Infeksi Pada Sistem Saraf

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 99

INF'DKSI

PADA SISTEM SARAF

KELOMPOK STUDI NEURO INFEKSI

Editor:
Prof- Dr. A.A. Raka Sudewi, dr., Sp.S(K)
Paulus Sugianto, dr., Sp.S
Kiking Ritarwan, dr., Sp.S(K)
@ e,
@ 20u AirlanggaUniversity Press
AUP 600/@.385/03.r I-B5E

Ceakan perama 20ll


-

Penerbic
Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
Kampus C Unair,I. Mulyorejo Surabaya 60115
Telp. (03t) 5992246, 5992247 Fax. (03t) 5992248
E-mail [email protected].

Dicetak oleh: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP)


(o8t/07.1 I /AUP-B2E)

Perpusukaan Nasional: Katalog Dtlam Terbiun (W)

INF Infeksi pada Sistem Saraf (Ketompok Studi Neuro InfeksD/


EditorAA Raka Sudewi; ..' [dklc]- Cet. !-
surabaya: Pusar Penerbitan dan Percetakan universitas Airlangga, 201 I
rx 170 hlm-: ilus; 14,5 x 2O,t crn.
Bibliografi ada
ISBN 978-602-8967-r r-2

f. Neurologi I- PaulusSugianto
Il' Kiking Ritarwan

6r6.8

tl12t31415198765432t

ANGGOTA v<APt: OOl / $l / 95


&rupengantar
Perkembangan ilmu kedokeran yang pesat, baik tentang patofisiologi
penyakig maupun penemuan obat-obat baru, diharapkan dapar menurunkan
gngka kesakitan; kecacatan dan kemadan. Sampai saat ini bahwa infeksi
s.
pada sistem saraf pusat maupun perifer mempunyai angka kesakitan,
kecacaan dan kematian yang dnggi. Beberapa penyakit baru, misalnya
HIV/AIDS yang dapat menurunkan kekebalan tubuh seseorang, dapat
menyebabkan munculnya patogen baru yang dahulu belum pernah ada,
begitu juga adanya infeksi lain yang sebelumnya jarang atau tidak pemah
ditemukan.
Penyakit infeksi merupakan suatu penyakit menular yang terkadang
bisa bersifat laren dan juga menimbulkan suanr sindrom atau gejala yang
bergantung pada sistem imun dan lingkungan seseorang. Apabila penyakit
ini tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan timbulnya kecacaran
bahkan sampai kepada kemarian.
Peningkatan kemampuan para klinisi untuk mengenali lebih dini
penyakit infeksi yang terjadi terurama pada sistem saraf merupakan hal
yang sangat pentingunnrk dapat menurunkan anglakecacatan dari kemadan
pada penderita. Sehubuirgan dengan hil rersebut maka POKDI
NEUROINFEKSI dari PERDOSSI berusaha membuat buku panduan yang
berisi patofisiologi, penaralaksanaan umuk diagnosis dan terapi yang terjadi
pada sistem saraf untuk meningkatkan kemampuan para klinisi.
Semoga buku panduan ini berguna bagi aqggota PERDOSSI maupun
doker umum dan spesialis yang terkait.

Tim Editor
Puji syrkur kami panjatkan kehadirat Allah swt., atas terselesaikannya bular
" Panduan Neuroinfeksi".
Meskipun penyakit-penyakit tidak menular pada susunan saraf
merupakan persoalan terbesar di negara Barat tetapi di negara berkembang
seperti lndonesia penyakit-penyakit infeksi menjadi sangat penting karena
kenyataan di lapangan: Eradikasi, Prevensi, dan pengobarannya menjadi
problem terutama pada perjalanan infeksi kronis seperti TB, dan penyakit
virus sepeni HIV dan lainnya masih sangat sulit terutama dengan timbulrrya
resistensi terhadap pengobatan standard.
Terima kasih kami sampaikan kepada para anggota Kelompok Studi
(POKDD Neuroinfeksi yang telah menyumbangkan buah pikiran dan telah
bekerja keras sehingga dapat diterbitkannya bulen "Panduan Neuroinfeksi"
ini. Harapan kami buku ini dapat dipergunakan sebagai penuntun b€i Para
klinisi dalam menangani kasus neuroinfeksi, sehingga penanganan yang
diberikan menjadi rasionaL
Kemajuan pengetahudn mengenai berbagai penyakit neuroinfeksi tems
berkembang; untuk iru diperlukan banyak masukari dan saran dari teman-
teman Sejawat dalam menjaga dan meningkatkan mutu buku ini.

Selamat membaca!

Ketua Umum PERDOiSI

Prof. Dr. H. Jusuf Misbach, Sp.S(K)., FAAN

vil
Ofr^butan
Ketua Umum POKDI Neuro lnfeksi

Teman sejawat yang terhorrnat,

Dalam rangka memenuhi kewajiban memberikan pelayanan kesehatan


terbaik, PERDOSSI bertanggung jawab penuh dalam meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan para dokter spesialis saraf di
segala bidang ilmu. Salah sarunya adalah neuroinfeksi. Seiring dengan
meningkatnya angka kejadian HIV/AIDS di Indonesia, rnaka minat para
klinisi terhadap bidang neuroinfeksi ini mulai meninglar Oleh karena itu,
para klinisi harus mampu menangani penderita HIV/AIDS yang mulai
mengalami komplikasi pada sistem saraf baik pada sistem saraf pusat
maupun saraf tepi. Masih belum adanya terapi kausatif yang efektif dan
beranekaragamnya manifestasi klinis neurologis yang ditimbulkan oleh
penyakit HIV/AIDS menyebabkan perlu dilala*an peninglatan pengetahuan
yang berkdanjutan mengenai penyakrt tersebut.
Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembang begiru
pesat, maka untuk itu kami menerbitkan buku ini sebagai upaya dalam
menggabungkan antara konsensus dan penunrurl penyakit neuroinfeksi.
Untuk mempermudah penegakan diagnosis dan penanganan kasus, telah
disenakanbeberapa algoritma prakris darr informasi rerkini mengenai rerapi
berdasarkan aldnce based medicine
Kami menyadari bahwa kemajuan pengetahuan mengenai berbagai
penyakit neuroinfeksi terus berkembang. Untuk iru diperlukan banyak
masukan dari teman-teinan sejawat. Saran tersebur sangat kami harapkan
dalam menjaga dan meningkatkan mutu buku inl
Saya selalu kerua kelompok sndi neuroinfeksi PERDOSSI mengucapkan
terima kasih kepada pengurus pusat dan seluruh anggora PERDOSSI atas
kepercayaao dan dukungannya pada Pokdi Neuroinfeksi sehingga kami
semakin percaya diri untuk terus berkarya.
Ucapan terima kasih yangtulus dan mendalam saya sampaikan lrepada
semua pihak yang telah membantu Proses Penyuslnan buhr ini. Dengan
penuh opdmisme, usaha }'ang konsisten dan kerja sama yang terirnegrasi'
kia akan s€makin rasiond ddam mdriangani kasrs neuroinf*si- :

Selamat membaca dan rnemanfaatkannya.

Kenra Kelompok Studi Neuro Infek$

x I ttpt s; poaa Silr.n Str{ (Kclralrllo*StrdiNarrolnielo)


@unar Kontributor
'l Ahmad Rizal Ganiem, dr., Sp.S
Departemen llmu Penyakit Saraf Fakukas Kedokeran UNPAD
RS Hasan Sadikin, Bandung -

1" Ads Catur Bintoro, dr., Sp.S


Departemen llmu penyakit Saraf Fakukas Kedokeran UNDIP
RSUD. Dr. Karyadi Semarang

* Darma Imran, dr., Sp.S


Dqranemen Neurologi Fakultas Kedokeran UI
RS Cipto Mangunktrzumo, Jakana

* Dede Gunawan, &,, Sp.S(K)


Departemen llmu Penyakit Saraf Falarltas Kedokteran UNPAD
RS Hasan Sadikin, Bandung

.i' Erlinawati, dr., Sp.S


Rumah Sakir Umum Sigli Aceh

.:. Kiking Rirarwan, dr., Sp.S(K)


Depanemen Ilmu Penyakir Saraf FK - USU
RSUP Haji Adam Malik Medan

* Meiti Frida, dr., Sp.S


Bagian Ilmu Penyakit saraf Fakulss Kedokeran universitas Andalas
RSUD DR. M. Djamil Padang '

, {. o.S. flartanto, dr., Sp.S


Falarltas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
RSUD Dr. Moewardi Surakana

XI
{. Pagan Pambndi, SpS., M.Si
Bagian/SMF IImu Penyakit Saraf FKUNLAM
RSUD Ulin Banjarmasin

.f. Paulus Sugianto, dr., SP.S


Departemen llmu Penyakit Saraf Fatuhas Kedokteran UNAIR
RSUD Dr. Soetomo, SurabaYa

* Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, dr-, SpS(K)


Departemen Ilrnu Peqnkit Saraf Fslqilas Kedokeran USriversitas Udayana
RSUD Sanglah, DenPasar-

* S.B. Rianawati, dr., SPS


Lab/SMF Ilmu Penyfit Saraf Falsitas Kedokteran universitas Braw$aya
RSU Dr. Saiful Anwar, Malang-JawaTimur

{' Sofiati Dian, dr', M.Kes-, SP-S


Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD
RS Hasan Sadikin, Bandung

.3. Theresia Runtuwene, dr., Sp-S(K)


Bagian/ SMF Neurologi FK UNSRAT
RSUP-BLU Prof. Dr, R-D- Kandou Manado

xii I fn!*si paaa Sir'rdr Sonf (tklon4ob Stuili Naro Inf*si)


U*tar tsi

Kata Pengantar......-.........-.-.-..-..........--....: - v
Sambutan Ketua PERDOSSI Pusat...
Sambutan Ketua Umum POKDI Neuro Infel:si....-..... -. ix
Daftar Kontributor. xi
Emeryug and Re-emerging Infectious Disease .--...-.-

INFEKSI BAKTERI

A. MENINGITIS BAKTERI,ALIS AKUT


Ahmad Rizal Ganiem .--.-..--..-:'.."""" I
B. MENINGITIS TUBERKULOSF .
Meiti Frida ..........-:-...----- L3

C. ABSESSEREBRI
. Aris Catur Bintoro --'..--.--.--......--......:. 2L

D. LEPTOSPIROSIS
Erlinawati
..,
E. LEPRA
Haraoto, Pagan Parnbudi......-....-......:. 37

INFEKsI VIRUS

A RABIES
AA Raka Sudewi......... -- 55

B. NEURO.AIDS
Darma Imran.......... -................-.... 63

C. ENSEFALMSVIRUS
S.B. Rianawati............:......... .........-.-......i..-----..--..'.-... 75

xii! .-t:r 1
INFEKSI PARASIT

A. INFEKSI TOKSOPLASMOSIS PADA SISTEM SARAF PUSAT


Paulus Sugianto....:.....-..-............... gl

B.
. CLINICAL ASPECTAND MANAGEMENT OF CEREBRAL
MAL.ARIA
Theresia Runnrwpne.. .. 103

C. NEUROSISTISERKOSIS
aA Raka Sudewi 119

KETAINI\N TOK'IN BAKTERI


A TETANUS
Sofiati Dian......---.... l3I

PARATNFECTION

A. PARAINFECTION DEMIELINATING OF CENTRAL


NERVOUS SISTEM
I(kingRitarwan 151

XiV I t"1*s paat S**a tuof (,tlompok Snili Ncuro Inf*si)


EMERGINGAJVDIIE-E1U,T,-RGIIVG
IATFECTIOUS DISEASE
DEDEGUNAWAN

Pada saat antibiotika ditemukan di paruh pertama abad ke-20, dengan


tersedianya antibiotika ditambah sanitasi yang baik dan peningkatan taraf
hidup masyarakat, berkembang persepsi bahwa penyakir infel$i akan segera
tertanggulangi. Euforia di kalangan praktisi kesehatan sedemikian besarnya
sehingga William Steward, The US Surgeon Gileral di masa itu sesumbar
berkata bahwa penyakit infelsi akan segera menjadi b"gt* dari sejarah.
Namun kenyataan berkata lain. Resistensi antibiotik menjadi masalah
yang dikeluhkan oleh para prakrisi kesehatan, dan beberapa penyakit infeksi
jenis baru malah muncul. FIIV/AIDS pada awal 80-an, penyakir sapi gila
pada dekade 90-an, lalu bernrrut-rurut ensefalitis nipah di Malaysia, SARS
di belahan Asia Timur yang dengan segera menjadi kekhawatiran
internasional. Vir.us Ebola sempat menjadi masalah kesehatan di Afrika.
Lebih lanjut, penyakit-penyakit infeksi yang dahulu endemik di satu
daerah secara tiba-tiba ditemukan di tempat lain yang cukup jauh, seperri
West Nile yang menjadi masalah diAmerika.
Sejak tahun i940 terdaiat kuranglebih 335 penyakit infeksi'yang baru
muncul atau menjadi aktif kembali Sebagian besar (70olo) disebabkan oleh
penyebaian dari hewan (zoonosis); 2O% disebabkan oleh penggunaan
antibiorika yang tidak benar, dan l07o karena sebab lain.
Selein malaria, TB dan HI{ banyak penyakit infeksi tidak rersentuh
oleh peneltian kesehatan sehingga tidak mengalami kemajuan berarri dalam
penanganannya. Tripanosomiasis, filariasis, sistiserkosis, dan banyak penyakit
infeksi lain seperti terlupakan-

Hal-hal yang menyebabkan kembali penyakit infeksi


l. Kontak manusia dengan hewan (70%)
2. Mutasi mikroorganisrne
3. Keserakahan dan kesalahan manusia:
a) Transmissable Spongiaform huephalopat)ry karena memberi makan
hewan peliharaan dengan protein dari hewan yang mati;
dari hutan
b) Penggundulan hutan menyebabkan hewan-hewan keluar
Marburg'
dan menularkan penyakitnya kepada manusia {FII! Ebola'
dan lain-lain);
seperti
c) Peperaogan dan kemiskinan: munculnya kembali penyakit
TB, kolera;
d) Ketidakpedulian terhadap lingkungan yang sedikit banYak
berhubungan dengan kemiskinan;
e) OverpoPulasi;
pengungsi dan
f) Kedda&$abihn sosioekonomi/perang/bencana alam:
pekerja migran dari negara miskin;
9 i<.UaL* laranrina yirg tidak dilaksanakan ddngan baik wabah
rabies di Bali akhir-akliir ini'

PENYAK]T-PE]IIYAKIT YANG BARU DAN/ATAU


MUNCUL
KEMBAU
* HIViAIDS
mengenai
HIV mulai dikenal sejak awal tahun 80-an' darr' dilaporkan
Amerika Serikat' Penyakit ini
kelompokhomoseksual di San Fransisko'
di Indonesia dilaporkan
,.g.r" *errl"di pandemi dan kasus Pertama
ke Bali'
bJer"p" tahun kemudian pada I orang pelancong yang danng
Endemi di Asia rcrjadi pda tahun 200&an'
Saat ini HIV/AIDS telih meniadi penyakit
infeksi yang paling banyak
menirnbulkan kematian' Di Indonesia pola penularannya terutama
bersama' walaupun
disebabkan karena Penggunaan jarum zuntik secara
belakangan ini pola pl:"1"t"t"'ya bergeser ke arah penularan akibat
hubungan seksual.
puluh tahun
OrperfLUtt penyakir ini sudah ada di Affka sejakbeberapa
sebagai
sebeLi-ny", d.., ,.-p", dilaporkan di kalangan misionaris
penyakit yang menyeb,bk"t' **tttty" berat badan (wasting disease)'
* Transmissable Sp on$pform Etcepholopatlry $SE)
disense)' yang sempat
Dikenal sebagai penyakit penyfit sapi grla (mal cow
di Inggris pada awal rahun 90-an' TSE secara
mecyerang p.r.rrr.k",,
namun menyerang
klinis sulit dlbedakan dari penyakit CreuzfeldJacob'
epidemi',Epidemi
kelompok umur yang lebih muda dan sempat menjadi.
dan pelarangan
rni bi; dibendung d.,,g"t' pernusnahan sapi ternak

xvi | 'ro;fc p ada Sistm Sarof (IklomPok suii Naro.tnfeksi)


dari sapi' Belakangan diketahui bahwa
.penggunaan protein yang berasal
TSE disebabkan oleh sejenis protein abnormal yang disebut PRION yang
ilinrlarkan melalui dagrng atau produk protein dari hewan yang terinfeksi'
Penyakit ini menular di antara hewan ternak karena adanya kebia'saan
memberi makan hewan ternak dengan suplemen rcPung nrlang yang
berasal dari sisa hewan ternak.
* Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang sudah dikenal sejak berarus tahun
yang lalu, bahkan didapatkan adanya bukti infeksi TB pada mumi di
Mesir. Penyakit ini awalnya dijumpai di seluruh dunia, nalnun di negara
maju karena baiknya sanitasi dan tingkat gizi, serta tersedianya obat
anri-TB penyzkit ini jarang didapatkan, dan umumnya terdapat di
kelompok imigran pada negara maju. Di negara berkembang dan negara
yang terbelakang, penyakit ini masih menjadi penyakit utama. Indonesia
sedunia dalam insidensi penyakit ini. Penyakit
-.rrdrrdoki tingkat ke-3
ini muncul kembali sejalan dengan kenaikan insidensi HIV di dunia.
Masalah menjadi lebih nyata dengan adanya isyu mubi-drug reistant TB
(MDR-TB) dan extremely drug-rubtant TB (XDR-TB) yang umumnya
disebabkan karena mutasi kuman TB terhadap obat-obat TB yang ada
di dunia, sebagian karena kekurangpatuhan pasien untuk minum obat
hinggt nrntas.
* Malaria ';

Penyakit ini banyak didapatkan dr Afika danAsia serta Amerika selatan.


Sampai saat ini masrh merupakan penyakit uopis pngbaryrak membunuh
orang. Lebih dari I juta l.emadan dilaporkan akibat pen akit ini. Resistensi
obat dan sanitasi lingkungan yang buruk membuat penyakit ini sulit di
atasi.
Sampai saat ini belum didapatkan vaksin unruk penyakit rni'
.i. Rabies
Rabies masih dilaporkan di negara-negara berkembang, seperti India,
Indonesia dan Amerika Latin. Penyakit inibiasanya berhubungan dengan
gigitan hewan peliharaan seperri anjing, walaupun di Amerika Lacin
banyak dilaporkan kejadian rabies dari gigitan atau kontak dengan
kelelawar. r

Di Indonesia dilaporkan kejadian penyebaran rabies di daerah yang


sebelumnya bebas rabies. Hal ini disebabkan oleh lemahnya peraturan

lnfeksi pada Sktem Saraf (Ketompoh Stuili Naro Infeksg J XVii


.karantina hewan yang akan masuk ke daerah-daerah tersebut. Bali yang
selama ini bebas rabies pada tahun 2008 melaporkan kejadian rabies
pertama dan sampai sekarang menjadi daerah yang ddak bebas rabies-
* Nipah Encephalitis
Merupakan penyakit infeksi yang baru saja muncul di Malaysia pada
SSP
tahun 1998 pada kelompok peternak babi. Pada awalnya dikira wabah
Japanae encephalitis, narmrn belakangan diketahui emefalitis ini disebabkan
olehviruspmowlxwitas spesies baru yang kemudian diberi nama virus
Nipah, sezuai dengan temPat Peternakan babi ters$ut- Penelidan lebih
Ianjut mendapatkanbatrwa zumber infeksi adalah kelelswar- Diperkirakan
akibat hutan di Kalimantan terbakar, populasi kelelawar yang tinggal di
sana bermigrasi ke Maliysia dan menyebabkan terjadinya wabah
ensefalitis.
Yang menarik dari virus ini ddalah penyebab wabah yang beberapa tahun
kemudian terjadi di Bangladesh dan Myanmar ddak mengenai sistem
saraf, retapi menyebabkan infeksi pam-Paru yang dapat menyebar dari
manusia ke manusia lain.
* Poliomyelitis
Sesungguhnya vaksinasi oral polio cukup efehif mengatasi infeksi ini,
dan pada tahun gGan semPat dicanangkan program dunai bebas polio
melalui vaksinasi masal di seluruh dunia. Kemiskinan, sulimya akses ke
sarana kesehatan dan peperangan menyebabkan kegagalan program
eradikasi virus ini. Sampai saat ini masih didapatkan kannrng-kanrung
polio di banyak negara berkembang termasuk di ftedonesia.
Pada tahun 2004 dilaporkan kejadian polio di Jawa Barar, yang diperkirakan
dibawa oleh tenaga kerja Indonesia di satu daerah yang cakupan
vaksinasinya tidak l00o/o pada saat program eradikasi dilaksanakan.
* Enterovirus 71
Suatu Enrerovirus, genus Picornavirus, terutama dikenal sebagi penyebab
penyakit kaki, tangan dan mulut atau juga di Indonesia dikenal sebagai
flu Singapore. Disebabkan oleh Enterovirus, jenis Picorna ditandai dgn
vesikel di kaki tangan sera Bibir dan mukosa mulur- Diketahui sejak
1969, tapi l€bih dikenail sejak dua dekade terakhir karena bisa menyebabkan
Ab,tt FIociA dan Encephalitis. Sejak 2003 dilapor{<an di Taiwan,
Paralysis
juga dilaporkan di Cina Daratan dan Vietman. Di Indonesia bukan tak
ada tapi mungkin kurang dilaporkan. Kita harus hati-hati bila anak

xviii I Infeksi paila SLstcm Saraf (Kelompok Studi Nnro Infeksi)


menunjuld<.an gejala vesikel sePerti di ams! kemudian
hipenermi dan
kejang- Atau bila ditemukan fasid' paralisis pada an3k
* WestNileEmePhalitis
Penyakitinis.J"kh*" ada di Afika sepanjangsungai Nil' Virus penyebab
pada tahun
penyakit ini sempat menyebabkan wabah ensefdftis di Israel
'tgsZ, wabah
dan pada tahun 1999 secara mendadak menyebabkan
diawali dengan
ensefaliris yang menyerang orang tua di New York yang
wabah ensefalitis pada gagak yang ada di sana' r
menyebar
Sampai saat ini belum dlketahui pasti bagaimana virus ini bisa
vektor penyakit
sampar di Amerika- Diperkirakan ayamuk yang menjadi
gagak
ini rcrb"wa oleh tentara ke Rusia dan kemudian menyebar melalui
ke arah selatan
yang bermigrasi jauh. Saat ini penyakit ini terus menyebar
di Amerika Serikat dan menjadi masalah kesehatan j"g" di Kanada'
Belum ada vaksinasi atau obat antiviral yang efektif unnrk
mengatasi

penyakit iru.
* CrypncoccosLs
jarang
Kriptokokus biasanya merupakan jamur komensal yang
meiryebabkan penyakit pada manusia' Penyakit ini mulai menjadi

-"r"l"h sejalan dengan epidemi HIV dan pada pasien yang sering
menyebabkan meningitis kiprokokus'
serosa lain'
Secara klinis, meningitis kriptokokus menyerupal meningitis
addah nyeri kepala
namun ge;ala utama yag paling sering dikeluhkan
Meningins kriptokokus merupakan diagnosis banding yang harus
hebat.
paJa k"sus meningitisyangdijumpai di daerah dengan tingkat
-dipikirkan
insidensi HIV yang dnggi, atau pada kelompok pasien yang berisiko
unruk terkena HIV (pengguna obat sunoh homoseksual)'
* Toksoplasmosis
biasa
Toksoplasmosis omk juga merupakan infeksi opomrnistik yang
drpmfai pada penderia AIDS dengan jumlah CD4 yang rendah' Secara

klinis paling sering menyebabkan gejala serupa ilaor otak dan ddak
jarangmenjadi gejala klinis yang menrbawa pasien ke doker (presenting
illnesi). pada CT-scan/MRI seringkali didapatkan lesi multipel yang
berbentuk cincin dengan edema perifokal yang nyam'
F
* Influenza
Infeksi virus influenza secara periodik menyebabkan epidemi. Banyak
menimbulkan kemarian, terutama pada saat pandemi. Pandemi influenza

Infeksi pada Si-stcm Suaf (Kclompok Strni N*ro Infek$ | XiX


di tahun 1918, misalnya menyebabkan kematian 40-100 juta orang, dan
pandemi ini diikud d*g"t epidemi ensefalitis letargika (von Economo)
beberapa tahun kemudian. Pandemi lain yang pernah terjadi adalah flu
Hong Kong pada tahun 1958.
* SARS
SARS ini merupakan infeksi coronavirus yang sebelumnya bdum pemah
dilaporkan pada manusia. Kejadian pada tahun 2003, diawali dengan
kejadian infeksi semPa flu di Guandong, Cina yang dengan segera
menyebar ke Hongkong dan Kanada- S6mpat ditakutkan menjadi
pandefni yang luas karena kecepatan penyebarannya, namun berhenti
dalam waktu yang relatif cePat-

Kesimpulan
Infeksi akan tetap menjadi bagian dari kehidupan manusia. Kemiskinan,
peperangan, kerusakan lingkungan, ketidakpatuhan minum antibiotika-
ketidakpedulian akan peraruran karancina, mgnjadi faktor-faktor yang
pentingyangmenyebabkan infeksi akan terus muncul dan menyebar'

iloull I tlllltrr ol rllt.lrao ll'ttllolllo ltlllcllout


^llD
Drtttttt litaaaRout llll sotlD.

Olll-c

at*M

('!lh \/ t @.;-
i)* a l*k.

