Lapkas
Lapkas
Lapkas
Disusun oleh:
Nobel Budiputra / 00000008204
Novia Lauren Sieto / 00000005592
Payal / 00000008916
Pingkan Widilisa Cesilia Kalumata / 00000007561
Pricilla Frinka / 00000008148
Prio Wibisono / 00000005874
Priska Oktoria / 00000006180
Priskila Putri / 00000008178
dr. T. Haryanto Surijadi, Sp. PK Mayor Ckm (K) dr. Ade Netra Kartika, Sp.PD., MARS
Pembimbing Hospital Exposure Kepala Rumah Sakit Daan
Fakultas Kedokteran Universitas Mogot Tangerang Kesdam Jaya
Pelita Harapan
1
BAB I
PENDAHULUAN
Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang ke
dokter. Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5-30% dari populasi dan mencapai
40% pada orang yang berumur di atas 40 tahun. Di Amerika, dari data pada tahun 1999
sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2.5% dari diagnosis pasien yang
datang ke ruang gawat darurat. Penyebab paling sering dari vertigo adalah Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
BPPV biasanya ditemukan pada orang lanjut usia, yang paling sering
disebabkan oleh karena degenerasi dari sistem vestibular dari telinga dalam yang pada
puncaknya pada dekade 60 sampai 70. Pada kasus seperti ini, BPPV dapat juga disebut
idiopatik, tetapi biasanya pendapat awam adalah karena degeneratif. Sementara itu,
BPPV sekunder memiliki penyebab yang jelas, seperti infeksi setelah virus, trauma, dll.
Gejala yang muncul pada BPPV bersifat tiba-tiba dan episodik, sehingga cukup
mengganggu pasien dalam aktivitas sehari-harinya. Selain kehilangan fungsi untuk
menjalankan aktivitasnya, pasien juga tidak nyaman dalam menghadapis serangan
vertigo akibat mual dan muntah yang dapat ditimbulkan.
BPPV merupakan kondisi penyakit yang tidak berbahaya dan dapat dilakukan
terapi non-medikamentosa untuk mengurangi dan menghilangkan gejala vertigo yang
muncul. Oleh karena itu, penulis ingin mengambil kasus BPPV pasien Bpk. B. di
Rumah Sakit Daan Mogot Tangerang untuk pembahasan atau analisis kasus sebagai
bagian dari Hospital Exposure.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Bpk. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun
Tanggal Lahir : 03 – 10 – 1968
Tempat Tinggal : Asrama Kodam Jaya, Jakarta Selatan
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Status Pendidikan : Tamat SMAD
Pekerjaan : TNI AD
No. Rekam Medik : 0369**
2. Anamnesis
Tanggal Anamnesis : 17 Agustus 2017
Tempat Anamnesis : IGD Rumah Sakit Daan Mogot, Tangerang
Allo/Autoanamnesis : Autoanamnesis
Keluhan utama
Pusing berputar 1 hari yang lalu SMRS.
3
berdengung, penurunan pendengaran, mual dan muntah, nyeri. Faktor yang
memperburuk keluhan pasien adalah gerakan kepala menoleh. Faktor yang
memperingan keluhan adalah istirahat. Pasien tidak dapat beraktifitas akibat pusing
yang dirasakan dan skala nyeri yang dirasakan adalah 0.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki masalah dengan buang air kecil (BAK) dan buang air
besar (BAB). Pasien menjaga pola makan sehat setiap harinya. Pasien sudah berhenti
merokok sejak 2004. Pasien sebelumnya merokok 12 batang/hari. Pasien pernah
meminum alkohol dahulu saat muda, tetapi sudah berhenti minum sekarang. Pasien
tidak pernah mengecek kesehatannya secara berkala.
4
3. Pemeriksaan Fisik
Tanggal Pemeriksaan : 17 Agustus 2017
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4 M6 V5)
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 70 kg
BMI Asia : 25.7 (Obesitas I)
Tanda-tanda Vital
Tensi : 140/80 mmHg
Denyut nadi : 79x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36 oC
Pemeriksaan Umum
Kulit dan kuku Normal, tidak ada rash, turgor baik.
5
Tonsil normal (T1/T1).
Leher Tidak ditemukan rash, pembesaran tiroid, pembesaran KGB leher
dan supraklavikular.
Paru Inspeksi Simetris, tidak ada bagian dada yang tertinggal,
tidak ada retraksi sela iga, tidak ada barrel chest,
pectus excavatum, pectus carinatum.
