Tipe Negara, Bentuk Negara Dan Bentuk Pemerintahan
Tipe Negara, Bentuk Negara Dan Bentuk Pemerintahan
Tipe Negara, Bentuk Negara Dan Bentuk Pemerintahan
Menurut Grabowsky, tipe atau bentuk negara berkaitan dengan dasar negara, susunan dan
tertib suatu negara berhubungan dengan organ tertinggi dalam negara itu dan kedudukan masing-
masing organ itu dalam kekuasaan negara.1 Sedangkan menurut Bagir Manan, bentuk negara
menyangkut kerangka bagian luar organisasi negara, yang dibedakan antara bentuk kesatuan dan
bentuk negara federal.2 Pengertian tipe negara juga dikemukakan oleh I Gde Panca Astawa &
Abu Daud Busroh, menurut dua ahli ini, tipe negara adalah penggolongan negara yang
didasarkan pada ciri-ciri khas tertentu.
Pembagian tipe negara dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu (i) sejarah, dan (ii) hukum.
Menurut sejarah, tipe negara dibagi menjadi 5, yaitu:
1. Tipe Negara Timur Purba, yang bersifat tirani, monarkhi dan teokratis. Raja
berkuasa penuh atas segala keputusan atau aturan-aturan yang berlaku di kerajaannya
tanpa adanya pertentangan dari masyarakat. Raja berbuat sesuai kewenangannya dan
merangkap sebagai dewa bagi masyarakat. Kekuasaan raja ini bersifat absolut
(mutlak).
2. Tipe Negara Yunani Kuno, yang bersifat aristokrasi. Pemerintahan dilaksanakan
oleh aristokrat atau cendikiawan. Dalam tipe negara yunani kuno, dikenal negara kota
(polis atau city state) negaranya kecil hanya satu kota saja dan dilingkari oleh benteng
pertahanan dan penduduknya sedikit, Pemerintahannya bersifat demokrasi langsung
yang berupa musyawarah. Ciri utama Negara yunani kuno adalah Negara kota dan
demokrasi langsung. Ini berdasarkan pemikiran para filsuf bahwa manusia adalah
zoon politicon sehingga mereka merasa bahwa tidak ada gunanya jika tidak hidup
bermasyarakat. Tidak hanya itu mereka juga mengutamakan status activus yaitu aktif
terlibat dalam urusan pemerintahan, dengan demikian maka munculah demokrasi
langsung di yunani. Demokrasi langsung muncul di Yunani Kuno karena alasan
Yunani pada saat itu masih merupakan polis dan persoalan negara pada saat itu belum
terlalu kompleks.
1
Terpetik dalam: F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Binacipta, 1992, hlm. 184
2
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta: Pusat Studi Hukum Universitas Islam Indonesia dengan Gama
Media, 1998, hlm. 1
3. Tipe Negara Romawi Kuno, yang mempunyai ciri-ciri utama yang dominan yaitu
negaranya dipimpin oleh Primus Inter Pares yang artinya yang terbaik dari yang
terbaik. Dalam negara Romawi Kuno, terdapat Undang-undang (lex regia) yang
dibuat oleh kaisar yang kepemimpinannya bersifat mutlak. Selain itu pada fase
romawi kuno ini sudah terdapat kodifikasi hukum.
4. Tipe Negara Abad Pertengahan, yang mempunya sifat dualisme. Dualisme yang
terjadi adalah pertentangan antara rakyat dan pemerintah, pemilik tanah dan penyewa
tanah (feodalisme) dan pertentangan antara gerejawan dan negarawan yang
menghasilkan teori secularism, yaitu pemerintahan yang meliputi urusan kenegaraan
dan keagamaan). Akibat dari dualisme ini, terjadilah aliran monarchomachen yang
berarti anti kekuasaan raja.
5. Tipe Negara Abad Modern, yang berasas demokrasi. Demokrasi yang dimaksud
adalah pemerintah yang kewenangan tertingginya ada di tangan rakyat. Sifat pokok
pada negara modern adalah sudah mengenal konsep negara hukum. Hal ini didukung
oleh ajaran Rousseau yang menyatakan jika hanya demokrasi dalam suatu Negara
maka peluang untuk demokrasi absolut sangat besar. Karena bagaimanapun juga
suara terbanyak akan menang dan minoritas selalu tertindas. Untuk menghindari dari
kondisi yang demikian, dimasukanlah unsur hukum dalam demokrasi negara, dengan
tujuan untuk membatasi kebebasan negara demokrasi.
