CHA

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 106

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT


PUSKESMAS PURWOJATI

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU


DI DESA KALITAPEN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOJATI
KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2019

Disusun Oleh:

Farhan Ichsan G1A015083


Intan Mawaridhatul Ulla G1A014007

Perseptor Fakultas : dr. Dwi Arini Ernawati, MPH


Perseptor Lapangan : dr. Suripto

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2019
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................ 3
C. Manfaat .......................................................................................... 3
II. ANALISIS SITUASI .......................................................................... 5
A. Gambaran Umum ........................................................................ 5
B. Capaian program dan Derajat Kesehatan Masyarakat ............ 9
III. IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH .......................... 20
A. Daftar Permasalahan Kesehatan ............................................... 20
B. Penentuan Prioritas Masalah .................................................... 20
IV. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 26
A. Definisi ......................................................................................... 26
B. Etiologi dan Faktor Risiko ......................................................... 26
C. Klasifikasi .................................................................................... 29
D. Patogenesis ................................................................................... 32
E. Penegakan Diagnosis .................................................................. 36
F. Penatalaksanaan ......................................................................... 38
G. Kerangka Teori ........................................................................... 46
H. Kerangka Konsep ....................................................................... 47
V. METODE PENELITIAN ................................................................. 48
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 48
B. Populasi dan Sampel................................................................... 48
C. Variabel Penelitian ..................................................................... 50
D. Definisi Operasional ................................................................... 51
E. Instrumen Penelitian .................................................................. 53
F. Rencana Analisis Data ................................................................ 54
G. Waktu dan Tempat ..................................................................... 54
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 55
A. Hasil.............................................................................................. 55
B. Pembahasan ................................................................................. 60
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH ................................. 64
A. Penentuan Alternatif Terpilih ................................................... 64
VIII. RENCANA KEGIATAN.................................................................. 66
IX. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN ............................................ 69
X. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 74

LAMPIRAN ................................................................................................ 76
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes, 2018). TB merupakan salah satu dari
10 penyebab kematian tertinggi di dunia. Pada tahun 2017, diperkirakan
terdapat 1,3 juta kematian akibat TB, serta 300 ribu kematian akibat TB pada
orang yang terkena HIV. Pada tahun 2017, diestimasikan sebanyak 10 juta
orang baru yang terkena penyakit TB, hampir 90% dari kasus tersebut
merupakan orang dewasa yang terkena TB. Indonesia merupakan negara
dengan jumlah kasus baru terbanyak ketiga setelah India dan China (WHO,
2018).
Pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 425.089
kasus, meningkatbila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan
pada tahun 2016 yang sebesar 360.565kasus. Jumlah kasus tertinggi yang
dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besaryaitu Jawa
Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi
tersebut sebesar43% dari jumlah seluruh kasus tuberkulosis di Indonesia
(Kemenkes, 2018).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menjadi target Standar
Pelayanan Minimal kesehatan di Kabupaten dan Kota, sehingga semua pasien
TB bisa mendapatkan pelayanan TB sesuai standar (Permenkes No. 43 tahun
2016). Selain itu, tuberkulosis juga menjadi salah satu dari 12 indikator utama
sebagai penanda status kesehatan sebuah keluarga (pasal 3), Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga (Permenkes No. 39 tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat).
Penemuan kasus baru TB BTA positif di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun2017adalahsebesar20.868 kasuspenduduk. Penemuan kasus baru TB BTA
positif tertinggi adalah di Kota Semarang dengan total 1.327 kasus.
Banyumasmenempatiurutan ke-4 dengan jumlah 1.076 kasus (Dinas Kesehatan
Jawa Tengah, 2017).

1
Puskesmas Purwojati merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten
Banyumas Provinsi Jawa Tengah yang menaungi 10 desa. Angka notifikasi
kasus/case notification rate (CNR) di Puskesmas Purwojati pada tahun 2018
sebesar 68,02% dari target 100%. Penemuan kasus TB di wilayah kerja
Puskesmas Purwojati pada tahun 2018 adalah 62 kasus. Jumlah pasien tertinggi
yang didiagnosis TB adalah di Desa Kalitapen yaitu sebanyak 17 orang dari
total pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Purwojati.
Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis antara lain
lingkungan rumah yang tidak sehat, perilaku penderita dan keluarga yang
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), status gizi, tingkat sosial
ekonomi,dan kondisi sistem imun yang lemah, (Nurhidayah et al., 2007;
Narasimhanet al., 2013). Riwayat kontak dengan pasien TB juga merupakan
salah satu faktor resiko. Percikan dahak yang dikeluarkan oleh pasien TB
merupakan sumber penularan. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah
65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%,
sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah
17% (Kemenkes, 2014).
Penanggulangan TB dengan pengobatan saja tidak memberikan hasil
maksimal tanpa mengendalikan faktor risiko lingkungan dan perilaku karena
faktor lingkungan dan perilaku memiliki pengaruh yang paling besar terhadap
penularan TB. Faktor risiko perilaku/kebiasaaan sehari-hari yang dapat
mempengaruhi terjadinya penularan/penyebaran penyakit TB yaitu kebiasaan
tidur penderita TB bersama-sama dengan anggota keluarga, tidak menjemur
kasur secara berkala, membuang dahak di sembarang tempat, tidak pernah
membukajendelakamartidurdanruanganrumah,tidakpernahmembersihkan lantai
serta kebiasaan merokok. Faktor risiko lingkungan yang mempengaruhi
penularanpenyakitTBadalahkepadatanhunianruangtidur, luasjendelayang tidak
memenuhi syarat kesehatan, lantai lembab (lantai tanah) (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul
penelitian tentang Analisis Faktor Risiko Terhadap Kejadian Tuberkulosis di
Desa Kalitapen Wilayah Kerja Puskesmas Purwojati Kabupaten Banyumas.

2
B. Tujuan Penelitian
1. TujuanUmum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di
Desa Kalitapen wilayah kerja Puskesmas Purwojati Kabupaten Banyumas.
2. TujuanKhusus
a. MengetahuiangkakejadianTuberkulosisdiDesa Kalitapen wilayahkerja
Puskesmas Purwojati.
b. Menentukan faktor risiko Tuberkulosis di Desa Kalitapen wilayah kerja
Puskesmas Purwojati.
c. Mencari alternatif pemecahan masalah Tuberkulosis di Desa Kalitapen
wilayah kerja Puskesmas Purwojati.
d. MelakukanintervensiterhadappenyebabmasalahTuberkulosisuntuk
mengatasi masalah kesehatan diDesa Kalitapen wilayah kerja Puskesmas
Purwojati.

C. Manfaat Penelitian
1. ManfaatTeoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan, khususnya
pada penyakitTuberkulosis.
b. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
permasalahan kesehatan yang terjadi di Desa Kalitapen wilayah kerja
Puskesmas Purwojati.
2. ManfaatPraktis
a. Bagimahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah kesehatan
di Desa Kalitapen wilayah kerja Puskesmas Purwojati.
b. Bagi masyarakatdesa
Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, dan
rehabilitatif)kepadamasyarakatuntukpenelitiankhususnyaberkaitan
denganTuberkulosis.
c. Bagi instansiterkait

3
Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah Tuberkulosis
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan
kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah.
d. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas JenderalSoedirman
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam penelitian selanjutnya.

4
II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum
1. Keadaan geografis
Kecamatan Purwojati merupakan salah satu dari 27 kecamatan yang
ada di Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah kurang lebih 3.786 km2
terbagi dalam 10 desa dengan jumlah penduduk 41.166 jiwa, dengan
perician 20.995 jiwa penduduk laki-laki dan 20.171 jiwa penduduk
perempuan serta 12.188 rumah tangga/ KK.
Dari 10 desa yang paling luas adala\h desa Karang talun kidul dengan
luas wilayah kurang lebih 540 km2 sedangkan desa Karang talun Lor
merupakan desa yang paling sempit dengan luas wilayah kuarng lebih 167
km 2 .
Wilayah Kecamatan Purwojati berbatasan dengan wilayah Kecamatan
lain yaitu :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cilongok

Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Jatilawang

Sebelah barat erbatasan dengan Kecamatan Wangon

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Rawalo.

Luas penggunaan lahan Di Kecamatan Purwojati dapat diperinci sebagai


berikut :

Tanah pekarangan : 806,16 Ha

Tanah tegalan : 1.418,81 Ha

Hutan Negara : 437,360 Ha

Tanah Bengkok/ Kas desa : 223,228 Ha

Tanah kolam : 12.10 Ha

Lain-lain : 106,574 Ha

5
Gambar 2.1 Peta Kecamatan Purwojati
Sumber: Profil Puskesmas Purwojati Tahun 2018

2. Keadaan demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Sesuai data yang diperoleh dari kantor Kecamatan Purwojati bahwa
jumlah penduduk Kecamatan Purwojati pada tahun 2018 adalah 41.166
jiwa.
Desa dengan jumalah penduduk tertinggi adalah Desa Karang talun
Kidul dengan jumlah penduduk sebesar6.568 jiwa sedangkan Desa
dengan jumlah penduduk terendah adalah Klapasawit dengan jumlah
penduduk sebesar 1.814 jiwa
Apabila kita bandingkan dengan luas wilayah maka desa dengan
kepadatan penduduk tertinggi adalah Desa KarangtalunLor dengan
Kepadatan penduduk sebesar 14,78 Km 2 .
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk Kecamatan Purwojati pada Tahun 2018
adalah sekitar 11/ Km2, dengan tingkat kepadatan tertinggi adalah Desa

6
Karang talun Lor sebesar 14,78 Km2sedangkan Desa Kaliputih dengan
Kepadatan terendah sebesar 7,46 Km2.
c. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Kecamatan Purwojaati terdiri dari
petani, pekebun, pedagang, mengurus rumah tangga, PNS, TNI, POLRI,
Buruh, karyawan swasta, wiraswasta dan pelajar/ mahasiswa.
3. Petugas kesehatan
PuskesmasPurwojatimemilikikaryawan dan karyawatisebanyak 48 orang
Terdiridari
a. KepalaPuskesmas
b. Ka Tu dan Staf
c. Dokterumum3 orang
d. Doktergigi 1 orang
e. Bidan 18 orang
f. Perawat 10 orang
g. Nutrisionist 1 orang
h. Sanitarian 1 orang
i. Apoteker 1 orang
j. PetugasPromkes 2 orang
k. AnalisKesehatan 1 orang
l. Perawatgigi 1 orang
m. Akuntansi 1 orang
n. RekamMedis 1 orang
o. Cleaning service 2 orang
a. Tenaga Medis
Tenaga medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam
wilayah Puskesmas Purwojati ada 4 (empat) orang, yaitu tiga dokter
umum dan satu dokter gigi yang bekerja di Puskesmas Purwojati,
sedangkan dokter spesialis belum ada. Menurut standar Peraturan
Menteri Kesehatan no. 75 tahun 2014, puskesmas kawasan perkotaan

7
rawat inap minimal memiliki 2 dokter dan 1 dokter gigi sehingga
Puskesmas Purwojati sudah memenuhi standar ketenagaan puskesmas.
b. Tenaga Farmasi
Tenaga farmasi pada Puskesmas Purwojati sebanyak 2 (dua) orang.
Menurut standar Peraturan Menteri Kesehatan no. 75 tahun 2014
puskesmas kawasan perkotaan rawat inap minimal memiliki 2 tenaga
kefarmasian sehingga Puskesmas Purwojati sudah memenuhi standar
ketenagaan puskesmas.
c. Tenaga Bidan
Tenaga kebidanan di Puskesmas Purwojati jumlahnya 18 orang.
Menurut standar Menteri Kesehatan no. 75 tahun 2014, puskesmas
kawasan perkotaan rawat inap minimal memiliki 7 bidan sehingga
Puskesmas Purwojati sudah memenuhi standar ketenagaan puskesmas.
d. Tenaga Perawat
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas Purwojati
jumlahnya ada 11 orang. Standar Peraturan Menteri Kesehatan no. 75
tahun 2014, puskesmas kawasan perkotaan rawat inap minimal memiliki
8 perawat sehingga Puskesmas Purwojati sudah memenuhi standar
ketenagaan puskesmas.
e. Tenaga Gizi
Tenaga gizi di Puskesmas Purwojati jumlahnya 2 orang. Standar
Peraturan Menteri Kesehatan no. 75 tahun 2014, puskesmas kawasan
perkotaan rawat inap minimal memiliki 2 tenaga gizi sehingga
Puskesmas Purwojati sudah memenuhi standar ketenagaan puskesmas.
f. Tenaga Kesehatan Lingkungan
Tenaga kesehatan lingkungan ada 1 (satu) orang. Standar Peraturan
Menteri Kesehatan no. 75 tahun 2014, puskesmas kawasan perkotaan
rawat inap minimal memiliki 1 tenaga kesehatan lingkungan sehingga
Puskesmas Purwojati sudah memenuhi standar ketenagaan puskesmas.

