KOMUNIKASI POLITIK DALAM PEMILU (Rehan)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

KOMUNIKASI POLITIK DALAM PEMILU

PAPER
Untuk memenuhi syarat tugas Komunikasi Politik
Dosen Pengampu : Hatta Abdi Muhammad, S.IP.,M.IP.

Oleh :

Muhammad Rayhan Mahendra


NIM : H1B117060

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Media digital membuka ruang komunikasi dan partisipasi politik dengan
meningkatkan kemungkinan interaksi antara elemen penting didalamnya yakni
partai dan institusi negara yang disebut sebagai elitedan warga negara atau non-
elite.Hal tersebut dilandasi oleh karakter baru Internet yang tidak dimiliki media
massa tradisional yakni interaktif, aktif dan kreatif, langsung, menjamin kesetaraan
dan berjaringan (Dijk, 2013). Mendukung pernyataan tersebut, Tsagarousianou
(1999) membuat 3 klaim positif tentang peran Internetselama 25 tahun terakhir
dalam proses demokrasi yakni membuka ruang pertukaran dan konfirmasi
informasi, mendorong debat publik dan formasi deliberasiserta partisipasi warga
dalam pengambilan keputusan politik.1
Perkembangan komunikasi terus berimpit mengikuti peningkatan kualitas berpikir
manusia. Proses komunikasi tidak lagi berada dalam tahap melukiskan perasaan
yang berputar pada lingkup yang berskala kecil dan terbatas, tetapi telah membawa
manusia untuk berorientasi ke arah skala yang lebih luas dan lebih kompleks.
Betapa penting peran dan fungsi komunikasi yang selalu berdampingan dengan
manusia dalam segala bidang kehidupan, sehingga mulai dirasakan perlunya
pengelolaan secara bijak dan terpola terhadap semua aspek yang dimiliki
komunikasi. Bersamaan dengan perkembangan tersebut, maka para teoritis dan
ilmuwan mulai mengarahkan perhatiannya pada bidang komunikasi sebagai suatu
kajian yang menarik. Hal ini bermula di wilayah Anglo Saxon yang mengintroduksi
komunikasi sebagai kajian baru yang berada dalam rumpun sosial. Ilmu yang
menekuni kajian ini disebut Science of Communication yang berkembang secara
cepat pada perguruan-perguruan tinggi di Amerika Serikat.

1
Nurul Hasfi “Komunikasi Politik Era Digital ”, 2019, hlm 93
Kajian terhadap ilmu komunikasi tidak dapat mengisolasi dari pengaruh kajian
ilmu. sosial lainnya seperti, sosiologi, psikologi, antropologi, hukum dan ilmu
politik. Perpaduan kajian antara ilmu komunikasi dengan ilmu sosial lain
menghasilkan bentuk perkembangan baru yang menunjukkan pada karakteristik
bahwa ilmu ini dapat dipadukan. Suatu hal yang rasional apabila ilmu komunikasi
dapat melintasi batas wilayah disiplin ilmu sosial lain karena setiap ilmu pada
hakikatnya berkait dengan kehidupan umat manusia dan dipergunakan untuk
kemanfaatkan umat manusia juga. Komunikasi yang selalu berdampingan dengan
umat manusia tidak akan kaku apabila berpadu dengan ilmu lainnya. Karena setiap
ilmu pada hakikatnya merupakan seperangkat simbol komunikasi yang ditrasfer
dari individu, kelompok atau masyarakatnya kepada individu, kelompok atau
masyarakat lainnya.2
Komunikasi menjadi penting manakala ia harus mentransfer sejumlah informasi
untuk suatu kegunaan dari suatu pihak terhadap pihak lainnya. Tentu dengan skema
yang baik, komunikasi politik yang baik dapat terlaksana. Sebaliknya, apabila
komunikasi politik dijalankan tanpa memiliki landasan apa pun termasuk etika,
moral, dan tata cara penyampaian, maka sudah dapat dipastikan bahwa komunikasi
politik yang terjadi merupakan suatu komunikasi politik tidak sempurna yang
memiliki cacat dan memerlukan evaluasi untuk member implementasi lebih baik
sehingga dasar-dasar dilaksanakannya komunikasi politik dapat terwujud secara
terarah dan meminimalisasikan segala kemungkinan di luar hal-hal yang seharusnya
terjadi dalam proses pelaksanaan dari komunikasi politik itu sendiri. Oleh sebab
alasan di atas, penulis mengambil judul “Komunikasi Politik” guna membahas
secara spesifik beberapa permasalah dan aspek-aspek yang menyangkut komunikasi
politik.