Ctwt* ll$d.d'

r*#atGr*sbl,ra !!oab.*!{f adirif bq.allxh h hed}&

Gambar 1. The challenge of Emerging and Re-emerging lnlectious Diseases. (Nature


2004; zt30: 242-91

xx I nf*si paaa Sar{ (xelonpok


,Sr'str;rn Stadi Naro Infeksi}
Infeksi
Bakteri
MENINGITIS BAKTERIALIS AKUT
AHMAO RIZ/.LGAN'EM

rar.,.,rus x"lor,teTffi ffis,'R"r#ff;*'3akin, Banduns

Pendahuluan

Meningitis bakterialis akut adalah keadaan kedaruratan neurologi.


Penanganan yang segera dan komprehensif dapar menyelamatkan nyawa
pasien.
Gejala klinis yang paling sering dikeluhkan adalah panas badan, nyeri
kepala dan fotoficbia- Pada keadaan lebih lanjur dapat dijumpai penurunan
kesadaran, kejang hemiparesis dan lain lain. Pada pemeriksaan fuik tanda
yang khas untuk meningitis'adalah didapatkannya kaku kuduk Kaler kuduk
pada meningitis baliterial* almt sangar nyat4 sedangtan pada meningiris
rubakutlkronis lebih ringan. Pada stadium lebih lanjut, dapat dijumpai
gejala / tanda hidrosefalus seperri nyeri kepala yang berat, muntah-muntah,
kejang papiledema.

Definisi dan Etiologi r

Meningitis bakterialis akut adalah infeksi meningiris yang terjadi dalam


waktu kurang dari 3 hari dan umumnya disebabkan oleh bakeri. penyakit
ini sering juga disebut sebagai meningitis bakterialis atau meningiris
purulenta. Penyebab paling sering adalah 3 jenis bakteri yairu Neusena
meningfuidis (meningokoku s), Streptococans pnanmorciae (pneumokokrrs), dan
Hemophylus influenzae. Meningitis bakerialis pada neonatus dan usia tua
dapat disebabkan oleh beberapajenis bakteri lain. t

Patogenesis dan Patofisiologi


otak dan medulla spinalis dilindungi secara anaromis oleh 3 seraput orak
(meningen, terdiri dari duramater, arakhnoid dan piamater) dan secara
kimiawi oleh sawardarah otalc secara umum, istilahmeningitis menunjuk
ke infeksi yang menyerangmeningea ini. Infeksi yang ada menyebabkan
selaput ini meradang dan membengkak, dan Proses inflamasi yang ada
merangsang reseptor-reseptor nyeri yang ada pada selaput itu sehingga
menimbulkan gejala nyeri dan kaku kuduk.
Bakreri dapat mencapai srrukrur inrrakranial melaiui beberapa cara-
Secara alami bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen dari infeksi di
nasofaring atau perluasan infeksi dari smrktur inuakranial misalnya slnusitis
atau infeksi telinga tengah- Infeksi bakrerial pada sSP juga dapat terjadi
karena trauma kepala yang merobek duramarcr, arau akibat rindakan bedah
saraf.
Meningiris bakterialis bermula dengan kolonisasi bakteri di nasofaring.
Bakteri menghasilkan imrumoglohulin A proteose yang bis'a merusak barrier
mukosa dan memungkinkan bakreri menempel pada sel epitel nasofanng-
Serelah berhasil menempel pada sel epirel, bakteri akan menyelinap melalEi
celah antar sel dan masuk ke aliran darah.
- Bakteriyangbiasamenyebabkanmeningitisbakrerialisakutmempunyai
kapsul polisakarida yang bersifar andfagosirik dan anti komplemen, sehingga
bisa lepas dari mekanisme pertahanan seluler yang uryumnya megghadang
srrukrur asing yang masuk ke dalam aliran darah. Bakteri kemudian akan
mencapai kapiler susunan saraf pusat ]alu masuk ke ruang subarakhnoid.
Kurangnya penahanan seluler di dalam ruang subarachnoid membuat
bakteri yang ada akan mudah bermultiplikasi.
Kemsakan di dalam jaringan orak terjadi akibat peningkatan reaksi
inflamasi yang disebabkan adanya komponen dinding sel bakeri. Endotoksin
(bagan dari dinding sel bakreri gram negadf) dan zsam teichoic (bagian dan
dinding sel bakteri gram positif) akan menyebabkan sel-sel endotelial dan
sel glia lainnya melepaskan sitokin pro-inflamasi terulama tumor nec'rosing
faaor fINF) dan interleukin Fc dan B 1tl-t1.
Selanjutnya akan rerjadi Proses yang lebih kompleks dari sirokrn
(meliputi pelepasan lL-6, ptntela activatingfector dan leukotrien) yang akan
merusak sawar darah orak. Sawar darah otak yang rusak akan memudahkan
mazuknya leukosit dan komplemen ke dalam ruang subarakhnoid diserrai
mazuknya albumin. Hal ini akan menyebabkan timbulnya edema vasogenik
di orak. Leukosit dan mediator-mediaror pertahanan rubuh lainnya akan
menyebabkan perubahan parologis lebih lanjut (seperri trombosis vena dan
vaskulitis) sehingga akan terjadi iskemi otak dan dapat menimbulkan edema
sirotoksik di otak

2 | t"j*i pao Sistn Soraf (Iktompok Sndi Nurolnfcksi)


Proses inflamasi lebih lanjut akan menyebabkan gangguan reabsorpsi
cairan serebrospinal di granula arachnoid yang berakibat menungkatnya
rekanan intrakranial sehingga dapat menimbulkan edema intersdsial di otak
Keadaan edema orak itu akan diperberar dengan dihasilkannya asam
arakhidonat dan metabolimya yang dikeluarkan oleh sel otak yang rusak
dan adanya asam lemak yang dilepaskan dari leukosit polimorfonuklear.
Secara singkat proses patogenesis tersebut dapat dilihat pada bagan di
bawah ini:

Multiplikasi dan lisis bakteri di rongga subarachnoid

eelepasan komponen dinding sel bahcri ke dalam rongga


subarachnoid

Produksi sitokin pro inflamasi flNF a. IL-I. MIP)

PMN menyerbu masuk ke ruang subarakhnoid

Penilrgkatan permeabi litas Mignsi PMNkedalam LCS.


pembuluh darah degranulasi, pelepasan metabolit

Gangguan aliran dan resorbsi LCS

Edema Intsrsitial danpeningkatan volume LCS

Maingita Bahtaial Akut f 3


Gejala Klinik
Gejala klinis yangpalingsering dikeluhkan adalah panas badan, hyeri kepaia
dan fotofobia. Pada keadaan lebih lanjut dapat dijumpai keluhan penurunan
kesadaran, kejang hemiparesis dan lain lain. Pada pemeriksaan fisik, tanda
yang khas untuk meningitis adalah didapatkannya kaku kuduk. Kaku kuduk
pada mefiingitis bakerialis akut sangat nyat4 sehingga dapat dengan mudah
ditemukan. Pada stadiuin Iebih lanjug dapat dijumpai tanda hidrosefalus
seperti nyeri kepala yang berat, muntah-muntah, kejang, papiledema.
Perjalanan klinis meningitis bakterialis pada orang dewasa biasanYa
diawali denganinfeksi saluran nafas atas yang ditandai dengin panas badan
dan keluhan-keluhan pernapasan diikuti dengan munculnya gej ala-gejala
SSP seperti nyeri kepala dan kaku kuduk yang nyata. Gejala lain yang
mungkin ada adalah muntah-muntah, penurunan kesadaran (drowsy,
bingung), kejang dan forofobia
Meningitis meningokokus seringkali diawali dengan gejala dan tanda
septikemia dan syok septik Keluhan yang biasa dirasak-an pasien adalah
panas badan disertai nyeri pada lengan dan/atau tungkai, atau didapatkan
tanda-tanda-septikemia sepeni kulit yang teraba dingin arau kebiruan pada
bibir. Adanya rash (papula sampai ekimosis) pada ekstremitas dapat menjadi
petunjuk infeksi meningokokus. Meningicis meningokokus seringkali
meayebabkan epidemi meningitis, sehingga jika didapa*an gejala di atas
pada sekelompok orang (misalnya siswa satu sekolah, jamaah haji saru
kloter), penyfit ini harus dicurigai dan diambii langkah pencegihan jangka
Panjang (melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat, meliburkan sekolah,
memberi kemoprofilaksis unruk orang-orang yang kontak dengan pasien)
selain mengobari pasien.

!
Pemeriksaan penunjang
Pungsi lumbal (lutnbar punaure / LP) merupakan rindakan medis yang paling
sering dikerjakan untuk menegakkan diagnosis infeksi SSP, khususnya
meningitis dan ensefalitis. Pada prinsipnya LP harus dikerjakan pada setiap
kecurigaan meningicis dan/arau ensefalitis. Adanya demam, nyeri kepala
dan penurunan kesadaran merupakan indikasi unmk melakukan LP.

4 | tnSeksi pda Sistn Sarof (Xelompok Stuili Neurc Infeksi)


.
Pada umumnya tindakan LP aman untuk dilalsukan. Risiko kemadan
akibat hein-iasi otak setelah tindakan LP dapat diminimalisir dengan
melakukan pemeriksaan CT-Scan terlebih dahulu pada keadaan-keadaan
sebagai berikut:
l. papiledema yang nyata
2. penurunan kesadaran yang dalam atau yang nremburuk dengan cepat
3. didapatkannya defisiti neurologi fokal, termazuk adanya kejang parsial
4. kecurigaan iesi desak ruang inrakranial

Hal-hal lain yang menjadi kontraind.ikasi tindakan LP adalah seliagai


berikut:
l. Infeksi lokal di punggung bawah temPat akan dilakukan LP
2. Syok akibat berbagai. sebab
3. Koagulopaii: riwayat penggunaan antikoagulan atau adanya tanda DIC
4. Jumlah trombosit < 50.000 pada'pemeriksaan darah tepi

Diagriosis, Kriteria Diagnosis dan Diagnosis Diferensial


Kecurigaan meningitis bakterialis akut biasanya ditegakkan pada penderita
yang datang dengan gejala dan tanda klinis: demam, kaku hJdulq Penumnan
kesadaran. Perlu diingat ba$wa pada pasien neonatus atau yang zudah sangat
rua dan pasien imunokompromi mungkin gejala dan tandanya tidak
nyata.
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) dapat diihat pada Tabel r, dan
t€muan yang khas adalah sebagai berikut:
l. Jumlah sel meningkat, kadang bisa mencapai puluhan ribu
2. Pada hitung jenis biasanya didapatkan piedominansi neutrofil, sebagai
tanda infeksi akut..Pada meningitis bakterialis yang sempat diobati
namun ridak sempurna QtartiaLly treated) dapat dijumpai predominansi
monosit
3. Kadar glukosa CSS rendah, umunnya lorrang a^i3oo/o dad kadar gula
darah sewaktu lumbal pungsi dikerjakan
4. Pewarnaan gram dan kultur umumnya dapat menemukan kuman
penyebab (80% pewarnaan gram mendapatkan kuman penyebab,
keberhasilan kulrur terganrung cara tranqportasi CSS setelah diambil dan
keterampilan laboratorium mikrobiologi untuk menanam bakeri)

Mcningitls Bak,aiat Akut ttl 5


Pemeriksaan-tambahan lain yang bisa dikerjakan jika tersedia adalah
pemeriksaan tes aglutinasi latex terhadap 3 luman penyebab yang sering,
atau dilakukan PCR. Kulrur darah positif pada 3o-80% kazus, dan dapat
:

posirif sekalpu{fi dalam CSS negatif. Penimbangkan CT-Scan/MRI pada


keadafikadaan tertenru yang berisiko.
' -//
Tabel 1. Gambaran CSS pada meningit's baktelialb dan viral

fipernugilb
Parameter CSS
Baklerial Parlially bated
Jumlahleukosit Bisadbuan. Tinggi.kadangJ@dang '50-500se[ul'

Glukosa < atau < 40lrg/d- &u lcrnng


40 mgldL > 40 mg/dL
gula dari 3ff6 gt h darah
kurang dari 30%
sewaktu sewaktr
darah

Protein > 200m9/dl >200nq/dL < 100m9/dl


Hasil positif pada 80% Tidak ada
pewarnaan gram

Hasil positif pada kultur > 90% 65% Tidak ada


baheri

Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis meningirii bakterialis akuc adalah sebagai.berikut:


- Gejala dan tanda klinis meningids

plus
Parameter LCS abnormal: predominansi PM\ rasio glukosa LCS: darah
< 0,4

plus

- Didapatkarnya bakteri penyebab di dalam LCS secara mikroskopis dan/


atau hasil kulnrr positif

plus
Gejala dan randa klinis meningiris

Q I tngts;qaaa Sistn Saraf (Kcbnpok StuiliNmro tafeksi)


plus

- Parameter LCS abnormal predominansi PMN, rasio glukosa LCS: darah


< 0,4

plus

- Kultur LCS negatif


plus

- Saru dari hal berikut:


) Kuhur darah posirif
) Tes antigen atau PCR dari rcS menunjukkan hasil positif
Dengan atau tanPa
- Riwayat infeksi saluran nafas atas yang baru
- Riwayat fakor predisposisi seperti pneumonia, sinusiris, otids media,
gangguan imunolbgi tubutr, alkohollsme dan DM

Diagnosis Diferensial

Meningitis bakterialis harus dibedakan dari meningitis akut yang lain.


Meningitis viral rermasuk meningitis akut yang seringkali secara klinis sulit
dibedakan dari meningitiiibakterialis akut. Derajat berat penyakit pada
meningitis vkai umumnya ridak seberat meningitis bakterialis akut, dan
perjalanan klinisnya lebih pendek Penyebab meningtis viral antara lain:
virusBolio. Pemeriksaan LP dapat dengan mudah membedakan meningitis
viral dari meningitis bakerialis.
Dalam prakek sehari-hari di Indonesia, di-mana sering sekali didapatkan
praktik pemberian antibiotika tanpa konrol yang jelas, diduga banyak kasus
meningitis bakerialis aliut yaag menja& p artially treattd-
iufenngitis bakterialis yang partitlly treated pada umumnya dicurigai
pada keadaan penderta dengan gejala meningrris dengan riwayat pemberian
antibiotika dalam mingu terakhir dengan gambaran LCS yang abnormal
(protein m€ningkac, rasio glukosa rendatr, sel meningkat), namun didapatkan
hasil pemeriksaan bakteriologt yang negarif. Karena pemberian antibiotika
yang tidak tepar, perjalanan penyakit pada meningitis bakterialis pafiialty
treaad dapat lebih dari 5 hari.

Mffiingxis Boktni4l Akrt | 7


PenoeKatan lrlaElru}lh lYrcrrurSrrrJ
Segera lakukan pemeriksaan fisik umum dan neurologi pada
kecurigaan
1.
terialis unmk menemukan sumber infeksi, penyakit yang
-."i"gri" t"t
mendasari dan konraindikasi tindakan LP
2. Segera ambit darah unruk pemeriksaan mtin dan kultur bakteri
r. Lakukan cT-Scan/MRI jika ada indikasi. Jika drpuruskan
lnmeriksaan
(sezuai
akan dilalq*& cT-scan/MRI, berikan dahulu ansiodka empirik
umur dan kccurigaan bakteri penyebab)
dosis
4. Berikan deksarnetason sebelum atau bersamam dengan pemberian
peftama an$iotika
r. j*a LP ernrnda, sedapat mungkin LP dilalnrkan dalamz-z
jamsetelah
bakeri atau gambaran
pemberian antbiotik agar masih dapat menprryni
CSS yang khas

Penatalaksanaas
Secara umlun, penaealaksanaan meningiris bakterialis dapat mengikuti
diagram berihrc ;

Suspicion for becterial urcnbgitis


r :,+

Irmrsrcoqronise, bistory of sclecrcd CNS discEsec- gapilledenra' or selected


punr:tute
focal neumlogic deficit;b or delay in performarce ofdiagnctic lunrblr

ffi/ \;EF'
Bbod cultres and hunbat Blood culnres ST.,t T
lnmctue STAT i
- i Derameiftasond+emPirical
admicmbial tlriraPli'
Dcrrmatrasone ' cmpirical 3
arliqicrobial therapl&
Ncgative cr scan ol the hcad
i
,l

- SFfudingse/*' Perforrr lumbur Pun ciurr


tacerial meningitis

i,ffi
Continue thcrapy

-sts' lt.:l lE;il€Nsi's s:'$l: iE


tiJlra t fibFad4ritF lq L*eB anJ chi'da 'fltr sBpectqt ugd e'r*ir!s 'nd@is
qElEr udtl 'hchd6 iEse Naiar€d wlh CS; slus. I'Jdecdtdlt s @s' F9* MsrFJ 5ttg udo9tisY' q
dc5 sndilgdr. qfi.
wirc epit&+Ff gn ?ahv ot 6ilid mre yl d vll k rci an indcaidt b ddav lEl6a gsEt're 'Sde eri ffl rarendatf6 Itr
s d aiiuais iini*Ele ;e hf* arl cnucn *lth b6defb! Miqgitir $.e t*k 4' sffilha.@ @d $lini]4+ial thdasl shcJld
be dtftl$Ed imectut drr CSf 6 ob6ired.

A a rtfidl''Aa Sistn Saraf (IGlowpok srlaiN(ltrolnf;xsi)


g+#
a. Rejimen terapi empirik sesuai dengan usra kondisi klinis dan pola
resistensi antibiotika setempat (jika data tersedia)- Jika tidak ada data
lokal yang tenedia, dapat diilrrti rekomendasi umum sebagai mana dapat
dilihat pada Tabel z
b. Sesuaikan antibiotika segera setelah hasil larltur didapatkan
c. Deksameason diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama
antibiotika. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kgBB (10 mg per
pemberian pada orang dewasa) setiap 6 jam sdama 24ha.'i.
d. Pertimbangkan merarsat pasien di ruang isolasi, terutamajika diperkirakan
penyebabnya adalah H. inJluenzae atau N. meningiddk
e. Pada kecurigaan infelsi N. meningltidis berikan kemoprofilaksis kepada
(ihat Thbel:):
F Orangyang tinggal serumah
F Orang yang r.nakan dan tidur di tempat yang sama dengan pasien
) Orang yang menggunakan sarana umum. bersama den$an pasien
dalamT hari terakhir
) Murid sekolah yang sekelas dengan pasien
F Penrgas kesehatan yang ada kontak langsung dengan secret mulut
dan hidung pasien dalam 7 hari terakhir

Tabel 2. Terapiempirik pada riieningitis bakterialis


BaKeri penyebab yang sefing Atrlibiotil(a

Streptokokus grup B,Listeria Anpisilin pfus selbtaksim


monocytogenes, Escheri chia coli

2 bulan- 18 tahun lleisseriameningitidis, Steptococcus Seftiakson! ahu sefohksimc, dapat


pneurnoniae, H emophilus intluenae dhnrbahlon vankomisind
18 -50 tahun S. pneunoniae, N. meningitidis Sefbiaksonb, dapat ditambahlon
wnkomisind
> 50 tahun S. pneumoniae, L monocytogenes, lhnkomisind dtambah ampisiline,
bakteri gram negafrf drhmbah Seflriakonb

Oosis sesuai umut berat dan prematuritas.


DAnak
100 nrgftg/lrari tV atau lM dalam dosis terbagi q12h, dosis maksirirum 2grarnlnan
Dewasa: 2 gnm lV ahu lM q12h, dosis makirrum 4 gnm sehari
cAnak
200 mg/kg8B/hari lVdibagiq6h. Dewasa:2 graffiari q4-6tr.0osis maksimum 12 g/hari
$natc OO mg/kgeBftrari dibagiq6h. Dewasa: 1 gram lVq12fr.
eAnak
200-400 mq/kg8B/hari lV diba$ q4h. Oewasa: 2 gram lV q4h 0osis rnaKimum 1 2 ghari

MnineitbBaktdi,,lAk1r. a I
::1-i,_::=;::i

Tabel 3. Rejimen profdaksls pada infeksi N. meningitidis

Nama obal Dosh $soai umur

Rifampina < t hdan:5 mg/kqBB P.o. q12h > 'l bdan:1&rg&gBB {nnksimum
untuk2lwi 600 np), po. ql2r untuk 2 hari

Seffiakson < > 12 blrn: 2S) nq lM dosistunggal


12 tdrun: 125 mg lM dosis tunggal

Siprolloksasinb . tgbfutrliOakOirekomendasikan > lStdrun:$0ngp'o' dosis


tunggal

aJangan diberikan pada ibu hani' hdi-hati pada ibu yang minum obat KB
bJangan diberikan pada ibu han$dat tnenyusui

Komplikasi
Komplikasi yang daPat terjadi:
a. Komplikasi segera: edema otak, hidrosefalus, vaskrrlitis, uombosis sinus
omk, abses/ efusi subdural, gangguan pendengaran
b. Komplikasi jangka panlang: gangguan perrumbuhan dan perkembangan
pada pasien analg ePilePsi

Prognosis
Prognosis meningitis bakrerialis terganrung pada kecepatan mendiagnosis
dan memberi terapi, Dengan pemberian anribiorika yangtepat Penyakit
ini
pada umumnya dapat di atasi, walaupun seringkali kemacian disebabkan
oleh hebamya resPon imunologi pada pasien'
Kematian paling banyak ditemukan pada pasien yang terinfeksi
S.pneumnine dan pasien yang datang dengan penurunankesadaran'
Deksametason terbuki menurunkan kematian dan gejala sisa neurologi
data
pada pasien anak dan dewasa, khususnya di negara maju' Tidak ada
d"rl t.g"r" berkembang yang menunjukkan keunggulan pembenan
deksametason.

Daftar Pustaka
l. DurandML,calderwoodsB,weberDJ,Millersl,southwi&F cavinessvs,Jretal.
Acrte bacterial meningitis in aduhs. A review of +ll episodes- N.EnglJ.Med. tlr3;
328(r).2r-8.
2. Greenberg MS' Handbook of Neurosurgery 5th Ed' Thieme' New York' 2001-
p- zrt-6.
3. GilroyJ. Infecdous Disease- In: Basic Neurology, 3rd Ed. McGraw-Flill, NewYorh 1991,
p.432-9.

1O 1 nirlr"ipoao S;*. 5*o7 lX.tt-pok StuliNaro Infksi)


Kaplan SL, Smith EO, Wills C, F'eigin RD: Association betwe€n Prcadmrsslon orat
*.ibio.i. dt.r"py and cercbrospinal fluid findings and sequ€lae caused by Haemophilus
inlluenzae rype b meningitis. Pediatr.lnfect.Dis. 1986; 5(6): 626-32'
Kxhyap RS, Kainthlal RP, Saqutel RM, fuarwall NB Chandakl NH, Purohit F{ et al'
Di$erendal diagnosis of tuberculous meningiris from pardally-treated pyogenic
mcningiris by cell ELISA BMC Neurol. 2006.
Roos KL, Tunkel A& Scheld wM. Acure Bacterial Meningitis. In: sdreld wM, whidey
RJ, Marra cM, editors. Infections of the central Nef',/,ous system. 3 ed. Philadelphia:
Lippincon Williams & Wilkins; 2OA4- ? 3474?2.
7. Ross KL. 100 marimts in neurology: merringitis. Arnold-Hodder Headline Group.
London- 1996.p'.6-34. 1
Samuels MA. Manual of Neurologic Therapeutic' 7th Ed. Lppincoft &
Wilkins, Philaddphia. 'Villiams
Tunkel AR Flarrman BJ, Kaplan SL, Kaufman 8A Roos KL, Sdrdd wM' Whidey (f'
Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical tnfectious
Diseases 2004; 39:. 1267-84.

It{r:nh16rifrs Boktcti4l A*at | 11


MENINGITIS TUBERKULOSIS
:
METT' FRIDA
Bagian llmu Penyakit Saraf
Fakufcas lcdokteran Universitas Andalas, RSUD DR. M. Djarnil, Padang

Pendahuluan

Meningitis tuberkulosis termasuk salah satu ruberkulosis ekstrapulmoner


dan merupakan penyakit infeksi susunan saraf Pusat (SS) subakut dari
fokus primer paru.
Menurut WHO, (2003) diperkirakan 8 juta orang terjangkit TBC setiap
tahrn dan 2juta meninggal. Pada tahun 1997 dipe*irakan TBC menyebabkan
kbmatian lebih dari l juta penduduk di negara-negara Asia- Riggs (t956)
menyatakan bahwa antara 5-10% penderita TBC akan meninggal" dan25o/o
akan berlanjur menjadi infeksi. Meningitis TBC lebih sering pada anak
terutama anak usia 0--4 tahun di daerah dengan prevalerui TBC tinggi'
Sebaliknya di daerah dengan prevalensi TBC rendah, meningitis TBC lebih
sering dijumpai pada orang dewasa.
Di Amerika Serikat meningitis TBC ditemukan pada 32%o kasus
meningitis dan menurun drasris kurang dari 8n jiilry 25 tahun kemudian,
,.d"ngk"r, di India pada tahun y"ttg t*" 60% liasus terjadi pada anak usia '
gbulan-5tahun.
Berdasarkan data di Departemen Neurologi RS Crpto Mangunktrsumo,
pasien yang dirawat di IRNA B, tahun L996 terdapat 15 penderita dengan
kazus meningitis dengan kematian 407o, tahun 1997, L3 kasus dengan
kematian 50,85% dan tahun 1998 dengan kematian 46,l5Yo dai 13' penderita-
Di Bagian llmu Penyakir Saraf Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang selama
tahun 2007 didapatkan kasus meningiris TBC sebanyak 9 penderita dan
tahun 2008 dengan 7 orang penderita.
Meningitis tuberkulosis merupakan meningitis yang paling banyak
menyebabkan kematian dan kecacatan. Dibandingkan dengan mgningitis
bakterialis akut, perjalanan penyakit meningitis TBC lebih lama dan
perubahan atau kelainan dalam cairan serebro spinalis (CSS) ddak begitu
hebat.

l3
*2
Dewasa ini terutama di negara negara maju, penderim meningitis TBC
merupakan komplikasi HIV dengan gejala yang lebih kompleks, sepeni
infilrat pulmoner difus dengan limfadenopati torakal-

Definisl
Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi
nrberhrlosis primer. Secara histologis meningitis tuberkulosis merupakan
meningoensefalitis (tuberhrlosis) dengan invasi ke selaput dan jaringan
sus'unan saraf pusat.

