Kelembagaan Petani

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

BAB II.

KELEMBAGAAN

A. Pengantar Materi
Tulisan ini merupakan dasar dalam mempelajari penumbuhan dan
pengembangan kelembagaan petani. Sebelum mempelajari lebih jauh bagaimana
konsep, model, teknik dan strategi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan
petani tentunya harus dikuasai gambaran tentang materi dasar kelembagaan.
Pemahaman tentang kelembagaan perlu dibangun dan diseragamkan
diawal karena sampai saat ini masih berkembang berbagai pengertian
kelembagaan ditinjau dari berbagai bidang keilmuan.
1. Deskripsi Singkat
Bab I pada bahan ajar ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
tentang ruang lingkup kelembagaan dan membekali mahasiswa menguasai
kompetensi dalam mengidentifikasi dan mempertunjukkan : 1) pengertian
kelembagaan, 2) peran dan fungsi kelembagaan, dan 3) prinsip-prinsip
pengembangan kelembagaan pada proses penumbuhan dan pengembangan
kelembagaan petani.
Pelaksanaan proses pembelajaran yang akan dilalui oleh mahasiswa untuk
menguasai kompetensi ini yaitu dimulai pada pertemuan ke-1 sampai dengan
pertemuan ke-2.
2. Manfaat Pembelajaran
Fungsi pembelajaran adalah agar tercapainya tujuan belajar, yaitu
terjadinya perubahan dalam diri seseorang ke arah yang positif dan terciptanya
proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Setelah mahasiswa melalui proses pembelajaran pada bab ini diharapkan
dapat membentuk kemampuan intelektual, berfikir kritis dan munculnya kreatifitas
serta perubahan perilaku atau pribadinya berdasarkan praktik atau pengalaman
tertentu yaitu melalui; 1) pengertian kelembagaan, 2) peran dan fungsi
kelembagaan, dan 3) prinsip-prinsip pengembangan kelembagaan. Konten yang

1
dipelajari merupakan dasar untuk proses penumbuhan dan pengembangan
kelembagaan petani.
3. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa menguasai kompetensi dalam mengidentifikasi dan
mempertunjukkan : 1) pengertian kelembagaan, 2) peran dan fungsi kelembagaan,
dan 3) prinsip-prinsip pengembangan kelembagaan pada proses penumbuh-
kembangan kelembagaan petani.
4. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan pada bab ini sebagai upaya untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan adalah berupa metode
ceramah, tanya jawab dan discovery learning (pembelajaran penemuan).
B. MATERI PEMBELAJARAN
1. Pengertian Kelembagaan
Pemahaman tentang pengertian kelembagaan yang berkembang di
masyarakat masih beragam. Diantara berbagai pengertian terdapat pemahaman
bahwa penumbuhan kelembagaan adalah untuk mengatur perikelakuan para
anggota masyarakat yang berlaku di suatu wilayah; dan menggambarkan
terbentuknya sebuah bangunan sosial (social institution).
Kelembagaan juga diartikan sebagai kumpulan norma-norma dan tindakan
yang berkaitan dengan kebutuhan primer dalam kehidupan bersosial atau
beriteraksi antar masyarakat, dan membentuk piranti sosial untuk memenuhi
kebutuhan manusia ketika bersosialisasi dalam bermasyarakat. Konsekuensi dari
dibentuknya kelembagaan bagi masyarakat adalah terdapatnya sanksi terhadap
penyimpangan (pelanggaran) sebagai suatu kekuatan (norma) yang digunakan agar
para anggota masyarakat mentaatinya. Pendapat Hayami dan Kikuchi (1981)
dalam Totok Mardikanto (2009) memberikan pengertian tentang kelembagaan
yaitun sebagai suatu perangkat umum yang ditaati oleh anggota suatu komunitas
(masyarakat).
Gambaran untuk praktek penyelenggaraan kelembagaan di kehidupan
masyarakat saat ini, kelembagaan dideskripsikan sebagai terjemahan dari kata
“institusion” yang dikaitkan dengan dua pengertian yaitu “ social institusion “ atau
pranata sosial dan ”social organization” atau organisasi sosial.

