Laporan Kasus Ca Cervix

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

KANKER SERVIKS

Oleh :
Anak Agung Ngurah Alit Jaya Wardhana (1871121046)
I Putu Oka Primantara (1871121030)

Pembimbing :
dr. I Gusti Ngurah Darma Putra Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN/SMF KEBIDANAN BRSU TABANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya laporan kasus yang berjudul “Kanker Serviks” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun sebagai tugas dalam
rangka mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu Obstetri dan Ginekologi di
BRSU Tabanan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang turut serta memberi bimbingan dan membantu penulis dalam
penyusunan laporan kasus ini, yaitu kepada :
1. dr. I Gusti Ngurah Darma Putra, Sp.OG selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama mengikuti kepaniteraan klinik di
Bagian/SMF Kebidanan BRSU Tabanan.
2. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan
kasus ini.
Walaupun akhirnya laporan kasus ini dapat diselesaikan pada waktunya, namun
laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri
untuk mendapat kritik serta saran demi perbaikan laporan kasus ini.

Tabanan, Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………i
KATA PENGANTAR………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………..3
2.1 Definisi……………………………………………………………………….3
2.2 Epidemiologi…………………………………………………………………4
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko…………………………………………………...4
2.4 Patofisiologi………………………………………………………………….6
2.5 Manifestasi klinis……………………………………………………………10
2.6 Diagnosis……………………………………………………………………10
2.7 Penatalaksanaan……………………………………………………………..13
2.8 Prognosis…………………………………………………………………….15
2.9 Pencegahan…………………………………………………………………..16
BAB III LAPORAN KASUS…………………………………………………..18
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................25
BAB V SIMPULAN…………………………………………………………….28
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan suatu keganasan pada mulut rahim atau serviks uteri
yang disebabkan oleh infeksi human papilloma virus (HPV) terutama tipe 16 dan
18. Infeksi oleh virus HPV ini menyebabkan transformasi sel epitel serviks yang
mengalami mutasi genetik sehingga terjadi pembelahan sel yang tidak terkendali
dan menginvasi jaringan stroma dibawahnya, pada mulanya terjadi lesi pre kanker
hingga akhirnya menjadi kanker serviks1 2. Kanker ini menempati urutan keempat
dari keseluruhan keganasan pada wanita di dunia setelah kanker payudara,
kolorektum dan paru. Insiden kanker serviks sekitar 7,9% di dunia dan diperkirakan
sekitar 528.000 kasus baru kanker serviks dan 226.000 kematian akibat kanker
serviks dan hampir 87% kematian terjadi di negara berkembang3.
Menurut World Health Organization sekitar 90% dari 270.000 kematian
akibat kanker serviks pada tahun 2015 terjadi di negara dengan ekonomi menengah
hingga rendah. Di Indonesia kanker serviks menjadi masalah kesehatan wanita
dengan kejadian dan angka kematian yang tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 kanker serviks dan kanker payudara memiliki prevalensi tertinggi
diantara jenis kanker lainnya pada wanita dengan prevalensi kanker serviks 0,8%
dan kanker payudara 0,5%4. Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2010,
insiden kanker serviks sebanyak 100 per 100.000 penduduk pertahun dan angka ini
diperkirakan akan terus meningkat 25 % dalam kurun waktu 10 tahun mendatang
jika tidak dilakukan pencegahan5.
Hal penting yang perlu diketahui mengenai kanker serviks adalah faktor
risiko terjadinya kanker serviks karena dengan mengetahui faktor risiko maka dapat
membantu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas melalui tindakan
pencegahan. Adapun faktor risiko yang berperan dalam terjadinya kanker serviks
seperti aktivitas seksual berganti-ganti pasangan, berhubungan seksual pada usia
dini, higienitas genital yang kurang, merokok maupun kondisi daya tahan tubuh
yang rendah (immunocompromised) seperti pada kasus HIV/AIDS2. Selain
mengetahui faktor risiko juga diperlukan deteksi dini kanker serviks sebagai
pencegahan sekunder. Skrining kanker serviks dilakukan melalui beberapa metode

1
diantaranya metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan tes pap smear.
Skrining dilakukan untuk orang yang sudah pernah berhubungan1 6.
Terdapat berbagai macam penanganan terhadap kanker serviks yang
ditentukan berdasarkan stadium kanker serviks. Adapaun secara garis besar
penanganan yang diberikan terdiri dari konisasi, pengangkatan rahim
(hysterectomy), kemoterapi dan radioterapi. Selain penanganan terhadap penderita
kanker serviks juga dapat diberikan bagi wanita yang tidak mengalami kanker
serviks melalui pemberian vaksin sebagai bentuk pencegahan7.
Tingginya angka kejadian morbiditas dan mortalitas akibat kanker serviks
menyebabkan perlunya pengetahuan komprehensif mengenai kanker serviks bagi
tenaga medis dimulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko,
patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis dan pencegahan sehingga
tenaga medis dapat memberikan penanganan yang tepat pada kasus kanker serviks.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kanker serviks merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel
yang abnormal dan tidak terkendali diluar dari pembelahan sel yang normal.
Pertumbuhan sel yang abnormal menyebabkan transformasi sel epitel serviks yang
mengalami mutasi genetik sehingga terjadi pembelahan sel yang tidak terkendali
dan menginvasi jaringan stroma dibawahnya, pada mulanya terjadi lesi pre kanker
hingga akhirnya menjadi kanker serviks1.
Serviks (mulut rahim) merupakan 1/3 bagian bawah dari uterus (rahim).
Serviks memiliki panjang 3 cm dengan diameter 2,5 cm. Bagian bawah serviks
(ectocervix) terletak di dalam vagina dan dapat dilihat dengan menggunakan
speculum, sedangkan 2/3 bagian atas serviks (endocervix) terletak di atas vagina.
Ecto dan Endocervix memiliki tipe sel yang berbeda. Endocervix memiliki bentuk
sel columnar glandular epithelium dan ectocervix memiliki bentuk sel squamous
epithelium. Squamous dan columnar glandular epithelium dihubungkan oleh
Squamocolumnar junction8.