1. Tipe Negara Polisi (Polizei Staat), yang mempunyai ciri bahwa negara ada
terbatas hanya untuk menjaga tata tertib. Negara tidak akan ikut campur dalam
urusan rakyatnya kecuali diperlukan, sehingga muncul istilah negara penjaga
malam (nachtwachterstaat). Pada tipe negara polisi, kekuasaan umumnya bersifat
monarki absolut.
2. Tipe Negara Hukum (Recht Staat), yang dibagi lagi menjadi 3 bagian,
2.1 Tipe Negara Hukum Liberal, yang menghendaki supaya negara bersifat
pasif. Waega Negara harus tunduk pada peraturan – peraturan Negara dan
sebaliknya penguasa harus selalu bertindak sesuai dengan hukum yang
ada.
1
2.2 Tipe Negara Hukum Formil, yang merupakan negara demokrasi
berlandaskan hukum. Hukum yang dimaksud adalah hukumyang telah
mendapatkan pengesahan dari rakyat. Akibatnya adalah segala tindakan
yang dilakukan penguasa harus didasarkan pada Undang-undang. Menurut
Stahl, negara hukum formil itu harus memenuhi empat unsur, yaitu:
a) Harus adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia;
b) Adanya pemisahan kekuasaan;
c) Perintahan didasarkan pada undang-undang; dan
d) Harus ada peradilan administrasi.
2.3 Tipe Negara Hukum Materiil, yang merupakan perkembangan lebih
lanjut dari negara hukum formil. Jika dalam negara hukum formil dikenal
asas legalitas, maka dalam negara hukum formil tindakan negara yang
menyimpang dari Undang-undang dapat dibenarkan sepanjang tindakan
itu dilakukan atas dasar kepentingan rakyat. Atau dengan kata lain, dalam
negara hukum materiil menganut asas oportunitas. Dalam praktiknya,
tindakan penguasa yang demikian dikenal dengan nama diskresi atau
freiess ermessen.
3. Tipe Negara Kemakmuran ((Wohlfare Staat), adalah tipe negara yang
dikemukakan oleh ahli Abu Daud Busroh. Pada tipe negara ini, Negara mengabdi
sepenuhnya kepada masyarakat. Tugas negara semata-mata adalah untuk
menyelenggarakan kemakmuran rakyat yang semaksimal mungkin. Pendapat
selanjutnya dikemukakan oleh ahli I Gde Panca Astawa yang menamakan tipe
negara yg ketiga sebagai Tipe Negara Kesejahteraan Modern. Negara
kesejahteraan modern mmepunyai ciri-ciri dan tipikal sebagai negara yang
berperan aktif menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuurzorg), guna
mewujudkan kesejahteraan rakyat banyak (bonuum publicum).
Dalam studi Ilmu Negara, mengetahui bentuk-bentuk negara dan pemerintahan menjadi
penting. Tujuan dari mempelajari bentuk-bentuk negara dan pemerintahan salah satunya adalah
untuk mengetahui distribusi kekuasaan dan mekanisme pemerintahan dalam setiap bentuk negara
2
dan pemerintahan. Untuk memahami secara keseluruhan mengenai bentuk-bentuk negara dan
pemerintahan, ada beberapa pokok materi yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu: (i) bentuk
negara, dan (ii) teori dan bentuk sistem pemerintahan.
Bentuk-bentuk Negara
Menurut Plato3, ada lima macam bentuk negara sesuai dengan sifat-sifat tertentu dari
jiwa manusia. Puncak dari bentuk negara itu adalah Aristokrasi, yakni bentuk negara yang
pemerintahannya dipegang oleh para cerdik pandai yang dalam menjalankan pemerintahannya
berpedoman pada keadilan. Para cerdik pandai itu memerintah berpedoman pada keadilan.
