Obesitas
Obesitas
Obesitas
Matthias Bluher
Abstrak
Prevalensi obesitas telah meningkat di seluruh dunia dalam 50 tahun terakhir,
mencapai tingkat pandemi. Obesitas merepresentasikan tantangan kesehatan mayor
karena meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes mellitus tipe 2, penyakit
perlemakan hati, hipertensi, infark miokard, stroke, demensia, osteoartritis,
obstructive sleep apnoea, dan beberapa kanker, semuanya berkontribusi terhadap
penurunan kualitas hidup dan angka harapan hidup. Obesitas juga berhubungan
dengan pengangguran, gangguan sosial, dan penurunan produktivitas sosio-ekonomi,
menyebabkan peningkatan permasalahan ekonomi. Sejauh ini, strategi pencegahan
dan penanganan obesitas (keduanya pada tingkat individu dan masyarakat) belum
berhasil dalam jangka lama. Intervensi gaya hidup dan perilaku yang bertujuan untuk
menurunkan asupan kalori dan meningkatkan pengeluaran energi memiliki
keterbatasan keefektifan karena adaptasi hormonal, metabolik, dan neurokimia yang
rumit dan menetap menghambat penurunan berat badan dan memicu peningkatan
berat badan. Dalam menurunkan kekhawatiran terkait obesitas dibutuhkan
pendekatan yang mengkombinasikan intervensi individu dengan merubah lingkungan
dan kehidupan sosial. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih baik dari perbedaan
wilayah terkait prevalensi obesitas dan polanya dapat membantu untuk
mengidentifikasi penyebab sosial terhadap obesitas dan menjadi panduan strategi
intervensi mana yang paling menjanjikan.
Poin penting
Prevalensi obesitas telah meningkat pada dimensi pandemi dalam 50 tahun
terakhir.
Obesitas adalah penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian
prematur dengan meningkatnya risiko penyakit kardiometabolik, osteoartritis,
depresi, dan beberapa tipe kanker.
Pencegahan dan penanganan obesitas sering gagal dalam jangka panjang
(contohnya, intervensi perilaku yang bertujuan untuk menurunkan asupan energi
dan meningkatkan pengeluaran energi) atau tidak dapat dilakukan atau tidak sesuai
(operasi bariatrik) untuk sebagian besar orang yang terkena.
Meskipun prevalensi obesitas meningkat pada masing-masing negara di dunia,
perbedaan regional juga terdapat pada prevalensi dan pola obesitas; memahami
pemicu perbedaan regional ini dapat membantu untuk mendapatkan panduan
untuk strategi intervensi yang paling menjanjikan.
Perubahan sistem makanan global bersamaan dengan peningkatan perilaku
sedentari adalah pemicu utama pandemi obesitas.
Tantangan terbesar adalah untuk menerjemahkan pengetahuan kita dari penyebab
utama peningkatan prevalensi obesitas menjadi aksi yang efektif; seerti aksi yang
melibatkan perubahan kebijakan yang memfasilitasi individu dalam memilih
makanan yang rendah lemak, gula, dan garam.
Patogenesis obesitas
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan energi positif kronik,
yang menyebabkan obesitas. Penambahan berat badan merupakan hasil dari
kombinasi peningkatan asupan energi, aktivitas fisik yang rendah, dan penurunan
pengeluaran energi.
Dalam ~50 tahun terakhir, prevalensi obesitas telah meningkat di dunia menjadi
pandemi. Investigator dari Kolaborasi Faktor Risiko PTM telah menyajikan data
terbaru terkait bagaimana prevalensi obesitas telah berubah di dunia dalam 40 tahun
terakhir.
Berdasarkan penelitian terbaru mengenai pola BMI dari seluruh negara di dunia
berdasarkan data berat badan dan tinggi badan yang terukur dari 128,9 juta aak,
remaja, dan orang dewasa, prevalensi obesitas meningkat pada masing-masing negara
dari tahun 1975 higga 2016. Investigator Kolaborasi Faktor Risiko PTF
mengidentifikasi perbedaan wilayah terkait perubahan BMI dari waktu ke waktu.