Gambar 1. Bagian organ reproduksi wanita (8)

Pada usia remaja dan kehamilan pertama, terjadi metaplasia sel skuamosa.
Infeksi virus seperti HPV pada kanker serviks dapat menyebabkan perubahan sel-
sel yang baru dengan adanya partikel virus yang masuk ke dalam DNA sel. Jika

3
virus tersebut tetap ada, dapat menyebabkan lesi prakanker dan kemudian berubah
menjadi kanker dengan mengganggu kontrol normal pertumbuhan sel8.

2.2 Epidemiologi
Kanker serviks menempati urutan keempat dari keseluruhan keganasan pada wanita
di dunia setelah kanker payudara, kolorektum dan paru. Insiden kanker serviks
sekitar 7,9% di dunia dan diperkirakan sekitar 528.000 kasus baru kanker serviks
dan 226.000 kematian akibat kanker serviks dan hampir 87% kematian terjadi di
negara berkembang (3). Besarnya variasi geografis kanker serviks menunjukkan
perbedaan ketersediaan metode deteksi dini (screening) yang membantu deteksi
dan pengangkatan lesi prakanker7.
Menurut World Health Organization sekitar 90% dari 270.000 kematian
akibat kanker serviks pada tahun 2015 terjadi di negara dengan ekonomi menengah
hingga rendah. Akan tetapi, kanker serviks masih menjadi permasalahan kesehatan
publik bahkan di negara maju lebih dari 58.000 kasus kanker serviks baru
ditemukan dan sebanyak 24.000 pasien meninggal tiap tahun di Eropa. Presentase
harapan hidup semakin menurun seiring dengan meningkatnya usia dari 81% untuk
wanita usia 15-44 tahun hingga 34% untuk wanita usia ≥ 75 tahun7.
Di Indonesia kanker serviks menjadi masalah kesehatan wanita dengan
kejadian dan angka kematian yang tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 kanker serviks dan kanker payudara memiliki prevalensi tertinggi
diantara jenis kanker lainnya pada wanita dengan prevalensi kanker serviks 0,8%
dan kanker payudara 0,5% (4). Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2010,
insiden kanker serviks sebanyak 100 per 100.000 penduduk pertahun dan angka ini
diperkirakan akan terus meningkat 25 % dalam kurun waktu 10 tahun mendatang
jika tidak dilakukan pencegahan5.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Infeksi persisten terhadap serviks oleh Human Papilloma Virus (HPV) ditentukan
sebagai penyebab yang berperan penting dalam perkembangan kanker serviks.
Bukti penelitian menyatakan bahwa infeksi HPV mendorong perkembangan kanker
serviks dalam waktu beberapa dekade dan infeksi persisten ini berperan penting

4
dalam perkembangan dan kemajuan lesi prakanker serviks menjadi derajat lesi
prakanker yang lebih tinggi maupun menjadi kanker invasif. Proses ini memerlukan
waktu hingga 10 sampai 30 tahun9.
HPV merupakan penyakit infeksi menular seksual yang biasanya
didapatkan segera setelah pertama kali melakukan aktivitas seksual. Sebagian besar
infeksi HPV akan hilang dalam waktu 1-2 tahun, akan tetapi infeksi persisten oleh
tipe HPV risiko tinggi khususnya tipe HPV 16 dan 18 dapat menjadi prekursor yang
akhirnya berkembang menjadi kanker invasif. Berdasarkan International Agency
for Research on Cancer mengevaluasi terdapat 12 tipe HPV yang bersifat
karsinogenik terhadap manusia yang terdiri dari HPV tipe 16,18, 31, 33, 35, 39, 45,
51, 52, 56, 58, 59. Diantara seluruh tipe HPV risiko tinggi, HPV tipe 16 dan 18
menyebabkan 70% kanker serviks di seluruh dunia9.
Selain disebabkan oleh infeksi persisten HPV, terjadinya kanker serviks
juga disebabkan oleh beberapa faktor risiko meliputi:
1. Usia pertama kali berhubungan seksual
Berbagai penelitian menunjukkan semakin dini usia pertama kali
berhubungan seksual ≤ 20 tahun meningkatkan risiko infeksi HPV dan
kanker serviks invasif10 11 .
2. Jumlah pasangan seksual
Seperti halnya penyakit infeksi menular seksual, faktor risiko utama infeksi
HPV adalah jumlah pasangan seksual. Perilaku seksual berganti-ganti
pasangan meningkatkan risiko penularan infeksi HPV terhadap wanita9.
3. Jumlah paritas
Paritas aterm > 6 meningkatkan risiko kanker serviks pada wanita dengan
HPV risiko tinggi10.
4. Kontrasepsi oral
Penggunaan kontrasepsi oral dalam waktu lama meningkatkan risiko kanker
serviks(9). Pemakaian kontrasepsi oral > 5 tahun meningkatkan risiko relatif
seseorang terhadap kanker serviks. Proses ini diduga akibat regulasi
transkrip DNA virus dapat mengenali hormon dalam kontrasepsi pil
sehingga meningkatkan karsinogenesis virus11.

5
5. Merokok
Merokok menjadi salah satu faktor risiko yang berperan dalam
perkembangan dari squamous cell carcinoma10
6. Penyakit infeksi menular seksual
Berbagai penelitian menunjukkan hubungan infeksi HPV dengan infeksi
menular seksual lainnya terutama infeksi oleh Chlamydia trachomatis, virus
Herpes Simplex tipe 2 dan HIV10.

2.4 Patofisiologi
Penularan HPV secara primer melalui kontak antara kulit dengan kulit. Sel basal
dari squamous ephitelium lebih mudah terinfeksi oleh HPV dibanding jenis sel
epitel lainnya yang bersifat lebih resisten. Virus HPV memulai proses replikasi
dengan memasuki lapisan basal zona transformasi (squamocolumnar junction) dari
epitel serviks. Masuknya virus HPV ini memerlukan abrasi ringan atau trauma
mikro pada bagian epidermis sebagai jalan masuk virus HPV. Setelah memasuki
sel host, DNA HPV mengalami replikasi pada bagian permukaan dari epitel. Pada
lapisan basal, replikasi virus terjadi secara non produktif dengan menggunakan
komponen replikasi DNA yang dimiliki oleh host untuk sintesis DNA virus dengan
satu kali sintesis DNA per satu siklus sel. Pada sel keratinosit dari lapisan
suprabasal epitel, virus merubah mode replikasi DNA menjadi siklus berputar
sehingga meningkatkan jumlah cetakan DNA untuk sintesis protein capsid dan
menyebabkan terjadinya perakitan virus12.
HPV risiko tinggi dapat dibedakan dengan HPV risiko rendah dari gen E6
dan E7 yang berfungsi untuk deregulasi siklus pertumbuhan sel host dengan
mengikat dan menginaktivasi 2 protein tumor suppressor yaitu p53 dan produk gen
retinoblastoma (pRb). Produk gen HPV E6 berikatan dengan protein p53 sehingga
terjadi penurunan fungsi p53 untuk melaksanakan apoptosis, perbaikan DNA
maupun siklus G1 arrest. Gen E7 berikatan dengan protein pRb sehingga
mengganggu ikatan antara pRb dengan faktor transkripsi seluler (E2F-1) sehingga
terjadi pelepasan E2F-1 sehingga terjadi transkripsi gen dan menghasilkan produk
yang diperlukan untuk sel memasuki fase S (sintesis) dari siklus sel12.

