Askep Fraktur
Askep Fraktur
Askep Fraktur
RSU Prof.R.D.KANDOU
OLEH:
NIM: 05061143
FAKULTAS KEPERAWATAN
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Maha Besar Tuhan atas anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus Medikal bedah dari praktek profesi keperawatan Medikal bedah dengan
fraktur di ruang Bedah A Atas di RSU Prof R.D.Kandou Manado Januari 2010.
Maksud dan tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas praktek profesi
keperawatan medical bedah dimana klien yang di kaji adalah yang mengalami fraktur
Dalam laporan ini akan membahas lebih lanjut mengenai cedera kepala sampai dengan asuhan
keperawatan(pengkajian,diagnose,intervensi,implementasi dan evaluasi).
Makalah ini tersusun atas prakarsa dari clinical instruktur dan clinical teacher instruktur yang
selalu membimbing dan banyak memberikan masukan kepada penulis sehingga laporan ini bisa selesai
dan semoga dapat dipakai demi peningkatan mutu Ilmu Keperawatan.Dalam penyelesaian laporan ini
tidak lepas berkat kerjasama rekan-rekan kelompok yang turut membantu baik secara moril maupun
material.
Penulisan laporan ini masih sangat banyak kekurangannya,untuk itu diharapkan kritik dan saran
sangatlah kami harapkan demi perbaikan,baik dari cara penulisan,penyusunan maupun kurangnya
referensi kepustakaan serta keterbatasan-keterbatasan lainnya.
Penulis
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
1.1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari,2000:144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkanolehrudapaksa.(Mansjoer,2000:42)
1.2. Penyebab
penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :
Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis)
Patah karena letih
Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.
1.3.Pathofisiologi/Pathway
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu
karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak
langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh
karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps
dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer,
2000 : 346).
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan
yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner &
Suddarth, 2002 : 2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi
proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi.
Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan
kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah,
imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat
(Price & Willsen, 1995 : 1192).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi
antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan,
hilangnya otot (Long, 1996 : 378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346).
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan
pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi (Price & Willson, 1995 : 1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).
2. TUJUAN PENULISAN
a). Tujuan Umum klinis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Penyebab
penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :
a. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
b. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis)
c. Patah karena letih
d. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.
3. Pathofisiologi/Pathway
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu
karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak
langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh
karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps
dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer,
2000 : 346).
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan
yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner &
Suddarth, 2002 : 2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi
proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi.
Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan
kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah,
imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat
(Price & Willsen, 1995 : 1192).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi
antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan,
hilangnya otot (Long, 1996 : 378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346).
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan
pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi (Price & Willson, 1995 : 1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat
4. Klasifikasi
Klasifikasi patah tulang menurut bentuk patah tulang
a. Fraktura complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen
b. Fraktura incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
c. Simple atau closed fraktura, tulang patah, kulit utuh
d. Fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat
e. Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
f. Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah.
g. Communited fraktura, tulang patah menjadi beberapa fragmen.
h. Impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang
lainnya.
Terapi Operatif
8. Komplikasi
Deformitas ekstremitas
Perbedaan panjang ekstremitas
Keganjilan pada sendi
Keterbatasan gerak
Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa
Perburukan sirkulasi
Ganggren
Kontraksi iskemik Volkmann
Sindrom kompartemen
5. Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri,keterbatasan gerak,maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurangperlu banyak dibantu oleh klien,hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien kerena ada be berapa bentuk
pekerjaan klien yang beresiko terjadinya fraktur disbanding pekerjaan yang lain.
4. Dagnosa keperawatan
Merupakan kenyataan yang menjelaskan status kesehatan baik actual maupun
potensial.perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi,menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi
tanggung jawab.
a. Nyeri ikut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth, 2002 ; 2363)
Intervensi :
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips,
pembebat, traksi.
Ringgikan dan dukung ekstremitas yang terkena
Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas dalm gips.
Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi karakteristik, intensitas (0-10)
Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sampai dengan cedera.
Dorong menggunakan teknik managemen stress / nyeri
Berikan alternatif tindakan kenyamanan : pijatan, alih baring
Kolaborasi
Beri obat sesuai indikasi
akukan kompres dingin / es 24 – 28 jam pertama sesuai keperluan
Rasional:
Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan
jaringan yang cedera
Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema, menurunkan nyeri
Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas
dalam gips yang kering
Meningkatkan keefektifan intevensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi
persepsi/ reaksi terhadap nyeri.
