Laporan Kasus PKL 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI BABYGRAM PADA KASUS

ATRESIA ESOPHAGUS DI INSTALASI RADIOLOGI

RS. PANTI RAHAYU YAKKUM PURWODADI

Disusun Sebagai Syarat untuk

Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan I

Disusun Oleh:

SYERA AGNEOZKY

NIM. P1337430117006

PRODI DIPLOMA-III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN

RADIOTERAPI SEMARANG

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN 2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) 1 atas mahasiswa Jurusan

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan

Semarang :

Nama : Syera Agneozky

NIM : P1337430117006

Kelas : 2A

Dengan judul Laporan Kasus “TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI

BABYGRAM PADA KASUS ATRESIA ESOPHAGUS DI INSTALASI

RADIOLOGI RS. PANTI RAHAYU YAKKUM PURWODADI”.

Purwodadi, Oktober 2018

Pembimbing,

Petrus Suyatno S.ST

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat

dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan laporan kasus PKL 1 dengan judul “TEKNIK PEMERIKSAAN

RADIOGRAFI BABYGRAM PADA KASUS ATRESIA ESOPHAGUS DI

INSTALASI RADIOLOGI RS. PANTI RAHAYU YAKKUM PURWODADI”.

Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis telah banyak mendapat

bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini,

penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus

2. Bapak Dr. Sunarima, M.Kes, selaku direktur RS. Panti Rahayu

YAKKUM Purwodadi

3. Bapak Warijan, S.Pd, A.Kep, M.Kes selaku direktur Poltekkes

Kemenkes Semarang

4. Ibu Rini, S.Si, M.Kes selaku Ketua Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi

5. Bapak Ardi Soesilo Wibowo, S.ST, M.Si selaku Ketua Program

Studi D-III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang

6. Ibu dr. Kristina Puji, Sp.Rad, selaku Kepala Instalasi Radiologi

RS.Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi

iii
7. Bapak Petrus Suyatno S.ST selaku Kalahar dan pembimbing

praktek kami yang telah memberikan bimbingan kepada penulis

selama PKL I di RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi

8. Seluruh radiografer dan staff instalasi radiologi RS. Panti Rahayu

YAKKUM Purwodadi yang telah memberikan bimbingan serta

ilmu yang sangat berharga selama penulis menjalani praktek di

Instalasi Radiologi RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi

9. Segenap dosen pendidik Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Semarang

10. Keluarga yang selalu memberikan doa, kasih saying, serta

dukungan

11. Teman-teman mahasiswa Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Semarang angkatan 33

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus

ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pembaca, guna memperbaiki laporan kasus berikutnya.

Penulis juga berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis

maupun pembaca

Purwodadi, Oktober 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................ii

KATA PENGANTAR ..............................................................................................iii

DAFTAR ISI .............................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ..........................................................................................2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................2

D. Manfaat Penulisan ..........................................................................................3

E. Sistematika Penulisan ....................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Traktus Disgestivus ...................................................4

B. Patofisiologi Esophagus .................................................................................12

C. Prosedur Pemeriksaan Chest dan Abdomen Pecdiatric ................................17

1. Persiapan Pemeriksaan ............................................................................17

2. Indikasi Pemeriksaan ..............................................................................17

3. Teknik Pemeriksaan ................................................................................18

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ..............................................................................................................27

1. Riwayat Kasus. .........................................................................................27

2. Identitas Pasien.........................................................................................27

v
3. Riwayat Klinis..........................................................................................28