6
Inkativasi protein p53 dan pRb menyebabkan terjadinya stimulasi sintesis
DNA seluler dan proliferasi sel yang berlebihan dan tidak terkendali dan sebagai
akibatnya, sel host mengakumulasi semakin banyak DNA yang rusak yang tidak
dapat diperbaiki dan berujung pada terbentuknya sel kanker12.

Gambar 2. Mekanisme molekuler dari infeksi HPV onkogenik12.

Patogenesis dari kanker serviks merupakan suatu proses penyakit yang


berkelanjutan secara bertahap diawali dari lesi pra kanker (cervical intraepithelial
neoplasia) (CIN) ringan hingga neoplasia dengan derajat yang lebih berat (CIN 2
atau CIN 3) dan akhirnya menjadi kanker invasif. Perkembangan kanker biasanya
membutuhkan periode 10-20 tahun. Beberapa lesi bahkan bisa berkembang dalam
waktu yang lebih singkat12.

7
Lesi pra kanker serviks terbagi menjadi 3 kategori berbeda, yaitu :
1. CIN 1 merupakan displasia ringan dimana sel abnormal hanya menempati
setengah basal epitel.
2. CIN 2 merupakan displasia sedang dimana sel abnormal menempati 2/3
bagian dari sel epitel.
3. CIN 3 merupakan dysplasia berat dengan keterlibatan sel abnormal yang
hamper penuh dan hanya menyisakan mantel tipis di bagian permukaan13 14.

Gambar 3. Level lesi prakanker serviks15.

2.4.1 Stadium Kanker Serviks


Penentuan stadium klinis kanker serviks diperlukan untuk memperkirakan
penyebaran penyakit dan merupakan faktor kunci dalam penentuan terapi yang
tepat. Klasifikasi stadium klinis kanker serviks menurut Federation of Gynecology
and Obstetric (FIGO, 2000) ditunjukkan pada tabel 116.

8
Tabel 1. Stadium klinis kanker serviks menurut (FIGO,2000)16.
Stadium Kriteria
0 Karsinoma in-situ atau karsinoma intraepitel
I Kanker terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uterus diabaikan
IA Kanker invasif hanya didiagnosis secara mikroskopis
IA1 Ukuran invasi stroma kedalamannya < 3 mm dan lebarnya ≤ 7 mm
IA2 Ukuran invasi stroma kedalamannya 3-5 mm dan lebarnya ≤ 7 mm
IB Lesi klinis mengurung serviks atau lesi preklinis yang melebihi
stadium IA
IB1 Ukuran lesi klinis ≤ 4 cm
IB2 Ukuran lesi klinis > 4 cm
II Kanker menyebar di luar serviks tetapi tidak menyebar ke dinding
pelvis dan 1/3 bagian bawah vagina
IIA Kanker tanpa invasi parametrium
IIA1 Lesi klinis sebesar 4,0 cm atau kurang dalam dimensi yang lebih besar
IIA2 Ukuran lesi klinis > 4 cm
IIB Kanker jelas menginvasi parametrium
III Kanker menginvasi 1/3 bagian bawah vagina atau menginvasi
parametrium sampai dinding pelvis; atau kanker menimbulkan
hidronefrosis atau insufisiensi ginjal
IIIA Kanker menginvasi 1/3 bagian bawah vagina, tidak terjadi perluasan
ke dinding pelvis
IIIB Perluasan ke dinding pelvis atau menyebabkan hidronefrosis atau
tidak berfungsinya ginjal
IV Penyebaran kanker melewati pelvis minor atau kanker menginvasi
mukosa buli-buli atau mukosa rectum
IVA Kanker bermetastasis ke organ yang berdekatan
IVB Kanker bermetastasis ke organ jauh

9
2.4.2 Jenis kanker serviks
Ada 2 jenis utama kanker serviks, yaitu:
1. Sel skuamosa (epidermoid) yaitu berasal dari bagian luar leher rahim yang
menjorok ke dalam vagina. Sekitar 80-90% dari kanker serviks adalah
karsinoma sel skuamosa.
2. Adenokarsinoma yaitu berasal dari sel-sel yang membentuk kelenjar di
leher rahim. Dimulai pada bagian serviks lebih dalam, dari jenis yang sama
dengan sel-sel yang melapisi rahim. Sekitar 10% dari kanker serviks adalah
adenokarsinoma15.

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala kanker serviks pada kondisi lesi prakanker dan kanker stadium dini biasanya
asimtomatik dan hanya dapat terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Pada tahap
awal biasanya timbul gejala berupa menstruasi yang tidak teratur, pengeluaran
sekret vagina yang sering, perdarahan inter menstrual dan perdarahan post koitus
(perdarahan kontak) yang menjadi gejala khas kanker serviks. Perdarahan yang
khas pada kanker serviks yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid17.
Pengeluaran sekret vagina ditandai dengan Flour albus (keputihan)
merupakan gejala yang sering ditemukan ditandai dengan cairan putih yang keluar
dari vagina yang makin lama berbau busuk akibat adanya infeksi dan nekrosis
jaringan. Apabila kanker serviks memasuki stadium lanjut maka akan timbul rasa
nyeri panggul yang dapat menjalar ke ekstremitas bawah dari daerah lumbal. Selain
itu gejala yang timbul juga semakin bervariasi, terjadi iritasi mukosa vagina dan
vulva, perdarahan pervaginam akan semakin sering dan nyeri makin progresif. Pada
kondisi kanker serviks yang invasif, juga dapat disertai dengan hematuria dan gagal
ginjal akibat ada obstruksi ureter. Selain itu perdarahan rektum juga dapat terjadi
karena penyebaran kanker17.