Membantu menghilangkan astetas
Meningkatkan kemampuan keping dalam manajemen nyeri
Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot
Diberikan untuk menurunkan nyeri / spasme otot
Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi nyeri.
b. Kerusakana mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
Intervensi :
Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
Instruksikan ps untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit
Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic
Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas)
Dorong peningkatan masukan sampai 2000 – 3000 mliter / hr termasuk air
asam, jus.
Rasional :
Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang
keterbatasan fisik actual
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tunas
otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur / afroji
Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi / menggerakkan tungkai dan
membantu mempertahankan kekuatan dengan masa otot
Menurunkan resiko kontraktur heksi pangul
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, perawatan diri langsung
Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infexi urinarius,
pembentukan batu dan konstipasi.
c. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka
Intervensi :
Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan,
perubahan warna
Massase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan
bebas kerutan
Ubah posisi dengan sering
Traksi tulang dan perawatan kulit.
Rasional :
Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan mungkin masalah yang
mungkin disebabkan oleh alat / pemasangan gips, edema
Menurukan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimal
Mencegah cedera pada bagian tubuh lain.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Intervensi :
Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan kontinuitas
Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
Berikan perawatan pen / kawat steril
Observasi luka untuk pembentukan buta, krepitasi, bau drainase yang tidak
enak
Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema local
Berikan obat sesuai indikasi
Rasional:
Pen / kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan
abrasi
Dapat mengindentifikasi timbulnya infeksi local
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
Menghindari infeksi
Kekuatan otot, spasme tonik rahang, mengindikasi tetanus
Dapat mengindikasikan adanya osteomrelitis.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.KLIEN
Umur : 28 tahun.
Jumlah Anak : 1
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tukang
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny.J S.
Alamat : Leilem jaga I
Pekerjaan : IRT
1. Keluhan utama saat masuk RS : Penurunan kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas.
2. Riwayat penyakit sekarang : Penurunan kesadaran akibat KLL dialami penderita sejak 2 jam
SMRS.Saat kecelakaan, penderita sedang di bonceng motor,tiba-tiba motor selit dan masuk
got.Riwayat kejadian selanjutnya tidak di ketahui lagi karena penderita pingsan 5 menit.muntah
(-),Alkohol (+).Penderita di bawah ke RS Bethesda kemudian dirujuk kerumah sakit Prof R.D.
Kandou
3. Riwayat penyakit dahulu : Sebelumnya Klien tidak pernah menderita penyakit yang sama
atau jenis penyakit lainnya yang menyebabkan klien masuk rumah sakit.
4. Diagnosa medik saat masuk rumah sakit.
Klien dikirim oleh IR DB,Diagnosa medik masuk rumah sakit : fraktur Tibia 1/3 Distal terbuka
5. Keadaan umum : Saat dikaji keadaan klien lemah,terdapat nyeri tungkai bagian kiri.
6. Tanda-tanda Vital :
Kesadaran: compos mentis,TD:110/60 mmHg,SB:36,7 Oc -Axilar,N:80x/menit,R:24x/m irama
teratur.BB: 57 Kg,T:163 cm.
7. Genogram
Keterangan:
= Meninggal
= Laki-laki
= klien
= Laki-laki
= perempuan
Klien adalah anak ke -1dari 2 bersaudara,didalam keluarga hanya klien yang perna mengalami
kejadian seperti yang dialami sekarang.
a. Keadaan sebelum sakit: klien termasuk orang yang rajin bekerja,Klien bekerja di Papua dan
hanya pulang untuk berlibur,bertanggung jawab,jika sakit langsung pergi kedokter atau
rumah sakit
b. Keadaan sejak sakit : Klien terbaring lemah ditempat tidur.
Data objektif :
Pemeriksaan EKG :-
2. Pola nutrisi/metabolik
Data Subjektif :
a. Keadaan sebelum sakit : Klien makan nasi,ikan,sayur dan buah,porsi makan dihabiskan
dan makan tiga kali sehari serta minum 7 -8 gelas sehari.
b. Keadaan sejak sakit : Nafsu makan klien tidak menurun kalau makan porsi makan
dihabiskan.