Palpasi Tactile focal fremitus normal, simetris di seluruh
lapang paru anterior dan posterior.
Tidak ada deviasi trakea.
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru anterior dan
posterior.
Auskultasi Suara paru vesicular di seluruh lapang paru
anterior dan posterior.
Jantung Inspeksi Tidak terlihat ictus cordis.
Palpasi Tidak ada thrill.
Perkusi Tidak dilakukan.
Auskultasi Katup aorta, pulmo, mitral, tricuspid S1/S2.
Tidak ada S3, S4, murmur, ataupun gallop.
Ekstremitas, kulit, Ekstremitas simetris, tidak ada pucat, sianotik, ikterik, rash,
dan kuku deformitas, edema.
Kulit normal, tidak ada rash, turgor baik.
Kuku tidak ada clubbing finger, ataupun koilonychia.
Cappilary refill time (CRT) < 2 detik.
Status Neurologis
Pemeriksaan Nervus Kranialis
NI Tidak diperiksa.
6
NV Sensorik N V.I : normal.
N V.II : normal.
N V.III : normal.
Refleks kornea : tidak diperiksa.
Motorik Temporomandibular joint : baik
N VII Sensorik Rasa 2/3 anterior lidah: tidak diperiksa.
Motorik Angkat alis, kerut dahi, tutup mata : baik, simetris.
Kembung pipi : baik, tidak bocor.
Menyeringai : baik, simetris.
Kesan : tidak ada paresis/kelemahan pada otot-otot
wajah.
N VIII Koklearis Suara bisikan : baik, simetris
Gesekan jari : baik, simetris
Tes Rinne, Weber, Swabach : tidak diperiksa.
N XII Lidah di dalam mulut : tidak ada deviasi, fasikulasi, atrofi, maupun
tremor.
Menjulurkan lidah : tidak ada deviasi, fasikulasi, maupun atrofi.
Fukuda
Tes past pointing Tidak terdapat deviasi.
7
Pemeriksaan motorik
Inspeksi Tidak ditemukan atrofi, fasikulasi.
Normotonus pada ekstremitas dextra dan
Palpasi
sinistra.
Ekstremitas atas Ekstremitas dextra : 5-5-5-5
Kekuatan
Ekstremitas sinistra : 5-5-5-5
Bisep : (+/+)
Refleks fisiologis
Trisep : (+/+)
Inspeksi Tidak ditemukan atrofi, fasikulasi
Normotonus pada ekstremitas dextra dan
Palpasi
sinistra.
Ekstremitas bawah Ekstremitas dextra : 5-5-5-5
Kekuatan
Ekstremitas sinistra : 5-5-5-5
Patella : (+/+)
Refleks fisiologis
Achilles : (+/+)
Babinski : (-/-)
Refleks Patologis
Babinski Group : (-/-)
Pemeriksaan sensorik
Rabaan Baik, simetris.
Nyeri Baik, simetris.
Suhu Tidak diperiksa.
Posisi sendi Tidak diperiksa.
Getar Tidak diperiksa.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Nama Item Hasil Unit Referensi
WBC 6.8 103/uL 4.0-10.0
Limfosit # 1.7 103/uL 0.6-3.5
Monosit # 0.7 103/uL 0.1-0.9
Granulosit # 4.4 103/uL 1.3-6.7
Limfosit % 25.0 % 14.0-53.0
Monosit % 10.3 % 3.0-16.0
8
Granulosit % 64.7 % 30.0-90.0
RBC 4.88 106/uL 3.50-5.50
HGB 14.1 g/dL 11.0-17.9
HCT 41.9 fL 37.0-48.0
MCV 85.8 % 75.0-118.0
MCH 28.9 pg 23.2-38.7
MCHC 33.7 g/dL 31.9-37.0
RDW-SD 46.8 fL 27.0-64.0
RDW-CV 13.7 % 10.0-17.0
PLT 159 103/uL 150-350
PCT 0.092 % 0.100-0.400
MPV 5.8 fL 4.0-15.2
PDW 14.1 6.0-23.0
P-LCR 0.119 0.110-0.450
Trigliserid 229 mg/dL 0-150
Kolesterol 141 mg/dL 0-200
5. Resume
Pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke IGD RS. Daan Mogot oleh karena
vertigo yang sedang dirasakannya. Vertigo muncul 1 yang lalu SMRS sebanyak 2 kali
pada siang dan malam hari. Vertigo muncul saat perubahan posisi kepala dari bangun
tidur. Vertigo bertahan selama kurang dari 3 menit. Pasien tidak dapat berjalan akibat
vertigo dan membuat pasien tidak dapat beraktifitas. Faktor yang memperburuk adalah
gerakan kepala menoleh, sedangkan faktor yang memperingan keluhan adalah istirahat.