4. Prosedur Pemeriksaan ..............................................................................28

B. Pembahasan ....................................................................................................31

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................32

B. Saran ...............................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Esophagus merupakan suatu bagian penting dalam sistem gastrointestinal

hal ini karena esophagus merupakan saluran berupa tabung berotot yang

menghubungkan rongga mulut ke lambung.Di dalam rongga dada, esophagus

berada di mediastinum posterior mulai di belakang lengkung aorta dan

bronkus cabang utama kiri, lalu membelok le kanan bawah di samping kanan

depan aorta thorakalis bawah (Chandramata, 2000). Fungsi utama esophagus

adalah menyalurkan makanan dan minuman dari mulut ke lambung, sehingga

jika terdapat kelainan patologis dan kerusakan pada esophagus maka akan

sangat berbahaya bagi tubuh. Banyak kelainan-kelainan yang terjadi pada

esophagus, salah satunya adalah atresia esophagus. Menurut kamus

kedokteran, atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya

berlubang, sehingga atresia esophagus adalah tidak terbentuknya lubang pada

esophagus. Salah satu cara untuk menegakkan diagnosis pada kasus atresia

esophagus adalah dengan melakukan pemeriksaan radiologi.

Selama menjalankan PKL 1 di RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi

penulis menemukan permintaan radiografi BNO untuk babygram dengan

klinis atresia esophagus, menurut wawancara dengan salah satu radiografer di

RS tersebut pemeriksaan ini merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat

langka sehingga penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai

1
pemeriksaan tersebut. Oleh karena itu penulis mengangkat kasus dengan

judul “TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI BABYGRAM DENGAN

KASUS ATRESIA ESOPHAGUS DI INSTALASI RADIOLOGI RS. PANTI

RAHAYU YAKKUM PURWODADI”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, penulis menarik rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana teknik pemeriksaan babygram dengan klinis atresia

esophagus di instalasi radiologi RS. Panti Rahayu YAKKUM

Purwodadi?

2. Apakah teknik pemeriksaan babygram dengan klinis atresia esophagus

di instalasi radiologi RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi sudah

cukup efektif untuk menegakkan diagnosa atresia esophagus?

C. Tujuan Penulisan

a) Tujuan Umum :

Untuk memenuhi tugas Praktek Kerja Lapang 1

b) Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan babygram dengan klinis

atresia esophagus di instalasi radiologi RS. Panti Rahayu

YAKKUM Purwodadi.

2
2. Untuk mengetahui apakah teknik pemeriksaan babygram dengan

klinis atresia esophagus di instalasi radiologi RS. Panti Rahayu

YAKKUM Purwodadi sudah cukup efektif untuk menegakkan

diagnosa atresia esophagus.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penyusunan laporan kasus ini adalah:

1. Mengetahui teknik pemeriksaan babygram dengan klinis atresia esophagus

di instalasi radiologi RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi.

2. Mengetahui Apakah teknik pemeriksaan babygram dengan klinis atresia

esophagus di instalasi radiologi RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi

sudah cukup efektif untuk menegakkan diagnosa atresia esophagus.

E. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika

penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka, berisi tentang anatomi dan fisiologi traktus

disgestivus, Patofisiologi esophagus, prosedur pemeriksaan

Prosedur Pemeriksaan Chest dan Abdomen Pediatric.

BAB III Hasil dan Pembahasan, berisi tentang riwayat kasus, identitas

pasien, riwayat klinis, pelaksanaan pemeriksaan, hasil baca, dan

pembahasan.

BAB IV Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.

3
BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Traktus Disgestivus

1. Mulut (Oral Cavity)

1
13
2
3
4 12
11
5
10
6 9

7 8

( The Respiratory System, 2018 )

Keterangan :

1. Upper lip 8. Submandibular duct

2. Gum opening

3. Hard palate 9. Teeth

4. Soft Palate 10. Lingual frenulum

5. Buccal mucosa 11. Tounge

6. Inferior labial frenulum 12. Uvula

7. Lower lip 13. Superior labial

frenulum

4
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem

pernafasan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.

Saluran dari kelenjar liur di pipi, dibawah lidah dan dibawah rahang

mengalirkan isinya ke dalam mulut. Di dasar mulut terdapat lidah,

yang berfungsi untuk merasakan dan mencampur makanan. Di

belakang dan dibawah mulut terdapat tenggorokan (faring).

Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan

lidah. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung.

Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan

pahit. Penciuman lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan(incisivus) dan dikunyah

oleh gigi belakang(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil

yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan

membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-

enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Pada saat makan, aliran

dari ludah membersihkan bakteri yang bisa menyebabkan

pembusukan gigi dan kelainan lainnya. Ludah juga mengandung

antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan

menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara

sadar dan berlanjut secara otomatis. Epiglotis akan tertutup agar

makanan tidak masuk ke dalam pipa udara (trakea) dan ke paru-paru,

sedangkan bagian atap mulut sebelah belakang (palatum mole,

5
langit-langit lunak) terangkat agar makanan tidak masuk ke dalam

hidung.

Proses kimia dan fisiologi di dalam mulut. Air liur menghaluskan

makanan dan menjadikannya lebih mudah ditelan. Air liur

mengandung enzim, yaitu ptialin dan amilase liur. Enzim ini

menghidrolisiskan kanji menjadi maltosa

Lidah membuat gumpalan makanan menjadi bolus dan

mendorongnya ke arah faring. Sewaktu menelan, lidah mendorong

makanan ke belakang mulut dan selanjutnya ke esofagus. Langit-

langit(Laring) menghalangi makanan untuk memasuki rongga nasal

Makanan bergerak melalui esofagus secara peristaltik.

2. Esophagus (Kerongkongan)

( Bontrager, 2005 )
Keterangan :

1. Aortic arch

2. Left primary bronchus

6
3. Heart

4. Dilation of esophagus

5. T10 level

Esophagus adalah saluran berotot yang memiliki panjang 25 cm dan

diameter 2 cm, membentang dari laryngopharynx ke lambung.

(Bontranger, 2010). Esofagus terletak di posterior jantung dan

trakea, di anterior vertebra, dan menembus hiatus diafragma tepat di

anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan

yang dimakan dari faring ke lambung.

Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot

krikofaringeus membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri

atas serabut-serabut otot rangka. Bagian esofagus ini secara normal

berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu

menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun secara anatomis

tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar

terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan

normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam

lambung atau waktu bertahak atau muntah.

Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal,

terdiri atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis dan

serosa (lapisan luar). Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari

epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas; epitel

lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan

7
esofagus dengan lambung (garis-Z) dan menjadi epitel toraks selapis.

Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak

tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan sub¬mukosa

mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi mukus. Mukus

mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi

mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot lapisan luar

tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang

terdapat di 5 % bagian atas esofagus adalah otot rangka, sedangkan

otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya

terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan

bagian saluran cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esofagus

tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan

lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan

esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya

serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel-sel tumor

(pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya kemungkinan

kebocoran setelah operasi

3. Lambung

1
Keterangan :

2
1. Esophagus

3 2. Stomach
1
3. Small Intestine

( Bontrager, 2005 ) 8
Lambung adalah perluasan organ berongga besar menyerupai

kantung dalam rongga peritoneum yang terletak diantara esofagus

dan usushalus. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung

bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa.

Lambung terdiri dari antrum kardia (yang menerima esofagus),

fundus besar seperti kubah, badan utama atau korpus dan pylorus

(Price & Wilson, 2006). Makanan masuk ke dalam lambung dari

kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfingter), yang bisa

membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi

masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung

berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik

untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang

melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting : lendir, asam klorida

(HCl), prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir

melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.

Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan

yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung. Asam klorida

menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin

guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga

berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara

membunuh berbagai bakteri.

9
4. Intestinum Tenue

1 2
Keterangan :

1. Duodenum

2. Jejunum

3. Ileum empties into cecum

(large intestine)
3

( A.D.A.M, 2012 )
Intestinum Tenue atau usus halus adalah tempat sebagian besar

pencernaan dan penyerapan berlangsung. Usus halus terbagi menjadi

3 segmen, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Dinding usus kaya

akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserapke hati

melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lender (yang melumasi

isi usus) dan air ( membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan

yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim

yang mencerna protein, gula, dan lemak.

