Komunikasi Sosial Pembangunan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Eksistensi Komunikasi Pembangunan

Ada pandangan bahwa eksistensi komunikasi pembangunan sebagai sebuah studi


komprehensif dalam mempercepat dan menuntaskan permasalahan pembangunan, studi
komunikasi pembangunan menjadi kajian populer di negara Dunia Ketiga. Pada dimensi teoretis,
studi ini dikembangkan melalui kajian dan analisis mendalam yang diarahkan pada upaya
pencarian konsep atau model pembangunan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Tahap
ini selanjutnya akan menuntun jalan bagi munculnya kesadaran baru dengan konsep – konsep
yang bersifat korektif. Pada dimensi praktis, penelusuran diarahkan kepada pencarian strategi,
teknik dan metode yang efektif yang berhubungan dengan aspek – aspek operasionalisasi studi
ini bagi masyarakat dan negara. Pada tahap ini, kajian dan analisis difokuskan pada penggunaan
studi komunikasi pembangunan dalam menyelesaikan permasalahan mendasar masyarakat dan
negara.

Dari sinilah kemudian para ilmuwan dan kritikus sosial berpikir untuk menempatkan
komunikasi sebagai entitas penting bagi proses pembangunan. Selanjutnya, peran dan fungsi
yang dimiliki oleh studi komunikasi dipergunakan sebagai bentuk pendekatan antardisiplin untuk
menjawab tantangan dan tuntutan, sekaligus memberikan pengaruh yang menentukan bagi
proses dan tujuan pembangunan. Munculnya konsep ini disambut positif oleh sebagian besar
ilmuwan komunikasi, termasuk ilmuwan sosial lainnya. Dan hasilnya banyak pihak menggangap
konsep ini merupakan bentuk respons terhadap kondisi pembangunan masyarakat dan negara
yang sedang berkembang sebagai solusi alternatif. Maksudnya kompleksitas permasalahan
pembangunan seperti: sosial, ekonomi, politik, dan budaya, telah menyeret kegiatan
pembangunan menjadi sebuah fenomena sosial yang membutuhkan penanganan dan perlakuan
yang komprehensif dan efektif. Untuk sementara, studi komunikasi pembangunan dianggap
mampu melakukan dan memainkan peran terhadap jenis dan bentuk perubahan dan
pembangunan masyarakat, bangasa, dan negara.

3|Page
Secara konseptual, komunikasi pembangunan bersumber dari teori komunikasi dan teori
pembangunan yang saling menopang. Teori komunikasi digunakan untuk menjembatani arus
informasi (ide, gagasan) baru dari pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya. Dengan kata
lain, melalui proses komunikasi pesan – pesan pembangunan dapat diteruskan dan diterima
khalayak untuk tujuan perubahan. Sementara teori pembangunan digunakan sebagai karakteristik
bentuk perubahan yang diinginkan secara terarah, dan progesif, dari suatu kondisi ke kondisi
yang lain, atau dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik. Dengan demikian, pada
tataran ini konsep komunikasi pembangunan merupakan usaha pemilihan strategi, dan model
komunikasi yang memungkinkan terjadinya perubahan dalam rangka pembangunan. Tujuannya
berusaha menyampaikan, mengkaji, dan menjelaskan tentang suatu isu, ide atau gagasan aktual
yang berkaitan dengan perubahan, menuju pembangunan masyarakat. Dalam ilmu komunikasi,
konsep ini dianggap sebagai spesialisasi penerapan teoretis dan praktis. Semangat ini kemudian
memberi inspirasi baru dalam penggalian aspirasi, kreativitas, kepentingan, dan kebutuhan
individu, kelompok, serta masyarakat. Hal ini akan membuka jalan bagi munculnya ide, gagasan,
dan inovasi dari tingkat akar rumput. Pada batas ini, komunikasi pembangunan dipandang
sebagai instrumen kunci dalam menggambarkan, mendorong, mengarahkan, mempercepat, dan
mengendalikan setiap perubahan dalam pembangunan.