Pada pemeriksaan fisik, terdapat Hipertensi derajat I (140/80 mmHg). Pada
pemeriksaan penunjang, terdapat Hipertrigliseridemia (229 mg/dL).
6. Diagnosis Kerja
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), Hipertensi derajat I, dan
Hipertrigliseridemia.
9
7. Diagnosis Banding
1. Vertigo Sentral
2. Vestibular Neurinitis
3. Meniere Disease
4. Vestibular Migraine
10. Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
A. Definisi
Vertigo merupakan bagian dari gangguan keseimbangan (dizziness) bersama
dengan presinkop dan disekuilibrium. Vertigo adalah ilusi ketika seseorang merasa
dirinya bergerak atau berputar terhadap sekitarnya atau lingkungan yang bergerak
terhadap dirinya. Vertigo dapat disebabkan oleh proses fisiologis (misalnya vertigo saat
berada di “komidi putar”, mabuk perjalanan, adanya gangguan visual) atau bersifat
patologis (misalnya lesi pada labirin atau nucleus vestibularis). Keduanya akan
menghasilkan gejala dan tanda yang hampir serupa walau patomekanismenya berbeda
Berdasarkan lokasi lesi, vertigo dapat dibagi menjadi dua yaitu vertigo sentral dan
vertigo perifer. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab
paling sering dari vertigo perifer(1).
11
Tabel 1. Prevalensi Kasus Sindrom Vertigo(3).
C. Klasifikasi
Klasifikasi BPPV dibagi berdasarkan letak anatomis atau etiologinya. Kasus
BPPV paling sering terjadi menyangkut kanal semisirkularis posterior (90%), lalu
kanalis semisirkularis horizontal (8%), dan yang paling jarang adalah kanalis
semisirkularis anterior (2%)(4). Klasifikasi BPPV juga dapat dibagi menjadi tipikal dan
atipikal. Karena pada kebanyakan kasus terjadi pada kanalis semisirkularis posterior
sehingga BPPV yang terjadi akibat berpindahnya otokonia ke dalam kanalis
semisirkularis posterior disebut sebagai BPPV tipikal. Sementara itu, BPPK denga
lokasi anatomis yang jarang terjadi dimasukkan ke dalam kategori BPPV atipikal.
D. Patofisiologi
Patofisiologi mendasar dari BPPV adalah kondisi anatomis dengan penemuan
fisiologis yang sangat berkaitan dengan kejadian anatomis dan struktural yang terjadi.
Terdapat dua mekanisme yang mendasari munculnya BPPV yaitu kanalolitiasis dan
kupulolitiasis. Otokonia merupakan kristal kalsium karbonat yang normalnya
merupakan bagian dari membran otokonia. Otokonia ini terdapat di dalam sakulus dan
utrikulus. Otokonia yang lepas dapat bermigrasi ke dalam saluran atau kanal
12
semisirkularis. Kristal-kristal otolit dapat mengambang bebas di dalam kanal
semisirkularis dan kondisi ini disebut sebagai kanalolitiasis. Lokasi tersering adalah
kanal semisirkularis posterior, karena posisinya paling dipengaruhi oleh perbedaan
gravitasi. Inilah yang terjadi pada hampir seluruh kasus dari BPPV.
Kristal-kristal otolit yang lepas juga bisa menjadi melekat dengan kupula dan
kondisi ini disebut kupulolitiasis. Kupulolitiasis lebih sering terjadi pada kanal
semisirkularis horizontal. BBPV jarang terjadi pada kanal semisirkularis anterior, dapat
disebabkan karena posisi kanal yang paling atas, sehingga otokonia jarang masuk ke
dalamnya. BPPV dapat menyerang lebih dari satu kanal secara bersamaan dan dapat
terjadi secara bilateral(6).