2
Sebuah bentuk relasi sosial kemasyarakatan dapat dikatakan sebagai satu
bentuk kelembagaan apabila memiliki empat komponen, sebagai berikut;
a. Komponen person, di mana orang-orang yang terlibat di dalam suatu
kelembagaan dapat diidentifikasi dengan jelas.
b. Komponen kepentingan, di mana orang-orang tersebut pasti sedang diikat
oleh suatu kepentingan atau tujuan, sehingga diantara mereka terpaksa harus
sering berinteraksi.
c. Komponen aturan, di mana setiap kelembagaan mengembangkan
seperangkat kesepekatan yang dipegang secara bersama, sehingga seseorang
dapat menduga apa perilaku orang lain dalam lembaga tersebut.
d. Komponen struktur, di mana setiap orang memiliki posisi dan peran, yang
harus dijalankannya secara benar. Orang tidak bisa merubah-rubah posisinya
dengan kemauan sendiri.
Sebagai sebuah konsepsi pemahaman kelembagaan menurut Pakpahan
(1989) dalam Elizabeth (2010) yaitu apabila kelembagaan dilihat dari sudut
organisasi maka kelembagaan merupakan sistem organisasi dan kontrol terhadap
sumberdaya. Seadangkan apabila kelembagaan ditinjau dari sudut individu, maka
merupakan gugus kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan
melaksanakan aktivitasnya.
Beragam pengertian kelembagaan yang dikemukakan oleh para ahli
sebelumnya, menggambarkan bahwa kelembagaan memiliki ciri- ciri sebagai
berikut :
a. Kelembagaan berkenaan dengan sesuatu yang permanen. Menjadi
permanen, karena dipandang rasional dan disadari kebutuhannya dalam
kehidupan.
b. Berkaitan dengan hal-hal yang abstrak yang menentukan perilaku yang
terdiri dari nilai, norma, hukum, peraturan- peraturan, pengetahuan, ide-ide,
belief dan moral. Sesuatu yang abstrak tersebut merupakan suatu yang
kompleks dari beberapa hal yang sesungguhnya terdiri dari beberapa bentuk
yang tidak sepadan (selevel). Hal yang abstrak ini kira-kira sama dengan public
mind, atau “wujud ideal kebudayaan”.

3
c. Berkaitan dengan perilaku atau seperangkat mores (tata kelakuan), atau
cara bertindak yang mantab yang berjalan di masyarakat (establish way of
behaving). Perilaku yang terpola yang merupakan kunci keteraturan hidup.
d. Kelembagaan juga menekankan kepada pola perilaku yang disetujui dan
memiliki sanksi.
e. Kelembagaan merupakan cara standar untuk memecahkan masalah.
Tekanannya adalah pada kemampuannya untuk memecahkan masalah.
Lebih spesifik menurut Pakpahan (1989) suatu kelembagaan dicirikan oleh
3 (tiga) hal utama, yaitu :
a. Batas yuridiksi (yurisdiction of boundary), berarti hak hukum atas (batas
wilayah kekuasaan) atau (batas otoritas) yang dimiliki oleh suatu lembaga atau
mengandung makna kedua-kuanya.
b. Hak kepemilikan (property right), konsep property atau pemilikan sendiri
muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligations) yang diatur oleh
hukum, adat, dan tradisi atau consensus yang mengatur hubungan antar
anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumber daya.
c. Aturan representasi (rule of representation), mengatur permasalahan siapa
yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan.
2. Peran dan Fungsi Kelembagaan
Terdapat berbagai model kelembagaan yang tumbuh diperdesaan, akan
tetapi sebagain besar berbentuk kelembagaan non bisnis. Tumbuh kembangnya
kelembagaan di perdesaan dimaksudkan untuk mewadahi potensi pemanfaatan
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang tersedia di wilayah perdesaan.
Kelembagaan diperdesaan merupakan fakktor penting penggerak pembangunan
dipedesaan dan merupakan pendorong untuk mencapai keberhasilan
pembangunan perdesaan. Pembangunan perdesaan baru akan mencapai
keberhasilan bila melibatkan dan memberdayakan segala bentuk kelembagaan
(sosial, adat-budaya) desa dan masyarakat. Para perencana dan pengambil
kebijakan hendaknya meninjau pemikiran bahwa kebudayaan tradisional terkait
erat dengan proses sosial, ekonomis dan ekologis masyarakat secara mendasar;
bersifat dinamis (selalu selaras dan mengalami perubahan), karenanya tidak
bertentangan dengan proses pembangunan itu sendiri (Dove M.R., 1986).