2.6 Diagnosis Kanker Serviks


Dalam mendiagnosis kanker serviks diawali dari anamnesis pasien dengan keluhan
yang menunjukkan tanda dan gejala kanker serviks kemudian dibantu dengan
pemeriksaan ginekologi untuk melihat kelainan pada organ reproduksi internal

10
wanita, dalam hal ini adalah serviks uteri. Terdapat beberapa modalitas yang
digunakan untuk membantu diagnosis kanker serviks, yaitu:
1. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Merupakan metode yang digunakan sebagai deteksi dini kanker serviks
dengan cara melihat dan memulas serviks menggunakan larutan asam asetat
3-5%. Apabila ditemukan perubahan warna acetowhite (warna putih pada
serviks) maka dapat dicurigai mengalami kanker serviks6.
2. Pemeriksaan Pap Smear
Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien. Sel kanker
dapat diambil pada bagian porsio serviks. Pemeriksaan ini baru mulai
dilakukan pasa usia 18 tahun atau pasien sudah memiliki riwayat
berhubungan seksual sebelumnya. Hasil pemeriksaan pap smear
berdasarkan sistem Bethesda ditunjukkan pada tabel 2 18.

Tabel 2. Kategori diagnosis deskriptif pap smear berdasarkan sistem Bethesda 18


Sel skuamosa atipik yang tidak dapat ditentukan artinya (ASCUS)
Atipia jinak
Atipia kelas II curiga neoplasia
Lesi intraepitel skuamosa derajat rendah (LISDR) atau Lesi intraepitel derajat
rendah (LGSIL)
Neoplasia intraepitel serviks I (NIS I)
Displasia ringan
Analisa sebagai human papilloma virus (HPV)
Human papilloma virus (HPV)
Kondiloma
Koilositesis
Atipia virus
Lesi intraepitel skuamosa derajat tinggi (LISD) atau lesi intraepitel derajat tinggi
(HGSIL)
Displasia sedang
Displasia berat
Neoplasia intraepitel serviks (NIS 2)

11
Neoplasia intraepitel serviks (NIS 3)
Karsinoma in situ (KIS)
Karsinoma sel skuamosa
Adenokarsinoma

3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan
atau luka pada serviks atau jika hasil pap smear menunjukkan suatu
abnormalitas atau kanker. Biopsi dilakukan untuk melengkapi hasil pap
smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak
memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi.
Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan
memperjelas jenis kanker invasif atau tumor biasa (7).
4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia.
Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear karena
kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam
mengetes darah yang abnormal (7).
5. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi larutan yodium. Pada serviks normal
akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena
adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung
kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubak karena tidak ada
glikogen (7).
6. Radiologi
a. Pelvic lymphangiography, merupakan prosedur yang dapat
menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau periaortik
limfe.
b. Pemeriksaan inravena urografi, dilakukan pada kanker serviks tahap
lanjut yang dapat menunjukkan adanya obstruksi ureter terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung
kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP),

12
enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) dan CT scan abdomen/pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari kanker servik dan/atau terkenanya nodus limfa
regional (7).

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker serviks dilaksanakan berdasarkan stadium klinis kanker
serviks yang ditentukan oleh klasifikasi FIGO7.
a. Stadium 0/ karsinoma insitu
Konisasi (cold and hot knife), bila margin free, konisasi sudah adekuat pada
pasien yang masih memerlukan fungsi fertilitas. Bila tidak margin free
dilakukan re-konisasi. Bila fertilitas tidak diperlukan, dapat dilakukan
histerektomi total. Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai
tatalaksana kanker invasif 7.
b. Stadium IA1 (Lymphovascular space invasion negatif)
Konisasi (cold knife) bila free margin (terapi adekuat) masih menginginkan
fertilitas dipertahankan (level evidence B). Bila tidak free margin dilakukan
rekonisasi atau simple hysterectomy. Total hysterectomy apabila fertilitas
tidak diperlukan7.
c. Stadium IA1 (Lymphovascular space invasion positif)
Operatif. Trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas
dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi
masih dapat dilakukan radiasi7.
d. Stadium IA2, IB1, IIA1
1. Operatif
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik (level evidence
I/rekomendasi A). Radioterapi (RT)/ kemoradiasi ajuvan jika terdapat
faktor risiko yaitu metastasis kelenjar getah bening, metastasis
parametrium, batas sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion,
lymphovascular space invasion, dan faktor risiko lainnya. Apabila
hanya metastasis kelenjar getah bening saja, radiasi ajuvan hanya

13
EBRT. Bila tepi sayatan tidak bebas tumor (closed margin), pasca
radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakiterapi ovoid 2x10Gy7.
2. Non Operatif
Radiasi (EBRT dan brakiterapi). Kemoradiasi (radiasi : EBRT plus
kemoterapi konkruen dan brakiterapi) 7.
e. Stadium IB2 dan IIA2
1. Neoajuvan kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan
pelvik limfadenektomi. IB1 dan IIA2 yang direncanakan operasi tanpa
kontraindikasi dilakukan kemoterapi neoajuvan terlebih dahulu dan
dilakukan nilai ulang pasca kemoterapi neoajuvan untuk
operabilitasnya7.
2. Operatif histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi. Pemberian
radioterapi (RT) atau kemoradiasi ajuvan kalau terdapat faktor risiko
yaitu metastasis kelenjar getah bening, metastasis parametrium, batas
sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion, lymphovascular
space invasion dan faktor risiko lainnya. Pasien yang menolak operasi
dilakukann radiasi atau kemoradiasi definitive yaitu radiasi atau
kemoradiasi dengan cisplatin mingguan atau kemoradiasi cisplatin-
ifosfamide 3 mingguan7.
f. Stadium IIB
1. Neoajuvan kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan
pelvik limfadenektomi.
2. Radiasi atau kemoradiasi7.
g. Stadium IIIA-IIIB
Kemoradiasi, kemoterapi dengan atau tanpa radiasi. Bila terdapat obstruksi
ureter dilakukan pemasangan DJ stent,nefrotomi dan hemodialisa 7.
h. Stadium IVA
Radiasi dan atau kemoradiasi mingguan / 3 mingguan dengan radiasi
4000cGY. Bila didapatkan respin maka dilakukan radiasi eksterna
dilanjutkan sampai 50Gy ditambah BT 2x850cGY / 3x700cGY. Bila tidak
didapatkan respon maka terapi dihentikan. Bila terdapat obstruksi ureter
dilakukan pemasangan DJ stent,nefrotomi dan hemodialisa 7.

