Laporan Pemeriksaan Kepatuhan Atas Peraturan Perundang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PEMERIKSAAN KEPATUHAN ATAS PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN DAN PENGENDALIAN INTERNAL

SYAID RAKHMAN 1618103003


DEDI SARIFUDIN 1618104029
RIZKAL RIZALDI 1618104040
DADDI HARIYUDHA 1618104001

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS WIDYATAMA
2019

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat dan ridho-Nya, kepada penulis sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengawasan dan
Pengendalian Internal Pemerintah secara berkelompok. Penulis yakin bahwa makalah ini
masih banyak kekurangannya. Segala saran dan kritik dari manapun datangnya akan
penulis terima dengan segala senang hati demi kesempurnaan makalah ini guna memenuhi
harapan sebagai penerus bangsa.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah................................. 1

1.2 Identifikasi Masalah ......................................... 2

BAB II LANDASAN TEORI….......................... 3

2.1 Opini BPK................................................... 3

2.3 Pelaksanaan Pemeriksaan ..................... 5

BAB III PEMBAHASAN .................................... 7

3.1 Kepatuhan Terhadap Perundang-Undangan ……………………….............. 7

3.2 Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan..................................... 8

3.3 Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan.......................... 13

iii
BAB IV KESIMPULAN…................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………..……… 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negara untuk
mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam
PembukaanUUD1945.
.
Untuk mencapai tujuan negara tersebut, selanjutnya melalui ketentuan Pasal 23E ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara mengadakan satu BPK
yang bebas dan mandiri yang memiliki tugas dan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) No. 1 Tahun 2017
menyatakan bahwa badan pemeriksaan keuangan adalah sebagai berikut:
“lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”.
Sedangkan didalam UUD 1945 menyatakan bahwa Badan Pemeriksaan Keuangan atau yang
disingkat dengan BPK adalah Lembaga yang bebas dan mandiri. Dari uraian definisi diatas di atas
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa badan pemeriksaan keuangan adalah suatu lembaga
pemeriksaan keuangan pemerintah di Indonesia yang sifatnya independent dan mandiri dalam
melakukan tugasnya.
Upaya mewudjudkan tujuan negara memerlukan ketertiban semua lapisan masyarakat.
Dalam hal itu masyarakat perlu memiliki pemahaman cukup untuk mengenal segenap lembaga
yang memiliki kewenangan dan kewajiban untuk menegakkan pemerintah yang baik yang bebas
dari KKN, terutama BPK sebagai lembaga pemeriksaan yang bebas dan mandiri. Dengan
Demikian ditemukan suatu gagasan melalui pembahasan dan penelitian untuk memberikan
pemahaman mengenai bagaimana BPK berperan penting untuk menciptakan pemerintahan yang
baik dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai Badan Pemeriksa Keuangan
berdasarkan UndangUndang.

1
Sistem ketatanegaraan Indonesia telah mengatur dan menempatkan posisi Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) sebagai hukum dasar tertulis yang tertinggi dan
menjadi pedoman bagi semua peraturan perundang- undangan yang ada di bawahnya, sehingga
dalam konsep negara hukum Indonesia makna dari supremasi hukum tertuju pada penyelenggaraan
bernegara dan pemerintahan dengan berdasarkan supremasi konstitusi. Keberadaan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai salah satu lembaga
negara merupakan implementasi dari pembagian kekuasaan secara horizontal. Dewan Perwakilan
Rakyat merupakan institusi yang memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan, sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan merupakan institusi dengan fungsi utama
memeriksa keuangan negara. Dalam sistem kekuasaan di Indonesia, UUD 1945 membedakan
cabang-cabang kekuasaan negara dalam bidang Legislatif, eksekutif dan yudikatif. Legislatif
meliputi Majelis Permusyawaran Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Bidang Eksekutif yaitu Presiden dan Wakil Presiden , dan Yudikatif
yaitu Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga-lembaga negara itulah
yang melaksanakan fungsifungsi kekuasaan negara yang utama (main states functions atau
principal statis functions Hubungan antara lembaa-lembaga negara trsebut di atur sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada salah satu institusi negara saja, sehingga
dibutuhkanlah prinsip checks and balances. Prinsip checks and balances menunjukkan bahwa
adanya kesetaraan diantara lembaga-lembaga negara, termasuk DPR dengan BPK. Checks and
balances itu merupakan bentuk konkrit/implementasi dari pengawasan yang dilakukan oleh kedua
lembaga tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Bagaimana Kpatuhan terhadap Perundang undangan
2. Bagaiman Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Opini BPK