E. Manifestasi Klinis
Pasien dengan BPPV akan mengeluhkan gejala episodik vertigo yang diinduksi
oleh gerakan kepala spesifik. Gerakan kepala yang dikeluhkan biasanya saat bangun
dari tidur, atau melihat ke atas, Gerakan lainnya adalah melihat ke bawah sesuatu
dengan telinga yang sakit menghadap ke bawah (6). Gejala utama meliputi pusing
berputar (vertigo vestibular/rotatoar) berdurasi 1 menit atau kurang, intensitas berat,
dan bisa disertai mual dan muntah. Gejala BPPV umumnya sangat khas, sehingga
seringkali dapat ditegakkan melalui anamnesis, bahkan sekaligus dapat
mengidentifikasi sisi telinga yang terkena (1).
Nistagmus biasanya timbul setelah periode laten sebentar (5 sampai 20 detik).
Nistagmus yang diprovokasi hilang dalam waktu 1 menit (biasanya 30 detik) dari onset.
Dalam sekejap, nistagmus biasanya mulai secara lambat, meningkat dalam hal
intensitas, dan kemudian berkurang dalam hal intensitas ketika ia menghilang. Ini
disebut sebagai crescendo-decrescendo nystagmus. Nistagmus sekali lagi sering
terlihat setelah pasien kembali ke posisi kepala tegak dan selama bangun, tetapi arah
13
nistagmus mungkin terbalik. Dengan tes yang berulang, nistagmus akan hilang
(fatiguability)(7,8).
F. Diagnosis
Untuk mendiagnosis BPPV dapat dilihat dari riwayat anamnesis dan
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang relevan.
1. Anamnesis
Anamnesis sesuai dengan keluhan pasien yang sesuai dengan manifestasi
klinis yang ada, yaitu pusing berputar dengan onset akut diakibatkan dengan
adanya perubahan posisi kepala, serta dapat diikuti mual ataupun muntah.
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke
arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun
dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke
arah lesi(9).
16
Gambar 6. Dix-Hallpike Maneuver.
17
Gambar 7. Supine Roll Test/Head-Roll Test/Log-Roll Test.
d. Tes Kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Untuk melakukan tes
ini diperlukan 2 macam air, dingin (suhu 30 oC) dan panas (suhu 40 oC).
Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 mL,
dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang
timbul. Setelah salah satu telinga dialirkan dengan air dingin, lakukan pula
untuk telinga sebaliknya. Kemudian, baru dialirkan air panas. Pada tiap selesai
pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien
diistirahatkan selama 5 menit untuk menghilangkan pusingnya (13,14).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
18
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral(9).
e. Elektronistagmografi (ENG)
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus dapat
dianalisis secara kuantitatif(9).
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay(9).
E. Kriteria Diagnosis
1. BPPV pada kanalis semisirkularis posterior
Diagnosis BPPV pada kanalis semisirkularis posterior ditegakkan ketika (8):
Pasien melaporkan episode berulang dari vertigo yang terjadi
Riwayat
karena perubahan posisi kepala.
19
Setiap kriteria berikut terpenuhi:
Vertigo berkaitan dengan nistagmus diprovokasi oleh tes
Dix-Hallpike.
Ada periode laten antara selesainya tes Dix-Hallpike
Pemeriksaan Fisik
dengan onset vertigo dan nistagmus.
Vertigo dan nistagmus yang diprovokasi meningkat dan
kemudian hilang dalam periode waktu 60 detik sejak
onset nistagmus.
20
Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah
telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di antara
kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling
banyak(8).
5. BPPV subyektif
Pada beberapa pasien mungkin tidak memunculkan nistagmus yang khas saat
pemeriksaan Dix-Hallpike, tetapi masih mengeluhkan riwayat klasik vertigo
ketika ada perubahan posisi(16). Hal ini dinamakan dengan “subyektif” BPPV, dan
pada beberapa studi telah menunjukkan bahwa manuver reposisi sangat tinggi
efektivitasnya pada kelompok pasien ini. Haynes dkk(17), Tirelli dkk(18), dan
Weider dkk(19) menemukan bahwa pasien dengan subyektif BPPV yang
dilakukan manuver reposisi memiliki respons penyembuhan 76-93% secara
umum. Beberapa teori yang mencoba untuk menjelaskan mengapa nistagmus
tidak terobservasi saat Dix-Hallpike adalah: nistagmus halus yang tidak
21
terdeteksi oleh pemeriksa, nistagmus yang hilang akibat beberapa kali
pemeriksaan (fatigue), dan BPPV yang dapat memunculkan keluhan vertigo
tetapi tidak cukup kuat sinyal neuronalnya untuk menstimulasi jalur vestibulo-
okular(16).