14
i. Stadium IVB
Terapi paliatif (radiasi pelvik/kemoterapi dapat dipertimbangkan)
1. Tumor primer dilakukan evaluasi keluhan dan gejala.
2. Metastasi jauh, terapi nyeri (analgetik step ladder, neural block), nutrisi,
spiritual, pendidikan keluarga. Bila terdapat obstruksi ureter dilakukan
pemasangan DJ stent,nefrotomi dan hemodialisa. Bila terdapat efusi
pleura dilakukan punksi atau pemasangan WSD. Bila terdapat ascites
dilakukan punksi ascites.
Pasien dengan stadium lebih dari 4 dan usia muda kurang dari 40 tahun
sebaiknya dilakukan transposisi ovarium7.

2.8 Prognosis
Prognosis penderita kanker serviks sangat dipengaruhi oleh respon masing-masing
penderita terhadap radiasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi respon radiasi
pada penderita kanker serviks antara lain meliputi usia, stadium klinik,
radiosensitivitas jaringan kanker (oksigenasi dan derajat diferensiasi sel) serta
kualitas radiasi19.
1. Usia
Usia penderita memiliki peran penting atas keberhasilan pengobatan. Pada
penderita muda lebih sering ditemukan sel-sel anaplastik dimana sifat
pertumbuhannya sangat cepat19.
2. Stadium kanker
Stadium klinis kanker memiliki hubungan dengan respon pengobatan dan
angka ketahanan hidup penderita. Dengan meningkatnya stadium klinis
penderita maka metastasis ke kelenjar getah bening regional dan paraaorta
juga akan meningkat sehingga angka ketahanan hidup akan lebih menurun
hingga hampir 50%19.
3. Oksigenasi
Kadar hemoglobin yang rendah akan menyebabkan berkurangnya
oksigenasi jaringan sehingga mengurangi respon radiasi histopatologis19.

15
4. Derajat diferensiasi sel
Secara umum jaringan embriologi imatur lebih mudah mendapat trauma
radiasi dibanding jaringan yang berdiferensiasi baik. Pada sisi lain, derajat
diferensiasi sel yang buruk mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
menginvasi vaskuler, menyebar ke parametrium ataupun bermetastasis ke
kelenjar getah bening19.

2.9 Pencegahan
Pada kasus kanker serviks pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini
untuk melakukan pemeriksaan pada orang yang belum menunjukkan gejala
penyakit atau masih berada dalam stadium praklinik. Program skrining kanker
serviks yang dianjurkan oleh WHO, yaitu: skrining optimal pada setiap wanita
dilakukan tiap 3 tahun pada wanita usia25-60 tahun. Pemeriksaan skrining meliputi
tes pap smear dan tes IVA. Selain melakukan tindakan skrining, juga diperlukan
pencegahan meliputi pencegahan primer dan pencegahan sekunder 20.
1. Pencegahan primer
a. Menunda onset aktivitas seksual
Menunda onset aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan tidak
berganti-ganti pasangan akan mengurangi risiko kanker serviks20.
b. Penggunaan kontrasepsi barrier
Kontrasepsi metode barrier (kondom, spermisisda) berperan dalam
proteksi terhadap virus20.
c. Penggunaan vaksinasi HPV
Hingga sekarang sudah terdapat 3 jenis vaksin HPV yang terlisensi dan
tersedia. Ketiga vaksin ini memberikan perlindungan terhadap HPV 16
dan 18. Vaksin tersebut antara lain: bivalent HPV virus-like particle
vaccine (2vHPV), quadrivalent HPV virus-like particle vaccine
(4vHPV) dan nine-valent HPV virus-like particle vaccine (9vHPV)7.
Kriteria pemberian vaksin HPV antara lain:
 Pasien berusia 9-14 tahun belum pernah berhubungan seksual.
Diberikan vaksinasi 2 kali dengan rentangan waktu 6 bulan

16
 Pasien berusia ≥ 14 tahun sudah pernah berhubungan diperiksa
dengan pap smear terlebih dahulu, jika tidak ditemukan DNA
virus pada sediaan pap smear maka dapat diberikan vaksinasi 3
seri yaitu saat pemberian vaksin pertama, 1 bulan berikutnya
kemudian 6 bulan setelah vaksinasi kedua.
2. Pencegahan sekunder
a. Pasien dengan risiko sedang
Hasil tes pap smear yang negatif sebanyak 3 kali berturut-turut dengan
selisih waktu antar pemeriksaan satu tahun atau partner hubungan
seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui dianjurkan untuk
melakukan tes pap smear tiap tahun20.
b. Pasien dengan risiko tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual usia < 18 tahun dan wanita yang
mempunyai banyak partner seharusnya rutin melakukan tes pap smear
tiap tahun, dimulai dari onset hubungan seksual aktif . interval sekarang
dapat diturunkan menjadi tiap 6 bulan bagi pasien dengan risiko khusus,
seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang20.

17
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Penderita
Nama : AST
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Nyambu, Kediri Tabanan
Bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah
MRS : 23 Mei 2018
II. Anamnesis
Keluhan utama :
Keluar darah pervaginam dan menstruasi tidak teratur
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poli BRSUD Tabanan pada tanggal 23 Mei 2018 dengan
keluhan keluar darah pervaginam dan menstruasi tidak teratur disertai mual muntah
dan lemah. Keluhan keluar darah dan menstruasi tidak teratur ini sudah dirasakan
sejak 6 bulan yang lalu. Pasien menjelaskan keluar darah seperti menstruasi tiap 2
hari keluar sedikit-sedikit dan terkait keluhan ini pasien sebelumnya sudah pernah
ke BRSUD Tabanan pada bulan November 2017 dengan keluhan yang sama.
Berdasarkan kondisi pasien dilakukan pemeriksaan inspekulo dan didapatkan
benjolan pada serviks. Kemudian dilakukan tindakan biopsi serviks dan didapatkan
hasil kanker serviks stadium II dan pasien direncanakan rujuk ke sanglah untuk
mendapatkan kemoterapi dan penanganan lebih lanjut.
Pasien menjelaskan sudah menjalani terapi kemoterapi sebanyak 6 kali yang
dilakukan setiap 21 hari sekali di RSUP Sanglah Denpasar. Selama terapi pasien
didapatkan mengalami anemia dan pasien diarahkan untuk mendapat penanganan
di BRUSD Tabanan (23 Mei 2018). Dari hasil pemeriksaan darah lengkap
didapatkan Hb 6,8 g/dl dan pasien mengeluh badan lemas serta sakit kepala

18
sehingga terhadap pasien direncanakan MRS untuk perbaikan keadaan umum dan
menangani kondisi anemia untuk dapat melanjutkan terapi radiasi di RSUP Sanglah
Denpasar.

a. Riwayat menstruasi
Menarche usia 14 tahun dengan siklus teratur 28 hari. Lama menstruasi 4-5
hari dan tidak ada keluhan selama haid.
b. Riwayat perkawinan
Pasien menikah 1 kali selama 18 tahun. Usia waktu pertama menikah 19
tahun.
c. Riwayat Kehamilan
I. ♀, Prematur, Pspt B, 1600 gram, 1997
II. ♂, Aterm, Pspt B, 2800 gram, 1998
III. ♀, Aterm, Pspt B, 3200 gram, 2010
IV. ♂, Prematur, Pspt B, 800 gram, 2013
d. Riwayat KB
Pasien menggunakan IUD selama 8 tahun dan suntik selama 4 bulan.
e. Riwayat penyakit sebelumnya
- Pasien sebelumnya sudah pernah dirawat di RSUP Sanglah Denpasar
untuk mendapatkan kemoterapi terkait kondisi kanker serviks stadium
II yang dialami. Dalam perkembangannya, pasien juga mengalami
anemia sehingga dilakukan penanganan untuk memperbaiki kondisi
anemia yang dialami sehingga pasien dapat melanjutkan pengobatan
dengan terapi radiasi.
- Riwayat penyakit jantung bawaan, kelainan kongenital, hipertensi,
diabetes mellitus dan asma disangkal.
f. Riwayat penyakit keluarga dan sosial
Riwayat anggota keluarga maupun saudara yang memiliki keluhan serupa
disangkal. Riwayat penyakit jantung bawaan, kelainan kongenital,
hipertensi, diabetes mellitus dan asma dalam keluarga juga disangkal.

19
g. Riwayat penyakit dan pengobatan
Terkait kanker serviks stadium II yang dialami saat ini pasien sudah
menjalani kemoterapi sebanyak 6 kali setiap 21 hari sekali di RSUP Sanglah
Denpasar dan direncakanan untuk mendapatkan terapi radiasi.

III. Pemeriksaan Fisik (23 Mei 2018 – Poli Kebidanan dan Kandungan)
1. Status Present
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : CM (E4V5M6)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu tubuh : 36,40C
Berat badan : 50 kg

2. Status General
Mata : Anemis (+/+), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+)
Thorak : simetris (+), Retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : Akral hangat + +, Edema - -
++ --
3. Status Ginekologi
a. Mamae : simetris (+), pengeluaran (-)
b. Abdomen :
Inspeksi : kelainan (-), bekas operasi (-)
Asuskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : dalam batas normal
Palpasi : distensi (-), teraba massa (-), nyeri tekan (+)
minimal.

20
c. Genitalia :
Inspeksi : perdarahan pervaginam (+)
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium (23 Mei 2018)
Darah lengkap
HGB : 6,83 g/dL
HCT : 20,7 %
RBC : 2,15 x 106/uL
WBC : 9,30 x 103/uL
PLT : 102 x 103/uL
2. Laboratorium Patologi Anatomi (14 Oktober 2017)
Makroskopis:
Dalam container berisi ¼ cc jaringan biopsi portio

Mikroskopis
Sediaan biopsi portio tampak stroma jaringan ikat dengan invasif sel-sel
epitel squamous anaplastik dengan inti pleomorfik, hiperkromatik,
membran inti ireguler, anak inti prominen, sel-sel tersebut tersusun solid
dan tampak individual keratin, tampak pula beberapa mitosis, disekitarnya
tampak infiltrat sel-sel limfosit.

Kesimpulan: Non Keratinizing squamous cell carcinoma, portio, grade II

V. Asessment
Post kemoterapi 6 kali dengan Ca Cervix stadium II + anemia

VI. Penatalaksanaan
1. Perbaikan keadaan umum
2. Tranfusi 4 kolf dari PMI golongan darah 0 hingga HB ≥ 10 gr %
3. MRS

21
Follow Up di Ruangan Kemuning
23 Mei 2018
S : Lemas, mual muntah (+), sakit kepala, makan minum (+) sedikit
O:
Status Present :
Tekanan darah : 110/70 mmhg Nadi : 80x/mnt
RR : 18x/mnt Tax : 36,70C
Status General :
Mata : anemis +/+
Thorax : Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo : Ves +/+, Rho -/-, whe -/-
Status Ginekologi :
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal, nyeri tekan (-)
Vagina : perdarahan (+) sedikit
A : Post kemoterapi 6 kali dengan Ca Cervix stadium II + anemia
P :
Tx :
- Transfusi 4 kolf s/d Hb ≥ 10 gr/dl, 1 kolf/hari tanpa premedikasi
- Sudah masuk 1 kolf sisa 3 kolf di PMI
Mx : Keluhan, vital sign
KIE

24 Mei 2018
S : Keluar keputihan (+), Flek (+), BAK (+), BAB (+), mual muntah (+), makan
minum (+) sedikit
O:
Status Present :
Tekanan darah : 120/80 mmhg Nadi : 80x/mnt
RR : 18x/mnt Tax : 36,50C
Status General :
Mata : anemis +/+
Thorax : Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)

22
Pulmo : Ves +/+, Rho -/-, whe -/-
Status Ginekologi :
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal, nyeri tekan (-)
Vagina : perdarahan (+) sedikit
A : Post kemoterapi 6 kali dengan Ca Cervix stadium II + anemia
P :
Tx :
- Transfusi 4 kolf s/d Hb ≥ 10 gr/dl, 1 kolf/hari tanpa premedikasi
- sudah masuk 2 kolf sisa 2 kolf di PMI
- SF 2x1
- Asam folat 1x1