8
B. Capaian program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
1. Angka Kematian
Kejadian kematian di dalam masyarakat dapat dilihat sebagai
gambaran derajat kesehatan, selain itu juga dapat digunakan sebagai
indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program
pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian umumnya dapat dihitung
dengan melakukan survey.
a. Angka Kematian bayi
Angka kematian bayi (0-12 bulan) dapat menggambarkan tingkat
permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor
penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu
hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi
lingkungan sosial ekonomi.
Apabila angka kematian bayi disuatu wilayah tinggi maka dapat
dikatakan bahwa status kesehatan di wilayah tersebut rendah.Tingginya
angka kematian bayi disebabkan oleh masih rendahnya akses dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu dan anak serta perilaku ibu hamil dan keluarga
serta masyarakat yang belum mendukung perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
Berdasarkan laporan dari pngelola program KIA sebagaimana yang
tercantum pada tabel 5 lampiran profil kesehatan ini, di Kecamatn
Purwojati masih ada 4 kasus kematian bayi pada Tahun 2018 yaitu Di
Gerduren, KarangtalunKidul, Kaliputih dan Kalitapen.
b. Angka Kematian Ibu
Guna menekan Angka Kematian Ibu (AKI) telah dicanangkan
trategi ANC terintegarsi, optimalisasi SDM bidan, K1,K2,P4K dengan
stiker dan deteksi resiko tinggi. Berdasarkan laporan pemegang program
KIA Puskesmas Purwojati sesuai pada tabel 6 lampiran Profil Kesahatan
tidak ada kasus kematian ibu pada tahun 2018.
c. Angka Kematian Balita

9
Angka Kematian balita menggambarkan tingkat permasalahan
kesehatan anak balita, tingkat pelayanan KIA, tingkat keberhasilan
Program KIA dan kondisi lingkungan.
Upaya yang dilakukan untuk menekan angaka kematian Balita
adalah pengembangan upaya kesehatan bersumber daya mayarakat
seperti Pos pelayanan Terpadu (Posyandu), penanggulangan kurang
energi, pendidikan gizi, penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar,
serta pencegahan dan pemberantasan penyakit melalui surveilans dan
imunisasi.Angkakematianbalitasebanyak 2 kasusyaitu di DesaPurwojati
2. Angka Kesakitan
a. Acute Flaccid Paralissis (AFP)
AFP adalah program pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan
yang terjadi secara mendadak dan sifat flaccid/ layu. Kecamatan purwojati
pada Tahun 2018 berdasarkan laporan pemegang program penyakit polio
tidak ditemukan adanya kasus polio.
b. TB paru BTA(+)
Kegagalan pengobatan TB sebagian besar karena pasien berobat secara
tidak teratur, sehingga menimbulkan kasus MDR maupun XDR.Untuk
mengatasi kegagalan pengobatan TB dilakukan dengan strategi DOT yang
dimulai sejak tahun 1995,menurut penegang program TB paru Puskesmas
purwojati pada tahun 2018 ditemukan penderita BTA (+) sebanyak 62 kasus
a. Gerduren sebanyak 6 kasus
b. Karangtalun Kidul sebanyak 13 kasus
c. Kaliurip Sebanyak 3 kasus
d. Karang talun Lor sebanyak 3 kasus
e. Purwojati sebanyak 12 kasus
f. Klapasawit sebanyak 2 kasus
g. Karangmangu sebanyak 4 kasus
h. Kaliputih Sebanyak 0 kasus
i. Kaliwangi sebanyak 2 kasus
j. Kalitapen sebanyak 17 kasus

10
Tren Penemuan Kasus TB Paru
80
60
40
20
0
2015 2016 2017 2018

Kasus TB

Gambar 2.2Tren Penemuan Kasus TB Paru


Sumber: Profil Puskesmas Purwojati Tahun 2018
c. Balita Dengan Pneumonia ditangani.
Pneumonia pada anak bisa sangat berbahaya dan menyebabkan
kematian. Bahkan badan Kesehatan dunia (WHO) menyebutkan jika
penyakit pneumonia adalah penyebab 16 % kematian balita pada tahun
2015.
Cakupan penemuan penderita Pneumonia balita adalah penemuan dan
tata laksana penderita pneumonia yang mendapat antibiotik sesuai
standar,berdasarkan hasil laporan pemegang program pneumonia Puskesmas
Purwojati terdapat 14 kasus penderita pneumonia pada Tahun 2018.
d. HIV/ AIDS
Di Kecamatan Purwojati pada Tahun 2018 ditemukan adanya kasus
HIV/ AIDSsebanyak 2
e. Diare
Berdasakan data yang diperoleh dari pemegang program penyakit diare
di Puskesmas Purwojati terdapat kasus diare sebanyak 652 kasus. dari
semua kasus tersebut sudah ditangani oleh Puskesmas Purwojati dan PKD di
wilayah masing-masing.
f. Penderita Kusta
Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan
masalah yang kmplek. Berdasarkan data yang diperoleh dari pemegang

11
program kusta di Puskesmas Purwojati ditemukan kasus kusta sebanyak 1
kasus pada tahun 2018.Untukkasuskustasudahmencapai target karena
minimal 1 tahunada 2 kasus.

g. Angka Kesakitan Malaria


Berdasarkan data yang diperoleh tidak ditemukan adanya kasus malaria
di wilayah kerja Puskesmas Purwojati pada Tahun 2018.
h. Filariasis
Berdasarkan data yang diperoleh tidak ditemukan adanya kasus
Filariasis di wilayah kerja Puskesmas Purwojati pada Tahun 2018.
3. Angka Status Gizi Masyarakat
a. Kunjungan Neonatus
Kunjungan Neonatus adalah kunjungan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan ke rumah ibu bersalin untuk memantau dan meberikan pelayanan
kesehatan ibu dan bayinya. Berdasarkan data yang diperoleh Puskesmas
Purwojati pada tahun 2018 sudah melaksanakan kunjungan neonatus 100%.
b. Kunjungan Bayi
Kunjungan bayi adalah bayi yang mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar oleh tenaga kesehatan,paling sedikit 4 kali diluar kunjungan
neonatus.
Cakupan kunjungan bayi di Puskesmas Purwojati sebesar 100 % pada
Tahun 2018.
c. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram. Penyebab terjadinya BBLR antara lain karena anemia pada ibu hamil,
kurang gizi dalam kandungan ataupun lahir kurang bulan. Berdasarkan data
yang diperoleh Di Puskesmas Purwojati terdapat BBLR sebanyak 21 anak
pada Tahun 2018.
d. Pemantauan Gizi Buruk
Kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana
kegiatan yang jelas sehingga dapat memberikan hasil yang optimal.

12
Berdasarkan data yang diperoleh telah ditemukan kasus gizi buruk
sebanyak 2 anak pada Tahun 2018.
4. Pelayanan Kesehatan Dasar
Pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. pemberian
pelayanan kesehatan dasr yang cepat dan tepat diharapkan dapat mengatasi
berbagai maslah kesehatan masyarakat yang ada di wilayah Puskesmas
Purwojati meliputi:
a. Pelayanan Kesehatan Ibu
Gangguan Kesehatan seorang ibu apalagi yang sedang hamil dapat
berpengaruh terhadap janin yang ada di kandungannya hingga
kelahiran,pertumbuhan bayi dan masa perkembangan anak. pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas Purwojati sebagai fasilitas
kesehatan yang ada di Kecamatan Purwojati meliputi :
1) Cakupan Kunjungan Ibu Hamil
Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang
mencakup minimal. Cakupan kunjungan Ibu Hamil Di Kecamatan
Purwojati Tahun 2018 adalah 562 kunjungan.
Kunjungan ini mencakup :
1) Timbangan badan dan ukur tinggi badan
2) Ukur tekanan darah
3) Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian tetanus toxoid
4) Ukuran tinggi fundus uteri
5) Pemberian tablet Fe
6) Tes Hb dan urine serta HbSAg dan HIV
2) Persalinan ditolong tenaga kesehatan
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir
sebagian besar terjadi pada masa sekitar persalinan. Jumlah ibu hamil
yang di tolong tenaga kesehatan pada Tahun 2018 adalah 502 orang.
3) Pelayanan ibu nifas

13
Masa nifas biasanya berpeluang terjadinya kematian ibu
maternal. Jumlah ibu niifas yang mendapat pelayanan kesehatan
sebanyak 502 orang.
Kunjungan kepada ibu nifas biasanya dilakukan bersama dengan
kunjungan neonatus oleh tenaga kesehatan. Pelayanan ibu nifas yang
dilakukan meliputi:
a) Pemberian Vitamin A dosis ibu tinggi ibu nifas
b) Pemeriksaan kesehatan pasca persalinan yaitu keluar cairan
berbau dari jalan lahir.
c) Ibu hamil mendapat tablet Fe.
Jumlah ibu nifas yang mendapat tablet Fe adalah 562 orang.
4) Pelayanan Keluarga Berencana
a) Peserta KB Baru
Adalah Pasangan usia subur yang baru pertama kali
menggunakan salah satu cara/ alat kontrasepsi atau pasangan usia
subur (PUS) yang menggunakan kembali salah satu cara/ alat
kontrasepsi setelah berakhir masa kehamilannya. Jumlah pasangan
usia subur (PUS) pada Tahun 2018 adalah 6442 orang.
Peserta KB baru sebanyak 2.358 orang dengan menggunakan
alat kontrasepsi sebagai berikut :
i. MKJP sebanyak 1.796
ii. Non MKJP sebanyak 562
b) Peserta KB Aktif
Peserta KB aktif adalah akseptor yang pada saat ini memakai
kontrasepsi. Cakupan pesrta KB aktif Kecamatan Purwojati Tahun
2018 sebesar 2.254 terdiri dari :
i. MKJP sebanyak 277
ii. Non MKJP sebanyak1.977
c) Pelayanan Imunisasi
i. Desa yang mencapai UCI

14
Pencapaian desa UCI pada Tahun 2018 Di Kecamatan
Purwojati mencapai 100%. Kegiatan imunisasi rutin meliputi
pemberian imunisasi pada bayi umur 0-1 tahun yaitu BCG,
DPT,POLIO,CAMPAK dan HB.
ii. Cakupan Imunisasi Bayi
Tujuan Imunisasi bayi untuk menurunkan Angka
Kematian Bayi serta anak balita melalui program rutin maupun
program tambahan/ suplemen untuk penyakit-penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi. Cakupan Imunisasi dasar
lengkap pada Tahun 2018 mencapai .606
5. Pelayanan Kesehatan Rujukan Dan Penunjang
a. Komplikasi Kebidanan
Komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin
dan ibu yang dapat mengancam jiwa ibu dan atau bayi.Komplikasi dalam
kehamilan antara lain :
1) Abortus
2) Hipermesis
3) Gravidam
4) Perdarahan per vaginan
5) hipertensi
6) Kehamilan lewat waktu
7) Ketuban pecah dini
Komplikasi dalam persalinan antara lain :
1) Kelainan letak/ presentasi janin
2) Partus macet/ distosia
3) Hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsia, Eklampsia)
4) Perdarahan pasca persalinan
5) Kontraksi dini/ persalinan prematur
6) Kehamilan ganda
Komplikasi dalam nifas :
1) Hipertensi dalam kehamilan

15
2) infeksi nifas
3) Perdarahan nifas
b. Neonatus dengan komplikasi
Neonatus dengan komplikasi yang ditangani adalah neonatus
komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih ,
dokter, bidan di sarana pelayanan kesehatan. Pada tahun 2018 tidak
terjadikomplikasikarenasemuasudahtertangani.

6. Pembinaan Lingkungan Dan Sanitasi Dasar


Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat
kesehatan. Tujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih
sehat.Kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi :
a. Penyediaan sarana Air Bersih dan Sanitasi dasar
1) Akses sarana air bersih
Sarana air bersih yang diguanakan masyarakat Kecamatan Purwojati
adalah PDAM, dan sumur gali.
2) Sanitasi dasar
Sanitasi dasar yang harus di miliki keluarga meliputi persediaan air
bersih, jamban, tempat sampah dan pengelolaan limbah.
b. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
1) Pengawasan institusi
Kegiatan yang dilakukan dalam meningkatkan kesehatan lingkungan
di institusi adalah :
i. Pengendalian faktor resiko lingkungan institusi terhadap penyakit
berbasis lingkungan.
ii. Pembinaan kesehatan lingkungan (sekolah dan pondok pesantren)
iii. Pengendalian dampak resiko lingkungan
2) Rumah sehat
Rumah sehat adalah suatu tempat berlindung dan beristirahat
yang memenuhi kebutuhan physiologis, memenuhi kebutuhan
psycologis, mencegah penularan penyakit, mencegah terjadinya
kecelakaan dan memenuhi konsep kebersihan, kesehatan dan

16
keindahan yang mampu menimbulkan kehidupan yang sempurna baik
fisik, rohani maupun ekonomis.Pada Tahun 2018 jumlah rumah sehat
Di Kecamatan Purwojati sebanyak 6.802 rumah.
3) Pengawasan TTU dan Pengelolaan makanan
Bertujuan untuk mewujudkan kondisi yang memenuhi syarat
kesehatan agar penunjang yang datang terhindar dari kemungkinan
penularan penyakit serta tidak mengganggu gangguan kesehatan bagi
masyarakat sekitarnya. Pada Tahun 2018 diperoleh data TTU yang
memenuhu syarat kesehatan sebanyak 24 tempat.
7. Perbaikan Gizi Masyarakat
a. Pemantauan Pertumbuhan Balita
1) Partisipasi masyarakat dalam penimbangan
Penimbangan terhadap bayi dan balita yang dilkukan di
posyandu merupakan upaya masyarakat memantau perkembangan dan
pertumbuhan bayi dan balita yang di integrasikan dengan pelayanan
kesehatan dasar lain seperti KIA, Imunisasi dan pemberantasan
penyakit menular.
2) Balita yang naik berat badannya
Anak yang sehat akan naik berat badannya dan presentase balita
yang naik timbangannya dapat menggambarkan tingkat kesehatan
balita di wilayah kerja posyandu.
3) Balita Bawah Garis Merah (BGM)
Balita Bawah Garis Merah adalah hasil penimbangan dimana
berat badan balita dibawah garis merah pada KMS.
b. Pelayanan Gizi
1) Bayi dan balita mendapat vitamin A
Balita yang dimaksud dalamprogram distribusi vitamin A adalah
bayi yang berumur 6-11 bulan dan anak umur 12-59 bulan yang
mendapat kapsul vitamin Adosis tinggi. Kapsul vitamin A dosis tinggi
terdiri dari kapsul biru dengan dosis 100.000 SI untuk bayi umur 6-11
bulan dan kapsul warna merah dengan dosis 200.000 SI untuk umur

17
12-59 bulan. Berdasarkan data yang diperoleh pada Tahun 2018 Di
Kecamatan Purwojati distribusi vitamin A mencapai 100 %.
2) Ibu nifas mendapat vitamin A
Suplemen vitaminA pada ibu nifas merupakan program
penanggulangan kekurangan vitaminA. Cakupan ibu nifas yang
mendapat kapsul vitamin A Di Kecamatan Purwojati Pada Tahun
2018 mencapai 100 %.
3) Bayi BGM
Bayi BGM keluarga miskin adalah bayi usia 6-11 bulan yang
berat badannya berada pada garis merah atau bawah garis merah.
Berdasarkan data yang diperoleh pada Tahun 2018 Di Kecamatan
Purwojati terdapat bayi BGM sebanyak 9 anak.
4) Balita Gizi Buruk
Berdasarkan data yang diperoleh pada Tahun 2018 Di
Kecamatan Purwojati terdapat bayi dengan gizi buruk yang mendapat
perawatan sebanyak 2 anak.
5) Perilaku Hidup Masyarakat
i. Perilaku rumah tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat.
PHBS dalam rumah tangga merupakan upaya untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan
mampu melakukan PHBS dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan
melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan dalam
gerakan masyarakat.Berdasarkan data yang diproleh pada Tahun
2018 Di kecamatan Purwojati Jumlah Rumah tangga yang ber-
PHBS sebanyak 6.994 rumah.
ii. Posyandu Aktif
Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan
yang bersumber daya masyarakat yang dikelola diselenggrakan
dari, oleh dan untuk masyarakat bersama dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyaraka dalam

18
memperoleh pelayanan Dasar.Di Kecamatan Purwojati pada
Tahun 2018 terdapat 59 atau 95,16% dari total posyandu 62.
iii. Bayi yang mendapat ASI Eksklusif
ASI adalah makanan pertama,utama dan terbaik bagi bayi
yang bersifat alamaiah dan mengandung berbagai zatgizi yang
dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6
bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. Berdasarkan
data yang diperoleh Pada Tahun 2018 Di Kecamatan Purwojati
jumlah bayi yang endapat ASI Eksklusif sebanyak 108 anak atau
52,4 %.
iv. Pelayanan kesehatan dalam situasi bencana
Pada Tahun 2018 Di Kecamatan Purwojati tidak ada
kejadian luar biasa (KLB) yang disebabkan oleh bencana alam,
sehingga tidak ada pelayanan kesehatan dalam situasi bencana.