2 Dan Nimmo “Komunikasi Politik ”, 1982, hlm 243


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi komunikasi politik?
2. Apa saja bentuk-bentuk dari komunikasi politik dan pengaplikasiannya?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi politik?
4. Permasalahan apa saja yang dihadapi?
5. Bagaimana pengkajian terhadap contoh kasus dari komunikasi politik?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun penulis membuat makalah ini adalah untuk :
1. Menjelaskan definisi komunikasi politik.
2. Menjelaskan bentuk-bentuk dari komunikasi politik dan pengaplikasiannya.
3. Menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi politik.
4. Membahas permasalahan yang dihadapi seputar komunikasi politik.
5. Mengkaji contoh kasus dari komunikasi politik.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Komunikasi Politik

Sebelum membahas mengenai penampilan komunikasi politik dalam sistem politik,


perlu kiranya mengingat kembali pengertian komunikasi politik dan pengertian
sistem politik. Sebagaimana telah sedikit dibahas pada Bab I, komunikasi politik
merupakan penyampaian pesan-pesan politik dari komunikator kepada komunikan
dalam arti luas. Berdasarkan pembatasan konsep komunikasi politik tersebut, terdapat
dua hal yang perlu mendapatkan penekanan dalam proses komunikasi politik.
Pertama, bahwa yang membedakan komunikasi politik dengan komunikasi yang lain
terletak pada pesan yang disampaikan berupa pesan- pesan politik. Kedua, pengertian
“dalam arti luas” menunjuk pada saluran yang digunakan dalam komunikasi politik
dan level masyarakat. Artinya, komunikasi politik dapat menggunakan saluran atau
media apa pun yang ada dalam masyarakat dan dapat terjadi pada level mana pun
dalam masyarakat.3

Memilah keduanya sebagai dua suku kata yang berbeda, komunikasi dan politik.
Secara definitif, ada beberapa pendapat sarjana politik, diantaranya Nimmo (2000:8)
mengartikan politik sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan
mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam berbagai hal orang berbeda satu sama
lain—jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita, inisiatif, perilaku, dan sebagainya.
Lebih lanjut Nimmo menjelaskan, kadang-kadang perbedaan ini merangsang
argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka menganggap perselisihan itu
serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan masalah yang bertentangan itu, dan
selesaikan; inilah kegiatan politik.

3 Jack Plano, dkk “Kamus Analisis Politik ”, 1989, hlm 121


Bagi Lasswell (dalam Varma, 1995:258), ilmu politik adalah ilmu tentang kekuasaan.
Berbeda dengan David Easton dalam Sumarno (1989:8), mendefinisikan politik
sebagai berikut: “Political as a process those developmental processes through which
person acquire political orientation and patterns of behavior”

Dengan demikian segala pola pemikiran, ide atau upaya untuk mencapai pengaruh,
hanya dengan komunikasi dapat tercapainya segala sesuatu yang diharapkan, karena
pada hakikatnya segala pikiran atau ide dan kebijakan (policy) harus ada yang
menyampaikan dan ada yang menerimanya, proses tersebut adalah proses
komunikasi. Dilihat dari tujuan politik “an sich”, maka hakikat komunikasi politik
adalah upaya kelompok manusia yang mempunyai orientasi pemikiran politik atau
ideology tertentu dalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan, dengan
kekuatan mana tujuan pemikiran politik dan ideology tersebut dapat diwujudkan.