Mx : Keluhan, vital sign


KIE

25 Mei 2018
S : Flek (+), BAK (+), BAB (+), makan minum (+), mual muntah (-)
O:
Status Present :
Tekanan darah : 120/80 mmhg Nadi : 80x/mnt
RR : 20x/mnt Tax : 36,30C
Status General :
Mata : anemis +/+
Thorax : Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo : Ves +/+, Rho -/-, whe -/-
Status Ginekologi :
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal, nyeri tekan (-)
Vagina : perdarahan (+) sedikit
A : Post kemoterapi 6 kali dengan Ca Cervix stadium II + anemia
P :
Tx :
- Transfusi 4 kolf s/d Hb ≥ 10 gr/dl, 1 kolf/hari tanpa premedikasi

23
- sudah masuk 3 kolf sisa 1 kolf di PMI
- SF 2x1
- Asam folat 1x1
Mx : Keluhan, vital sign
KIE

26 Mei 2018
S : Flek (+), BAK (+), BAB (+), makan minum (+), mual muntah (-)
O:
Status Present :
Tekanan darah : 120/80 mmhg Nadi : 80x/mnt
RR : 20x/mnt Tax : 36,40C
Status General :
Mata : anemis +/+
Thorax : Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo : Ves +/+, Rho -/-, whe -/-
Status Ginekologi :
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal, nyeri tekan (-)
Vagina : perdarahan (+) sedikit
A : Post kemoterapi 6 kali dengan Ca Cervix stadium II + anemia
P :
Tx :
- Transfusi 4 kolf s/d Hb ≥ 10 gr/dl, 1 kolf/hari tanpa premedikasi
- sudah masuk 4 kolf sisa kolf di PMI (-)
- SF 2x1
- Asam folat 1x1
Mx : Keluhan, vital sign, periksa darah lengkap ulang besok
KIE

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Kanker serviks merupakan suatu keganasan pada leher rahim atau serviks uteri
yang disebabkan oleh infeksi human papilloma virus (HPV) terutama tipe 16 dan
18. Infeksi oleh virus HPV ini menyebabkan transformasi sel epitel serviks yang
mengalami mutasi genetik sehingga terjadi pembelahan sel yang tidak terkendali
dan menginvasi jaringan stroma dibawahnya, pada mulanya terjadi lesi pre kanker
hingga akhirnya menjadi kanker serviks1 2.
Pasien AST (40 tahun) merupakan penderita kanker serviks stadium II.
Dari anamnesis diperoleh bahwa pasien mengeluh keluar darah pervaginam
seperti menstruasi dengan siklus yang tidak teratur. Keluhan ini sudah terjadi
sejak 1 tahun yang lalu. Keluar darah dirasakan muncul tiap 2 hari sekali tanpa
ada periode berhenti seperti pada menstruasi normal dan pasien menjelaskan
dalam sehari pasien mengganti pembalut sebanyak 2 kali.
Pada kasus pasien kanker serviks gejala yang timbul pada kondisi lesi
prakanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Pada tahap awal biasanya timbul gejala
berupa menstruasi yang tidak teratur, pengeluaran sekret vagina yang sering,
perdarahan intermenstrual dan perdarahan post koitus (perdarahan kontak) yang
menjadi gejala khas kanker serviks. Perdarahan yang khas pada kanker serviks
yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid17. Hal ini menunjukkan kesesuaian
gejala pada pasien dalam kasus dengan gejala kanker serviks berdasarkan teori.
Akan tetapi terdapat berbagai jenis penyakit pada wanita lainnya yang juga
memiliki tanda dan gejala yang mirip sehingga dalam menentukan kanker serviks
juga diperlukan pemeriksaan fisik ginekologis dan pemeriksaan penunjang yang
sesuai.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien untuk menentukan
diagnosis kanker serviks adalah dengan pemeriksaan ginekologis melalui inspeksi
genitalia eksterna dan interna untuk mengetahui adanya perdarahan yang keluar
dari vagina dan pemeriksaan inspekulo untuk melihat kelainan khususnya pada
daerah serviks (mulut rahim). Pada pasien ini, sebelumnya sudah melakukan

25
pemeriksaan pada bulan November 2017 dan dari pemeriksaan inspekulo
didapatkan benjolan pada serviks dan dicurigai kanker serviks. Berdasarkan
kriteria FIGO 2000 karakteristik kanker serviks stadium II adalah kanker
menyebar di luar serviks tetapi tidak menyebar ke dinding pelvis dan 1/3 bagian
bawah vagina16. untuk memastikan maka dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa biopsi dengan mengambil sebagian jaringan serviks. Teknik yang biasa
dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone
biopsy yang menggunakan anestesi. Jaringan yang diambi adalah dari daerah
bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas jenis kanker invasif atau
tumor biasa7. Berdasarkan hasil biopsi menunjukkan gambaran sediaan serviks
tampak stroma jaringan ikat dengan sel epitel squamous invasif anaplastik, inti
plemorfik, hiperkromatik, membran inti ireguler, anak inti prominen sehingga
pasien didiagnosa kanker serviks stadium II.
Penatalaksanaan pada pasien ini di BRSUD Tabanan meliputi terapi
medikamentosa dan suportif dengan tujuan agar terapi definitif kemoterapi dan
radiasi dapat dilaksanakan dalam waktu dekat pada sentra pelayanan kesehatan
yang lebih memadai. Dapat dilihat pemberian transfusi PRC untuk mengatasi
anemia, untuk sampai saat ini (26/5/18) darah yang sudah masuk 4 kolf, transfusi
dan perbaikan keadaan umum akan terus dilaksanakan sampai HB > 10 gr/dL.
Terapi suportif berupa pemenuhan kebutuhan gizi, dimana pada pasien
kanker serviks perlu mendapatkan nutrisi yang cukup untuk memulihkan
kondisinya, sehingga konsultasi kebagian gizi rumah sakit untuk menunjang
kondisi yang optimal sangatlah dibutuhkan. Pada pasien ini ditemukan semangat
dan kondisi psikologisnya dalam batas rendah sehingga perlunya konseling dan
pendampingan yang berkelanjutan agar pasien tidak merasa gelisah dan ketakutan
dalam menjalani kondisi yang dialami karena masalah kejiwaan memiliki
perananan penting didalam menunjang kualitas kehidupan pasien.
Penatalaksanaan definitif pasien dengan kanker serviks stadium II
bervariasi bergantung pada indikasi dan kategori stadium II yang dialami. Adapun
secara garis besar penatalaksanaan stadium II yang diberikan terdiri dari
penatalaksanaan operatif dan non operatif. Tindakan operatif terdiri dari
histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis dan tindakan non operatif terdiri