F. Tatalaksana
BPPV dinamakan sebagai “benign” sebab merupakan kondisi yang membaik
secara alamiah. Pada 70 orang pasien dengan BPPV kanalis semisirkularis posterior
yang diobservasi tanpa obat, membutuhkan waktu untuk resolusi dari vertigonya rata-
rata 39 hari, tetapi yang paling parah dapat mencapai 6 bulan(2). Tatalaksana BPPV
meliputi terapi medikamentosa, terapi non-medikamentosa, dan terapi surgikal.
1. Terapi medikamentosa
Pemberian obat-obat untuk mengurangi gejala simptomatik seperti dizziness,
mual, dan muntah pada vertigo meliputi golongan antikolinergik, antihistamin,
dan benzodiazepin (Tabel 5). Pemberian obat-obatan antivertigo hanya
diindikasikan untuk(1):
a. Gejala vertigo vestibular perifer atau sentral akut (maksimal 3 hari).
b. Profilaksis mual dan muntah dalam tindakan liberatory maneuver pada
BPPV.
c. Profilaksis mabuk perjalanan.
d. Sebagai terapi pada vertigo posisional sentral dengan mual.
22
Berikut indikasi penggunaan obat-obat dan terapi untuk masing-masing
penyakit yang dapat menimbulkan vertigo(3):
Tabel 4. Indikasi Pemberian Obat, Terapi Reposisi Kanalit, dan Terapi Surgikal
pada Vertigo.
23
Obat-obatan tidak direkomendasikan untuk pemberian jangka panjang
karena akan mengganggu mekanisme kompensasi sentral pad agangguan
vestibular perifer, bahkan dapat menyebabkan adiksi obat(1).
Mukosa Ekstra-
Nama Obat Dosis Obat Antiemetik Sedasi
Kering piramidal
Antihistamin
Dimenhidrinat 50 mg/4-8 jam + + + -
Prometazin 25 mg/4-8 jam + ++ ++ -
Cinarizin 25 mg/8 jam + - +
Benzodiazepin
Diazepam 2-5 mg/8 jam + +++ - -
Klonazepam 0,5 mg/4-6 jam + +++ - -
Butirofenom
Haloperidol 0,5-2 mg/8 jam ++ +++ + ++
Histaminik
24 mg/12 jam
Betahistin Sindrom: + + - +
72-144 md/hari
Penyekat kanal kalsium
5-10 mg/12
Flunarizin + + - +
jam
Antiepilepsi
200-600
Karbamazepin - + - -
mg/hari
Topiramat 50-150 mg/hari - + - -
Asam 600-1500
- + - -
valproat mg/hari
Penyekat kanal kalium
4- 5-10 mg/8-12
- - - -
Aminopiridin jam
Tabel 5. Obat-obat Medikamentosa untuk Vertigo(20).
24
2. Terapi non-medikamentosa
Patofisiologi pada BPPV adalah adanya otokonia yang masuk ke kanalis
semisirkularis atau menempel dengan kupula. Oleh karena itu, terapi non-
medikamentosa ditujukkan untuk mengembalikan posisi dari otokonia yang
lepas. Berikut ringkasan dari manuver-manuver yang dapat dilakukan untuk
melakukan reposisi kanalit untuk masing-masing BPPV(12):
25
semisirkularis posterior. Manuver Semont memiliki kelebihan sebab dapat
dikerjakan pada pasien yang lehernya sulit diekstensikan.
Pada saat melakukan terapi reposisi kanalit, pasien perlu mendapat
penjelasan bahwa tindakan ini dapat disertai dengan munculnya keluhan
mual, muntah, dan vertigo. Pasien juga bisa mengeluhkan gangguan
keseimbangan serta dizziness yang dipengaruhi posisi kepala selama
beberapa hari setelah manuver dilakukan. Komplikasi lain dari manuver ini
adalah konversi BPPV dari kanalis semisirkularis posterior ke kanal
horizontal(1).
26
Gambar 9. Manuver Semont.
27
Gambar 10. Manuver Lempert atau Rotasi Barbecue.