Pertemuan antara ileum dan intestinum crissum adalah sfingter

ileocaecum, yang dikelilingi oleh otot polos yang tebal. Tekanan di

sisi sekum mendorong katup tertutup dan menyebabkan kontraksi

sfingter, mencegah isi kolon yang penuh bakteri untuk mencemari

usus halus yang kaya nutrien. Katup sfingter terbuka dan

memungkinkan isi ileum masuk ke usus besar sebagai respon

10
terhadap tekanan di katup ileum dan hormon gastrin yang

dikeluarkan sewaktu makanan berikutnya masuk ke gaster (Nada

Premawedia, 2017).

5. Intestinum Crassum

Intestinum crissum atau usus besar terdiri dari colon (ascendens,

transversum, dan descendens), caccum, apendiks, dan rectum.

Caecum membentuk kantung buntu di bawah pertemuan antara usus

halus dan usus besar di katup ileocaecum. Terdapat tonjolan kecil

seperti jari di dasar caecum yang disebut apendiks, suatu jaringan

limfoid yang mengandung limfosit. Colon, yang membentuk

sebagian usus besar, tidak bergelung seperti usus halus tetapi terdiri

dari 3 bagian yang relatif lurus. Bagian terakhir colon descendens

yang berbentuk huruf “S” membentuk colon sigmoid dan kemudian

melurus untuk membentuk rectum (Nada Premawedia, 2017).

6. Anus

2 6
3 4 5

( Hedi Sasrawan, 2016 )

11
Keterangan :

1. Rectum 5. Sfingter anal internal

2. Kolom anal 6. Sfingter anal eksternal

3. Anus 7. Pectinate Line

4. Kanalis anal

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana

bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari

permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.

Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sfingter. Feses

dibuang dari tubuh melalui proses defekasi yang merupakan fungsi

utama anus (Nada Premawedia, 2017).

B. Patofisiologi Esophagus

1. Kanker Esophagus

Kanker esofagus merupakan penyakit yang terjadi akibat

pertumbuhan abnormal jaringan epitel pada kerongkongan

(esofagus). Kanker esofagus dapat terjadi di bagian kerongkongan

manapun, namun kondisi ini umumnya terjadi pada bagian bawah.

Terdapat dua jenis kanker esofagus, yaitu kanker sel skuamosa

(squamous cell carcinoma) dan adenokarsinoma. Kanker sel

skuamosa terjadi pada sel berbentuk pipih yang membentuk bagian

permukaan esofagus, sedangkan adenokarsinoma terjadi pada sel

yang menghasilkan mukus untuk melumasi makanan yang

melewati esofagus. Kanker sel skuamosa umumnya terjadi pada

12
bagian atas esofagus sedangkan adenokarsinoma umumnya terjadi

pada bagian bawah esofagus, terutama pada bagian dekat katup

(sphincter) yang membatasi lambung dan esofagus.

2. Spasme Esophagus

Spasme esofagus adalah kontraksi abnormal dari dinding otot

esophagus (tenggorokan) yang sering menyakitkan dan

menyebabkan kesulitan menelan. Kondisi ini sering terlewatkan

karena kontraksi esofagus yang abnormal tidak persisten tetapi

terjadi dalam episode yang mungkin berlalu sebelum perhatian

medis dicari. Penyebab kejang esofagus tidak diketahui tetapi telah

dikaitkan dengan berbagai kondisi medis.

3. Atresia Esophagus

Atresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal

esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind

pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah

perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

Atresia Esophagus adalah kealinan kontinuitas lumen esophagus

dimana bagian distal esophagus sampai kardia tidak mau membuka

sehingga mengganggu aliran makanan (Sudaryat, 2005).

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang

mengakibatkan gangguan kontinuitas esophagus dengan atau tanpa

hubungan persisten dengan trakea (Whaley & Wong, 2010).

Terlihat keadaan pada bagian proksimal dan distal esophagus tidak

13
berhubungan. Atresia esophagus sendiri diklasifikasikan sebagai

berikut :

1. Kalasia

Chalasia ialah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak

dapat menutup secara baik, sehingga menyebabkan

regurgitasi, terutama kalau bayi dibaringkan. Pertolongan :

member makanan dalam posisi tegak, yaitu duduk dalam

kursi khusus. Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada

bagian bawah esophagus (pada persambungan dengan

lambung yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi

sering regurgitasi bila dibaringkan.