4
Dengan dukungan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang
tersedia, pembangunan pertanian di perdesaan sesungguhnya dapat merecovery
sekaligus menjadi tulang punggung (back bone) bagi perkembangan sektor riil dari
krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini terbukti karena daya dukungnya yang
tinggi, mampu bertahan ketika sektor lain terpuruk. Upaya pengembangan social
network salah satunya dapat dilakukan melalui strategi pemberdayaan
kelembagaan tradisional masyarakat dengan mempertimbangkan kekuatan
indigenous dan local konowledge yang selama ini hidup eksis bagi mereka
(Elizabeth, 2007).
Peningkatan peran kelembagaan di dalam pembangunan perdesaan
diperlukan adanya partisipasi masyarakat lokal sebagai suatu keharusan dalam
strategi pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan dalam upaya
mewujudkan dan memperkuat kemandirian masyarakat perdesaan. Dengan
demikian, peran dan fungsi penumbuhkembangan kelembagaan sebagai salah satu
komponen penunjang pembangunan pertanian perdesaan dimaksudkan tidak
untuk melebarkan kesenjangan antara golongan masyarakat, justru mendorong
agar masyarakat berproduktivitas tinggi, berdiversifikasi, serta mampu
membangun jejaring kemitraan. Sebuah fakta empiris mengungkapkan bahwa
Lembaga di perdesaan lahir untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakatnya.
Sifatnya tidak linier, namun cenderung merupakan kebutuhan individu anggotanya,
berupa: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman (safe), kebutuhan hubungan sosial
(social affilination), pengakuan (esteem), dan pengembangan pengakuan (self
actualization). Manfaat utama lembaga adalah mewadahi kebutuhan salah satu
sisi kehidupan sosial masyarakat, dan sebagai social control, sehingga setiap orang
dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat (Elizabeth, 2003).
Hermanto R., (2006) menyebutkan bahwa kelembagaan pertanian di
Indonesia dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : (1) kelembagaan sosial
nonbisnis yang merupakan lembaga pertanian yang mendukung penciptaan
teknologi, penyampaian teknologi, penggunaan teknologi dan pengerahan
partisipasi masyarakat, seperti lembaga penelitian, penyuluhan, kelompok tani
dan sebagainya, dan (2) lembaga bisnis penunjang yang merupakan lembaga yang

5
bertujuan mencari keuntungan, seperti koperasi, usaha perorangan, usaha jasa
keuangan dan sebagainya. Sedangkan Permentan No. 67 Tahun 2016,
kelembagaan dapat berbentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi, korporasi.
Kelembagaan difasilitasi, diberdayakan oleh Pemerintah atau Pemda agar tumbuh,
berkembang menjadi organisasi yang kuat dan mandiri sehingga mampu mencapai
tujuan yang diharapkan para anggotanya. Kelembagaan pertanian yang saat ini
berkembang di pedesaan adalah kelompok tani (POKTAN) dan Gabungan
Kelompoktani (GAPOKTAN).
Menurut Mardikanto T. (2009), pengertian kelompok tani adalah
sekumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri petani dewasa (pria/wanita
maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok
atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan
pengaruh dan dipimpin oleh seorang kontak tani. Selanjutnya KEMENTAN RI
dalam Permentan No 67 Tahun 2016, menyatakan bahwa : 1) Kelompoktani
(POKTAN) adalah sekumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber
daya) dan keakraban untuk meningkat-kan dan mengembangkan usahanya, dan 2)
Gabungan Kelompoktani (GAPOKTAN) adalah kumpulan beberapa kelompok tani
yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi
usaha.
Dari kedua pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
kelembagaan petani merupakan : a) organisasi yang anggotanya petani dan pelaku
usaha pertanian yang dibentuk oleh mereka baik formal maupun informal, b)
kelembagaan petani yang formal dapat berbentuk koperasi atau badan hukum
lainnya, c) kelembagaan petani yang non formal dapat berbentuk kelompoktani,
Gapoktan dan asosiasi petani, dan d) kelembagaan petani tumbuh dan
berkembang menjadi organisasi yang kuat dan mandiri sehingga mampu mencapai
tujuan yang diharapkan para anggotanya.
Kelembagaan petani diperdesaan meruapakan instrumen penting dan
faktor pendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan, sehingga secara umum
fungsi kelembagaan petani dapat digunakan sebagai alat pengamatan aktivitas dan