Berdasarkan falsafahnya, studi komunikasi pembangunan diilhami oleh usaha


pembebasan dan pencerahan pembangunan dalam rangka meningkatkan harkat, martabat, dan
menanamkan jiwa kemandirian masyarakat. Sehingga apapun bentuk dan jenisnya, aktivitas
pembangunan senantiasa mengarah pada pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh. Dalam
berbagai literatur dijelaskan bahwa falsafah merupakan landasan pemikiran atau pandangan
hidup yang ada dan berlaku yang bersumber pada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang
harus dilakukan. Disini, falsafah dipandang sebagai sumber kebijakan moral tentang segala
sesuatu, sebagai panduan bertindak yang sudah tentu akan selalu berpijak pada perjalanan dan
pertumbuhan peradaban masyarakat dan negara itu sendiri. Tak terkecuali komunikasi
pembangunan sebagai kegiatan khusus, sejatinya mengandung unsur mendidik (to educate),
membujuk (to persuade), dan memberi keterampilan (skill) kepada masyarakat. Hal tersebut
dilakukan dengan tetap memperhitungkan nilai, norma keyakinan, aspek sosial-budaya yang
berlaku.

4|Page
Secara empiris, penerapan studi komunikasi pembangunan akan diarahkan pada hal – hal
yang berkenaan dengan hakikat, tujuan dan manfaat ilmu tersebut bagi masyarakat. Sebagai
disiplin ilmu, menyitir pendapat Richard L. Laningan (dalam Effendy, 2003) dalam karyanya
Communication Models in Philosophy, Review and Comentary, komunikasi pembangunan
diarahkan untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan seputar metafisika, epistimologi, dan
aksiologi. Terkait pula menelaah pemahaman (verstehen) penerapan studi ini secara
fundamental, metodologis, sistematis, analisis, dan kritis. Dengan kata lain, suatu ilmu dapat
digunakan dan bermanfaat bagi umat manusia. Demikian pula halnya dengan komunikasi
pembangunan.

Walaupun menurut Nasution (2004), pada hakikatnya perbedaan lahiriah antara kegiatan
komunikasi pembangunan dan bukan komunikasi pembangunan hanya terletak pada konteksnya,
namun inilah yang menjadi persoalan. Pada tataran konteks inilah kita bisa mencapai tujuan yang
telah kita susun dan kita rancang sebelumnya sehingga apapun bentuknya, tujuan komunikasi
berjalan efektif. Pemahaman akan konteks komunikasi inilah yang mampu membantu tindakan
komunikasi kita. Secara luas, konteks disini berarti semua faktor diluar orang – orang yang
berkomunikasi, baik itu fisik, psikologi, sosial, maupun waktu (Mulyana, 2000). Atau dengan
kata lain, kegiatan komunikasi selalu tidak lepas dari konteks. Semangat baru tersebut menjadi
cikal bakal lahirnya komunikasi pembangunan yang secara ontologis, epistimologi, dan
aksiologis bersumber dari ilmu – ilmu lain yang menopangnya.

2.2 Perkembangan Konsep Dan Istilah

Menurut Quebral (1986), ketiga konsep yakni jurnalisme pembangunan, komunikasi


penunjang pembangunan, dan komunikasi pembangunan, saling berpautan satu sama lain, karena
memang merupakan hasil dari suatu pencarian bersama akan isi dan metode komunikasi yang
lebih sesuai dengan keadaan masyarakat miskin yang berjuang menuju suatu kehidupan yang
lebih baik. Ketiganya dimaksudkan untuk memerangi problem ekonomi dan sosial dengan
informasi yang umumnya berasal dari ilmu pengetahuan. “Adalah menarik perhatian bahwa
ketiganya telah dikembangkan di Asia”, kata Quebral.