Lasswell (dalam Varma, 1995:258) memandang orientasi komunikasi politik telah


menjadikan dua hal sangat jelas: pertama, bahwa komunikasi politik selalu
berorientasi pada nilai atau berusaha mencapai tujuan; nilai-nilai dan tujuan itu
sendiri dibentuk di dalam dan oleh proses perilaku yang sesungguhnya merupakan
suatu bagian; dan kedua, bahwa komunikai politik bertujuan menjangkau masa
depan dan bersifat mengantisipasi serta berhubungan dengan masa lampau dan
senantiasa memperhatikan kejadian masa lalu.

2.2 Bentuk-Bentuk Komunikasi Politik dan Pengaplikasiannya


Beberapa bentuk komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan dilakukan dalam
dunia politik adalah retorika dan agitasi politik, propaganda politik, public relation
politik, lobi-lobi politik, periklanan politik, dan sebagainya.
a. Agitasi dan Retorika
Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric berasal dari kata latin rehtorica yang
berarti ilmu bicara. Aristoteles menyebutkan retorika sebagai seni persuasi yaitu
uraian yang singkat, jelas dan menyakinkan dengan menggunakan keindahan
bahasa dalam penyampaiannya. Dalam pengertian yang lebih luas retorika
diartikan sebagai seni mempergunakan bahasa secara efektif. Aristoteles
menegaskan bahwa retorika dipergunakan untuk membenarkan (corrective),
memerintah (instructive), mendorong (suggestive), dan mempertahankan
(defensive) sesuatu yang didasarkan pada kebaikan masyarakat secara luas.
b. Public Realition
Kata public realition (PR) atau biasa yang disebut dengan humas, merupakan
kegiatan yang diterapkan disemua jenis organisasi, baik pemerintah, swasta,
lembaga politik, LSM, dan sebagainya. Hal itu dimaksudkan sebagai suatu
kegiatan menciptakan hubungan yang baik dan berkesinambungan dengan public
(masyarakat) untuk suatu tujuan tertentu.
Public realition juga dipahami sebagai pekerjaan menyampaikan informasi dan
mempersuasi khalayak internal maupun eksternal, dengan tujuan membantu
pemasaran (promosi) produk seraya memelihara citra institusi dan produk-
produknya. Usaha penyebaran informasi dan mempersuasi khalayak, tak jarang
PR melakukan tindakan-tindakan spin doctor yaitu suatu upaya untuk mengubah
gambaran/pandangan buruk menjadi baik atas suatu produk maupun institusi di
tengah-tengah masyarakat. Tindakan spin doctor tersebut dapat dikatakan
merupakan kegiatan utama public realition.
Public relation dalam dunia kampanye politik biasanya disebut konsultan
kampanye yang bertugas membangun image (citra) politik terhadap partai politik
maupun kandidat, sedangkan dilain pihak membangun kesan negatif kepada para
pesaingnya. PR didunia politik juga memainkan peranan spin doctor sebagai stage
manager yang mampu mengatur jalannya kampanye, seperti; memberi naskah
pidato, membuat agenda dan daftar pernyataan (statement) politik yang akan
disampaikan kandidat ketika berkampanye.3
c. Lobi-lobi Politik
Di era globalisasi seperti sekarang ini, konsep lobi merupakan suatu keharusan
untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada, baik dalam skala lokal maupun
internasional. Penggunaan lobi (lobbying) dalam sistem politik telah menjadi
fenomena umum sejak lahirnya politik itu sendiri. Bagaimanapun kebijakan
publik diformulasikan akan selalu ada kecenderungan dari mereka yang sangat
terpengaruh untuk mempengaruhi hasil. Lobi atau melobi dijelaskan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah melakukan pendekatan secara tidak resmi,
sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi politik yang mencakup usaha
individu atau kelompok untuk menghubungi para pejabat pemerintah atau
pimpinan politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau masalah yang
dapat menguntungkan sejumlah orang.
Dalam dunia politik lobi dapat diartikan sebagai suatu upaya persuasi dan
pendekatan yang dilakukan oleh satu pihak yang memiliki kepentingan tertentu
untuk memperoleh dukungan dari pihak lain yang dianggap memiliki pengaruh
atau wewenang dalam upaya pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Sebagaimana
praktek lobi-lobi dalam dunia politik di Indonesia telah ditunjukkan ketika para
kandidat berusaha melobi partai politik untuk mendukung dan memberikan
kendaraan politik untuk pencalonan kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun
walikota. Dalam hal itu, keberhasilan melobi partai politik untuk mendukung
pada momentum pilkada langsung merupakan keberhasilan awal mencapai tujuan
politik.
d. Periklanan Politik
Periklanan politik, menurut H.B. Widagdo (1999) merupakan usaha untuk
menyampaikan pesan-pesan politik kepada khalayak dengan mengetengah-kan
berbagai pertimbangan dan alasan kuat perlunya masyarakat mendukung
keberadaan partai politik maupun kandidat yang akan dipilih dalam kegitan
pemilihan umum. Pesan-pesan tersebut disampaikan dan disebarluaskan melalui
media massa baik cetak maupun elektronik, seperti televise, radio, surat kabar,
majalah, media iklan, internet, dsb. Periklanan politik dalam hal ini berbeda
dengan propaganda politik, perbedaan keduanya terletak pada khalayak tujuan.
Propaganda ditujukan kepada orang-orang sebagai anggota kelompok
(organisasi). Sedangkan periklanan lebih kepada orang-orang yang independen,
bebas, tidak bagian dari sebuah kelompok. Dalam hal itu, hubungan antara
keduanya menunjukkan hubungan langsung tidak ada organisasi atau
kepemimpinan yang seakan-akan dapat mengirimkan kelompok pembeli kepada
penjual. Sehingga tindakan mereka berdasarkan pilihan-pilihan pribadi.
Periklanan politik pada dasarnya sama dengan iklan produk/merk yang
disampaikan melalui berbagai media, dengan tujuan produk tersebut dikenal,
dipahami dan kemudian terjadi pembelian produk tersebut sampai selanjutnya
dicintai. Periklanan yang dikatakan berhasil adalah bahwa produk yang
diiklankan tersebut dibeli dan diminati orang dalam waktu yang lama. Demikian
halnya dengan iklan politik, merupakan alat promosi suatu partai politik maupun
seorang kandidat untuk menyampaikan ide, platform, ideologi yang tujuanya
untuk dikenal, dipahami dan didukung serta dicintai oleh masyarakat. Dengan
harapan akhir terjadi transaksi pembelian politik pada momen-momen politik
(pemilu).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Politik