6
interaksi masyarakat dan pihak lain yang memiliki kepedulian dan kebutuhan
dengan petani. Adanya kelembagaan petani tersebut dapat mengatur hubungan
antar petani dalam komunitas dan antar petani di luar komunitas, disesuaikan
dengan norma dan pranata yang telah diatur oleh kelembagaan petani.
Kementan (2016), menjelaskan bahwa kelembagaan petani mempunyai
fungsi :
a. Sebagai wadah proses pembelajaran : meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam
berusaha tani sehingga produktifitas dan pendapatan bertambah.
b. Wahana kerjasama, untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani
di dalam dan antar kelompokj serta dengan pihak lain, sehingga usahataninya
akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan,
hambatan dan ganguan.
c. Unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit
pengolahan dan pemasaran, adalah usaha tani yang dilaksanakan secara
keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat
dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi baik dari kualitas maupun
kuantitas.
d. Serta unit jasa penunjang yaitu mampu melakukan akses dengan berbagai
lembaga lain guna memajukan kegian kelompok.
Berdasarkan pengamatan di lapangan (empiris), maka fungsi kelembagaan
petani diantaranya, adalah :
a. Koordinasi diantara petani, petani dengan kelompok, dan kelompok dengan
kelompok
b. Media difusi inovasi teknologi dan informasi yang lain dalam rangka
pengembangan kelompok
c. Menjembatani antara anggota kelompok dengan pihak luar
d. Menyusun rencana usaha kelompok, rencana definitif kelompok, dan
rencana definitif kebutuhan kelompok
e. Memberikan kekuatan moral diantara para petani
f. Saling asah, asih, dan asuh sebagai media belajar.
3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kelembagaan
Elizabeth dan Darwis, (2003) memberikan gambaran bahwa manfaat
utama lembaga adalah mewadahi kebutuhan salah satu sisi kehidupan sosial

7
masyarakat, dan sebagai kontrol sosial, sehingga setiap orang dapat mengatur
perilakunya menurut kehendak masyarakat di suatu wilayah.
Kelembagaan petani yang menginginkan tetap tumbuh dan berkembang
(berkelanjutan) serta tetap eksis dalam peningkatan kapasitasnya harus memegang
prinsip-prinsip kelembagaan petani sebagai berikut :
a. Prinsip Otonomi (Spesifik Lokal).
Pengertian prinsip otonomi yang harus dipenuhi pada pengembangan
kelembagaan petani dapat dibagi kedalam dua bentuk yaitu :
a. Otonomi Individu.
Pada tingkat rendah, makna dari prinsip otonomi adalah mengacu
pada individu sebagai perwujudan dari hasrat untuk bebas yang melekat pada diri
manusia sebagai salah satu anugerah paling berharga dari sang pencipta (Basri,
2005). Kebebasan inilah yang memungkinkan individu-individu menjadi
otonom sehingga mereka dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik
yang ada di dalam dirinya secara optimal. Individu-individu yang otonom ini
selanjutnya akan membentuk komunitas yang otonom, dan akhirnya bangsa
yang mandiri serta unggul.
b. Otonomi Desa (Spesifik Lokal).
Pengembangan kelembagaan di pedesaan disesuaikan dengan potensi desa
itu sendiri (spesifik lokal). Pedesaan di Indonesia, disamping bervariasi dalam
kemajemukan sistem, nilai, dan budaya; juga memiliki latar belakang sejarah
yang cukup panjang beragam pula. Kelembagaan, termasuk organisasi, dan
perangkat-perangkat aturan dan hukum memerlukan penyesuaian sehingga
peluang bagi setiap warga masyarakat untuk bertindak sebagai subjek dalam
pembangunan yang berintikan gerakan dapat tumbuh di semua bidang
kehidupannya. Disamping itu, harus juga memperhatikann elemen-elemen
tatanan yang hidup di desa, baik yang berupa elemen lunak (soft element)
seperti manusia dengan sistem nilai, kelembagaan, dan teknostrukturnya, maupun
yang berupa elemen keras (hard element) seperti lingkungan alam dan
sumberdayanya, merupakan identitas dinamis yang senantiasa menyesuaikan
diri atau tumbuh dan berkembang (Syahyuti, 2007).
b. Prinsip Pemberdayaan.

