Makalah Budaya Keselamatan Kerja Edited

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

MATA KULIAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


Dosen Pembimbing : Ns. Devi Nurmalia, S.Kep.,M.Kep

Oleh kelompok II :
1. Andika Hilman Faris NIM : 22020119183165
2. Firminus Frederikus Riwu NIM : 22020119183186
3. Pebri Emilda Nurriska NIM : 22020119183187
4. Hendryk Priyatna NIM : 22020119183190
5. Yulita Woe Kue NIM : 22020119183182
6. Henry Salenussa NIM : 22020119183170
7. Daniel Dayang NIM : 22020119183159

DEPATEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan


merugikan pasien ataupun sebagai suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan keselamatan pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (IOM dalam Cahyono,
2008; Depkes RI, 2006). Jadi dapat disimpulkan bahwa keselamatan pasien adalah
bentuk layanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit yang mengacu pada
pencegahan insiden dan keamanan tindakan, guna meningkatkan mutu pelayanan.
Sasaran keselamatan pasien menurut WHO (Permenkes RI, 2011) ada enam
yang meliputi :
1. Melakukan identifikasi pasien secara tepat,
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif,
3. Meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian atau
yang perlu diwaspadai,
4. Mengurangi risiko salah lokasi, salah pasien, dan prosedur tindakan operasi,
5. Mengurangi risiko infeksi nosokomial,
6. Mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh.
Sedangkan macam - macam kejadian yang terkait dalam keselamatan pasien
meliputi beberapa istilah menurut Cahyono (2008) dan Permenkes RI (2011) yaitu:
1. Kejadian Potensial Cedera (KPC) / Reportable Circumstances
Suatu kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, akan tetapi
belum terjadi insiden.
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss
Suatu kondisi kesalahan yang mungkin terjadi namun tidak sampai mencederai
pasien.
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) / No Harm Incident
Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien akan tetapi tidak timbul cedera.
4. Kejadian tidak diharapkan (KTD) / Adverse Event
Kejadian cedera atau komplikasi yang tidak diinginkan, yang dapat
mengakibatkan timbulnya kecacatan, kematian, atau perawatan yang lebih lama
yang disebabkan oleh manajemen medis dan bukan karena penyakit yang
diderita.
5. Kejadian Sentinel
Kejadian sentinel didefinisikan sebagai suatu KTD yang mengakibatkan cedera
serius bahkan kematian terhadap pasien.
Mengacu pada sasaran keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang
proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Adapun tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit menurut Cahyono
(2008), antara lain :
1. Membangun budaya keselamatan pasien,
2. Pimpinan dan dukungan terhadap staf,
3. Integrasi aktivitas manajemen risiko.
4. Membangun sistem pelaporan,
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien dan publik,
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dan
7. Implementasi solusi untuk mencegah kerugian
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Budaya keselamatan pasien adalah bagaimana interaksi dan sikap pemimpin