Data Objektif :
Data objektif :
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ambulasi
Keterangan : 0: Mandiri, 1:alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3:dibantu orang lain dan alat,
4:tergantung total
a. Keadaan sebelum sakit : klien mengatakan tidak ada gangguan dengan panca indra
dan tidak memakai alat Bantu
b. Keadaan sesudah sakit : klien tidak mengalami gangguan pada panca indra.
Data objektif :
a. Keadaan sebelum sakit : klien adalah orang yang suka bergaul dan berinteraksi dengan orang
sekitar.
Data objektif : Klien gelisah,lemah dan selalu mendapat perhatian dari keluarga.
9. Pola peran-hubungan
Data subjektif :
Keadaan sebelum sakit : Klien dapat melakukan perannya dengan baik dan berinteraksi
dengan orang sekitar.
Abdomen : Datar,lemas
Ekstremitas : Hangat, kekuatan otot lemah,tidak terdapat varises dan terdapat fraktur
terbuka akibat kecelakaan.
Klien tidak mengalami perubahan,klien tampak tahu dan menerima penyakat yang ia terima
Klien beragama Kristen dan rajin berdoa klien dan keluarga mempunyai keyakinan untuk
sembuh.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Terapi : B complex 3x1 tab,Transamin 500 mg 3x1 tab,Metronidazol 500 mg 3x1 tab,Mefentan
500 mg 3x1 tab,Antrain 500 mg 3x1 tab.
Data penunjang :
o klien melaporkan bahwa nyeri hilang / terkontrol ditandai dengan wajah tidak tampak
meringis
Batasan karakteristik:
NIC :
Batasan karakteristik :
Prosedur invasive
Tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan pathogen.
Trauma
Destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan.
Imunitas tidak adekuat
Pertahanan primer tak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
penurunan gerak silia, cairan statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltic
NOC :
Imobility concequences :Physiological (0204)
020402 : Konstipasi
Kelas : Nutrisi(K)
Skala : (a)
NIC :
Menginstruksikan pengunjung untuk cuci tangan saat masuk dan keluar ruangan
ketidaknyamanan.
O:
- Mengurangi atau
- Wajah tampak meringis.
menghilangkan factor-faktor
pencetus yang dapat - Nyeri Abdomen
meningkatkan nyeri.
A:
- Mengontrol factor-faktor
160501 : Mengenali factor-
lingkungan yang dapat
factor penyebab
mempengaruhi respon
160502: Mengenali serangan
ketidaknyamanan klien.
nyeri
160503 : Menggunakan teknik
pencegahan
160504 : Menggunakan teknik
non analgesic
160507 : Melaporkan gejala-
gejala pada petugas
160509 : Mengenali gejala-
gejala nyeri
160510: Menggunakan catatan
harian nyeri
P:
- Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan.
- Mengurangi atau
menghilangkan factor-faktor
pencetus yang dapat
meningkatkan nyeri.
Resiko
20 Januari Membatasi jumlah S:
infeksi b/d
2010 pengunjung
respon - Klien mengatakan terdapat
inflamasi Mencuci tangan sebelum nyeri abdomen
dan sesudah melakukan
- Klien mengatakan luka post
tindakan
operasi masih agak memerah
Mengajarkan klien teknik
O:
mencuci tangan
keluar ruangan
110102 : Sensasi dalam hasil
yang diharapkan
P : Lanjutkan intervensi
ketidaknyamanan.
O:
- Mengurangi atau
menghilangkan factor-faktor - Wajah tampak meringis.
pencetus yang dapat
- Nyeri Abdomen
meningkatkan nyeri.
- Mengontrol factor-faktor A:
lingkungan yang dapat
160501 : Mengenali factor-
mempengaruhi respon
factor penyebab
ketidaknyamanan klien.
160502: Mengenali serangan
nyeri
160503 : Menggunakan teknik
pencegahan
160504 : Menggunakan teknik
non analgesic
160507 : Melaporkan gejala-
gejala pada petugas
160509 : Mengenali gejala-
gejala nyeri
160510: Menggunakan catatan
harian nyeri
P:
- Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan.
- Mengurangi atau
menghilangkan factor-faktor
pencetus yang dapat
meningkatkan nyeri.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kasus Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada Tn.L.L dengan Fraktur di
ruang bedah A Atas RSU Prof. Dr. R. D. Kandou, selama 3 hari, mulai tanggal 19-21 Januari 2010 maka
pada bab ini akan dibahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang diperoleh dari kasus ini.
Dalam penerapan Asuhan keperawatan pada klien Tn.L.L. ,kami melakukan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang mempunyai 5 tahap, yakni : pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan selanjutnya.