5|Page
1. Jurnalisme Pembangunan (Journalism of Development)

Jurnalisme Pembangunan (JP) lahir dari institut pers, tepatnya ketika Press Foundation of
Asia menyelenggarakan Kursus Latihan Penulis Ekonomi se-Asia yang pertama di Manila pada
1968, yang mencerminkan penekanan ganda dari jurnalisme pembangunan, yaitu: (a)
pembangunan ekonomi di Asia, dan (b) teknik penulisan yang jelas mengenai hal itu. para
peserta kursus tersebut sepakat untuk “menyebut diri mereka sebagai jurnalis pembangunan”
yang dengan penuh kesadaran akan berperan sebagai bagian dari usaha bangsa mereka dalam
mengembangkan sumber – sumber ekonomi dan bukan sekedar pencatat suatu kejadian ekonomi
(Vittachi, 1969).

Secara singkat, menurut Aggarwala (1980), JP merupakan peliputan pembangunan


sebagai proses ketimbang sebagai suatu peristiwa. Bahkan penekanan dalam berita pembangunan
bukanlah pada kejadian yang terjadi pada waktu atau hari tertentu, melainkan pada apa yang
berlangsung semasa periode tertentu. Seorang jrunalis pembangunan memandang kepada proses
pembangunan tersebut, berhenti sesaat, dan menoleh ke belakang serta melihat ke depan untuk
menyampaikan kepada khalayak, proses perubahan sosial dan ekonomi yang bersifat
berkesinambungan dan berjangka panjang. Dengan pendekatan ini, berita pembangunan berbeda
secara signifikan dengan yang selama ini disebut spot news dan action news.

Namun bukan berarti bahwa JP sinonim dengan selebaran (band-outs) humas atau yang
disebut sebagai positive news. Berita pembangunan tidak sinonim dengan berita bagus, dan
dalam perlakuannya (treatment) tidak dan harus tidak berbeda dengan berita biasa atau
investigative reporting. Jadi, JP dapat mendekati isu pembangunan pada tingkat makro dan
mikro, dan dapat berbeda bentuknya pada level nasional dan internasional. Menurut Aggarwala,
dapat meliput berita, jurnalis pembangunan dapat dan harus secara kritis mengkaji,
mengevaluasi, dan memberitakan:

a) Relevansi suatu proyek pembangunan dengan kebutuhan nasional, dan yang terpenting
dengan kebutuhan lokal,
b) Perbedaan antara program menurut rencananya dengan yang diimplementasikan, dan
c) Perbedaan antara dampaknya terhadap masyarakat seperti yang diklaim oleh pejabat
pemerintah dan yang sebenarnya.

6|Page
2. Komunikasi Penunjang Pembangunan

Komunikasi penunjang pembangunan (KPP) lahir dari birokrasi internasional sistem


PBB. Pada 1960-an itu juga, Erskine Childers, kemudian direktur development support
communication services di Bangkok merinci suatu metode penaksiran (appraisals), perencanaan
hingga produksi dan evaluasi komunikasi untuk proyek – proyek pembangunan di negara
berkembang tertentu. Proyek pembangunan itu dibantu oleh UNDP dan UNICEF, dan
dilaksanakan atau dibimbing oleh badan – badan di lingkungan PBB. Sebagian besar memang
merupakan proyek yang keberhasilannya pada tingkat tertentu tergantung pada penyadaran
(sensitising), pemberitahuan (informing), dan mendidik (educating) kelompok – kelompok orang
tertentu dalam berbagai tahapan proyek yang bersangkutan, sesuai dengan tujuan perilaku
(behavioral objectives) yang hendak dicapai.

Titik tolak metodologi KPP adalah proyek pembangunan. Aktivitas ini bertujuan untuk
melengkapi suatu proyek dengan bahan – bahan dan evaluasi yang akan membekali proyek
tersebut dengan staf yang bermotivasi, alat bantu pengajaran yang tepat, pemanfaatan hasilnya,
dan suatu iklim yang menerima (receptive climate) terhadap suatu proyek di lokasinya,
berkenaan dengan lingkungan manusiawi yang tindak tanduk dan perilakunya dapat
mempengaruhi hasil dari proyek yang dimaksud.