2. Akalasia

Ialah kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak

membuka secara baik, sehingga keadaan seperti stenosis

atau atresia. Disebut pula spasmus cardio-oesophagus.

Sebabnya : karena terdapat cartilage trachea yang tumbuh

ektopik dalam esophagus bagian bawah, berbentuk tulang

rawan yang ditemukan secara mikroskopik dalam lapisan

otot.

3. Classification System Gross

Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal

distal adalah tipe yang paling sering terjadi. Varisi anatomi

dari atresia esophagus menggunakan system klasiifikasi

14
gross of bostom yang sudah popular digunakan.System ini

berisi antara lain:

a) Tipe A : Atresia esophagus tanpa fistula ;

atresia esophagus murni (10%)

b) Tipe B : Atresia esophagus dengan TEF

proximal (<1%)

c) Tipe C : Atresia esophagus dengan TEF

distal (85%)

d) Tipe D : Atresia esophagus dengan TEF

proximal dan distal (<1%)

e) Tipe E : TEF tanpa atresia esophagus ;

fistula tipe H (4%)

f) Tipe F : Stenosis esophagus congenital

tanpa atresia (<1%)

4. Hernia Hiatal

Hernia Hiatal adalah penonjolan dari suatu bagian lambung melalui

diafragma, dari posisinya yang normal di dalam perut. Diafragma

adalah lembaran otot yang digunakan untuk bernafas, yang

merupakan pembatas antara dada dan perut. Pada sliding hiatal

hernia, perbatasan antara kerongkongan dan lambung, juga

sebagian dari lambung, yang secara normal berada di bawah

diafragma, menonjol ke atas diagragma. Pada hernia hiatal

paraesofageal, perbatasan antara kerongkongan dan lambung

15
berada dalam tempat yang normal yaitu di bawah diafragma, tetapi

bagian dari lambung ada yang terdorong ke atas diafragma dan

terletak di samping kerongkongan. Hernia hiatal sering terjadi,

terutama pada usia diatas 50 tahun. Akibat dari kelainan ini bisa

terjadi regurgitasi asam lambung.Penyebab hernia hiatal biasanya

tidak diketahui, tetapi bisa terjadi karena adanya kelamahan pada

jaringan penyokong.Peninggian tekanan intraabdomen akan

mendorong lemak preperitoneal kedalam kanalis fenoralis yang

akan menjadi pembuka jalan terjadimnya hernia.

Faktor penyebab lainnya adalah kehamilan multirasa, obesitas dan

degerasi jaringan ikat karena usia lanjut.

5. Karsinoma Esophagus

Karsinoma esofagus secara umum merupakan tumor yang sangat

agresif dengan prognosis yang buruk. Biasanya tumor ini

ditemukan dalam stadium lanjut dimana penyembuhan sudah sulit

dilakukan, dengan kemajuan dibidang endoskopi dan teknik

pencitraan, tumor esofagus dapat ditemukan sejak dini, sehingga

dapat dilakukan tindakan kuratif. Reseksi esofagus masih

merupakan pilihan utama penanganan karsinoma esophagus

16
C. Prosedur Pemeriksaan Chest dan Abdomen Pediatric

1. Persiapan Pemeriksaan

 Persiapan Alat dan Bahan

a) Pesawat sinar-x

b) Kaset/IP ukuran 24x30

c) Alat untuk fiksasi (lihat lampiran 2)

d) Processing film

e) Marker

f) Apron untuk orang tua yang mendampingi anak saat

pemeriksaan

 Persiapan Pasien

Untuk pemeriksaan chest dan abdomen pediatric tidak ada

persiapan khusus, cukup dengan pemberian alat fiksasi yang sesuai

guna mengirangi mobilisasi dari objek yang akan difoto. Untuk

pasien BALITA dapat meminta tolong orang tuanya untuk

mendampingi anak dan membantu fiksasi anak agar mobilisasi

objek yang akan difoto dapat berkurang.

2. Indikasi Pemeriksaan

 Chest

a. Asthma

b. Atelectasis

c. Bronchiectasis

d. Cystic Fibrosis

17
e. Epiglottitis

f. Pneumothorax

g. Pneumonia

h. Neoplasia

 Abdomen

a. Atresia/clausura

b. Celiac disease

c. Hematuria

d. Hepatitis

e. Hepatomegaly

f. Horseshoe kidney

g. IBD (Inflammatory Bowel Disease)

h. Tumors

3. Teknik Pemeriksaan

Chest Pediatric

Proyeksi basic pada chest pediatric adalah AP/PA dan Lateral.

Proyeksi tersebut mampu menampakkan patologi yang terdapat

dalam pulmo, diafragma, bony of thorax, trachea, air-fluid

levels, dan mediastinum. Pada pemeriksaan chest pediatric,

sebaiknya pasien berdiri jika usianya telah mencukupi.

18
1) Proyeksi AP (Supine)

 Posisi Pasien :

1. Pasien supine di atas kaset, tangan

diletakkan ke atas dan difiksasi agar

gambaran scapula tidak masuk ke lapangan

paru-paru

2. Kaki diluruskan dan difiksasi untuk

menghindari rotasi pada pelvis

Untuk pasien yang didampingi orang tua :

 Orang tua diminta untuk melepaskan baju

anak

 Orang tua mengenakan apron sebagai

proteksi radiasi

 Pasien diletakkan di atas IR

 Orang tua memegang kedua tangan anak

dan meletakkan di atas kepala dengan

menggunakan salah satu tangan, sedangkan

tangan yang lain digunakan untuk

memegang bagian paha anak.

 Orang tua berada di posisi yang tidak

menghalangi pandangan radiografer ke

pasien saat eksposi berlangsung

19
 Posisi Objek :

 Objek yang diperiksa berada di pertengahan

IR, and batas atas kaset 5 cm di atas bahu.

 Objek tidak mengalami rotasi

( Bontrager, 2005 )

( Bontrager, 2005 )

 Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus

 Central Point (CP) : MSP, setinggi T7

 FFD : 127-212cm

20
2) PA-Erect dengan Pigg-O-Stat

 Posisi Pasien :

a. Pasien duduk di kursi pada Pigg-O-Stat

b. Kedua tangan diangkat ke atas

( Bontrager, 2005 )

( Bontrager, 2005 )
 Posisi Objek :

 Objek berada di pertengahan kaset

 Tidak ada rotasi objek

21
 Batas atas IR 2,5 cm di atas bahu

 CR : Horisontal tegak lurus IR

 CP : MSP, setinggi angulus inferior scapula

 FFD : 180 cm

Kriteria Radiograf :

( Bontrager, 2005 )

 Apex paru dan sinus costophrenicus tak terpotong

 Tampak udara mengisi trakea

 Tidak ada rotasi pada objek

 Dagu tidak superposisi dengan apex paru

 Full inspirasi ditandai dengan diafragma tampak

berada pada costae posterior 9-10

22
3) Proyeksi Lateral

 Posisi Pasien :

a. Pasien recumbent ke arah kiri

b. Tangan diletakkan di atas kepala agar

tangan tidak menutupi lapangan paru

c. Jika menggunakan Tam-em board, posisi

pasien seperti pada posisi AP namun arah

sinar diubah menjadi horizontal dan IR

diletakkan di samping tubuh pasien

( Bontrager, 2005 )

( Bontrager, 2005 )

23
 CR : Vertical tegak lurus

 CP : MCP, setinggi mammillary line

 FFD : 127-212 cm

Kriteria Radiograf :

 Apex paru dan sinus costophrenicus tidak terpotong

 Costae posterior dan sinus costophrenicus

superposisi

 Tidak ada rotasi

( Bontrager, 2005 )

Abdomen Pediatric

Proyeksi basic untuk pemeriksaan abdomen pediatric adalah

AP. Proyeksi ini digunakan untuk mengevaluasi gas patterns,

soft tissue, kalsifikasi, dan anomaly

24
1) Proyeksi AP-Supine

 Posisi Pasien :

1. Pasien supine di atas IR

2. Pasien di fiksasi menggunakan soft

flexible sandbag dan compression band

untuk mengurangi mobilisasi

3. Untuk bayi : Posisikan tangan menjauhi

tubuh, dan letakkan soft flexible sandbag

di atas dan dibawah knee untuk

mengurangi mobilisasi pada bagian kaki

( Bontrager, 2005 )

 CR : vertical tegak lurus

 CP : 1 inch di atas umbilicus

 FFD : 102 cm

25
Kriteria Radiografi :

 Tampak soft tissue dan gas mengisi lambung dan usus

 Vertebrae tampak di tengah

 Tidak ada rotasi, ditandai dengan : pelvis, hip, dan

lower rib simetris

( Bontrager, 2005 )

26
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Riwayat Kasus

Pada tanggal 1 Oktober 2018 pasien dibawa ke instalasi radiologi RS.

Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi dengan keluhan ketika diberi ASI

pasien tidak dapat menelan ASI tersebut. Pasien datang ke Instalasi

Radiologi bersama perawat Rumah Sakit yang membawakan surat

permintaan pemeriksaan secara radiologi dari dokter yang memeriksa.

2. Identitas Pasien

 Nama : By Ny. W

 Umur : 0 th

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Alamat : Jangkungharjo

 No. RM : 546XXX

 Diagnosa : Atresia Esophagus

 Permintaan Foto : BNO

 Dokter : dr.Dwi Hastuti SpA

 Dokter Radiologi : dr. Kristina Puji, Sp.Rad

 Ruang : Peristi

 Nomor Foto : 9350

27
3. Riwayat Klinis

Pasien yang berumur 0 th dengan BB 1 kg mengalami gangguan

ketika hendak menelan ASI. Perawat yang menangani pasien tersebut

mengatakan bahwa setiap kali hendak diberi ASI, pasien selalu

memuntahkan kembali ASI tersebut sehingga dokter melakukan

pemeriksaan kepada pasien tersebut dan mendiagnosa bahwa terdapat

kelainan pada bagian esophagus.

4. Prosedur Pemeriksaan

 Persiapan Pasien

Pada pemeriksaan BNO babygram dengan klinis atresia

esophagus di RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi pasien

dipasang oesophagogastric tube dari mulut sampai ke bagian

yang tersumbat kemudian diberi fiksasi untuk mengetahui

dimana letak sumbatan pada esophagus.

 Persiapan Alat dan Bahan :

1. Pesawat sinar-X dengan spesifikasi :

Merk : Toshiba

Model : MDL DC-12 MB-1

Kapasitas : 150 kV, 500 mA, 3,2 second

2. Kaset ukuran 24x30 cm

3. Alat untuk fiksasi (tape)

4. Marker R/L

5. Processing film

28
 Proyeksi AP

 Posisi Pasien :

1. Pasien supine di atas kaset

2. Bagian tangan dan kaki pasien diberi tape/perekat

agar tangan pasien tidak menghalangi bagian dada

pasien yang akan difoto

 Posisi Objek :

Bagian tubuh yang diperiksa berada di pertengahan kaset

 Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus

 Central Point (CP) : Pada MSP, diantara

proc. xyphoideus dan umbilikus

 FFD : 112 cm

 Faktor Eksposi : 40 kV, 5 mAs

 Kaset : 24x30 dipasang membujur

 Hasil Radiograf

( RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi, 2018 )


29
 Hasil Baca :

 Foto Babygram

 Foto Thorax AP (supine)