Pengkajian keperawatan adalah tindakan yang sistematik, pengumpulan data yang terorganisasi,
yang mencakup tidak hanya data fisiologis, tetapi juga data psikologis, sosial dan kultural.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan pengkajian pada klien Tn.L.L yang dirawat di ruang Bedah
A ataS RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari tanggal 19-21 Januari 2010. Pada saat pengkajian
didapatkan gambaran umum keadaan klien, sebagai berikut : Saat dikaji keadaan klien cukup,Saat
dikaji keadaan klien lemah,terdapat nyeri tungkai bagian kiri.
Tanda-tanda Vital :
Kesadaran: compos mentis,TD:110/60 mmHg,SB:36,7 Oc -Axilar,N:80x/menit,R:24x/m irama
teratur.BB: 57 Kg,T:163 cm
Menurut teori (Bruner & Suddart, 2002) data yang ditemukan pada Tn.R.W. menunjukkan apa yang
dirasakan/dialami klien sebagian besar sesuai dengan teori.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap.
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkanolehrudapaksa.
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu
karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak
langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh
karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps
dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan
yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner &
Suddarth, 2002 : 2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi
proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi.
Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan
kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah,
imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi
antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan,
hilangnya otot .
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri .
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan
pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi .
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Criteria NANDA,NOC dan NIC, pada kasus Tn.L.L.dengan FRAKTUR.
terdapat 2 diagnosa :
NIC :
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada klien Tn.L.L yang dirawat di ruang Bedah A
ataS RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari tanggal 19-21 Januari 2010. Pada saat
pengkajian didapatkan gambaran umum keadaan klien, sebagai berikut : Saat dikaji keadaan
klien cukup,Saat dikaji keadaan klien lemah,terdapat nyeri tungkai bagian kanan.
Tanda-tanda Vital :
Kesadaran: compos mentis,TD:110/60 mmHg,SB:36,7 Oc -Axilar,N:80x/menit,R:24x/m irama
teratur.BB: 57 Kg,T:163 cm
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap.
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkanoleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkanolehrudapaksa.
penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :
B. Saran
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan,dapat menambah pengetahun bagi masyarakat umum agar mereka dapat
mengetahui penyebab,gejalah,tanda dan pengobatan serta pencegahan penyakit terhadap
fraktur.
ASKEP FRAKTUR
A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Mandibula membentuk rahang bawah. Mandibula merupakan satu-satunya tulang pada tengkorak yang
dapat bergerak. (Pearce, 2000 : 50)
Mandibula adalah rahang bawah (Laksman, 2000 : 210)
Fraktur Mandibula adalah terputusnya kontinuitas tulang rahang bawah yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.
B. Penyebab
Penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :
a. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
b. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis)
c. Patah karena letih
d. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.
C. Pathofisiologi/Pathway
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu karena
trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak langsung ,
misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat
tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak
berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000 : 346).
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya
timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan
aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin,
2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang
tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi proteksi
saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan
operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis
diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah, imobilisasi
dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 :
1192).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara
lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot (Long,
1996 : 378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan berkurangnya
kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346).
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan pen,
sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera
mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 :
1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat
(Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).
D.
Trauma Langsung
Tak terdapat hub. Dg dunia luar
Tertutup
Pendarahan lokal dan
Kerusakan jar. lunak
Reaksi peradangan hebat
Sel drh putih dan sel mart berakumulasi
Peningkatan tekanan aliran drh ke tempat tsb
Fagositesis & pembersihan sisa sel mati
Terbentuk bekuan
Fibrin
Jala melekat sel-sel
Baru
Osteoblast segera terangsang
Sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati
Trauma tidak langsung
Fraktur
Trauma akibat tarikan otot
Nyeri
Kerusakan
Interitas jaringan
Terbuka
Kr perlukaan di kulit dan jaringan sekitar
Terdapat hubungan
dg dunia luar
Edema
Peningk. tekanan jaringan, oklisi drh total anoksia serabut saraf & otot rusak
Resti Infexi
Terapi operatif
Pembedahan
Pen, sekrup, paku
Resiko infeksi
Terapi
konservatif
Terapi Bidai
gips
Imobilisasi
Kekuatan otot berkuang
Kerusakan mobilitas fisik
Sindrom
Kompartemen Pathway dan Masalah Keperawatan
D. Klasifikasi
1. Klasifikasi patah tulang menurut bentuk patah tulang
a. Fraktura complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen
b. Fraktura incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
c. Simple atau closed fraktura, tulang patah, kulit utuh
d. Fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat
e. Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
f. Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah.
g. Communited fraktura, tulang patah menjadi beberapa fragmen.
h. Impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang lainnya.