Dalam komunikasi politik, komunikator politik merupakan salah satu faktor yang
menentukan efektivitas komunikasi . Beberapa studi mengidentifikasi sejumlah
karakteristik yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang
lain. Richard E. Petty dan John T. Cacioppo dalam bukunya Attitudes and
Persuasion: Classic and Contemporary Approaches, dikatakan bahwa ada empat
komponen yang harus ada pada komunikator politik, yaitu communicator credibility,
communicator attractiveness, communicator similarity dan communicator power
(Petty, 1996).
1. Kredibilitas
Kredibilitas sumber mengacu pada sejauh mana sumber dipandang memiliki
keahlian dan dipercaya. Semakin ahli dan dipercaya sumber informasi, semakin
efektif pesan yang disampaikan. Kredibilitas mencakup keahlian sumber (source
expertise) dan kepercayaan sumber (source trustworthiness).
Keahlian sumber adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki sumber terhadap
subjek di mana ia berkomunikasi. Sementara kepercayaan sumber adalah sejauh
mana sumber dapat memberikan informasi yang tidak memihak dan jujur. Para
peneliti telah menemukan bahwa keahlian dan kepercayaan memberikan
kontribusi independen terhadap efektivitas sumber. Dibuktikan oleh Petty bahwa,
“expertise was therefore important in inducing attitude change, especially when
that advocated position was quite different from the recipients’ initial attitude.”
Karena sumber yang sangat kredibel menghalangi pengembangan argumen
tandingan, maka sumber yang kredibel menjadi lebih persuasif dibanding sumber
yang kurang kredibel. Sebagaimana dikemukakan Lorge dari hasil penelitiannya,
bahwa “a high credibility source was more persuasive than a low credibility
source if attitudes were measured immediately after the message” (Petty, 1996).
2. Daya tarik
Daya tarik seorang komunikator bisa terjadi karena penampilan fisik, gaya bicara,
sifat pribadi, keakraban, kinerja, keterampilan komunikasi dan perilakunya.
Sebagaimana dikemukakan Petty (1996): “Two communicators may be trusted
experts on some issue, but one may be more liked or more physicallyattractive
than the other… in part because of his physical appearance, style of speaking and
mannerism, …the attractiveness is due to the performance, communication skills,
self evaluation … by verbal and by the behavioral measure.”
Daya tarik fisik sumber (source physical attractiveness) merupakan syarat
kepribadian . Daya tarik fisik komunikator yang menarik umumnya lebih sukses
daripada yang tidak menarik dalam mengubah kepercayaan . Beberapa item yang
menggambarkan daya tarik seseorang adalah tampan atau cantik, sensitif, hangat,
rendah hati, gembira, dan lain-lain.
3. Kesamaan
Sumber disukai oleh audience bisa jadi karena sumber tersebut mempunyai
kesamaan dalam hal kebutuhan, harapan dan perasaan. Dari kacamata audience
maka sumber tersebut adalah sumber yang menyenangkan (source likability),
yang maksudnya adalah perasaan positif yang dimiliki konsumen (audience)
terhadap sumber informasi. Mendefinisikan menyenangkan memang agak sulit
karena sangat bervariasi antara satu orang dan orang lain. Namun secara umum,
sumber yang menyenangkan mengacu pada sejauh mana sumber tersebut dilihat
berperilaku sesuai dengan hasrat mereka yang mengobservasi. Jadi, sumber dapat
menyenangkan karena mereka bertindak atau mendukung kepercayaan yang
hampir sama dengan omunikan . Sumber yang menyenangkan (sesuai kebutuhan,
harapan, perasaan komunikan) akan mengkontribusi efektivitas komunikasi,
bahkan lebih memberikan dampak pada perubahan perilaku. Bila itu terjadi,
sumber tersebut akan menjadi penuh arti bagi penerima, artinya adalah bahwa
sumber tersebut mampu mentransfer arti ke produk atau jasa yang mereka
komunikasikan.

