Infeksi Pada Sistem Saraf
Infeksi Pada Sistem Saraf
Infeksi Pada Sistem Saraf
Editor:
Prof- Dr. A.A. Raka Sudewi, dr., Sp.S(K)
Paulus Sugianto, dr., Sp.S
Kiking Ritarwan, dr., Sp.S(K)
@ e,
@ 20u AirlanggaUniversity Press
AUP 600/@.385/03.r I-B5E
Penerbic
Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
Kampus C Unair,I. Mulyorejo Surabaya 60115
Telp. (03t) 5992246, 5992247 Fax. (03t) 5992248
E-mail [email protected].
f. Neurologi I- PaulusSugianto
Il' Kiking Ritarwan
6r6.8
tl12t31415198765432t
Tim Editor
Puji syrkur kami panjatkan kehadirat Allah swt., atas terselesaikannya bular
" Panduan Neuroinfeksi".
Meskipun penyakit-penyakit tidak menular pada susunan saraf
merupakan persoalan terbesar di negara Barat tetapi di negara berkembang
seperti lndonesia penyakit-penyakit infeksi menjadi sangat penting karena
kenyataan di lapangan: Eradikasi, Prevensi, dan pengobarannya menjadi
problem terutama pada perjalanan infeksi kronis seperti TB, dan penyakit
virus sepeni HIV dan lainnya masih sangat sulit terutama dengan timbulrrya
resistensi terhadap pengobatan standard.
Terima kasih kami sampaikan kepada para anggota Kelompok Studi
(POKDD Neuroinfeksi yang telah menyumbangkan buah pikiran dan telah
bekerja keras sehingga dapat diterbitkannya bulen "Panduan Neuroinfeksi"
ini. Harapan kami buku ini dapat dipergunakan sebagai penuntun b€i Para
klinisi dalam menangani kasus neuroinfeksi, sehingga penanganan yang
diberikan menjadi rasionaL
Kemajuan pengetahudn mengenai berbagai penyakit neuroinfeksi tems
berkembang; untuk iru diperlukan banyak masukari dan saran dari teman-
teman Sejawat dalam menjaga dan meningkatkan mutu buku ini.
Selamat membaca!
vil
Ofr^butan
Ketua Umum POKDI Neuro lnfeksi
XI
{. Pagan Pambndi, SpS., M.Si
Bagian/SMF IImu Penyakit Saraf FKUNLAM
RSUD Ulin Banjarmasin
Kata Pengantar......-.........-.-.-..-..........--....: - v
Sambutan Ketua PERDOSSI Pusat...
Sambutan Ketua Umum POKDI Neuro Infel:si....-..... -. ix
Daftar Kontributor. xi
Emeryug and Re-emerging Infectious Disease .--...-.-
INFEKSI BAKTERI
C. ABSESSEREBRI
. Aris Catur Bintoro --'..--.--.--......--......:. 2L
D. LEPTOSPIROSIS
Erlinawati
..,
E. LEPRA
Haraoto, Pagan Parnbudi......-....-......:. 37
INFEKsI VIRUS
A RABIES
AA Raka Sudewi......... -- 55
B. NEURO.AIDS
Darma Imran.......... -................-.... 63
C. ENSEFALMSVIRUS
S.B. Rianawati............:......... .........-.-......i..-----..--..'.-... 75
xii! .-t:r 1
INFEKSI PARASIT
B.
. CLINICAL ASPECTAND MANAGEMENT OF CEREBRAL
MAL.ARIA
Theresia Runnrwpne.. .. 103
C. NEUROSISTISERKOSIS
aA Raka Sudewi 119
PARATNFECTION
penyakit iru.
* CrypncoccosLs
jarang
Kriptokokus biasanya merupakan jamur komensal yang
meiryebabkan penyakit pada manusia' Penyakit ini mulai menjadi
-"r"l"h sejalan dengan epidemi HIV dan pada pasien yang sering
menyebabkan meningitis kiprokokus'
serosa lain'
Secara klinis, meningitis kriptokokus menyerupal meningitis
addah nyeri kepala
namun ge;ala utama yag paling sering dikeluhkan
Meningins kriptokokus merupakan diagnosis banding yang harus
hebat.
paJa k"sus meningitisyangdijumpai di daerah dengan tingkat
-dipikirkan
insidensi HIV yang dnggi, atau pada kelompok pasien yang berisiko
unruk terkena HIV (pengguna obat sunoh homoseksual)'
* Toksoplasmosis
biasa
Toksoplasmosis omk juga merupakan infeksi opomrnistik yang
drpmfai pada penderia AIDS dengan jumlah CD4 yang rendah' Secara
klinis paling sering menyebabkan gejala serupa ilaor otak dan ddak
jarangmenjadi gejala klinis yang menrbawa pasien ke doker (presenting
illnesi). pada CT-scan/MRI seringkali didapatkan lesi multipel yang
berbentuk cincin dengan edema perifokal yang nyam'
F
* Influenza
Infeksi virus influenza secara periodik menyebabkan epidemi. Banyak
menimbulkan kemarian, terutama pada saat pandemi. Pandemi influenza
Kesimpulan
Infeksi akan tetap menjadi bagian dari kehidupan manusia. Kemiskinan,
peperangan, kerusakan lingkungan, ketidakpatuhan minum antibiotika-
ketidakpedulian akan peraruran karancina, mgnjadi faktor-faktor yang
pentingyangmenyebabkan infeksi akan terus muncul dan menyebar'
Olll-c
at*M
('!lh \/ t @.;-
i)* a l*k.
Ctwt* ll$d.d'
Pendahuluan
!
Pemeriksaan penunjang
Pungsi lumbal (lutnbar punaure / LP) merupakan rindakan medis yang paling
sering dikerjakan untuk menegakkan diagnosis infeksi SSP, khususnya
meningitis dan ensefalitis. Pada prinsipnya LP harus dikerjakan pada setiap
kecurigaan meningicis dan/arau ensefalitis. Adanya demam, nyeri kepala
dan penurunan kesadaran merupakan indikasi unmk melakukan LP.
fipernugilb
Parameter CSS
Baklerial Parlially bated
Jumlahleukosit Bisadbuan. Tinggi.kadangJ@dang '50-500se[ul'
Kriteria Diagnosis
plus
Parameter LCS abnormal: predominansi PM\ rasio glukosa LCS: darah
< 0,4
plus
plus
Gejala dan randa klinis meningiris
plus
Diagnosis Diferensial
Penatalaksanaas
Secara umlun, penaealaksanaan meningiris bakterialis dapat mengikuti
diagram berihrc ;
ffi/ \;EF'
Bbod cultres and hunbat Blood culnres ST.,t T
lnmctue STAT i
- i Derameiftasond+emPirical
admicmbial tlriraPli'
Dcrrmatrasone ' cmpirical 3
arliqicrobial therapl&
Ncgative cr scan ol the hcad
i
,l
i,ffi
Continue thcrapy
MnineitbBaktdi,,lAk1r. a I
::1-i,_::=;::i
Rifampina < t hdan:5 mg/kqBB P.o. q12h > 'l bdan:1&rg&gBB {nnksimum
untuk2lwi 600 np), po. ql2r untuk 2 hari
aJangan diberikan pada ibu hani' hdi-hati pada ibu yang minum obat KB
bJangan diberikan pada ibu han$dat tnenyusui
Komplikasi
Komplikasi yang daPat terjadi:
a. Komplikasi segera: edema otak, hidrosefalus, vaskrrlitis, uombosis sinus
omk, abses/ efusi subdural, gangguan pendengaran
b. Komplikasi jangka panlang: gangguan perrumbuhan dan perkembangan
pada pasien analg ePilePsi
Prognosis
Prognosis meningitis bakrerialis terganrung pada kecepatan mendiagnosis
dan memberi terapi, Dengan pemberian anribiorika yangtepat Penyakit
ini
pada umumnya dapat di atasi, walaupun seringkali kemacian disebabkan
oleh hebamya resPon imunologi pada pasien'
Kematian paling banyak ditemukan pada pasien yang terinfeksi
S.pneumnine dan pasien yang datang dengan penurunankesadaran'
Deksametason terbuki menurunkan kematian dan gejala sisa neurologi
data
pada pasien anak dan dewasa, khususnya di negara maju' Tidak ada
d"rl t.g"r" berkembang yang menunjukkan keunggulan pembenan
deksametason.
Daftar Pustaka
l. DurandML,calderwoodsB,weberDJ,Millersl,southwi&F cavinessvs,Jretal.
Acrte bacterial meningitis in aduhs. A review of +ll episodes- N.EnglJ.Med. tlr3;
328(r).2r-8.
2. Greenberg MS' Handbook of Neurosurgery 5th Ed' Thieme' New York' 2001-
p- zrt-6.
3. GilroyJ. Infecdous Disease- In: Basic Neurology, 3rd Ed. McGraw-Flill, NewYorh 1991,
p.432-9.
Pendahuluan
l3
*2
Dewasa ini terutama di negara negara maju, penderim meningitis TBC
merupakan komplikasi HIV dengan gejala yang lebih kompleks, sepeni
infilrat pulmoner difus dengan limfadenopati torakal-
Definisl
Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi
nrberhrlosis primer. Secara histologis meningitis tuberkulosis merupakan
meningoensefalitis (tuberhrlosis) dengan invasi ke selaput dan jaringan
sus'unan saraf pusat.
Penyebab
Meningitis tuberkulosis disebabkan olelr, Mycobacterium taberculosis jenis
Hominis, jarang olehjenis Bwinum atau Aves-
Patoflsiologl
Meningitis tuberkulosis selalu terjadi sekunder dari proses ruberkulosis,
fokus primernya berada di luar orak. Fokus primer biasanya di paru-paru,
terapi bisa juga pada kelenjar getah bening tulang sinus nasalis, traktus
gastrointestinal, ginjat, dr" sebagainya.
Terjadinya meningftis bukan karena peradangan langzung pada selaput
otak secara hematogen,'tetapi melalui pembenokan tuberkel-tuberkel kecil
@eberapa milimeter sampai I sentimeter) berwarna Putih, terdaPat
pada
permukaan orak, sumsum nrlang belakang. Tuberkel tersebut selanjumya
meluna! pecah dan masuk ke dalam ruang subaraknoid dan ventrikel
sehingga terjadi peradangan difus.
Penyebaran dapar. pula rerjadi secara perkontinuitarum dari peradangan
organ atau jaringan di daerah selaput otak sepeni proses di nasofaring,
pneumonia, endokarditis, otitis media, mastoiditis, rrombosis sinus
kovernozus, atau spondilitis-
.Penyebaran kuman dalam ruang zubaraknoid merryebabkan reaksi radang
pada piameter dan araknoid, CSS, ruang subaraknoid dan ventrikel.
Akibat reaksi radang ini maka akan terbenruk eksudat kental,
serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman-kuman serta toksin yang
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisih pemedksaan
netrologi dan pemeriksaan penunjang. Gambaran klinis raeningitis
ruberkuLsis memperliharkan gejala yang bervariasi dan tidak spesifik.
Selama 2-8 minggu dapat ditemukan malaise anoreksia, demam, nyeri
kepala yang semakin memburuk, perubahan mental, penurunan kesadaran,
kejang,Jcelumpuhan saraf :kranial (II, III' IV VI, VII, VI[)' hemiparese'
pemeriksaan funduskopi kadang-kadang memperlihatkan ruberkel pada
khoroid, dan edema papil menandakan adanya peninggian tekanan
intrakranial.
Perjalanan penyakit Meningitis ruberkulosis memperlihatkan
3 Stadium
) Stadium I (Stadium awal)
Gejala prodromal non ipesifik yaitu apatis, iritabfitas, ryreri kepala ringarl
malaise, demam, anoreksia, muntah, nyeri abdomen-
F Stadium tr (Intermediate)
Gejala menjadi jdas ditemukan "drowsll' perubahan mental, tanda iritasi
meningen, kelumpuhan saraf III, IV VI.