Sesuai dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara pasal 2 dinyatakan bahwa BPK melaksanakan pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan keuangan adalah
pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai
(reasonable assurance) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal
material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Setelah melakukan pemeriksaan, BPK memberikan pendapat/opini. Menurut Undang-Undang No.
15 Tahun 2004 penjelasan pasal 16 ayat 1, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa
mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Adapun kriteria
pemberian opini yakni:
1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure)
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
4. Efektivitas sistem pengendalian intern (SPI)
Pernyataan standar pemeriksaan (PSP) tentang laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
menjelaskan bahwa:
 Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP) hanya berlaku untuk entitas
pemerintahan. Untuk entitas pengelola kekayaan negara/ daerah yang dipisahkan tetap
harus memenuhi kesesuaian dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU).
 Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure) merupakan informasi yang relevan yang
melengkapi suatu penyajian informasi keuangan. Informasi dikatakan cukup apabila
ketiadaan informasi tersebut mengakibatkan pengguna laporan keuangan salah mengambil
keputusan. Kecukupan pengungkapan tidak ditentukan dari banyaknya informasi yang
diungkapkan dalam laporan keuangan.

 Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Semua ketidakpatuhan dan atau


penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan harus diungkapkan dalam

3
laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam
kerangka pemeriksaan laporan keuangan. Peraturan perundang-undangan yang
mempengaruhi opini pemeriksa hanyalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penyajian laporan keuangan. Dengan demikian tidak semua
penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi pertimbangan
dalam opini pemeriksa.

 Sistem pengendalin intern. Efektivitas sistem pengendalian intern dibuktikan dengan


penyajian informasi keuangan secara wajar dan cukup dalam laporan keuangan.
Keberadaan suatu sistem pengendalian intern tidak menjamin adanya penyajian laporan
keuangan secara wajar dan cukup. Jika suatu sistem pengendalian intern sangat lemah,
masih dimungkinkan terjadinya suatu penyajian laporan keuangan secara wajar dan cukup.
Efektivitas sistem pengendalian intern hanya bisa ditentukan apabila sistem tersebut telah
berjalan. Lemahnya suatudesain sistem memang sangat mempengaruhi efektivitas sistem
itu untuk menyajikan laporan keuangan secara wajar dan cukup.

Pemeriksaan laporan keuangan yang dilaksanakan oleh BPK berpedoman pada Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam peraturan BPK No. 1 Tahun 2007.
Standar pemeriksaan keuangan negara memuat persyaratan professional pemeriksa, mutu
pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang professional. Tujuan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa
dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa
telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Hasil pemeriksaan
keuangan disajikan dalam tiga bagian yaitu laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan yang
memuat opini, laporan hasil pemeriksaan atas sistem pengendalian intern (SPI) dan laporan hasil
pemeriksaan atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

4
Berdasarkan bulletin teknis Standar Pemeriksaan Keuangan Negara No. 01 tentang pelaporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah, paragrap 13 tentang jenis opini disebutkan:
 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan
menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi
pemerintahan (SAP).
 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan
menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang
dikecualikan.
 Tidak Wajar (TW) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara
wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP.
 Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP) menyatakan
bahwa pemeriksa tidak menyatakan opini atas laporan keuangan.

2.2 Pelaksanaan Pemeriksaan

Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan


waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan
secara bebas dan mandiri oleh BPK. Pasal Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK
memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan. Dalam rangka membahas
permintaan, saran, dan pendapat BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan
konsultasi. Dalam merencanakan tugas pemeriksaan BPK dapat mempertimbangkan informasi
dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat. Dalam menyelenggarakan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan
aparat pengawasan intern pemerintah. Untuk keperluan laporan hasil pemeriksaan intern
pemerintah wajib disampaikan kepada BPK. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat
menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama
BPK.