dan staf, sikap, rutinitas dan praktik melindungi pasien dari efek samping dalam
perawatan kesehatan.
The Safety Attitudes Questionnaire adalah instrumen yang paling banyak
digunakan untuk mengukur sikap keamanan di antara penyedia layanan kesehatan.
Instrumen dapat mengidentifikasi kelemahan yang mungkin terjadi pengaturan klinis,
dan memotivasi dan memandu intervensi peningkatan kualitas dan pengurangan
kesalahan medis. Enam faktor dan item yang sesuai dengan Safety Attitudes
Questionnaire (SAQ):
1. Kerjasama
Kerjasama yang dimaksud adalah kualitas kolaborasi yang dirasakan antar
profesi.
Item yang dinilai:
a. Pendapat perawat diterima dengan baik.
b. Sulit untuk mengungkapkan suatu masalah yang berhubungan dengan
perawatan pasien.
c. Sulit menyelesaikan masalah dengan tepat (bukan siapa yang benar tetapi
yang terbaik untuk pasien).
d. Karyawan diberi kemudahan dalam mengajukan pertanyaan ketika ada
sesuatu hal yang tidak mereka pahami.
e. Dokter dan perawat bekerja sama sebagai tim yang berkoordinasi dengan
baik.
2. Iklim keselamatan adalah komitmen yang kuat dari organisasi untuk meciptakan
lingkungan yang mendukung terlaksananya keselamatan pasien dengan baik.
Item yang dinilai:
a. Saya sebagai pasien merasa aman dirawat disini.
b. Kesalahan medis ditangani dengan tepat.
c. Saya menerima feedback yang sesuai tentang kinerja saya.
d. Sulit untuk mendiskusikan kesalahan di kantor.
e. Saya dimotivasi oleh rekan-rekan saya untuk melaporkan masalah
keselamatan pasien yang mungkin saya miliki
f. Budaya kerja disini membuat mudah belajar dari kesalahan teman yang lain.
g. Saya mengetahui alur yang tepat untuk mengarahkan pertanyaan tentang
keselamatan pasien.
3. Kondisi kerja adalah sarana prasana dan aturan yang mendukung terciptanya
suasana kerja yang berkualitas.
Item yang dinilai:
a. Karyawan baru diberikan pelatihan dengan baik.
b. Semua informasi yang diperlukan untuk penentuan diagnosa dan terapi telah
tersedia.
c. Kantor ini memberikan saran yang konstruktif terhadap setiap masalah yang
dihadapi karyawan.
d. Peserta pelatihan diawasi dengan disiplin.
4. Kepuasan kerja adalah persepsi positif terhadap pengalaman kerja.
Item yang dinilai:
a. Saya menyukai perkerjaan saya.
b. Bekerja di sini seperti menjadi bagian dari keluarga besar.
c. Kantor ini adalah tempat yang baik untuk bekerja.
d. Saya bangga bekerja di kantor ini.
e. Menjunjung tinggi nilai/ moral.
5. Persepsi manajemen adalah segala aturan dan kebijakan yang dibuat oleh
manajemen untuk mendukung pelayanan yang berkualitas.
Item yang dinilai:
a. Manajemen kantor mendukung kegiatan sehari-hari saya.
b. Manajemen tidak mengenal kompromi tentang keselamatan pasien.
c. Jumlah ketenagaan di kantor ini sesuai dengan jumlah pasien.
d. Saya mendapatkan informasi secara akurat tentang segala hal yang mungkin
dapat mempengaruhi pekerjaan saya.
6. Tingkat stres adalah pengakuan tentang tingkat stressor mempengaruhi hasil
kinerja.
Item yang dinilai:
a. Beban kerja yang berlebihan akan mengganggu kinerja saya.
b. Saya kurang efektif bekerja ketika lelah.
c. Saya lebih cenderung melakukan kesalahan ketika saya sedang marah atau
tegang.
d. Kelelahan dapat mengganggu kinerja saya selama keadaan darurat.
BAB III
ANALISIS KASUS

1. Jurnal Aplication of the Safety Attitudes Questionnaire (SAQ) in


Albanian hospitals: a cross-sectional study.
Hasil: Sebanyak 341 kuesioner yang valid, untuk tingkat respons 70%.
Persentase dari pekerja perawatan kesehatan rumah sakit yang memiliki sikap
positif adalah 60,3% untuk iklim kerja sama tim, 57,2% untuk iklim
keselamatan, 58,4% untuk kepuasan kerja, 37,4% untuk pengakuan stres,
59,3% untuk persepsi manajemen dan 49,5% untuk kondisi kerja.
Interkorelasi menunjukkan bahwa subskala memiliki korelasi sedang hingga
tinggi dengan satu sama lain. Perawat lebih ragu-ragu untuk mengakui dan
melaporkan kesalahan; hanya 55% dokter dan 44% perawat mendukung
pernyataan ini. Selain itu, perawat menerima skor yang lebih rendah pada kerja
tim dibandingkan dengan dokter. Dokter membantah efek stres dan kelelahan
pada kinerja mereka, mengabaikan beban kerja.
Kesimpulan: Sebagian besar dimensi budaya keselamatan kerja di rumah sakit
Albania sudah berjalan dengan baik, namun untuk pengakuan tenaga kesehatan
terhadap tingkat stresnya masih belum berjalan dengan baik.