19
III. IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan sehingga
menimbulkan rasa tidak puas. Dalam memutuskan adanya masalah,
diperlukan tiga syarat yang harus dipenuhi, antara lain:
1. Adanya kesenjangan
2. Adanya rasa tidak puas
3. Adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah.
Kepanitraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas Purwojati
mengidentifikasi permasalahan dari segi morbiditas penyakit menular dan
tidak menular di wilayah Puskesmas Purwojati. Berikut ini adalah data
penyakit menular dan tidak menular di wilayahkerja Puskesmas
Purwojatitahun 2018.

Tabel 3.1. Data Penyakit Menular dan Tidak Menular di Wilayah Kerja
Puskesmas Purwojati tahun 2018
No Penyakit Presentase
1 TB 0,06%
2 Diare 2,7%
3 Hipertensi 0,2%
4 Diabetes Melitus 0,18%
5 Dispepsia 0,56%

B. Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas Purwojati dengan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok kriteria,
yaitu:

20
Tabel 3.2. Penentuan Prioritas Masalah (Metode Hanlon)
No Kelompok Penjelasan
kriteria
1. A besarnya masalah (magnitude of the problem)
2. B kegawatan masalah, penilaian terhadap dampak,
urgensi dan biaya
3. C kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian
terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah
4. D PEARL factor, yaitu penilaian terhadap propriety,
economic, acceptability, resources availability,
legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di
Puskesmas Purwojati adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Kriteria A untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari
besarnya penduduk yang terkena efek langsung. Penyakit ditentukan
besarnya maslah melalui kategori presentase kasus. Kategori kasus yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3. Kategori kasus pada Kriteria A
Besarnya Masalah Skor
≥ 25 % 9 or 10
10 – 24,9 % 7 or 8
1 – 9,9 % 5 or 6
0,1 – 0,9 % 3 or 4
0,01 – 0,09 % 1 or 2
< 0,01 % 0

21
Tabel 3.4. Hasil Penilaian Kriteria A Hanlon Kuantitatif

No Penyakit Presentase Kategori Skor


1 TB 0,06% 0,01 – 0,09 % 2
2 Diare 2,7% 1 – 9,9 % 5
3 Hipertensi 0,2% 0,1 – 0,9 % 3
Diabetes 0,1 – 0,9 % 3
4
Melitus 0,18%
5 Dispepsia 0,56% 0,1 – 0,9 % 4
Sumber : Data Sekunder Puskesmas Purwojati

2. Kriteria B (kegawatan masalah)


Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor
yang digunakan adalah 1 untuk yang paling ringan sampai skor 5 untuk
masalah yang paling gawat. Kriteria B memiliki 3 (tiga) poin yang dinilai,
yaitu kegawatan, urgensi, dan biaya.
Tabel 3.5. Poin-poin pada Kriteria B
No. Poin Skor Interpretasi
1 Kegawatan (paling cepat Tidak gawat
mengakibatkan kematian) 2 Kurang gawat
4
6 Cukup gawat
8 Gawat
10
Sangat gawat
2 Urgensi (harus segera ditangani, 2 Tidak urgen
apabila tidak menyebabkan 4 Kurang urgen
kematian) 6 Cukup urgen
8 Urgen
10 Sangat urgen
3 Biaya (Kebutuhan biaya terapi) 2 Sangat murah
4 Murah
6 Cukup mahal
8 Mahal
10 Sangat mahal

22
Tabel 3.6. Hasil Penilaian Kriteria B Hanlon Kuantitatif
No Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai
1. TB 6 10 10 8,6
2. Diare 4 4 2 3,3
3. Hipertensi 6 6 8 6,6
4. Diabetes 6 6 10 7,3
Melitus
5. Dispepsia 4 2 2 2,7

3. Kriteria C (penanggulangan masalah)


Kriteria C menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan
yang harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang
tersedia mampu menyelesaikan masalah makin sulit dalam
penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil.
Tabel 3.7. Kategori kasus pada Kriteria C
Skor Persentase

2 Sangat sulit ditanggulangi


4 Sulit ditanggulangi
6 Cukup bisa ditanggulangi
8 Mudah ditanggulangi
10 Sangat mudah ditanggulangi

23
Tabel 3.8.Hasil Penilaian Kriteria C Hanlon Kuantitatif
No Masalah Nilai
1. TB 6
2. Diare 6
3. Hipertensi 6
4. Diabetes Melitus 6
5. Dispepsia 8

4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resourcesavailability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)

Tabel 3.9. Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif


No Masalah P E A R L Hasil
1. TB 1 1 1 1 1 1
2. Diare 1 1 1 1 1 1
3. Hipertensi 1 1 1 1 1 1
4. Diabetes Melitus 1 1 1 1 1 1
5. Dispepsia 1 1 1 1 1 1

5. Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

24
Tabel 3.10. Penetapan Prioritas Masalah
Masalah Kesehatan A B C D NPD NPT Prioritas
TB 2 8,6 6 1 63,6 63,6 1
Diare 5 3,3 6 1 52,8 52,8 5
Hipertensi 3 6,6 6 1 57,6 57,6 3
Diabetes Melitus 3 7,3 6 1 61,8 61,8 2
Dispepsia 4 2,7 8 1 53,6 53,6 4

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.


Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut:
a. TB
b. Diabetes Melitus
c. Hipertensi
d. Dispepsia
e. Diare

IV. TINJAUAN PUSTAKA

25
A. Definisi
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak
menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
kompleks. Penyakit ini biasanya menginfeksi paru. Transmisi penyakit
biasanya melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh
pasien yang terinfeksi TB paru (Mario dan Richard, 2005).
B. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab dari penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6
mikron dan bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok,
bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar
yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri
ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam
(BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin.
Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab
dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau dapat
mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara (Widoyono,2011).

Gambar 4.1. Mycobacterium tuberculosis


Penyakit TB paru ini dapat ditularkan oleh penderita dengan hasil
pemeriksaan BTA positif. Lebih jauh lagi, penularan TB paru dapat terjadi di
dalam ruangan yang gelap dan lembab karena kuman M tuberculosis ini dapat
bertahan lama apabila di kondisi ruangan yang gelap dan lembab tersebut.

26
Dalam hal ini, makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan, maka orang
itu makin berpotensi untuk menularkan kuman tersebut. Selain itu, faktor yang
memungkinkan seseorang untuk terpapar yaitu seberapa lama menghirup udara
yang sudah terkontaminasi kuman M. tuberculosis tersebut dan konsentrasi
percikan dalam udara tersebut (Depkes RI, 2011).
Risiko seseorang untuk tertular TB paru tergantung dari tingkat pajanan
percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif akan memberikan risiko
penularan lebih besar dibandingkan pasien TB paru dengan BTA negatif
(Depkes RI, 2011; Widoyono, 2011; Narasimhanet al., 2013).
Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host dan faktor lingkungan :
1. Faktor host terdiri dari:
a. Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk terkena TB karena terdapat pengurangan kemampuan
fagositik dari makrofag alveolus, penurunan respon imun CD4+, serta
pembersihan sekresi mukosa yang dilemahkan. Selain itu, alkohol juga
diketahui sebagai faktor risiko yang kuat terhadap penyakit TB. Terjadi
peningkatan risiko TB pada orang yang mengonsumsi alkohol > 40 gram
per hari.
b. Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk terkena TB karena melemahnya respon imun. Vitamin
D juga memiliki peran penting dalam aktivasi makrofag dan membatasi
pertumbuhan Mycobacterium. Penurunan kadar vitamin D dalam serum
akan meningkatkan risiko terinfeksi TB.
c. Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit seperti
keganasan, gagal ginjal, diabetes, ulkus peptikum memiliki risiko untuk
terkena TB. Penyakit diabetes dapat melemahkan respon imun intrinsik
dan adaptif sehingga mempercepat proliferasi TB.
d. Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki risiko
untuk terkena TB primer ataupun reaktifasi TB. Selain itu, pengguna
obat-obatan seperti kortikosteroid dan TNF-inhibitor juga memiliki risiko
untuk terkena TB.

27
e. Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB lebih banyak
terjadi pada orang tua daripada dewasa muda dan anak-anak (Horsburgh,
2009).
2. Faktor lingkungan
Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB akan
berisiko untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di lingkungan yang
banyak terjadi kasus TB juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB.
Selain itu sosioekonomi juga berpengaruh terhadap risiko untuk terkena TB
dimana sosioekonomi rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB.
Hal tersebut disebabkan seseorang dengan status ekonomi yang lebih rendah
memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk terpapar beberapa faktor risiko
seperti malnutrisi, polusi udara, kepadatan penduduk, pencahayaan,
kelembaban, serta kurangnya ventilasi udara.(Horsburgh, 2009; Wulandari
et al, 2015).

Gambar 4.2. Faktor Risiko Kejadian TB (Depkes, 2011)

28
C. Klasifikasi
1. Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis, yaitu
seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh
uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes
diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya:
GeneXpert). Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan
BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat
tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum
(Kemenkes, 2014).
2. Pasien TB terdiagnosis secara Klinis, yaitu pasien yang tidak memenuhi
kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien
TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris
dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian
terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai
pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi
bakteriologis.
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut : a. Lokasi anatomi dari penyakit b. Riwayat

29
pengobatan sebelumnya c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat d. Status HIV
(Kemenkes, 2014).
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
a. Tuberkulosis paru, yaitu penyakit TB yang terjadi pada parenkim
(jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi
pada jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau
mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien
yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru, yaitu penyakit TB yang terjadi pada organ
selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,
kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat
ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.
Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan
Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB
pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada
organ menunjukkan gambaran TB yang terberat (Kemenkes, 2014).
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:
1) Pasien kambuh adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar
kambuh atau karena reinfeksi).

30
2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah
putus berobat /default).
4) Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui (Kemenkes,
2014).
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
a. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
b. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
d. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin
dan Amikasin)
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional) (Kemenkes,
2014).
4. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
a. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) : adalah
pasien TB dengan :
1) Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART atau

31
2) Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
b. Pasien TB dengan HIV negatif : adalah pasien TB dengan :
1) Hasil tes HIV negatif sebelumnya atau
2) Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB
c. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui : adalah pasien TB tanpa
ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan
(Kemenkes, 2014).
D. Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei)
yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera
diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan
menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar
kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di
jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN (Werdhani, 2005).
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.
Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang
akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis)
(Werdhani, 2005).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu

32
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit.
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan
rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas seluler (Werdhani, 2005).
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum
tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada
saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah
terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin.
Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian
besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun
seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah
terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan (Werdhani, 2005).
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional
juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat
tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini (Werdhani,
2005).
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan
mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran

33
normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat
tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami
inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, ehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering
disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi (Werdhani, 2005).
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.
Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik (Werdhani, 2005).
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara
ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai
berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri,
terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman
TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas
seluler yang akan membatasi pertumbuhannya (Werdhani, 2005).
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi
berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru
disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan
tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat Bentuk penyebaran hamatogen
yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized
hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan

34
beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi
infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata
terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TB, misalnya pada balita (Werdhani, 2005).
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan
melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier
berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-
padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul
kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma
(Werdhani, 2005).
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran
tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.
Hal ini dapat terjadi secara berulang (Werdhani, 2005).
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB
paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB
paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB
milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi
primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat
pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9
bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia
terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi
kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.

35
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa
muda (Werdhani, 2005).
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi,
dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian.
TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer (Werdhani, 2005).
E. Penegakan Diagnosis
1. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Kemenkes, 2014).
2. Pemeriksaan Dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
1) S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
2) P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di Fasyankes.
3) S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi (Kemenkes, 2014).
b. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian
TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :

36
1) Pasien TB Ekstra Paru
2) Pasien TB Anak
3) Pasien TB BTA Negatif
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan
tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.
Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan
untuk memanfaatkan tes cepat tersebut (Kemenkes, 2014).
c. Uji Kepekaan Obat TB
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk menentukan ada tidaknya
resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut
harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan
mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan
untuk memperluas akses terhadap penemuan pasien TB dengan resistensi
OAT. Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke
fasilitas kesehatan (laboratorium dan RS) di seuruh provinsi (Kemenkes,
2014).

37
Gambar 4.3. Alur Diagnosis TB Paru pada pasien dewasa (Kemenkes, 2014)

F. Penatalaksanaan
1. Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari. Bertujuan
untuk menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak
sebelum pasien mendapat pengobatan. Pengobatan pada semua pasien baru
harus diberikan selama 2 bulan. Bila pengobatan teratur dan tanpa penyulit,
daya penularan umumnya sudah sangat menurun setelah pengobatan selama
2 minggu (Kemenkes, 2014).