8
Pemberdayaan mengupayakan bagaiamana individu, kelompok, atau
komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan
untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Program
kelembagaan untuk menuju kepada kelembagaan yang mandiri, didasarkan kepada
prinsip pemberdayaan yaitu mulai perencanaan, proses, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi dikerjakan oleh masyarakat yang mempunyai program. Payne, (1997)
menyatakan bahwa inti utama pemberdayaan adalah tercapainya
kemandirian.
c. Prinsip Kemandirian Lokal.
Penyelenggaran pembangunan dimasyarakat perdesaan dapat dilakukan
dengan berbagai pendekatan. Diantaranya melalui pendekatan pembangunan cara
pandang kemandirian lokal. Pendekatan ini mengisyaratkan bahwa semua tahapan
dalam proses pemberdayaan harus dilakukan secara desentralisasi. Dengan
demikian upaya-upaya pemberdayaan yang berbasis pada pendekatan
desentralisasi akan menumbuhkan kondisi otonom, dimana setiap komponen akan
tetap eksis dengan berbagai keragaman (diversity) yang dikandungnya (Amien,
2005).
Tidak dapat dipungkiri bahwa tumbuh kembangnya kelembagaan petani
diperdesaan masih banyak yang terkendala baik secara teknis dan non teknis.
Secara non teknis kegagalan pengembangan kelembagaan petani selama ini
salah satunya akibat mengabaikan kelembagaan lokal yang hidup di pedesaan,
karena dianggap tidak memiliki jiwa ekonomi yang memadai.
Ciri kelembagaan pada masyarakat tradisional adalah dimana aktivitas
ekonomi melekat pada kelembagaan kekerabatan dan komunitas. Pemenuhan
ekonomi merupakan tanggungjawab kelompok-kelompok komunal genealogis.
Ciri utama kelembagaan tradisional adalah sedikit kelembagaan, namun banyak
fungsi. Beda halnya dengan pada masyarakat modern yang dicirikan oleh
munculnya banyak kelembagaan dengan fungsi-fungsi yang spesifik dan sempit-
sempit (Saptana, dkk, 2003).
Kelembagaan yang mandiri merupakan kebutuhan yang tidak bisa
diabaikan dan sebagai titik tolak agar kelembagaan dapat berkelanjutan, karena
kelembagaan yang kuat harus berasal dan dibangun atas dasar kekuatan dan

9
kemampuan dari dalam kelembagaan masyarakat tersebut. Amien, (2005)
menyatakan bahwa kemandirian lokal menunjukkan bahwa pembangunan lebih
tepat bila dilihat sebagai proses adaptasi-kreatif suatu tatanan masyarakat dari
pada sebagai serangkaian upaya mekanistis yang mengacu pada satu rencana
yang disusun secara sistematis. Kemandirian lokal juga menegaskan bahwa
organisasi seharusnya dikelola dengan lebih mengedepankan partisipasi
dan dialog dibandingkan semangat pengendalian yang ketat sebagaimana
dipraktekkan selama ini.
4. Istilah-Istilah dalam Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan
Petani.
Istilah-istilah atau pengetian yang dijelaskan pada bagian ini merupakan
pengertian yang diambil dari Permentan No. 67 Tahun 2017, selanjutnya akan
digunakan dalam pembahasan konten bahan ajar ini. Istilah dan pengertian
tersebut sebagai berikut :
a. Kelembagaan Petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari,
oleh, dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan
petani, mencakup Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Asosiasi
Komoditas Pertanian, dan Dewan Komoditas Pertanian Nasional.
b. Kelompok Tani yang selanjutnya disebut Poktan adalah kumpulan
petani/peternak/pekebun yang dibentuk oleh para petani atas dasar
kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan
sumberdaya, kesamaan komoditas, dan keakraban untuk meningkatkan dan
mengembangkan usaha anggota.
c. Klasifikasi Kemampuan Poktan adalah pemeringkatan kemampuan Poktan
ke dalam 4 (empat) kategori yang terdiri dari: Kelas Pemula, Kelas Lanjut, Kelas
Madya dan Kelas Utama yang penilaiannya berdasarkan kemampuan Poktan.
d. Gabungan Kelompok Tani yang selanjutnya disebut Gapoktan adalah
kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerjasama untuk
meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
e. Kelembagaan Ekonomi Petani adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan
usahatani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk petani, guna meningkatkan