Penyebab
Meningitis tuberkulosis disebabkan olelr, Mycobacterium taberculosis jenis
Hominis, jarang olehjenis Bwinum atau Aves-

Patoflsiologl
Meningitis tuberkulosis selalu terjadi sekunder dari proses ruberkulosis,
fokus primernya berada di luar orak. Fokus primer biasanya di paru-paru,
terapi bisa juga pada kelenjar getah bening tulang sinus nasalis, traktus
gastrointestinal, ginjat, dr" sebagainya.
Terjadinya meningftis bukan karena peradangan langzung pada selaput
otak secara hematogen,'tetapi melalui pembenokan tuberkel-tuberkel kecil
@eberapa milimeter sampai I sentimeter) berwarna Putih, terdaPat
pada
permukaan orak, sumsum nrlang belakang. Tuberkel tersebut selanjumya
meluna! pecah dan masuk ke dalam ruang subaraknoid dan ventrikel
sehingga terjadi peradangan difus.
Penyebaran dapar. pula rerjadi secara perkontinuitarum dari peradangan
organ atau jaringan di daerah selaput otak sepeni proses di nasofaring,
pneumonia, endokarditis, otitis media, mastoiditis, rrombosis sinus
kovernozus, atau spondilitis-
.Penyebaran kuman dalam ruang zubaraknoid merryebabkan reaksi radang
pada piameter dan araknoid, CSS, ruang subaraknoid dan ventrikel.
Akibat reaksi radang ini maka akan terbenruk eksudat kental,
serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman-kuman serta toksin yang

14 | t"f"nS paaa sistm turaf (I{elmpok Stuili Naro Infe*si)


mengandung sel-sel mononuklear, lirnfosit, sei plasma, makrofag sel raksasa
dan fibroblas. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang subarahnoid saja
retapi terutama berkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga menyebar
melalui pembuluh-pembuluh darah piameter dan menyerang jaringan otak
di bawahnya sehingga proses sebenafnya adalah meningoensefalitis. Eksudat
juga dapat menyumbacakuaduknrs, fisura Sylvii, foramen Magendi, foramen
Luschka dengan akibatnya adalahterjadinya hidrosefalus, edema papil akibat
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan ini juga terjadi pada
pembuluh-pembuluh darah yang berjalan di dalam ruang subaraknoid
berupa kongesti, peradangan dan penyumbatan sehingga selain artoStis dan
flebitis juga mengakibatkan infark otak terutama pada bagian korteks,
medulla oblongata dan ganglia basalis-

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisih pemedksaan
netrologi dan pemeriksaan penunjang. Gambaran klinis raeningitis
ruberkuLsis memperliharkan gejala yang bervariasi dan tidak spesifik.
Selama 2-8 minggu dapat ditemukan malaise anoreksia, demam, nyeri
kepala yang semakin memburuk, perubahan mental, penurunan kesadaran,
kejang,Jcelumpuhan saraf :kranial (II, III' IV VI, VII, VI[)' hemiparese'
pemeriksaan funduskopi kadang-kadang memperlihatkan ruberkel pada
khoroid, dan edema papil menandakan adanya peninggian tekanan
intrakranial.
Perjalanan penyakit Meningitis ruberkulosis memperlihatkan
3 Stadium
) Stadium I (Stadium awal)
Gejala prodromal non ipesifik yaitu apatis, iritabfitas, ryreri kepala ringarl
malaise, demam, anoreksia, muntah, nyeri abdomen-
F Stadium tr (Intermediate)
Gejala menjadi jdas ditemukan "drowsll' perubahan mental, tanda iritasi
meningen, kelumpuhan saraf III, IV VI.
F Stadium III (Stadium lanjut)
Penderita mengalami Penunrnan kesadaran menjadi stupor atau koma,
kejang, gerakan involunter, dapat ditemukan hemiparese.

.l5
Miaingitis Trbcrfcrtosis |
#
Pemeriksa-in Penuniang
1. Laboratorium rutin pada meningitis ruberkulosis jarang yang khas' bisa
ditemui leukosit meningkat, normal arau rendah dan difr, count bergeser
ke kiri kadang-kadang ditemukan hiponatremia akibat SIADH'
2. Pemeriksaan CSS
Terdapat peningkatan tekanan pada lumbal Pungsr 4V75a/o pada anak
dan 5}o/o pada d6wasa. Warna jernih atau xantokhrom terdapat
peningtatan protein dan 150-200 mg/dl dan penurunan glukosa pada
cairan serebroqpinal..Terdapat penurunan klorida, ditemukan pleiositosis,
jumlah sel meningkat biasanya ridak melebihi 300 cdl/mm3. Afrireftti^l
coltnt PMN predominan dan limpositik.
3. Mikrobiologi
Ditemukan Mycobacteriwn ntbrrcttlosis pada kulrur cairan serebroqpinal
merupakan baku emas tetapi sangat sulit, lebih dari 90% hasilnya
negadf.
4. Polymerase choin reaction (PCR) spesifitas tinggi tetapi sensitivitas
moderat. '

5_ Pada pemeriksaan foto ronrgen roraks ditemukan ruberkulosis akrif pada


paru dan dapat sembuh sampai Saoh pada dewasa dan gOYo pada anak-
anak.
6. Hasil tes PPD tuberkulin'negatif pada 10-L5oh anak-arak dan 5ao/o pada
dewasa.
7. CT Scan dan MRI
Pemeriksaan cT scan dengan kontras ditemukan penebalan meningen
di daerah basal, infarlq hklrosefalus, lesi granulbmatosa. Pemeriksaan
MRI lebih sensidf dari cT scarl retapi spesifitas juga masih terbatas.

Penatalaksanaan
Penderita meningitis ruberkulosis harus dirawat di rumah sakit, di bagian
perawatan intensif. Dengan menenrukan diagnosis secepat dan setepat
mungkin pengobatan segera dapat dimulai.

16 | nltkspaaa sistn saraf (Kdonpok stxili Nilro Infeksi)


rawatan Umum
:awatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus
diperhatikan
,g".,rorrgg,rh-sungguh,antaralain:kebutuhancairandanelektrolit'
kemih dan defekasi'
,,.Itoh"., gizi, posisi penderita, Perawatan kandung
diberikan melalui infus
febunrhan cairan, elektrolit serta gizi dapat
untukhiperpireksia'
rupun saluran pipa hidung Di samping im, pengobaran
tisah atau kejangjuga diberikan'

rngobatan C
pada umumnya
ar ini telah tersedia berbagai macam Tuberkulostadka'
dikenal sebagi tiple
rberkulostatika diberikan Jalam bentuk kombinasi'
duajenis Tirberlculostadka lainnya'
ugs, ialah kombinasi antara INH dengan
obat terutama
'tlh"*, kritis untuk menilai efektivitas masing-masing
rlam hal timbulnYa reilistensi'
yang dapat
Berikut ini adalah beberapa contoh Tubekulostatika
peroleh di Indonesia:
1o-20 mg/kgBB/hari (pada
Isoniazid (INH), diberikan dengan dosis
anak) dan pada dewasa dengan dosis 400
mg/han'
Efek sampingberupa neuropati, gejala-gejala P"k1- .. ,,
pada orang
Rifampism, aiU.rlt"tt dengan dosis 1G-20 mg/kgBB/hari'
dosis
d.*"r" dapat diberikan-dengan dosis 600 mg/hari deogan
tunggal.
Efek samping sering ditemukan pada anak
di bawah 5 tahun dapat
darah perifer' gangguan
menyebabkan neuritis optika, muntah' kelainan
hepar danflu-like-qrmPtom- -,- tt
mg/hari
. Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kg/BB/hari -150
Efek samping dapat mbninibulkan neuritis optika'
dengan dosis 200 mg lkgBBl
. PAS aau Para -Amino-Sdicilyc-Aciddiberikan
hari dibagi dalam 3 dosis dapat diberikan sampai '12
gl}ran'
Efek samllng dapat meq'ebabkan gangguan
nafru makan'
Srr.p.otrliritiaif.rit r" intramushrler selama lebih kurang 3 bulan'
'.
oosirry" adalah 30-50 mg/kgBB/harl Oleh karena bersifat ototoksik
maka harus diberikan denganhati-hati' Bila perlu
pemberian smptomisin
CSS menjadi
dapat diteruskan 2 kali t.*i"ggi selama 2-3 bulan sampai
normal.
MiningitisTxbei.llosis I 17
6. Kortikosteroid, biasanya dipergunakan prednison dengan dous.z-l mgl
kgBB/hari (dosis. normal) zo mg/hari dibagi dalam 3 dosis selama 2-4
minggu kemudian diteruskan dengan dosis t mg/kgBB/hari selama
1-z minggu. Pemberian kortikosteroid selumhnya adalah lebih kurang
3 bulan, apabila diberi deksametason maka obat ini diberikan secara
intravena dengan dosis l0 mg setiap H jarn. Pemberian deksametason
ini terutama bila ada edema otak. Apabila keadaan membaik maka dosis
dapat diturunkan secara benahap sampai 4 mg sedap 6 jam secara
intravena. Pemberian kortikosteroid parenteral ditujukan untuk
mengurangi eksudat di bagian basal, mencegah terjadinya nekrosis,
perlengketan dan mengh?langi blok qpinal. Pemberian kortikosteroid
dapat membahayakan penderita karena munculnya super infeksi,
kemampuan menutupi penyakimya (mailcing Sed).

Tabel 1. Beberapa regimen yang dianjurkan untuk pengobatan meningibs tubefiulosis

Lamarya

Kemungkinan resistensi obat yang rendah

A INH 300 rng Setiap hari 6 bulan


RIF 600 mg Setiap hari 6 bulan
PRZ 1S-30 mg/kg Setiap hari 2 bulan
B INH 300 mg Setiap hari I bulan
RIF 600 rng Setiap hari 9 bulan
Ehmbutolatau 25 n'g/kgBB Setiap hari 2 bulan
Streptomisin 1g Setiap hari 2 bulan
C INH 300 rng Setiap hari 1 bulan
900 mg 2 x seminggu 8 bulan
RIF 600 mg Setiap hari 1 bulan
600 mg 2x seminggu 8 bulan

Kemunghnan resistensi obat yang tinggi

A INH 300 mg Setiap hari 1 tahun


RIFI 600 mg Setiap hari 1 tahun

Kasus dengan resistensi obat, diberikan setelah tes resistensi

Komplikasi dan Prognosa


Komplikasi neurologi yang sering terjadi pada anak dan dewasa adalah
hemiparesis spastik, ataksia, parese nervus kranialis yang permanen, kejang
terutama pada anak" atropi nenn:s optikus, penurunan visus dan kebutaan.

18 ll np*si pao Si*n Saraf (I<clompok Stuni Nara tnfeksi)


Prognosis merungrtis tuberkulosis ditentukan oleh stadiumnya' makin lanjut
stadiumnya prognosa makin jelek
Anak di bawah 3 tahun dan dewasa di aras 40 tahun memPunYai
progrosis yangjele\

TUBERKUTOSIS MEDULA SPINALIS

Tuberkulosis Inmakranial dapat terjadi di dalam medulla spinalis dan


membrannya berupa araclinoiditis, vaskulitis dan massa inva-patenclryrma.
trsibisa..f"a lokal pada medulla spinalis tetapi lebih seringberhubungan
dengan intrakranial-

Patogenesis
sama dengan meningitis rubertrrlosis, disebabkan oleh robeknya tuberkel
di daerah submeningeal ke rongga subaraknoid medulla spinalis. ,

Geiala Klinis

Gejala klinis dapat terjadi $ecara mendadak karena terjadinya blok spind
mendadak menyerupai Midlitis Transversa atau bisa juga terjadi perlahan
berupa paralisis ascendingyangterjadi dalam waktu, bulan atau tahun'.
bemam dan gejala sistemik lainnya jarang ditemukan pada ruberlnrlosis
medula spinalis.

Pemeriksaan Penuniang
1. Pemeriksaan CSS
Ditemukan kadar protein yang tinggi mencapai beberapa gram Per
100 ml, kadar glukosa menurun, pleosirosis limpositik pada 30-5oo/o
pasien.
2. Mielografi
Ditemukanf lling defea sepanjang medulla spinalis
3. Pada pemeriksaan CT Scan dan MRI
Ditemukan ekzudat pada ruang subaraknoid

MiaingitisTfietlulosk ll 19
Pengobatan .

Pemberian nrberlulogadka dan steroid dilaporkan dapat mengurangi gejala :


pada beberapa kazus, dan operasi pada araknoiditis ryinal dapat mengurangi
gejala neurologis secara parsiaf.

Daftar Pustaka
l. Roper AH Je. Sasruels MA, 2009. tnfecdom of 6e Nervous sistem (Bacterial Fungaf
spirocrr.tal Perasite) and sarcoidosis. ln: Princi'ts of Natrologt Adam and Mcto/s. 96
Ed. New York - Toronto. McGraw Hill Medical 67-707-
z. zuger A,2fi)4. Tuberculosis. In: Scheld WM, wh*ley ry, Marra cM (eds)- lnfecdorr of
the cenrrel lervous sistem, thiid ed. Philadelphia: Lippincoa williams & wilkins-
p.4414n.
a, Koshy AA danJay cA, 2009. infecdons of tlre nervous sistem. In: Bloom JC and David
RB (eds)- dinial A&it Neurologr, third ed- New Yods Demos Medical: 341-t43-
4. Rom WN, ?J04. Tftcrcdosis, second ed. Philadelphia: Lippincoa williams & wilkins.
p.445458.
s. Kriegel s, 20(D. Neurologic infections- In: Frontera JA (cd). Decision making in
Neurocritical Care. New York Thieme Medical Publishers' tnc' P 134-148'
6. Jarmisj, t998. Tara laksana dan Diagrrosis Meningitis uberkulosis. Dalam: Penemuan
Regional Jakarta - Bandung - Palembartgz4-zt Oktober t998'
7. KNI PERDOSSI,2008. Standar Kompetensi Spesialis Saraf-Jakana'

2A I ng*t paaa Sxtcn Saraf (Kelonpok Stitili Naro Infeki)


ABSES SEREBRI
ARIS CATUB B'NrORO

raruras r<eoffi [RB"[]T;3f lL:i:ii, sen.rans

\
Pendahuluan

Hrngga akhir abad.ke 19 abses serebri masih merupakan penyakit yang serius
dan fatal. Terapi ,vang sukses Pertama kali dilaporkan oleh Dr JF Weeds
pada tahun 1868 dengan melakukan drainase abses serebri di lobus frontal
dari seorang letnan kavaleri yang tertembak pada bagian kepalanya-
Selanjutnya sir william Macewen menjadi pionir operasi abses serebri
setelah pada tahun 1893 telah mempublikasikan monograf berjudul:
"\ogettic ittfectite disease of the Wain and ryinal cord" -1
Banyak perubahln dalam penatalaksanaan abses serebri- Perkembangan
pesat terjadi setelah dircmukan CT scan tahun 1970 sebagai diagnostikbaku,
rejimen obat antibiotik, serta kemajuan dalam teknik bedah saraf yang
dilakukan lebih awal telah berdampak pada perbaikan prognosis
penyakit.2'3
I

Definiri "
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebriris yang lokalisatorik dan berkembang menjadi hampulan Pus yang
dikelilingi oleh kapzul.+7

Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data pasti, namun di Amerika Serikat dilaporkan
rikir". 1500-2500 kasus abses serdri per tahun.E Prevalensi diperkirakan
0,3-1,3 per 100.000 omngi tahun.Jurnlah penderita piia lebihbanlnkdaripada
wanita, yaitu dengan perbandingan 2-3:l.r'e
Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi
pediatri, sena pandemi AIDS, terjadi pe{geseran prev-alensi'ke usia dekade
3-5 kehidupan.3'10'11

21
Patogenesis
Mekanisme kuman mazuk ke otak rnelalui beberapa cara-3'3'12'r3'14'r5
1. Perluasan lang$ngdari kontak fokus infeksi (25-t0Pl.): berasal dari sinus,
gigi, telinga tengah, atau mastoid- Akses menuju vena drainase otak
melaiui vena emissari berkatup yang menjadi drain regio ini'
2. Hematogen (30%); berasal dari fokus infelsi jauh seperti endokarditis
bakteiial, infeksi primer paru dan pleura. Sering menghasilkan muldpel
abses serebrl
3, Setelah fiaruna kepala maupun tindakan bedah saraf yang mengenai
dura dan leptomening
a. Ikiptogenik (hingga 30o/o): ridakditemukan jdas sumber infeksinya-

Setelah kuman masrk ke otak maka selanjumya akan terjadi proses evolusi
pembentukan abses melalui 4 tahap sebagaimana dapat disimak di
Tabel 119'16

Tabel 1. Waktu dan perkembangan pembentukan aoses sereiri

Serebrilis Pembeni&o Pefibentukan


SerebfiUs Asal KapulAual Kapsul ltkhir
Lanjut

Harilel dar€ HadkefVdke9 Hari ke 10 s/d 13 > hari ke 14

lnleKiserebd . iaringan pusat i Resolusidaerdt . Kapsulmatang


terisisel-sd ndaq nelcotik serebritis mengelilingi dagnh
edema subshnsh . fibroblas . Peninglotut inflamasi berisi
alba batas bekrn . ndovaskulartepi makrolag dat debris dan sel PMN

lgLt daerah nekotik. fibrobtas . Edema sertebri


. Pembentukankapsul semakin me luas
a dan ederm

Etiotogi
BanyalCorganisme dapat menjadi penyebab abses serebri' tergantung pada
lokasi masuknya infeksi.

22 | t"1r*S poa" Sist^ S*af (lbbnpok studi Ndro Inf*i)


Tabel 2. Sumber infeksi, lokasi lobus, flora mikrobal'r6

Sunber lnleksi tokasi Abses Palogen Utama

1 Sinus Paranasal Lobus Fonhlis Strcptococci, Stultytococcus aureus,


Ilaenophilus sp, Eadaoides sP.

ldeksi otogenik Lobus Temporal, Strcptococci, Bacteroides sP,


Sercbelum fuilercbacteial (Proteus sP),
seudomonas sp, Hadnoqhilus sP

3 lnleksi0dontogenik Lobus ftontal Streptococci, Shphilococci, Eactuoides'


ktinohaciltssp
4,/tddkarditis gakterial Biasarya Abses multipel, Stapucf;oc,ts aweus,Sfepfococcus
bisa di lobus mana sala' vindans ,
( rme*sllurmonal(abses, Eiasanya Abses multipel, Streptoco@i, Shphifuci, B acbroides'

emiriefr, brontielcasis) bisa dilobus mana saia ktinohcitus sp


6 Shrmtkanan ke titi Biasanya abses mulliP{ Streptoff/&us, ShgryococcrJf',
(penyakit iantung lobus mana saia daPat ftptosfephcoccus sP.

siandiL AVM paru) terkena

7 Tralnnpenbrasiatau Tergantung lokasi Staphyiiouws aua$, Sti1floco cv s


pascaopensi epid ermidis, Strqpfococcus,
Efitercfuctet: Clostidiun sP.

I Pasiendengan Sering Abses multiPel, Aspergilus sp, Pep|osiF,rptococclrs,sp,


irnunosupresi beftagai lobus dapat Eactercid es sp, llaeno Phihs sP,
terkena Staphylococtus.

9 Pa*nAlDS Sering /tbses multiPel. Twoplasma go Nii, C iqtoaoca$


n
berbagai lobus daPat neofonnan, Listai4 ilycoMctaiu sp,
'teikena. Cadrd4 Aspergilus.

Infeksi opomnistik meninglatkan penyebab abses ser$ri pada pasien


dengan transplantasi organ, Hry imunodefuiensi- Organisrne
-tersebuc
facopbfina godii dan Nocardit, Aspqgltus, set:ra Candiil4.L2'r3't7
Fakor risiko predisposisi lain, seperti:.penggturaan jalur intravena,
kelainan jantung, diabetes, steroid kronis, alkoholik dan
neoplasma.3'8'lo
F gila sumber infeksi tidak jelas, maka dapat diisolasi flor-a dan kuman
anaerob saluran napas atas.

Gefala Klinis

Manif€sasi klinis abses serebri bervariasi telqgantung pada tingkat perryakit'


virulensi penyebab infeksi, status imun pasien, lokasi abses, jumlah lesi, dan
':
ada tidaknya meningitis atau venrikulitis.tt't? .

i ibscrSerebri I 23
dalam
Manifestasi klinis abses serebri dapat terbagi
3

kelompok.3'to'l3lo
l. Sisiemik demam subfebril' larrang dari 50%o kasus-
2. Serebral umum: sering dikaitkan dengan peningfutan TIK yaiu:
) nyeri kepala kronis progreslf (> sO%o)
F mual, muntah
F penurunankesadaran
) papil edema
3. Serebral fokal:
) kejang seringgeneral (eo7o)
) perubahan status menqal (50%o)
F iefisit neurologi fokal motorik, sensorik nn kranial (50.l/0)

Pemeriksaan Penuniang
l. Laboratoriumr'tlri8'
) Leukositis PMN, Peningkatan LED
) Kultur a"r"n p"titif halya pada 30Yo kasus' kulmr dari jaringan lain
yang diduga sebagai fokus'
ituftt ..it "a;pi""il operasi abses menunjukkan 4ao/o neganf'
mungkin aiseUaUt<an pt'oUta* antibiodka sebelumnya'z
bahaya
) lung'si lumbal ddak dianjurkan, hasil kurang spesifilq
herniasi
2. Imajing
) CTscan (tanpa dan dengan kontras): pada fase serebritis $Y*n"
rcbal akan
lesi densias rendahbaasLgdar' setelah terbennrkkapsul
didapati " ring enhoncement" -

posterior.
fiosa
3. Penunjanglain:
lambat
D EEG: abnormalitas EEG di lokasi lesi berupa gelombang
konrinu

24 | npS goa" Sl*rn W$ (Xllnpott sndi Naolnfbsi)


Diagnosis
I

Diagaosis abses serebri ditegakkan atas a-nafirnesis, pemeriksaan fisik sena


pemeriksaan penunjang. Pencitraan otak merupakan gold standard.
diagnosis.

Gambar 1. CT scan kepala + kontras pasierr abses serebri (irisan aksial, sagital dan
koronal)23 t

Penatalaksanaan
Penanganan abses serebril h"*r dilakukan segera, meliputi penggunaan
antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase arau eksisi), arasi edema
serebri dan pengobatan infeksi primer lokal.
Secara umum pemilihan rejimen antibiotika empirik sebagai pengobatan
frst Linc abses serebri didasarkan aras zumber infeksiz4
) Perluasan langsung dari sinus, gigi, telinga tengah: Penicillin G +
Metronidazole + sefalospurin gen III
) Penyebaran via herharogen atau rrauma penetrasi kepala: Nafcillin *
metronidazole + sefaloqpurin gen III
) Pos operasi: Vancomisin (unruk MRSA) + seftasidim atau sefepim
(Pseudamonas)
F Tidak dijumpai faktor predisposisi: Metronidazol + vancomisin +
sefalospurin gen III

.4bsesSercbri f 25
Tabel 3. Jenis dan dosb antib'rotik yang lazim diberikan pada lbses serebri2s
lGlerangan
l{ama obal
Geftriarone 1-2x?g,w 2 x 100 mg/kgbb/hr Sefalospurin gm lll, aktif Eam (-) kunng
i (ma<49) aktif gnm (+)

Celepime -- 2-3 x 29, 3 x 50 nu/kgbb Sefalospurin gm l[


aKit gram (-) dan
(+), pseudomonas
lei
3x1{g 3 x 40 mg/kgbb Carbapenem, dektif gnm(+) gram (+
Meropenem

Cefobxim - 3-4.x?g
' 3 x 200rngtkgbb/hr ldemceftia<on

MeEonidazole 4 x 5{X}ng .30 nq&gBB/hr BaKeri anaerob din Protozoa

Penisilin G 4 x 6iuhu 4 x 500-€00 un( Anaerob dao strepbkokus.