38
2. Tahap Lanjutan
Tahap lanjutan penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih
ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien bisa sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan (Kemenkes, 2014).
Tabel 4.1. OAT Lini Pertama

Tabel 4.2. Kisaran Dosis OAT Lini Pertama pada Pasien Dewasa

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO


dan ISTC) yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
di Indonesia:
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
3. Kategori Anak: 2HRZ/4HR atau 2RHZA(S)/4-10HR

39
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin,
Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu
pirazinamid and etambutol (Kemenkes, 2014).
Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
1. Pasien baru TB paru terkonfrmasi bakteriologis
2. Pasien TB paru terdiagnosis klinis
3. Pasien TB ekstra paru

Tabel 4.3. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3

Tabel 4.4. Dosis Panduan OAT Kompiak Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5[HR]3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang) :
1. Pasien kambuh
2. Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori 1 sebelumnya
3. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
(Kemenkes, 2014).

40
Tabel 4.5. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 2 : 2[HRZE]S/ [HRZE]/
5[HR]3E3

Tabel 4.6. Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/


5H3R3E3

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan


dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak
secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis
dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak
digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk
TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen
sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif
bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau
keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif
(Kemenkes, 2014).

41
Tabel 4.7. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

G. Pencegahan
Mencegah penularan tuberkulosis pada semua orang yang terlibat dalam
pemberian pelayanan pada pasien TB harus menjadi perhatian utama.
Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB bagi petugas
kesehatansangatlahpentingperanannyauntuk mencegahtersebarnyakumanTBini.
Upaya pencegahan tersebut berupa pengendalian infeksi dengan 4 pilar yaitu:
1. Pengendalian Manajerial

42
Komitmen, kepemimipinan dan dukungan manajemen yang efektif
berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program PPITB yang
meliputi: a. Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB b. Membuat SPO
mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan
surveilans serta Membuat perencanaan program PPI TB secara
komprehensif.
2. Pengendalian administratif
Pengendalian administratif adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah atau mengurangi pajanan kuman m. tuberculosis kepada petugas
kesehatan, pasien, pengunjung, dan lingkungan. Upaya ini mencangkup:
a. Strateg iTEMPO (Temukan pasien secepatnya, Pisahkan secara Aman,
Obati secara tepat)
b. Penyuluhan pasien mengenai etika batuk
c. Penyediaan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu, serta
pembuangan dahak yang benar
d. Skrining bagi petugas yang merawat pasien
3. Pengendalian lingkungan
Upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi dengan
menggunakan teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/
menurunkan kadar percik renik di udara. Upaya pengendalian dilakukan
dengan menyalurkan percik renik kearah tertentu (directional airflow) dan
atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai germisida. Sistem
ventilasi berupa, ventilasi alamiah, ventilasi mekanik, dan ventilasi
campuran.
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan
keadaan setempat. Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu
fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu struktur bangunan, iklim-cuaca,
peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara luar ruangan serta
perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.
4. Pengendalian dengan Alat PelindungDiri
Penggunaan alat pelindung diri pernapasan oleh petugas kesehatan di

43
tempat pelayanan sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab
kadar percik renik tidak dapat dihilangkan dengan upaya administratif dan
lingkungan.

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), 2010


menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu:
1. Pencegahan olehmasyarakat
a. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh
meningkat untuk membunuh kuman TBC
b. Tidur dan istirahat yang cukup
c. Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba
d. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan di sekitarnya
e. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan
rumah karena kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari
f. Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah agar
kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksiTBC
g. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak
langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas
kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan
tindak lanjut bagi yang positif tertular.
2. Pencegahan oleh penderita
a. Tidak meludah / membuang dahak di sembarang tempat tetapi dibuang
pada tempat khusus dan tertutup. Misalnya: dengan menggunakan
wadah/ kaleng bertutup yang sudah diberi air sabun. Buanglah dahak ke
lubang WC atau timbun ke dalam tanah di tempat yang jauh
darikeramaian.
b. Menutup mulut saat batuk atau bersin dengan sapu tangan atau tisu atau
tangan pada waktu bersin dan batuk, dan mencuci tangan.
c. Membuka pintu dan jendela setiap pagi agar udara dan sinar matahar
imasuk. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman TB
d. Menjemur alat tidur
e. Berperilaku hidup bersih dan sehat

44
f. Menelan OAT secara lengkap dan teratur sampai sembuh.
g. Menggunakan alat-alat makan dan kamar tidur tersendiri yang terpisah
dari anggota keluarga yang lain.
h. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan
penderita TBC.Perlu dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota
keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu diulang
pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu pemeriksaan intensif.
i. Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera diberikan
pengobatan pencegahan
3. Pencegahan oleh petugas kesehatan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan
adalah dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB meliputi tanda
dan gejala, bahaya, penularan dan dampak yang ditimbulkan, pengobatan,
serta pencegahan penularan. Penyuluhan dapat dilakukan secara berkala
dengan tLangit-langit muka, ceramah dan media masa yang tersedia di
wilayah tersebut tentang cara pencegahan TB. Penyuluhan juga dapat
diberikan secara khusus kepada klien agar klien rajin berobat untuk
mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain maupun anggota keluarga
lain agar tercipta rumah sehat sebagai upaya mengurangi penyebaran
penyakit.

45
H. Kerangka Teori

Pendidikan rendah
Kebiasaan Merokok

Penurunan
pengetahuan tentang Kontak dengan
kemampuan
TB rendah penderita TB Paru
fagositik makrofag
alveolus, penurunan
respon imun CD4+,
pembersihan sekresi
mukosa menurun

Status Gizi rendah

Konsumsi alkohol >


Sosial Ekonomi 40 mg/ hari
rendah

Imunocompromised
Rumah Sehat tidak
terpenuhi:
1. Ventilasi DM
2. Pencahayaan
3. Kepadatan
4. Langit-langit terinfeksi M.
5. Lantai tuberculosis
6. Dinding rumah
TB Paru

Gambar 4.4. Kerangka Teori

46
I. Kerangka Konsep

Individu :
Status Gizi
Pendidikan
Pengetahuan
Kebiasaan merokok
Alkohol
DM TB paru
Kondisi sosial
ekonomi

Agen :
Kontak dengan
penderita TB paru

Lingkungan :
Rumah sehat

Gambar 4.5. Kerangka Konsep

47
V. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional with control group design. Kasus adalah sampel
yang tinggal di Desa Kalitapen dan sudah didiagnosis TB oleh Puskesmas
Purwojati pada periode Januari 2018 hingga Desember 2018, sedangkan
kontrol adalah sampel sehat yang tinggal di Desa Kalitapen dengan faktor
paparan yang sama dengan penderita TB yang sudah didiagnosis TB oleh
Puskesmas Purwojati pada Januari 2018 hingga Desember 2018.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi target
Populasi penduduk yang berada di Desa Kalitapen Wilayah Kerja
Puskesmas Purwojati.
b. Populasi terjangkau
Populasi penduduk sehat di lingkungan yang samadenganpenduduk yang
sudahdidiagnosis TB dan penduduk yang sudah didiagnosis TB di Desa
Kalitapen Wilayah Kerja Puskesmas Purwojati periode Januari 2018 –
Desember 2018.
2. Sampel
Besar sampel dihitung dengan memanfaatkan rumus besar sampel uji
hipotesis perbedaan 2 proporsi, yaitu :

Keterangan :
n : jumlah sampel minimal
α : tingkat kemaknaan (0,05) dengan Zα = 1,96

48
β : kekuatan penelitian (80%) Zβ = 0,84
P2 : proporsi terpajan pada kontrol
P1 : proporsi terpajan pada kasus
Dari persamaan di atas, berdasarkan penelitian mengenai Faktor
Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Kecamatan Baturetno Kabupaten
Wonogiri (Kurniasari, 2012) dengan OR pada variabel kondisi sosial
ekonomi adalah 74,7; sehingga dapat dihitung besar sampel minimal sebagai
berikut :
OR 74,7
P1 = = = 0,99
OR+1 74,7+1
P1 0,99
P2 = = = 0,57
OR (1−P1)+P1 74,7 (1−0,99)+0,99
2
(Zα √2 x P2 (1−P2)+Zβ √P1 (1−P1)+P2 (1−P2))
n=
(P1−P2)2
2
(1,96 √2 x 0,57 (1−0,57)+0,84 √0,99 (1−0,99)+0,57 (1−0,57))
=
(0,99−0,57)2

= 16
Dari perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel minimal adalah 16.
Sampel kasus diambil dengan menggunakan teknik total sampling. Jumlah
pasien yang didiagnosis TB di Desa Kalitapen oleh Puskesmas Purwojati
dari Januari 2018 – Desember 2018 adalah 17 orang. Sampel kontrol
diambil dengan menggunakan teknik probability sampling dari penduduk
yang sehat. Jumlah sampel kontrol dengan perbandingan 1 : 1 dari
kelompok kasus, sehingga jumlah sampel kontrol adalah 16 orang. Sehingga
jumlah total sampel adalah 32 orang.
3. Kriteria Inklusi
a. Kasus
1) Seluruh pasien TB yang sudah didiagnosis TB oleh Puskesmas
Purwojati periode Januari 2018 hingga Desember 2018.
2) Bersedia menjadi subjek penelitian dan menandatangani inform
consent.

49
3) Subjek dalam keadaan sadar penuh saat diteliti
b. Kontrol
1) Subjek sehat yang tidak pernah didiagnosis TB.
2) Bersedia menjadi subjek penelitian dan menandatangani inform
consent.
3) Subjek dalam keadaan sadar penuh saat diteliti
4. Kriteria eksklusi
a. Subjek membatalkan partisipasi dalam penelitian.
b. Subjek tidak mengisi kuesioner sesuai dengan ketentuan.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat
Kejadian tuberkulosis (TB) paru
2. Variabel bebas
a. Kontak dengan penderita TB paru BTA (+)
b. Status sosial ekonomi
c. Kondisi rumah
d. Status Gizi
e. Status pendidikan
f. Pengetahuan
g. Kebiasaan merokok
h. DM
i. Alkohol

50
D. Definisi Operasional
Tabel 5.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Skala
Kejadian 1. Kasus Nominal
Tuberkulosis Definisi :
(TB) paru Pasien didiagnosis TB paru oleh dokter puskesmas
2. Kontrol
Definisi:
Orang sehat yang berada di sekitar lingkungan
pasien TB paru
Kategori :
Ya : Tuberkulosis (TB) paru
Tidak : tidak Tuberkulosis (TB) paru
Alat Ukur :
Rekam Medik
Kontak dengan Definisi : Nominal
penderita Pernah kontak dengan penderita Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) paru
(TB) paru Kategori :
Ya : Ada
Tidak : Tidak ada
Alat Ukur :
Kuesioner
Kondisi Definisi : Nominal
rumah Kondisi tempat tinggal responden yang dinilai
secara observasional, meliputi:
Ventilasi (>10% dari luas lantai), pencahayaan
cukup (>60 lux), kepadatan penghuni (>10m2 per
anggota keluarga) Langit-langit (bereternit, tidak
langsung genting), lantai (berubin), dinding
(tembok), sumber air bersih (air PAM, air sumur),
sistem pembuangan air limbah (ada septic tank
atau tidak)
Kategori :
Baik: Sesuai kriteria skor >80%
Buruk: Tidak sesuai kriteria <80%
Alat Ukur:
Kuesioner

51
Kondisi sosial Definisi : Ordinal
ekonomi Penilaian terhadap pendapatan yang diperoleh
suami dan istri dari mata pencaharian pokok
maupun sampingan untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari keluarga selama satu bulan dibagi
dengan jumlah anggota keluarga dan dibandingkan
dengan pendapatan per UMR Kabupaten
Banyumas yaitu Rp 1.750.000,-
Kategori :
Tinggi : >Rp 1.750.000,-
Rendah :<Rp 1.750.000,-
Alat Ukur :
Kuesioner
Status Definisi: Ordinal
Pendidikan Pendidikan terakhir responden
Kategori:
Rendah: SMP, SD, atau
tidaktamat
Tinggi: SMA, Diploma, S1, atau
lebih
Alat Ukur:
Kuesioner
Status Definisi: Nominal
Pengetahuan Pengetahuan responden terhadap
Tuberkulosis (TB) paru yang meliputi
pengetahuan tentang sifat menular TB,
penyebab TB, tanda dan gejala TB,
pengobatan, dan cara mencegah penularan
TB.
Kategori:
Baik: Menjawab > 5 pertanyaan denganb enar
Buruk: Menjawab < 5 pertanyaan dengan
benar
Alat Ukur:
Diabetes Melitus Definisi : Nominal
Pasien yang mempunyai penyakit DM.
Kategori :
Ya : Menderita DM
Tidak : Tidak menderita DM
Alat Ukur :
Kuesioner, Glukometer

52
Status Gizi Definisi : Ordinal
Status gizi responden diukur dengan melihat
indeks masa tubuh (IMT) yang dilihat dari
Tinggi badan (TB) dan Berat badan (BB).
Kategori:
Kurang : IMT < 18,5
Baik : IMT ≥ 18,5-23,0
Lebih : IMT ≥ 23,0
Alat Ukur:
Kuesioner
Rokok Definisi : Nominal
Pasien yang memiliki riwayat merokok.
Kategori:
Ya : memiliki riwayat
merokok
Tidak : tidak memiliki
riwayat merokok
Alat Ukur:
Kuesioner
Alkohol Definisi: Nominal
Pasien yang rutin mengonsumsi alkohol > 40
gram per hari
Kategori:
Ya: Mengonsumsi alkohol > 40 gram per hari
Tidak: Tidak mengonsumsi alkohol > 40 gram
per hari
Alat Ukur:
Kuesioner
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner (daftar
pertanyaan), rekam medik,dan alat untuk pemeriksaan kadar glukosa darah
dengan glukometer. Kuesioner termasuk data primer karena diperoleh langsung
dari sumbernya. Kuesioner digunakan untuk mengetahui beberapa faktor resiko
Tuberkulosis (TB) paru. Pertanyaan yang terdapat pada kuesioner meliputi
status pendidikan, kondisi ekonomi, pengetahuan, keberadaan anggota keluarga
yang menderita Tuberkulosis (TB) paru, kondisi rumah sehat atau tidak
terhadap kejadian Tuberkulosis (TB) paru, kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol responden, serta penyakit penyerta yang responden miliki. Sedangkan
rekam medik termasuk data sekunder karena diperoleh dari data puskesmas.

53
F. Rencana Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan tiap variabel
hasil penelitian, kemudian dihitung frekuensi dan presentasenya.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menyatakan hubungan analisis
terhadap dua variabel. Analisis hasil penelitian pada desain kasus kontrol
yaitu menentukan Odds Ratio. Hubungan antar variabel dianalisis
menggunakan uji statistik Chi Square dengan syarat :
a. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (E) < 1.
b. Tidak boleh lebih dari 20% sel mempunya nilai E < 5.
Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka analisis harus diganti dengan uji
Fisher’s Exact pada data nominal dan uji Kolmogorov Smirnov pada data
ordinal.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan faktor yang paling
berpengaruh terhadap kejadian TB paru. Variabel dalam penelitian ini
berskala kategorik, sehingga analisis multivariat menggunakan regresi
logistik.
G. Waktu dan Tempat
Waktu : kegiatan dilaksanakan pada bulan April 2019
Tempat : Desa Kalitapen, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas

54
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Analisis Univariat
Responden kasus pada penelitian ini adalah penderita TB paru di Desa
Kalitapen yang sudah didiagnosis di Puskesmas Purwojati pada periode
Januari-Desember 2018. Responden kontrol adalah penduduk Desa
Kalitapen yang rumahnya berdekatan dengan penderita TB. Jumlah
responden pada masing-masing kelompok baik pada kelompok kasus
maupun kontrol berjumlah 20 orang. Adapun karakteristik responden
disajikan dalam tabel 6.1

Tabel 6.1. Karakteristik Responden Penelitian


No Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
1 Kasus TB
a. TB Paru 16 50
b. Non TB Paru 16 50
2 Usia
a. 0-20 tahun 3 9,4
b. 21-40 tahun 10 31,3
c. 41-60 tahun 15 46,9
d. > 60 tahun 4 12,5
3 Jenis Kelamin
a. Laki-laki 16 50
b. Perempuan 16 50
4 Riwayat DM pada keluarga
a. Ada 9 22,5
b. Tidak 31 77,5
5 Status Gizi
a. Kurang 9 28,1

55
b. Baik 14 43,8
c. Lebih 9 28,1
6 Pendidikan
a. Rendah 26 81,3
b. Tinggi 6 18,8
7 Minum Alkohol
a. Ya 0 0
b. Tidak 32 100
8 Tingkat Pengetahuan
a. Kurang 17 53,1
b. Baik 15 46,9
9 Merokok
a. Tidak Merokok 22 68,8
b. Ringan 1 3,1
c. Sedang 7 21,9
d. Berat 2 6,3
10 Rumah Sehat
a. Buruk 21 65,6
b. Baik 11 34,4
11 Kontak Dengan Penderita TB
a. Ya 17 53,1
b. Tidak 15 46,9
12 Sosial Ekonomi
a. Rendah 18 56,3
b. Tinggi 14 43,8
Sumber : Data Primer Terolah

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi 2


kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Responden dengan jenis kelamin

56
laki-laki berjumlah 16 orang (50%) dan jenis kelamin perempuan 16 orang
(50%). Karakteristik responden berdasarkan usia dibagi menjadi 4
kelompok yaitu usia 0-20 tahun, 21-40 tahun, 41-60, dan usia <60 tahun.
Responden dengan usia 0-20 tahun yaitu sejumlah 3 orang (9,4%), 21-40
tahun sejumlah 10 orang (31,3%), 41-60 tahun sejumlah 15 orang (46,9%),
dan usia <60 tahun yaitu sejumlah 4 orang (12,5%). Karakteristik
responden berdasarkan tingkat pendidikan dibagi menjadi 2 yaitu rendah
dan tinggi. Responden dengan pendidikan rendah yaitu sejumlah 26 orang
(81,3%), dan responden dengan pendidikan tinggi yaitu sejumlah 6 orang
(18,8%),
Karakteristik responden berdasarkan riwayat DM pada keluarga dibagi
menjadi ada riwayat DM dan tidak ada riwayat DM. Responden yang
memiliki riwayat DM yaitu sejumlah 10 orang (31,3%) dan responden
yang tidak memiliki riwayat DM yaitu sejumlah 22 orang (68,8%).
Karakteristik responden berdasarkan status gizi dibagi menjadi 3 yaitu
kurang, baik dan lebih. Responden yang status gizinya kurang yaitu
berjumlah 9 orang (28,1%), responden yang status gizinya baik yaitu
berjumlah 14 orang (43,8%) dan responden yang status gizinya lebih yaitu
berjumlah 9 orang (28,1%). Karakteristik responden berdasarkan tingkat
sosial ekonomi dibagi menjadi 2 yaitu rendah dan tinggi. Responden yang
tingkat sosial ekonominya rendah yaitu sejumlah 18 orang (56,3%) dan
responden yang tingkat sosial ekonominya tinggi yaitu sejumlah 14 orang
(43,8%).
Karakteristik responden berdasarkan kondisi rumahnya dibagi menjadi
buruk dan baik. Responden yang kondisi rumahnya buruk yaitu sejumlah
21 orang (65,6%) dan responden yang kondisi rumahnya baik yaitu
sejumlah 11 orang (34,4%). Karakteristik responden berdasarkan
kontaknya dengan penderita TB dibagi menjadi 2 yaitu adanya kontak dan
tidak ada kontak. Responden yang memiliki kontak dengan penderita TB
yaitu berjumlah 17 orang (53,1%) dan responden yang tidak memiliki
kontak dengan penderita TB yaitu berjumlah 15 orang (46,9%).

57
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan dibagi menjadi 2
yaitu buruk dan baik. Responden yang memiliki pengetahuan buruk yaitu
sejumlah 17 orang (53,1%) dan responden yang memiliki pengetahuan
baik yaitu sejumlah 15 orang (46,9%).
Karakteristik responden berdasarkan merokok dibagi menjadi tidak
merokok, ringan, sedang, dan berat. Responden yang tidak merokok yaitu
sejumlah 22 orang (68,8%), responden yang merupakan perokok ringan
yaitu sejumlah 1 orang (3,1%), responden yang merupakan perokok
sedang yaitu sejumlah 7 orang (21,9%), dan responden yang merupakan
perokok berat yaitu sejumlah 2 orang (6,3%). Karakteristik responden
berdasarkan riwayat mengonsumsi alkohol dibagi menjadi 2 yaitu minum
alkohol dan tidak minum alkohol. Tidak ada responden yang meminum
alkohol (0%).
2. Analisis Bivariat
Analisis hasil penelitian pada desain kasus kontrol yaitu menggunakan
Odds Ratio. Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel
terikat, dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-square.
Namun, karena terdapat beberapa variabel yang tidak memenuhi syarat
untuk dilakukan uji Chi-square, dilakukan uji alternatif berupa Fisher-exact
test untuk variabel nominal dan Kolmogorov-smirnov test untuk variabel
ordinal dengan tabel 2 x 3. Hubungan antara variabel bebas dan terikat
dinyatakan bermakna jika p-value <0,05.

58
Tabel 6.2. Hasil Analisis Bivariat
Bukan TB
TB Paru p-
No Variabel Paru OR
value
N % N %
Kurang 8 50 1 6,3
1 Status Gizi Baik 7 43,8 7 43,8 15,00 0,015
(Fisher)
Lebih 1 6,3 8 50
Pendidikan Rendah 14 87,5 12 75
2 2,333 0,654
(Fisher) Tinggi 2 12,5 4 25
Status Rendah 10 62,5 8 50
3 Ekonomi Tinggi 1,667 0.722
(Fisher) 6 37,5 8 50
Kontak TB Ya 14 87,5 3 18,7
4 30,33 0.000
(Chi Square) Tidak 2 12,5 13 81,3
DM Ya 1 6,3 9 56,3
5 0,052 0,002
(Chi Square) Tidak 15 93,8 7 43,8
Kondisi Buruk 13 81,3 8 50
6 Rumah Baik 4,333 0,063
(Chi Square)
3 18,8 8 50
Pengetahuan Buruk 5 31,3 11 68,8
7 0,152 0,013
(Chi Square) Baik 11 68,8 5 31,3
Riwayat Ya 8 50 3 18,8
8 7,000 0,022
Merokok Tidak 50 13 81,3
(Chi Square) 8

Berdasarkan hasil analisis bivariat, didapatkan bahwa terdapat


hasilyangsignifikan(p<0,05)padaempatvariabel,yaituvariabelstatus gizi,
kontak TB, pengetahuan dan riwayat DM. Tabel 6.12 juga menunjukkan
dari hasil Odds Ratio (OR) bahwa masyarakat dengan status gizi buruk
mempunyai risiko kurang lebih 19 kali lipat lebih besar untuk terkena TB
paru, masyarakat dengan pengetahuan buruk mempunyai risiko kurang lebih
0,152 kali lipat lebih besar untuk terkena TB paru, masyarakat dengan
riwayat DM mempunyai risiko kurang lebih 0,05 untuk terkena TB paru dan
masyarakat dengan riwayat kontak dengan penderita TB mempunyai risiko
kurang lebih 5 kali lipat lebih besar untuk terkena TB paru.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk menentukan faktor risiko paling
berpengaruh terhadap kejadian TB. Karena variabel dalam penelitian ini
berskala kategorik, maka analisis multivariat menggunakan regresi logistik.

59
Setelah dilakukan seleksi hasil uji bivariat, didapatkan faktor yang memiliki
nilai p <0.25 adalah
Tabel 6.3. Hasil Analisis Multivariat
Langkah Variabel p value OR
Langkah 1 Pengetahuan ,013
Kontak dengan ,033
Penderita
DM ,002
Merokok ,056
Status_Gizi ,001
Langkah 2 Status Gizi ,045 18,756
DM ,303 0,180
Pengetahuan ,372 0,250
Kontak dengan ,029 34,454
Penderita

Pada tabel 6.13. dapat diketahui bahwa kontak dengan penderita


merupakan faktor utama terhadap kejadian TB paru dengan nilai p = 0.029
di Desa Kalitapen Wilayah Kerja Puskesmas Purwojati.
B. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor risiko yang
berhubungan dengan kejadian TB paru di Desa Kalitapen wilayah kerja
Puskesmas Purwojati. Pada analisis univariat didapatkan bahwa usia yang
paling banyak terinfeksi TB paru adalah kelompok usia 21-40 serta 41-60
tahun yaitu sebanyak 6 responden (37,5%). Hal ini disebabkan karena pada
usia tersebut penduduk aktif bekerja dan beraktivitas keberbagai lingkungan,
sehingga lebih sering terpapar bakteri tuberkulosis. Pekerjaan responden TB
paru pada penelitian ini beragam, terdiri atas buruh, pedagang, petani, pelajar,
dan Ibu Rumah Tangga. Hasil ini sesuai dengan temuan Wijaya, (2012) yang
menyatakan bahwa TB paru banyak menyerang penduduk usia produktif dan
meningkatkan angka kematian pada masyarakat terutama di negara

60
berkembang, termasuk Indonesia.
Jenis kelamin laki-laki lebih sering terinfeksi TB paru dengan jumlah
sebanyak 12 orang (75%). Hal ini mungkin juga disebabkan oleh karena laki-
laki yang lebih aktif beraktivitas di luar rumah sehingga lebih sering terpapar
oleh bakteri tuberkulosis. Penemuan ini sejalan dengan karakteristik
responden yang dominan tidak memiliki riwayat TB paru di keluarga
serumah, yang menunjukkan bahwa kemungkinan sumber penularan penyakit
TB paru utama bukanlah di rumah, akan tetapi di luar rumah, misalnya di
tempat kerja, di sekolah(pesantren), atau di Rumah Sakit saat menjenguk
keluarga yang dirawat di Rumah Sakit.
Pada analisis bivariat didapatkan bahwa faktor yang berperan signifikan
dalam kejadian TB paru adalah kontak dengan penderita TB, pengetahuan,
status gizi, riwayat sakit DM, serta riwayat merokok. Sedangkan hasil dari
analisis multivariat, faktor yang paling berpengaruh dalam kejadian TB paru
adalah kontak dengan penderita TB. Pada penelitian ini, sebanyak 14
responden (87,5%) yang kontak dengan penderita TB mengalami penyakit
TB, sedangkan hanya 2 responden (12,5%) yang tidak mengalami penyakit
TB. Orang yang kontak langsung dengan penderita TB memiliki risiko 30,3
kali lebih besar untuk mengalami TB dibandingkan dengan orang yang tidak
kontak.
Penderita TB parudapat menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei) pada waktu batuk atau bersin, sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Percikan dahak yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi jika percikan dahak itu terhirup dalam
saluran pernafasan. Satu penderita TB paru BTA (+) berpotensi menularkan
kepada 10-15 orang per tahun sehingga kemungkinan setiap kontak dengan
penderita akan tertular. Apabila penderita TB paru BTA (+) batuk make
ribuan bakteri tuberculosis berhamburan bersama “Droplet” napas penderita
yang bersangkutan sehingga berpotensi menularkan ke orang lain
(Narasimhan et al., 2013). Hasil ini sesuai dengan penelitian (Fitriani, 2013)

61
bahwa terdapat hubungan antara riwayat kontak penderita dengan kejadian
Tuberkulosis paru, dimana responden yang memiliki riwayat kontak penderita
berisiko 5,429 kali untuk menderita penyakit Tuberkulosis paru disbanding
dengan responden yang tidak memiliki riwayat kontak penderita.Hal tersebut
terjadi karena adanya penderita tuberkulosis di rumah dan sekitarnya
meningkatkan frekuensi dan durasi kontak dengan kuman tuberkulosis yang
merupakan factor penting pathogenesis tuberkulosis.
Selanjutnya, terdapat hubungan antara riwayat merokok dengan kejadian
TB paru. Orang dengan riwayat merokok memiliki risiko 7 kali lebih besar
untuk mengalami TB dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Hal ini
sesuai dengan penelitian Laila pada tahun 2015 bahwa memang terdapat
hubungan yang signifikan antara pernah merokok dengan kejadian TB paru
dengan besar risiko 3.44 kali lebih besar. Merokok dapat meningkatkan risiko
infeksi pneumonia, ISPA, dan TB paru. Merokok dapat mengganggu
kejernihan mukosa silia yang berguna untuk pertahanan utama dalam melawan
infeksi (Narasimhanet al., 2013).
Status gizi, juga mempunyai hubungan dengan kejadian TB paru.
Sebanyak 8 responden (50%), mempunyai status gizi yang kurang mengalami
penyakit TB paru, sedangkan 8 responden lainnya (50%) yang mempunyai
status gizi yang baik dan lebih tidak mengalami penyakit TB paru. Responden
dengan status gizi yang buruk memiliki risiko 15 kali untuk mengalami TB
dibandingkan dengan responden dengan status gizi yang baik. Hal ini sesuai
dengan penelitian (Izzati, et al., 2013) responden dengan status gizi kurang
berisiko 9,4 kali menderita TB Paru dibandingkan dengan responden dengan
status gizi normal dan atau berlebih. Status gizi yang buruk mengganggu
sistem imun yang diperantarai Limfosit-T. Hal itu memudahkan terjadinya
penyakit infeksi termasuk TB paru. Hanya 10% dari yang terinfeksi basil TB
akan menderita penyakit TB. Setelah terjadi infeksi primer dan sampai pada
akhirnya basil TB menyebar ke seluruh tubuh banyaknya basil TB yang
masuk dan daya tahan tubuh host akan menentukan perjalanan penyakit
selanjutnya. Pada penderita yang daya tahan tubuhnya buruk, respon imunnya

62
buruk, tidak dapat mencegah multiplikasi kuman sehingga dapat menjadi
sakit dalam beberapa bulan kemudian. Tuberkulosis sekunder dapat pula
terjadi ketika daya tahan tubuh seseorang menurun karena status gizi buruk
(Wibisono et al., 2010; Sudoyo et al., 2009).

63
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan analisis faktor-faktor risiko kejadian TB di Desa Kalitapen


wilayah kerja Puskesmas Purwojati, didapatkan hasil bahwa faktor
pengetahuan, Diabetes Melitus, status gizi dan kontak dengan penderita
merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan upaya penyusunan alternatif
pemecahan masalah antara lain sebagai berikut :
1. Melakukan penyuluhan tentang TB paru kepada masyarakat desa.
2. Melakukan pelatihan kader
3. Melakukan skriring pemeriksaan sputum BTA SPS pada keluarga pasien
dan populasi yang berisiko terkena TB.
A. Penentuan Alternatif Terpilih
Penentuan prioritas pemecahan masalah harus memperhitungkan
beberapa aspek, karena tidak semua alternative pemecahan masalah dapat
dilakukan. Aspek-aspek tersebut meliputi sarana, tenaga, dana, dan waktu.
Prioritas masalah dapat dipilih dengan menggunakan suatu metode yaitu
metode RINKE. Metode ini menggunakan dua kriteria, yaitu efektivitas dan
efisiensi jalan keluar.
Efektivitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan
biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar. Kriteria efisiensi jalan
keluar dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam menyelesaikan
masalah. Pembagian skoring-nya adalah dari sangat murah (1), hingga sangat
mahal (5).

64
Tabel 7.1.Kriteria dan Skoring Efektivitas Jalan Keluar
V
M I
(kecepatan
Skor (besarnyamasalah (kelanggengan
penyelesaian
yang dapat diatasi) selesainya masalah)
masalah)
1 Sangat kecil Sangat tidak langgeng Sangat lambat
2 Kecil Tidak langgeng Lambat
3 Cukup besar Cukup langgeng Cukup cepat
4 Besar Langgeng Cepat
5 Sangat besar Sangat langgeng Sangat cepat

Tabel 7.2 Kriteria dan Skoring Efisiensi Jalan Keluar


C
Skor
(biaya yang dikeluarkan)
1 Sangat murah
2 Murah
3 Cukup mahal
4 Mahal
5 Sangat mahal

Prioritas pemecahan masalah pada kasus TB paru di Desa Kalitapen


wilayah kerja Puskesmas Purwojati dengan menggunakan metode RINKE
adalah sebagai berikut:
Tabel 7.3 Prioritas Pemecahan Masalah Metode Rinke
Efektivitas Efisiensi M.I.V Urutan
Daftar Alternatif
No C Prioritas
Jalan Keluar M I V C
Masalah
1 Penyuluhan TB paru 2 2 2 2 4 2
meliputi penyebab,
gejala, pengobatan,
penularan dan penularan
TB
2 Pelatihan Kader untuk 3 3 2 2 9 1
skrining gejala TB paru
pada masyarakat yang
memiliki faktor risiko
kontak dengan penderita
TB
3 Skrining sputum BTA 2 3 2 4 3 3

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah dengan


menggunakan metode RINKE, maka diperoleh prioritas pemecahan
masalah yaitu pelatihan kader.
65
VIII. RENCANA KEGIATAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes, 2018). TB merupakan salah satu
dari 10 penyebab kematian tertinggi di dunia. Pada tahun 2017,
diperkirakan terdapat 1,3 juta kematian akibat TB, serta 300 ribu kematian
akibat TB pada orang yang terkena HIV. Pada tahun 2017, diestimasikan
sebanyak 10 juta orang baru yang terkena penyakit TB, hampir 90% dari
kasus tersebut merupakan orang dewasa yang terkena TB. Indonesia
merupakan negara dengan jumlah kasus baru terbanyak ketiga setelah
India dan China (WHO, 2018).
Pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak
425.089 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis
yang ditemukan pada tahun 2016 yang sebesar 360.565kasus. Jumlah
kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah
penduduk yang besaryaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 43% dari jumlah
seluruh kasus tuberkulosis di Indonesia (Kemenkes, 2018).
Pada tahun 2018, ditemukan sebanyak 62 kasus TB di wilayah
kerja puskesmas purwojati. Adanya kader peduli TB diharapkan akan
menurunkan angka kesakitan dan meningkatkan angka kesembuhan
penderita TB. Kader TB diharapkan mempunyai pengetahuan dan
ketrampilan tentang penanggulangan TB dengan strategi Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS).
B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan pelatihan kader peduli TB adalah
meningkatkan tingkat pengetahuan dan sikap kader agar lebih aktif dalam
meningkatkan penemuan kasus TB Paru dan berperan dalam
meningkatkan kesembuhan penderita TB.

66
C. Bentuk dan Materi Kegiatan
Kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu dengan memberikan
pelatihan tentang tuberkulosis paru. Kegiatan akan dilakukan setelah
berdiskusi dan mendapat perizinan dari pihak puskesmas. Materi yang
disiapkan adalah materi tentang penyebab TB, gejala TB, pemeriksaan
Lab TB, Faktor risiko dan pencegaan penularan, pengobatan TB, TB pada
anak dan tugas kader peduli TB, terutama screening pasien TB.
Penyampaian materi dilakukan dengan lisan dan media tulisan berupa
presentasi, dilanjutkan dengan sesi diskusi dengan peserta, dan pembagian
modul pelatihan
D. Sasaran
Kepala dusun dan pengurus PKK setiap desa di wilayah kerja Puskesmas
Purwojati
E. Pelaksanaan
1. Personil
a. Penanggung jawab : dr. Suripto (Kepala Puskesmas Purwojati).
b. Pelaksana : Farhan Ichsan, S.ked, Intan M. Ulla, S.Ked
2. Waktu dan Tempat
a. Hari : Kamis
b. Tanggal : 18 April 2019
c. Tempat : Puskesmas Purwojati
d. Waktu : 09.00 WIB - selesai
F. Rencana Anggaran
Modul 20 x @Rp. 3.000,00 : Rp. 60.000,-
Konsumsi 20 x @Rp. 5.000,00 : Rp. 100.000,-
G. Monitoring dan Evaluasi
1. Input
a. Sasaran : Kepala dusun dan pengurus PKK setiap desa di
wilayah kerja Puskesmas Purwojati. Kehadiran minimal 50% dari
seluruh undangan menghadiri acara ini, dan setiap desa harus
mengirimkan minimal 1 peserta
b. Sumber daya : Puskesmas dan pelaksana pelatihan

67
2. Proses
a. Keberlangsungan acara
Evaluasi keberlangsungan acara yang dilakukan adalah
diskusi berupa tanya jawab antara pemberi materi pelatihan dan
kader peduli TB serta pembagian modul kader peduli TB.
b. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Evaluasi jadwal pelaksanaan kegiatan dinilai dari ketepatan
tanggal dan waktu pelaksanaan kegiatan. Kegiatan direncanakan
berlangsung pada hari Rabu 18 April 2019 pukul 09.00– selesai di
Puskesmas Purwojati
3. Output
Penambahan pengetahuan tentang TBC yang dinilai dari pretest
dan post test.

68
IX. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN

A. Monitoring dan Evaluasi


1. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan pelatihan Kader peduli TB dilakukan di Aula Puskesmas
Wangon II pada hari Kamis, 18 April 2019 yang dimulai pukul 09.00 WIB
s.d. selesai. Partisipan yang hadir yaitu sejumlah 12 orang. Dalam acara
tersebut, disampaikan materi mengenai penyebab TB, gejala TB,
pemeriksaan Lab TB, Faktor risiko dan pencegaan penularan, pengobatan
TB, TB pada anak dan tugas kader peduli TB, terutama screening pasien
TB, dilanjutkan dengan sesi diskusi. Sebelum dan setelah dilakukan
pelatihan diadakan pretest dan posttest pada kader. Partisipan sangat
antusias mengikuti jalannya acara dibuktikan dengan keaktifan dalam
diskusi. Pada akhir acara, peserta diberikan modul kader peduli TB.
Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui 2 tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan
1) Perijinan
Acara pelatihan kader ini telah mendapatkan perijinan dari pihak
puskesmas dengan adanya undangan yang telah disetujui oleh kepala
puskesmas dan ditandatangani oleh kepala tata usaha puskesmas
Purwojati. Undangan ini ditujukan ke Kepala Dusun serta pengurus
PKK seluruh kecamatan Purwojati.
2) Materi
Materi yang disiapkan ialah mengenai penyebab TB, gejala TB,
pemeriksaan Lab TB, Faktor risiko dan pencegaan penularan,
pengobatan TB, TB pada anak dan tugas kader peduli TB, terutama
screening ke pasien TB.
3) Sarana
Sarana yang dipersiapkan yaitu LCD proyektor, laptop, sound
system, dan alat tulis.
b. Tahap Pelaksanaan

69
1) Judul Kegiatan
Pelatihan Kader Peduli TB
2) Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Kamis, 18 April 2019
Waktu : 09.00 s.d. 11.00
Tempat : Aula Puskesmas Purwojati
3) Pelaksana
Dokter Muda Unsoed (Farhan Ichsan,Intan Mawaridhatul Ulla).
4) Peserta
Kepala dusun dan pengurus PKK seluruh Desa di Kecamatan
Purwojati
B. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu
evaluasi input, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek:
1. Input
a. Man
Dalam pelaksanaan kegiatan, tidak mengundang narasumber dari
luar. Namun, secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan
pelatihan sudah cukup baik karena pelatihan dilakukan oleh tim
pelaksana yang terdiri dari dua orang dokter muda.
b. Money
Dana berasal dari biaya mandiri dan tersedia cukup untuk menunjang
pelaksanaan kegiatan.
c. Material
Kegiatan pelatihan terlaksana dengan baik karena tersedia fasilitas
yang dibutuhkan.
d. Metode
Kegiatan dilakukan secara lisan dan menggunakan presentasi
powerpoint, kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dengan peserta,
sehingga materi dapat tersampaikan dengan baik.

70
e. Minute
Waktu yang ada cukup untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan
kader TB peduli. Kegiatan dimulai jam 09.00 dan selesai jam 11.00.
f. Market
Sasaran kegiatan ini adalah kepala dusun dan pengurus PKK dari
masing-masing desa di Kecamatan Purwojati.
2. Proses
a. Sasaran:
Peserta yang hadir dalam kegiatan ini sebanyak 12 orang, yang

merupakan 60% dari keseluruhan kader yang diundang (20 orang kader

yang diundang). Peserta yang datang ke pelatihan, sebanyak 7 dari total

10 desa di kecamatan Purwojati. Jumlah ini telah memenuhi target awal

yaitu 50% dari dari total undangan dapat menghadiri kegiatan, namun

tidak seluruh desa dapat mengirimkan perwakilannya ke pelatihan ini.

b. Waktu
Kamis, 18 April 2019, pukul 09:00 – 11:00. Tidak ada hambatan berarti
selama berlangsungnya acara
c. Tempat
Aula Puskesmas Purwojati
d. Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan pada Kamis, 18 April 2019 pada pukul
09.00 dan selesai pada pukul 11.00 WIB. Acara berlangsung kurang
lebih 2 jam. Acara dilakukan dengan pemberian sekilas materi diawal
dan dilanjutkan dengan tanya jawab, diskusi dan sharing bersama kader.
Di akhir acara, terdapat pemberian modul kader TB untuk para peserta.
3. Hasil
Peserta pelatihan tampak antusias dan mengikuti proses pelatihan
dengan baik. Peserta pelatihan sudah cukup mengerti tentang materi yang
disampaikan narasumber terkait TB paru, dan screening pasien dengan
penilaian menggunakan pretest dan posttest.

71
Tabel 9.1 Uji T Berpasangan

Pretest Posttest Nilai p


Mean 72,29 89,23 0.000
SD 7,09 5,27

Uji T berpasangan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang


bermakna antara rerata pretest dan rerata posttest pada peserta yang hadir
dalam pelatihan (p <0.05).