28
2.4. Latihan mandiri di rumah
Latihan Brandt-Daroff dapat dikerjakan sendiri oleh pasien apabila
gejala tidak membaik dengan manuver Epley. Pada umumnya, vertigo
perifer terutama BPPV memiliki prognosis baik dengan kekambuhan 2 tahun
sekitar 27% bila latihan Brandt-Daroff dikerjakan secara rutin(1).
G. Prognosis
Vertigo akut pada BPPV umumnya bersifat self-limited dan hilang setelah
beberapa hari beristirahat. Prognosis baik jika otokonia dapat kembali dengan
manuver reposisi yang dilakukan dan vertigo akan hilang dengan sendirinya.
Walaupun prognosis yang baik, BPPV dapat menyebabkan kondisi yang cukup
parah, terlebih pada orang tua, jika tidak terdeteksi dan menyebabkan risiko jatuh
yang besar(2).
29
BAB IV
DISKUSI KASUS
30
Gambar 14. Algoritma berdasarkan Waktu Muncul Vertigo.
31
Vertigo dapat diklasifikasikan lebih lanjut lagi berdasarkan lokasi lesi, yaitu
vertigo sentral dan perifer. Vertigo sentral, dengan lokasi lesi pada batang otak,
serebelum, dan serebrum. Vertigo perifer, dengan lokasi lesi pada telinga dalam dan
nervus vestibularis(1). Beberapa karakteristik yang dapat dilihat dari gejala vertigo
sentral dan perifer adalah sebagai berikut:
Characteristic Peripheral Central
Onset Sudden Sudden or slow
Severity Intense spinning Ill defined, less intense
Pattern Paroxysmal, intermittent Constant
Aggravated by
Yes Variable
position/movement
Nausea/diaphoresis Frequent Variable
Vertical or
Nystagmus Horizontal
multidirectional
Fatigue of
Yes No
symptoms/signs
Hearing loss/tinnitus May occur Does not occur
Abnormal tympanic
May occur Does not occur
membrane
CNS symptoms/signs Absent Usually present
Tabel 6. Perbedaan Vertigo Sentral dan Vertigo Perifer.
Pada pasien Bpk. B, dari algoritma dapat terlihat bahwa vertigo yang dirasakan
sifatnya seperti pusing berputar, dimana sekeliling mengelilingi pasien. Dari keluhan
pasien, dapat dimasukkan sebagai vertigo. Keluhan juga berdurasi < 3 menit dan
sifatnya episodik. Tidak terdapat pendengaran berkurang ataupun tinitus, tidak terdapat
tanda-tanda aura, tidak terdapat tanda kelemahan, dan tidak ada tanda-tanda penurunan
kesadaran. Hal ini sangat berguna untuk menentukan jenis vertigo sentral atau perifer.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan ke
arah vertigo sentral. Tetapi masih harus dipikirkan kemungkinan tersebut dan
32
dikonfirmasi oleh beberapa tes yang dapat diberikan sebagai saran pemeriksaan
penunjang seperti MRI/CT scan dan HINTS.
Keluhan pasien lebih mengarah kepada vertigo perifer, oleh karena pasien
mengeluhkan tiba-tiba dan episodik. Vertigo sentral kemungkinan besar bersifat
kontinyu atau persisten. Kemudian, pasien juga mengeluhkan bahwa dengan perubahan
posisi dari bangun ke tidur, pusing berputarnya baru muncul. Hal ini khas ditemukan
pada BPPV dimana vertigo baru muncul saat ada perubahan posisi kepala, biasanya
bangun dari tidur, menunduk, melihat ke atas, dll. Oleh karena itu, pada pasien ini
dicurigai mengalami BPPV. Untuk mendiagnosis pasti BPPV, harus dilihat nistagmus
sebagai tanda objektif selain dari keluhan/anamnesis sebagai tanda subjektif. Tetapi,
induksi nistagmus melalui manuver Dix-Hallpike maupun Supine Roll Test/Head-Roll
Test/Log-Roll Test tidak dapat dilakukan sebab tidak memungkinkan melakukannya
kepada pasien yang baru saja mendapat serangan vertigo. Pasien juga menolak untuk
dilakukan manuver tersebut sebab dapat menimbulkan keluhan vertigo kembali.
Terapi reposisi kanalit belum dilakukan pada pasien sebab pasien tidak
menginginkan keluhan muncul kembali. Oleh karena itu, yang dilakukan kepada pasien
hanya terapi untuk stabilisasi kondisi pasien dan meminimalisir risiko jatuh pada
pasien.
36