2. Klasifikasi Menurut Garis Patah Tulang
a. Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada anak dengan tulang yang lembek)
b. Transverse, patah menyilang
c. Obligue, garis patah miring
d. Spiral, patah tulang melingkari tulang
( Long, 1996 ; 358 )
F. Komplikasi
1. Deformitas ekstremitas
2. Perbedaan panjang ekstremitas
3. Keganjilan pada sendi
4. Keterbatasan gerak
5. Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa
6. Perburukan sirkulasi
7. Ganggren
8. Kontraksi iskemik volkmann
9. Sindrom kompartemen
G. Fokus Pengkajian
Menurut Doenges, 2000 :761, Gejala-gejala fraktur tergantung pada sisi, beratnya, dan jumlah kerusakan
pada struktur lain.
- Aktivitas / istirahat
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri
atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri)
- Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang sebagai respons terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan
darah), takikardi (respon stress, hipovelemia) penurunan / tak ada nadi pada bagian distal yang cedera :
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian distal yang terkena pembekakan jaringan atau hematoma
pada sisi cedera.
- Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan / sensasi, spasme otot, eksemutan
Tanda : Deformitas lokal : angutasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat
kelemahan / hilang fungsi agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / ansietes atau trauma lain).
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terkolalisasi pada area jaringan) kerusakan
tulang : dapat berkurang pada imobilisasi) ; tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
- Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringam pendarahan, perubahan warna pembengkakan lokal (dapat
meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera.
H. Fokus Intervensi
1. Nyeri ikut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth, 2002 ; 2363)
Intervensi :
a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips, pembebat, traksi.
b. Ringgikan dan dukung ekstremitas yang terkena
c. Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas dalm gips.
d. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi karakteristik, intensitas (0-10)
e. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sampai dengan cedera.
f. Dorong menggunakan teknik managemen stress / nyeri
g. Berikan alternatif tindakan kenyamanan : pijatan, alih baring
h. Kolaborasi
- Beri obat sesuai indikasi
- Lakukan kompres dingin / es 24 – 28 jam pertama sesuai keperluan
Rasional
a. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera
b. Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema, menurunkan nyeri
c. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering
d. Meningkatkan keefektifan intevensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap
nyeri.
e. Membantu menghilangkan astetas
f. Meningkatkan kemampuan keping dalam manajemen nyeri
g. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
h. Diberikan untuk menurunkan nyeri / spasme otot
Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi nyeri.
2. Kerusakana mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
Intervensi :
a. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
b. Instruksikan ps untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang
tidak sakit.
c. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit
d. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik
e. Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas)
f. Dorong peningkatan masukan sampai 2000 – 3000 mliter / hr termasuk air asam, jus.
Rasional :
a. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual
b. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tunas otot, mempertahankan
gerak sendi, mencegah kontraktur / afroji
c. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi / menggerakkan tungkai dan membantu
mempertahankan kekuatan dengan masa otot
d. Menurunkan resiko kontraktur heksi pangul
e. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, perawatan diri langsung
f. Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infexi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
3. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka
Intervensi :
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan, perubahan warna
b. Massase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
c. Ubah posisi dengan sering
d. Traksi tulang dan perawatan kulit.
Rasional :
a. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan mungkin masalah yang mungkin disebabkan oleh
alat / pemasangan gips, edema
b. Menurukan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
c. Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimal
d. Mencegah cedera pada bagian tubuh lain.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Intervensi :
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan kontinuitas
b. Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
c. Berikan perawatan pen / kawat steril
d. Observasi luka untuk pembentukan buta, krepitasi, bau drainase yang tidak enak
e. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
f. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema lokal
g. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional
a. Pen / kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan abrasi
b. Dapat mengindentifikasi timbulnya infeksi lokal
c. Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
d. Menghindari infeksi
e. Kekuatan otot, spasme tonik rahang, mengindikasi tetanus
f. Dapat mengindikasikan adanya osteomrelitis.
( Doenges, 2000 )