F Stadium III (Stadium lanjut)
Penderita mengalami Penunrnan kesadaran menjadi stupor atau koma,
kejang, gerakan involunter, dapat ditemukan hemiparese.
.l5
Miaingitis Trbcrfcrtosis |
#
Pemeriksa-in Penuniang
1. Laboratorium rutin pada meningitis ruberkulosis jarang yang khas' bisa
ditemui leukosit meningkat, normal arau rendah dan difr, count bergeser
ke kiri kadang-kadang ditemukan hiponatremia akibat SIADH'
2. Pemeriksaan CSS
Terdapat peningkatan tekanan pada lumbal Pungsr 4V75a/o pada anak
dan 5}o/o pada d6wasa. Warna jernih atau xantokhrom terdapat
peningtatan protein dan 150-200 mg/dl dan penurunan glukosa pada
cairan serebroqpinal..Terdapat penurunan klorida, ditemukan pleiositosis,
jumlah sel meningkat biasanya ridak melebihi 300 cdl/mm3. Afrireftti^l
coltnt PMN predominan dan limpositik.
3. Mikrobiologi
Ditemukan Mycobacteriwn ntbrrcttlosis pada kulrur cairan serebroqpinal
merupakan baku emas tetapi sangat sulit, lebih dari 90% hasilnya
negadf.
4. Polymerase choin reaction (PCR) spesifitas tinggi tetapi sensitivitas
moderat. '
Penatalaksanaan
Penderita meningitis ruberkulosis harus dirawat di rumah sakit, di bagian
perawatan intensif. Dengan menenrukan diagnosis secepat dan setepat
mungkin pengobatan segera dapat dimulai.
rngobatan C
pada umumnya
ar ini telah tersedia berbagai macam Tuberkulostadka'
dikenal sebagi tiple
rberkulostatika diberikan Jalam bentuk kombinasi'
duajenis Tirberlculostadka lainnya'
ugs, ialah kombinasi antara INH dengan
obat terutama
'tlh"*, kritis untuk menilai efektivitas masing-masing
rlam hal timbulnYa reilistensi'
yang dapat
Berikut ini adalah beberapa contoh Tubekulostatika
peroleh di Indonesia:
1o-20 mg/kgBB/hari (pada
Isoniazid (INH), diberikan dengan dosis
anak) dan pada dewasa dengan dosis 400
mg/han'
Efek sampingberupa neuropati, gejala-gejala P"k1- .. ,,
pada orang
Rifampism, aiU.rlt"tt dengan dosis 1G-20 mg/kgBB/hari'
dosis
d.*"r" dapat diberikan-dengan dosis 600 mg/hari deogan
tunggal.
Efek samping sering ditemukan pada anak
di bawah 5 tahun dapat
darah perifer' gangguan
menyebabkan neuritis optika, muntah' kelainan
hepar danflu-like-qrmPtom- -,- tt
mg/hari
. Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kg/BB/hari -150
Efek samping dapat mbninibulkan neuritis optika'
dengan dosis 200 mg lkgBBl
. PAS aau Para -Amino-Sdicilyc-Aciddiberikan
hari dibagi dalam 3 dosis dapat diberikan sampai '12
gl}ran'
Efek samllng dapat meq'ebabkan gangguan
nafru makan'
Srr.p.otrliritiaif.rit r" intramushrler selama lebih kurang 3 bulan'
'.
oosirry" adalah 30-50 mg/kgBB/harl Oleh karena bersifat ototoksik
maka harus diberikan denganhati-hati' Bila perlu
pemberian smptomisin
CSS menjadi
dapat diteruskan 2 kali t.*i"ggi selama 2-3 bulan sampai
normal.
MiningitisTxbei.llosis I 17
6. Kortikosteroid, biasanya dipergunakan prednison dengan dous.z-l mgl
kgBB/hari (dosis. normal) zo mg/hari dibagi dalam 3 dosis selama 2-4
minggu kemudian diteruskan dengan dosis t mg/kgBB/hari selama
1-z minggu. Pemberian kortikosteroid selumhnya adalah lebih kurang
3 bulan, apabila diberi deksametason maka obat ini diberikan secara
intravena dengan dosis l0 mg setiap H jarn. Pemberian deksametason
ini terutama bila ada edema otak. Apabila keadaan membaik maka dosis
dapat diturunkan secara benahap sampai 4 mg sedap 6 jam secara
intravena. Pemberian kortikosteroid parenteral ditujukan untuk
mengurangi eksudat di bagian basal, mencegah terjadinya nekrosis,
perlengketan dan mengh?langi blok qpinal. Pemberian kortikosteroid
dapat membahayakan penderita karena munculnya super infeksi,
kemampuan menutupi penyakimya (mailcing Sed).
Lamarya
Patogenesis
sama dengan meningitis rubertrrlosis, disebabkan oleh robeknya tuberkel
di daerah submeningeal ke rongga subaraknoid medulla spinalis. ,
Geiala Klinis
Gejala klinis dapat terjadi $ecara mendadak karena terjadinya blok spind
mendadak menyerupai Midlitis Transversa atau bisa juga terjadi perlahan
berupa paralisis ascendingyangterjadi dalam waktu, bulan atau tahun'.
bemam dan gejala sistemik lainnya jarang ditemukan pada ruberlnrlosis
medula spinalis.
Pemeriksaan Penuniang
1. Pemeriksaan CSS
Ditemukan kadar protein yang tinggi mencapai beberapa gram Per
100 ml, kadar glukosa menurun, pleosirosis limpositik pada 30-5oo/o
pasien.
2. Mielografi
Ditemukanf lling defea sepanjang medulla spinalis
3. Pada pemeriksaan CT Scan dan MRI
Ditemukan ekzudat pada ruang subaraknoid
MiaingitisTfietlulosk ll 19
Pengobatan .
Daftar Pustaka
l. Roper AH Je. Sasruels MA, 2009. tnfecdom of 6e Nervous sistem (Bacterial Fungaf
spirocrr.tal Perasite) and sarcoidosis. ln: Princi'ts of Natrologt Adam and Mcto/s. 96
Ed. New York - Toronto. McGraw Hill Medical 67-707-
z. zuger A,2fi)4. Tuberculosis. In: Scheld WM, wh*ley ry, Marra cM (eds)- lnfecdorr of
the cenrrel lervous sistem, thiid ed. Philadelphia: Lippincoa williams & wilkins-
p.4414n.
a, Koshy AA danJay cA, 2009. infecdons of tlre nervous sistem. In: Bloom JC and David
RB (eds)- dinial A&it Neurologr, third ed- New Yods Demos Medical: 341-t43-
4. Rom WN, ?J04. Tftcrcdosis, second ed. Philadelphia: Lippincoa williams & wilkins.
p.445458.
s. Kriegel s, 20(D. Neurologic infections- In: Frontera JA (cd). Decision making in
Neurocritical Care. New York Thieme Medical Publishers' tnc' P 134-148'
6. Jarmisj, t998. Tara laksana dan Diagrrosis Meningitis uberkulosis. Dalam: Penemuan
Regional Jakarta - Bandung - Palembartgz4-zt Oktober t998'
7. KNI PERDOSSI,2008. Standar Kompetensi Spesialis Saraf-Jakana'
\
Pendahuluan
Hrngga akhir abad.ke 19 abses serebri masih merupakan penyakit yang serius
dan fatal. Terapi ,vang sukses Pertama kali dilaporkan oleh Dr JF Weeds
pada tahun 1868 dengan melakukan drainase abses serebri di lobus frontal
dari seorang letnan kavaleri yang tertembak pada bagian kepalanya-
Selanjutnya sir william Macewen menjadi pionir operasi abses serebri
setelah pada tahun 1893 telah mempublikasikan monograf berjudul:
"\ogettic ittfectite disease of the Wain and ryinal cord" -1
Banyak perubahln dalam penatalaksanaan abses serebri- Perkembangan
pesat terjadi setelah dircmukan CT scan tahun 1970 sebagai diagnostikbaku,
rejimen obat antibiotik, serta kemajuan dalam teknik bedah saraf yang
dilakukan lebih awal telah berdampak pada perbaikan prognosis
penyakit.2'3
I
Definiri "
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebriris yang lokalisatorik dan berkembang menjadi hampulan Pus yang
dikelilingi oleh kapzul.+7
Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data pasti, namun di Amerika Serikat dilaporkan
rikir". 1500-2500 kasus abses serdri per tahun.E Prevalensi diperkirakan
0,3-1,3 per 100.000 omngi tahun.Jurnlah penderita piia lebihbanlnkdaripada
wanita, yaitu dengan perbandingan 2-3:l.r'e
Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi
pediatri, sena pandemi AIDS, terjadi pe{geseran prev-alensi'ke usia dekade
3-5 kehidupan.3'10'11
21
Patogenesis
Mekanisme kuman mazuk ke otak rnelalui beberapa cara-3'3'12'r3'14'r5
1. Perluasan lang$ngdari kontak fokus infeksi (25-t0Pl.): berasal dari sinus,
gigi, telinga tengah, atau mastoid- Akses menuju vena drainase otak
melaiui vena emissari berkatup yang menjadi drain regio ini'
2. Hematogen (30%); berasal dari fokus infelsi jauh seperti endokarditis
bakteiial, infeksi primer paru dan pleura. Sering menghasilkan muldpel
abses serebrl
3, Setelah fiaruna kepala maupun tindakan bedah saraf yang mengenai
dura dan leptomening
a. Ikiptogenik (hingga 30o/o): ridakditemukan jdas sumber infeksinya-
Setelah kuman masrk ke otak maka selanjumya akan terjadi proses evolusi
pembentukan abses melalui 4 tahap sebagaimana dapat disimak di
Tabel 119'16
Etiotogi
BanyalCorganisme dapat menjadi penyebab abses serebri' tergantung pada
lokasi masuknya infeksi.
Gefala Klinis
i ibscrSerebri I 23
dalam
Manifestasi klinis abses serebri dapat terbagi
3
kelompok.3'to'l3lo
l. Sisiemik demam subfebril' larrang dari 50%o kasus-
2. Serebral umum: sering dikaitkan dengan peningfutan TIK yaiu:
) nyeri kepala kronis progreslf (> sO%o)
F mual, muntah
F penurunankesadaran
) papil edema
3. Serebral fokal:
) kejang seringgeneral (eo7o)
) perubahan status menqal (50%o)
F iefisit neurologi fokal motorik, sensorik nn kranial (50.l/0)
Pemeriksaan Penuniang
l. Laboratoriumr'tlri8'
) Leukositis PMN, Peningkatan LED
) Kultur a"r"n p"titif halya pada 30Yo kasus' kulmr dari jaringan lain
yang diduga sebagai fokus'
ituftt ..it "a;pi""il operasi abses menunjukkan 4ao/o neganf'
mungkin aiseUaUt<an pt'oUta* antibiodka sebelumnya'z
bahaya
) lung'si lumbal ddak dianjurkan, hasil kurang spesifilq
herniasi
2. Imajing
) CTscan (tanpa dan dengan kontras): pada fase serebritis $Y*n"
rcbal akan
lesi densias rendahbaasLgdar' setelah terbennrkkapsul
didapati " ring enhoncement" -
posterior.
fiosa
3. Penunjanglain:
lambat
D EEG: abnormalitas EEG di lokasi lesi berupa gelombang
konrinu
Gambar 1. CT scan kepala + kontras pasierr abses serebri (irisan aksial, sagital dan
koronal)23 t
Penatalaksanaan
Penanganan abses serebril h"*r dilakukan segera, meliputi penggunaan
antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase arau eksisi), arasi edema
serebri dan pengobatan infeksi primer lokal.