10
produktivitas dan efisiensi usahatani, baik yang berbadan hukum maupun
yang belum berbadan hukum.
f. Asosiasi Komoditas Pertanian adalah kumpulan dari petani, Kelompok Tani,
dan/atau Gabungan Kelompok Tani yang mengusahakan komoditas sejenis
untuk memperjuangkan kepentingan petani.
g. Dewan Komoditas Pertanian Nasional adalah suatu lembaga yang
beranggotakan Asosiasi Komoditas Pertanian untuk memperjuangkan
kepentingan petani.
h. Pertanian adalah kegiatan mengelola sumberdaya alam hayati dengan
bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan
komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
i. Usahatani adalah kegiatan dalam bidang Pertanian, mulai dari
produksi/budidaya, penanganan pascapanen, pengolahan, sarana produksi,
pemasaran hasil, dan/atau jasa penunjang.
j. Komoditas Pertanian adalah hasil dari Usahatani yang dapat
diperdagangkan, disimpan, dan/atau dipertukarkan.
k. Pelaku Utama selanjutnya disebut Petani adalah Warga Negara Indonesia
perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan Usahatani di
bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.
l. Pelaku Usaha adalah setiap orang yang melakukan usaha sarana produksi
Pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil Pertanian, serta jasa penunjang
Pertanian yang berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia.
m. Penyuluhan Pertanian adalah proses pembelajaran bagi Pelaku Utama dan
Pelaku Usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
n. Penyuluh Pertanian adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang
melakukan kegiatan Penyuluhan Pertanian, baik penyuluh Pegawai Negeri
Sipil, penyuluh swasta, maupun penyuluh swadaya.
C. RANGKUMAN

11
Kelembagaan merupakan suatu perangkat umum yang ditaati oleh anggota
suatu komunitas (masyarakat). Kelembagaan memiliki empat komponen, sebagai
berikut : 1) komponen person, 2) komponen kepentingan, 3) komponen aturan,
dan 4) komponen struktur. Lembaga di perdesaan lahir untuk memenuhi
kebutuhan sosial masyarakatnya. Manfaat utama lembaga adalah mewadahi
kebutuhan salah satu sisi kehidupan sosial masyarakat, dan sebagai social control,
sehingga setiap orang dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat.
Kelembagaan dapat berbentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi,
korporasi. Diantara kelembagaan yang berkembang di perdesaan saat ini adalah
kelembagaan pertanian yaitu kelompok tani (POKTAN) dan Gabungan
Kelompoktani (GAPOKTAN).
Peningkatan kapasitas kelembagaan diperlukan adanya partisipasi
masyarakat lokal sebagai suatu keharusan dalam strategi pengembangan dan
pemberdayaan kelembagaan dalam upaya mewujudkan dan memperkuat
kemandirian masyarakat perdesaan. Dengan demikian, penumbuhkembangan
kelembagaan sebagai salah satu komponen penunjang pembangunan pertanian
perdesaan dimaksudkan tidak untuk melebarkan kesenjangan antara golongan
masyarakat, justru mendorong agar masyarakat berproduktivitas tinggi,
berdiversifikasi, serta mampu membangun jejaring kemitraan.
D. SOAL LATIHAN
Untuk mengukur kemampuan Anda dalam memahami dan menguasai
materi ajar pada bab ini, kerjakan soal-soal berikut ini :
1. Sebutkan pengertian kelembagaan menurut beberapa ahli ? Selanjutnya
simpulkan pengertian kelembaan tersebut menurut pemahaman Anda!
2. Kelembagaan merupakan bentuk relasi sosial kemasyarakatan yang
memiliki komponen-komponen dan ciri-ciri yang melekat pada kelembagaan
tersebut.
Sebutkan dan jelaskan: 1) komponen kelembagaan dan 2) ciri-ciri kelembagaan!
3. Kelembagaan diyakini berperan dalam mewujudkan dan memperkuat
pembangunan perdesaan.
Jelaskan : 1) bagaimana peran kelembagaan dalam mewujudkan pembangunan
di perdesaan dan 2) berikan contoh penumbuhan dan pengembangan
kelembagaan petani untuk terwujudnya pembangunan desa mandiri!