72
X. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hasil analisis prioritas masalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerja
Puskesmas Purwojati yakni tuberkulosis dengan total 62 kasus dari bulan
Januari – Desember 2018.
2. Faktor risiko yang didapatkan dari analisis data yaitu menunjukkan bahwa
pengetahuan, kontak dengan penderita, DM, status gizi dan merokok adalah
faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB. Dari hasil analisis
multivariat, didapatkan bahwa faktor kontak dengan penderita adalah faktor
yang paling berpengaruh dalam kejadian TB
3. Alternatif pemecahan masalah pada penelitian ini adalah pelatihan kader TB
peduli di wilayah kerja Puskesmas Purwojati, yang diharapkan dapat
menjadi kader yang berperan aktif dalam screening penderita TB baru.
B. Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Melakukan pelatihan kader peduli TB di seluruh desa di wilayah kerja
puskesmas Purwojati.
b. Melakukan follow up ke kader perihal screening pasien TB paru dan
pasien yang menderita TB paru yang berada di wilayah kader
c. Melakukan kerjasama dengan pemerintah desa untuk membentuk desa
peduli TB guna meningkatkan screening penemuan kasus baru TB
2. Bagi Kader
a. Melakukan screening secara aktif kepada warga yang memiliki gejala TB,
terutama masyarakat yang memiliki faktor risiko kontak dengan penderita
TB
b. Mendorong terbentuknya kelompok swabantu TB di desa masing-masing
3. Bagi Peneliti
Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang
mempengaruhi angka kejadian tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas
Wangon II serta alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilakukan.

73
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:


Depkes.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2017. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Fitriani, E. 2013. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Tuberkulosis Paru. UJPH. 2(1): 1-7

Horsburgh, C.R., 2009. Epidemiology of Tuberculosis. Available from:


http://www.uptodate.com/contents/epidemiology-of-tuberculosis. Diakses
pada 1 April 2018.

Kemenkes, R.I. 2018. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Laila, R. 2015. Hubungan Merokok dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru


di Wilayah Kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan. Jakarta: FKIK
UIN Syarif Hidayatullah.

Narasimhan, P., Wood, J., MacIntyre, C.R., Dilip M. 2013, Risk Factors for
Tuberculosis.Pulmonary Medicine. Article ID 828939: 11.
Nurhidayah, I., Lukman, M., Rakhmawati, W. 2007. Hubungan antara
Karakteristik Lingkungan Rumahdengan Kejadian Tuberkulosis (TB) pada
Anak di Kecamatan PasehKabupaten Sumedang. Makalah. Bandung:
UNPAD.
Richard, O’B.J., &Mario, R.C. 2010. Tuberculosis. Harrison’s Pulmonary and
Critical Care Medicine. Pp. 115-139. The McGraw-Hill Companies.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Aiwi, I., Simadibrata, K.M., Setiati, S. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi Ke2. Jakarta: Interna Publishing.

Werdhani, A.R. 2005. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis.


Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi dan Keluarga.FKUI.
http://staff.ui.ac.id/internal/0107050183/material/PATO_DIAG_KLAS.pdf.
Diakses pada 25 Oktober 2017.

Wibisono, M.J., Winariani, Hariadi, S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru FK
Unair. Edisi Ke2.Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Edisi ke 2. Jakarta: Erlangga.

Wijaya, A.A. 2012. Merokok dan Tuberkulosis. Tuberculosis Indonesia. 8:18-23.

74
World Health Organization. 2018. Global Tuberculosis Report.

Wulandari, A.A., Nurjazuli, Adi, M.S. 2015. Faktor Risiko dan Potensi
PenularanTuberkulosis Paru di Kabupaten Kendal , JawaTengah. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia. 14(1): 7-13.

75
Lampiran 1. Inform Consent

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(Information and Consent Form)
Kami, Farhan Ichsan S.Ked dan Intan Mawaridhatul Ulla S.Ked, dokter muda dari bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman ingin mengajak Anda untuk
berpartisipasi dalam penelitian kami yang berjudul “Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwojati Kabupaten Banyumas”
Tujuan Penelitian
Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberculosis (TBC) di wilayah kerja
Puskesmas Purwojati Kabupaten Banyumas.
Keikutsertaan Sukarela
Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sukarela tanpa paksaan. Anda berhak untuk menolak
keikutsertaan tanpa ada kerugian atau sanksi apa pun yang akan Anda alami akibat dari penolakan
tersebut.
Durasi Penelitian, Prosedur Penelitian, dan Tanggung Jawab Informan
Prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengisian lembar persetujuan setelah
penjelasan (information and consent form) kemudian dilanjutkan dengan pengisian kuesioner dipandu
oleh peneliti.
Manfaat Penelitian
Partisipasi Anda penting dalam penelitian ini karena Anda berkesempatan menyampaikan apa yang Anda
ketahui, pikirkan,dan lakukan sehubungan dengan masalah infeksi tuberkulosis. Informasi ini berguna
untuk membantu program pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Purwojati berkaitan dengan masalah
infeksi tuberkulosis sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan dalam
upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif kepada masyarakat desa di wilayah kerja Puskesmas
Purwojati Kabupaten Banyumas.
Kerahasiaan
Kami menjamin kerahasiaan seluruh data. Data dari kuesioner yang diambil akan kami tulis dengan kode
tertentu. Proses pendokumentasian akan dilakukan jika Anda memberikan izin terlebih dahulu.
Kesediaan
Tandatangan Anda pada lembar ini menunjukkan kesediaan Anda untuk menjadi responden dalam
penelitian.

Purwojati,….............................

Yang Menyampaikan Informasi Tandatangan Responden,

( ) ( )

76
Lampiran 2. Kuesioner

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN PURWOKERTO
KUESIONER

DATA IDENTITAS RESPONDEN

1. Tanggal diisi : ……………………………………………


2. Nama : ............................................... Umur ........... thn
3. Jenis kelamin :……………………………
4. Berat ...................................................... kg
5. Tinggi ............................................... cm
6. Pendidikan terakhir : ..................................................................
7. Pekerjaan : ...................................................................
8. Alamat : ……………………………………….......
9. Pendapatan keluarga :
> Rp. 1.750.000
< Rp. 1.750.000

FAKTOR RIWAYAT PENGOBATAN DAN PAPARAN


1. Apakah Anda pernah menderita Tuberkulosis (TB) paru?
 Ya
 Tidak
2. Apakah anggota keluarga yang tinggal satu rumah pernah menderita Tuberkulosis
(TB) paru?
Ya, siapa? …………..
 Tidak
3. Apakah anda sudah pernah menjalani pengobatan Tuberkulosis (TB) paru
 Ya,
Durasi........Teratur/Tidak teratur
Jenis obat …. 4 FDC (merah)/2FDC (kuning)/ lain-lain (obat
pisah) …. Lokasi pengobatan ….
 Tidak

77
FAKTOR RUMAH DAN LINGKUNGAN
1. Status kepemilikan rumah : milik sendiri kontrak
2. Sudah berapa lama tinggal di rumah ini = <3bulan 3-6 bulan >6bulan

No Kondisi Rumah Ya/Ada Tidak Keterangan


1 Ventilasi (minimal 10% dari luas lantai
ruangan)
2 Pencahayaan cukup (>60 lux)
3 Kepadatan penghuni rumah (>10 m2
setiap orang)
4 Atap (bereternit, tidak langsung
genting)
5 Lantai (ber ubin, tidak menyerap air,
mudah dibersihkan)
6 Dinding (tembok)
7 Sumber air bersih (air sumur, air PAM)
8 Sistem Pembuangan Air Limbah (ada
septic tank atau tidak)

FAKTOR PENGETAHUAN
Pengetahuan : 0. Salah 1. Benar
1. Apakah yang Anda tau tentang penyakit TB? Tidak tahu Penyakit menular
2. Apa penyebab penyakit tuberkulosis paru? Tidak tahu Kuman TB
3. Sebutkan tanda-tanda penyakit tuberkulosis
Tidak tahu
Batuk berdahak selama 3 minggu atau lebih, batuk berdahak bercampur
darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan terasa lemah, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, keringat malam
4. Menurut Anda bagaimana penularan penyakit tuberkulosis ?
Tidak tahu
Menyebar ke udara ketika penderita batuk atau bersin kuman TB terhirup
masuk ke dalam paru
Lain-lain
5. Berapa lama jika seorang penderita tuberkulosis paru harus minum obat ?
Tidak tahu Minimal 6 bulan Lain-lain.
6. Setelah 2 minggu minum obat merasa sembuh apakah boleh berhenti mengonsumsi
OAT ?
Boleh Tidak boleh Lain-lain
7. Bagaimana cara mencegah penularan TB paru ?

78
Tidak tahu
Penderita tidak meludah sembarangan, menutup mulut pada saat batuk atau
bersin, mengupayakan sinar matahari masuk ke rumah
Lain-lain

FAKTOR PENYAKIT PENYERTA


1. Apakah pasien pernah didiagnosis menderita penyakit DM?
a. Ya
b. Tidak
2. Tipe Diabetes yang diderita :
a. Tipe 1
b. Tipe 2
3. Apakah pasien mengalami tanda gejala DM (sering buang air kecil di malam hari, sering
lapar, dan sering haus?
a. Ya
b.Tidak
4. Nilai GDS: ........
FAKTOR MEROKOK DAN ALKOHOL
1. Apakah saudara merokok ? Ya Tidak

Jika Ya, lanjut ke pertanyaan berikut :

2. Sudah berapa lama saudara merokok?

< 1 tahun

> 1 tahun

4. Berapa batang saudara merokok dalam 1 hari?


< 10 batang

10-20 batang

> 20 batang
5. Apakah saudara meminum alkohol? Ya Tidak

Jika Ya, lanjut ke pertanyaan berikut :

6. Berapa banyak alkohol yang saudara minum dalam 1 hari?

< 1 gelas

> 1 gelas

79
Sumber:
Anggraini, U.M. 2015. Kuesioner Pengaruh Program Edukasi Dengan Media Audio Visual
Terhadap Perilaku Pencegahan Diabetes Melitus dan Kualitas Hidup Pada Warga
Pedukuhan Kasihan
Komala, W. 2010. Kuesioner Hubungan Merokok dengan Hairy Tongue di Kelurahan Indra
Kasih Kecamatan Medan Tembung
Sembiring, S.S. 2012. Kuesioner Penelitian Perilaku Penderita Tb Paru Positif Dalam Upaya
Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun 2012
Pane, K.M. 2016. Hubungan Karakteristik Individu, Praktik Higiene, dan Sanitasi
Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tb Paru di Wilayah kerja Puskesma Desa Lalang
Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

80
Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data
A. Analisis Univariat
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Jenis Kelamin * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Merokok * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Alkohol * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Rumah Sehat * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Kontak Dengan Penderita TB * 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
TB Paru
Pendidikan * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Pengetahuan * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Status Gizi * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
Sosial Ekonomi * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%
DIabetes Melitus * TB Paru 32 100,0% 0 0,0% 32 100,0%

Frequency Table
TB_Paru
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 16 50,0 50,0 50,0
Tidak 16 50,0 50,0 100,0
Total 32 100,0 100,0

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0-20 3 9,4 9,4 9,4
21-40 10 31,3 31,3 40,6
41-60 15 46,9 46,9 87,5
>60 4 12,5 12,5 100,0
Total 32 100,0 100,0

81
Jenis_Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 16 50,0 50,0 50,0
Perempuan 16 50,0 50,0 100,0
Total 32 100,0 100,0

Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Merokok 22 68,8 68,8 68,8
Perokok Ringan 1 3,1 3,1 71,9
Perokok Sedang 7 21,9 21,9 93,8
Perokok Berat 2 6,3 6,3 100,0
Total 32 100,0 100,0

Alkohol
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 32 100,0 100,0 100,0

Rumah_Sehat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 11 34,4 34,4 34,4
Tidak 21 65,6 65,6 100,0
Total 32 100,0 100,0

Kontak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 17 53,1 53,1 53,1
Tidak 15 46,9 46,9 100,0
Total 32 100,0 100,0

82
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 26 81,3 81,3 81,3
Tinggi 6 18,8 18,8 100,0
Total 32 100,0 100,0

Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 17 53,1 53,1 53,1
Baik 15 46,9 46,9 100,0
Total 32 100,0 100,0

Status_Gizi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang 9 28,1 28,1 28,1
Baik 14 43,8 43,8 71,9
Lebih 9 28,1 28,1 100,0
Total 32 100,0 100,0

Sosial_Ekonomi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 18 56,3 56,3 56,3
Tinggi 14 43,8 43,8 100,0
Total 32 100,0 100,0

DM
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 10 31,3 31,3 31,3
Tidak 22 68,8 68,8 100,0
Total 32 100,0 100,0

83
B. Analisis Bivariat

Usia * TB Paru
Crosstab
TB Paru
Ya Tidak Total

Usia 0-20 Count 3 0 3


% within TB Paru 18,8% 0,0% 9,4%
21-40 Count 6 4 10
% within TB Paru 37,5% 25,0% 31,3%
41-60 Count 6 9 15
% within TB Paru 37,5% 56,3% 46,9%
>60 Count 1 3 4
% within TB Paru 6,3% 18,8% 12,5%
Total Count 16 16 32
% within TB Paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 5,000a 3 ,172
Likelihood Ratio 6,212 3 ,102
Linear-by-Linear Association 4,506 1 ,034
N of Valid Cases 32
a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1,50.

Risk Estimate
Value
a
Odds Ratio for Usia (0-20 / 21-
40)
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a 2*2
table without empty cells.

84
Jenis Kelamin * TB Paru
Crosstab
TB Paru
Ya Tidak Total
Jenis Kelamin Laki-Laki Count 12 4 16
% within TB Paru 75,0% 25,0% 50,0%
Perempuan Count 4 12 16
% within TB Paru 25,0% 75,0% 50,0%
Total Count 16 16 32
% within TB Paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 8,000a 1 ,005
Continuity Correctionb 6,125 1 ,013
Likelihood Ratio 8,372 1 ,004
Fisher's Exact Test ,012 ,006
Linear-by-Linear Association 7,750 1 ,005
N of Valid Cases 32
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis Kelamin 9,000 1,817 44,591
(Laki-Laki / Perempuan)
For cohort TB Paru = Ya 3,000 1,226 7,339
For cohort TB Paru = Tidak ,333 ,136 ,815
N of Valid Cases 32

85
Merokok * TB Paru
Crosstab
TB Paru
Ya Tidak Total
Merokok Perokok Ringan Count 1 1 2
% within TB Paru 6,3% 6,3% 6,3%
Perokok Sedang Count 6 1 7
% within TB Paru 37,5% 6,3% 21,9%
Perokok Berat Count 1 1 2
% within TB Paru 6,3% 6,3% 6,3%
Tidak Merokok Count 8 13 21
% within TB Paru 50,0% 81,3% 65,6%
Total Count 16 16 32
% within TB Paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 4,762a 3 ,190
Likelihood Ratio 5,164 3 ,160
Linear-by-Linear Association 2,947 1 ,086
N of Valid Cases 32

a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1,00.