Secara umum pemilihan rejimen antibiotika empirik sebagai pengobatan
frst Linc abses serebri didasarkan aras zumber infeksiz4
) Perluasan langsung dari sinus, gigi, telinga tengah: Penicillin G +
Metronidazole + sefalospurin gen III
) Penyebaran via herharogen atau rrauma penetrasi kepala: Nafcillin *
metronidazole + sefaloqpurin gen III
) Pos operasi: Vancomisin (unruk MRSA) + seftasidim atau sefepim
(Pseudamonas)
F Tidak dijumpai faktor predisposisi: Metronidazol + vancomisin +
sefalospurin gen III
.4bsesSercbri f 25
Tabel 3. Jenis dan dosb antib'rotik yang lazim diberikan pada lbses serebri2s
lGlerangan
l{ama obal
Geftriarone 1-2x?g,w 2 x 100 mg/kgbb/hr Sefalospurin gm lll, aktif Eam (-) kunng
i (ma<49) aktif gnm (+)
Cefobxim - 3-4.x?g
' 3 x 200rngtkgbb/hr ldemceftia<on
pada
Terapi medikardentosa saja tanpa dndakan operatif diperrimbangkan
kondisi seperri:32nz7
F Abses nrnggal, ukuran kurang dari 2 cm
F Abses multipel atau yanglokasinya sulit dijangkau
F Keadaan kritis, pada stadium akhir
Pengobatan abses serr$ri biasanya merupakan kombinasi anmra pembedahan
danledikamentosa unruk eradlkasi organisme invasif'z
Lama pengobatan antibiouka tergantung pada kondisi klinis pasien'
namrm biasanya diberikan intravena selama 6-8 minggu dilanju*an dengan
per oral 4-8 mingu untuk cegah relap,3'8,t2'za CT scan kepala ulang dilakukan
untuk mdlihat rcq)on terapi-
Kordkosteroid penggunaannya masih kontrovesial- Efek anti-inflamasi
steroid dapat menurunkan edema serebi dan TIK namun steroid.;uga
dan memperlambat
-.rryeb"bk"n Penurunan penetrasi andbiotika
Kompllkasi
Abses serebri jarang {< tlqsebagai komplikasi meningitis bakerial,ts'rl
dan hanya 3o/o akbat infeksi endokardicis-rz
Komplikasi abses serebri terbanyak berupa:
i Herniasi unkal arau tonsilar akibat kenaikan TIK20
i
) Abses rupur ke dalam ventrikel atau lapisan subarahnoid33
) Sekuele neurologis jangka lama seperti hemiparesis, kejang yang
ro''3'n'zr
mencaPai 5Oo/'
P Abses berulang3
F Kejang, perlu diberikan terapi profilaksis kadang dalam periode
lama.8'20
Prognosls
Angka4<ematian umum (oferasi dan tanpa operasi) 33-70o/o sedangkan
angka kematian dengan operasi l7-54vo.r Dengan semakin membaiknya
penatahksan""r, *"k" ang*'a suwival abses serebri semakinbailsz
'Progrrosis
baik antara lain ditentukan oleh:0'ro
F Usia muda
>> Tidak dijumpai defek banding atau penurunan kesadaran pada awal
penyakit.
) Tak dijumpai penyaliit komorbid
pada imunokompromised)37
Absessqcbaf 27
Daftar Pustaka
L Kolegium Neurologi lndonesia. Modul Neuroinfeksi Program Pendidikan Dokter
Spesi:lis Sara{, Jakara, 2008.
2. Alderson D Smong AJ, Ingham AR, et al Fifteen-year review of rhe monaliry of brain
abscess. NerrosurgeryJan I98l; 8(l): I-{-
3. CarpenterJ, Stapleton S, Holliman R Rerospecrive analysis of +9 cases of brain abscess
and review of the literature . EurJ CIin Microbiol Infed Us- Jan ZOAT; 26(l) l-ll'
4. Mathicsen GE, JohnsonJP Brain abscess- CIin Infea Drs 1997; 25: 763-781'
5. I(ao P-T Tseng H-s, Liu c-B su s-C, Lee c-M. Brain abscess: dinical analysis of 53
cases. J Mirro&ol htwnunol infea 36: 129-136.
5. Mampalam TJ, Rosemblum ML. Trcnds in the management of bacterial brain abscesses:
a review of lO2 cases over 17 years- Neuronngery 1988; 23: 451-8'
7.. Bernardini GL. Focal infections, in: Rowland LP Merrin's Neurology tOfi ed. Lipprncon
Williams 6( Wilkins. Pltilatelphia zo0[; 127-114.
A. Mamedk AN, Mampalam TJ, Obana WG, et al. Improved managemenr of multiple
brain abscess: a combined surgical and medical approacb' 1995;36(l):
76-85.
l. Gilroy J- Basic Neurologi', 3'd e4 McGraw-F{ill, New York' zooo; 439447 '
IO. seydoux c, Francioli P- Bacterial brain abscesses: facors influencing monality and
seguelae. Clin Infect Dis. Sep 1992; l5(3):39HOl. ' t,
I l. vilauE, oliveira Ac, Iilho FB, er aI. Tuberculous brain absc'ess in AIDS patients: report
of three cases and lircrature revrew. Int J Infea Dis 2005 ; 9(4): zol-7 -
12. saez-Llorens x- Brain abscess in children. semin Pedia* Infect Dx. Aprii 2003; la(2):
t08-14.
13. Bemardini GL- Diagrrosis and managemenr of brain abscess and subdurai empyema.
Cun Nnrol NctrosciRqp. Nov 2oa4; 4(6): aaf--56-
la. YangKXClnngWN,HoJT,eral,Posmeurozurgicdnosocomialbacteridbrainabscess
in adulc tnfection. Oct 2005; 3n45):247-51.
15. Adam RD, Vrctor M, Ropper AH. Principle of neurology. 5fi ed' McGraw-Hill' New
York rg97:7tz-16.
16. BaxerJD, Dinubile MJ. Brain Abscess, in:weiner wJ. Emergent and urgenrNeurology,
JB Lippincoa Co, Philapdelptria, 1992; 217-237 -
17. Matbiser GE,JobnsonJB Brain abscess in children. clin Infecr Dis- oet 1997;25 (4).
763-79; qtizTSD-l.
t8. Kao I Tscns rrK Liu CP, Su SC, Lee CM. Brain abscess: dinicd analysis of ll cases. J
Microbiol hllnwrol Infed 2OO3; 6: I 29-t 6.
3
-
f9. Borrego R& Navarro M, Gomez,JA, CarrerasJ. Brain abscess in dril&en' Anfi Pdiatt
(Borc) ?-0n's1'63:.253-8.
20. Sharma & Itohandas K Cooke RP Intracranid abscesses: changes in epidemio-Iogy
and managerrerrt over five decades in Merseyside. Infecrion- Feb 2009; 37(L):39a3-
2t. Kao PX Tscag HK Liu CP, et al. Brain abscess: clinical analysis of 13 ases. J Microbiol
Immtnol lmfu-Jwr 2OO3; 35(2): 129-36-
t
28 | f4rc-ponc sirtn Sarof (Kcbmpok Sndi Naro Infelcsi)
22. Calusoglu H, Kaya RA" Turkrnenoglu ON, Colak I, Aidin Y, Brain abscess: andysis of
results in a series of 5l patieos wirh a combined surgical and medical approach during
an ll-year period. Ncwosurgfocus 2m'8:'24(6): E9-
23. Bagian Neurologi FK Undip/ RSUP Dr Kariadi: Arsip kasus bangsal, Semarang' 2010'
(tak dipublikasikan).
24. Lu CH, Chang WN, Lui cc. sEategies for rhe management of bacterial brain abscess.
J ClinNeurosa. Dec 2fl),5: 13(fO):97H5.
25. Thomas LE GoldsteinJN. Brain abscess, May 2010- htt?://emzilicine'medscaPe'com/
aftXle/7E1021-wernex'
26. Schliamser SE, Backman K, Norrby SR. lntracranial abscess in adults an analysis of Sa
,{bser Smbrf I 29
LEPTOSPIROSIS
ERLINAWATI
f,wnah Sakh Umum Sbli
Aceh
Pendahuluan
lrptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptoqpira.
Epidemi dilaporkan terjadi di beberapa Negara didunia termasuk Asia,
Amerika Tengah dan Selatan rermasuk Amerika Serikat. Leptospirosis
mempunyai manifesasi klinis bervariasi, pada iofeksi yangringan leptolpirosis
mempuyai gejala seperti influenza dengan nyeri kepala dan mialgia.
Leptospaosis yang berat bisa menunjukta gejala larning gangguan fungsi
ginjal dan diasthesis hemoragik yang dikenal sebagai Weils qmdrom.e.rz
Infeksi pada manusia bisa terjadi setelah kontak dengan air, urin atau
jaringan binatang yang terinfeksi. Pekerja yang mempunyai risiko besar
untuk terinfeksi adalah orang yang bekerja di luar ruangan xlxu elrng yang
bekerja dengan binatang seperti petani, pekerja pembuat selokart petani
zusu, dokter hewan dan militer.l'2'3'a'i Berkemih atau orangorang yang ikut
olah raga di luar ruangan seperti berenang, menyebrang atau menyelam
danau atau sungai yang teikontaminasi, iruiden juga meningkat pada anak-
anak diperdesgan. t't'3
Definisi
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oletr spirochaeta.r
Spiroch.aeu termasuk dalam family Leptosyiroceae. Genus Leptospira
dibagi dalam dua spesies L. inteftogans L. biflexa. Leptospira berbenruk
berlingkaatipis merupakan organisme yang sangat.aktif mempunyai ujung
png benglok dengan dua flagella periplasmik yang bisa menembus jaringan.
Organisme ini mempunyai panjang 6-20 rn dengan lebar kira-kira 0,1 rrU
membuarhkan media dan keadaan reftennr untuk bisa tumbuh sehingga
memerlukan waktu bermingu unrukkulnrr menjadipositif I Mengunjungi
daerah endemik leptospira mempunyai risiko terkena.a
JI
Masa inkubasi leptospirosis 10-21 hari. 6 masa inkubasi juga bias
berlangzung 5-r4 hari bahakan sarnpai sambulan.4
..
Patogenesis
Leptospirosis | 33
Pemeriksaan Penuniang
penyakit yangberat-I
Ketikarealsimeningealterjadilekositpolimorforruklearmendominasi
lekosit meningkat,
pada awalnya kemudianJrjadi peningkaran mononuclear
glukbsa normal'r
kadar protei cairan serebrospinal -t"lttg3"t tetapi
Penatalaksanaan
Kefekdfan antimikroba pada leptospirosis ringan masih diperdebatkan
pengobatan dianjurkan pada bentuk yang berat, segera dimulai. Pada
leptospirosis yang berat pemberian intravena penicillin G, amoxicillin,
atau eritromicin direkomendasikan. I
lmelciUin
Pengobatan
Prognosis ..
kptospirosis | 35
Kepustakaan
F{arrison"s Principle inemal medicine'
I. Pete! LePtoPirosis In: Denrris L Kasper ed' et al:
S,
l6'h ed- vol. I McGraw-Flill. New York' zaos. 988+9l
Thailand AmJ'Trop'Med'HyE 76(l)'
2007
'
z. Khin Set al: lep,orpirori, i,, ftttpf'aeng phel
135-138'
pp' s:----^ n^-x^t o-'l nrroen -
DePartement of healdr and Human sevices
Ceqterfor Disease Control and Prsvendon
3.