Keadaan ini menimbulkan kemelaratan umum dan menyebabkan rakyat miskin bersatu
untuk memberontak para hartawan. Setelah pemerintahan berpindah ke tangan rakyat, maka
negara yang demikian disebut Demokrasi. Bentuk negara demokrasi adalah pemerintahan yang
dipegang oleh rakyat dengan mengutamakan kepentingan umum melalui prinsip kemerdekaan
dan kebebasan. Kondisi bebas yang tidak mempunyai batas itu kemudian menciptakan Anarki,
yakni keadaan dimana setiap orang dapat berbuat sesuka hatinya. Dalam kondisi kacau balau
tersebut, muncullah seorang pemimpin yang dapat mengatasi kekacauan itu, sehingga terjadi
pemerintahan Tirani, yakni pemerintahan yang keras dan kuat yang dipegang oleh satu orang
saja.
3
Terpetik dalam Diktat Ilmu Negara FH UNPAR hlm. 101
3
2. Sifat atau tujuan pemerintahannya.
Berdasarkan dua kriteria tersebut diperoleh suatu bagan yang menggambarkan bentuk-
bentuk negara versi Aristoteles sebagai berikut:
4
1. Negara Kesatuan / Unitaris, menurut C.F Strong, ciri mutlak dari negara kesatuan
adalah adanya supremasi dari dewan perwakilan rakyat pusat, dan tidak adanya
badan-badan lain yang berdaualat. Kekuasaan negara yang berbentuk kesatuan seperti
itu dapat diselenggarakan dengan cara terhimpun/ditumpuk secara sentralisasi atau
oleh pusat bersama-sama dengan organnya yang berada atau dipencarkan di daerah-
daerah.
2. Negara Serikat (Federal State), yang merupakan suatu negara yang terdiri dari
beberapa negara bagianm tetapi setiap negara bagian tersebut tidak berdaulat. Yang
berdaulat adalah gabungan negara-negara bagian itu. Setiap negara bebas untuk
melakukan tindakan ke dalam selama tidak bertentangan dengan UUD Federal.
3. Perserikatan Negara / Konfederasi, yang merupakan perserikatan antar beberapa
begara dan setiap negara yang menjadi anggota persekutuan pada umumnya tetap
merdeka dan berdaulat penuh. Persekiatan negara dibentuk karena adanya
kepentingan yang sama atau karena dinamika politik global.
Bentuk Pemerintahan
1. Sistem Parlementer, yang kabinetnya dipimpin oleh Perdana Menteri. Dalam sistem
parlementer, terdapat hubungan yang sangat erat antara eksekutif (Raja atau Presiden
sebagai kepala negara) dan legislatif dan saling bergantung satu sama lain.
2. Sistem Presidensil, yang memisahkan secara tegas antara kekuasaan eksekutif, legislatif,
dan yudikatif. Berbeda dengan sistem parlementer, dalam sistem presidensil, Presiden
tidak bertanggung jawab kepada Parlemen dan sebaliknya Parlemen tidak bisa
memberhentikan Presiden.
3. Sistem Pemerintahan Rakyat Representatif, dimana terdapat pengaruh atau
pengawasan yang langsung dari rakyat terhadap badan legislatif. Badan legislatif tunduk
atas control langsung dari masyarakat yang dilakukan dengan cara,
a. Inisiatif Rakyat, yaitu hak rakyat untuk mengajukan atau mengusulkan suatu
rancangan Undang-undang kepada badan legislatif dan badan eksekutif.
5
b. Referendum, yang berarti permintaan atau persetujuan dan/atau pendapat rakyat,
apakah setuju atau tidak setuju mengenai suatu kebijakan. Referendum terbagi lagi
menjadi (i) Referendum Obligatoir, yaitu untuk berlakunya suatu undang-undang
tertentu harus terlebih dahulu mendapat persetujuan langsung dari rakyat, (ii)
Referendum Fakultatif, yaitu referendum yang dilaksanakan apabila dalam waktu
tertentu setelah undang-undang diumumkan, tetapi sejumlah warga negara
menginginkan diadakan referendum maka referendum harus dilaksanakan, dan (iii)
Referendum Konsultatif, yaitu referendum yang menyangkut soal-soal teknis yang
belum dipahami rakyat.