Risk Estimate
Value
a
Odds Ratio for Merokok
(Perokok Ringan / Perokok
Sedang)
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a 2*2
table without empty cells.

86
Alkohol * TB Paru

Crosstab
TB Paru
Ya Tidak Total
Alkohol Tidak Count 16 16 32
% within TB Paru 100,0% 100,0% 100,0%
Total Count 16 16 32
% within TB Paru 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 32
a. No statistics are computed because
Alkohol is a constant.

Risk Estimate
Value
Odds Ratio for Alkohol (Tidak / .a
.)
a. No statistics are computed because Alkohol
is a constant.

Rumah Sehat * TB Paru

Crosstab
TB Paru
Ya Tidak Total
Rumah Sehat Ya Count 3 8 11
% within TB Paru 18,8% 50,0% 34,4%
Tidak Count 13 8 21
% within TB Paru 81,3% 50,0% 65,6%
Total Count 16 16 32
% within TB Paru 100,0% 100,0% 100,0%

87
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3,463a 1 ,063
Continuity Correctionb 2,216 1 ,137
Likelihood Ratio 3,560 1 ,059
Fisher's Exact Test ,135 ,068
Linear-by-Linear Association 3,355 1 ,067
N of Valid Cases 32
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Rumah Sehat ,231 ,047 1,135
(Ya / Tidak)
For cohort TB Paru = Ya ,441 ,159 1,224
For cohort TB Paru = Tidak 1,909 ,992 3,673
N of Valid Cases 32

Kontak * TB_Paru

Crosstab
TB_Paru
Ya Tidak Total
Kontak Ya Count 14 3 17
% within TB_Paru 87,5% 18,8% 53,1%
Tidak Count 2 13 15
% within TB_Paru 12,5% 81,3% 46,9%
Total Count 16 16 32
% within TB_Paru 100,0% 100,0% 100,0%

88
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 15,184a 1 ,000
Continuity Correctionb 12,549 1 ,000
Likelihood Ratio 16,737 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 14,710 1 ,000
N of Valid Cases 32
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kontak (Ya / 30,333 4,351 211,490
Tidak)
For cohort TB_Paru = Ya 6,176 1,668 22,864
For cohort TB_Paru = Tidak ,204 ,072 ,579
N of Valid Cases 32

Status Gizi * TB Paru

Crosstab
TB Paru
Ya Tidak Total
Status Gizi Kurang Count 9 1 10
% within TB Paru 56,3% 6,3% 31,3%
Baik Count 6 7 13
% within TB Paru 37,5% 43,8% 40,6%
Lebih Count 1 8 9
% within TB Paru 6,3% 50,0% 28,1%
Total Count 16 16 32
% within TB Paru 100,0% 100,0% 100,0%

89
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 11,921a 2 ,003
Likelihood Ratio 13,636 2 ,001
Linear-by-Linear Association 11,491 1 ,001
N of Valid Cases 32

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 4,50.

Risk Estimate
Value
a
Odds Ratio for Status Gizi
(Kurang / Baik)
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a 2*2
table without empty cells.

DIabetes Melitus * TB Paru


Crosstab
TB Paru
Ya Tidak Total
DIabetes Melitus Ya Count 1 9 10
% within TB Paru 6,3% 56,3% 31,3%
Tidak Count 15 7 22
% within TB Paru 93,8% 43,8% 68,8%
Total Count 16 16 32
% within TB Paru 100,0% 100,0% 100,0%

90
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,309a 1 ,002
Continuity Correctionb 7,127 1 ,008
Likelihood Ratio 10,338 1 ,001
Fisher's Exact Test ,006 ,003
Linear-by-Linear Association 9,018 1 ,003
N of Valid Cases 32
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for DIabetes Melitus ,052 ,005 ,493
(Ya / Tidak)
For cohort TB Paru = Ya ,147 ,022 ,962
For cohort TB Paru = Tidak 2,829 1,483 5,395
N of Valid Cases 32

Pendidikan * TB_Paru
Crosstab
TB_Paru
Ya Tidak Total
Pendidikan Rendah Count 14 12 26
% within TB_Paru 87,5% 75,0% 81,3%
Tinggi Count 2 4 6
% within TB_Paru 12,5% 25,0% 18,8%
Total Count 16 16 32
% within TB_Paru 100,0% 100,0% 100,0%

91
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,821a 1 ,365
Continuity Correctionb ,205 1 ,651
Likelihood Ratio ,834 1 ,361
Fisher's Exact Test ,654 ,327
Linear-by-Linear Association ,795 1 ,373
N of Valid Cases 32
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pendidikan 2,333 ,362 15,053
(Rendah / Tinggi)
For cohort TB_Paru = Ya 1,615 ,493 5,290
For cohort TB_Paru = Tidak ,692 ,343 1,397
N of Valid Cases 32

Pengetahuan * TB_Paru
Crosstab
TB_Paru
Ya Tidak Total
Pengetahuan Buruk Count 5 12 17
% within TB_Paru 31,3% 75,0% 53,1%
Baik Count 11 4 15
% within TB_Paru 68,8% 25,0% 46,9%
Total Count 16 16 32
% within TB_Paru 100,0% 100,0% 100,0%

92
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6,149a 1 ,013
Continuity Correctionb 4,518 1 ,034
Likelihood Ratio 6,367 1 ,012
Fisher's Exact Test ,032 ,016
Linear-by-Linear Association 5,957 1 ,015
N of Valid Cases 32
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pengetahuan ,152 ,032 ,713
(Buruk / Baik)
For cohort TB_Paru = Ya ,401 ,181 ,890
For cohort TB_Paru = Tidak 2,647 1,083 6,469
N of Valid Cases 32

Sosial_Ekonomi * TB_Paru
Crosstab
TB_Paru
Ya Tidak Total
Sosial_Ekonomi Rendah Count 10 8 18
% within TB_Paru 62,5% 50,0% 56,3%
Tinggi Count 6 8 14
% within TB_Paru 37,5% 50,0% 43,8%
Total Count 16 16 32
% within TB_Paru 100,0% 100,0% 100,0%

93
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,508a 1 ,476
Continuity Correctionb ,127 1 ,722
Likelihood Ratio ,509 1 ,475
Fisher's Exact Test ,722 ,361
Linear-by-Linear Association ,492 1 ,483
N of Valid Cases 32
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Sosial_Ekonomi 1,667 ,407 6,818
(Rendah / Tinggi)
For cohort TB_Paru = Ya 1,296 ,623 2,697
For cohort TB_Paru = Tidak ,778 ,391 1,547
N of Valid Cases 32

Status_Gizi * TB_Paru
Crosstab
TB_Paru
Ya Tidak Total

Status_Gizi2 Kurang Count 8 1 9


% within TB_Paru 50,0% 6,3% 28,1%
Baik&Lebih Count 8 15 23
% within TB_Paru 50,0% 93,8% 71,9%
Total Count 16 16 32
% within TB_Paru 100,0% 100,0% 100,0%

94
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 7,575a 1 ,006
Continuity Correctionb 5,565 1 ,018
Likelihood Ratio 8,362 1 ,004
Fisher's Exact Test ,015 ,008
Linear-by-Linear Association 7,338 1 ,007
N of Valid Cases 32
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Status_Gizi2 15,000 1,583 142,171
(Kurang / Baik&Lebih)
For cohort TB_Paru = Ya 2,556 1,395 4,682
For cohort TB_Paru = Tidak ,170 ,026 1,107
N of Valid Cases 32

Merokok * TB Paru
Crosstab
TB_Paru
Ya Tidak Total
Merokok_2 Ya Count 8 2 10
% within TB_Paru 50,0% 12,5% 31,3%
Tidak Count 8 14 22
% within TB_Paru 50,0% 87,5% 68,8%
Total Count 16 16 32
% within TB_Paru 100,0% 100,0% 100,0%

95
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5,236a 1 ,022
Continuity Correctionb 3,636 1 ,057
Likelihood Ratio 5,512 1 ,019
Fisher's Exact Test ,054 ,027
Linear-by-Linear Association 5,073 1 ,024
N of Valid Cases 32
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Merokok_2 7,000 1,185 41,359
(Ya / Tidak)
For cohort TB_Paru = Ya 2,200 1,167 4,146
For cohort TB_Paru = Tidak ,314 ,087 1,129
N of Valid Cases 32

C. Analisis Multivariat

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Step 0 Variables Pengetahuan 6,149 1 ,013
Kontak 15,184 1 ,000
DM 9,309 1 ,002
Status_Gizi 10,889 1 ,001
Merokok 3,643 1 ,056
Overall Statistics 20,484 5 ,001

96
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a Pengetahuan -1,387 1,553 ,797 1 ,372 ,250
Kontak 3,540 1,618 4,785 1 ,029 34,454
DM -1,714 1,664 1,060 1 ,303 ,180
Status_Gizi 2,932 1,464 4,010 1 ,045 18,756
Constant -5,738 5,246 1,196 1 ,274 ,003
a. Variable(s) entered on step 1: Pengetahuan, Kontak, DM, Status_Gizi.

D. Paired T-Test

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pretest ,183 12 ,200* ,929 12 ,373
Posttest ,196 12 ,200* ,867 12 ,060
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)


Std. Error 95% Confidence Interval
Mean Std. Deviation Mean of the Difference

Upper Lower
Pair 1 Pre -
-16,94167 3,98165 1,14940 -19,47149 -14,41185 -14,740 11 ,000
Post

97
Lampiran 4. Kuesioner Pretest & Posttest Pelatihan

Kuesioner Tuberkulosis (TB Paru)


Petunjuk pengisian: Silakan berikan tanda ceklist (√) pada kolom sesuai dengan
jawaban yang menurut anda salah maupun benar.
No. Pertanyaan Benar Salah Tidak
Tahu
1 TB adalah penyakit infeksi yang sangat menular lewat
udara
2. TB paru dapat disebabkan oleh:
Infeksi bakteri M. tuberculosis (Bakteri TB) lewat
udara
Paparan asap (rokok, obat nyamuk bakar, tungku)
Alergi
Keturunan
3. Menurut anda yang menyebabkan seseorang mudah terkena TB adalah:
Merokok
Kebiasaan merokok anggota keluarga
Penggunaan obat nyamuk bakar
Penggunaan bahan bakar memasak
Ada anggota keluarga lain atau tetangga yang
menderita penyakit TB
Rumah kurang ventilasi (lubang ventilasi kurang
Jendela rumah jarang dibuka
Rumah gelap, kurang cahaya
Atap tidak bereternit, langsung genting
Lantai tanah, tidak berubin
Dinding bukan tembok
4. Gejala TB Paru adalah
Batuk selama 2 minggu atau lebih
Batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada

98
Demam
Keringat berlebihan malam hari
Berat badan menurun
Badan lemas, tidak nafsu makan
Pembesaran kelenjar getah bening leher, ketiak
Pembengkakan tulang atau sendi pinggul, lutut, jari
5. Hal apa saja yang dapat mencegah terjadinya TB:
Daya tahan tubuh yang baik
Menggunakan masker
Tidak meludah sembarangan
Menutup mulut saat batuk atau bersin
Periksa dahak jika ada anggota keluarga lain yang
batuk lama dan menderita TB
Memperbaiki kondisi rumah (jendela sering dibuka,
pencahayaan cukup, tidak gelap, atap bereternit, lantai
kedap air, berubin, dinding tembok)
6. Prinsip dan metode pengobatan TB antara lain adalah:
TB adalah penyakit yang sangat bisa disembuhkan jika
berobat teratur dan sesuai perintah dokter
Pengobatan TB dilakukan selama 6 bulan
Pada 2 bulan pertama, obat yang diminum adalah pil
besar berwarna merah diminum setiap hari
Pada bulan ke 3-6, obat yang diminum adalah pil
berwarna kuning diminum hari senin, rabu dan jumat
Pengobatan TB tidak boleh putus dan berhenti
BAK/ pipis warna merah adalah wajar
7. Keluhan apa saja setelah minum obat yang mengharuskan anda periksa ulang
ke dokter?
BAK merah
Tuli
Gangguan keseimbangan (kepala berputar, mudah
jatuh)
Mual muntah, bingung

99
Nyeri ulu hati, mata dan kulit kekuningan
Penglihatan terganggu (kabur)
Kejang

100
Lampiran 5. Dokumentasi

Lampiran 6. Nilai Pretest & Posttest Pelatihan

NO NILAI PRE TEST NILAI POST TEST


1. 71,1 93,3
2. 75,6 93,3
3. 82 95,6
4. 77 88,8
5. 64 82,2
6. 60 82,2
7. 71,1 84,4
8. 75,6 88,8
9. 77,8 91,1
10. 62,2 82,2
11. 71,1 93,3
12. 80 95,6

101
Lampiran 7. Formulir Skrining TB

Formulir Skrining TB

Nama Pasien:
Alamat:
Tanggal:

No. GejaladanTanda TB Ya Tidak


1 Batuk berdahak selama > 2-3 minggu
2 Batuk berdarah
3 Demam hilang timbul > 1 bulan
4 Keringat malam tanpa aktifitas
5 Penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas
6 Pembesaran kelenjar getah bening (benjolan di
daerah leher) dengan ukuran > 2 cm
7 Sesak nafas dan nyeri dada
8 Pernah minum obat paru dalam waktu lama
sebelumnya
9 Ada keluarga/tetangga yang pernah sakit paru-paru/
TB/ pengobatan paru lama
10 Penyakit lain:
- Asma
- DM

Kader Peduli TB

(…………………….)

102
Lampiran 8. Daftar Hadir Peserta Pelatihan Kader Peduli TB

103

Anda mungkin juga menyukai