 Cor : Besar dan bentuk kesan normal

 Pulmo : Tidak tampak infiltrate di kedua

lapang paru, corakkan bronkovaskuler

normal

 Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam

 Diaphragma kanan kiri normal

 Trakhea di tengah

 Sistema tulang baik

 Tampak terpasang oesophagogastric tube

dengan tip distal terproyeksi di corpus VTh3

 Foto Abdomen

 Tidak tampak gambaran udara usus di

cavum abdomen dan pelvis

 Bayangan hepar dan lien, ginjal kanan kiri

tidak tampak jelas

 Psoas shadow kanan kiri simetris

 Corpus, pedicle, dan spatium intervertebralis

tampak baik

30
 Kesimpulan :

Non visualized udara usus di cavum abdomen dan

pelvis disertai gambaran tip distal oesophagogastric

tube terproyeksi di corpus VTh3, menyokong

gambaran atresia esophagus.

B. Pembahasan

Secara teori untuk pemeriksaan pediatric/babygram untuk bagian thorax

dan abdomen merupakan pemeriksan yang terpisah (tidak digabung

menjadi 1) dengan minimal 2 proyeksi, namun pemeriksaan babygram di

RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi digabung menjadi 1 pemeriksaan

dengan 1 proyeksi, yaitu anterior-posterior dengan luas kolimasi dari leher

hingga symphysis pubis. Hal tersebut dilakukan karena objek yang akan di

foto kecil dan juga untuk kasus atresia esophagus dengan permintaan foto

BNO ini dicurigai sumbatan terjadi di sekitar esophagus (C5-T11), serta

alasan dilakukan 1 proyeksi saja adalah karena menurut radiografer

dengan 1 proyeksi saja sudah memberikan informasi yang cukup untuk

menegakkan diagnosa dan juga hal tersebut digunakan sebagai upaya

untuk mengurangi dosis radiasi yang akan diterima pasien.

Setelah dilakukan foto dengan teknik tersebut, memang benar bahwa

dengan 1 proyeksi (anterior posterior) dan 1 kali foto dengan membuka

lapangan kolimasi dari leher hingga crista iliaka sudah dapat menegakkan

diagnosa atresia esophagus serta mengurangi dosis yang diterima oleh

pasien.

31
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Teknik pemeriksaan babygram pada kasus atresia esophagus di RS.

Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi dilakukan dengan pemasangan

oesophagogastric tube dari mulut sampai ke bagian yang tersumbat

kemudian diberi fiksasi terlebih dahulu kemudian dilakukan foto

thorax-abdomen (membuka kolimasi dari leher hingga crista iliac) dan

hanya menggunakan proyeksi AP.

2. teknik pemeriksaan babygram dengan klinis atresia esophagus di

instalasi radiologi RS. Panti Rahayu YAKKUM Purwodadi sudah

sudah efektif dan informatif untuk menegakkan diagnosa atresia

esophagus .

B. Saran

Kolimasi sebaiknya lebih diminimalkan agar dosis yang diterima pasien

tak berlebihan, serta fiksasi dan persiapan pasien lebih diperhatikan untuk

pemeriksaan babygram agar tak terjadi pengulangan foto yang dapat

meningkatkan dosis radiasi yang diterima pasien.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager, Kennet. 2010. Textbook of Radiographic Positioning and Related

Anatomy, Seventh Edition, The Mosby Compony Saint Lousi.

Bontrager, Kennet. 2005. Textbook of Radiographic Positioning and Related

Anatomy, Six Edition, The Mosby Compony Saint Lousi.

Donna L Wong. 2010. Keperawatan Pediatric Buku Kedokteran. Jakarta : egc

http://www.academia.edu/31054249/LI_Struktur_Anatomi_Sistem_Digestivus_da

n_Struktur_Dinding_Abdomen.

Diakses pada tanggal 15 Oktober 2018 pukul 21.12.

http://krisboedda.blogspot.com/2015/08/askep-anak-laporan-pendahuluan-atresia-

esophagus.html. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2018 pukul 21.20

33
LAMPIRAN

Lampiran 1. Form permintaan foto

34
Lampiran 2. Alat-alat untuk fiksasi (Bontranger 6th edition)

35
36

Anda mungkin juga menyukai