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:

 meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan
dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

5
 mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis
barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi objek
pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaannya.
 melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan
keuangan negara.
 meminta keterangan kepada seseorang.
 memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kepatuhan Terhadap Perundang-Undangan


DASAR HUKUM
1. UU NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

2. UU NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAAN PENGELOLAAN DAN


TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

3. UU NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BPK


Pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK berpedoman pada Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam Peraturan BPK Nomor 1 tahun
2007. Berdasarkan SPKN, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan harus
mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian
laporan keuangan.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan, auditor diharuskan membuat
suatu laporan audit yang menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAP) atau prinsip akuntansi yang berlaku umum
secara komprehensif (SAP Pernyataan Nomor 03).
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sangat penting, program pemerintah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan mengacu pada peraturan perundang-
undngan yang lebih spesifik karena dalam peraturan perundang-undangan antara lain ditetapkan
apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakan, bagaimana cara mengerjakan,
bagaimana mencapai tujuan dan lain-lain yang akan menjadi dasar dan pedoman bagi pemerintah
dalam menjalankan program-program yang telah ditetapkan. Pemahaman terhadap landasan
hukum yang mendasari suatu program merupakan langkah penting dalam mengidentifikasi
peraturan perundang-undangan.
Standar pemeriksaan menetapkan standar pelaporan tambahan sebagai berikut:
Pernyataan kepatuhan terhadap Standar Pemeriksaan,

7
Pelaporan tentang kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
Pelaporan tentang pengendalian internal.
Salah satu hasil pemeriksaan atas laporan keuangan laporan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan. Auditor harus merancang untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan
perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan
keuangan .
3.2 Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan
Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan merupakan penyimpangan/
pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-Undangan. Ketidakpatuhan terhadap Peraturan
Perundang-Undangan merupakan kelemahan yang terjadi akibat adanya kerugian daerah, potensi
kerugian daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan/ pemborosan,
ketidakefesienan dan ketidakefektifan (Badan Pemeriksa Keuangan, 2011). Ketidakpatuhan
terhadap regulasi merupakan salah satu bentuk pelanggaran yang dapat mempengaruhi opini BPK
Ketidakpatuhan bertentangan dengan prinsip prinsip penganggaran di sektor publik yaitu
hemat, efektif dan efesien. Di dalam SPKN disebutkan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai
dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang undangan
yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efesiensi dan efektivitas dari program
tersebut.
Sistem akuntansi pemerintahan (SAP) merupakan acuan wajib dalam menyajikan laporan
keuangan entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Pengguna laporan keuangan
menggunakan sistem akuntansi pemerintahan (SAP) untuk dapat memahami informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan. Sedangkan auditor eksternal menggunakan sistem akuntansi
pemerintahan (SAP) sebagai kriteria dalam melaksanakan audit, dengan demikian sistem
akuntansi pemerintahan (SAP) digunakan sebagai penyatu persepsi antara pengguna dan auditor
laporan keuangan.
Dalam melaksanakan pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan resiko terjadinya
kecurangan (fraud), yang terjadi karena adanya kesempatan yang memungkinkan terjadinya
kecurangan, alasan atau sifat seseorang yang dapat menyebabkan kecurangan. Laporan atas
ketidakpatuhan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-

8
undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan
perdata maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana dan ketidakpatutan yang
signifikan. Jika terdapat temuan pemeriksaan, BPK memberikan rekomendasi yang merupakan
tindakan untuk perbaikan guna peningkatan kinerja atas permasalahan yang terjadi.
Rekomendasi dapat meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
memperbaiki pengendalian intern, menghilangkan ketidakpatutan. Kondisi yang bisa
mengindikasikan resiko terjadinya kecurangan:
 Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau tidak
bisa mengawasi proses pengendalian.
 Pemisahan tugas yang tidak jelas terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas pengendalian
dan pengamanan sumber daya.
 Transaksi – transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan.
 Kasus dimana pegawai cenderung menolak liburan atau menolak promosi.
 Dokumen-dokumen yang hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda memberikan
informasi tanpa alasan yang jelas.
 Informasi yang salah atau membingungkan.
Dalam PSP No. 03 tentang standar pelaporan pemeriksaan atas laporan keuangan
dinyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa
pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.
Pemeriksaan laporan keuangan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan
perundangundangan, kecurangan (fraud) serta ketidakpatutan (abuse).
BPK dalam melaksanakan pemeriksaan selalu berusaha mendeteksi adanya situasi
dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan. Ketidakpatutan
adalah perbuatan yang jauh berada diluar pikiran yang masuk akal atau diluar praktik-praktik sehat
yang lazim. Bila ketidakpatutan terjadi mungkin saja tidak ada hukum atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dilanggar.
Pertimbangan dalam penetapan opini, pengujian atas kepatuhan harus dimuat dalam LHP
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam hal pemeriksa menemukan
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pemeriksaan keuangan.
Laporan atas kepatuhan mengungkapkan:

9
 Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan
atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan
yang mengandung unsur tindak pidana.
 Ketidakpatuhan yang signifikan, sama halnya seperti LHP SPI, LHP atas ketidakpatuhan
diterbitkan jika dan hanya jika ditemukan ketidakpatuhan oleh pemeriksa selama melakukan
pemeriksaan.

Berdasarkan IHP BPK temuan audit penyimpangan kepatuhan terhadap perundang-undangan


dapat berupa ketidakpatuhan entitas terhadap ketentuan perundang-undangan sehingga
mengakibatkan:
kerugian negara/daerah/perusahaan,
potensi kerugian negara/daerah/perusahaan,
kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan,
ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Ketidakpatuhan yang bersifat material dan mempengaruhi
kewajaran laporan keuangan menjadi salah satu kriteria dalam penentuan opini.
Sistem akuntansi pemerintahan (SAP) merupakan acuan wajib dalam menyajikan laporan
keuangan entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Pengguna laporan keuangan
menggunakan sistem akuntansi pemerintahan (SAP) untuk dapat memahami informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan.
Sedangkan auditor eksternal menggunakan sistem akuntansi pemerintahan (SAP) sebagai kriteria
dalam melaksanakan audit, dengan demikian sistem akuntansi pemerintahan (SAP) digunakan
sebagai penyatu persepsi antara pengguna dan auditor laporan keuangan. Sistem akuntansi
pemerintahan (SAP) yang berlaku di Indonesia ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP)
Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 dengan pembaruannya PP Nomor 71 Tahun 2010.
Peraturan pemerintah ini menjadi landasan bagi semua entitas pelaporan termasuk pemerintah
daerah dalam menyajikan laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban kepada berbagai pihak.
Sistem Pengendalian Intern (SPI)
Pengendalian internal didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga
golongan tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, serta
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Arens et al., 2008). UU No. 15 tahun 2004
pasal 12 menyatakan bahwa dalam pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan kinerja, pemeriksa

10
melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah.
Peraturan BPK No. 1 tahun 2007 tentang standar pemeriksaan keuangan negara menyatakan
bahwa laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian
intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan.
Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 58 ayat (1) dan (2)
menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara, presiden selaku kepala pemerintah mengatur dan
menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh dan
SPI ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan tentang sistem pengendalian intern (SPI)
terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008.
Dalam Bab I Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Penerapan sistem pengendalian intern di instansi pemerintah disebut dengan sistem pengendalian
intern pemerintah (SPIP), dimana pada pasal 3 disebutkan bahwa SPIP terdiri dari lima
unsur/komponen. Suatu SPIP dikatakan baik jika memenuhi lima komponen, yaitu:
 Lingkungan pengendalian dalam instansi pemerintah yang memengaruhi efektivitas
pengendalian intern.
 Penilaian risiko atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran
instansi pemerintah.
 Kegiatan pengendalian untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan
prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
 Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi
pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan
menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
mendapatkan umpan balik.