3. Komunikasi Pembangunan (Development Communication)

Komunikasi pembangunan (KP) seperti yang diajarkan, diteliti, dan dipraktekkan di Los
Banos, menerima rasional dan metodologi JP dan KPP sebagai sesuatu yang valid (berlaku).
Keduanya kemudian diintegrasikan ke dalam suatu disiplin akademik yang berkembang, yang
bertolak dari teori pembangunan, komunikasi massa, penyuluhan pertanian, pendidikan, dan ilmu
– ilmu sosial dasar seperti sosiologi, psikologi, ekonoi, dan antropologi (Quebral, 1986). Konsep
komunikasi pembangunan tersebut memiliki ideologi sebagai berikut:

a) Esensi pembangunan adalah pemaksimalan penyediaan barang dan jasa bagi masyarakat.
b) Dunia maju dan dunia berkembang dibedakan oleh barang dan jasa.
c) Cara cepat dan efektif yang membawa perubahan kesadaran dilakukan melalui
penggunaan teknologi yang berbasis komunikasi, terutama Radio dan TV yang mampu
menciptakan citra baik, mobilitas psikis, dan empati.

7|Page
Pada awal 1970-an, pemerintah di dunia ketiga merasakan potensi yang besar pada
jurnalisme pembangunan tadi untuk mempromosikan ideologi dan kampanye program mereka.
Dari sini lalu muncul istilah komunikasi pembangunan, dengan pengertian suatu komitmen untuk
meliput secara sistematik, problematika yang dihadapi dalam pembangunan suatu bangsa.
Kegiatan itu kemudian diperluas sehingga mencakup segala komunikasi yang “diterapkan untuk
pentransformasian secara cepat suatu negara dari kemiskinan ke suatu dinamika pertumbuhan
ekonomi yang memungkinkan lebih besarnya keadilan sosial dan pemenuhan potensial
manusiawi”.

Dari sisi yang lain, sebenarnya kehadiran komunikasi pembangunan dapat dipandang
sebagai suatu perwujudan respon kalangan disiplin komunikasi untuk menyumbang dan
menerapkan ilmunya dalam rangka ikut ambil bagian menjawab tantangan dan tuntutan
pembangunan. Respon tersebut analog dengan tumbuhnya kontribusi dari berbagai disiplin ilmu
yang lain, yang juga mengkhususkan diri bagi keperluan pelaksanaan pembangunan, seperti
ekonomi pembangunan, administrasi pembangunan, sosiologi pembangunan, dan lain
sebagainya. Hal itu sekaligus menandakan bahwa pembangunan sebagai suatu fenomena sosial,
menuntut perlakuan dan penanganan yang khusus, terutama mengingat berbagai faktor yang
mempengaruhinya, seperti waktu, biaya, keterlibatan masyarakat, lingkup dan besaran kegiatan,
serta efek yang ditimbulkannya bagi kehidupan sosial secara menyeluruh.

Pada hakikatnya perbedaan lahirlah antara kegiatan – kegiatan komunikasi pembangunan


dengan yang “bukan komunikasi pembangunan” nyaris tidak kelihatan, karena memang tidak
begitu tajam. Perbedaan itu, kalaupun ada, hanyalah pada konteks kegiatan komunikasi yang
bersangkutan. Kalau pada aktivitas komunikasi yang biasa atau yang rutin, tidak begitu
dipersoalkam apa yang menjadi motivasi ataupun tujuan dari kegiatan yang dimaksud, maka
dalam komunikasi pembanguna, hal itu sudah benar – benar dikaitkan dengan tujuan dari sesuatu
proyek pembangunan secara khusus, dan program pembangunan nasional secara keseluruhan.
Peran komunikasi dalam teori pembangunan dapat ditelusuri pada 3 aliran pemikiran yang
berkembang, yakni:

a. Aliran pemikiran ekonomi klasik dan neoklasik yang menganggap komunikasi sebagai
suatu prasarana (infrastructure) dalam proses pembangunan. Komunikasi dipandang
sebagai suatu prakondisi untuk pembangunan ekonomi. Model – model pertumbuhan