7' 2fi)5'
Safer. Hearhier'peoPle- LePtosPirosis' Jan
r_p Leprospirosis afier receational
esosure fo watet
4. Masfi N. shigeki F, Da$ii a, 6"ua
7t(4)' 2w5 ' W' 552_556
in the yaeyaria Islan4 JaPao- AmJ'Trop-MedHlg'
s-t'o"*ty of lepnospirosis amone eati11-1ttft^1cutt
5. Thartawar t et aL rerospettiut
2m5' PP- r085-lo8e
75(6)'
febrile illness *a htp"tkll i" egyPt' AmJ'Trop'Med'Hyg'
t"t*L from around the wold- Pediarrics anl
6. Sheila mackel: p",",itotogy-t"!t'""d
Travel medicine' l' 2m9'
36 | tnlrt spoaa sistnSaraf (I{rlompok StudiNaroInfeksi)
LEPRA
O.S. HARTA'VIO ']
PAG/u{ PNNBU:D'A*
BagianFMF llmu funyakit Sar€d
Fakult€s tcdokteran Univetsitas Sebelas Maret Surakana, rcLD Dr. Moewardi. SuEkatta
r*Bagian6MF llmu Peqakit Sard
Fakultas lGdokteran uNlAM, RSUD t in, Banfrrmasin
Pendahuluan
Lepra merupakan penyakit t€rnra yang sampai sekarang masih ada- Lepra
berasal dari bahasa lndra kwtha, dikenal sejak t+00 rihun sebelum masehi.
Lepra merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat karena
dapat menyebabkan ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita lepra tidak
hanya menderita akibat penyakitnya saja tetapiiuga karena dikucilkan
masyarakat sekitarnya.
Penderita lepra tersebar di seluruh duaia-Jumlah yangtercatat 888'340
orang pada rahun 1997. Sebenarnya kapan penyakit lepra ini mulaibertirmbuh
tidak dapat diketahui dengan pasti, tetapi ada yang berpendapat penyakit
ini berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, Afrika
dan Amerika. Di Indonesia, tercatat 33 .739 orang penderita lepra. Indonesia
rirerupakan negara ketiga ierbanyak penderitanya setelah lndia dan Brasil
prevalensi 1,7 per 10.000 pendudukl2
-dengan
Definlsi
Lepra adalah penyakit menular kronis yangberkembr'''g lambat, <iisebabkan
oleh Mycobacterium leproe dan ditandai. dengin pembentukan lesi
granulomatosa atau neurotropikpada kuliq selaprrt lendir, sara{ ulang dan
organ-organ dalam. Penyakit ini menyebabkan lesi kulit dan neuroPati,
Komplikasi yang diakibatkan neuropati lepra dapat menyebabkan deformitas
dan disabilitas- Lepra masih merupakan penyakit yang rnenimbulkan stigpa
yang kurang baik di masyarakat, namun demikian adanya terapi obat
kombinasi yang dapat menyembuhkan lepra menimbulkan semangat dan
paradigma baru bahwapenyakit ini dapat disembuhkan sebelum timbulnya
disabilitas.l8're
Patogenesis
Meskipun cara masuk M, Ieprae ke dalam rubuh rnasih belum diketahui
dengan pasti, beberapa penelirian telah memperlihatkan bahwa yang
rersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagran tubuh yang bersuhu
dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh, M. leprae terhadap kulit
bergaritung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan tidup M. leprae
pada, zuhu tubuh yang rendah, wakru regenerasi yang lama, serra sifar
kuman yang arrirulens dan nonroksis.3-16
M. bprae me:rupakan bakeri obligat inuaseluler yang terurarna terrdapar
pada sel makrofag$ sekisar pembuluh.-darah*quper6sial pgda dermis arau
sel SchwanndiFringan saraf, pila M.leyae mazukke dalam tubuh, maka
tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosir darah,
sel mononuklear, histiosit) unruk memfagositnya-3'r6
Respons imunologis kost terhadap M. Ieprae akan menyebabkan
gambaran klinis yang berbeda- Penyakit ini akan menunjukkan suanr
qpektrum gejala klinis berdasarkan status imunulogi penderita. Ridley dan
Joplings mengembangkan suaru sistem klasifikasi berdisarkan status imuniras
sduler pendedta dan jumlah bakteri di sanr sisi adalah tipe uberk rloid (fi )
dengan sarus imun yang baik dan jumlah bakteri yang sedikir dan di sisr
lain adalah ripe lepromatous dengan srarus imun yang rendah dan laad
bakeri yang banyak. Di anrara dua tipe ini rerdapar tjlpe borderline (BB),
dengan dua zubtipe, borderline tuberkuloi"d (BT) dan borderline lepromatous
(BL). Hubungan srarus imunitas seluler dan ripe lgpra dapat dilihat pada
Gambar l.
- Patogen inraseluler akan dikenali oleh iwrate imun system. Toll-like
receptor (TLRS) pada permukaan monosir dan makrofag akan mengenali
lipoprotein bakteri. Pada lepra hal ini remrama diperankan oleh TLRZ/I
heterodimer yang mengubah monosir menjadi makrofag dan sel dendririk.
Sel dendridk selanjutkan akan memaparkan anrigen dan menyebabkan
akdvasi sel T dan menyebabkan sekresi interleukin (IL-z). Reseptor IL-Z
banyak terdapar pada limfosir Tht yang selanjutnya akan memicu Respons
imunitas yang diperancarai oleh Respons limfosit Tht ini. Akdvasi TLRjuga
akan meningkarkan transkripsi banyak gen yang mengarur Respons
imun.rB
BB
Gambar 1. Hubungan imunitas seluler dan jumlah bakteri pada berbagai tipe leprals
Ltpra I 39
Sel Schwann merupakan sel rarget untuk pernrmbuhan M. leyrae, dr
samping itu sel Schwann berfungsi membentuk mielin dan hanya sedikit
fungsinya sebagai fagositosis. M. leprae memptrtryai afinitas yang dnggi
terhadap protein laminin yang ditemukan spesifk pada jaringan saraf hal
ini juga yang menjelaskan afinitas M.bprae terhadap sel Schwann. Bila terjadi
gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, lnrman dapat bermigrasi dan
beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi
kerusakan saraf yang progresif.3-tt'
tt
Gejala lOinis
Manifesrasinya berupa gejala-gejala klinis dengan qpekmrm luag yang terdiri
atas dua ripe utama menurut klasifikasi RidleyJopling yaitu jenis lepromatous
(LL) pada ujung qpektrum dantuberkuloid (TT) di ujung yang lain- Di antara
dua tipe ini terdapat rrpeborderline, dengan dua zubdpe, borderlinenberkaloit
(Pi7) datbordefllint bpromotous (BL). wHO lebih menyederhanakan klasifikasi
ini untuk kepentingan pengobatan dengan hanya npmbagi menjadi dua
tipe, yaitu pausibasiler (PB) bila jumlah lesi kulit 1-5, dan Multibasiler (MB)
bila jumlah lesi kulir 2 6. Hubungan antara kedua klasifikasi ini dapat dilihat
pada Gambar z.re
Penilaian unruk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area umum: Iesi kutaneus,
neuropari, dan mata. Unnrk lesi kutaneus, menilai jumlah dan distribusi lesi
pada kulit, Malcula hipopigmenrasi dengan tepian yang menonjol merupakan
lesi kucaneus yangpermma kali muncul, selain iru seringjuga berupa plak-
N. fasialis:
- Cabang temporal dan zigomarik menyebabkan lagoftalmirs.
- Cabangbukal, mandibular dan servikal menyebabkan ketrilangan ekspresi
wajah dan kegrgalan mengarupkan bibir.
N. uLnaris:
- Ancsthesia path u1vng jari bagian anterior kelingling dan jari manis.
- Clawing kelingking dan jari manis.
- Atrofi hipothenar dan otot inrerosseus serta kedua otor lumbrikalis
medialis.
Lepra | 41
N- medianus: - -
jari
- Anestesia pada ujungjari bagian anterior ibu jari, telunjulq dan
tengah.
: Tidak mampu aduksi ibu jari
- Anwingibu jari, telunjuk, dan jari tengah
- Ibu jari kontrakrur..
- Atropi otot thenar dan kcdua otot lumbrikdis larerd'
N- radidis:
- Anesresia dorsum manus' serta ujung proksimal jari telunjuk
- Tangan ganrung (wr;*eroP)
- Tak mamPu extensi jari-jari atau pergelangan rangan
N. poplitea lateralis:
- Kaki ganung foot droPl
- Anestesia runglai bawah' bagian lateral dan dorsum pedis
- Kelemahan otot Peroneus ;
N, tibialis poserior:
- Anestesia tdaPak kaki
- Clawtoa
- Paralisis otot inrrinsik kaki dan kolaps arlois pedis
N. trigeminus:
-- Aneitesia kulit wajah, kornea dan konjungriva mata
:
Nzuropati Lepra Murni
Neuropati lepra murni adalah neuropati lepra tanpa diserai adanya lesi pada
kulit. Neuropati lepra mwni dapat terjadi pada 4-t}o/o penderita lepra.
Neuropati lepra murni dapat berbennrk mononeuropati atau mononeuropari
multipel. Saraf yang sering terlibat adalah neryus peroneus dan
ulnaris.l8'2a
ReakiLepra
Selama perjalanan penyakit lepra dapat teg'adi reaksi inflamasi akut atau
subakut yang disebut reaksi lepra. Reaksi lepra terjadi padalio/o pasien tipe
PB dan 4lo/o tipe MB, dan dapat terjadi sebelum pengobatan, selama
pengobatan bahkan setelah zuatu pengobatan yang lengkap. Terdapat dua
tipe reaksi lepra yairu tipe 1 dan tipe 2.
Reaksi Tipe 1
Reaksi tipe satu lebih serihg terjadi pada benruk borderline, reaksi ini
disebabkan oleh dtloyed.ltypersensitivity terhadap M. Iqrae untigaic daenninant.
Reaksi tipe r ditandai oleh inflamasi akut pada lesi krlit atau saraf atau
keduanya.20
Reakilipe 2
Disebut jttga drena noilosum leprosum (ENL). Reaksi tipe ini disebabkan
oleh adanya kompleks imun antara antibodi dengan determinan antigenik
M. Ieprae pada sirlarlasi dan jaringan akibat kemadan M. teprae dalarr, jumlah
besar- ReaLrsi ripe 2 terjadi pada 5OVo pasien bentuk bpromatous (LL) dan
lUo/o borderline lepromatous. Reaksi tipe 2 merupakan penyakit sistemilcrs'2r
tcpraf 43
Gejala yang terlihat pada suatu rgaksi
1 . Reaksi reversal (tipe l) - onset yang mendadak
dari hrlit yang kemerahan
dan munculnya lesi-lesi hrlit yang baru
EN L (F:ritema Nodusumlzyosum) - nodul pada kulit
yang multipel'
2. Reaksi
demam, nyeri sendi, nyeri otot' dan mata merah
saraf
f . Nyeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan
Netritis dapar terjadi
p.rif.r.y.rrg ,rrenglrasilkan dao hmfi atau drop foot'7
pada reaksi tiPe-l mauPun tiPe-Z'
Keterlibatan Mata
Kerusakanmatapadakustadapatbersifatprimerdansekunder.Kerusakan
mara' juga dapat
primer mengakibatkan Aopesta pada alis mata dan bulu
disebabkan oleh
mendesak jaringan ,rr"r" i"i""y"- Kerusakan sekunder
"pasialis saraf-Orbikularis
;ily" saraf y".,g d"ptr membuat paralisis
palpebrarum sebagian mengakibatkan lagoftalmus yang
"t"oielorohnya, lainnya' Kedua
,.l"nirrtrry", menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata
macam kerusakan tersebut dapat menyebabkan kebutaan'8
Lesi kulil meniadi lebih bengkak' Muncut nodul kemerahan Yang nYeri
Penampakan pada lulit
nrerah, nyuitehgri kulit disekiiarnya dan tidakterkait dengan lesi lepra
baru
Terlibat
Organ lain Tidak terlibat
lmaging Studies
F Foto thoraks
) Foto rontgen untuk mendeteksi keterlibatan nrlang
> MRI atau CT dari sendi neurophatik saat-diperlukan
> MogAetE resontrlce (MR) nearograplry pada kondisi khusus
Y Ultrasonograplry dut D oppln ultrasonograplty
a. Tes Imunologi
') Tes Lepromin
Tes lepromin adalah tes nonspesifik unruk klasifikasi dan prognosis
lepra tetapi tidak unnrk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan
Lepra | 45
sistem imun penderita terhadap M. ley,rae, Sebanyak 0,t ml le.promin
' dipersiapkan dari ekstrak organisme basil, disunrikkan intradermal.