11
 Pemantauan pengendalian intern atas mutu kinerja SPI dan proses yang memberikan keyakinan
bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
Pemahaman tentang temuan audit atas sistem pengendalian intern (SPI) adalah hasil audit
yang menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan kelemahan dalam pengendalian intern atas
pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan.
Dalam melaporkan kelemahan pengendalian intern atas pelaporan keuangan, pemeriksa
harus mengidentifikasi kondisi yang dapat dilaporkan secara sendiri-sendiri atau secara kumulatif
merupakan kelemahan yang material. Pemeriksa harus menempatkan temuan tersebut dalam
perspektif yang wajar. (Mardiasmo, 2012). Kelemahan sistem pengendalian intern merupakan
kelemahan yang berakibat pada temuan berupa kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan
pelaporan, kelemahan sistem pengendalian, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja,
kelemahan struktur pengendalian intern.
Sistem pengendalian intern yang telah dibangun oleh instansi pemerintah tertentu akan
menjadi tidak efektif dalam mengatasi penyimpangan jika terjadi kolusi diantara pihak-pihak yang
terkait dan terjadi pengabaian oleh manajemen atas sistem pengendalian intern tersebut.
Menurut Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO’s) 2013,
tujuan dari sistem pengendalian intern yaitu sebagai berikut:
 Reliabilitas Pelaporan Keuangan, dalam hal ini manajemen bertanggung jawab untuk
menyiapkan laporan bagi para investor, kreditor, dan pemakai lainnya. Manajemen
memikul baik tanggung jawab hukum maupun profesional untuk memastikan bahwa
informasi telah disajikan secara wajar sesuai dengan persyaratan pelaporan seperti prinsip-
prinsip akuntansi. Tujuan pengendalian intern yang efektif atas laporan keuangan adalah
mematuhi tanggung jawab pelaporan keuangan tersebut.
 Efisiensi dan Efektivitas Operasi, pengendalian dalam perusahaan akan mendorong
pemakai sumber daya secara efisien dan efektif untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran
perusahaan. Tujuan yang penting dari pengendalian ini adalah memperoleh informasi
keuangan dan nonkeuangan yang akurat tentang operasi perusahaan untuk keperluan
pengambilan keputusan.

 Ketaatan pada Hukum dan Peraturan, Section 404 mengharuskan semua perusahaan publik
mengeluarkan laporan tentang keefektifan pelaksanaan pengendalian intern atas pelaporan

12
keuangan. Selain itu, pihak manajemen dan karyawan juga dituntut untuk selalu mematuhi
setiap peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan.
Pemeriksa BPK diharuskan menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam
menentukan apakah telah terjadi kasus kelemahan pengendalian intern atau tidak, serta apakah
temuan tersebut cukup material untuk dilaporkan atau tidak. seLAIN itu pengukuran sistem
penegndalian intern dapat diketahui dengan jumlah temuan dalam aktivitas pengendalian intern
yang dapat menimbulkan kasus-kasus kelemahan sistem pengendalian intern disetiap pemerintah
daerah.

3.3 TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN


Undang - Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab
Keuangan Negara menyatakan definisi rekomendasi sebagai saran dari pemeriksa dengan dasar
hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan, yang ditunjukan kepada orang dan/atau badan yang
berwenang agar dilakukan tindakan dan/ atau perbaikan. Pejabat wajib menindaklanjuti
rekomendasi dengan jawaban dan penjelasan kepada BPK paling lambat 60 hari setelah hasil
laporan pemeriksaan diterima.
Menurut Peraturan BPK Nomor 2 tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut
Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, pemantauan tindak lanjut dan hasil
pemantauan tindak lanjut diberitahukan kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan
semester. Pejabat yang tidak melaksanakan tindak lanjut rekomendasi akan dikenai sanksi
administratif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pemantauan tindak
lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan sistematis untuk menentukan apakah pejabat yang berwenang telah melaksanakan
rekomendasi hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang telah ditentukan. BPK selanjutnya
melakukan telaah atas jawaban atau penjelasan yang diterima dari pejabat yang diperiksa dan/atau
yang bertanggungjawab.

Berdasarkan peraturan BPK nomor 2 tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak
Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK, hasil penelaahan diklasifikasi dalam empat status
yaitu:
 tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi,

13
 tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi,
 rekomendasi belum ditindaklanjuti,
 rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti.