26
dari kemoterapi dan radiasi atau gabungan kemoradiasi. Pada pasien ini sudah
dilakukan kemoterapi sebanyak 6 kali dan direncanakan untuk terapi radiasi.
Sehingga penatalaksanaan yang diberikan sudah sesuai dengan teori. Selain itu
penatalaksanaan pasien juga sudah mengacu pada kondisi pasien saat ini, dimana
pasien mengalami anemia sehingga dilakukan transfusi dan perbaikan keadaan
umum terlebih dahulu hingga kondisi pasien optimal, kemudian dilanjutkan
kembali dengan rencana terapi yang sesuai untuk pasien.

27
BAB V
SIMPULAN

Kanker serviks merupakan keganasan pada mulut rahim dengan insiden kasus
yang tinggi dan menempati urutan keempat di dunia dari seluruh penyakit
keganasan pada wanita. Faktor risiko kanker serviks meliputi riwayat hubungan
seksual dini, berganti-ganti pasangan, paritas tinggi, riwayat pemakaian
kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama > 5 tahun, merokok dan penyakit
infeksi menular seksual. Gejala pada kanker serviks yang khas adalah adanya
perdarahan pervaginam dan perdarahan kontak (koitus). Gejala semakin berat
seiring dengan meningkatnya stadium kanker serviks hingga menimbulkan
gangguan fungsi organ lainnya hingga kematian. Terdapat berbagai modalitas
dalam menentukan diagnosis kanker serviks dimulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Salah satu pemeriksaan standar untuk
penentuan kanker serviks adalah dengan tindakan biopsi untuk menetukan kanker
serviks berikut dengan stadium yang dialami. Penatalaksanaan pasien dengan
kanker serviks meliputi terapi definitif yang secara sebagian besar meliputi terapi
konisasi, operatif dan non operatif menggunakan kemoterapi atau radiasi serta
terapi suportif.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada
pasien AST usia 40 tahun didapatkan pasien menderita kanker serviks stadium II
post kemoterapi 6 kali dan kondisi pasien saat ini mengalami anemia sehingga
dilakukan perbaikan keadaaan umum dan pemberian transfusi PRC hingga Hb
pasien > 10 gr/dL di BRSUD Tabanan sehingga pasien dapat melanjutkan terapi
radiasi di RSUP Sanglah Denpasar. Berdasarkan perbandingan antara teori
terhadap diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus sebagian besar telah sesuai
dengan teori yang ada ditinjau dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus kanker serviks.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Hyacinth IH, Oluwatoyosi AA, Joy NI, Tolulope O. 2012. Cervical Cancer
and Pap Smear Awareness and Utilization of Pap Smear Test among
Federal Civil Servants in North Central Nigeria. PONE Vol 7. pp 1-8
2. Prawirohardjo S. 2006. Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. International Agency for Research on Cancer (IARC) / WHO. 2012.
GLOBOCAN 2012: Estimated cancer incidence, mortality, and prevalence
world wide in 2012.
4. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
5. Dewi, Ayu Novya IGA, Sawitri, AAS, Adiputra, N. (2013). Paparan Asap
Rokok dan Higiene Diri Merupakan Faktor Risiko Lesi PrakankerLeher
Rahim di Kota Depansar tahun 2012. Public Health and Preventive
Medicine Archieve. Vol 1. No 1 pp 84-91.
6. Nurwijaya H, Andrijono HK, Suhaemi, 2010. Cegah dan Deteksi Dini
Kanker Serviks.Jakarta: Gramedia.
7. Marth C, Landoni F, Mahner S, Mccormack M, Martin GA, Colombo N.
2017. Cervical Cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for Diagnosis,
Treatment and Follow Up. Annals of Oncology. Vol 28 pp 73-83.
8. World Health Organization. 2013. WHO Guidelines for Screening and
Treatment of Precancerous lesion for cervical cancer prevention.
9. Murillo R, Herrero R, Sierra SM, Forman D. 2016. Etiology of Cervical
Cancer (C53) in Central and South America. Lyon: International Agency
for Research on Cancer.
10. Reis N, Beji KN, Kilic D. 2011. Risk Factors for Cervical Cancer: Result
from a Hospital-Based Case-Control Study. International Journal of
Hematology and Oncology: Vol 21. Pp 153-159.
11. Ningsih SPD, Pramono D, Nurdiati DS. 2017. Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Kanker Serviks di RSUP Dr. Sardjito
Yogykarta. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol 1. pp 1-7.

29
12. Gomez DT, Santoz JL. 2007. Human Papilloma Virus Infection and
Cervical Cancer: Pathogenesis and Epidemiology. Formatex.
13. Sellors JW, Sankaranarayan R, 2003. Colposcopy and Treatment of Cervica
Intraepithelial Neoplasia. International Agency for Research and Cancer.
14. Dunleavey, R. 2009. Cervical Cancer A Guide For Nurses. Sydney
Australia: Wiley Black Well.
15. Manuaba, I. B. G. 2001. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
KeluargaBerencana.Jakarta. EGC.
16. FIGO Committe on Gynecologic Oncology, 2000. Staging classifications
and clinical practise guidelines of gynaecologic cancers 2nd Edition.
FIGO-IGCS (Booklet). Kentucky, USA.
17. American Cancer Society. 2014. Cervical Cancer. http://www.cancer.org//.
Diakes pada Mei 2018.
18. Rasjidi I. 2007. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologis
Berdasarkan Evidence Base.Jakarta: EGC.
19. Lindström A. 2010. Prognostic Factor for Squamous Cell Cervical Cancer.
Umeå University Medical Dissertation.
20. Rasjidi I. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of
Cancer: Vol III. No3. Pp 103-108.

30

Anda mungkin juga menyukai