Kemudian dibaca seteiah 4s jam/2 hari (reaksi Fernandez) atalt3_4-
-. minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat
indurasi dan eritema yang menunjukkan kalau penderita bereaksi
terhadap M. Ieprae, yairu Responss imun dpe lambat ini sepeni rcs
I
Mantoux (PPD) pada ruberkulosis-I
Reaksi Mitzuda bernilai:
0 Papul berdiameter 3 mm atau kuraag
I +l Papul berdiameter 4-6 mm
2 +2 Papul berdiameter 7-10 mm
3 +3 Papul berdiarrieter lebih dari 10 mm arau papul dengan
ulserasi.
} Responss imun seh:ler meiawan M-Ieptbe juga dapat dipelajari dengan
lymphoqtte transformation tesl dan lymphoaVe migration inhihtion test
&MIT). Tes berdasar pacia deteksi antibodi M' Ieprae atau antigen-
) Tes serologi
)
Estimabi dari komponen spesifik M.leytoe pada'jaringan
b. DNA Reconbinant datpolymerose chain rcaction (PCR\
c. Penyelidikan tentang abnormalitas konduksi saraf termasuk sebagai
berikut:
F Konduksi yang melarnbat secara segmentai terlihat pada tempat-
tempat terperangkap (segmen siku dari saraf ulnaris), latensi distal
memanjang berkurangnya (sensorik atau motorik) velositas konduksi
saraf.
F Berkurangnya amplitude dari e'toked motor Resqonsses (contoh,
compowd muscle ddion poterLtiak (CMAPs) atau hilangnya amplitudo
rendah dari potensial sensoris.
F Peningkatan latensi Rl dan R2 pada pemeriksaan refleks kedip
) Sar'af-saraf yang paling sering terlibat adalah saraf ulnaris, peroneal,
medianus, dan saraf-saraf tibial.e
Biopsi saraf
Biopsi saraf zupedsial digunakan untuk menegakkan diagnosis neuropati
lepra murni- Gambaran biopsi saraf pada lepra antara lain: infiItrar
infalamtorik dengan keradangan granulomatosa dan makrofag yang
berisi bakteri tahan asam, terutama Pada ruang endoneural- Adanya
Diagnosis Kriteria
Diagnosis lepra pada umumnya berdasarkan pada gejala klinis dan simtom'
t-esi t<utlt dapai bersifat tunggal atau multipel yang biasanya dengan
pigmentasi lebih sedlklt dibandingkan kulit normal yang mengdilingi'
i<"'a."g lesi tampak kemerahan atau berwarna tembaga. Beberapa variasi
(datar)' papula
lesi kJt mungkin terlihat, tetapi umumnya berupa malmla
(menonjol), aiau nodul. Kehilangan sensasi merupakan tipikal lepra. Lesi
pada kulit mungkin menuryukkan kehilangan sensasi pada pinprkk atau
,.r,toh"o halus. Saraf yang mengbal, terutama cabang saraf perifer
merupakan ciri{iri lepra. Saraf yang menebal biasanya disertai oleh tanda-
mrrd"- l"in sebagai hasil dari kerusakan saraf' Ini dapat mengakibatkan
berkurangnya sensasi pada kulit dan kelemahan otot-otot yang dipersarafi
oleh saraf yang terserang, eada keddakhadiran tanda-tanda tadi' hanya
penebalan iara-f, tanpa beikurangnya sensori dan atau kelemahan otot
menjadi tanda yang lauang reliabel bagt lepra' Smear pada lulit dengan
hasil
positrf, pada proporsi kecil dari kasus-kazus bentukbatang basil lepra tercat
merah, dan merupakan diagnostik dari penyakit dapat terlihat pada sediaan
yang diambil dari hrlit yang terinfeksi saat diperiksa di bawah
sesudah mengalami Pengecata:n yang tePat'
Seseorangyangnenunjukkan kelainan kulit atau dengan simtom yang
mengarah kefada kerusatan saraf yang pada dirinya tanda kardind tidak
didapatkan atau diragukan sebaiknya disebut "kasus zusPeku. Individu
dengan hal tersebut sebaiknya diberitahu tentang fakta-faka dasar dari lepra
dan disarankan uaarkkembalike pusat kesetratanfika gejala tetap adh selama
lebih dari enambulan atau jika ditemukangejala makin memburuk kasus
suspek dapat dikirim ke klinik rujukan dengan fasilitas yang lebih baik umuk
diagnosis.ro
L"ptq) 47
.A.da 3 tanda kardinal, yahgkalau salah satunya ada sudah cukup unruk
menetapkan diagnosis dari penyakit kusta, yakni:5
l. Lesi kulit yang anestesi,
2. Penebalaasaraf perifer, d"n
3. Ditemukannya M. leprae sebagai baheriologis posftif.
Lepra | 49
Penatalaksanaanl
Tujuanutama penatalaksanaan pada kasus iepra adalah memutuskan rnara
rantai penularan unnrk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan
menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit- Unruk mencapai
tujuan tersebug straregi pokok yang dilakukan didasarkan aras deteksi dini
dan pengobatan penderita. Dapson (diamino difenil sulfon) bersifar
bakreriostatilc, yairu menghalangi atau menghambat pernrmbuhan bakten.
Lamprene atau Clofazimin, merupakan bakeriostatik dan dapar menekan
reaksi kusta.
Rifampisin bersifat bakreriosid, yairu membunuh kuman. Rifampisin
bekerja dengan cara menghambat DNA-dependent KNA polymerase pada sel
bakteri dengan berikatan pada subunir beta. Prednison, unruk penanganan
dan pengobamn reaksi kusta. Sulias Ferrosus unruk penderita kusta dengan
anemia berar- Vitamin A, unruk penderita kusta dengan kekeringan kulir
dan bersisik (i&tyosb). Ofloxacin dan Minosiklin untuk penderita kusra tipe
PB I.
Regimen pengobatan kusta disezuaikan dengarr rekomendasi WHO/
DEPKES RI (l%l) dengan memakai regimen pengobacan MDT (mubi drug
treatment). Kegunaan MDT uruuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin
meningkat, mengatasi ketidakteraturan penderita dalam berobat,
menurunkan angla putus obat pada pemakaian monorerapi Dapson, dan
dapat mengeliminasi persisrensi kuman kusta dalarn jaringan.
Reaksi lepra merupakan keadaan gawat darurac., bila reaksi tidak
ditangani deqgan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan berupa
kelumpuhan yang permanen seperti clow hond, drop foot, claw toes, dan
konmakrur. Untuk rnengamsi hal-hal tersebur dilakukan pengobatan. Prinsip
pengobaran reaksi Kusta adalah immobilisasi isrirahar, penggunaan splint
bila perlu, pemberian analgesik dan sedadf, pemberian obat-obat antireaksi,
MDT direruskan dengan dosis yang tidak diubah. Pada reaksi ringan, isrirahat
di rumah, berobat jalan, pemberian analgesik dan obar-obat penenang bila
perlu, dapat diberikan Chloroquine l5O mg 3 X I selama 3-5 hari, dan MDT
(obat kusta) diteruskan dengan dosis yang tidak diubah. Reaksi berar,
imobilisasi, rawat inap di rumah sakit, pemberian analgesik dan sedati{
MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis ridak diubah, pemberian obat-
obat antireaksi dan pemberian obat-obat korrikosreroid, misalnya
prednison-lt
pengobatan Kusta MDT MB, Dosis Lengkap ',I2 Kemasan Blister dalam
12-18 Bulan
Dewasa:
- Sebulan sekali (hari Pertama)
- 2 kapzul Rifampiiin (600 mg = 300 mg + 300 mg)
I tablet DDS (i00 mg)
- x loo mg)
3 kapsul Klofazimin (3
- Sedap Hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28)
- I tablet DDS (100 mg)
- I kapzul Klofazimin (50 mg/hari) atau 2 kapsul selang sehari (100 mg
selang sehari)
Reaksi tipe r
Reaksi tipe 2
D Prednisolone 30-60 mg/hari, tnpPer of, pada ENL kronis dosis dapat
dipertahankan 5-10 mg/hari
tcptal 51
Bila rekasi sulir terkonmol dengan kortikosteroid atau pasien sulit
lepas
F
dari korrikosteroid dapat diberikan:
Klofazimin 300 mg/hari dalam 3 dosis terbagi selama 3-4 bulan'
Dosis diturunkan sampai 100 mg/hari dipertahankan 3-4 bulan
Thalidornide 300 mglhari, dosis rumatan 50-100 rrrg/harj 3-4
bulan
Komplikasl
mngan'
Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan p4da o{gan
hilangnya jari
Trauma dan infeksi kronis sekunder dapat menyebabkan
jemari atauPun ekstremitas Lagian distal' Juga sering terjadi kebutaan'
-rrit*gny" pada
hidung dapat regadi pada kasus LL.6 Komplikasi neurologis
bpr" Idrk d"p"t diob.ati dengan MDT sehingga pengobatan dini lepra sangat
re
penting untuk mencegah komphkasi neurologis'
Prognosis
Denganadanyaobat-obatkombinasi,pengobatanmenjadilebihsederhana
Namun jika zudah ada
dan lebih tug'k"t, sena prognosis menjadi lebih baik'
;;;;;"k" d;,1k" kL;' p,og"o'i' menjadi kurang biilcrT
Daftar Pustaka
r.DFanda'AdhidldcIfu*a.AdhiDjuanda'MochtarHamzah'danSitiAisah.IlrrruPartyakit
Kulltdatlktaminedisikelima.Jakarta:FakulnsKedokeranUniversitaslndonesia'2007;
p.7H8. --- , ^-
2.Amiruddi'''MD'F{arahap,M.IlrrruPenyakitKulit.}akana:PenerbitHipokrates'2000;
26W27t.
3'Dorland'Newman,WAKamusKedokteranDoiandedii.keduapuluhscnbilan'Jaliarta:
EGC. zoaz; rr9r.
4'Murray,RA&&.Mycobaaciumlry,rae:rrrhibixDnditricCellActiwtianandMatxratior|.
Diakses dari: wwwiimmunol'org :
s.WgrldH..lthOrg"olotio,,-WnO*pntCammittecon@osySrrRrport-WorldHealth
Organizatioc, Geneva- 1988.
e. Na-afs B, Silva E, Vilani-Moreno F, Marcos E, Nogueira
M, opiomolla D' "Faaors
inluncingthe dcveloprnnt of lcpT osy: an ovemiew" ' Int J I4r Other lvlycobaLt Dis' 2ool: 69
(r): p.2643.
h.7q-75.
tS.Fit4atridcTBetat.'I.cprosyincol/,fAtlasandsytopsysofClitticalDernatolqglSingapore:
McGraw Hill. 2ffi8;P. 1794.
RS. Ati,ru Benryarna SaipatiPcnyakit Kulit' Jakana: EGC' 2005; h' 155'
17. Sireger,
rS. Wailer, S.L, Lockwood DNJ. Tile c1nical and immunologicd features of leprosy Britfsh
Medkal Eullean 2006;77 atr'rd 78: lo3-lzl'
rg.SehgalAo*diyai,.",.*d..pidemic,Leprosy.Philadelphia:ChelseaPubfishjngHouse.