Vancomisin 2x1g '4 x 60 mgltgbb/hr MRSA, gnm (+[ seflikemi

Tindakan bedah &ainase arau eksisi pada abses serebri diindikasikan


uritu:26
) teS dengan diameter > 2,5 cm
) Terdapat efek massa yang sigrrifikan
) Les dekat dengan ventrikel
F Kondisi neurologi memburuk
) Setelah terapi 2 minggu abses membesar atau setelah 4 minggu ukuran
abses tak mengecil

pada
Terapi medikardentosa saja tanpa dndakan operatif diperrimbangkan
kondisi seperri:32nz7
F Abses nrnggal, ukuran kurang dari 2 cm
F Abses multipel atau yanglokasinya sulit dijangkau
F Keadaan kritis, pada stadium akhir
Pengobatan abses serr$ri biasanya merupakan kombinasi anmra pembedahan
danledikamentosa unruk eradlkasi organisme invasif'z
Lama pengobatan antibiouka tergantung pada kondisi klinis pasien'
namrm biasanya diberikan intravena selama 6-8 minggu dilanju*an dengan
per oral 4-8 mingu untuk cegah relap,3'8,t2'za CT scan kepala ulang dilakukan
untuk mdlihat rcq)on terapi-
Kordkosteroid penggunaannya masih kontrovesial- Efek anti-inflamasi
steroid dapat menurunkan edema serebi dan TIK namun steroid.;uga
dan memperlambat
-.rryeb"bk"n Penurunan penetrasi andbiotika

26 | n1*si paa Sil/.e^ sar{ (Kelompok Studi Ncuto bfc*si)


lembentukan kapsul- Mere\a yang menggunakan steroid terutama uil
ndikasi edema serebri masrf yang mengancam terjadinya herniasll0'24
Laporan studi dengan jdrrdah kasus kecil memnjuH<an bahwa terapi
cLsgen hiperbarik pada awal pengobatan abses serebri akan memperpendek
lama waktu pemberian antibiodka.ze'3o

Kompllkasi
Abses serebri jarang {< tlqsebagai komplikasi meningitis bakerial,ts'rl
dan hanya 3o/o akbat infeksi endokardicis-rz
Komplikasi abses serebri terbanyak berupa:
i Herniasi unkal arau tonsilar akibat kenaikan TIK20
i
) Abses rupur ke dalam ventrikel atau lapisan subarahnoid33
) Sekuele neurologis jangka lama seperti hemiparesis, kejang yang
ro''3'n'zr
mencaPai 5Oo/'
P Abses berulang3
F Kejang, perlu diberikan terapi profilaksis kadang dalam periode
lama.8'20

Prognosls
Angka4<ematian umum (oferasi dan tanpa operasi) 33-70o/o sedangkan
angka kematian dengan operasi l7-54vo.r Dengan semakin membaiknya
penatahksan""r, *"k" ang*'a suwival abses serebri semakinbailsz
'Progrrosis
baik antara lain ditentukan oleh:0'ro
F Usia muda
>> Tidak dijumpai defek banding atau penurunan kesadaran pada awal
penyakit.
) Tak dijumpai penyaliit komorbid

Beberapa faktor yang perburuk prognosis bila dijumpai:


F tanda herniasi pada awal penyakit (monalitas >507o)r0
) Perluasan lesi pada perneriksaan radiologi35
) Tindakan bedah terlambat36
) Abses nokardia (mortalitas 3x dibanding absesbakte4 fatalitas > 5Uo/o

pada imunokompromised)37

Absessqcbaf 27
Daftar Pustaka
L Kolegium Neurologi lndonesia. Modul Neuroinfeksi Program Pendidikan Dokter
Spesi:lis Sara{, Jakara, 2008.
2. Alderson D Smong AJ, Ingham AR, et al Fifteen-year review of rhe monaliry of brain
abscess. NerrosurgeryJan I98l; 8(l): I-{-
3. CarpenterJ, Stapleton S, Holliman R Rerospecrive analysis of +9 cases of brain abscess
and review of the literature . EurJ CIin Microbiol Infed Us- Jan ZOAT; 26(l) l-ll'
4. Mathicsen GE, JohnsonJP Brain abscess- CIin Infea Drs 1997; 25: 763-781'
5. I(ao P-T Tseng H-s, Liu c-B su s-C, Lee c-M. Brain abscess: dinical analysis of 53
cases. J Mirro&ol htwnunol infea 36: 129-136.
5. Mampalam TJ, Rosemblum ML. Trcnds in the management of bacterial brain abscesses:
a review of lO2 cases over 17 years- Neuronngery 1988; 23: 451-8'
7.. Bernardini GL. Focal infections, in: Rowland LP Merrin's Neurology tOfi ed. Lipprncon
Williams 6( Wilkins. Pltilatelphia zo0[; 127-114.
A. Mamedk AN, Mampalam TJ, Obana WG, et al. Improved managemenr of multiple
brain abscess: a combined surgical and medical approacb' 1995;36(l):
76-85.
l. Gilroy J- Basic Neurologi', 3'd e4 McGraw-F{ill, New York' zooo; 439447 '
IO. seydoux c, Francioli P- Bacterial brain abscesses: facors influencing monality and
seguelae. Clin Infect Dis. Sep 1992; l5(3):39HOl. ' t,

I l. vilauE, oliveira Ac, Iilho FB, er aI. Tuberculous brain absc'ess in AIDS patients: report
of three cases and lircrature revrew. Int J Infea Dis 2005 ; 9(4): zol-7 -
12. saez-Llorens x- Brain abscess in children. semin Pedia* Infect Dx. Aprii 2003; la(2):
t08-14.
13. Bemardini GL- Diagrrosis and managemenr of brain abscess and subdurai empyema.
Cun Nnrol NctrosciRqp. Nov 2oa4; 4(6): aaf--56-
la. YangKXClnngWN,HoJT,eral,Posmeurozurgicdnosocomialbacteridbrainabscess
in adulc tnfection. Oct 2005; 3n45):247-51.
15. Adam RD, Vrctor M, Ropper AH. Principle of neurology. 5fi ed' McGraw-Hill' New
York rg97:7tz-16.
16. BaxerJD, Dinubile MJ. Brain Abscess, in:weiner wJ. Emergent and urgenrNeurology,
JB Lippincoa Co, Philapdelptria, 1992; 217-237 -
17. Matbiser GE,JobnsonJB Brain abscess in children. clin Infecr Dis- oet 1997;25 (4).
763-79; qtizTSD-l.
t8. Kao I Tscns rrK Liu CP, Su SC, Lee CM. Brain abscess: dinicd analysis of ll cases. J
Microbiol hllnwrol Infed 2OO3; 6: I 29-t 6.
3
-
f9. Borrego R& Navarro M, Gomez,JA, CarrerasJ. Brain abscess in dril&en' Anfi Pdiatt
(Borc) ?-0n's1'63:.253-8.
20. Sharma & Itohandas K Cooke RP Intracranid abscesses: changes in epidemio-Iogy
and managerrerrt over five decades in Merseyside. Infecrion- Feb 2009; 37(L):39a3-
2t. Kao PX Tscag HK Liu CP, et al. Brain abscess: clinical analysis of 13 ases. J Microbiol
Immtnol lmfu-Jwr 2OO3; 35(2): 129-36-

t
28 | f4rc-ponc sirtn Sarof (Kcbmpok Sndi Naro Infelcsi)
22. Calusoglu H, Kaya RA" Turkrnenoglu ON, Colak I, Aidin Y, Brain abscess: andysis of
results in a series of 5l patieos wirh a combined surgical and medical approach during
an ll-year period. Ncwosurgfocus 2m'8:'24(6): E9-
23. Bagian Neurologi FK Undip/ RSUP Dr Kariadi: Arsip kasus bangsal, Semarang' 2010'
(tak dipublikasikan).
24. Lu CH, Chang WN, Lui cc. sEategies for rhe management of bacterial brain abscess.
J ClinNeurosa. Dec 2fl),5: 13(fO):97H5.
25. Thomas LE GoldsteinJN. Brain abscess, May 2010- htt?://emzilicine'medscaPe'com/
aftXle/7E1021-wernex'
26. Schliamser SE, Backman K, Norrby SR. lntracranial abscess in adults an analysis of Sa

consecrrtine caxs. ScandJ ltfeA Dis 1988; 20:1-9.


27. ]Jak?trT. Managemeat of bacterialbrain abscesses. NcurosurgFocas.2OOS; 2a(6: E4.
28. Boviatsis EJ, Kouyialis AX, Stranjdis G, et al. CT-guided stereotacdc asPiration of brain
abscesses. Ncurosrag Rcv- J,i aofB;2q3): 206-9-
29. Kurschel S, Mohia e, Weig et al. Hyperbaric orygen rlierapy for 6e treainent of
{
brain absccss in drildren. Child Ncru Syst. 2oo5; May 5.
30. Kutlay M, Colak & fildiz S, et al. Stereotacdc aspiration and antibiotic ffeatment
combined widr hyperbaric o4gen *rerapy in rhe management of bacterial brain abscess.
N euro srrgcry. Dec 20O5; 57 (6)l |
4G4.
37. Alikah so. computed romograPhy study of complicated
Eze KC, Salami THX, Ez€ CU,
bacterial meningitis NigerianJournd of Clinicai Pra'ctice 2008; 1f(4): 351-354'
32. Corall,Manin-Davila B Centela T MoyaJL. Trends in neurological comPlications of
endocarditis. J Neurol 2oo7; 254'. 1253-1259.
33. Lee TH, Chang WN, Su TM, et al. clinical fearures and predictive factors of
intrarcntricular rupture in patients v,rho have bacterid brain abscessJ NcurolNewomtg
Psifiiatry. Mar 2ao7 ; 7 8(3): iP34.
34. X]l^o F, Tseng MY, Teng LJ, et d. Brain abscess: dinical experience and analysis of
prognostic factors SurgNarol May 2005; 63(iJ: a424; discussion 449-50.
35. Demir MK Hakan t lfilicoglu G et d. Bacterial brain abscesses: prognostic value of
an imaging severity index- CIin Radiol. Jun 2oo7; 62(q: ,e7L
36. Smirh SJ, Ugbratdar I, MacArfrur DC. Ne'vcr go to sleep on undrained pusr a rcuospecdw
rwiew of srqgery for innaparendrymal cerebral abscess. BrJ Ncrrosrry. Aug 2CfD; n{al
4t2-7.
37- Kermedy I!, Chuag KH, Bowden lf, et al. A cluster of nocardial brain abscess. Surg
Narrol. Jul 2007; 68Q\. a3a; disc,ussioo 49.
38. Hakan T Ceran N Erd€m I, et eL Bacerid brain abscess an evaluation of 96 cases. J
Iafea. May 20iJ6: 54+ 359-6.

,{bser Smbrf I 29
LEPTOSPIROSIS
ERLINAWATI
f,wnah Sakh Umum Sbli
Aceh

Pendahuluan
lrptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptoqpira.
Epidemi dilaporkan terjadi di beberapa Negara didunia termasuk Asia,
Amerika Tengah dan Selatan rermasuk Amerika Serikat. Leptospirosis
mempunyai manifesasi klinis bervariasi, pada iofeksi yangringan leptolpirosis
mempuyai gejala seperti influenza dengan nyeri kepala dan mialgia.
Leptospaosis yang berat bisa menunjukta gejala larning gangguan fungsi
ginjal dan diasthesis hemoragik yang dikenal sebagai Weils qmdrom.e.rz
Infeksi pada manusia bisa terjadi setelah kontak dengan air, urin atau
jaringan binatang yang terinfeksi. Pekerja yang mempunyai risiko besar
untuk terinfeksi adalah orang yang bekerja di luar ruangan xlxu elrng yang
bekerja dengan binatang seperti petani, pekerja pembuat selokart petani
zusu, dokter hewan dan militer.l'2'3'a'i Berkemih atau orangorang yang ikut
olah raga di luar ruangan seperti berenang, menyebrang atau menyelam
danau atau sungai yang teikontaminasi, iruiden juga meningkat pada anak-
anak diperdesgan. t't'3

Definisi
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oletr spirochaeta.r
Spiroch.aeu termasuk dalam family Leptosyiroceae. Genus Leptospira
dibagi dalam dua spesies L. inteftogans L. biflexa. Leptospira berbenruk
berlingkaatipis merupakan organisme yang sangat.aktif mempunyai ujung
png benglok dengan dua flagella periplasmik yang bisa menembus jaringan.
Organisme ini mempunyai panjang 6-20 rn dengan lebar kira-kira 0,1 rrU
membuarhkan media dan keadaan reftennr untuk bisa tumbuh sehingga
memerlukan waktu bermingu unrukkulnrr menjadipositif I Mengunjungi
daerah endemik leptospira mempunyai risiko terkena.a

JI
Masa inkubasi leptospirosis 10-21 hari. 6 masa inkubasi juga bias
berlangzung 5-r4 hari bahakan sarnpai sambulan.4
..

Patogenesis

Penularan leptoqpira bisa melalui kontaktaqgsung dengan urin, darah atau


jaringan dari binatang yang terinfeksi arau dengarrlingkungan yang terinfeks'
penularan dari manusia ke manusia jarang. Sejak dikeluarkan dari urin
leptospira bias hidup dalam air beberapa bulan dan air.merupakan media
penularan yang penting. Epidemik leptospira biasanya disebabkan oieh banjir
yang tekontaminasi dengan ieptospira.t
Patogenesis Ieptospira tidak seperruhnya diketahui, leptospira mungkin
bias masuk kedalam tubuh hosr melalui kulit yang luka atau melalui
membrane mukosa utuh terutama konjungtiva dan meialui oro dan
nasofaring. Minum air yang terkontaminasi bias menyebabkan leptoqpira
masuk melalui mulut, kerongkongan atau esophag:s dan terjadi leptospiremia
dan menyebar ke seluruh organ. Leptospira rumbuli dijaringan dan darah-
Leptospira dapat dapat diisolasi di darah dan cairan serebrospinal selama
4-10 hari sakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal selama penode ini
menunjukkan pleositosiS dibeberapa temPat tetapi hanya beberapa pasien
yang menjadi meningitis. Leptospira bias merusak dinding pembuluh darah
kenrsakan ini menyebabakan kerusakan, kebocoran termasuk perdarahan
dan vaskulitis. Pathogenesis yang penting yang diketahui adalah adanya
perlekatanleptospira dengan permukaan sel dan roksisitas sel.l
Vaskulitis merupakan manifestasi klinis penting penyakir walaupun
leptospira terutama sekali menginfeksi ginjal dan hari. Pada leptospirosis
yang berat vaskulitis bias rnenyebab gangguan mikrosirkulasi dan
meningkatkan permeabfitas kapiler mengakibatkan kebocoran cairan dan
hipovolemia.
Ketika antibody terbenruk leptospira dikeluarkan dari seluruh subuh
host kecuali mata dan proksimal tubbulus renal dan mungkin orak yang
bias menetap beberapa minggu atau bulan. Respon imun sistemik efekrif
dalam mengeliminasi leptospira tetapi juga menyebabkanreaksi inflamasi
simtomatik peningkatan titer antibody bersama dengan berkembangnya
meningitis.r :

' 32 l' tnpks;patu sistn Soraf (Iklompok StliliNaro Infcksi)


Geiala Klinis
o/o gejala
Manifestasi klinis bervariasi mulai ringan sampai yang fatal, lebih 90
simptomatik biasanya ringan dan tidak ikrerik dengan atau tanPa meqingitis.
Hanya 5-10%o yang terinfeksi berat atau disebut sindroma Weil's.r
Leptospirosis yang ringan mempunyai gejala menyerupai influenza
akut seperti demam, nyeri kepala berat, mual, muntah dan mialgia Nyeri
otot terutama pada betis, punggung dan perut meruPakan gejala yang
penting. Gejala yangjarang adalah ruam dan luka kerongkongan, biasanya
pasien mengeluh nyeri kepala terus-menerus di frontal atau retroorbital
kadang fotofobia, juga bias dijumpai gangguan mentd, yangjarang dijumpai
baruk, nyeri dada dan hemoptisis.l
Pemeriksaan fisik yang dijumpai adalah demam dengan edem
conjungtiva, yang jarang dijumpai otot melembek, limfadenopati, ruam,
hepatomegali dan splenomegali. Ruam bias berbentuk makular,
makulopapular, eriterriatus atau perdarahan dan rkterik ringan bias dijumpai-
Lebi dari l5%o pasien mempunyai tanda dan gejala meni4gitis, meningitis
aseptic lebih sering dijumpai pada anak-anak dari orang dewasa. Iritis,
iridosiklitis dan koreorerinitis merupakan komplikasi lanjut yang bias
menetap sampai I tahun-r
Leptospirosis berat mempunyai gejala ikterik, disfungsi renal, diastesis
hemoragik dan kematian 5-15o/o. Ikterik pada leptospirosis menunjukkan
kulit yang berwarna oranye disebabkan oleh nekrosis.hepar. Hepatomegali
biasanya dikuadran kanan atas dan 2|o/o kasus dijumpai splenomegali.
Gangguln fungsi ginjal terjadi pada minggu kedua. Adanya keterlibatan
paru-paru menunjukkan gejala baruk, nyeri dada, $esak dan kadan-kadang
hemoprisis. Gangguan perdarahan pada leptgspirosis berat bias dijumpai
epistaksis, petechi, purpura dan ekimosis, jarang dijumpai perdarahan
gastrointestinal, renal ilan perdarahan subarahnoid- Rhabdomiolisis,
hemolisis, miokarditis, perikarditis, congestiteheaftfailure, shokkardiogenik,
respiratori dutress, pangreadtis dan kerusakan multiorgan terjadi pada
leptospirosis berat.r

Leptospirosis | 33
Pemeriksaan Penuniang

Gangguan fr-g" gt"j"t dapat dilihat dengan adartya perubahan sedimen


urirrJseperti ieukosit, eritrosit, benda hialin dan granul' Proteinuria'
sedimentasi erinosist, hirung jumlah leukosit 3mo-26'000
L dijumpai pada
leptospirosis anikerik dan Lotemia, rombositopenia ringan' protrombine
pasien dijumpai pada
memanjang krearinin fosfokinase mening[at
rinre
50olo

penyakit yangberat-I
Ketikarealsimeningealterjadilekositpolimorforruklearmendominasi
lekosit meningkat,
pada awalnya kemudianJrjadi peningkaran mononuclear
glukbsa normal'r
kadar protei cairan serebrospinal -t"lttg3"t tetapi

Appmxilllaber.rc* We€k 1 2 3 ; \\"*'*r**$ r"*


Acut8 Coiltlos{
tndb.tio.lpedod-J rlagp - Uwnis
qv
8la09
? l$!6t6lillal neghritke
lno(rtaton*-l 2-2OdaYa
-{l__-----]F
L4ospkes$wtrl
Elood
^"t
csF fusffB
(
txhe t iCdEm*xw
t--t l-
Antjtrody tileft
llsl \-\
I r6Md
.Lff k {rydod'
,r*n
abgahp' I .ldEt
t/\
r-------) L-
t boraloryinvocfgEfiotl3 Blood
(- ^cc
Cul[Jro { Uilne
t
Sorology
iD- G- ooo
frdd
--l#F
Ph8r6 I

penyakit dan perubahan


Gambar 1. Gambaran leptospirosis berbagai stadium
serologi

paru sering terjadi


Pada leptospirosis berat pemeriksaan radiologi
sakit yaitu adanya gambaran alveolus- yang
kelainan pada 3-'9 setelah
yang tersebar di
terpotong-potong sampai dengan hemoragik alveolus
perifer paru.r

34 | t6*s;1At Sistem Sanf (Iklmqok Studi Newo Infeksi)


-='E%
,
Diagnosis
Diagnosa definitive leptospirosis 1airu dengan dijumpai leptospira arau
adanya perubahan serologi atau meningkamya dter antibody dengin
microscoyic aglutination t€it (MAT) dar. en4rme-Iinked, immunosorbett assay
(ELISA) unuk melihat reaksi anrigen.l
Leptospira bias diisolasi dari darah arau cairan serebrospinal selama t0
hari sakit dan dari urin beberapa minggu, kultur paling banyak menjadi
positif setelah 2-4 minggu sampai l-4 bulan. Ifudang-kadang larltur urin
bias positif selama I buian sampai I tahun setelah sakir.r

Penatalaksanaan
Kefekdfan antimikroba pada leptospirosis ringan masih diperdebatkan
pengobatan dianjurkan pada bentuk yang berat, segera dimulai. Pada
leptospirosis yang berat pemberian intravena penicillin G, amoxicillin,
atau eritromicin direkomendasikan. I
lmelciUin
Pengobatan

Leptospirosis ringan Dorycillin 100 mgoral bid


Ampicillin 500-750 mg oral qid
Leptospirosis sedang .
'{moxicillin 500 mg oral qid
Berat Penicillin G juta unit IV qid atau
1,5
Ampicillin 1 gr IV qid Amoxillin t g {V qid
Eryrhromycin 500 mg IV qid
Kemoprofilaksis Doryrycline 200 mg oral serninggu sekali

Prognosis ..

Umumnya paiien leprospirosis prognosis baik kematian sering terjadi pada


tua atau pada sindroma weil's.
pasi,en

kptospirosis | 35
Kepustakaan
F{arrison"s Principle inemal medicine'
I. Pete! LePtoPirosis In: Denrris L Kasper ed' et al:
S,
l6'h ed- vol. I McGraw-Flill. New York' zaos. 988+9l
Thailand AmJ'Trop'Med'HyE 76(l)'
2007
'
z. Khin Set al: lep,orpirori, i,, ftttpf'aeng phel
135-138'
pp' s:----^ n^-x^t o-'l nrroen -
DePartement of healdr and Human sevices
Ceqterfor Disease Control and Prsvendon
3.
7' 2fi)5'
Safer. Hearhier'peoPle- LePtosPirosis' Jan
r_p Leprospirosis afier receational
esosure fo watet
4. Masfi N. shigeki F, Da$ii a, 6"ua
7t(4)' 2w5 ' W' 552_556
in the yaeyaria Islan4 JaPao- AmJ'Trop-MedHlg'
s-t'o"*ty of lepnospirosis amone eati11-1ttft^1cutt
5. Thartawar t et aL rerospettiut
2m5' PP- r085-lo8e
75(6)'
febrile illness *a htp"tkll i" egyPt' AmJ'Trop'Med'Hyg'
t"t*L from around the wold- Pediarrics anl
6. Sheila mackel: p",",itotogy-t"!t'""d
Travel medicine' l' 2m9'
36 | tnlrt spoaa sistnSaraf (I{rlompok StudiNaroInfeksi)
LEPRA
O.S. HARTA'VIO ']
PAG/u{ PNNBU:D'A*
BagianFMF llmu funyakit Sar€d
Fakult€s tcdokteran Univetsitas Sebelas Maret Surakana, rcLD Dr. Moewardi. SuEkatta
r*Bagian6MF llmu Peqakit Sard
Fakultas lGdokteran uNlAM, RSUD t in, Banfrrmasin

Pendahuluan
Lepra merupakan penyakit t€rnra yang sampai sekarang masih ada- Lepra
berasal dari bahasa lndra kwtha, dikenal sejak t+00 rihun sebelum masehi.
Lepra merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat karena
dapat menyebabkan ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita lepra tidak
hanya menderita akibat penyakitnya saja tetapiiuga karena dikucilkan
masyarakat sekitarnya.
Penderita lepra tersebar di seluruh duaia-Jumlah yangtercatat 888'340
orang pada rahun 1997. Sebenarnya kapan penyakit lepra ini mulaibertirmbuh
tidak dapat diketahui dengan pasti, tetapi ada yang berpendapat penyakit
ini berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, Afrika
dan Amerika. Di Indonesia, tercatat 33 .739 orang penderita lepra. Indonesia
rirerupakan negara ketiga ierbanyak penderitanya setelah lndia dan Brasil
prevalensi 1,7 per 10.000 pendudukl2
-dengan

Definlsi
Lepra adalah penyakit menular kronis yangberkembr'''g lambat, <iisebabkan
oleh Mycobacterium leproe dan ditandai. dengin pembentukan lesi
granulomatosa atau neurotropikpada kuliq selaprrt lendir, sara{ ulang dan
organ-organ dalam. Penyakit ini menyebabkan lesi kulit dan neuroPati,
Komplikasi yang diakibatkan neuropati lepra dapat menyebabkan deformitas
dan disabilitas- Lepra masih merupakan penyakit yang rnenimbulkan stigpa
yang kurang baik di masyarakat, namun demikian adanya terapi obat
kombinasi yang dapat menyembuhkan lepra menimbulkan semangat dan
paradigma baru bahwapenyakit ini dapat disembuhkan sebelum timbulnya
disabilitas.l8're
Patogenesis
Meskipun cara masuk M, Ieprae ke dalam rubuh rnasih belum diketahui
dengan pasti, beberapa penelirian telah memperlihatkan bahwa yang
rersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagran tubuh yang bersuhu
dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh, M. leprae terhadap kulit
bergaritung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan tidup M. leprae
pada, zuhu tubuh yang rendah, wakru regenerasi yang lama, serra sifar
kuman yang arrirulens dan nonroksis.3-16
M. bprae me:rupakan bakeri obligat inuaseluler yang terurarna terrdapar
pada sel makrofag$ sekisar pembuluh.-darah*quper6sial pgda dermis arau
sel SchwanndiFringan saraf, pila M.leyae mazukke dalam tubuh, maka
tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosir darah,
sel mononuklear, histiosit) unruk memfagositnya-3'r6
Respons imunologis kost terhadap M. Ieprae akan menyebabkan
gambaran klinis yang berbeda- Penyakit ini akan menunjukkan suanr
qpektrum gejala klinis berdasarkan status imunulogi penderita. Ridley dan
Joplings mengembangkan suaru sistem klasifikasi berdisarkan status imuniras
sduler pendedta dan jumlah bakteri di sanr sisi adalah tipe uberk rloid (fi )
dengan sarus imun yang baik dan jumlah bakteri yang sedikir dan di sisr
lain adalah ripe lepromatous dengan srarus imun yang rendah dan laad
bakeri yang banyak. Di anrara dua tipe ini rerdapar tjlpe borderline (BB),
dengan dua zubtipe, borderline tuberkuloi"d (BT) dan borderline lepromatous
(BL). Hubungan srarus imunitas seluler dan ripe lgpra dapat dilihat pada
Gambar l.
- Patogen inraseluler akan dikenali oleh iwrate imun system. Toll-like
receptor (TLRS) pada permukaan monosir dan makrofag akan mengenali
lipoprotein bakteri. Pada lepra hal ini remrama diperankan oleh TLRZ/I
heterodimer yang mengubah monosir menjadi makrofag dan sel dendririk.
Sel dendridk selanjutkan akan memaparkan anrigen dan menyebabkan
akdvasi sel T dan menyebabkan sekresi interleukin (IL-z). Reseptor IL-Z
banyak terdapar pada limfosir Tht yang selanjutnya akan memicu Respons
imunitas yang diperancarai oleh Respons limfosit Tht ini. Akdvasi TLRjuga
akan meningkarkan transkripsi banyak gen yang mengarur Respons
imun.rB

