dengan pH 6,08

XI. ETIKET
SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH CIREBON
Jl. Cideng Indah No. 3 Tlp/Fax (0231) 230984 Cirebon
Apoteker : Drs. H. Affair Masnun, M.Si, Apt.
SIK : 3439/B
Tgl. 09 September 2019 No. 01

Sandra
Sehari 3 kali 1 sendok makan
Sesudah Makan

XII. LABEL

TIDAK BOLEH DIULANG TANPA RESEP


BARU DARI DOKTER

KOCOK DAHULU

Anda mungkin juga menyukai