2006. W.3V34-
20. World health Organization. Drugs used in leprosy WHO' 1998' PP' 8-r2'
21. The International Federation of Anti-teprosy Associations (LEP)' How tcl Recognise
and Manage Leprosy Reacdons' London; ILEP 2OO2' pP 15-17-
n. fawafuta,LpetaI.Guidelinesonthemanagementofleprosyreactions'SrilankaCollege
of Dermatologisl 2005 PP- 1-17.
23. Mo|€ Brambila A.B et al. Blink reflex, H-reflex and nerve-conduction alterations in
leprosy patients . k{ Rrt, 2cf,6;77 , I lrt-l20'
z. de frAus U.RG, €t 4I. Isolated superficial peroneal nerve lesion in pure neural leprosy
Arq Neuroyiquidtt z@4; 642-8): 535-539 -
Lepra | 53
(-
Infeksi
L{,
Virus
I
RABTES
AA RAKA SI'DEVII'
,"*"*
^"**""ff
flffi Bir?Hfts?rf, .ns ruh, D"np.".,
Pendahuluan
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit zoonosis yang terpendng
di Indonesia, karena penyebaran penyakit ini luas, banyaknya kasus gigiun
hewan tersangka atau menderita rabies, sifat penyakit anjrng gila pada
manusia ataupun hewan yang selalu berakhir dengan kematian. Rabies
rnerupakan penyakit yang menimbulkan masalah kesehatan bermakna di
fuia, angka kematian yang terjadi ratusan sampai ribuan per tahun.'Rabies
mempunyai casefanliy rutc teninggi dari seluruh penyakit infeksi yang ada.
Rabies tefsebar di seluruh dunia terutama di nqgara berkembang. Berdasarkan
data yang ada, rabies telah dikenal di Indonesia sejak dilaporkan oleh Sdrool
pada seekor kuda tahun 1884 dan pada manusia dilaporEan pertama kali
oleh E.V de Haan tahun 1894.
Virus rabies dapat menginfeksi semua hewanberdarah panas termazuk
manusia dan burung. Penularannya sebagian besar terjadi melalui gigitan
terutama anjing dan berbagai hewan reservoir lain misalnya kucing, srigala
kelelawar dan lain-lain-
Definisi
Rabies adalah penyakit infelst pada sistem sar4f pusat yang disebabkan oleh
virus RNA yang tergolong dalam famili Rhabdoviridae.
Patogenesis
55
tempat inokulasi, menyebar secara sentripetal melalui sel saraf'motorikdan
senso:ik menuju sistem saraf pusat dengan kecepatan 50-100 mm/hari dan
menginfeksi batang otak, diensefalon dan hipokampus. Setelah mencapai
saraf pusat virus akan menyebar secara sentripegal menuju multiorgan
melalui susunan saraf somarik dan autonom tenrtama melibatkan jalur
parasimpatis yang benanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah,
komea, ku]it, jantung, Pancreas, rnedula adrenalis dan organ lain- Infeksi
virus meirimbulkan infiltrat dan nekrosis seluler.
Gejala Klinis
a. Stadium prodromal
Gejala awalberupa demam, malaise, mual dan rasa.nyeri di rcnggorokan
selama beberapa hari
b. Stadium sensoris
Penderira merasa nyeri, rasa panas diserrai kesemutan pada tempat belas
luka. Kemudian disusr:I dengan gejala cemas, dan reaksi yangberlebihan
terhadap rangsang sensorik
c. Stadium eksirasi
Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi meningi dengan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan
dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat
khas pada stadium ini adalah munculnya macam-macam fobi seperti
hidrofobi. Kontraksi otot faring dan otot pernaPasan dapat dirimbulkan
oleh rangsangan sensoris, misalnya dengan meniupkan udara ke muka
penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, komrulsan dan
takikardi. Tindak tanduk penderita tidak rasional kadang maniacal
disertai dengan responsif. Gejala eksitasi terus berlangsung sampai
penderita rnettingg"l.
d. Sndium paralysis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi-
Kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala eksitasi, melainkan paresis
otot yang bersifat progresif Hal ini terjadi karena gangguan saraf
sumzum tulangbelakang-
Diagnosis klinis pada fase awal sulit unnrk ditegakkan karena gej?la yang
tidak khas menyerupai flu, malaise, anoreksia, demam, nyeri kepala, mual
dan muntah, rasa ridah enak di kerongkongan, kadang ditemukan adanya
parastesia di tempat gigitan. Keluhan ini biasanya berlangsung selama 2-7
hari kemudian akan diilarti dengan timbulnya gejala patognomonik suanr
ensefalitis rabies, yairu agitasi, kesadaran flukruatii demam ti"gg y"og
persisten, nyeri pada f".ing rerkadang seperti rasa tercekik (inspiratoty
spesm),hipersalivasi, kejang hidrofobia, dan aerofobia. Kadang-kadang ada
juga manifestasi non neurogenik berupa aritmia dan miokarditis yang
merupakan tanda dari adanya hiperadrenergik dan infeksi langsung pada
jantung. Keadaan tersebut akan memberat dan diikuti dengan koma yang
akan berlanjur kematian. selain gejala khas rabies tersebut daPat juga
ditemukan gejala yanglebih jarang yaitu adanya kelumpuhan, paresis pada
keempat ekstremitas serta gangguan sfingter ani karena terganggunya
medula spinalis.
Untuk membantu penegakan diagnosrs perlu pemeriksaan laboratorium'
Deteksi rabies pada saliva dengan menggunakan pemeriksaan rclerse
transoiptase polymerase chain reoction (RT/PCR) dan isolasi virus dalam
jaringan kultur. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan antibodi
terhadap virus rabies dengan menggunakan serum darah dan cairan
serebrospinal, namun seringkali hasil positif timbul beberapa saar setelah
dmbulnya gejala klinis. Pada orang yang belum diimunisasi hasil positif
dapat menjadi tanda yangbernilai diagnostilq bila,sudah di imunisasi maka
peningkatan kadar antibodi beberapa waktu setelah pemeriksaan p-ertama
dapat mempunyai ani diagnostik Pada caAan serebrospinal (CSS) adanya
antibodi terhadap virus rabies menunjukkan adanya infeksi virus rabies-
pemeriksaan RT/PCR dan tes imunoJlouraence stainitg pada antigen virus
dengan menggunakan teknik Dtred Floarescent antibody t€rf (dFA). Tes ini
didasarkan pada observasi bahwa seorang yang terinfeksi virus rabies
mempunyai antigen rabies dalam jaringan- Karena virus ini berada ddam
jaringan saraf maka jaringan yang diambil adalah jaringan saraf terutama
yang paling ideal adalah jaringan otak Antibodi yang berlabel ini diinkubasikan
pada jaringan otak yang dicurigai terinfeksl- Hasil positif bila terjadi ikatan
antigen antibodi sehingga terlihat gambaran fluoresensi hijau apel. Biopsi
Rcbics t 57
dapar dilakukan unnik menunjang diagnosis rabies. Biopsi saraf lutaneus
pada bagian basal dari folikel di daerah leher bagian belakang pada batas
garis rambur diusahakan paling tidak ada l0 folikel rambut dapat dipakai
sebagai bahan pemeriksaan tersSut di atas-
Pemeriksaan histopatologis dengan rnengambil jaringan otak hewan
yang terinfeksi dan diberi pewaEraan. Pada pemeriksaan histopatologis
dengan pewarnaan rurin (HE) maka akan rerlihat gambaran: infiltrasi
mononuklear, adanya mfrng dari limfosit atau polimononuklear, Babes
nodules dansel glia, adarryaNegribodks OIB)- NB ini merupakan anda yang
patognomonik untuk diagnosis dari rabies yang paling pering ditemukan
pada selbe6entukpiramidal dan sel purkinje di serebelum juga pada medula
d^r, gangli" basal. Pemeriksdan ini dia'ggaP tidak begiru spesifik sebab
dengan pewarnaan rutin hasil positif hanya ditemukan ktrrang dari 5ao/o dan
semua kasus terinfeksi juga dibandingkan dengan pemeriksaan dFA yang
dapat mencapai 100%,
Perreriksa an dengan Magrax Raon"ance Imtging(MRl) tampak adanya
hipersignal .ing* padaTldi batang omk, hipokampus, hipotalamus'. Pada
bagian dalam dan zubkoneks substatia alba dan zubstansia grisea. Godalinum
.J"nr.*.r, tampak jelas pada fase lanjut, digunakan untuk membedakan
rabies dengan ensefalitis virus lain- CT scan tidak mempunyai nilai
diagnostik
Penatalaksanaan
Manajemen terapi pada kazus infeksi rabies pada manusia belum memuaskan
rerutama bila penyakit ini zudah menunjul,kan gejala. Hingga saat inibelum
ada laporan Lrrrt y"ttg dapat bertahan hidup setelah manifestasi dari
penyakit ini timbul. Banyakuji terapr png dilakukan tetapi ddak menunjukkan
hasil yang menggembirakan- Pemberian antiviral ataupun Penggunaan
interferon (IFIr[) secara runggal araupun kombinasibelum pernah ada yang
sukses.Jackson A merekomendasikan penatalaksanaan rabies yang
oI., (ZW3)
zudah bergejala dengan rejimen sebagai berikuc pemberian vaksin rabies
secara intradermal untuk memPercePat resPons imun, pemberian serum
anrirabies unruk penghendan proses infeksi rabies, pemberian ribavirin dan
interferon alfa secara intravena dan intraventrikuler. Pemberian ketamin
intravena konsentrasi ringgr terbukri secara it vir:o dapat menghambat
Rdtiai I 59
urdL!
Bila hendak diberikan bersama dengan senrrn anuraDles lJ'r.'.''r
ulang lagi 0,5 ml gada hari ke-90.
Prognosir
gejala
Penyakirini selalu diakhiri dengan kemadanbila su{ah menunjukkan
dan ta}rrt bagi orang yang terkena
ffitti t hinggu mengakibatk*i"'" cemas
grgrm Namun penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi'
unruk
Penelitian lebih lanjut merupakan tanangan di masa mendatang
menemukan obat rabies yang lebih efekdf'
Rabas | 61
NEUKU.AIL'U
oiauawaav
oriliTiio["il1ff,j.*,".'
,** *"*,ff r"*"*
Masalah pada sistem saraf yang terkair infeksi HIV kerap dihadapi oleh
dokter spesialis saraf di Indonesia beberapa tahun belakangan ini'r
Spekuum masalah yang dihadapi sangat luas dan bervariasi. Dokter
spesialis saraf seringlali meminta tes HIV dalam ranglra membuat diagnosis
banding dari kasus dengan manifestasi neurologis. Tidak jarang diagnosis
gangguan pada sistem saraf merupakan pintu masuk diaguosis HIV
r"-pr*"ripada sistem saraf dapat terjadi pada infeksi HIV sadium dini"
serokonversi dan stadium lanjut (AIDS). Obat ARV (antiretroviral) kerap
menimbulkan efek samping yang membunrhkan keterampilan klinis dari
dokter spesialis sara'f untuk membedakannya dengan Proses patologr yang
Jairu
, Tulisan ini dimaksudlian unnrk memberikan pemahaman dasar tata
kelola pasien dengan masalah neurologi terkait HIV Tulisan ini tendiri atas
z bagian, yairu: tes HI{ toksoplasmosis otak, meningitis kriptokokus,
meningitis tuberkulosa, di=nensia HI! neuropati HIV dan terapi ARV
stigma pada pasien F{lv/ kerap masih terjadi, sebagai pelayan kesehatan
sebaiknya kita tidak menglrakimi pasien karena perilakunya Ada juga pasien
HIV yang terrular bukan karena mereka memiliki perilaku berisiko.
penularan HIV dalam keluarga dalam beberapa tahun terakhir cenderung
meningkat.