38 | tn1*si paaa S*en Saraf (Kelompok Stuili Nnro Infcksi)


Pada kusta tipe Tt terjadi peningkatan interferon (IFN)-y, lL-2 and
Iyrnphotoxin-a sehingga terjadi peningkaan akivitas fagositosis. Sayangnya
setelah semua kuman difagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel
epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadairg bersatu
membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak segera di atasi akan
terjadi reaksi bedebihan dan massa epiteloid akan menimbulkan
r8
kerusakan saraf dan jaringan di sekiarnya.3'r6'

Cellmediated Bacterial load


Immunity

BB

Gambar 1. Hubungan imunitas seluler dan jumlah bakteri pada berbagai tipe leprals

Pada kusta tipe LL tedadi kelumpuhan sistim-imunitas seluler. Pada


tipe ini terjadi peningkatan lL-4,lL'5 dan IL-10. IL-4 akan menyebabkan
dowvegalasi TLR2 pada monosit yang menyebabkan gangguan akivitas
makrofag set ingga dengan demikian makrofag tidakmampu menglrancurkan
kuman dan kuman dapat bermultiplikasi secara bebas, dan akhirrrya dapat
t6
merusak jaringan.3
Pada tipe bordsrline terdapat perubahan status imunologis yang dinamis
di antara kedua kunrb tersebul Keseimbangan dan interaksi yang kompleks
antara sitokin, kemokku molehrl adhesif, reseptordan selpada sistem imun
adaptif dan iwtttpendngdalam menentukan Respons imun individu pada
M. Ieprac.r8

Ltpra I 39
Sel Schwann merupakan sel rarget untuk pernrmbuhan M. leyrae, dr
samping itu sel Schwann berfungsi membentuk mielin dan hanya sedikit
fungsinya sebagai fagositosis. M. leprae memptrtryai afinitas yang dnggi
terhadap protein laminin yang ditemukan spesifk pada jaringan saraf hal
ini juga yang menjelaskan afinitas M.bprae terhadap sel Schwann. Bila terjadi
gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, lnrman dapat bermigrasi dan
beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi
kerusakan saraf yang progresif.3-tt'
tt

Gejala lOinis
Manifesrasinya berupa gejala-gejala klinis dengan qpekmrm luag yang terdiri
atas dua ripe utama menurut klasifikasi RidleyJopling yaitu jenis lepromatous
(LL) pada ujung qpektrum dantuberkuloid (TT) di ujung yang lain- Di antara
dua tipe ini terdapat rrpeborderline, dengan dua zubdpe, borderlinenberkaloit
(Pi7) datbordefllint bpromotous (BL). wHO lebih menyederhanakan klasifikasi
ini untuk kepentingan pengobatan dengan hanya npmbagi menjadi dua
tipe, yaitu pausibasiler (PB) bila jumlah lesi kulit 1-5, dan Multibasiler (MB)
bila jumlah lesi kulir 2 6. Hubungan antara kedua klasifikasi ini dapat dilihat
pada Gambar z.re

Gambar 2, Klasifikasi lepra

Gejala dan keluhan penyakit beqgantung pada:5


1. Multiplikasi dan diseminasi kuman M' leprae
2. Responss imun penderita terhadap kuman M. leprae
3. Komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer.

Penilaian unruk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area umum: Iesi kutaneus,
neuropari, dan mata. Unnrk lesi kutaneus, menilai jumlah dan distribusi lesi
pada kulit, Malcula hipopigmenrasi dengan tepian yang menonjol merupakan
lesi kucaneus yangpermma kali muncul, selain iru seringjuga berupa plak-

40 | tnfrhs pada Sistffi s4raf (Kebmpok Stadi Naro Infeksi)


Lesi mungkin arau ridak mungkin menjadi hipoestherik Lesi pada panrar
sering sebagai indikasi tipe bm/erline
t

Neuropati pada Lepra

Neuropati pada lepra melibatkan saraf sensoris, motorik, dan autonom.


Gangguan sensoris adalah modalitas yang paling perrama terganggu
meskipun gangguan motorik juga dapat terjadi di awal. pada lepra ripe
ruberlarloid inflamasi granulomatosa pada saraf tepi dapat menyebabkan
pembesaran saraf yang reraba pada palpasi dan menyebabkan gangguan
motoris dan sensoris pada derrnatom dan rniotom saraf ters$ut. pembesaran
tersebut membuat saraf lebih mudah mengalami cedera akibar kompresi
pada daerah-daerah rerowongan yang sempit, misalnya pada rerowongan
karpal dan kubital.t8
Pada lepra tipelepromatosa, kerusakanpada saraf dermis menyebabkan
stock and. glwe neuropahy, neuropari perifer rerjadi lebih lambar.l8
Tanda-tanda umum neuropari lepra:
1- Neuropati sensoris jauh lebih umum dibandinglan neuropari mororih
tetapi neuropati.motorik murni dapat juga muncul.
2- Mononeuropati dan multiplex mononeuriris dapat timbul, dengan saraf
ulnar dan peroneal yang lebrh sering terlibat
3. Neuropati perifer simetris dapat juga timbul

Cejala-gejala Kerusakan Saraf

N. fasialis:
- Cabang temporal dan zigomarik menyebabkan lagoftalmirs.
- Cabangbukal, mandibular dan servikal menyebabkan ketrilangan ekspresi
wajah dan kegrgalan mengarupkan bibir.

N. uLnaris:
- Ancsthesia path u1vng jari bagian anterior kelingling dan jari manis.
- Clawing kelingking dan jari manis.
- Atrofi hipothenar dan otot inrerosseus serta kedua otor lumbrikalis
medialis.

Lepra | 41
N- medianus: - -
jari
- Anestesia pada ujungjari bagian anterior ibu jari, telunjulq dan
tengah.
: Tidak mampu aduksi ibu jari
- Anwingibu jari, telunjuk, dan jari tengah
- Ibu jari kontrakrur..
- Atropi otot thenar dan kcdua otot lumbrikdis larerd'

N- radidis:
- Anesresia dorsum manus' serta ujung proksimal jari telunjuk
- Tangan ganrung (wr;*eroP)
- Tak mamPu extensi jari-jari atau pergelangan rangan

N. poplitea lateralis:
- Kaki ganung foot droPl
- Anestesia runglai bawah' bagian lateral dan dorsum pedis
- Kelemahan otot Peroneus ;

N, tibialis poserior:
- Anestesia tdaPak kaki
- Clawtoa
- Paralisis otot inrrinsik kaki dan kolaps arlois pedis

N. trigeminus:
-- Aneitesia kulit wajah, kornea dan konjungriva mata

Gejala ireuropati lepra biasanya termasuk berikut:


1. Anestesia, tidak nyei, patch kulit yang ddak gatal' pasien dengan lesi
larlit yang mcnurupi cabang saraf perifer mempunyai risiko tiqgi untuk
berkembangrrya kerusakan mororis dan sensoris'
2. Deformitas yang disebabkan kelemahan dan dislrue otot-otot yang
diinervasi oleh saraf Perifer yang terPengaruh (conroh' claw hond *au
drop foot menyusul kelemahan otot)'
3. Gejata sensoris yang berkurang untuk melengkapi hilangnya sensasi'
paresthesia dalam distribusi saraf-saraf yangterpengarutr, nyerineuralgia
saat saraf memendek amu diregangkan.

42 | tnglsigoaa Suc^ saraf (lt&onpok Srlrni Nlllrn Inf*si)


4. Lepuh yang dmbul spontan dan ullars tropik sebagai konselarersi dari
hilangnya sensoris.

:
Nzuropati Lepra Murni

Neuropati lepra murni adalah neuropati lepra tanpa diserai adanya lesi pada
kulit. Neuropati lepra mwni dapat terjadi pada 4-t}o/o penderita lepra.
Neuropati lepra murni dapat berbennrk mononeuropati atau mononeuropari
multipel. Saraf yang sering terlibat adalah neryus peroneus dan
ulnaris.l8'2a

ReakiLepra

Selama perjalanan penyakit lepra dapat teg'adi reaksi inflamasi akut atau
subakut yang disebut reaksi lepra. Reaksi lepra terjadi padalio/o pasien tipe
PB dan 4lo/o tipe MB, dan dapat terjadi sebelum pengobatan, selama
pengobatan bahkan setelah zuatu pengobatan yang lengkap. Terdapat dua
tipe reaksi lepra yairu tipe 1 dan tipe 2.

Reaksi Tipe 1

Reaksi tipe satu lebih serihg terjadi pada benruk borderline, reaksi ini
disebabkan oleh dtloyed.ltypersensitivity terhadap M. Iqrae untigaic daenninant.
Reaksi tipe r ditandai oleh inflamasi akut pada lesi krlit atau saraf atau
keduanya.20

Reakilipe 2
Disebut jttga drena noilosum leprosum (ENL). Reaksi tipe ini disebabkan
oleh adanya kompleks imun antara antibodi dengan determinan antigenik
M. Ieprae pada sirlarlasi dan jaringan akibat kemadan M. teprae dalarr, jumlah
besar- ReaLrsi ripe 2 terjadi pada 5OVo pasien bentuk bpromatous (LL) dan
lUo/o borderline lepromatous. Reaksi tipe 2 merupakan penyakit sistemilcrs'2r

tcpraf 43
Gejala yang terlihat pada suatu rgaksi
1 . Reaksi reversal (tipe l) - onset yang mendadak
dari hrlit yang kemerahan
dan munculnya lesi-lesi hrlit yang baru
EN L (F:ritema Nodusumlzyosum) - nodul pada kulit
yang multipel'
2. Reaksi
demam, nyeri sendi, nyeri otot' dan mata merah
saraf
f . Nyeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan
Netritis dapar terjadi
p.rif.r.y.rrg ,rrenglrasilkan dao hmfi atau drop foot'7
pada reaksi tiPe-l mauPun tiPe-Z'

Perbedaan reaksi dpe-l dan tipe 2dapardilihat pada


Tabel 1'

Keterlibatan Mata

Kerusakanmatapadakustadapatbersifatprimerdansekunder.Kerusakan
mara' juga dapat
primer mengakibatkan Aopesta pada alis mata dan bulu
disebabkan oleh
mendesak jaringan ,rr"r" i"i""y"- Kerusakan sekunder
"pasialis saraf-Orbikularis
;ily" saraf y".,g d"ptr membuat paralisis
palpebrarum sebagian mengakibatkan lagoftalmus yang
"t"oielorohnya, lainnya' Kedua
,.l"nirrtrry", menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata
macam kerusakan tersebut dapat menyebabkan kebutaan'8

Tabel 1. Perbedaan reaksi lepratipe 1 dantipe lr


TiSe 1 Ttge2

Cellmediated DehYed Reaksi konPlek! imun antigen-


Jenis reaksi
Ilypenen$tivitY antibodi

Lesi kulil meniadi lebih bengkak' Muncut nodul kemerahan Yang nYeri
Penampakan pada lulit
nrerah, nyuitehgri kulit disekiiarnya dan tidakterkait dengan lesi lepra

tetap normal, fiungkin muncul lesi sebelumnya

baru

Neuiitis dengan Pembesaran saraf Sarat dapat terlibat


Ketellibalan sarat
tepi dekat kum. gangguan sensorik,
motoril( nyedteriadi mendadak dan
alai
Baik lemah
Keadaanlmum
lagopfialmos Keradangan mata dalam (iritis,
Mata
iridocyclitis), dapat terlihat nodul
lepromatous

Terlibat
Organ lain Tidak terlibat

44 l. tnle*s poaa si*m sanf (Kclanpok stuii Nato Infeksi)


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratoriurn

l. Hitung sel darah lengkap


2. Glukosa darah, BUN, creatinine, Ihterfunaiontats
3. HIV $anrs, terutama nonResponsder
4. Kerokan kulit dan atau mukosa hidung untuk AFB
5. Keluarga dan atau scteenirg kontak untuk bukti terjangkit

Pemeriksaaan bakterioskopis, sediaan dari kerokan jaringan lorlit atau usapan


mukosa hidung yang diwarnai dengan Pewarnaan BTA Ziehl Nielsen.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah
sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri (I.B) dengan nilai 0 sampai 6+
menurut Ridley sebagai berikut:
F o bila tidak ada pTh dalam 100 lapangan Pandang (LP)
) t+ gila 1 - l0 BTA dalam lfi) LP
F 2+ Bila-l - 10 BTA dalam 10 LP
F l+ gila 1 - l0 BTArata-rata dalam t LP
) a+ Bila 1l - 100 BTA rata-rata dalam 1 LP
) l+ Bila l0l - 1000 BTA rata-rata dalam I LP
F o+ Bila > 1000 BTA raca-rara dalam I LP

lmaging Studies

F Foto thoraks
) Foto rontgen untuk mendeteksi keterlibatan nrlang
> MRI atau CT dari sendi neurophatik saat-diperlukan
> MogAetE resontrlce (MR) nearograplry pada kondisi khusus
Y Ultrasonograplry dut D oppln ultrasonograplty

Tes yang lain

a. Tes Imunologi
') Tes Lepromin
Tes lepromin adalah tes nonspesifik unruk klasifikasi dan prognosis
lepra tetapi tidak unnrk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan

Lepra | 45
sistem imun penderita terhadap M. ley,rae, Sebanyak 0,t ml le.promin
' dipersiapkan dari ekstrak organisme basil, disunrikkan intradermal.
Kemudian dibaca seteiah 4s jam/2 hari (reaksi Fernandez) atalt3_4-
-. minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat
indurasi dan eritema yang menunjukkan kalau penderita bereaksi
terhadap M. Ieprae, yairu Responss imun dpe lambat ini sepeni rcs
I
Mantoux (PPD) pada ruberkulosis-I
Reaksi Mitzuda bernilai:
0 Papul berdiameter 3 mm atau kuraag
I +l Papul berdiameter 4-6 mm
2 +2 Papul berdiameter 7-10 mm
3 +3 Papul berdiarrieter lebih dari 10 mm arau papul dengan
ulserasi.
} Responss imun seh:ler meiawan M-Ieptbe juga dapat dipelajari dengan
lymphoqtte transformation tesl dan lymphoaVe migration inhihtion test
&MIT). Tes berdasar pacia deteksi antibodi M' Ieprae atau antigen-
) Tes serologi
)
Estimabi dari komponen spesifik M.leytoe pada'jaringan
b. DNA Reconbinant datpolymerose chain rcaction (PCR\
c. Penyelidikan tentang abnormalitas konduksi saraf termasuk sebagai
berikut:
F Konduksi yang melarnbat secara segmentai terlihat pada tempat-
tempat terperangkap (segmen siku dari saraf ulnaris), latensi distal
memanjang berkurangnya (sensorik atau motorik) velositas konduksi
saraf.
F Berkurangnya amplitude dari e'toked motor Resqonsses (contoh,
compowd muscle ddion poterLtiak (CMAPs) atau hilangnya amplitudo
rendah dari potensial sensoris.
F Peningkatan latensi Rl dan R2 pada pemeriksaan refleks kedip
) Sar'af-saraf yang paling sering terlibat adalah saraf ulnaris, peroneal,
medianus, dan saraf-saraf tibial.e
Biopsi saraf
Biopsi saraf zupedsial digunakan untuk menegakkan diagnosis neuropati
lepra murni- Gambaran biopsi saraf pada lepra antara lain: infiItrar
infalamtorik dengan keradangan granulomatosa dan makrofag yang
berisi bakteri tahan asam, terutama Pada ruang endoneural- Adanya

46 | tnltlrspaac sisr en suai (rclmpok StudiNewo lnfeki)


bakteri tahan asam pada endoneurium atau di dalam sel Schwann'
hilangnya serabut saraf secara parsial, fibrosis ringan pada endoneurium'
epineurium dan perineurium. Pada pengecatan dengan imunohistokirnia
didapatkan penuRrnan neurofilamen, Penurunan rcwe growth factors
(NGFs) dan peningkatan reaktivira s pada rcyelinbasrc protein dan protein
s-too.2t

Diagnosis Kriteria

Diagnosis lepra pada umumnya berdasarkan pada gejala klinis dan simtom'
t-esi t<utlt dapai bersifat tunggal atau multipel yang biasanya dengan
pigmentasi lebih sedlklt dibandingkan kulit normal yang mengdilingi'
i<"'a."g lesi tampak kemerahan atau berwarna tembaga. Beberapa variasi
(datar)' papula
lesi kJt mungkin terlihat, tetapi umumnya berupa malmla
(menonjol), aiau nodul. Kehilangan sensasi merupakan tipikal lepra. Lesi
pada kulit mungkin menuryukkan kehilangan sensasi pada pinprkk atau
,.r,toh"o halus. Saraf yang mengbal, terutama cabang saraf perifer
merupakan ciri{iri lepra. Saraf yang menebal biasanya disertai oleh tanda-
mrrd"- l"in sebagai hasil dari kerusakan saraf' Ini dapat mengakibatkan
berkurangnya sensasi pada kulit dan kelemahan otot-otot yang dipersarafi
oleh saraf yang terserang, eada keddakhadiran tanda-tanda tadi' hanya
penebalan iara-f, tanpa beikurangnya sensori dan atau kelemahan otot
menjadi tanda yang lauang reliabel bagt lepra' Smear pada lulit dengan
hasil

positrf, pada proporsi kecil dari kasus-kazus bentukbatang basil lepra tercat
merah, dan merupakan diagnostik dari penyakit dapat terlihat pada sediaan
yang diambil dari hrlit yang terinfeksi saat diperiksa di bawah
sesudah mengalami Pengecata:n yang tePat'
Seseorangyangnenunjukkan kelainan kulit atau dengan simtom yang
mengarah kefada kerusatan saraf yang pada dirinya tanda kardind tidak
didapatkan atau diragukan sebaiknya disebut "kasus zusPeku. Individu
dengan hal tersebut sebaiknya diberitahu tentang fakta-faka dasar dari lepra
dan disarankan uaarkkembalike pusat kesetratanfika gejala tetap adh selama
lebih dari enambulan atau jika ditemukangejala makin memburuk kasus
suspek dapat dikirim ke klinik rujukan dengan fasilitas yang lebih baik umuk
diagnosis.ro

L"ptq) 47
.A.da 3 tanda kardinal, yahgkalau salah satunya ada sudah cukup unruk
menetapkan diagnosis dari penyakit kusta, yakni:5
l. Lesi kulit yang anestesi,
2. Penebalaasaraf perifer, d"n
3. Ditemukannya M. leprae sebagai baheriologis posftif.

Klasifikasi yang banyak dipakai pada bidang penelitian adaiah klasifikasi


menurut Ridley danJopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi
5 tipe, yaitu Tipe TT BT BB, BL dan LL berdasarkan gambaran klinis,
bakteriologis, histopatologrs, dan imunologis.lz Sekarang klasifikasi ini juga
secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan." Untuk Program
pengobamn, WHO membaginya atas kelompok Pausibasiler (PB) dan
kelompok mulribasiler (MB). to
Pada tuberhiloid leprosy, tipe lesinya adalah adanya makula yang
hipopigmenasi, anestesi, dengan pinggir yang agak tinggi dan bervariasi
ukurannya dari mm sampai lesi besar yang menutupi seluruh rubuh. W'arna
lesinya adalah eritema atau ungu pada tepinya danhipopigmentasi di tengah.
Distribusi lesinya adalah di seluruh tubuh termasuk wajah. Keterlibatan
sarad yaitu dapat terjadinya penebalan saraf pada Pinggr lesi dan sering
terjadi pembesaran saraf perifer pada nervus ulnaris,
Pada lepromatous leprosy, tipe lesinya adalah makula kecil yang
eritematous acau hipopigmentasi yang akan menjadi papul, pla[ nodul, dan
penebalan kulit yang &fus. Selain itu, kita juga bisa menjumpai hilangnya
rambut pada alis dan bulu mata (madarirsis). Facies Lionina (Lion's face)
karena penebalan, nodul, dan plak yang mengubah wajah yang normal.
Warna lesinya adalah warna kulit, eritema, dan hipopigmentasi. Distribusinya
adalah bilateral simetris termasuk cupingtelinga, wajah, Iengan, dan pantar
atau yang paling jarang di badan dan eksremitas bawah. Pada membran
mukosa tepamya di lidah dijumpai plak, nodul, atau fuura.
Pada tipe borderline, lesi memiliki'ciri di antara cirri lesi pada tipe
ruberkuloid dan lepromatous dengan makula, papul, dan plak- Ditemukan
adanya anestesi dan penurunan keringat pada lesi.

-48 ll taleks p"aa sirl,n Sutf (Kelompok Sndi Naro lnfeksi)


fambar 3. Makula hipopigmentasi batas tegas dan anestesi pada penderita lepra tipe
luberkuloid (kiri) dan gambaran nodul multiple pada tipe lepromatous
{kanan)18

Gambar 4- Claw hand dan ulkus pada telapak tangan

Lepra | 49
Penatalaksanaanl
Tujuanutama penatalaksanaan pada kasus iepra adalah memutuskan rnara
rantai penularan unnrk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan
menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit- Unruk mencapai
tujuan tersebug straregi pokok yang dilakukan didasarkan aras deteksi dini
dan pengobatan penderita. Dapson (diamino difenil sulfon) bersifar
bakreriostatilc, yairu menghalangi atau menghambat pernrmbuhan bakten.
Lamprene atau Clofazimin, merupakan bakeriostatik dan dapar menekan
reaksi kusta.
Rifampisin bersifat bakreriosid, yairu membunuh kuman. Rifampisin
bekerja dengan cara menghambat DNA-dependent KNA polymerase pada sel
bakteri dengan berikatan pada subunir beta. Prednison, unruk penanganan
dan pengobamn reaksi kusta. Sulias Ferrosus unruk penderita kusta dengan
anemia berar- Vitamin A, unruk penderita kusta dengan kekeringan kulir
dan bersisik (i&tyosb). Ofloxacin dan Minosiklin untuk penderita kusra tipe
PB I.
Regimen pengobatan kusta disezuaikan dengarr rekomendasi WHO/
DEPKES RI (l%l) dengan memakai regimen pengobacan MDT (mubi drug
treatment). Kegunaan MDT uruuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin
meningkat, mengatasi ketidakteraturan penderita dalam berobat,
menurunkan angla putus obat pada pemakaian monorerapi Dapson, dan
dapat mengeliminasi persisrensi kuman kusta dalarn jaringan.
Reaksi lepra merupakan keadaan gawat darurac., bila reaksi tidak
ditangani deqgan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan berupa
kelumpuhan yang permanen seperti clow hond, drop foot, claw toes, dan
konmakrur. Untuk rnengamsi hal-hal tersebur dilakukan pengobatan. Prinsip
pengobaran reaksi Kusta adalah immobilisasi isrirahar, penggunaan splint
bila perlu, pemberian analgesik dan sedadf, pemberian obat-obat antireaksi,
MDT direruskan dengan dosis yang tidak diubah. Pada reaksi ringan, isrirahat
di rumah, berobat jalan, pemberian analgesik dan obar-obat penenang bila
perlu, dapat diberikan Chloroquine l5O mg 3 X I selama 3-5 hari, dan MDT
(obat kusta) diteruskan dengan dosis yang tidak diubah. Reaksi berar,
imobilisasi, rawat inap di rumah sakit, pemberian analgesik dan sedati{
MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis ridak diubah, pemberian obat-
obat antireaksi dan pemberian obat-obat korrikosreroid, misalnya
prednison-lt

50 ll hrlZhslgana s;stffi Saraf (Kelompok Studt Naro infeksi)


Pengobatan Kusta MDT PB, Dosis Lengkap 6 Kemasan Blister dalam
6-9 Bulan
Dewasa:

- Sebulan sekali {hari Penama)


2 kapsul Rifampisin (600 mg = 300 mg + 300 mg)
- 1 tablet DDS (100 mg)
- Setiap hari (hari ke-2 sampai hari ke-28)
- I rablet DDS (100 mg)

pengobatan Kusta MDT MB, Dosis Lengkap ',I2 Kemasan Blister dalam
12-18 Bulan

Dewasa:
- Sebulan sekali (hari Pertama)
- 2 kapzul Rifampiiin (600 mg = 300 mg + 300 mg)
I tablet DDS (i00 mg)
- x loo mg)
3 kapsul Klofazimin (3
- Sedap Hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28)
- I tablet DDS (100 mg)
- I kapzul Klofazimin (50 mg/hari) atau 2 kapsul selang sehari (100 mg
selang sehari)

Pengobatan reaksi lepra22

Reaksi tipe r

) Ringan, tanpa tanda-tanda neuritis


Analgesik ri"g"tt Parasetamol atau aspirin
D Neuriris
- Prednisolone 4(F{0 mg/hari selama 2 minggu upper of dalam 12
minggu

Reaksi tipe 2

D Prednisolone 30-60 mg/hari, tnpPer of, pada ENL kronis dosis dapat
dipertahankan 5-10 mg/hari

tcptal 51
Bila rekasi sulir terkonmol dengan kortikosteroid atau pasien sulit
lepas
F
dari korrikosteroid dapat diberikan:
Klofazimin 300 mg/hari dalam 3 dosis terbagi selama 3-4 bulan'
Dosis diturunkan sampai 100 mg/hari dipertahankan 3-4 bulan
Thalidornide 300 mglhari, dosis rumatan 50-100 rrrg/harj 3-4
bulan

Komplikasl
mngan'
Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan p4da o{gan
hilangnya jari
Trauma dan infeksi kronis sekunder dapat menyebabkan
jemari atauPun ekstremitas Lagian distal' Juga sering terjadi kebutaan'
-rrit*gny" pada
hidung dapat regadi pada kasus LL.6 Komplikasi neurologis
bpr" Idrk d"p"t diob.ati dengan MDT sehingga pengobatan dini lepra sangat
re
penting untuk mencegah komphkasi neurologis'

Prognosis

Denganadanyaobat-obatkombinasi,pengobatanmenjadilebihsederhana
Namun jika zudah ada
dan lebih tug'k"t, sena prognosis menjadi lebih baik'
;;;;;"k" d;,1k" kL;' p,og"o'i' menjadi kurang biilcrT

Daftar Pustaka
r.DFanda'AdhidldcIfu*a.AdhiDjuanda'MochtarHamzah'danSitiAisah.IlrrruPartyakit
Kulltdatlktaminedisikelima.Jakarta:FakulnsKedokeranUniversitaslndonesia'2007;
p.7H8. --- , ^-
2.Amiruddi'''MD'F{arahap,M.IlrrruPenyakitKulit.}akana:PenerbitHipokrates'2000;
26W27t.
3'Dorland'Newman,WAKamusKedokteranDoiandedii.keduapuluhscnbilan'Jaliarta:
EGC. zoaz; rr9r.
4'Murray,RA&&.Mycobaaciumlry,rae:rrrhibixDnditricCellActiwtianandMatxratior|.
Diakses dari: wwwiimmunol'org :
s.WgrldH..lthOrg"olotio,,-WnO*pntCammittecon@osySrrRrport-WorldHealth
Organizatioc, Geneva- 1988.
e. Na-afs B, Silva E, Vilani-Moreno F, Marcos E, Nogueira
M, opiomolla D' "Faaors
inluncingthe dcveloprnnt of lcpT osy: an ovemiew" ' Int J I4r Other lvlycobaLt Dis' 2ool: 69

(r): p.2643.