Tindak lanjut sesuai rekomendasi merupakan proses upaya perbaikan pada rekomendasi yang
diberikan atas audit yang dilakukan oleh BPK ditahun sebelumnya, sehingga dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan di tahun berikutnya. Perbaikan-perbaikan kelemahan dalam
pengelolaan keuangan negara akan meningkatkan kualitas laporan keuangan. penyelesaian tindak
lanjut hasil pemeriksaan menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi auditor untuk menentukan
opini audit pada LKPD/LKPP ditahun selanjutya.
Rekomendasi BPK secara umum dapat ditindaklanjuti dengan cara penyetoran uang/aset ke
negara/ daerah/ perusahaan atau melengkapi pekerjaan/ barang, tindakan administratif berupa
pemberian peringatan, teguran, dan/ atau sanksi kepada para penanggungjawab dan/ atau
pelaksana kegiatan. Tindakan administratif juga dapat berupa tindakan koreksi atas penatausahaan
keuangan negara/ daerah/ perusahaan, melengkapi bukti pertanggungjawaban, dan perbaikan atas
sebagian atau seluruh sistem pengendalian internal. Laporan tindak lanjut hasil temuan dan
rekomendasi dalam laporan pemeriksaan menunjukkan kualitas dari laporan hasil pemeriksaan dan
menjadi efektif jika rekomendasi tersebut dilaksanakan oleh organisasi yang diperiksa.

RESUME LHP ATAS KEPATUHAN TERHADAP KETENTUAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN.
Terdapat 6 temuan ketidakpatuhan dalam pengujian kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan al :
1. Pengelolaan PNBP pada 36 K/L minimal sebesar Rp352,38 miliar dan
USD78,07 juta, serta pengelolaan Piutang pada 18 K/L sebesar Rp675,34
miliar dan USD341,41 ribu belum sesuai ketentuan
2. Tarif Bea Keluar dalam Nota Kesepahaman antara Kementerian ESDM dengan
PT Freeport Indonesia bertentangan dgn Tarif bea keluar yg ditetapkan
Kementerian Keuangan shg terdapat potensi pengembalian Bea Keluar sebesar
Rp1,82 triliun atas ekspor Konsentrat tembaga PT FI

14
3. Direktorat Jenderal Bea Cukai belum mengenakan Bea masuk tambahan
diantaranya Bea Masuk Anti Dumping thd pengeluaran barang Hot Rolled
Plate dari kawasan Bebas Tujuan Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP)
sebesar Rp34,05 miliar

4. Ketidakkonsistenan pembebanan atas golongan tarif 900 VA-RTM (R-


1/TR)menimbulkan ketidakpastian dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban Belanja Subsidi Listrik.
5. Penganggaran, Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban Belanja pada 67
K/L sebesar Rp19,4 triliun tidak sesuai ketentuan.
6 Pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik TA 2018 sebesar Rp15,51
triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan tidak
didukung dengan dokumen sumber yg memadai.

REKOMENDASI BPK ATAS TEMUAN TERSEBUT :


1. Menyusun rencana penyelesaian peraturan pelaksanaan atas UU Nomor 9
tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
2. Menyampaikan surat kepada menteri ESDM agar berkordinasi dengan
menteri keuangan dalam menyusun Nota Kesepahaman dengan pihak
lain yg berdampak terhadap penerimaan perpajakan untuk Menghindari
terjadinya perbedaan perbedaan dan tarif
3. Melaksanakan penelitian ulang dan/atau Audit kepabeanan utk menagih
potensi penerimaan dari Pendapatan Bea Masuk Anti Dumping sebesar
Rp34.055.001.076,81 terhadap 163 dokumen PPFTZ-01 tujuan TLDDP
4. Berkordinasi dengan Menteri ESDM untuk menyusun roadmap tariff
adjustment berikut tahapan pelaksanaannya, pertimbangan pelaksanaan
ataupun penundaannya, serta tindakan yang harus dilakukan apabila
tariff adjustment tersebut ditunda ataupun tidak dilaksanakan.
5. Meminta Menteri/Pimpinan Lembaga utk meningkatkan kepatuhan
dalam proses perencanaan, penganggaran/perubahannya dan

15
pelaksanaan belanja, serta menindaklanjuti penyelesaian kelebihan
pembayaran/penyimpangan pelaksanaan belanja
6. Menetapkan kriteria dan Prosedur penyesuaian dlam perhitungan
pengalokasian DAK Fisik.

RESUME LHP ATAS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL

Terdapat 9 Temuan atas Pemeriksaan SPI pada LKPP tahun 2018


1. Pemerintah belum memiliki system untuk menganalisis hubungan antar
akun LKPP dan Penyesuaian perhitungan rasio deficit.
2. Aset Konstruksi berupa Jalan, Gedung, Peralatan dan Jaringan atas Jalan
Tol yang dibangun BUJT belum dilaporkan dalam LK kementerian PUPR
3. Pencatatan, Rekonsiliasi dan Monitoring Evaluasi Aset KKKS dan PKP2B
belum Memadai berdampak adanya selish Aset sebesar 1929 Unit yang
tidak dapat ditelusuri dan asset tanah yang belum dilaporkan.
4. Pemerintah Belum menyajikan kewajiban atas program Pensiun Pegawai
Negeri pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2018
5. Dasar hukum, metode perhitungan, dan mekanisme penyelesaian
kompensasi atas dampak kebijakan penetapan Tarif tenaga Listrik non
Subsidi belum ditetapkan
6. Perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas kebijakan
pemerintah yang menimbulkan dampak terhadap pos-posLRA dan/atau
Neraca, serta kelebihan dan/atau kekurangan pendapatan bagi Badan
Usaha Milik Negara belum diatur dan dipertanggungjawabkan.
7. Data sumber perhitungan alokasi afirmasi dan alokasi formula pada
pengalokasian dana desa tahun anggaran 2018 pada 1427 desa dari 22
kabupaten tidak andal.
8. Proses pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik TA. 2018
sebesar Rp 5,71 Triliun belum sepenuhnya memadai.

16
9. Skema Pengalokasian anggaran dan realisasi pendanaan pengadaan
tanah PSN pada pos pembiayaan mengakibatkan LKPP belum
menggambarkan informasi belanja dan Defisit sesungguhnya

17
BAB IV
KESIMPULAN

REKOMENDASI BPK ATAS TEMUAN TERSEBUT :


1. Membuat Kajian dan menetapkan komponen perhitungan rasio deficit
sesuai dengan definisi Pendapatan dan Belanja yang diatur dalam UU
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. Menyusun Kebijakan dan system Akuntansi pemerintahan mengenai asset
konsesi jasa guna mengisi kekosongan pengaturan yang ada pada Standar
Akuntansi Pemerintahan.
3. Memerintahkan Dirjen Kekayaan Negaramelakukan Rekonsiliasiunit dan
Nilai HBM dan Tanah KKKS bersama-sama PPBMN dan SKK Migas/KKKS
dan menyelesaikan Pembangunan system interkoneks laporan asset KKKS
bersama-sama dengan kementerian ESDM dan SKK Migas.
4. Berkordinasi dengan instansi terkait untuk menyusun rencana
penyelesaian ketentuan, standar, dan kebijakan akuntansi terkait
Program Pensiun dan Tunjangan Hari Tua PNS.
5. Berkordinasi dengan menteri ESDM untuk menetapkan peraturan-
peraturan sebagai landasan hukum perlakuan atas tidak diterapkannya Tariff Adjusmen.
6. Berkordinasi dengan K/L dan instansi terkait utk menetapkan tata cara
perencanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan serta standar
kuntansi atas kebijakan-kebijakan pemerintah yg berdampak langsung
terhadap APBN dan LK Pemerintah
7. Menyusun SOP mengenai analisis konsistensi dan anomaly data sumber
pengalokasian TKDD.
8. Menggunakan sisa dana di RKUD tahun anggaran sebelumnyaberdasarkan
rekomendasi dari kementerian pendidikan dan kebudayaan dalam
perhitungan alokasi dana TPG PNSD, Dana Tamsil Guru PNSD, dan dana
TKG PNSD.

18
9. Berkordinasi dengan instansi terkait untuk menyusun rencana perbaikan
tata kelola, standard an kebijakan akuntansi terkait alokasi dana
pengadaan Tanah untuk PSN.

19
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Nordiawan, Deddi dan Ayuningtyas Hertianti. 2011. Akuntansi Sektor Publik.

Edisi 2. Salemba Empat. Jakarta.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun

2007. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta73

Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.

Peraturan Pemerintah RI No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2005 yang diubah

dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2010

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Sistem

Laporan Hasil Pemeriksaaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018

20

Anda mungkin juga menyukai