Tes HIV
yCT (volunury counselingand. testing)merupakan program yang dilitui oletr
seseorang yang akan menjdani tes HIV VCT dikerjakan di klinik yang
khusus dibuat untuk melayani VCT Konselor HIV yang telah mendapat
pelatihan bertanggungjawab pada zuatu klinik VCI Program ini dirancang
agar klien, secara sukarela meminta tes bagi dirioya setelah mendapat
informasi yang cularp Konsding yang dilakukan minimd dua kali, yaitu
63
sebelum tes'(?re-test caxnseling) dan konseling setelah hasil res diperoleh
(7t o s t- t e st c ouns eling)-zt
Konseling pra tes mendiskusikan secara mendalam berbagai hal rentang
infeksi HM Fakor risiko dan per;alan alamiah infeksi HIV T"nda infeksi
oportunistik dan dampak and rerroviral y.tg dapat merubah perjalanan
infeksi Hrv dengan menurunkan angka kesakftan dan kematian. Setelah
hasil. tes kelual maka klien atau pasien akan mendapatkan konseling paska
tes.
KonSeling paska tes mencakup berbagai hal dianraranya, informasi
tentang diagnosis HIV dan diagnosis klinis lainnya yang ada. perjalan
penyakit HIV dan terapi ARV-Cara menggunakan anrirerroviral besena efek
sampingnya, panduan pola hidup sehat dan pencegahan penularan HIV
Pasien yang rnenunjukkan hasil res hegadf juga harus menjalani konseling
paska tes, pada keadaan ini disampaikan renrang bagaimana mencegah
infeksi HM Bila terdapar faktor risiko infeksi HIV didiskusikan bagaimana
merubah perilaku arau mengurangi dampak buruk perilaku rersebut (harm
reductiot).
Setelah sekian lama berjalan disadari bahwa VCT tidak cukup
meningkatkan cakupan pasien yang terdiagnosis HIV dan kemudian
mendapatkan ARV Infeksi HIV menimbulkan kelainan patologi yang luas
baik secara langzung ataupun tidak iangsung akibar menurunny4kekebalan
rubuh- Pasien dalam keadaan gawar araupun dalam kondisi klinis tenenru
seringkali harus didiagnosis banding dengan infeksi HM pada daerah dengan
prevalensi HVyang cukup tinggi mengerahui srarus HIV seorangibu hamil
sebelum melahirkan akan sangat membanru dokrer untuk.mencegah
terjadinya infeksi HIV pada janin. Massa inracranial yang sering dihadapi
oleh dokrer spesialis saraf akan dapar dipersempit diagnosis diferensialnnya
dengan mengetahui srarus HIV Di rumah sakit dalam rangka rataraksana
pasien dibunrtrkan res HIV yang dapat dikerjakan dengan cepat. Karena iru
dikembangkan proses PITC (ytrwider-inrtitted HN testittg and c6unseling).a
Pada PITC, dokter yang menangani pasien secara akrif minta res ini
untuk dilakukan. Tenru saja tes ini harus dilakukan dengan sepengerahuan
pasien, ada proses konseling sebelum res dan setelah tes.
Epidemi infeksi HIV diantara berbagai Negara didunia ridak sama. Ada
negara dengan epidemi yang luas (generolized HN epidemics), misalnya di
afika- Indonesia belum rermasuk sebagai negara dengan epdemi HIV yang
Mengetahui faktor risiko HIV memang Penting, dalam proses seorang dokter
meminta tes HIV pada pasiennnya. Walaupun demikian pertanyaan tentang
faktor risiko seringkali menimbulkan p€rasaan tidak nyaman bagi pasien
dan keluarga. Sebaiknya Pertanyaan cersebut dipertimbangkan untuk
ditanyakan kemudian. Hal yang paling penting adalah mengetahui diagnosis
apakah HIV postif atau HIV negauf. Hasil tes akan sangat membanor dalam
diferensial diagnosis kasus yang dihadapi.
Ncm-l,rDS I 65
pada sepeniga kazus. Seringkali, secara klinis dapat diduga diagnosrs
(fO)
p"a" *"t*ipenderfta AID$ walaupun ridak ada mnda yangpatognomonik'
-D.-"rrr,
sakit kep"la, defisit neuiologis fokal dan penurunan kesadaran
merupakan manifestasi klinis utama.6'7
Pada neuroimaging dapat dijumpai lesi hipodense pada CT-scan atau
hipointewepada MRL Lesi ini bersifat menyangat konrras berbenruk
cincin'
Biasanya
dan disenai edema dan efek massa pada jaringan otak di sekirarnya-
walaupun demikian lesi tunggal atau lesi
dapat diju,mpai lesi yang mulnpel
yang ddakmenyangat kontras juga dapar dijumpai'
dga sarar
Sebelurn memulai terapi empiris TO sebaiknya dipenuhi
berikut, yaitu:6J
) pasien HIV Positif
F gejala klinis neurologi yang progresif
) neuroimaging merrunjukkan ada Iesi fokal di orak'
anatomis
Diagnosis definitif TO dibuat berdasarkan pemeriksaan patSl-ogi
biopsi otak Dalam klinis sebagian besar diagnosis TO merupakan
-.l"toi
diagnosis prestrmtif Diagnosis prezumdf dibuat pada pasien yangmendapat
terlpi emplris antitoksoplasma dan menunjukkan perbaikan klinis dan
neuroimaging.
ee"gob"t* TO terlaagi atas pengobatan fase akut dan pengobamn
rumaan. Pengobatan fase akut dapat diberikan selama 3-6 minggu sezuai
dengan perbaikan klinis yang rerjadi.
Meningitis TB (MTB)
Di Indonesia hampir 50% pasien dalam stadium AIDS menderita tuberlaiosis
paru. Karena iru MTB selalu ada dalam diagnosis diferensial pasien AIDs
dengan simtom susunan saraf pusat. Pada pasien HIV dengan lesi fokal
otah selain TO maka MTB merupakan diferensial diagnosis yang harus
dipikirkan terlebih dahulu. Pada pasien yang menujukkan kiinis meningids
kronis, di sampingmeningitis kriptokokr-rs, MTB hanrs selalu dipertimbangkan
pada diagnosis diferensial.
Diagnosis dan pengobarannya sama dengan MTB pada umumnya, Oleh
karena inr, pada tulisan ini tidak akan dibahas secara luas, pembahasan yang
lengkap ada pada topik khuzus MTB-
Nare-AIDS | 67
Tabel 2. r Pengobatan meningitis kriptokokus {ase akutg
Minggu 1-2 Ampoterisin-B 0, 7-1 mgtlg per hari dalam infus dekstrosa 5% dan
diberikan selama rl-6 iam- (langan dilarut<an dengan NaC$
Di kombinasi dengan:
. FlukonazolS00mgPerhariP.o.
Demensia HIV
(highly
Prevalensi demensia padd penderita HIV pada masa sebelum HAART
octive ufttiretrwiralthoayy) adalah 2T40o/o' angka ini rurun 507o setelah
HAARI secara luas digunakan'e :
Narru-/lDS | 69
Demensia HIV perlu mendapat perhatian komunitas neurologi di
Indonesia karena penyakit ini sangat memengaruhi adherence pendeita\ll\tr
terhadap terapi antiretroviral.
Antl-Retroviral (ARV)
Angka harapan hidup penderita HIV dilaporkan meningkat sejak dimulamya
penggunian 3 kombinasi ARVe'r4 Supresi virus dalam peredaran darah
sistemik mampu menurunkan angka kejadian infeksi opomrnisdk yang
.
70 | t"1*";poaasi*ensaraf(I<ebnpokstuniNcurtiltpsi) :
merupakanpenyebab umma kematian dan kesakitan pada penderita HIV
Kini HIV di.anggap merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat ditata
laksana dengan baik dalam jangka panjang.e
Sebelum memulai terapi ARV sebaiknya dilakukan berbagai persiapan,
ra
yaitu sebagai berikut.
) Memastikan pasien dan keluarganya telah siap untuk menjalani terapi
ini dalam jangka panjang.
F Memastikan apakah ada infeksi lain yang berpotensi memengaruhi
perjalanan pasien. Karena infeksi ruberkulosis paru cukup tinggi di
kalangan pasien HM maka s&aiknya dilalo:kan eksplorasi unnrk mencari
kemungkinan ini Gangguan fungsi hari dan anemia harus dapat dikenali
sebelumnnya.
ARV tini pertama diberikan dalam kombrnasi tiga obat sebagai berikut.
' > d4T - 3TC - NVP (savudin - lamifudin - nevirapin)
> d4T - 3TC - EFV (startrdin - lamifudin - efavirens)
> AZT - 3TC - NVP (zidovudin-lamifudin - nevirapin)
> AZf - 3TC - EFV (zidovudin - lamifudin - efavirens)
(Pilih salah sanr regimen di atas)
Kesimpulan
Komplikasi sistem saraf terkait infeksi HIV seringkali merupakan masalah
klinis yangberat, bery)otensi menimbulkan kematian dari cacat pennanen.
Dengan pengetahuan yang cukup doker spesialis saraf dapac berperan serta
dalarn menurunkan angka kematian dan kecacatan terkait infeksi HIV
Nam-AIDs f 71
Berdasarkan pengalamannya dalam mengelola penyakit kronis dan
degeneratif, dokter spesialis saraf dapat menyumbangkan keterampilannya
dalam pengelolaan jangka panjangpagren HM termazuk memberikan terapi
ARV
Kepustakaan
L wrighrEJ,BrewBJ,Aral'awichanonrARobersonK,samintharapanyal(Kongsaergdao
S, Lim M, Vonthanak S, Lal L, U P, MD'Imran D, LewisJ, Kamarulzaman &Tau
G,Kamal Kishore KBain M, McCormack Hellard M, Cherry C, McArrhur J'
G
wesselingh s. HlV-associated Neurocognirira lrnpairment and sy.mpromatic Peripheral
. Neurop"ihy are Hig6ly prevalent in rhe Asia Pacfic Region. tiltiurology. 20O8Irl l;
7l(r): 5G-5.
2. World Health Organization- HIV/ AJDS Programme Higblights 2008-2009. \tr/HO kess
2010-
3. World Health Organizadon. Guidance on Prwider-lnitiated HIV Tesdng and Courselling
in Health Faciliries. WHO press 2fi)7--
4. world Heahh organizadon. Handbook for Improving HIv Tesring and counseling
Services.WHO Press 2010-
5. Sharma M, Oppentreimer E, Saidel T, Loo V Garg R' A 3iruation update on HIV
Asia
epidemics among people who inject drugs and nadonal resPonses in South-East
Region. AIDS. 2009Jul t7:23(rt): r4o5-I3'
5. Yunihasnrti E, Imran D, Djoerban Z, Djz||tzi S. Oppomrnistic Infecrion in AIDS. Balai
Penerbit FKUI 2005 ISBN 979-496338-0.
7. Imran D, Jannis J"Tiksnadi A- Empiric anti-toxoplasmic ffeatment in HfV-associated
focal brain lesions (Poser in AocN 2005). J clinicd Neuroscience 20(x; I 1: sl5.
8- perfectJR, Dismukes wE, Dromer F, Goldman DL, GraybillJR. Hamill RJ, Harrison
TS, Larsen RA, Lo*holary O, Nguyen MH, Pappas PG' Powderly WG, Singh N' Sobel
JD Sorrell TC. clinical pracrice guidelines for the management of cr;rptococcal
disease:
2010 updare by rhe infecrious diseases sociery of america- clin lnfect Dis. 2010 Feb r;
sA(3):29r-322.