2. Jurnal Hospital Safety Culture in Taiwan: A Nationwide Survey Using Chinese


Version Safety Attitude Questionnaire Hasil: Sebanyak 45.242 kuesioner yang
valid dikembalikan dari 200 rumah sakit dengan tingkat respons rata-rata
69,4%. Persentase pekerja perawatan kesehatan rumah sakit yang memiliki
sikap positif adalah 48,9% untuk iklim kerja sama tim, 45,2% untuk persepsi
manajemen, 42,1% untuk kepuasan kerja, 37,2% untuk iklim keselamatan, dan
31,8% untuk kondisi kerja. Ada banyak variasi dalam rentang skor SAQ-C di
setiap dimensi di antara rumah sakit. Dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki sikap positif, petugas layanan kesehatan dengan sikap positif terhadap
masing-masing dimensi SAQ lebih mungkin untuk melihat kolaborasi yang
baik dengan rekan kerja, dan rumah sakit mereka lebih cenderung mendorong
pelaporan keselamatan dan memprioritaskan program pelatihan keselamatan.
Kesimpulan: terdapat lima dimensi dalam budaya keselamatan kerja yang
hasilnya kurang baik, salah satu dimensi yang nilainya paling rendah adalah
dimensi kondisi kerja. Hal ini menunjukkan budaya keselamatan di sebagian
besar rumah sakit di Taiwan belum sepenuhnya berkembang dan masih
memerlukan banyak perbaikan di berbagai sektor.
BAB IV
PENUTUP

Dari 2 jurnal penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


pelaksanaan budaya keselamatan belum berjalan dengan maksimal. Hal ini
disebabkan oleh:
1. Kurangnya keterbukaan tenaga kesehatan dalam mengungkapkan tingkat
stresnya kepada pihak manajemen. Tingginya tingkat stress tenaga
kesehatan dapat mendorong terjadinya kesalahan dalam bekerja. Adanya
budaya blaming, shaming, naming membuat tenaga kesehatan takut
melaporkan kesalahan.
2. Dukungan dari pembuat kebijakan yang belum optimal dalam mendukung
terciptanya budaya keselamatan kerja, seperti kurangnya jumlah tenaga
kesehatan yang tidak sebanding dengan beban kerjanya, kurangnya
pelatihan tentang budaya keselamatan kerja yang diadakan oleh pihak
manajemen, kurangnya penghargaan terhadap hasil kinerja tenaga
kesehatan.
Budaya keselamatan kerja sudah banyak diterapkan di berbagai negara
namun untuk pelaksanaannya masih membutuhkan banyak perbaikan agar
sasaran keselamatan pasien dapat tercapai. Beberapa hal yang perlu diperbaiki
adalah:
1. Perlunya kebijakan yang medukung terciptanya budaya keselamatan pasien.
2. Pemenuhan jumlah tenaga kesehatan yang sebanding dengan beban kerja
tenaga kesehatan.
3. Memperbanyak pelatihan-pelatihan tentang budaya keselamatan kerja
untuk tenaga kesehatan .
4. Mengoptimalkan system reward dan punishment berdasarkan kinerja tenaga
kesehatan secara objektif.
5. Memfasilitasi tenaga kesehatan dalam mengungkapkan tingkat stressnya.
6. Menghilangkan budaya blaming, shaming, dan naming.
DAFTAR PUSTAKA

Gabrani A, et all. 2015. Aplication of the Safety Attitudes


Questionnaire (SAQ) in Albanian hospitals: a cross-sectional
study. BMJ Open.
Lee, et all. 2010. Hospital Safety Culture in Taiwan: A Nationwide Survey
Using Chinese Version Safety Attitude Questionnaire. BMC Health
Service Research.
Sexton, J.B, et all. 2006. The Safety Attitudes Questionnaire:
Psychometric Properties, Benchmarking Data, and Emerging
Research. BMC Health Service Research.

Anda mungkin juga menyukai