8|Page
ekonomi klasik dan neoklasik menganggap alur informasi yang bebas dan komunikasi
diantara penjual dan pembeli sebagai suatu syarat mutlak bagi persaingan yang sempurna.
Model ini menganggap penting mekanisme harga sebagai bagian keunggulan (part
excellence) dalam suatu system informasi. Demikian pula sarana transportasi dan
komunikasi dianggap sebagai prasarana mobilitas factor – factor produksi, sekaliagus
dengan alokasi transaksi dalam system harga antara permintaan dan penarawaran (supply
and demand).
b. Aliran pemikiran nonekonomi yang memandang komunikasi sebagai suatu faktor penting
dan integral dalam proses perubahan sosial dan modernisasi. Peran komunikasi dalam
aliran ini sebagai suatu bagian penting atau integral dari pembangunan dengan posisi
teoritis yang berbeda. Pemikiran aliran ini menganut model pembangunan yang bersifat
Marxis, sebagai antithesis terhadap model – model pambangunan klasik dan neoklasik.
Kaum Marxis pada umumnya merasa yakin bahwa peran komunikasi tidak menentukan
dalam pembangunan meskipun sebagai bagian yang integral. Hal ini membuka jalan bagi
peran komunikasi, terutama bagi pembuka ideologi yang mengikuti pola – pola produksi
materi dalam masyarakat. Menurut mereka, ideologi berfungsi sebagai pemberi legitimasi
kepentingan kelas – kelas sosial yang berkonflik mengikuti proses evolusi historis.
c. Aliran pemikiran ini didominasi oleh para peneliti terutama psikolog sosial, yang
memfokuskan penelitiannya pada system – system mikro dan efek media. Mereka
berkesimpulan bahwa komunikasi sebagai faktor yang tidak begitu penting (residual)
dalam proses perubahan sosial untuk dikaji secara tersendiri, dan tanpa praasumsi dalam
proses pembangunan. Paradigma teoritis yang dikembangkan dalam aliran ini
menempatkan peran komunikasi sebagai proses yang integral dalam proses perubahan
sosial, melalui teori – teori mobilisasi, difusi McLuhanis, dan system informasi.

Jika kemudian dipertanyakan, yang manakah yang dimaksud dengan komunikasi


pembangunan dalam pembahasan buku ini, maka jawabanya, termasuklah ketiga konsep yang
dikemukakan diatas tadi, plus aneka variasi lain yang berkaitan yang secara konseptual dan/atau
operasional mempunyai tujuan yang sama.

9|Page
4. Istilah Lain Yang Relevan

Selain beberapa konsep dan istilah yang telah dijelaskan sebelumnya, terminologi lain
yang berkembang dan berkaitan dengan istilah komunikasi pembangunan dapat disebutkan
sebagai kegiatan komunikasi pembangunan, antara lain: penyuluhan pembangunan,
pengembangan masyarakat, pendidikan luar sekolah, rekayasa sosial, social engineering
(memperbaiki keadaan sosial), dan lain – lain (lihat juga Rahmat, 1999). Namun, yang akan
dijelaskan berikut ini, hanya penyuluhan pembangunan dan pengembangan masyarakat.