Percepatan peningkatan BMI ditandai di Asia Selatan (Bangladesh, Bhutan, India,
Nepal, dan Pakistan), Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Sri Lanka,
Thailand, dan Vietnam), Karibia (Belize, Kuba, Republik Dominika, Jamaika, dan
Puerto Rico), dan Amerika Latin bagian Selatan (Argentina, Brazil, Chili, Paraguay,
dan Uruguay). Standar usia rata-rata perubahan BMI selama 40 tahun bervariasi dari
hampir tidak ada peningkatan BMI pada regio Eropa Timur (Belarus, Latvia,
Lithuania, Federasi Rusia, dan Ukraina) hingga peningkatan signifikan (1 kg/m2
dalam 10 tahun) di Amerika Latin bagian Tengah (termasuk Kolombia, El Salvador,
Guatemala, Meksiko, Panama, dan Venezuela). Prevalensi BMI >30 kg/m2 berbeda-
beda pada masing-masing negara dan memiliki rentang dari 3,7% di Jepang hingga
38,2% di Amerika Serikat. Kecuali di Afrika bagian Sahara dan Asia, terdapat lebih
banyak orang dengan obesitas dibandingkan dengan kekurangan berat badan.
Prevalensi obeitas pada anak-anak adalah >30% di Cook Iland, Nauru dan
Palau, dengan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Prevalensi
obesitas di dunia meningkat di angka waspada pada anak-anak dan remaja dari 0,7%
menjadi 5,6% pada anak laki-laki dan 0,9% menjadi 7,8% pada anak perempuan dari
tahun 1975 hingga 2016. Pola BMI pada anak-anak dan remaja adalah fokus
tersendiri terhadap prediksi bagaimana obesitas dapat mempengaruhi masyarakat di
masa depan. Pada analisis intra-individu menggunakan BMI kontinyu pada 51.505
anak yang memiliki data antropometri selama masa kanak-kanak dan remaja,
peningkatan berat badan yang paling cepat ditemukan diantara usia 2 dan 6 tahun,
dan 90% anak yang obesitas pada usia 3 tahun juga mengalami kelebihan berat badan
atau obesitas pada saat remaja nantinya.
Pada tahun 1975 hingga 2014, prevalensi obesitas (BMI >30 kg/m2) meningkat
dari 3,2% menjadi 10,8% pada dewasa pria dan dari 6,4% menjadi 14,9% pada
dewasa wanita. Pada tahun 2014, 0,64% pria dan 1,6% wanita mengalami obesitas
morbid (BMI >40 kg/m2). Pada orang dewasa, pola BMI dari tahun 1975-2014 tidak
ada perubahan di Korea Utara, beberapa negara di Afrika bagian Sahara dan Nauru
(yang sudah memiliki prevalensi obesitas >30% pada tahun 1975) mengalami
peningkatan >6% pada waktu yang sama di beberapa bagian lain di dunia. Dinamika
BMI dan prevalensi obesitas bermacam-macam antar negara, yang memiliki periode
peningkatan, penurunan, dan percepatan. Menariknya, angka peningkatan BMI
melambat dari tahun 2000 pada negara dengan pendapatan yang tinggi dan beberapa
negara berkembang dibandingkan angka di abad terakhir pada anak-anak dan orang
dewasa. Apakah pengaruh ini merefleksikan perubahan pada masyarakat yang
terkena atau merupakan respon aktif dari pertumbuhan kesehatan masih menjadi
pertanyaan. Perubahan intervensi dan kebijakan terkini belum dapat menurunkan
peningkatan rerata BMI pada sebagian besar negara.
Kesimpulan
Prevalensi obesitas di dunia meningkat tiga kali lipat sejak 1975 dan terus
tumbuh dalam kecepatan pandemi. Perbedaan regional terdapat pada prevalensi dan
pola obesitas, yang dapat membantu mengidentifikasi penyebab sosial dari obesitas
dan memberikan panduan untuk strategi intervensi yang paling menjanjikan.
Obesitas telah menggantikan konsumsi tembakau sebagai gaya hidup nomor satu
yang berhubunga dengan faktor risiko kematian prematur; sebaiknya berfokus pada
kebijakan kesehatan publik yang intensif. Dimana pengukuran kebijakan yang
melawan konsumsi tembakau telah dilakukan di berbagai negara dan beberapa telah
berhasil, pengukuran analog lebih rumit pada kasus obesitas. Meskipun pengaruh
perusakan dari merokok telah stabil, banyak rekomendasi terkait nutrisi dan obesitas
yang berhubungan dengan perilaku mengalami kontroversi sains dan seringnya tidak
dapat diterjemahkan ke dalam undang-undang yang melarang “perilaku obesogenik”.
Rencana Aksi Global untuk Mencegah dan Mengontrol Penyakit Tidak
Menular oleh WHO dari tahun 2013 hingga 2020 memiliki strategi yang dilakukan
untuk mencegah peningkatan prevalensi obesitas di dunia. Sejauh ini, kemajuan
dalam penanganan obesitas terlalu lambat dan target WHO mungkin tidak dapat
tercapai dalam waktu dekat. Namun, penyebab utama obesitas dan faktor yang
memicu telah digolongkan – tantangannya masih menerjemahkannya ke aksi yang
efektif.