12
4. Sebutkan dan jelaskan fungsi kelembagaan menurut Permentan No 67
tahun 2016!
5. Tujuan menumbuhkan dan mengembangkan kelembagaan yang kuat yaitu
agar kelembagaan menjadi mandiri dan berkelanjutan, di mana kelembagaan
yang kuat harus berasal dan dibangun atas dasar kekuatan dan kemampuan dari
dalam kelembagaan masyarakat tersebut.
Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip pengembangan kelembagaan petani
dalam mencapai tujuan tersebut!

E. TUGAS PRAKTIKUM
Untuk memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan dengan menggunakan metode discovery learning
(pembelajaran penemuan). Topik pada latihan ini adalah “Peranan Kelembagaan
Petani (POKTAN dan GAPOKTAN) pada pembangunan pertanian di Indoensaia”.
Tahapan pelaksanaan latihan, sebagai berikut :
1. Mengumpulkan bahan-bahan berupa profil (POKTAN dan
GAPOKTAN) dan artikel dari jurnal (Penumbuhan dan Pengembangan
Kelembagaan Petani) untuk dieksplorasi.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis masalah untuk selanjutnya
dirumuskan hipotesis (pernyataan sementara).
3. Mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang relevan dengan
masalah yang ditemukan.
4. Pengolahan data untuk mendapatkan konsep dan generalisasi di
mana mahasiswa mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif
jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5. Melakukan pemeriksaan (verifikasi) secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil proses data.
6. Menarik kesimpulan/generalisasi. Prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi dirumuskan berdasarkan hasil verifikasi.
F. SUMBER INFORMASI DAN REFERENSI
1. Kementerian Pertanian. Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan, Nomor 16. Tahun 2006. Jakarta Tahun 2006.
2. Kementerian Pertanian. Permentan No. 67 Tahun 2016 tentang Pembinaan
Kelembagaan Petani. Jakarta. Tahun 2016.

13
3. Kementerian Pertanian. Pedoman Teknis Pemberdayaan Kelompoktani di
Lokasi Sentra Pangan. Pusat Penyuluhan Pertanian. Badan Penyuluhan dan
Pengembangan SDM Pertanian. Jakarta. Tahun 2015.
4. Toto Mardikanto. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret
University Press, Surakarta. Tahun 2009.
5. Agus Purbathin Hadi. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelemebagaan
dalam Pembangunan. Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat
Agrikarya (PPMA).
6. Elizabeth, R dan Anugrah, IS. Kelembagaan Ekonomi pada Komunitas Petani
Sayuran di Provinsi Bali. Prosiding Seminar Nasional. PESKP. Bogor. Tahun 2010.
7. Rosganda Elizabeth. Penguatan dan Pemberdayaan Kelembagaan Petani
Mendukung Pengembangan Agribisnis Kedelai. Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian. PUSLITBANGTAN.
8. Michael R. Dove. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia Dalam
Modernisasi. Yayasan Obor Indonesia . Tahun 1986.
9. Elizabeth R dan Darwis V. Karakteristik Petani Miskin dan Persepsinya
Terhadap Program JPS di Propinsi Jawa Timur. Tahun 2003. SOCA. Bali.
10. Payne, M. Modern Social Work Theory. Second Edition. McMilan Press Ltd.
London. Tahun 1997.
11. Hermanto R. Rancangan Kelembagaan Petani Dalam Implementasi Prima
Tani Di Provinsi Sumatera Selatan. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No. 2,
Juni 2007 : 110-125.
12. Syahyuti. Strategi dan Tantangan Dalam Pengembangan Gabungan
Kelompoktani (GAPOKTAN) sebagai Kelembagaan Ekonomi di Perdesaan.
Kelembagaan DAS. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl A.
Yani 70 Bogor. Tahun 2007
13. Faisal Basri. Tantangan dan Peluang Otonomi Daerah. Universitas Brawijaya,
Malang. (http://128.8.56.108/iris-data/PEG/Bahasa/malang/Malangtantangan.
pdf., 22 Maret 2005).
14. Syahyuti. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Perdesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan
Kebijakan Pertanian Jl A. Yani No. 70 Bogor 16161. Tahun 2007.

14

Anda mungkin juga menyukai