9. Hearon RK Franklin D& Mccurc-hanJA, Letendre SL, Leblancs, corkran sH,
Fllis $,
Duane NA, Clifiord DB' Woods SB Collier AC, Marra CM, Morgello S' Mtndt MR'
Taylor MJ, Marcoce TD AtkinsonJH, Wol6on T Gelrnan BB, McArthurJC' Simpson
DM, Abramson l, Gamst A, Ferurema-Noresrine C,Jernigan TL, WongJ' Grant I; for
rhe CFIARTER and HNRC Groups- FlfV-associated neurocognidve disonders before and
during the era of combinadon anriretroviral therapy: differences in rates, nature, and
predictor. J Neurovirol- 2010 Dec 2l-
l0- Imran Djannis], Djoerbxtz,wibowo BS. HIV Distd sensory Neuropathy. Neurona
2005; 22(]): 4-8.
xcnro-,{DJ I 73
Fakunas r(edo*era",Fffi""#ff#":T"tffi. s"ir,r ar,*r, ru"r"r,s
Pendahuluan
Deflnisl
Ensefalitis adalah suanr proses inflamasi alorr pada jaringan otakz Proses
peradangan ini jarang terbatas pada orak saja, tetapi hampir selalu mengenai
selaput otak sehingga beberapa ahli sering menggunakan isalah ma6ngo-
auefalitis.l
75
Epidemiologi2
{
Studi epidemiologi memperkirakan insidens terjadinya ensefalitis
virus
3,5-7,4 per 100-00o orang seriap rahun. fie centrers
for Disease Control and
hetention (CDC) memperkirakan sedikitnya terdapar 20,000 kasus
baru
ensefalitis di Amerika Serikat. penyebab kazus endemik ensefalitis
virus di
Amerika serikat adalah HSV dan rabies. Ensefalitis HSV adalah jenis
ensefalids virus yang sering terjadi dengan insidens sebanyak dua
kasus per
l juta populasi setiap tahunnya dan 10% kazus dari semua ensefalftis yang
ada di Amerika serikat. Ensefalitis arbovirus bisa rerjadi r5G-3000
iasus
seriap-tahun, rergamung pada banyaknya dan munculnya penularan epidemi.
Erisefalitis west Nile dapar menyerang 4g0 individu dengan 24 kemadan,
yaitu pada 28 Agusrus 2002. sedangkan Ensefaliris sr. Louis menginfeksi
3000 orang pada ahun 1975, Ensefalids La Crosse menginfeksi 7A
orang
setiap tdhun, Ensefalitis Eastern Equine didiagnosis sebarryak 153
kasus sejak
tahun 1964' dan Ensefalitis \vestersn equine didiagnosis sebanyak 639
kazus.
Japanese B Ensefalitis menyerang sedikitnya SO.Oodorang seriap rahun.
Studi terakhir dari Finland menyebutkan insidens ensefaliris virus pada
dewasa sebesar 1,4 kasus per 100.000 orang seciap rahun. HSV
diidentGkasi
sebagai penyebab yang paling sering (16%), diikuri varicella zoster (5oh),
mumps QVo), danvirus influenza (4olo).
Mumps meningoensefalitis banyak menyerang laki-laki daripada wanita.
Anak-anak dan dewasa muda merupakan kelompok yang prlirrg
,.rrrrg
terinfeksi' walaupun demikian, ensefalitis yang berar ti"r*y" *.iy..".rg
bayi dan pasien yang lebih ma.
Etiologl
Virus-virus yang dapat menyebabkan ensefaliris, di antaranya sebagai
berikut.
a. Virus Herpes Simpleks (HSg
Virus Herpes Simpleks menjadi penyebab urama infeksi virus di
negara
maju dan berperan pada r0-2oo/o kasus ensefaritis virus usia dewasa.
Terdapar dua dpe virus herpes simpleks: HSV_I
@erhubungan dengan
oral herpes) dan HSV-Z (yang biasanya menyebabkan herpl g*irllir,
EnseJtlitisvirus 3 77
Y I-a Crosse encephalitis: penyebab yang sering pada anak usia kurang
dari 16 tahun
Y hstern equine encephalitrs (EEE): pada manusia, gejalanya sepirti flu
4-10 hari setelah digigit nyamuk. EEE dapar menyebabkan kematian
5V75o/a. Pada pasien yang sembuh dapat terjadi kerusakan otak yang
'permanen seperri retardasi mental, kejang paralisis, dan tingkah laku
yang abnormal.
Enteroviruses
Enterovirus termasuk berbagai virus yang memisuki tubuh meldui
saluran gastrointestinal. Vinrs menjadi penyebab kazus ensefalitis pada
l0-2Ao/opopulasi. Kelompok coxsackievirus gruP A telah dideteksipada
bayi dan anak dengan ensdalitis dan di antara virus penting lainnya di
kelasnya. Meskipun demikian, enteroviruses hampir sePerti virus
penyebab flu danjarang menimbulkan keseriusan, Enteroviruses dapar
menyebar melalui makanan atau air yang terkontaminasi kotoran dan
melalui bersin sena batuk.3
d. Rabies
Ensefalitis Rhabdovirus ini ditransmisikan melalui saliva terinfeksi yang
masuk dengan jalan gigitan hewan atau luka terbuka. Kasus ini di
Amerika jarang terjadi tetapi mungkin juga karena ddak dilaporkan-
Infeksi melalui kontak dengan kelelawar yang terinfeksi virus tersebut
dapar menimbulkan kefatalan-6
Periode inkubasi virus sekitar l0 hari sampai tahunan, tetapi biasanya
1-7 minggu. lnterval ini tergantung pada jarak antara luka terinfeksi
dengan sistem saraf pusat. Virus akan bergerak dalam saraf menuju
otak, kemudian menggandakan diri, dan bermigrasi sepanjang saraf
eferen menuju kelenjar sdiva.6
.:
Patogenesis
Ensefalitis &pat bermanifctasi secara cePat begitu tedadi infeksi virus atau
baru berkemhiag ketika virus yang mulanya dalam benark dorman tiba-tiba
menjadi reaktif. Virus sangat sederhana, namun memiliki kemampuan
menginfeksi yaog kuat.l
> Mrus menginfeksi sel hoqpes dengan mernpenecasi membrari sd lalu
memasukkan materid genedknya ke dalam sel (DMt dan RNd virru)'
> DNA atau RNA r:'irus mengambil dih konrol berbagai Proses Penting
dalam sel, memeiintahkan sel untuk memproduksi lebih banyak virus.
F Kemudian sel ruptur terlepaslah partikel-partikel virus baru yang akan
menginfeksi sel lain.
Ensefditit vins 1 79
HSV-I merupakan virus penyebab ensefalitis akut sporadik tersering.
Manusia mendaparkan infeksi virus herpes simpleks ini dari sesamanya.
Virus ini ditransmisikan dari seseorangyangterinfeksi ke orang lain'yang
renran melalui kontak personal. Virus perlu kontak dengan permukaan
mukos,a atau kulit yang terkelupas unruk memulai infeksi. Infeksi primer
HSV-1'biasanya terjadi pada mukosa orofaring dan tanpa gejala. Gejalddari
penyakit tersebut ditandai demam, nyeri, dan ketidakmampuan menelan
karena lesi pada mukosa buccd dan gingival. Durasi penyakit selama 2-3
minggu.
setelah infeksi primer, HSV-I ditransponasikan ke SSP melalui aliran
retrograde akson virus dalam percabangan akson nervus trigeminus.
Gangtion mgeminal akan dikuasai, dan virus membentuk infeksi laten dalam
g*gtiot- Reaktivasi infeksi laten ganglion.disertai replikasi virus akan
L.rri*U.trtt ensefaliris, sena infeksi pada korteks tempord dan struktur
"n
sistem limbilc Ensefaliris HSV-I kemungkinan juga hasil dari infeksi primer
yang berasal dari inolculasi intranasal virus, dengan invasi langsung pada
bulbus olfaktorius dan menyebar via alur olfakrcrius menuju orbitofrontal
danlobus temporal. Apakah infeksi merupakan akibat reaktivasi atau infeksi
prime4 inflamasi dan lesi nekrorik terlihar pada lobus temporal medial dan
inferior, korreks orbitofrontal, serra strukrur limbik'
Arthropod-bmncvrnrs (arbovirus) diinokulasikan ke dalam hoqpes secara
zubkutan melalui Sgltan nyamuk atau kutu dan mengalami replikasi lokal
di kulir. Mremia akan mengikuti, dan jika terdapat inokulasi virus yang
cukup luas, invasi dan infeksi SSP terjadi- Sebagian besar arbovirus kecil dan
lebih kurang efisien dibersihkan daripada mikroorganisme lain oleh sistem
retikuloendotelial. Infeksi awal SSP oleh arbovirus tampak terjadi melalui
sel endotel kapiler serebral dengan infeksi berurutan dari neuron'neuron.
Virus juga dapat menyebar dari pleksus koroid menuju CSF inrraventrikular
dan menginfeksi sel ependim venrikular secara berurutan menyebar ke
menyebar dari sam sel kt
larlngan subependimal perivenrikular otak. Virus
set taln ,..r." aipikrl sepanjang dendrite atau Prosesus akson. Ensefalitir
arboviral adalah penyakir primer dari korteks gray-mntter dan bamng otal
serta nuklei ralamikus. Kemungkinan juga ada inflamasi meningeal ringan
eksudat terdiri atas limfosit, polimorfonuklear leukosit, sel plasma, dar
makrofag. EnsefalitisJapanese virus, West Nile virus, dan Eastern Equint
Ensefalitis memiliki predileksi khusus pada ganglia basalis. Neuroimagin2
h*flitisv;ms | 8'l
Tabel 2. Peran fisiologis reseptor virus?
Beseptor Fungsi
c Prrl-Hve C immunogMuIn
NGFR NGFR
NGFR
Gefala Klinis
Tanda yang utamanya muncul pada akut viral ensefaliris adalah demam,
nyeri kepala, dan penrbahan tingkat kesadaran Tanda lainqn yaitu fotofobia'
brngung, dan kadang disertai kejang. Meniirgitis kadanglala terjadi pada
ensefalitis- Meningitis ialah in{Iamasi pada membran yang menyelubungi
otak dan medulle spinalis. Kekakuan leher menjadi tanda utama pada
meningitis dan dapat mtrncul menjadi gejala nmbahan pada ensdalitis'5
Beberapa kasus ensdalids dengan Perantaraan serangga dapat tidak
memnjukkan gejdagejala ensefalitis. Mereka mungkin hanya mengalami
sedikit demam, dan gejda mirip flu, malaise dan mialgia-
Kadang diihrti nyerikepala muntah dan sensirivitas tetradap cahaya.t
hr4&icvi'rlsl 83
Beberapa virus dapat berefek pada beberaPa area spesifik otak, termasuk
(kepribadian).
gangguan berbicara, pergerakan, dan perubahan tingkah laku
dan
i*.tri Epstein-Borr dras, St. Louis ensefalitis, eastern equine ensefahtis,
Diagnosis
Kasus ensefalitis dapat diregakkan setelah dilakukan wawancara tentang
riwayat penyakit, Pemeriksaan fisik dan tes-tes tertennr'
Diagnosis tp.ti* infeksi virus di SSP sangat sulit' Riwayat penderita
yang
dapat mengonglapkan tipe epidemiologi yang menunjukkan etiologi
tersebut'
,perifik Riwayat tergigrtbinatang ganas, periode musim pada tahun
ian prevalensi p."y"t i. dalam masyarakat dapat memberikan petunjuk'
dan
Infeksi enteroviral ditemukan paling sering pada akhir musim panas
awal musim guSr. Melalui cata yang sama, perkembangbiakan nyamuk
dapat meningkarkan kecenderungan arthrop o d-b orne ttus dalarnkomunitas
p"i" korrdisilembap dan selama bulan-bulan hangat mwim panas''-
Walaupun pemeriksaan fisik pasien biasanya tidak mengarah pada
diagnosis etiologis, perbedaan antara temuan neurologis fokal dan
genetol
Enscfalitisvins | 85