4. Power
Power, menurut Petty (1996) adalah “the extent to which the source can
administer rewards or punishment.” Sumber yang mempunyai power,
menurutnya, akan lebih efektif dalam penyampaian pesan dan penerimaannya
daripada sumber yang kurang atau tidak mempunyai power . Pada dasarnya,
orang akan mencari sebanyak mungkin penghargaan dan menghindari hukuman.
Sebagaimana dikemukakan oleh Kelman (dalam Petty, 1996) bahwa, “people
simply report more agreement with the powerful source to maximize their
rewards and minimize their punishment.” Jadi pada dasarnya harus ada tiga syarat
untuk menjadi seorang powerful communicator, yaitu: (1) the recipients of the
communication must believe that the source can indeed administer rewards or
punishments to them; (2) recipients must decide that the source will use theses
rewards or punishments to bring about their compliance; (3) the recipients must
believe that the source will find out whether or not they comply (Petty, 1996).
Dengan dihasilkan dan terpeliharanya kepatuhan, artinya komunikator dapat
mempengaruhi atau mempersuasi perilaku komunikan. Dalam upayanya
mempersuasi komunikan, biasanya ada dua faktor penunjang yang harus
diperhatikan pula oleh komunikator. Dua faktor tersebut adalah keterlibatan
sumber dan kepentingan isu bagi penerima. Keterlibatan yang tinggi
menghasilkan efektivitas pesan yang tinggi pula, dan isu yang semakin dekat
dengan kepentingan penerima biasanya akan lebih mendorong efektivitas pesan.
Adapun faktor-faktor yang juga mempengaruhi efektivitas komunikasi politik
antara lain :
1. Faktor fisik (alam)
2. Faktor teknologi
3. Faktor ekonomis
4. Faktor sosiokultural (pendidikan, budaya)
5. Faktor politis

2.4 Permasalahan yang Dihadapi

Dalam pelaksanaannya, komunikasi politik seringkali mengalami beberapa


permasalahan di antaranya :