a. Penyuluhan Pembangunan
Secara harfiah, penyuluhan berasal dari kata suluh yang berarti obor, dalam arti kata
mampu memberi penerangan, dari keadaan yang gelap menjadi terang. Mengenai rumus
baku, penyuluhan dapat dilihat dari penjelasan Claart et al (dalam Samsuddin, 1994).
Penyuluhan merupakan jenis khusus pendidikan pemecah masalah (problem solving)
yang berorientasi pada tindakan, mengajarkan, mendemontrasikan, dan memotivasi
sesuatu. Demikian juga Samsuddin (1994) yang menyebut penyuluhan sebagai
pendidikan nonformal untuk mengajak orang melaksanakan ide – ide baru. Jadi
penyuluhan yang dimaksud disini adalah fungsi pemerintahan dengan memperluas
(extending) pelayanan kepada petani sekaligus melaksanakan aturan dan kebujakan yang
berlaku. Atau dengan kata lain, fungsi penyuluhan dimaksudkan untuk menjembatani
kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan oleh petani dengan pengetahuan umum
dan teknologi yang berkembang secara dua arah (two way traffic) antara pemerintah dan
masyarakat. Dengan demikian melalui penyuluhan pertanian, mengajak, dan
membimbing, memotivasi para petani untuk melaksanakan cara – cara baru (suatu
inovasi) lebih mudah.
b. Pengembangan Masyarakat
Dalam berbagai literatur, istilah community development atau pengembangan masyarakat
sering dikaitkan dengan usaha memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui
pengembangan dan pendayagunaan sumber – sumber yang ada pada mereka dengan
menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Perdebatan panjang seputar definisi
pengembangan masyarakat bakal lahir embrio komunikasi pembangunan dan teori – teori
perubahan sosial dalam masyarakat.

10 | P a g e
2.3 Aspek Teoritis Yang Berpengaruh
1. Teori Evolusi

Teori evolusi lahir awal abad ke-19 sesudah revolusi industri dan revolusi Prancis, dua
revolusi yang tidak sekedar menghancurkan tatanan lama, tetapi juga membentuk acuan dasar
baru dalam pembangunan. Secara garis besarnya, menurut A. Comte (1964), teori evolusi
mengambarkan perkembangan masyarakat sebagai berikut:
“Teori evolusi menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan seperti garis
lurus. Masyarakat berkembang dari masyarakat primitive menuju masyarakat maju. Teori
evolusi membaurkan antara pandangan subjektifnya tentang nilai dan tujuan akhir
perubahan sosial. Perubahan menuju bentuk masyarakat modern merupakan sesuatu
perubahan yang tidak dapat dihindarkan” (dalam Suwarsono dan So, 2000: 10).
Penjelasan teoritis tersebut menunjukan bahwa sebuah masyarakat modern merupakan
bentuk masyarakat yang dicita – citakan, yang mengandung semua unsur yang disebut baik dan
sempurna. Di dalamnya terdapat apa yang oleh teori evolusi disebut sebagai kemajuan,
kemanusiaan, dan civilization. Teori evolusi juga beranggapan bahwa perubahan sosial berjalan
secara perlahan dan bertahap. Perubahan ini dari masyarakat sederhana (primitif) ke masyarakat
modern memerlukan waktu yang panjang, bahkan berabad – abad. Pembentukan masyarakat
dilihat sebagai bentuk penyusunan materi dan organisme yang terstruktur dan fungsional.
Masyarakat diasumsikan berkembang melalui tahap atau proses – proses dialektika,
kompromistis, dan selektif, bahkan lamban dan panjang dalam melihat perubahan. Peran Negara
dalam hal ini belum tampak atau boleh dibilang kurang. Bahwa suatu masyarakat akan
berkembang secara alamiah akibatnya yang terjadi masyarakat tumbuh menjadi subkelompok
dalam bentuk suku masyarakat dan ras secara kolektif. Sementara Negara sendiri tampil sebagai
kekuatan politis yang tepisah dari rakyatnya. Kekuatan pengaruh teori ini pada akhirnya menjadi
dogmatis bagi teori – teori selanjutnya. Pewarisan pemikiran teori evolusi pada teori modernisasi
telah terbukti mampu membantu menjelaskan proses masa peralihan dari masyarakat tradisional
ke masyarakat modern di Negara – Negara Eropa Barat. Selain itu juga mampu menjelaskan arah
yang perlu ditempuh Negara Dunia Ketiga dalam proses modernisasinya.