52 | tn1*si TaAa si*em s*of (lc'lompok Snili Nam Infelcsi)


7. Sridharan R Lorenzo NZ- Neuropatny o1 reProsy' Lwt
medscape.com I article / 1 17142l-overvrew
f-.*1, f.Uo S, Conologue T, Harrop E' kprosy: mycobactaiaf itfecnon' 2008 Diakses
dari: htp: / /emedicine.iredscape'com/ardde/ t t0+9rz-overviiw
9. Sridharan R, Lorenzo NZ' Leprosy: Ncarological
infunot' 2007' Diakses dari: hnp: i i
emidicioe.medscape.com/ ardde / 1 16541g-overview
2009'
W*ta lf.A*, Organization- kprosy climinanor'r' World Health Organizadon'
Diakses dari:
Organization' 2009'
1l World Heakh Organization. Itprosy elimination' World Health
Diakses dart
Harahap M
giniral Applications
12. t"tcOougai AC. 4prosyt AtuicatAs?clts'Dalam: ' <ed)'Nel'

*to"togt, uyroaott^ot5kin Disrzsas' Kluwer academic Publisher' Dordrecht' 1989:


On
p. l19-136.
.WR
Immwtolog of kptoty' Kumpulan makalah ilmiah KONAS VII
PERDOSKI'
r:. Faber,
Suplemen, Bukirdnggi' 1992.
(ed)' Lep'rosy 2"d ed' Churdrill
14. Pfaltzgraff RE, Ramu C- dinitalLeprosy'tn: Hastings RC-
livingstonc Minburgb. 1994:. p. 237-2s7
tt. Manljoer, A dkk KapitL selcku Kelokurott Jakana: Media Aeusculapius FKLII.
2000;

h.7q-75.
tS.Fit4atridcTBetat.'I.cprosyincol/,fAtlasandsytopsysofClitticalDernatolqglSingapore:
McGraw Hill. 2ffi8;P. 1794.
RS. Ati,ru Benryarna SaipatiPcnyakit Kulit' Jakana: EGC' 2005; h' 155'
17. Sireger,
rS. Wailer, S.L, Lockwood DNJ. Tile c1nical and immunologicd features of leprosy Britfsh
Medkal Eullean 2006;77 atr'rd 78: lo3-lzl'
rg.SehgalAo*diyai,.",.*d..pidemic,Leprosy.Philadelphia:ChelseaPubfishjngHouse.
2006. W.3V34-
20. World health Organization. Drugs used in leprosy WHO' 1998' PP' 8-r2'
21. The International Federation of Anti-teprosy Associations (LEP)' How tcl Recognise
and Manage Leprosy Reacdons' London; ILEP 2OO2' pP 15-17-

n. fawafuta,LpetaI.Guidelinesonthemanagementofleprosyreactions'SrilankaCollege
of Dermatologisl 2005 PP- 1-17.
23. Mo|€ Brambila A.B et al. Blink reflex, H-reflex and nerve-conduction alterations in
leprosy patients . k{ Rrt, 2cf,6;77 , I lrt-l20'
z. de frAus U.RG, €t 4I. Isolated superficial peroneal nerve lesion in pure neural leprosy
Arq Neuroyiquidtt z@4; 642-8): 535-539 -

25. Affun€s S-L.G et aL An immunohistochemical, dinical and electroneuromyographic


correlative study of the neural markers in the neuritic form of leprosy. BtaztlianJot$nal
of Medical onA Biologiaal Rexarda ?-N6; 39 : lO7 l-1081'

Lepra | 53
(-

Infeksi
L{,
Virus
I
RABTES
AA RAKA SI'DEVII'

,"*"*
^"**""ff
flffi Bir?Hfts?rf, .ns ruh, D"np.".,

Pendahuluan
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit zoonosis yang terpendng
di Indonesia, karena penyebaran penyakit ini luas, banyaknya kasus gigiun
hewan tersangka atau menderita rabies, sifat penyakit anjrng gila pada
manusia ataupun hewan yang selalu berakhir dengan kematian. Rabies
rnerupakan penyakit yang menimbulkan masalah kesehatan bermakna di
fuia, angka kematian yang terjadi ratusan sampai ribuan per tahun.'Rabies
mempunyai casefanliy rutc teninggi dari seluruh penyakit infeksi yang ada.
Rabies tefsebar di seluruh dunia terutama di nqgara berkembang. Berdasarkan
data yang ada, rabies telah dikenal di Indonesia sejak dilaporkan oleh Sdrool
pada seekor kuda tahun 1884 dan pada manusia dilaporEan pertama kali
oleh E.V de Haan tahun 1894.
Virus rabies dapat menginfeksi semua hewanberdarah panas termazuk
manusia dan burung. Penularannya sebagian besar terjadi melalui gigitan
terutama anjing dan berbagai hewan reservoir lain misalnya kucing, srigala
kelelawar dan lain-lain-

Definisi
Rabies adalah penyakit infelst pada sistem sar4f pusat yang disebabkan oleh
virus RNA yang tergolong dalam famili Rhabdoviridae.

Patogenesis

neuotopilc Virus rabies masrlcke dalam rubuh


Vrrus rabies bersifat sangat
melalui luka gigitan hewan penular rabies atau konialc langsung dengan
selaput mukosa. Virus tidak dapar masuk melalui kulit yang inrak.
Glikoprotein dari virus akan berikatan dengan resepror nikotinik (reseptor
asetilkoli.n) pada permukaan sel saraf. Virus akan'memperbanyak diri di

55
tempat inokulasi, menyebar secara sentripetal melalui sel saraf'motorikdan
senso:ik menuju sistem saraf pusat dengan kecepatan 50-100 mm/hari dan
menginfeksi batang otak, diensefalon dan hipokampus. Setelah mencapai
saraf pusat virus akan menyebar secara sentripegal menuju multiorgan
melalui susunan saraf somarik dan autonom tenrtama melibatkan jalur
parasimpatis yang benanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah,
komea, ku]it, jantung, Pancreas, rnedula adrenalis dan organ lain- Infeksi
virus meirimbulkan infiltrat dan nekrosis seluler.

Gejala Klinis

a. Stadium prodromal
Gejala awalberupa demam, malaise, mual dan rasa.nyeri di rcnggorokan
selama beberapa hari
b. Stadium sensoris
Penderira merasa nyeri, rasa panas diserrai kesemutan pada tempat belas
luka. Kemudian disusr:I dengan gejala cemas, dan reaksi yangberlebihan
terhadap rangsang sensorik
c. Stadium eksirasi
Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi meningi dengan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan
dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat
khas pada stadium ini adalah munculnya macam-macam fobi seperti
hidrofobi. Kontraksi otot faring dan otot pernaPasan dapat dirimbulkan
oleh rangsangan sensoris, misalnya dengan meniupkan udara ke muka
penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, komrulsan dan
takikardi. Tindak tanduk penderita tidak rasional kadang maniacal
disertai dengan responsif. Gejala eksitasi terus berlangsung sampai
penderita rnettingg"l.
d. Sndium paralysis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi-
Kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala eksitasi, melainkan paresis
otot yang bersifat progresif Hal ini terjadi karena gangguan saraf
sumzum tulangbelakang-

56 ll nlct si paa" S;ste^ Saraf (Kelompok Stuibi Naro hfeksi)


yrqyaavJrJ

Diagnosis klinis pada fase awal sulit unnrk ditegakkan karena gej?la yang
tidak khas menyerupai flu, malaise, anoreksia, demam, nyeri kepala, mual
dan muntah, rasa ridah enak di kerongkongan, kadang ditemukan adanya
parastesia di tempat gigitan. Keluhan ini biasanya berlangsung selama 2-7
hari kemudian akan diilarti dengan timbulnya gejala patognomonik suanr
ensefalitis rabies, yairu agitasi, kesadaran flukruatii demam ti"gg y"og
persisten, nyeri pada f".ing rerkadang seperti rasa tercekik (inspiratoty
spesm),hipersalivasi, kejang hidrofobia, dan aerofobia. Kadang-kadang ada
juga manifestasi non neurogenik berupa aritmia dan miokarditis yang
merupakan tanda dari adanya hiperadrenergik dan infeksi langsung pada
jantung. Keadaan tersebut akan memberat dan diikuti dengan koma yang
akan berlanjur kematian. selain gejala khas rabies tersebut daPat juga
ditemukan gejala yanglebih jarang yaitu adanya kelumpuhan, paresis pada
keempat ekstremitas serta gangguan sfingter ani karena terganggunya
medula spinalis.
Untuk membantu penegakan diagnosrs perlu pemeriksaan laboratorium'
Deteksi rabies pada saliva dengan menggunakan pemeriksaan rclerse
transoiptase polymerase chain reoction (RT/PCR) dan isolasi virus dalam
jaringan kultur. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan antibodi
terhadap virus rabies dengan menggunakan serum darah dan cairan
serebrospinal, namun seringkali hasil positif timbul beberapa saar setelah
dmbulnya gejala klinis. Pada orang yang belum diimunisasi hasil positif
dapat menjadi tanda yangbernilai diagnostilq bila,sudah di imunisasi maka
peningkatan kadar antibodi beberapa waktu setelah pemeriksaan p-ertama
dapat mempunyai ani diagnostik Pada caAan serebrospinal (CSS) adanya
antibodi terhadap virus rabies menunjukkan adanya infeksi virus rabies-
pemeriksaan RT/PCR dan tes imunoJlouraence stainitg pada antigen virus
dengan menggunakan teknik Dtred Floarescent antibody t€rf (dFA). Tes ini
didasarkan pada observasi bahwa seorang yang terinfeksi virus rabies
mempunyai antigen rabies dalam jaringan- Karena virus ini berada ddam
jaringan saraf maka jaringan yang diambil adalah jaringan saraf terutama
yang paling ideal adalah jaringan otak Antibodi yang berlabel ini diinkubasikan
pada jaringan otak yang dicurigai terinfeksl- Hasil positif bila terjadi ikatan
antigen antibodi sehingga terlihat gambaran fluoresensi hijau apel. Biopsi

Rcbics t 57
dapar dilakukan unnik menunjang diagnosis rabies. Biopsi saraf lutaneus
pada bagian basal dari folikel di daerah leher bagian belakang pada batas
garis rambur diusahakan paling tidak ada l0 folikel rambut dapat dipakai
sebagai bahan pemeriksaan tersSut di atas-
Pemeriksaan histopatologis dengan rnengambil jaringan otak hewan
yang terinfeksi dan diberi pewaEraan. Pada pemeriksaan histopatologis
dengan pewarnaan rurin (HE) maka akan rerlihat gambaran: infiltrasi
mononuklear, adanya mfrng dari limfosit atau polimononuklear, Babes
nodules dansel glia, adarryaNegribodks OIB)- NB ini merupakan anda yang
patognomonik untuk diagnosis dari rabies yang paling pering ditemukan
pada selbe6entukpiramidal dan sel purkinje di serebelum juga pada medula
d^r, gangli" basal. Pemeriksdan ini dia'ggaP tidak begiru spesifik sebab
dengan pewarnaan rutin hasil positif hanya ditemukan ktrrang dari 5ao/o dan
semua kasus terinfeksi juga dibandingkan dengan pemeriksaan dFA yang
dapat mencapai 100%,
Perreriksa an dengan Magrax Raon"ance Imtging(MRl) tampak adanya
hipersignal .ing* padaTldi batang omk, hipokampus, hipotalamus'. Pada
bagian dalam dan zubkoneks substatia alba dan zubstansia grisea. Godalinum
.J"nr.*.r, tampak jelas pada fase lanjut, digunakan untuk membedakan
rabies dengan ensefalitis virus lain- CT scan tidak mempunyai nilai
diagnostik

Penatalaksanaan
Manajemen terapi pada kazus infeksi rabies pada manusia belum memuaskan
rerutama bila penyakit ini zudah menunjul,kan gejala. Hingga saat inibelum
ada laporan Lrrrt y"ttg dapat bertahan hidup setelah manifestasi dari
penyakit ini timbul. Banyakuji terapr png dilakukan tetapi ddak menunjukkan
hasil yang menggembirakan- Pemberian antiviral ataupun Penggunaan
interferon (IFIr[) secara runggal araupun kombinasibelum pernah ada yang
sukses.Jackson A merekomendasikan penatalaksanaan rabies yang
oI., (ZW3)
zudah bergejala dengan rejimen sebagai berikuc pemberian vaksin rabies
secara intradermal untuk memPercePat resPons imun, pemberian serum
anrirabies unruk penghendan proses infeksi rabies, pemberian ribavirin dan
interferon alfa secara intravena dan intraventrikuler. Pemberian ketamin
intravena konsentrasi ringgr terbukri secara it vir:o dapat menghambat

58 | r"pfc p ada SLstm Saraf $clampok Studi Nnro Infeksi)


(tarl .vrruJ f dursJ. rcrlcrllrd.l uu rnir$n
rtrprr.rs,a5r
lleuu pemDenluKau rE
lanjut. Penggunaan steroid tidak dianjurkan pada kams rabies sebab pada
beberapa ka5'rls pemberian steroid dapat mempercepar kematian dan
'memperpendek
periode inkubasi.
Perawaran hendaknya dilakukan pada ruangan isolasi dan untuk
menghindari kemunglinan penularan dari penderin maka hendaknya dol<ter
dan paramedis memakai sarung tangan, kacamata dan masker saat
menangani kasus ini dan pasien sebaiknya difiksasi di tempat ridur. Mengingat
keadaan akhir dari penyakit ini
adalah kemadin akibat parelisi5 qsql
pernapasan maka dipertimbangkan pula penggunaan alat banru
PernaPasan.
Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Bila ditemukan
adanya kasus gigitan dari binatang tersangka rabies maka dilakukan usaha
memadkan/mengurangi virus rabies dengan merrcuci luka gigitan dengan
air mengalir dan sabgn arau deterjen selama 1O-15 merrit kerrmdian diberikan
antiseptik Luka tidak boleh untuk dijahit, kecudi jahitan situasi. Bila perlu
dijahit, luka diinfiltrasi dengan SAR (serum antirabies)- Sera diperdmbangkan
pemberian antitetanus, antibiotik dan pemberian analgetik Pemberian
imunisasi untuk mencegah rabies dilakukan meldui z cara: imr:nisasi sezudah
terkontak dan imunisasi sebelum terkontak
Terapi setelah terpapar virus rabies dapar dilalorkan dengan memberikan
vaksin antirabies (V.r\R) saji atau dengan SAR VARdiberikan bila ada ggrt""
dengan luka yang tidali berbahaya (ilatara eskoriasi, lecet) di sekitar rangan
atau kaki. Vr\R dan SAR diberikan bila luka berbahaya terdapat jilatan aau
luka pada mukosa, luka pada bagian rubuh di aas bahu (muka, kepala,
leher), luka pada daerah lengan, rungk"i, genitrlia, luka dalam atau luka
yang banyak/multipel.

Pemberian vaksin ..raiobi", (VAR) adalah sebagai berikut


Punfud Vero Rabies Vaccinc (PVRV) diberikan sesudah.digigit hewan reservois
(Po* uposarc treatnalt)-Va[rs;rlr ini merupakan va.kSn kering bels1,berupa
virus rabies (.Wstar Rabies PM/WI 38-t503-3 M Srrain). Dosis pada dewasa
dan anak sama, yairu: hari I kunjungan (hari ke4) diberik-an 2 dosis masing-
masing 0,5 ml di ddtoid kanan dan deltoid kid Hari ke-7 diberikan lagi
0,5 ml secara i.m di delmid. Dosu yang sama diulangi lagi pada hari ke-21.

Rdtiai I 59
urdL!
Bila hendak diberikan bersama dengan senrrn anuraDles lJ'r.'.''r
ulang lagi 0,5 ml gada hari ke-90.

Cara pemberian SAR adalah sebagai beritut


1- Serum heterolog
res larlit terlebih
Berasal dari serum hada, sebelum Penyuntikan dilalukan
dahulu. pitekuken'penyuntk"n secara infiltasi pada
luka sebanyak-
Dosis pemberian
banyaknya,. sisanya d"""*ft"" secara intramuskuler'
VAR
+-o atau diberikan bersamaan dengan pemberian
rungse
"aian
hari pertama hrnjungan (hari ke-0)'
2. Serum homolog
Berasal dari serum darah manusia' Serum
dizuntikan secara infiltrasi
intramuskuler'
pa& luka s$anyak-banyaknya, sisanya disrntikkan secara
diberikan bersamaan dengan
bosis pemberian adallh 20 iU/kgBB atau
pemberian VARhari Perama kunjungan ftrari ke{)'

Pencegdhan terhadap pen-ularan rabies sebelum


digigir iapat dilakukan
daerah delmid 0'5 ml pada
vaksinasi dengan IVR{ Pemberian secara 1m di
hari ke-28 diikuti dengan
kunjungan p-.*"rrr" dilanjutkan 0'5 ml pada
dengan dosis yang
vaksinasi ulangan I tahun serelah pemberian Pertama
Pencegahan ini terutama
sama. Diulangisarn$ seterusnya sedap 3 mhun'
seperti mereka- yang
diindikasikan bagi masyarakat dengan risiko tinggi
peternak''petugas kebun
bekerja pada pooa p..rjirian rabies, dokter&evran'
binaang dan pemgas kehutanan'

Prognosir
gejala
Penyakirini selalu diakhiri dengan kemadanbila su{ah menunjukkan
dan ta}rrt bagi orang yang terkena
ffitti t hinggu mengakibatk*i"'" cemas
grgrm Namun penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi'
unruk
Penelitian lebih lanjut merupakan tanangan di masa mendatang
menemukan obat rabies yang lebih efekdf'

60 | t"phsi paU Sirln Sataf (Kclompok Snili Nal;o Infehsi)


Daftar Pustaka
' 1. Direkorat Ke-sehatan Hewan, DirektoratJenderal Peternakan, 2008. Siarasi dan keblakan
pemberantasan rabies di Indonesia, disarnpaikan pada Workshop Penanggulangan Rabies
di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Denpasar 12-13 Desemb€r 2008.
2. Jackson AC. Warrel MJ, Rupprecht CE et al., 2003. Management of rabies in human.
CID: 36 (l).
3. Jackson AC,2OO7. Pathogenesis. ln:Jackson AC, Wunner WH leds;. Rabics Znded
Elsevier Inc. 341-381.
4. Jackson AC, 2008. Rabies. In: Neurologb Clinks. University of Manitoba, Winnipeg
7 t7-726.

5. Koligium Neurologi Indonesia, 2009. Rabies dalam Modul Ncuroiafelesi.


6. Mckay N. Wallis L, 2fi)5. Rabies: a review of UK Emerg. Med-J;22: 316-321.
7. Sub Dit Zoonosis Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binaang Direkorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehaan
zu, 2007. Petunjukperencanaan dan penatalaksanaan kazus gigien hewan tersangka
rabies di lndonesia.
8. Ugolini 1999. Transarcural tracing wirh rabies virus.J. Comp. Neurol 414: 167-192.
9- Thomas E, 2007. Ribies. lo:. DeadJy Dhease oai Epidemics. Chelsea House Publishers:
1-123.
10. Warrel DA, Warrell Ml, 1996. Rabies, In: Shaku RA, Newman PK Poser CM (eds).
Tropicd Ncurolog. WB Saunder Company l:lD: 49-71.
I l. WHq 2005. Exp€rt consultadon on rabies. World Health Organization: I l-105.
12. Wilde H, Hemachudha f,,Jackson AC, 2008. \4ewpoint Management of human rabies
Trawaaions of thz Royal Sockty of Troprcal Medtcire anl Hygieae; lO2: 979-982.
13. Wunner WI{, 2007. Rabies:virus. ln: Jackson AC, }V'unner WH (eds). Rabi,as 2"d ed.
Elsevier lnc. 23-55.

Rabas | 61
NEUKU.AIL'U
oiauawaav
oriliTiio["il1ff,j.*,".'
,** *"*,ff r"*"*

Masalah pada sistem saraf yang terkair infeksi HIV kerap dihadapi oleh
dokter spesialis saraf di Indonesia beberapa tahun belakangan ini'r
Spekuum masalah yang dihadapi sangat luas dan bervariasi. Dokter
spesialis saraf seringlali meminta tes HIV dalam ranglra membuat diagnosis
banding dari kasus dengan manifestasi neurologis. Tidak jarang diagnosis
gangguan pada sistem saraf merupakan pintu masuk diaguosis HIV
r"-pr*"ripada sistem saraf dapat terjadi pada infeksi HIV sadium dini"
serokonversi dan stadium lanjut (AIDS). Obat ARV (antiretroviral) kerap
menimbulkan efek samping yang membunrhkan keterampilan klinis dari
dokter spesialis sara'f untuk membedakannya dengan Proses patologr yang
Jairu
, Tulisan ini dimaksudlian unnrk memberikan pemahaman dasar tata
kelola pasien dengan masalah neurologi terkait HIV Tulisan ini tendiri atas
z bagian, yairu: tes HI{ toksoplasmosis otak, meningitis kriptokokus,
meningitis tuberkulosa, di=nensia HI! neuropati HIV dan terapi ARV
stigma pada pasien F{lv/ kerap masih terjadi, sebagai pelayan kesehatan
sebaiknya kita tidak menglrakimi pasien karena perilakunya Ada juga pasien
HIV yang terrular bukan karena mereka memiliki perilaku berisiko.
penularan HIV dalam keluarga dalam beberapa tahun terakhir cenderung
meningkat.

Tes HIV
yCT (volunury counselingand. testing)merupakan program yang dilitui oletr
seseorang yang akan menjdani tes HIV VCT dikerjakan di klinik yang
khusus dibuat untuk melayani VCT Konselor HIV yang telah mendapat
pelatihan bertanggungjawab pada zuatu klinik VCI Program ini dirancang
agar klien, secara sukarela meminta tes bagi dirioya setelah mendapat
informasi yang cularp Konsding yang dilakukan minimd dua kali, yaitu

63
sebelum tes'(?re-test caxnseling) dan konseling setelah hasil res diperoleh
(7t o s t- t e st c ouns eling)-zt
Konseling pra tes mendiskusikan secara mendalam berbagai hal rentang
infeksi HM Fakor risiko dan per;alan alamiah infeksi HIV T"nda infeksi
oportunistik dan dampak and rerroviral y.tg dapat merubah perjalanan
infeksi Hrv dengan menurunkan angka kesakftan dan kematian. Setelah
hasil. tes kelual maka klien atau pasien akan mendapatkan konseling paska
tes.
KonSeling paska tes mencakup berbagai hal dianraranya, informasi
tentang diagnosis HIV dan diagnosis klinis lainnya yang ada. perjalan
penyakit HIV dan terapi ARV-Cara menggunakan anrirerroviral besena efek
sampingnya, panduan pola hidup sehat dan pencegahan penularan HIV
Pasien yang rnenunjukkan hasil res hegadf juga harus menjalani konseling
paska tes, pada keadaan ini disampaikan renrang bagaimana mencegah
infeksi HM Bila terdapar faktor risiko infeksi HIV didiskusikan bagaimana
merubah perilaku arau mengurangi dampak buruk perilaku rersebut (harm
reductiot).
Setelah sekian lama berjalan disadari bahwa VCT tidak cukup
meningkatkan cakupan pasien yang terdiagnosis HIV dan kemudian
mendapatkan ARV Infeksi HIV menimbulkan kelainan patologi yang luas
baik secara langzung ataupun tidak iangsung akibar menurunny4kekebalan
rubuh- Pasien dalam keadaan gawar araupun dalam kondisi klinis tenenru
seringkali harus didiagnosis banding dengan infeksi HM pada daerah dengan
prevalensi HVyang cukup tinggi mengerahui srarus HIV seorangibu hamil
sebelum melahirkan akan sangat membanru dokrer untuk.mencegah
terjadinya infeksi HIV pada janin. Massa inracranial yang sering dihadapi
oleh dokrer spesialis saraf akan dapar dipersempit diagnosis diferensialnnya
dengan mengetahui srarus HIV Di rumah sakit dalam rangka rataraksana
pasien dibunrtrkan res HIV yang dapat dikerjakan dengan cepat. Karena iru
dikembangkan proses PITC (ytrwider-inrtitted HN testittg and c6unseling).a
Pada PITC, dokter yang menangani pasien secara akrif minta res ini
untuk dilakukan. Tenru saja tes ini harus dilakukan dengan sepengerahuan
pasien, ada proses konseling sebelum res dan setelah tes.
Epidemi infeksi HIV diantara berbagai Negara didunia ridak sama. Ada
negara dengan epidemi yang luas (generolized HN epidemics), misalnya di
afika- Indonesia belum rermasuk sebagai negara dengan epdemi HIV yang

64 | t6*stoAt Sxtm saraf (Kc,ompok Stniii Nam Infcksi)


luas, namun duapropinsi di Indonesia yaitu DKlJakarta dan Papua memiliki
prevalensi HIV yang di atas rata-rata nasional.5 WHO {World Health
Organisatian) memberikan rekomendasi PITC berdasarkan tingkat epidemi
disuanr daerah. Panduan PITC dari WHO adalah sebagai berikura

PITC untuk daerah dengan epidemi HIV yang luas


F Dianjurkan unnrk semua pasien yang datang ke fasilitas kisehatan tanpa
memandang keadaan klinis yang membawa pasien unnrk berobat.

PITC untuk daerah dengan epidemi yang belum termasuk luas


D Dianjurkan uffuk semua pasien sirntomatik Pada semua pasien baik
dewasa, remaja dan anak yang memiliki yang memilki tanda atau kondisi
yang mengindikasikan infeksi HIV termasuk adanya infeksi tuberculosis.
Juga dianjurkan unruk semua bayi yang terpaPar HIV dan
untuk pria
yang meminta tindakan sirkumsisi sebagai pencegahan HIV

Mengetahui faktor risiko HIV memang Penting, dalam proses seorang dokter
meminta tes HIV pada pasiennnya. Walaupun demikian pertanyaan tentang
faktor risiko seringkali menimbulkan p€rasaan tidak nyaman bagi pasien
dan keluarga. Sebaiknya Pertanyaan cersebut dipertimbangkan untuk
ditanyakan kemudian. Hal yang paling penting adalah mengetahui diagnosis
apakah HIV postif atau HIV negauf. Hasil tes akan sangat membanor dalam
diferensial diagnosis kasus yang dihadapi.

Toksoplasmosis Otak (TO)


yang menyebabkan infeksi
Tox opluma gondiimerupakan parasit intraseluler
asimtomatis pada 80% manusia sehat, namun dapat menimbulkan manifstasi
klinis yang mematikan pada orang dengan HIV-AIDS atau
imunokompromis.
' Perjalanan penyakit toksoplasmosis otak biasanya berlangsung zubalcrt
pada pasien HIV stadium lanjut atau yang memiliki jurnlah sel CD4 < 200
sel/Ul. Keluhan dan gejala klinis berkembang progresif dalam harun wakru
l-a minggu. Walaupun demikian dapat pula ditemukan awitan yang akut

Ncm-l,rDS I 65
pada sepeniga kazus. Seringkali, secara klinis dapat diduga diagnosrs
(fO)
p"a" *"t*ipenderfta AID$ walaupun ridak ada mnda yangpatognomonik'
-D.-"rrr,
sakit kep"la, defisit neuiologis fokal dan penurunan kesadaran
merupakan manifestasi klinis utama.6'7
Pada neuroimaging dapat dijumpai lesi hipodense pada CT-scan atau
hipointewepada MRL Lesi ini bersifat menyangat konrras berbenruk
cincin'
Biasanya
dan disenai edema dan efek massa pada jaringan otak di sekirarnya-
walaupun demikian lesi tunggal atau lesi
dapat diju,mpai lesi yang mulnpel
yang ddakmenyangat kontras juga dapar dijumpai'
dga sarar
Sebelurn memulai terapi empiris TO sebaiknya dipenuhi
berikut, yaitu:6J
) pasien HIV Positif
F gejala klinis neurologi yang progresif
) neuroimaging merrunjukkan ada Iesi fokal di orak'

anatomis
Diagnosis definitif TO dibuat berdasarkan pemeriksaan patSl-ogi
biopsi otak Dalam klinis sebagian besar diagnosis TO merupakan
-.l"toi
diagnosis prestrmtif Diagnosis prezumdf dibuat pada pasien yangmendapat
terlpi emplris antitoksoplasma dan menunjukkan perbaikan klinis dan
neuroimaging.
ee"gob"t* TO terlaagi atas pengobatan fase akut dan pengobamn
rumaan. Pengobatan fase akut dapat diberikan selama 3-6 minggu sezuai
dengan perbaikan klinis yang rerjadi.

Tabel 1, Pengobatantoksoplasmosisotakfase akuteT

Pirimetamin Loading dose 200 mg BB < 50 kg: 2 x 25 mg Per hui P'o.


BB > 50 kg: 3 x 25 mg Per hari P.o'

Klindambin 4 x 600 mg per han P.o.

Pengobatan # a"p". diserrai dengan suplemen leukovorin l&-20 mglhan


unruk mencegah efek samping anemia akibat pirimetamin'
Ada beberapa obat Lirt y".tg dapac digrrnakan sebagai alternatif'
Kotrimoksazol juga dapar digunakan sebagai alternatif dengan dosis:
trimetoprim (TMP) l0 mglkgBB per hari dan sulfameroksasol (SMX)
so mg/kgen per hari secara oral sebagai regimen fase akut- Pilihan lain
adalah azitromisin dengan dosis 90G-1200 mg per hari secara oral'

66 | nptsi gaat S;stffi Saraf (Kelom1ok Stili Na're Infthsi)


Pengobatan TO fase rumaran dapat menggunakan kombinasi
pirimetamin dan klindamisin dengan dosis setengah dari dosis fase akut.
Terapi runraran hams terus diberikan hingga jumlah sel cD4 > 200 sel/ul.
Sebagai alternatifjuga dapat digunakan kotrimoksazor r x 2 tab per harl

Meningitis TB (MTB)
Di Indonesia hampir 50% pasien dalam stadium AIDS menderita tuberlaiosis
paru. Karena iru MTB selalu ada dalam diagnosis diferensial pasien AIDs
dengan simtom susunan saraf pusat. Pada pasien HIV dengan lesi fokal
otah selain TO maka MTB merupakan diferensial diagnosis yang harus
dipikirkan terlebih dahulu. Pada pasien yang menujukkan kiinis meningids
kronis, di sampingmeningitis kriptokokr-rs, MTB hanrs selalu dipertimbangkan
pada diagnosis diferensial.
Diagnosis dan pengobarannya sama dengan MTB pada umumnya, Oleh
karena inr, pada tulisan ini tidak akan dibahas secara luas, pembahasan yang
lengkap ada pada topik khuzus MTB-

Meningitis Kriptokokus (MK)


Gejala klinis meningitis kriptokokus seringkali tidakjelas arau samar-sarnar.
Biasanya dijumpai gejala pr6dormal selama Z-4 minggu. Gejala awal berupa
demam dan sakit kepala. Thnda peningkatan tekanan intrakranial berupa
sakit kepala berat dan persisten seringkali merupakan gambaran klinis yang
menonjol- Tanda klasik meningitis berupa kaku kuduk ridak selalu dijumpai.
Ada juga pasien yang datang dengan keluhan gangguan kognitif dan
kelemahan urnrurl
Neuroimaging tidak banyak membantu dalam diagnosis MK Diagrosis
MK melalui pemeriksaan cairan serebrospinal, yairu dengan p.**""r, airrr"
india dan kultur.
Pengobatan MK ditujukan pada dua ra{ger, yaitu sterilisasi cairan otak
dari jamur dengan menggunakan obar antijamur dan menurunkan tekanan
inrrakraniat.
Berrdasarkan ketersediaan antijamur yang ada di Indonesia pengobatan
MK dapat menggunakan alternatif sebagaimana tercanrum di Thbel 2.

Nare-AIDS | 67
Tabel 2. r Pengobatan meningitis kriptokokus {ase akutg

Minggu 1-2 Ampoterisin-B 0, 7-1 mgtlg per hari dalam infus dekstrosa 5% dan
diberikan selama rl-6 iam- (langan dilarut<an dengan NaC$
Di kombinasi dengan:
. FlukonazolS00mgPerhariP.o.

Minggu 3-10 Flukonazol 800 nE Perhari P.o.

Bila ddak dapat menggunakan ampoterisin-B dapat digrrnakan {lukonazol


i2 minggu'
- dengan dosis 80G-2000 rng per hari selama
saja
purigsilumbal pada MKberguna dalam diagnosis maupun terapi- Pada
pungsi ULUA, bila didapatkan tekanan cairan otak > 25'snHrO dan
ada
drainase
ianda peningkatan tekanan intrakranial, maka harus dilakukan
cairanotak- Bila tekanan cairan otak sangat tinggi dilakukan drainase
unnrk
menunnkantekanan hingga 50olo dari tekanan semula- Bila tekanan semula
tinggi namun ddak eksrrem dapat diturunkan'hingga mencapai tekanan
t or*A (< 20 cm HrO)- Pungsi lumbal terapeutik dapat drlakukan
seriap
persisten
ban @aily lumbar pundure)bila didapatkan simtom sakit kepala yang
simtom
dan tekanan > 25 cmHp. Draraase biasanya akan menghilanglan
manometer srandar unnrk
sakit kepala hilang dalair sekejap- Bila ddak ada
lumbal dapar digunakan
-.rrgoko, tekanan cairan otak melalui Pungsi jarum spinal' Sebagai
alternaCf selang infus yang dihubungkan dengan
perkiraan, drainase cairan otak sebanyak 14 cc akan menurunkan tekanan
f 8 cm I{rO.
Setelah fase akut terapi harus dilanjutkan dengan terapi rumatan
diberikan
dengan flukonazol 20! mg per hari- Terapi rumatan harus terus
hingga jumlah sel CD4 > 200 sel/Ul
- ginjal'
Efek samping ampoterisin-B yang uama adalah gangguan fungsi
dan
nemun masalah ini dapar dihindari dengan mencegah dehidrasi
pemantuan fungsi ginjafsecara ketat (ukur balans cairan tiap hari" periksa
tr.o*, kreatinin, elektrolit natrium, dan kalium setiap 2 hari)'

Demensia HIV
(highly
Prevalensi demensia padd penderita HIV pada masa sebelum HAART
octive ufttiretrwiralthoayy) adalah 2T40o/o' angka ini rurun 507o setelah
HAARI secara luas digunakan'e :

68 | t@*s;paaa Sistffi Suraf (Ihlompok Studi Nurc lnfcksi)


Demensia HIV adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan
gangguan kogaitif dan rirotorik yang menyebabkan hambatan menjalankan
aktivitas hidup sehari-hari. Selain itu juga dijumpai benark klinis png lebih
ringan walaupun pendirira masih dapat menjalankan akrivitas sehari-hari
yang disebut sebagai HN-associorcd mitor cognitive / motor dkorder (MCMD).
Manifesasi awal gangguan kogrurrf pada HIV sangat samai seringlaii
disalahartikan sebagai depresi, pengaruh alkohol, narkoba atau manifestasi
penyakit opornrnistik Gejalanya dimulai dengan gangguan memori dan
kelambatan psikomotor. Keluhan pada tahap dfo.ri yang sering dijumpai
adalah mudah lupa (forgetfullness), sukar berkonsenrrasl apatis, hilangnya
libido dan menarik diri dari kehidupan sosial. Seringkali dijumpai problem
dalam memahami alur zuatu percakapa4 sulir memaharni cerita-baik saat
membaca atau Glenonton film. Timbul kezukaran melalq,rkan aktiviras
sehari-hari yang benifat kompleks. Lupa terhadap perjanjian yang sudah
dibuat, lupa waktu minum obat dan lain sebagainya.
Keluhan mot6rik yang dapat dijumpai pada tahap awal adalah
kelambanan motorik, kesukaran menulis dan gangguan berjalan- Gangguan
gait merupakan manifestasi awal motorik yang paling sering dijumpai,
namun sering luput dari pengamatan.
Diagnosis demensia pada HIV tidak mudah unruk dibuar karena
banyaknya kemungkinan etiologi lain yang dapar menimbulkan manifestasi
gangguan kognitif, perilahrr dan motorik pada penderira HM Petunjuk pa&
Tabel r dapat digunakan dalam membanru diagnosis demensia HM

Tabel 3. Gejala ldflis yang menuntun ke arah diagnosis dememia HIV

l{o Geiala lfids


1. Serologi HMpciff
2. Terdapat garsguan yang bersitat progresit kognM, perilalal
mennri dan perlambahn menhl
3. Peneriksaan nqrologis: ganbann geiala neurologis yang bersitat difus, perlant Mt nsid eye
movement ddt ttfiot*,ekstemitas, hipenefleksia, hipertonia dan diiunpainya release v!7n.
4. Pemeriksaan flqrmpsikotogi: impainrent pada dua ienis pernailsaan. yaitu: fungsi lobus ftonhl,
kecepabn nm{ik dm mnpri nonverbal
5. Cainn ohk liddr d'1rypai buKi infel6i. misalnya meningilis 18, rneningilis kipbkohrs ahu
ensefalitis sibmegalo virus.
6. Pemedkaan naroirufrng: perlu memastikan tidak ada lesi fokal yang nenimbulon etek mass4
biasanya tsrihd ohk yang atof,
7. ndak dijunpai-penyakit psikiatrik mayor dan intoksil€si
8. Tidak dijunpai garyguan mdabolik; iipolGemia, sepsis dan lainJain
9. Tidak diiumpai penyakjt oporUnistit( otak yang aktif.

Narru-/lDS | 69
Demensia HIV perlu mendapat perhatian komunitas neurologi di
Indonesia karena penyakit ini sangat memengaruhi adherence pendeita\ll\tr
terhadap terapi antiretroviral.

Neuropatl Sensorik HIV


Neuropati sensorik merupakan gangguan saraf perifer yang paling banyak
ditemukan, pada pasien AIDS- Patogenesis diduga memiliki peran Penting
adalah komponen neurotoksik dari protein virus, aktifasi sisem imun terkait
infeksi HIV dan efek toksik ARV
Gejala klinis neuropari sensorik berkembang perlahan namun progresif,
tt't' Gelah utrma
dimulai dari bagian distal ek*emiras secara simetrik.ro'rt
yang paling sering diremukan adalah rasa baal, parastesia dan dysesthesia
pada relapak kaki. Keluhan yang sama pada ekremitas yang lebih proksimal
dapar terjadi pada perkembangan selanjubrya- Parestesia merupakan gejala
yang paling sering dijumpai, biasanya dimulai dari ujung jari kaki mauPun
telapak kaki. Rasa terbakar mauPun nyeri pada telapak kaki juga cukup
sering ditemukan. Kelemahan mororik maupun gangguan autonom lebih
jarang dijumpai

Baal, nyed, d;stresh dan parestresia pada kaki.


Befleks tendon ahles menurun ahu tidak timbul
Sensasi vibnsi yarq diperiksa dengan garpu tala pada maleolus medial berkurang atau tidak limbul
Penuniang: pada EMG didapatkan gambaran neuropati sensorik tipe axonal'

Sebagian penderita yang mendapat stavudin memerlukan penghentian obar


dan diganri dengan obat lain, misalnya zidovudin. Neuropati akibat ARV
biasanya memunculkan gejala ddam waktu 4 sampai 6 bulan setelah mulai
pengobaran ARV Obat-obatan yang dapat digunakan unnrk mengatasi yeri
pada neuropati adalah golongan anrikonvulsan seperti lamorrigine dan
gabapeniin.

Antl-Retroviral (ARV)
Angka harapan hidup penderita HIV dilaporkan meningkat sejak dimulamya
penggunian 3 kombinasi ARVe'r4 Supresi virus dalam peredaran darah
sistemik mampu menurunkan angka kejadian infeksi opomrnisdk yang
.

70 | t"1*";poaasi*ensaraf(I<ebnpokstuniNcurtiltpsi) :
merupakanpenyebab umma kematian dan kesakitan pada penderita HIV
Kini HIV di.anggap merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat ditata
laksana dengan baik dalam jangka panjang.e
Sebelum memulai terapi ARV sebaiknya dilakukan berbagai persiapan,
ra
yaitu sebagai berikut.
) Memastikan pasien dan keluarganya telah siap untuk menjalani terapi
ini dalam jangka panjang.
F Memastikan apakah ada infeksi lain yang berpotensi memengaruhi
perjalanan pasien. Karena infeksi ruberkulosis paru cukup tinggi di
kalangan pasien HM maka s&aiknya dilalo:kan eksplorasi unnrk mencari
kemungkinan ini Gangguan fungsi hari dan anemia harus dapat dikenali
sebelumnnya.

ARV tini pertama diberikan dalam kombrnasi tiga obat sebagai berikut.
' > d4T - 3TC - NVP (savudin - lamifudin - nevirapin)
> d4T - 3TC - EFV (startrdin - lamifudin - efavirens)
> AZT - 3TC - NVP (zidovudin-lamifudin - nevirapin)
> AZf - 3TC - EFV (zidovudin - lamifudin - efavirens)
(Pilih salah sanr regimen di atas)

Tabel 4. Dosis dan efek sampino ARV lini oertama

Dosis pet hari Elek samping

Stawdin 2 x 30mg Upoatrofi, neuropati

Zdovridin 2 x 300m9 k€mia" sakitkepala


Nevinpin 2 x '150 nq** Aergi, gngguan fungsi hati

Etavirens 1 x 600m9 SirnMn neuropsikiatik, iangan dibedkan pada wanita hamil


*' dua miflggu perhma nevinpin diberikan 1 x 200 ng

Kesimpulan
Komplikasi sistem saraf terkait infeksi HIV seringkali merupakan masalah
klinis yangberat, bery)otensi menimbulkan kematian dari cacat pennanen.
Dengan pengetahuan yang cukup doker spesialis saraf dapac berperan serta
dalarn menurunkan angka kematian dan kecacatan terkait infeksi HIV

Nam-AIDs f 71
Berdasarkan pengalamannya dalam mengelola penyakit kronis dan
degeneratif, dokter spesialis saraf dapat menyumbangkan keterampilannya
dalam pengelolaan jangka panjangpagren HM termazuk memberikan terapi
ARV

Kepustakaan
L wrighrEJ,BrewBJ,Aral'awichanonrARobersonK,samintharapanyal(Kongsaergdao
S, Lim M, Vonthanak S, Lal L, U P, MD'Imran D, LewisJ, Kamarulzaman &Tau
G,Kamal Kishore KBain M, McCormack Hellard M, Cherry C, McArrhur J'
G
wesselingh s. HlV-associated Neurocognirira lrnpairment and sy.mpromatic Peripheral
. Neurop"ihy are Hig6ly prevalent in rhe Asia Pacfic Region. tiltiurology. 20O8Irl l;
7l(r): 5G-5.
2. World Health Organization- HIV/ AJDS Programme Higblights 2008-2009. \tr/HO kess
2010-
3. World Health Organizadon. Guidance on Prwider-lnitiated HIV Tesdng and Courselling
in Health Faciliries. WHO press 2fi)7--
4. world Heahh organizadon. Handbook for Improving HIv Tesring and counseling
Services.WHO Press 2010-
5. Sharma M, Oppentreimer E, Saidel T, Loo V Garg R' A 3iruation update on HIV
Asia
epidemics among people who inject drugs and nadonal resPonses in South-East
Region. AIDS. 2009Jul t7:23(rt): r4o5-I3'
5. Yunihasnrti E, Imran D, Djoerban Z, Djz||tzi S. Oppomrnistic Infecrion in AIDS. Balai
Penerbit FKUI 2005 ISBN 979-496338-0.
7. Imran D, Jannis J"Tiksnadi A- Empiric anti-toxoplasmic ffeatment in HfV-associated
focal brain lesions (Poser in AocN 2005). J clinicd Neuroscience 20(x; I 1: sl5.
8- perfectJR, Dismukes wE, Dromer F, Goldman DL, GraybillJR. Hamill RJ, Harrison
TS, Larsen RA, Lo*holary O, Nguyen MH, Pappas PG' Powderly WG, Singh N' Sobel
JD Sorrell TC. clinical pracrice guidelines for the management of cr;rptococcal
disease:

2010 updare by rhe infecrious diseases sociery of america- clin lnfect Dis. 2010 Feb r;
sA(3):29r-322.
9. Hearon RK Franklin D& Mccurc-hanJA, Letendre SL, Leblancs, corkran sH,
Fllis $,
Duane NA, Clifiord DB' Woods SB Collier AC, Marra CM, Morgello S' Mtndt MR'
Taylor MJ, Marcoce TD AtkinsonJH, Wol6on T Gelrnan BB, McArthurJC' Simpson
DM, Abramson l, Gamst A, Ferurema-Noresrine C,Jernigan TL, WongJ' Grant I; for
rhe CFIARTER and HNRC Groups- FlfV-associated neurocognidve disonders before and
during the era of combinadon anriretroviral therapy: differences in rates, nature, and
predictor. J Neurovirol- 2010 Dec 2l-
l0- Imran Djannis], Djoerbxtz,wibowo BS. HIV Distd sensory Neuropathy. Neurona
2005; 22(]): 4-8.

72 | l6eks paat S;stem Sarof (Kclmpok Sndi Nan Infeksi)


Afiandi J$ Price P lmran D, Yunihastuti E, Djauzi $ Cherry.Cl. Can We predict
Neuropathy Riskbefore Stavudine Prescripdon in a Resource-LimitedSening. AIDS Rcs
HwnRatrwirua. Zm,B 24: la8l4.
Cherry CL, AtrandiJs, Djauzi S, Imran D Kamaruloaman 4 Price B Yunihastuti E.
'L .Hepatitis C serogositiviry b not a ris* factor for senrcry neuropadry among HIV patients.
Neurology. 2010 I l; 7 4(19):. 153842.
Cherry CL AtrandiJ$ Imran D, Yunihastuti E, Smyth K Vanar S, Karurubaman A,
Pricc P Age and heiglrt predict neuropadry risk in HIV padena prescribed stavudine.
N arolog 2@9 " 7t ; 3 |5
- 20.
t4. World Health Organization. Antiretroviral therapy for HIV [nfection in Adults and
Adlescent (zoto revision). WHO pr€ss 2ol0-

xcnro-,{DJ I 73
Fakunas r(edo*era",Fffi""#ff#":T"tffi. s"ir,r ar,*r, ru"r"r,s

Pendahuluan

Ensefalitis merupakan suatu proses peradangan pada otak yang dapat


menyerang semua usia. Berdasarkan data statisdk dari 214 kazus ensefalids,
sebesar 54o/o menyerang usia anak-anak. Kazus ensefalitis memiliki angka
kejadian yangjarang, meskipun begiru, sekali penyakic ini menyerang akan
dapat mengancam jiwa.r
Penyebab yang paling sering pada ensefalitis adalah infeksi virus, namun
pada kasus yang sangat jarang, ensefalitis bisa disebabkan oleh parasit,
bakteri atau karena komplikasi dari penyakit infeksi lainnya.t
Virus yangpaling sering ditemukan ialah virus h.rpo simpleks (3lo/o),
yang disuml oleh virus ECHO (l7olo). Statistik lain mengungkapkan bahwa
ensefalitis primer yang disebabkan oleh virus yang dikenal hanya l9o/o,
sedangkan ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak diketahui dan
ensefalitis para-infeksiosa masing-masing mencakup 40o/o dan qt%o dari
semua kasus ensefalitis yarrg telah diteliti.I
Kebanyak?m orang yang terinfeksi virus ddak menunjuL'kan gejala yang
berarti- Gejala yang dirasakan mirip dengan flu dan berlangsung selama
2-3 minggu. Walaupun begitu manifestasi infeksi virus betvariasi mulai
ringan sampai mengancam jiw4 bahkan menl'ebabkan kematian- Kebanyakan
seseorlng dengan kasus ringan dapat sembuh sempurna. Tetapi mereka
dengan kasus yang agak berat meskipun sembuh, mereka mengalami
kerusakan permanen pada sisrem saraf.2

Deflnisl
Ensefalitis adalah suanr proses inflamasi alorr pada jaringan otakz Proses
peradangan ini jarang terbatas pada orak saja, tetapi hampir selalu mengenai
selaput otak sehingga beberapa ahli sering menggunakan isalah ma6ngo-
auefalitis.l

75
Epidemiologi2
{
Studi epidemiologi memperkirakan insidens terjadinya ensefalitis
virus
3,5-7,4 per 100-00o orang seriap rahun. fie centrers
for Disease Control and
hetention (CDC) memperkirakan sedikitnya terdapar 20,000 kasus
baru
ensefalitis di Amerika Serikat. penyebab kazus endemik ensefalitis
virus di
Amerika serikat adalah HSV dan rabies. Ensefalitis HSV adalah jenis
ensefalids virus yang sering terjadi dengan insidens sebanyak dua
kasus per
l juta populasi setiap tahunnya dan 10% kazus dari semua ensefalftis yang
ada di Amerika serikat. Ensefalitis arbovirus bisa rerjadi r5G-3000
iasus
seriap-tahun, rergamung pada banyaknya dan munculnya penularan epidemi.
Erisefalitis west Nile dapar menyerang 4g0 individu dengan 24 kemadan,
yaitu pada 28 Agusrus 2002. sedangkan Ensefaliris sr. Louis menginfeksi
3000 orang pada ahun 1975, Ensefalids La Crosse menginfeksi 7A
orang
setiap tdhun, Ensefalitis Eastern Equine didiagnosis sebarryak 153
kasus sejak
tahun 1964' dan Ensefalitis \vestersn equine didiagnosis sebanyak 639
kazus.
Japanese B Ensefalitis menyerang sedikitnya SO.Oodorang seriap rahun.
Studi terakhir dari Finland menyebutkan insidens ensefaliris virus pada
dewasa sebesar 1,4 kasus per 100.000 orang seciap rahun. HSV
diidentGkasi
sebagai penyebab yang paling sering (16%), diikuri varicella zoster (5oh),
mumps QVo), danvirus influenza (4olo).
Mumps meningoensefalitis banyak menyerang laki-laki daripada wanita.
Anak-anak dan dewasa muda merupakan kelompok yang prlirrg
,.rrrrg
terinfeksi' walaupun demikian, ensefalitis yang berar ti"r*y" *.iy..".rg
bayi dan pasien yang lebih ma.

Etiologl
Virus-virus yang dapat menyebabkan ensefaliris, di antaranya sebagai
berikut.
a. Virus Herpes Simpleks (HSg
Virus Herpes Simpleks menjadi penyebab urama infeksi virus di
negara
maju dan berperan pada r0-2oo/o kasus ensefaritis virus usia dewasa.
Terdapar dua dpe virus herpes simpleks: HSV_I
@erhubungan dengan
oral herpes) dan HSV-Z (yang biasanya menyebabkan herpl g*irllir,

76 | npsi paaa Slrrm Suaf (Kebmpok Stuili Naro lafehsi)


walaupun HSV-I juga dapat menyebabkannya)- HSV-2 rnenyebabkan
7O-9Oo/o kasus ensefalitis pada usia neonarus dan bayi; virus ini
ditransmisikan melalui sekret genitalia ibu. Sekali virus masukke dalam
nrbuh vinrs akan menyebar lewat nervus dan menyebabkan infeksi pada
otaks
Herpes simplets ensefalitis ialah satu-satunya bentuk ensefalitis yang
dapat disembuhkan secara efektif, tetapi pengobatan (terutama acydovir
rntravena) harus dimasukkan dalam beberapa haripertama setelah onset
gejala- Jika dibiarkan tanpa pengobatan, angka mortalitas pada pasien
HSV-1 menjadiToo/o: bila diobati angka tersebut rrrun menjadi 30%.
Perkiraan mortalitas pada ensefalitis HSV-Z neonatal berkisar antara
15-57\o-t
Arbovirus
termasuk Wat Nile virus. uansmisinya melalui gigitan serangga
-Arbouirus,
seperti nyamuk dan kutu. Selama ini, infeksi virus-berkembang baik
ddam tubuh unggas. Serangga yang menghisap darah yang terinfeksi
dalam unggas yang sakit (reservoir) akan membawa virus, dan
begtu mereka menggigit kospes yang.rentan (hewan
ataupun manusia). Dan karena seran!€a tersebutberperan pentid ddlam
proses uansrnisi penyakit, mereka berfungsi sebagai vektor penl'akit.3
Tidak ada bukti yaqg menyatakan bahwa infeksi ini dapat ditransmisikan
secara lan$ung dari seseorang ataupun hewan yaag terinfeksi pa& oran!
lain yangtidak rerinfeksi tanpa melalui perantara nyamuk terlebih dahulu.
Sebesar l0% populasi yang terinfeksi virus dapat berkembang menjadi
ensefalitis dan sekitar tVo saja yang menunjukkan gejala. Arbovirus
penyebab ensefditis, primernya ditemukan pada tiga familia virus:
Togadtiilaa Bunyairilac, dan Flsviinill^ DiAmenlka Serikat, scrafur utama
penyebab ensdalitis melalui perantara nyamuk adalah fustern equine,
Weswrn eqxine, 3t. Louis, La Crosse, dan Wer Nilc.3
) Wcst'Ntle vtras (WNV): virus ini dapat meny$abkan inflamasi yang
berat pada spind cord dan otak. Kurang dari lo/o pender'ta dapat
bertembang ke arah neuroinvasi{ merupakan bentuk terberat dari
infel$i drus tersebut, yang ditandai demam ti'ggr" nyeri kepda, leher
kaha snrpor, disorientasi, koma, tremor, kejang kelemahan otot,
dan paralisis.

EnseJtlitisvirus 3 77
Y I-a Crosse encephalitis: penyebab yang sering pada anak usia kurang
dari 16 tahun
Y hstern equine encephalitrs (EEE): pada manusia, gejalanya sepirti flu
4-10 hari setelah digigit nyamuk. EEE dapar menyebabkan kematian
5V75o/a. Pada pasien yang sembuh dapat terjadi kerusakan otak yang
'permanen seperri retardasi mental, kejang paralisis, dan tingkah laku
yang abnormal.

Enteroviruses
Enterovirus termasuk berbagai virus yang memisuki tubuh meldui
saluran gastrointestinal. Vinrs menjadi penyebab kazus ensefalitis pada
l0-2Ao/opopulasi. Kelompok coxsackievirus gruP A telah dideteksipada
bayi dan anak dengan ensdalitis dan di antara virus penting lainnya di
kelasnya. Meskipun demikian, enteroviruses hampir sePerti virus
penyebab flu danjarang menimbulkan keseriusan, Enteroviruses dapar
menyebar melalui makanan atau air yang terkontaminasi kotoran dan
melalui bersin sena batuk.3
d. Rabies
Ensefalitis Rhabdovirus ini ditransmisikan melalui saliva terinfeksi yang
masuk dengan jalan gigitan hewan atau luka terbuka. Kasus ini di
Amerika jarang terjadi tetapi mungkin juga karena ddak dilaporkan-
Infeksi melalui kontak dengan kelelawar yang terinfeksi virus tersebut
dapar menimbulkan kefatalan-6
Periode inkubasi virus sekitar l0 hari sampai tahunan, tetapi biasanya
1-7 minggu. lnterval ini tergantung pada jarak antara luka terinfeksi
dengan sistem saraf pusat. Virus akan bergerak dalam saraf menuju
otak, kemudian menggandakan diri, dan bermigrasi sepanjang saraf
eferen menuju kelenjar sdiva.6

.:

78 | tasct si paaa slrrran htaf g'tloipok Srltili Nam Inftksi)


laDel l. berDagar Penyeeu €ltwratrlF vtrus axut lnlgKgus

Herpes siripleks virus (HSVJ, HSV-2)


\frus Herpes lain: raricelta zcbrvirus (\rZtf), c$onEgalovinrs (CMV). Epshin{ardrus (EBV},
ftufiEn herpes Yirus (HH\6),
Adenoviflrs
lnfluenza A
Enterovirus, pdofius
Meashs. mfipq daflvirus fl.lbela
Rabies
ftbovirus - contortr Japanese B andafrtis, St Louis Ensetalitis virus, $Jbst I'lf,e Emefdfis virus, Eastem,
Westem, &n Venealelan equine ensefali[s virus,lick{ome ensefattis viflls
Bunyavirus - contdr" strain La Crosse dad Califomia virus
Reovirus contoh, Colorado lick fwer virus
-
Arenil,irus - cmbh. rinrs kodrxneningilis ftrfosi$k

Patogenesis
Ensefalitis &pat bermanifctasi secara cePat begitu tedadi infeksi virus atau
baru berkemhiag ketika virus yang mulanya dalam benark dorman tiba-tiba
menjadi reaktif. Virus sangat sederhana, namun memiliki kemampuan
menginfeksi yaog kuat.l
> Mrus menginfeksi sel hoqpes dengan mernpenecasi membrari sd lalu
memasukkan materid genedknya ke dalam sel (DMt dan RNd virru)'
> DNA atau RNA r:'irus mengambil dih konrol berbagai Proses Penting
dalam sel, memeiintahkan sel untuk memproduksi lebih banyak virus.
F Kemudian sel ruptur terlepaslah partikel-partikel virus baru yang akan
menginfeksi sel lain.

Terdapat dua mekanisme bagaimana virus dapat menginfeksi sd otalc3


) Virus meoginvasi tubuh secara perlahan. Tidak ada gejala khas yang
timbul. Virus dibawa melalui aliran darah menuju sel saraf omlg
selanjutnya a'kan berkumpul dan menggandakan diri. Virus yang
memastrki otak dalam hal ini biasanya menyebar secara luas ke dalam
otak disebut ensefalitis difusa.
> Virus yang menginfeksi jaringan lain dahulu ldu menginvasi sel otah
biasanya menyebabkan infeksi fokal. Infeksi fokal tersebut akan
mengakibadcan kerusakan berat hanya pada area kecil di otak

Ensefditit vins 1 79
HSV-I merupakan virus penyebab ensefalitis akut sporadik tersering.
Manusia mendaparkan infeksi virus herpes simpleks ini dari sesamanya.
Virus ini ditransmisikan dari seseorangyangterinfeksi ke orang lain'yang
renran melalui kontak personal. Virus perlu kontak dengan permukaan
mukos,a atau kulit yang terkelupas unruk memulai infeksi. Infeksi primer
HSV-1'biasanya terjadi pada mukosa orofaring dan tanpa gejala. Gejalddari
penyakit tersebut ditandai demam, nyeri, dan ketidakmampuan menelan
karena lesi pada mukosa buccd dan gingival. Durasi penyakit selama 2-3
minggu.
setelah infeksi primer, HSV-I ditransponasikan ke SSP melalui aliran
retrograde akson virus dalam percabangan akson nervus trigeminus.
Gangtion mgeminal akan dikuasai, dan virus membentuk infeksi laten dalam
g*gtiot- Reaktivasi infeksi laten ganglion.disertai replikasi virus akan
L.rri*U.trtt ensefaliris, sena infeksi pada korteks tempord dan struktur
"n
sistem limbilc Ensefaliris HSV-I kemungkinan juga hasil dari infeksi primer
yang berasal dari inolculasi intranasal virus, dengan invasi langsung pada
bulbus olfaktorius dan menyebar via alur olfakrcrius menuju orbitofrontal
danlobus temporal. Apakah infeksi merupakan akibat reaktivasi atau infeksi
prime4 inflamasi dan lesi nekrorik terlihar pada lobus temporal medial dan
inferior, korreks orbitofrontal, serra strukrur limbik'
Arthropod-bmncvrnrs (arbovirus) diinokulasikan ke dalam hoqpes secara
zubkutan melalui Sgltan nyamuk atau kutu dan mengalami replikasi lokal
di kulir. Mremia akan mengikuti, dan jika terdapat inokulasi virus yang
cukup luas, invasi dan infeksi SSP terjadi- Sebagian besar arbovirus kecil dan
lebih kurang efisien dibersihkan daripada mikroorganisme lain oleh sistem
retikuloendotelial. Infeksi awal SSP oleh arbovirus tampak terjadi melalui
sel endotel kapiler serebral dengan infeksi berurutan dari neuron'neuron.
Virus juga dapat menyebar dari pleksus koroid menuju CSF inrraventrikular
dan menginfeksi sel ependim venrikular secara berurutan menyebar ke
menyebar dari sam sel kt
larlngan subependimal perivenrikular otak. Virus
set taln ,..r." aipikrl sepanjang dendrite atau Prosesus akson. Ensefalitir
arboviral adalah penyakir primer dari korteks gray-mntter dan bamng otal
serta nuklei ralamikus. Kemungkinan juga ada inflamasi meningeal ringan
eksudat terdiri atas limfosit, polimorfonuklear leukosit, sel plasma, dar
makrofag. EnsefalitisJapanese virus, West Nile virus, dan Eastern Equint
Ensefalitis memiliki predileksi khusus pada ganglia basalis. Neuroimagin2

8O I nffCf ada Sr.stn @ (Kclonpok Sndi Nnro Infcksi)


menjadi bukti terdapat ketefibatan ganglia basalis dan talami dapat sangat
membannr membedakan ensefalitis arbovirus dari ensefalitis virus herpes
simpleks.
Arbovirus pertama yang diisolasi di Amerika Serikat adalah virus
stomaritis vesicular Indiana pada tahun 1952; sejak saat itu lebih dari 400
arbovirus lain berhasil diisolasi. La Crosse virus anggota dari serogrup
California familia Bunyavirus, pertama kali diisolasi tahun 1965, dan
merupakan salah satu arthropod-bornr tersering penyebab Ensefalitis vird
pada kelompok anak-anak Ensefalitis St Louis vtnts, Wat Nile irus,Japrcse
virus, dao Munay Volley irus, semuanya anggota familia Flavivirus: Selain
ensefalitis virus, West Nilc viras dapat menyebabkan kelemahan terkait
kererlibann sel cornu anterior medulla spinalis, sindrorn polimayelitis-Iike.
prkut
Jtaccid paralysis pada poliowtyelitis-like
telah diuraikan dalam infeksi
Flavivirus lain, termasuk ensefaliris Japanese, ensefalitis Murray Valley,
ensefaliris St- Louis dan ensdalitis tick-borne. Sebagai tambahan unnrk gigitan
nyamulg viru3 west Nile bisa ditransmisikan melalui traqsfusi darah darr
.
rransplantasi organ.
Seperti yang disampa&an sebelumnya, sejumlah virus herpes dapat
reakrivasi, terutama pada sel imunosupresi sehingga berakibat ensefalitis.
Virus-virus tersebut antara lain HHV-6, Ep*ein Bart Virus, JC viras, dan
Vaicell.a Zosrcr Vrus.Tambahan pula, pasien dengan imunosupresi memiliki
risiko tertentu tetkeh" ensefalitis terkait CMV Tanda klasik histopatologo
ensefalitisyairu inflamasi sel mononuklear peivasln:lar, neuonofagia, nodul
mikroglia.
Peristiwa awal ddam siklus repllkasi virus ialah interaksinya dengan
reseptor yang tampak pada permukaan sel. Reseptor sel berikut diuraikan
pada beberapa virus berikut ini
F Virus measles -CD46
i Poliovirus - CDl55
Y Herpu sinplExvirus (FISV) - Heparan sulfat; Hve A B, dan C; tumor
neaostngfaaor supefamily i4 (TNFSF 1a); HVEM; Prt2; dan nectin-l
serra nectin-Z
> Virus rabies -AchR, NCAM, dan NGFR
Y Human Immtnodejciency Virus-1(HIV-l) - CD4 CCRS/3, dan CXCRa
D JC virus - N-Iit&et glycoprotein dan alfa 24 sidic acid

h*flitisv;ms | 8'l
Tabel 2. Peran fisiologis reseptor virus?

Beseptor Fungsi

Protein kotaKor membran CD46 Meregulasi komplemen


dan mencegh ahivsi
komplemen pada sel
auhlogis

c0155 hPWCD'|55 Diekspresikan di monosit


Poliovirus
nnnusia; nrndukung
repildasiPVtl't uto

Heparan sulfat Tidak ada Pmteoglkan penruloan


Herpes
sd
simpleks
mdiatw HvEA, H\IEM Superfami$a resePtor TNF
HerpxvirusentrY
A
ndiator Hve B. Human nectin-2, Berparlisipasi dalam
Herpesvirus entY
ahu Pr2affa-Hve B organisasi epibl dan ikatan
B
endobelial

He rpewirus eatry md iator Hve C, nectinldelta, abu Superfamilia

c Prrl-Hve C immunogMuIn

hTNFSFI4/ht!EM-t Superf ami$a resePtor TNF


lNFSF.I4
AchR Nicotinic ACttR
Rabies Nikotinic AChR
(bungardoxi n biNi ng site\
NCAM, C056, D2CAM, Adesi sel $koProtein
NCAM
Leu19, atau NKH{ superlamilia imunoglobulin

NGFR NGFR
NGFR

Reseptor p75 newotrofin p75NTR

cD4 Protein lirntosit T dengan


HM-1 cD4
lungd lclper alat iducer
dalam sistem ilnun

ccR3 /tldivihs kemohktik


ccR3
ccR5 Koreseptor untuk strain
ccRS
makofagdopik

ccR6 ccR65 Aldivihs kemohldik

CXCR4 (oresepbr unhrk CD4


CXCR4
N-linked glikoProtein Tidak dilatahui
JC N-linked glikoProtein dengan
alla 2-6 asam sialic

Patofisiologi ensefalitis virus bervariaii terganmng pada familiavirus


yang menyeb"u=t* inr.r"i. Virus memasuki SSP melaliri dua
ruteberbeda:
retrograde neuronal' Penyebaran
parry.U"t* hematogen atalr penyebaran

82 | tnlrhspoda Si*e- Sarof (Kelonpok Stuili Naro lnfthsi)


hematogen adalah alur yang paling sering. Manusia biasaq'a merupakan
hoqpes terminal incidental pada banyakvirus ensdalitis. Ensefalitis arbovirus
sejenis zoonosis, dengan kemampuan bertahan hidupnya ddam siklus infeksi
terkait gigitan artropoda dan bermacam vertebrata terutama burung dan
dkus.r
Viremia fiansien menimbulkan pertumbuhan virus pada sistem
reti}uloendotelial dan otot. Setelah repkkasi secara tenrs-menerus, viremia
sekunder menimbulkan penyebaran virus pada temPat lairr termazuk SSP.
Pada kasus yang memadkarL perubahan histopatologis kecil diketahui terjadi
di luar saraf pusat. St. L,ouis emefalitis merupakan perkecualiaq keterlibatan
renal kadangkala muncul.r
Bentuk lain penyebaran ke SSP melalui rerograde neural- Rabies
biasanya menyebar ke SSP melalui saraf perifer secara retrograde. Virus
rabies cenderung memperlihatkan preciileksi pada lobus temporal,
memengaruhi Ammon horns. Satu rurc yang memungkinkan penyebaran
HSV ke SSP ialah melalui traknrs olfaktorius. Emdalitis vims herpes pada
bayi biasanya sebagian perluasan infeksinya dengan memproduksi lesi
,r.ir,ikfok"l dengan tipikal inclasion intranuidear pada banyak organ. Paila
orang dewasa dan beberapa anak lesi terbatas pada otak Virus herpes
memiliki predileksi pada korteks temporal dan pons, rctapi lesinya bisa saja
menyebar luas.l
a

Gefala Klinis

Tanda yang utamanya muncul pada akut viral ensefaliris adalah demam,
nyeri kepala, dan penrbahan tingkat kesadaran Tanda lainqn yaitu fotofobia'
brngung, dan kadang disertai kejang. Meniirgitis kadanglala terjadi pada
ensefalitis- Meningitis ialah in{Iamasi pada membran yang menyelubungi
otak dan medulle spinalis. Kekakuan leher menjadi tanda utama pada
meningitis dan dapat mtrncul menjadi gejala nmbahan pada ensdalitis'5
Beberapa kasus ensdalids dengan Perantaraan serangga dapat tidak
memnjukkan gejdagejala ensefalitis. Mereka mungkin hanya mengalami
sedikit demam, dan gejda mirip flu, malaise dan mialgia-
Kadang diihrti nyerikepala muntah dan sensirivitas tetradap cahaya.t

hr4&icvi'rlsl 83
Beberapa virus dapat berefek pada beberaPa area spesifik otak, termasuk
(kepribadian).
gangguan berbicara, pergerakan, dan perubahan tingkah laku
dan
i*.tri Epstein-Borr dras, St. Louis ensefalitis, eastern equine ensefahtis,

erlterali; dapat memberikan gejala yang berbeda, tergantung bagian otak


mana yang terkena.t
EnsJaUtis frerpes simpleks dikenal dapat memberikan mmbahan gejala
berupa demam, nyeri tepala, Penurunan kesadaran, dan kebingungan'
Gejala lainnya atrrara lain kejang, kesulitan berbicara, ketidakmampuan
menggerakkan satu sisi subuh, hilang ingatan dan perubahan dngkah
laku.5

Diagnosis
Kasus ensefalitis dapat diregakkan setelah dilakukan wawancara tentang
riwayat penyakit, Pemeriksaan fisik dan tes-tes tertennr'
Diagnosis tp.ti* infeksi virus di SSP sangat sulit' Riwayat penderita
yang
dapat mengonglapkan tipe epidemiologi yang menunjukkan etiologi
tersebut'
,perifik Riwayat tergigrtbinatang ganas, periode musim pada tahun
ian prevalensi p."y"t i. dalam masyarakat dapat memberikan petunjuk'
dan
Infeksi enteroviral ditemukan paling sering pada akhir musim panas
awal musim guSr. Melalui cata yang sama, perkembangbiakan nyamuk
dapat meningkarkan kecenderungan arthrop o d-b orne ttus dalarnkomunitas
p"i" korrdisilembap dan selama bulan-bulan hangat mwim panas''-
Walaupun pemeriksaan fisik pasien biasanya tidak mengarah pada
diagnosis etiologis, perbedaan antara temuan neurologis fokal dan
genetol

cdtp penting. Penyebab palingumum dari ensefalopati fokal addah HSV


Akan tetapi, virus-virus yang biasanya bertanggung jawab terhadap penyakit
iru
ensefalirik difus adakalanya bisa melokalisasi saru area otah karena
menyerupii HSE. Pasien yang terdaftar dalam srudi antiviral unruk
p."j"u"* HsE dilaksanakan oleh Nationnlrnstrtute of Arlfl.g andlnfecnous
Diseases Co[loborative 'bntiviral Study Gtoup memerlukan
biopsi otak posidf
untuk HSV Namun, 55% pasien yang menjalani biopsi otak tidak ditemukan
memiliki HSVzJ
Perbedaan perlu dibuat antara ensefalitis virus dan pascainfeksi
hari
ensefalomielitis, sebuah gambaran yang berkembang dari hirungan
sampai minggu setelah onset akut penyakit virus. Pascainfeksi Ensdalomielitis,

84 | tnle*t paaa Srslcm Saraf (Kclompok Stuti Ncuro Infcksi)


umumnya mengikuti sindrom virus yang tidak jelas, biasanya men)'erang
saluran napas, dan sering pada anak-anak. Temuah neurologis bervariasi
dan merefleksikan area otak yang tersirang. Demielinisasi merupakan
gambaran patologis yang menonjol. Diferensiasi anrara pascainfeksi
ensefalomielitis dan ensefalitis virus akut sangat penting karena akibamya
kadang berbeda.
Evaluasi cairan serebrospinal Penting kecuali pengumpulannya
merupakan konuaindikasi karena adanva tanda peningkatan tekanan
imrakranial- Evaluasi hasil CSF sangat membanru, dengan temuan umurnnya
meliputi sel mononuklear dominan pleositosis dan peningkatan kadar
prorein. Perubahan konsentrasi glukosa biasanya kurang membannr dalam
menenrukan etiologi virus spesifik unruk ensefaliG. Persentase kecil pada
pasien (Lira-kira 3-5o/o) yang memiliki infeksi virus berat dari ssB seperti
HSE, memiliki hasil cSF yang sebagian besar normal, termasuk sel darah
pudh dan konsenrasi procein. Pada pasien ini, bahkan sampgl serial CSF
ddak menunjuttan taaUan. Sayangnya, kultur CSF memberikan nilai y*g
kecil dalam mengisolasi virus kecuali dalam keadaan yang tidak biasa.z'3'a
Tes neurodiagnostih termazul elekroensefalogofi (EEG), computzd
tomograptty (Cf), technetiunt brain scans dan magnettc raanance ima$ng (MRI),
semuanya dagar memberikan informasi yang bermanfaat dalam mengwaluasi
pasien dengan perubahan mental dan demam. Elektroensefalografi bernilai,
pada pasien tertentt yirng menderita HSE di mana terdapat alcivitasperindic
spike wave pada volase dnggi muncul dari regio tenpord dan kompleks
gelombang lambat pada interual 2-j dedk menunjukkan a&n1n infeksi HSV
di otak.2J
Konfirmasi laboratorium unruk edologi infeksi otak tidak terbatas pada
nilai terapeutiknya, terapi dapat dipakai men'entukan nilai prognostiknya.
pada sebagian besar kasus, anribodi yang teridentifikasi pada csF tidak
berguna secara diai;nostik kecuali dilakukan evaluasi berkala. Evaluasi rutin
serum fase alert dan convalscentuntuk mendemonstrasikan baik serOkonversi
atau seroboostingyang tidak memiliki nilai praktis untuk keputusan terapi
insritute pada infeksi virus di otak Sekalipun demikiar\ snrdi tersebut dapat
membannr seara retroqpektif dalam mengllarifikasi etiolOgi infeksi sepeni
yang telah dilalokan untuk HSE. Tes darah digunakan untuk menleriksa
infeksi Wut Ntk irus dan infeksi alto virus lairlrtya.3

Enscfalitisvins | 85

Anda mungkin juga menyukai