1. Miskomunikasi antara komunikan politik


Miskomunikasi merupakan masalah yang seringkali terjadi manakala
informasi politik yang disampaikan menjadi tidak actual sehingga tujuan-
tujuan dari komunikasi politik yang ingin dicapai tidak berjalan dengan baik.
Adapun miskomunikasi (miscommunication) ini dapat diartikan sebagai
kerusakan informasi baik disengaja maupun tidak oleh satu atau lebih dari
satu pihak yang menyebabkan tidak terhantarnya suatu dasar komunikasi
sempurna antara pihak-pihak yang berkomunikasi.
2. Tata Krama
Dalam berkomunikasi, diperlukan tatakrama yang baik antara para
komunikator. Namun, dewasa kini, tata karma, etika, adab, dan norma dalam
berkomunikasi politik mulai diabaikan. Tak heran bila saat ini marak terjadi
konflik yang diakibatkan oleh komunikasi politik. Sehingga ketika sang
komunikator memberikan informasi, sang penerima menjadi enggan
mengaplikasikan maupun terpengaruh dari adanya komunikasi politik.
Bahkan, dapat terjadi pula kontra atas komunikasi yang dilaksanakan oleh
sebab tidak adanya nilai-nilai positif yang diberikan pada komunikasi politik.
3. Media
Media di era teknologi yang telah demikian maju pada dasarnya dapat
dijadikan sebagai peluang untuk memajukan pula kualitas dari proses
komunikasi politik itu sendiri. Namun, di sisi lain, media khususnya
elektronik atau yang erat kaitannya dengan teknologi dapat menjadi
ancaman terhadap komunikasi politik itu sendiri manakala ada oknum-
oknum yang dengan sengaja melakukan tindak penyimpangan terhadap
suatu komunikasi politik sehingga komunikasi politik tersebut tidak sesuai
dengan dasar yang disepakati atau yang direncanakan pada awalnya.
4. Interfensi pihak luar
Interfensi dari pihak luar menajdi salah satu ancaman atau permasalahan
yang dihadapi para komunikator politik.4

4 Sumber: http://fisip.uajy.ac.id/2013/04/03/komunikasi-politik-dan-kecerdasan-publik/
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian


suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis
kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi
yang ditentukan bersama oleh lembaga- lembaga politik

Komunikasi terbagi dalam bentuk-bentuk yang dalam aplikasinya akan


memiliki perbedaan satu sama lain seperti komunikasi retorika dan agitasi politik,
propaganda politik, public ralation politik, lobi-lobi politik, periklanan politik, dan
sebagainya. Bentuk-bentuk yang ada diklasifikasikan berdasarkan praktik dan
melihat pula dari segi bagaimana peran komunikator ketika melaksanakan proses
komunikasi politik yang ada. Faktor-Faktor yang mempengaruhi komunikasi
politik antara lain komunikator politik, alam, geografis, sosiokultural, demografis,
psikologis, dan teknologi. Mengapa faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh
terhadap komunikasi politik? Hakekatnya, sebuah komunikasi dimulai oleh
adanya tujuan dan dengan demikian diperlukan penyusunan dalam pengerjaannya.
Dengan menilik beberapa faktor di atas, komunikasi dapat menghasilkan
bermacam-macam output. Komunikasi politik pun tidak lepas dari adanya
permasalahan tatakrama, perilaku komunikan, dan lain-lain. Masalah-masalah
yang ada ketika pelaksanaan komunikasi politik memberikan kecacatan terhadap
aplikasi dari komunikasi politik itu sendiri sehingga dapat memunculkan hal-hal
yang tidak diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

A. Jurnal :

Jack Plano dkk , “Kamus Analisis Politik ”, 1989.

Nurul Hasfi , “Komunikasi Politik Era Digital ”, 2019.

B. Buku:

Dan Nimmo,“Komunikasi Politik ”, 1982.

C. Internet :

Sumber: http://fisip.uajy.ac.id/2013/04/03/komunikasi-politik-dan-kecerdasan-
publik/

Anda mungkin juga menyukai