11 | P a g e
2. Teori Fungsionalisme
Berbeda dengan pandangan penganut teori evolusi, tradisi pemikiran fungsionalisme
banyak dipengaruhi pemikiran Talcott Parsons. Menurut asumsi teori ini, masyarakat manusia
tak ubahnya seperti sistem fungsi organ tubuh pada manusia. Karena itu memahami masyarakat
manusia dapat dipelajari seperti mempelajari fungsi – fungsi tubuh manusia yang teratur. Bahwa
fungsi yang satu memengaruhi fungsi yang lain, sebaliknya disfungsi pada satu sistem
mengakibatkan disfungsi pada sistem lainnya. Analogi dengan tubuh manusia mengakibatkan
Parsons merumuskan konsep keseimbangan dinamis-statis. Jika suatu bagian tubuh manusia
berubah, bagian lain akan mengikutinya. Perubahan yang terjadi pada satu lembaga akan
berakibat perubahan di lembaga lain untuk mencapai keseimbangan baru. Demikian pula halnya
masyarakat memiliki fungsi sosial yang secara teratur mengalami perubahan. Dengan demikian
masyarakat bukan sesuatu yang statis, melainkan dinamis, sekalipun perubahan itu amat teratur
dan selalu menuju pada keseimbangan baru.
Pada sisi teori fungsionalisme Parsons sering disebut sebagai konservatif karena
menganggap masyarakat akan selalu berada pada siatuasi harmonis, stabil, seimbang, dan
mapan. Selanjutnya, untuk kepentingan pembangunan masyarakat, perumusan acuan – acuan
pokok pada teori fungsionalisme meminjam dasar teori modernisasi. Hal ini dapat dilihat dari
kajian Daniel Lerner, Marion Levy, Neil Smelser, Gabriel Almond (dalam Budiman, 2000) yang
akhirnya banyak mengilhami praktik pembangunan di berbagai Negara. Perkembangan teori –
teori pembangunan ini kemudian dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yang secara
konseptual dan praktis berpijak pada wacana teori besar yang saling menunjang pada masanya.
Teori – teori tersebut yaitu: teori modernisasi, teori ketergantungan (dependency theory), dan
teori sistem dunia (the world system theory) yang akan dijelaskan pada bab berikutnya.

12 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
Menurut Nasution (2004), pada hakikatnya perbedaan lahiriah antara kegiatan
komunikasi pembangunan dan bukan komunikasi pembangunan hanya terletak pada konteksnya,
namun inilah yang menjadi persoalan. Pada tataran konteks inilah kita bisa mencapai tujuan yang
telah kita susun dan kita rancang sebelumnya sehingga apapun bentuknya, tujuan komunikasi
berjalan efektif.
Menurut Quebral (1986), ketiga konsep yakni jurnalisme pembangunan, komunikasi
penunjang pembangunan, dan komunikasi pembangunan, saling berpautan satu sama lain, karena
memang merupakan hasil dari suatu pencarian bersama akan isi dan metode komunikasi yang
lebih sesuai dengan keadaan masyarakat miskin yang berjuang menuju suatu kehidupan yang
lebih baik. Aspek yang mempengaruhi komunikasi pembangunan terdiri dari 2 teori dasar, yaitu:
teori evolusi dan teori fungsionalisme. Teori evolusi menganggap bahwa perubahan sosial
merupakan gerakan seperti garis lurus. Masyarakat berkembang dari masyarakat primitive
menuju masyarakat maju. Teori evolusi membaurkan antara pandangan subjektifnya tentang
nilai dan tujuan akhir perubahan sosial. Dan menurut asumsi teori fungsionalisme, masyarakat
manusia tak ubahnya seperti sistem fungsi organ tubuh pada manusia. Karena itu memahami
masyarakat manusia dapat dipelajari seperti mempelajari fungsi – fungsi tubuh manusia yang
teratur.

13 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

 Dilla, Sumadi, 2012. Komunikasi Pembangunan pendekatan terpadu. Bandung: Simbiosa


Rekatama Media
 Nasution, Zulkarimen, 2004. Komunikasi pembangunan pengenalan teori dan
penerapannya. Jakarta Utara: Rajawali Pers

14 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai