Skripsi Full Text PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 62

i

Daya Hambat Ekstrak Buah Alpukat (Persea americana mill)


Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Pendidikan Diploma IV Kesehatan
Program Studi Analis Kesehatan

Diajukan Oleh :

ASTRY AZMI LENNY


G1C215068

PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016

http://lib.unimus.ac.id
ii

http://lib.unimus.ac.id
iii

http://lib.unimus.ac.id
iv

Daya Hambat Ekstrak Buah Alpukat (Persea americana Mill) Terhadap


Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis

Astry Azmi Lenny1, Endang Tri Wahyuni Maharani 2, Arya Iswara3

1. Program Studi DIV Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang
2. Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang
3. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.

ABSTRAK

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram


positif berbetuk cocus yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit berupa abses (jerawat /
bisul). Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dapat
dihambat oleh bahan alam seperti buah alpukat (presea Americana mill). Buah alpukat
diketahui mempunyai senyawa seperti alkaloid , flavonoid, saponin dan tanin yang dapat
berfungsi sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ekstrak buah
alpukat konsentrasi 25 % b/v, 50 % b/v, 75 % b/v, dan 100 % b/v dalam menghambat
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Obyek penelitian ini adalah buah
alpukat yang dikerok kemudian dikeringkan dan daging buah alpukat diblender,
selanjutnya ditambahkan etanol 96% dan maserasi selama (3x24 jam). Hasil maserasi
disaring kemudian diuapkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 30 0C
selanjutnya dipekatkan menggunakan alat freeze dryer dan metode pengujian antibakteri
yaitu metode sumuran. Hasil penelitian menunjukan ekstrak buah alpukat konsentrasi 25
% b/v, 50 % b/v, 75 % b/v, dan 100 % b/v dapat menghambat bakteri Staphylococcus
aureus dengan rata-rata zona hambat berturut-turut 11. 33 mm, 13.5 mm, 15.5 mm, dan
18 mm sedangkan pada Staphylococcus epidermidis didapatkan rata-rata zona hambat
berturut-turut 11. 33 mm, 13.16 mm, 15.33 mm, dan 17.66 . Kontrol yang dijadikan
pembanding adalah Kloramfenikol konsentrasi 25 µg membentuk diameter zona hambat
24 mm dan 29 mm. Hasil uji One Way ANOVA didapat F-hitung 147,768 dengan nilai
(p=0,000), Nilai (p<0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata diameter zona
hambat antara konsentrasi 25 %b/v, 50 %b/v, 75 %b/v , dan 100 %b/v ekstrak buah
alpukat terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

Kata Kunci : Ekstrak buah alpukat, Staphylococcus aureus, Staphylococcus


epidermidis.

iv
http://lib.unimus.ac.id
v

Inhibitory Power Avocado Fruit Extract (Persea americana Mill) of


the Growth Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis

Astry Azmi Lenny1, Endang Tri Wahyuni Maharani 2, Arya Iswara3

1 Study Program DIV Analysts Health Faculty of Nursing and Health University
Muhammadiyah Semarang
2 Laboratory of Chemical Faculty of Nursing and Health University Muhammadiyah Semarang
3 Laboratory Microbiology Faculty of Nursing and Health University Muhammadiyah
Semarang

ABSTRACT

Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis were Gram - Positive cocci


form that can cause skin infections such as abscesses (acne/ulcers). The growth of
Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis can be inhibited by natural
ingredients like avocado (presea Americana mill). Avocado is known having compound
such alkaloid ,flavonoid, saponin and tannin which function as an antibacterial. This
study aimed to analyze the concentration of avocado fruit extracts 25%b/v, 50% b/v, 75%
b/v, and 100% b/v in inhibited Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis.
The object of this study were avocado that scraped and blended, then etanol 96% were
added then using maceration during (3x24 hours), maceration fluid filtered with a funnel
then evaporated with vacuum rotary evaporator at 30 0C and then were suateel thickened
and concentrated extracts using freeze dryer. Antibacterial testing method was conducted
using draw well. The results showed concentration of avocado fruit extracts 25% b/v,50
% b/v, 75% b/v, and 100% b/v can inhibit bacteria Staphylococcus aureus consecutively
11. 33 mm, 13.5 mm, 15.5 mm, dan 18 mm while Staphylococcus epidermidis
consecutively 11. 33 mm, 13.16 mm, 15.33 mm, dan 17.66. The controls were using
avocado fruit extracts of concentration 25 µg forming inhibitory zone diameter row 24
mm and 29 mm. The results One Way ANOVA obtained F-test 147.768 with value
(p=0.000), value (p<0.05) showed there were different average zone diameter
concentration of avocado fruit extracts 25% b/v,50 % b/v, 75% b/v, and 100% b/v in
inhibited of the growth Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis.

Keywords: Avocado Fruit Extracts, Staphylococcus aureus and Staphylococcus


epidermidis.

v
http://lib.unimus.ac.id
vi

http://lib.unimus.ac.id
vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,,,,,

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat, hidayah dan Inayah-Nya, Sholawat dan salam kepada junjungan kita
Baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan para Sahabat-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Daya Hambat Ekstrak
Buah Alpukat (Persea americana Mill) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus
aureus dan Staphylococcus epidermidis”.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan


pendidikan Diploma IV Analis Kesehatan di Universitas Muhammadiyah
Semarang 2016.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Tugas Akhir ini tidak lepas dari
bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dra Endang Tri Wahyuni Maharani, M.Pd Selaku Pembimbing Pertama


dengan penuh perhatian dan tanggung jawab, walaupun dalam kesibukannya
beliau dapat senantiasa meluangkan waktunya untuk berdiskusi, mengarahkan
dan membimbing penulis dalam segala hal sehingga menjadi lebih baik.
2. Arya Iswara, M.Si. Med Selaku Pembimbing kedua yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing, mengarahkan dan selalu
sabar memberikan pengetahuannya kepada penulis sehingga berbagai kendala
yang dihadapi dalam penulisan ini dapat teratasi.
3. Dr. Stalis Norma Ethica, M.Si Selaku Penguji utama. Terima kasih atas
masukan baik berupa saran ataupun kritik untuk penyempurnaan dalam
penulisan ini.

http://lib.unimus.ac.id
vii
viii

4. Dra. Sri Sinto Dewi, M.Si. Med Selaku Ketua Program Studi D IV Analis
Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.
5. Soleh, selaku pembimbing di Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan
Universitas Katolik Soegijapranata (UNIKA).
6. Terkhusus orang tua penulis, Ayahanda H. Amier Slenny dan Ibunda Hj.
Mahadia yang telah melimpahkan segala kasih dan cintanya semenjak dalam
kandungan, dengan hati ikhlas mencurahkan tenaga dan pikiran, serta
serangkaian doa yang senantiasa terucap demi kesuksesan masa depan penulis
agar menjadi anak yang shaleh, berbakti kepada kedua orang tua berguna di
dunia dan selamat di akhirat, serta ucapan terima kasih penulis terkhusus
sahabat-sahabat yang selalu mendampingi antara lain Sultan Sampara, Sri
Ulfa, Muh. Nasruddin, Rosmi Andriani, Sri Wahyuni Basir, Nur Intan Pratiwi
dan Rekan-rekan DIV Analis Kesehatan Jasus.

Penulis menyadari masih banyak ketidak sempurnaan dan kekurangan


dalam penulisan tugas akhir ini. Kritik dan saran yang membangun. Semoga tugas
akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, 14 September 2016

Penyusun

viii
http://lib.unimus.ac.id
ix

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ................................................................................................. i
Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii
Halaman Persetujuan ...................................................................................... iii
Abstrak ............................................................................................................. iv
Surat Pernyataan Originalitas ........................................................................ vi
Kata Pengantar ................................................................................................vii
Daftar Isi ..........................................................................................................ix
Daftar Tabel .....................................................................................................xi
Daftar Gambar ............................................................................................. .xii
Daftar Lampiran ........................................................................................... xiii
BAB I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3. Tujuan......................................................................................................... 3
1.3.1. Tujuan Umum .......................................................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ......................................................................................... 3
1.4. Manfaat ....................................................................................................... 3
1.5. Orisinalitas .................................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Staphylococcus aureus ................................................................................. 5
2.1.1. Definisi Staphylococcus aureus ................................................................ 5
2.1.2. Klasifikasi Staphylococcus aureus ............................................................ 5
2.1.3. Morfologi Staphylococcus aureus ............................................................ 6
2.1.4. Patogenitas Staphylococcus aureus........................................................... 7
2.2.Staphylococcus epidermidis ......................................................................... 8
2.2.1. Definisi Staphylococcus epidermidis ........................................................ 8
2.2.2. Klasifikasi Staphylococcus epidermidis .................................................... 9
2.2.3. Morfologi Staphylococcus epidermidis ..................................................... 9
2.2.4. Patogenitas Staphylococcus epidermidis ...................................................10
2.3.Buah Alpukat ...............................................................................................11
2.3.1. Deskripsi Buah Alpukat ............................................................................11
2.3.2. Klasifikasi Buah Alpukat ..........................................................................12
2.3.3. Habitat Umum ..........................................................................................12
2.3.4. Manfaat Buah Alpukat .............................................................................13
2.3.5. Kandungan Buah Alpukat .........................................................................13
2.4. Ekstraksi .....................................................................................................14
2.5. Freeze dryer ................................................................................................15
2.6. Uji Sensitivitas Anti Bakteri ........................................................................16
2.7. Kerangka Teori ...........................................................................................17
2.8. Kerangka Konsep ........................................................................................17
2.9. Hipotesis .....................................................................................................18

http://lib.unimus.ac.id
ix
x

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1. Jenis Penelitian ...........................................................................................19
3.2. Variabel Penelitian ......................................................................................19
3.3. Definisi Operasional....................................................................................19
3.4. Obyek Penelitian .........................................................................................20
3.5. Alat dan Bahan............................................................................................21
3.5.1. Alat ..........................................................................................................21
3.5.2. Bahan .......................................................................................................21
3.6. Prosedur Penelitian .....................................................................................21
3.6.1.Sterilisasi Alat ...........................................................................................21
3.6.2. Persiapan Bakteri .....................................................................................21
3.6.3. Persiapan Larutan Uji (ekstrak buah alpukat)............................................22
3.6.4. Pembuatan Seri Konsentrasi .....................................................................23
3.6.5. Uji Aktivitas Anti bakteri Metode Sumuran ..............................................23
3.7. Alur Penelitian ............................................................................................24
3.8. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data .......................................................24
3.9. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Gambaran Umum Sampel ............................................................................26
4.2.Hasil dan Pembahasan ..................................................................................26
4.3.Analisis data ................................................................................................28
BAB V. KESIMPULAN
5.1.Kesimpulan ..................................................................................................32
5.2.Saran ............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................34
LAMPIRAN

http://lib.unimus.ac.id
x
1

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Tabel 1.1. Orisinalitas Penelitian ................................................................... 4
2. Tabel 2.2. Klasifikasi Respon Daya Hambat Bakteri.....................................17
3. Tabel 3.3. Definisi Operasional .....................................................................19
4. Zona hambat ekstrak buah alpukat terhadap Staphylococcus aureus .............26
5. Zona hambat ekstrak buah alpukat terhadap Staphylococcus epidermidis.......27

http://lib.unimus.ac.id
xi
2

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Gambar 2.1. Morfologi Staphylococcus aureus ........................................... 6
2. Gambar 2.2. Morfologi Staphylococcus epidermidis....................................10
3. Gambar 2.3. Alpukat (Presea Americana Mill)............................................12
4. Gambar 2.4. Kerangka Teori .......................................................................16
5. Gambar 2.5. Kerangka Konsep ....................................................................17
6. Gambar 2.6. Alur Penelitian ........................................................................22

xii
http://lib.unimus.ac.id
3

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Pembuatan Media ..........................................................................................37
2. Skema Uji Konfirmasi Staphylococcus aureus...............................................40
3. Skema Uji Konfirmasi Staphylococcus epidermidis .......................................41
4. Pembuatan Larutan Uji ..................................................................................42
5. Skema Pemeriksaan .......................................................................................43
6. Hasil Analisis Data.................................................................................................. 44
7. Dokumentasi Penelitian ........................................................................................... 45

http://lib.unimus.ac.id
xiii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan jenis penyakit yang paling banyak diderita

oleh penduduk di negara Indonesia. Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah

bakteri (Radji, 2011). Penyakit karena bakteri sering terjadi di lingkungan sekitar,

salah satunya adalah jerawat yang umumnya ditemukan pada masa remaja.

Staphylococcus epidermidis umumnya dapat menimbulkan penyakit

pembengkakan (abses) seperti jerawat, infeksi kulit, infeksi saluran kemih, dan

infeksi ginjal (Radji, 2011).

Selain bakteri Staphylococcus epidermidis yang menyebabkan penyakit,

Staphylococcus aureus juga merupakan bakteri patogen yang utama ada manusia.

Staphylococcus aureus bersifat koagulase positif, yang membedakan dengan

spesies lain. S. aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, endokarditis,

dan infeksi kulit (Jawetz et al., 2005).

Saat ini banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk

mengatasi berbagai penyakit termasuk infeksi, karena banyak orang beranggapan

bahwa penggunaan obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan dengan obat

yang berasal dari bahan kimia. Salah satu diantara tanaman yang dapat digunakan

sebagai obat adalah buah alpukat (Persea americana Mill). Persea americana

adalah buah yang umumnya dapat dimakan dan tumbuh di seluruh daerah tropis.

Adapun pemanfaatan daging buah yaitu untuk mengatasi sariawan dan

1
http://lib.unimus.ac.id
2

melembabkan kulit kering, antibakteri. Kandungan zat antibakteri pada daun dan

buah alpukat meliputi flavonoid, tanin, alkaloid, dan saponin (Yuniarti, 2008).

Ekstrak air biji alpukat telah diketahui mampu menghambat pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutan dengan konsentrasi optimum 20% (Christianto et al., 2012).

Hasil penelitian Felina dkk, 2014 menunjukkan hasil perhitungan rerata

diameter zona hambat ekstrak daun alpukat dalam konsentrasi 25%, 50%, dan

100% masing-masing sebesar 8.99 mm, 10.73 mm, dan 11.82 mm dengan ekstrak

daun alpukat 50% dan 100% terbukti cukup efektif dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans yang masih satu golongan dalam

golongan Staphylococcus aureus. Penelitian senada oleh Nur Ismiyati, 2010

menunjukkan adanya aktivitas antibakteri ekstrak air daun alpukat terhadap

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi optimum 50% dan 75% dengan zona

hambat 10,17 mm dan 11,17 mm.

Berdasarkan latar belakang tersebut, potensi buah alpukat sebagai antibakteri

perlu diteliti, karena itu penulis sehingga penulis ingin melakukan penelitian

tentang daya hambat ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan

“Bagaimanakah daya hambat ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill)

terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis ?”

http://lib.unimus.ac.id
3

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat ekstrak

buah alpukat (Persea americana Mill) terhadap pertumbuhan Staphylococcus

aureus dan Staphylococcus epidermidis”.

1.3.2. Tujuan khusus

1.3.2.1.Menganalisis daya hambat ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill)

dengan konsentrasi 25% b/v, 50% b/v, 75% b/v, dan 100% b/v dalam

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

1.3.2.2.Menganalisis daya hambat ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill)

dengan konsentrasi 25% b/v, 50% b/v, 75% b/v, dan 100% b/v dalam

menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.

1.3.2.3. Menganalisis perbedaan diameter zona hambat ekstrak buah alpukat

(Persea americana Mill) dengan konsentrasi 25% b/v, 50% b/v, 75% b/v,

dan 100% b/v dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus

dan Staphylococcus epidermidis.

1.4. Manfaat

1.4.1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang

khasiat ekstrak buah alpukat dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus

aureus dan Staphylococcus epidermidis”.

http://lib.unimus.ac.id
4

1.4.2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat menambah ilmu pengetauan

dalam bidang kesehatan khususnya tentang penggunaan bahan alami untuk

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

epidermidis.

1.5. Orisinalitas Penelitian

Penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya. Adapun penelitian

mengenai pemanfaat buah alpukat dalam menghambat pertumbuhan bakteri yang

pernah dilakukan antara lain:

Tabel 1. Orisinalitas Penelitian

No Na ma / tahun Judul Hasil


1 Nur Ismiyati, Pengembangan formulasi Formula masker ekstrak air daun
Trilestari , 2010 masker ekstrak air daun alpukat memiliki aktivitas
Alpukat(persea americana antibakteri lebih besar
mill) sebagai antibakteri dibandingkan dengan bentuk
Staphylococcus aureus ekstraknya. Hasil evaluasi kondisi
untuk pengobatan jerawat fisik dan uji iritasi menunjukkan
formulasi masker yang paling
baik adalah konsentrasi 35%.

2 Felina,Soegijanto, Daya Hambat Ekstrak Daun Ekstrak daun alpukat 50% dan
Rima Parwati Sari, Alpukat (Persea americana 100% terbukti cukup efektif dapat
2014 Mill.)Terhadap Pertumbuhan menghambat pertum- buhan
Enterococus faecalis bakteri Streptococcus mutans.
Selain sebagai antibakteri

3 Dewi dan Penggunaan Ekstrak Biji ekstrak air biji alpukat dapat
Sulistyowati, 2013 Buah Alpukat (Persea menurunkan jumlah bakteri P.
Americana Mill) Sebagai mirabilis dan A. Aerogenes
Antibakteri Proteus dengan konsentrasi optimum 90
mirabilis dan Aerobacter %.
aerogenes

4 Asri Damayanti, Efektivitas Antibakteri ekstrak etanol biji alpukat (Persea


2014 Ekstrak Etanol Biji Alpukat americana) memiliki efektivitas
Sebagai Bahan Irigasi dan konsentrasi optimum ekstrak
Saluran Akar Terhadap etanol biji alpukat 80% terhadap
Pertumbuhan Bakteri pertumbuhan Enterococcus
Enterococcus faecalis faecalis.

http://lib.unimus.ac.id
5

Penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu

akan dilakukan analisis daya hambat ekstrak buah alpukat (Persea americana

Mill) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

epidermidis.

http://lib.unimus.ac.id
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Staphylococcus aureus

2.1.1. Definisi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri fakultatif anaerob. Bakteri ini

tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada

suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai

kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari

90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida

atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 2008).

Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm,

cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak. Pada lempeng agar darah

umumnya koloni lebih besar dan pada varietas tertentu koloninya di kelilingi oleh

zona hemolisis (Syahrurahman dkk., 2010).

2.1.2. Klasifikasi

Menurut Syahrurahman dkk. (2010) klasifikasi Staphylococcus aureus

adalah sebagai berikut:

Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus

6
http://lib.unimus.ac.id
7

2.1.3. Morfologi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram- Positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur

seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak

bergerak. Berdasarkan bakteri yang tidak membentuk spora, maka Staphylococcus

aureus termasuk jenis bakteri yang paling kuat daya tahannya. Pada agar miring

dapat tetap hidup sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu

kamar. Dalam keadaan kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah dapat

tetap hidup selama 6-14 minggu (Syahrurahman dkk., 2010).

Gambar 1. Staphylococcus aureus yang Dilihat dari Mikroskop


Elektron (Sumber Todar, 2008)

2.1.4. Patogenitas Staphylococcus aureus

Sebagian bakteri Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada

kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri

ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang patogen

bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu

http://lib.unimus.ac.id
8

meragikan manitol. Staphylococcus aureus yang terdapat di folikel rambut

menyebabkan terjadinya nekrosis pada jaringan setempat (Jawetz, 2008). Toksin

yang dihasilkan dari Staphylococcus aureus (staphilotoksin, staphylococcal

enterotoxin, dan exfoliatin) memungkinkan organisme ini untuk menyelinap pada

jaringan dan dapat tinggal dalam waktu yang lama pada daerah infeksi,

menimbulkan infeksi kulit minor (Bowersox, 2007). Koagulasi fibrin di sekitar

lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi

proses nekrosis. Selanjutnya disusul dengan sebukan sel radang, di pusat lesi akan

terjadi pencairan jaringan nekrotik, cairan abses ini akan mencari jalan keluar di

tempat yang resistensinya paling rendah. Keluarnya cairan abses diikuti dengan

pembentukan jaringan granulasi dan akhirnya sembuh (Syarurachman dkk., 2010).

Staphylococcus aureus menyebabkan sindrom infeksi yang luas. Infeksi

kulit dapat terjadi pada kondisi hangat yang lembab atau saat kulit terbuka akibat

penyakit seperti eksim, luka pembedahan, atau akibat alat intravena (Gillespie,

2008). Infeksi Staphylococcus aureus dapat juga berasal dari kontaminasi

langsung dari luka, misalnya infeksi pasca operasi Staphylococcus atau infeksi

yang menyertai trauma. Jika Staphylococcus aureus menyebar dan terjadi

bakterimia, maka dapat terjadi endokarditis, osteomielitis hematogenous akut,

meningitis atau infeksi paru-paru. Setiap jaringan ataupun alat tubuh dapat

diinfeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus dan menyebabkan timbulnya

penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis dan

pembentukan abses. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kedua terbesar

penyebab peradangan pada rongga mulut setelah bakteri Streptococcus alpha.

http://lib.unimus.ac.id
9

Staphylococcus aureus menyebabkan berbagai jenis peradangan pada rongga

mulut, seperti parotitis, cellulitis, angular cheilitis, dan abses periodontal Djais

(1978) cit Najlah (2010).

2.2. Staphylococcus epidermidis

2.2.1. Defenisi Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram - Positif, kokus

berkelompok tidak teratur, koloni berwarna putih bakteri ini tumbuh cepat pada

suhu 37 oC. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol,

berkilau, tidak menghasilkan pigmen, berwarna putih porselen sehingga

Staphylococcus epidermidis disebut Staphylococcus albus, koagulasi - negatif

dan tidak meragi manitol (Jawetz et al, 2010)

Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan

luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan

menyebar luas dalam jaringan (Jawetz et al, 2010)

2.2.2. Klasifikasi

Menurut Jawetz et al. (2010) klasifikasi Staphylococcus epidermidis adalah


sebagai berikut :

Divis (Dvisio) : Eukariota


Kelas (Classis) : Schizomycetes
Bangsa (ordo) : Eubacteriales
Suku (Familia) : Micrococcaceae
Marga (Genus) : Staphylococcus
Jenis (Spesies) : Staphylococcus epidermidis

http://lib.unimus.ac.id
10

2.2.3. Morfologi Staphylococcus epidermidis

Bakteri yang memiliki genus Staphylococcus ini mempunyai ciri‐ciri

morfologi yaitu warna koloni putih susu atau agak krem, bentuk koloni bulat,

tepian timbul, serta Sel bentuk bola, diameter 0,5‐1,5 µm dan bersifat anaerob

fakultatif. Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan infeksi kulit ringan

yang disertai dengan pembentukan abses. Staphylococcus epidermidis biotipe-1

dapat menyebabkan infeksi kronis pada manusia (Radji, 2011)

Menurut Farasandy, 2010. Bakteri Staphylococcus sp merupakan bakteri

Gram- Positif, tidak berspora, tidak motil, fakultatif anaerob, kemoorganotrofik,

metil red positif, tumbuh optimum pada suhu 30‐37 oC dan tumbuh baik pada

NaCl 1‐7%, dengan dua pernapasan dan metabolisme fermentatif. Koloni

biasanya buram, bisa putih atau krem dan kadang‐kadang merah bata. Bakteri ini

katalase positif dan oksidase negatif, sering mengubah nitrat menjadi nitrit, rentan

lisis oleh lisostafin tapi tidak oleh lisozim. Bakteri Staphylococcus mudah tumbuh

pada berbagai macam‐macam media, bermetabolisme aktif dengan meragikan

karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang bervariasi mulai dari pigmen

berwarna putih sampai kuning tua.

Gambar 2. Bakteri Staphylococcus epidermidis


(sumber: Fera, 2010 )
http://lib.unimus.ac.id
11

2.2.4. Patogenitas Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis terdapat sebagai flora normal pada kulit

manusia dan pada umumnya tidak menjadi masalah bagi orang normal yang sehat.

Akan tetapi, kini organisme ini menjadi patogen oportunis yang menyebabkan

infeksi nosokomial pada persendian dan pembuluh darah. Staphylococcus

epidermidis memproduksi sejenis toksin atau zat racun. Bakteri ini juga

memproduksi semacam lendir yang memudahkannya untuk menempel di mana-

mana, termasuk di permukaan alat-alat yang terbuat dari plastik atau kaca. Lendir

ini pula yang membuat bakteri Staphylococcus epidermidis lebih tahan terhadap

fagositosis (salah satu mekanisme pembunuhan bakteri oleh sistem kekebalan

tubuh) dan beberapa antibiotika tertentu (Sinaga, 2004).

Staphylococcus epidermidis umumnya dapat menimbulkan penyakit

pembengkakan (abses) seperti jerawat, infeksi kulit , infeksi saluran kemih, dan

infeksi ginjal (Radji, 2011). Selain itu, Staphylococcus epidermidis juga dapat

menimbulkan infeksi pada neonatus, orang-orang yang sistem kekebalannya

rendah, dan pada penderita yang menggunakan alat yang dipasang di dalam tubuh

(Hart dan Shears, 2004).

2.3. Buah Alpukat

2.3.1. Deskripsi Buah Alpukat

Tanaman alpukat (Persea americana Mill) berasal dari Amerika tengah

yang beriklim tropis dan telah menyebar hampir ke seluruh negara sub-tropis dan

tropis termasuk Indonesia. Hampir semua orang mengenal dan menyukai buah

http://lib.unimus.ac.id
12

alpukat, karena buah ini mempunyai kandungan gizi yang tinggi (Prasetyowati

dkk, 2010).

Alpukat berupa pohon dengan tinggi 3-10 m. Batang berkayu, bulat,

bercabang, coklat. Alpukat memiliki daun bertangkai, berjejal-jejal pada ujung

ranting, berbentuk bulat telur memanjang, elips, atau bulat telur terbalik,

memanjang, dan waktu muda berambut rapat. Bunga berkelamin dua, dan

berbunga banyak, terdapat di dekat ujung ranting. Buah ini berbentuk bola atau

peer, panjang 5-20 cm, berbiji satu, berwarna hijau atau hijau kuning, memiliki

bau yang enak. Alpukat memiliki biji berbentuk bola dengan diameter 2,5-5 cm

(van Steenis, 2005).

(a) ( b)

Gambar 3. Alpukat (Persea Americana Mill): (a) daging dan biji buah; (b) bunga
dan daun (Yuniarti, 2008).

2.3.2. Klasifikasi buah alpukat

Menurut Depkes RI (2001) klasifikasi buah alpukat sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranuculales
Suku : Lauraceae
Marga : Persea
Jenis : Persea americana Mill
Sinonim : Persea gratissima Gaertn

http://lib.unimus.ac.id
13

2.3.3. Habitat umum

Alpukat (Persea americana Mill) berasal dari Amerika Tengah. Tumbuhan

ini masuk ke Indonesia sekitar abad ke-18. Alpukat tumbuh liar di hutan-hutan,

banyak juga ditanam di kebun dan pekarangan yang lapisan tanahnya gembur dan

subur serta tidak tergenang air. Tumbuh di daerah tropik dan subtropik dengan

curah hujan antara 1.800 mm sampai 4.500 mm tiap tahun. Pada umumnya

tumbuhan ini cocok dengan iklim sejuk dan basah. Tumbuhan tidak tahan

terhadap suhu rendah maupun tinggi. Di Indonesia tumbuh pada ketinggian

tempat antara 1 m sampai 1000 m di atas permukaan laut (Yuniarti, 2008).

2.3.4. Manfaat buah alpukat

Pemanfaatan daging buah yaitu untuk mengatasi sariawan dan

melembabkan kulit kering, antibakteri. Daun alpukat digunakan untuk mengobati

berbagai macam penyakit, diantaranya : untuk mengobati kencing batu, darah

tinggi dan sakit kepala, nyeri saraf, nyeri lambung, saluran nafas membengkak

dan menstruasi tidak teratur Sedangkan khasiat biji alpukat yaitu untuk

mengaobati sakit gigi dan kencing manis (DM) (Yuniarti, 2008).

2.3.5. Kandungan buah alpukat

Kandungan zat antibakteri pada buah alpukat meliputi flavonoid berfungsi

sebagai antibakteri dengan cara membentuk kompleks protein yang mengganggu

integritas membran sel bakteri (Juliantina, 2008).

Tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mengkerutkan dinding

sel atau memban sel sehingga permeabilitas bakteri terganggu, yang dapat

http://lib.unimus.ac.id
14

mengakibatkan sel bakteri tidak mampu melakukan aktivitas hidup sehingga

pertumbuhannya terhambat (Ajizah, 2004). Tannin dalam konsentrasi rendah

mampu menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi

mampu bertindak sebagai antibakteri dengan cara mengkoagulasi atau

menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang stabil

dengan protein bakteri. Selain itu, pada saluran pencernaan tannin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dkk, 2010: 68).

Alkaloid melakukan penghambatan dengan cara mengganggu komponen

penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel bakteri (Juliantina, 2008).

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas

membran sehingga terjadi hemolisis sel. Apabila saponin berinteraksi dengan sel

bakteri atau sel jamur, maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis (Utami, 2013).

2.4.Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan dua zat atau lebih dengan pelarut yang

tidak saling campur, bisa dari zat cair ke zat cair atau dari zat padat ke zat cair,

Ekstraksi biasanya dilakukan untuk mengisolasi suatu senyawa alam dari jaringan

asli tumbuh-tumbuhan yang sudah dikeringkan (Kusnaeni, 2008).

Ekstraksi padat-cair merupakan proses pemisahan zat padat yang terlarut dari

campurannya dengan pelarut yang tidak saling larut. Pemisahan umumnya

melibatkan pemutusan yang selektif, dengan atau tanpa difusi. Ekstraksi padat-

cair dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara Soxhlet dan perkolasi dengan atau

tanpa pemanasan. Cara lain yang lebih sederhana untuk mengekstrak zat aktif dari

http://lib.unimus.ac.id
15

padatan adalah dengan maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel

dengan pelarut yang sesuai pada temperatur ruangan. Teknik ini dilakukan untuk

mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya

yang mungkin bersifat tidak tahan panas. Prinsip teknik pemisahan secara

maserasi adalah prinsip kelarutan like dissolve like yaitu pelarut polar akan

melarutkan senyawa polar sedangkan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa

nonpolar. Oleh karena itu, pemilihan pelarut sangat berpengaruh terhadap hasil

ektraksi. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut antara lain:

selektivitas, sifat pelarut dan kemampuan mengekstraksi, tidak toksik, mudah

diuapkan dan relatif murah. Pelarut untuk ekstraksi maserasi yang umumnya

digunakan antara lain: etil asetat, etanol, aseton dan air (Simpen, 2008).

2.5. Freeze dryer

Freeze dryer/pengeringan beku adalah suatu metode pengeringan yang

menggunakan suhu relatif rendah. Hasil freeze drying memiliki kualitas yang

lebih baik dibandingkan metode pengeringan jenis lain karena freeze drying ini

sendiri dapat mempertahankan kandungan zat menjadi tidak mudah rusak

(Pujihastuti, 2009).

Menurut Kurniawan (2012) mekanisme Freeze dryer estrak cairan atau

perasan kental sebelum dimasukan kedalam refrigator (lemari es) minimal

semalam, setelah membeku kemudian dimasukkan kedalam alat, alat disetting

sesuai dengan yang diinginkan. Vacum puma alat tersebut akan menyedot solven

yang telah beku (freeze) menjadi uap.

http://lib.unimus.ac.id
16

Prinsip kerja Freeze drying adalah mengubah fase padat/es/ freeze menjadi

fase gas (uap). Proses pengeringan beku berlangsung selama 18-24 jam, karena

akan membuat produk bahan alami menjadi lebih stabil. Pengeringan beku dapat

meninggalkan kadar air sampai 1%, hasil dari pengeringan tidak merubah tekstur

dari produk perasan dan cepat kembali kebentuk awalnya dengan penambahan air.

Suhu yang digunakan untuk m engeringan estrak/perasan bahan alami cukup

rendah, sehingga pengeringan beku lebih aman terhadap resiko terjadinya

degradasi senyawa dalam estrak/perasan (Pujihastuti, 2009).

2.6. Uji sensitivitas antibakteri

Uji sentivitas antibakteri yaitu suatu metode untuk menentukan tingkat

kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui daya kerja dari

dari suatu antibiotik atau antibakteri dalam membunuh bakteri (Rahmat, 2009).

Uji sensitivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode

pengenceran (dilusi). Disc diffusion test atau uji difusi cakram dilakukan dengan

mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya

respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam

ekstrak (Pratiwi, 2007).

Metode dilusi atau pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan

hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian masing-masing

konsentrasi ditambahkan suspensi bakteri uji dalam media cair, syarat jumlah

bakteri untuk uji kepekaan (sensitivitas) yaitu 105-108 CFU/ml, kemudian

diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam dan diamati ada atau tidaknya

pertumbuhan bakteri, yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan (Irianto, 2006).

http://lib.unimus.ac.id
17

Menurut Djide (2008) Larutan uji senyawa antibakteri pada kadar terkecil

yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji, ditetapkan sebagai

kadar hambat tumbuh minimum (KHTM) atau Minimal Inhibitory Concentration

(MIC). Biakan dari semua tabung yang jernih diinokulasikan pada media agar

padat, diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 18-24 jam, lalu diamati ada atau

tidaknya koloni bakteri yang tumbuh. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah

inkubasi ditetapkan sebagai kadar bunuh minimal (KBM) atau Minimal

Bactericidal Concentration (MBC). Adapun Klasifikasi respon daya hambat

pertumbuhan bakteri yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2. Klasifikasi Respon Daya Hambat Bakteri (Sumber : Rahman,2014)

Diameter Zona Hambat Respon Hambat Bakteri

>20 mm Kuat

16-20 mm Sedang

10-15 mm Lemah

<10 mm Tidak Ada

2.7. Kerangka Teori

Ekstrak buah alpukat

flavonoid : tanin : saponin : alkaloid :


mengganggu mengkerutkan meningkatkan mengganggu
integritas dinding sel permeabilitas komponen
membran sel bakteri membran sel penyusun
bakteri bakteri peptidoglikan

Menghambat pertumbuhan bakteri


S.aureus dan S.epidermidis

Gambar 4. Kerangka Teori


http://lib.unimus.ac.id
18

2.8. Kerangka Konsep

Ekstrak buah Pertumbuhan Bakteri


alpukat Staphylococcus aureus dan
S.epidermidis

Gambar 5. Kerangka Konsep

2.9. Hipotesis

Terdapat pengaruh ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill) terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

http://lib.unimus.ac.id
19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, dengan

tujuan utama menguji coba suatu objek penelitian, kemudian dilihat zona hambat

ekstrak buah alpukat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel yang diamati adalah diameter zona hambatan bakteri dengan

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis sebagai variabel terikat

(dependent), sedangkan ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill) variabel

bebas (independent).

3.3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional


Ekstrak Buah Alpukat Ekstrak buah alpukat diperoleh dengan cara
maserasi selama 3 x 24 jam dengan menggunakan
pelarut etanol 96 % kemudian disaring selanjutnya
diuapkan menggunakan rotary evaporator kemudian
dipekatkan menggunakan freeze dryer.
Daya hambat pada Staphylococcus Daya hambat pada Staphylococcus aureus dan
aureus dan Staphylococcus Staphylococcus epidermidis yang ditandai dengan
epidermidis adanya zona bening yang terdapat didaerah sekitar
sumuran.

3.4. Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah berupa bakteri Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis murni diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi

Universitas Muhammadiyah Semarang dan buah alpukat (Persea americana Mill)

http://lib.unimus.ac.id
19
20

yang dibeli di pasar pedurungan dengan bentuk oval serta berwana hijau yang di

ekstraksi menggunakan teknik maserasi. Berdasarkan rumus replikasi Kemas Ali

Hanafiah (2006) untuk menghindari sekecil mungkin kesalahan dalam replikasi

atau pengulangan terhadap eksperimen digunakan rumus:

( t-1)(r-1) ≥ 15

Keterangan: treatment (t) = Banyak kelompok perlakuan

repeat (r) = Jumlah pengulangan sampel

15 = Faktor nilai derajat kebebasan

(t-1)(r-1) ≥ 15

(t-1)(r-1) ≥ 15

(4-1)(r-1) ≥ 15

3(r-1) ≥ 15

3r-3 ≥ 15

3r ≥ 15+3

r≥6

Jadi, dari perhitungan tersebut ditentukan pengulangan sampel sebanyak 6

kali pengulangan.

3.5.Alat dan Bahan

3.5.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu Seperangkat alat maserasi,

batang pengaduk, rotary evaporator (Heidolph), neraca analitik, tabung reaksi,

http://lib.unimus.ac.id
21

rak tabung reaksi, gelas ukur, erlenmeyer, kasa, mikropipet, cawan petri, kapas,

lampu spirtus, autoclave, corong, kain saring, toples, inkubator,

3.5.2. Bahan

Bahan yang digunakan antara lain buah alpukat (Persea americana Mill),

aquades streril, etanol 96%, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,

media BHI (Brain Heart Infusion) , HIA miring, MSA (Manitol Salt Agar),

standar Mc. Farland konsentrasi 108 CFU/mL, media MHA ( Muller Hinton

Agar), dan larutan NaCl 0,9%.

3.6. Prosedur Penelitian

3.6.1. Sterilisasi Alat

Alat yang terbuat dari gelas sebelum digunakan dicuci terlebih dahulu

sampai bersih, dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas, diautoclave pada

suhu 121°C dengan tekanan 2 atm selama 15 menit setelah itu dikeringkan dalam

oven suhu 37 °C 30 menit.

3.6.2. Persiapan Bakteri

Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis murni

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Semarang,

dibuat suspensi bakteri dengan cara mengambil masing-masing satu koloni murni

bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis kemudian

dimasukkan ke dalam media BHI (Brain Heart Infusion) cair di dalam tabung

reaksi, diinkubasi pada suhu 37 0C selama 6-10 jam. Suspensi ditanam pada media

MSA (Manitol Salt Agar) diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Kemudian

ditanam pada media HIA miring diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam.

http://lib.unimus.ac.id
22

Koloni dibuat suspensi pada tabung reaksi yang berisi NaCl 0,95% (fisiologis)

dengan menggunakan ose mata, kemudian di homogenkan. Kekeruhan suspensi

disamakan dengan larutan standar Mc Farland 0,5. Bakteri sebanyak 1,5x108

sel/mL.

3.6.3. Persiapan larutan uji (ekstrak buah alpukat)

Penelitian ini diawali dengan pembuatan ekstrak buah alpukat. Sebanyak

250 gram buah alpukat dibersihkan terlebih dahulu kemudian dibelah menjadi 2

bagian selanjutnya dikerok untuk mendapatkan daging buah, kemudian daging

buah alpukat di keringkan terlebih dahulu untuk menghilangkan kadar air dalam

daging buah alpukat, setelah kering buah alpukat di blender/ di haluskan.

Selanjutnya dimasukkan kedalam toples steril dan di tambahkan dengan 1000 mL

etanol 96%, kemudian di maserasi selama 72 jam ( 3 x 24 jam ) ditempat yang

sejuk dan terlindung dari cahaya sambil dilakukan pengocokkan setiap 4 jam

sekali. Setelah 72 jam, hasil maserasi disaring menggunakan corong yang dilapisi

dengan kain saring. Kemudian diambil filtratnya, lalu filtrat diuapkan

menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 30°C sampai etanol habis

menguap dan tersisa ekstrak berair saja. Selanjutnya dipekatkan dengan

menggunakan alat freeze dryer sehingga diperoleh sampel dalam bentuk pasta.

3.6.4. Pembuatan seri konsentrasi untuk zona hambat

Ekstrak buah alpukat ditimbang sebanyak 25 µg, 50 µg, 75 µg dan 100 µg

masing-masing dilarutkan dalam 100 µL aquadest steril sehingga diperoleh seri

konsentrasi yaitu 25 % b/v, 50 % b/v, 75 % b/v, dan 100 % b/v.

http://lib.unimus.ac.id
23

3.6.5. Uji aktivitas antibakteri metode sumuran

Media MHA (Muller Hinton Agar) yang sudah dipadatkan ke dalam

cawan petri kemudian dimasukkan 100 μL suspensi bakteri yang sudah disamakan

dengan standar Mc Farland 10 8CFU/mL dan diratakan dengan spreader glass

diamkan selama 5 – 10 menit agar suspensi bakteri dapat meresap. Setelah

suspensi kering media dilubangi dengan menggunakan cork borer. Kemudian

masing-masing konsentrasi ekstrak buah alpukat yaitu 25% b/v, 50% b/v, 75 %

b/v, dan 100% b/v diambil 100 μL dan dimasukkan ke dalam sumuran tersebut.

Kemudian di inkubasi selama 18 - 24 jam pada suhu 37 0C tanpa dibalik.

3.7. Alur Penelitian


Buah alpukat setengah matang
Dikerok
Daging buah Alpukat 250 g
diblender/dihaluskan
+ Etanol 95%
Maserasi selama 3 x 24 jam

Ekstrak cair
Evaporasi pada suhu 30º C
Ekstrak kental
Di freeze dry
Bentuk Pasta

25 % b/v 50 % b/v 75 % b/v 100 % b/v

Dimasukkan 100 µL
Sumuran Media MHA +
100 µL suspensi bakteri
Inkubasi 18-24 jam
37 0C
Suhu di
Amati dan ukur zona hambat
sekitar sumuran

Gambar 6. Alur Penelitian

http://lib.unimus.ac.id
24

3.8. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah multivarian. Tujuan

dari analisis ini untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik dari

variabel yang diteliti. Data yang diperoleh dari penelitian ini diuji normalitas

distribusinya dengan uji Kolmogorov Smirnov dilanjutkan uji One Way ANNOVA.

3.9.Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Laboratorium Mikrobiologi

Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS), jalan Kedungmundu Raya

No. 18 Semarang, dan Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan Universitas Katolik

Soegijapranata (UNIKA), jalan Pawiyatan Luhur IV/ 1 Bedan Dhuwur Semarang.

Waktu penelitian akan dilaksanakan April – Juni 2016.

http://lib.unimus.ac.id
25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Sampel

Penelitian ini diawali dengan pembuatan ekstrak buah alpukat. Ekstrak buah

alpukat dipekatkan dengan menggunakan alat freeze dryer sehingga diperoleh

sampel dalam bentuk pasta, kemudian dibuat seri konsentrasi dengan ditimbang

sebanyak 25 µg, 50 µg, 75 µg dan 100 µg masing-masing dilarutkan dalam 100

µL aquadest steril sehingga diperoleh seri konsentrasi yaitu 25 % b/v, 50 % b/v,

75 % b/v, dan 100 % b/v.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Daya hambat ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill) terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan antibiotik kloramfenikol

sebagai kontrol positif . Hasil pengukuran diameter zona hambat tersebut

ditunjukkan pada tabel 5.

Tabel 5. Zona hambatan ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill) terhadap

bakteri Staphylococcus aureus

Ulangan Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Kontrol


25 % b/v 50 % b/v 75 % b/v 100 % b/v Antibiotik
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
1 11 14 16 17 24
2 11 13 15 18
3 12 14 16 20
4 11 12 16 18
5 12 14 15 18
6 11 14 15 17
Rata-rata 11.33 13.5 15.5 18
Zona Hambat

http://lib.unimus.ac.id
25
26

Dari tabel 5. diperoleh nilai rata-rata masing-masing zona hambat ekstrak

buah alpukat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dengan

konsentrasi 25 %b/v, 50 % b/v, 75 %b/v, dan 100 %b/v yaitu 11.33 mm, 13.5

mm, 15.5 mm, dan 18 mm serta zona hambat antibiotik kloramfenikol yaitu 24

mm.

4.2.2. Zona hambat ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill) terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dengan antibiotik kloramfenikol

sebagai kontrol positif . Hasil pengukuran diameter zona hambat tersebut

ditunjukkan pada tabel 6.

Tabel 6. Zona hambatan ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill) terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis.

Ulangan Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Kontrol


25 % b/v 50 % b/v 75 % b/v 100 % b/v Antibiotik
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
1 11 13 15 18 29
2 12 13 16 18
3 11 14 15 17
4 11 13 15 18
5 12 13 16 17
6 11 13 15 18
Rata-rata 11.33 13.16 15.33 17.66
Zona Hambat

Dari tabel 6. diperoleh nilai rata-rata masing-masing zona hambat ekstrak

buah alpukat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dengan

konsentrasi 25 %b/v, 50 % b/v, 75 %b/v, dan 100 %b/v yaitu 11.33 mm, 13.16

mm, 15.33 mm, dan 17.66 mm serta zona hambat antibiotik kloramfenikol yaitu

29 mm.

http://lib.unimus.ac.id
27

4.3. Analisis data

Data primer yang diambil dari hasil pengamatan dilakukan pencatatan dalam

bentuk tabulasi data, kemudian dilakukan uji statistik dan dihitung menggunakan

komputer dengan program SPSS 18.0, adapun hasil uji analisa data ekstrak buah

alpukat terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

epidermidis yaitu uji normalitas didapatkan nilai signifikan pada zona hambat dan

konsentrasi ekstrak buah buah alpukat secara berurutan sebagai berikut (p=0,815)

dan (p=0,498), Nilai (p>0,05) menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan

pada uji homogenitas menunjukkan nilai (p=0,613), Nilai (p>0,05) maka data

mempunyai varian yang sama atau homogen (memenuhi syarat uji anova),

sedangkan pada uji One Way ANOVA menggambarkan tingkat signifikan, dari

uji ANOVA atau F-test didapat F-hitung 147,768 dengan nilai (p=0,000), Nilai

(p<0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata diameter zona

hambatan antara konsentrasi 25 %b/v, 50 %b/v, 75 %b/v , dan 100 %b/v ekstrak

buah alpukat terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

epidermidis.

4.4. Pembahasan

Penelitian ini menggunakan metode difusi sumuran yaitu dengan media agar

selanjutnya diukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk

adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri

dalam ekstrak (Pratiwi, 2007).

Pemberian ekstrak buah alpukat (Persea americana Mill) terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis

http://lib.unimus.ac.id
28

dapat menghambat pertumbuhan bakteri, adanya zona hambat dapat dihubungkan

dengan senyawa yang terkandung didalamnya. Berdasarkan penelitian Juliantina,

2008 mengenai buah alpukat (Presea Americana Mill), kandungan zat antibakteri

pada buah alpukat meliputi flavonoid, tannin , alkaloid, dan saponin.

Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk

kompleks protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri

(Juliantina, 2008), tanin yang mempunyai daya antibakteri dengan cara

mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga permeabilitas bakteri

terganggu, yang dapat mengakibatkan sel bakteri tidak mampu melakukan

aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat (Ajizah, 2004). Alkaloid

melakukan penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun

peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara

utuh dan menyebabkan kematian sel bakteri (Juliantina, 2008). Saponin

merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga

terjadi hemolisis sel. Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri atau sel

jamur, maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis (Utami, 2013).

Penelitian mengenai daya hambat ekstrak buah alpukat belum pernah

dilakukan di Indonesia, tetapi penelitian mengenai ekstrak biji alpukat, daun

alpukat, dan air daun alpukat dengan pelarut air sudah pernah dilakukan tetapi

menggunakan bakteri yang berbeda. Penelitian Felina dkk, 2014 yang dilakukan

pada hambat ekstrak daun alpukat menunjukkan hasil perhitungan rerata diameter

zona hambat dalam konsentrasi 25%, 50%, dan 100% terhadap pertumbuhan

Enterococus faecalis masing-masing sebesar 8.99 mm, 10.73 mm, dan 11.82 mm

http://lib.unimus.ac.id
29

sedangkan dalam peneitian Nur Ismiyati, 2010 yang menunjukkan adanya

aktivitas antibakteri ekstrak air daun alpukat terhadap Staphylococcus aureus

dengan konsentrasi optimum 50% dan 75% dengan zona hambat 10,17 mm dan

11,17 mm.

Uji statistik One Way ANOVA diperoleh hasil dengan signifikasi p= 0.000,

berarti terdapat perbedaan yang bermakna pada setiap konsentrasi ekstrak buah

alpukat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis, karena syarat signifikan One Way ANOVA adalah

p<0.05.

Hasil penelitian pada tabel 5 dan 6 menunjukan bahwa konsentrasi paling

tinggi dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis adalah konsentrasi 75 %b/v dan 100 %b/v dengan

rata-rata diameter zona hambat bakteri Staphylococcus aureus 15.5 mm dan 18

mm, sedangkan rata-rata diameter zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus

epidermidis yaitu 15.33 mm dan 17.66 mm. Diameter zona hambat tersebut lebih

tinggi dibandingkan konsentrasi 25 %b/v dan 50 %b/v. Hal ini menunjukan bahwa

semakin tinggi konsentrasi ekstrak buah alpukat maka semakin besar diameter

zona hambatnya, hal ini dipengaruhi kadar dari ekstrak buah alpukat tersebut.

Diameter zona hambat kontrol pembanding (Kloramphenikol) terhadap

pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yaitu 24

mm dan 29 mm. Diameter zona hambat tersebut masih tinggi daripada zona

hambat yang dihasilkan oleh ekstrak buah alpukat, yang mana pada konsentrasi

100 %b/v rata-rata diameter zona hambat 17-18 mm dalam klasifikasi sedang

http://lib.unimus.ac.id
30

sedangkan pada konsentrasi 25 %b/v, 50 %b/v, dan 75 %/v rata-rata diameter

zona hambat 11-15 mm dalam klasifikasi lemah. Hal ini disebabkan karena

Kloramphenikol efektif terhadap beberapa kuman anaerob. Antibiotik

kloramphenikol mempunyai aktifitas bakteriostatik dan pada dosis tinggi juga

bersifat bakterisida. Aktivitas Kloramphenikol dalam menghambat sintesis protein

adalah dengan cara mengikat ribosom, yang menyebabkan sintesis protein terhenti

(Dian dkk, 2015).

http://lib.unimus.ac.id
31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Rata-rata diameter zona hambat ekstrak buah alpukat (Presea Americana

Mill) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan

konsentrasi 25 %b/v, 50 % b/v, 75 %b/v, dan 100 %b/v yaitu 11.33 mm,

13.5 mm, 15.5 mm, 18 mm serta kloramfenikol yaitu 24 mm.

5.1.2. Rata-rata diameter zona hambat ekstrak buah alpukat (Presea Americana

Mill) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dengan

konsentrasi 25 %b/v, 50 % b/v, 75 %b/v, dan 100 %b/v yaitu 11.33 mm,

13.16 mm, 15.33 mm, 17.66 mm serta kloramfenikol yaitu 29 mm.

5.1.3. Ada perbedaan yang signifikan pada setiap konsentrasi ekstrak buah alpukat

terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

epidermidis.

5.2. Saran

5.2.1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut

tentang ekstrak buah alpukat (Presea Americana Mill) terhadap pertumbuhan

bakteri Gram - Negatif.

http://lib.unimus.ac.id
31
32

5.2.2. Bagi Masyarakat

Masyarakat diharapkan untuk lebih menjaga kebersihan untuk terhindah

dari kontaminasi bakteri, serta dapat memanfaatkan buah alpukat sebagai

antibakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

http://lib.unimus.ac.id
33

DAFTAR PUSTAKA

Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak


Daun Psidium Guajava L. Universitas Lambung Mangkurat Press.
Kalimantan

Bowersox, J., 2007. Experimental Staph Vaccine Broadly Protective in Animal


Studies. NIH.

Christianto, C. W., 2012, Efek Antibakteri Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana
Mill) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans. Jurnal kimia 4 (2) : 40
-44.

Departemen Kesehatan dan Kesehatan Sosial RI. 2001. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia. Cetakan pertama. Jilid kedua : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta

Dian, dkk.2015. Identifikasi Senyawa Metabolik Sekunder Serta Uji Aktivitas


Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Anti Bakteri.Skripsi.Jurusan Kimia
FMIPA. Universitas Jendral Sudirman Puwokerto.

Djide M, N. 2008. Dasar-dasar mikrobiologi.Tesis. Universitas Hasanuddin.


Makasar.

Felina, dkk.2014. Daya Hambat Ekstrak Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
Terhadap Pertumbuhan Enterococus faecalis. Skripsi Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah Surabaya.

Gillespie dan Bamford. 2008. Mikrobiologi Medis dan Infeksi Edisi Ketiga.
Erlangga. Jakarta.

Hart,T.dan Shears,P.,2004, Atlas Berwarna Mikrobiologi Kedokteran, Hipokrates,


Jakarta.

Farasandy. 2010, Bergey’s Manu al of Determinative Bacteriology. 9 th Edition.


Williams and Wilkins Baltimore. USA.
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2. Yrama
Widya, Bandung

Jawetz, M dan Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi kedokteran. Salemba Medika.


Jakarta

Jawetz, M dan Adelberg’s. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Buku Kedokteran


EGC. Jakarta

33
http://lib.unimus.ac.id
34

Jawetz, M dan Adelberg’s. 2010. Mikrobiologi Kedokteran. Buku Kedokteran


EGC. Jakarta

Juliantina, F., D.A. Citra, B. Nirwani. 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper
crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif
dan Gram Negatif. UII Press. Yogyakarta.

Kurniawan, D. W. 2012. Teknologi Sediaan Farmasi. UNSOED Press.


Purwokerto

Kusnaeni, V., 2008, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Fraksi n-Heksana dari
ekstrak kulit batang Angsret (Spathoda campanulata Beauv). Skripsi.
Universitas Brawijaya, Malang.

Najlah FL, (2010). Efektifitas ekstrak daun jambu biji daging buah putih (psidium
guajava Linn) pada konsentrasi 5%, 10%, dan 15% terhadap zona
radikal bakteri Staphylococcus aureus. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Poeloengan, M dan Praptiwi. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah
Manggis (Garnicia mangostana Linn), (Online),
(http://digilib.litbang.depkes .go.id /files/disk1/74/jkpkbppk-gdl-grey-
2011-masniaripo-3692-manggism-i.pdf), diakses 11 Mei 2016.
Prasetyowati, dkk. 2010. Pengambilan Minyak Biji Alpukat (Persea Americana Mill)
dengan Metode Ekstraksi. Tesis. universitas sriwijaya.

Pratiwi. 2007. Mikrobiologi Farmasi. Skripsi. Universitas Gajah Mada.


Yogyakarta.

Pujihastuti, I. 2009. Teknologi Pengawetan Buah Tomat dengan Metode Freeze


Drying. METANA, 6(01).

Rachmawati, F., M.C. Nuria, Suamntri. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi
Kloroform Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L) Urb) serta
Identifikasi Senyawa Aktifnya. Skripsi. Universitas Wahid Hasyim.
Semarang.

Rahman,M.A.2014. Uji Efektifitas Ekstrak Jintan Hitam Terhadap Pertumbuhan


Bakteri Streptococcus pyogenes. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Rahmat, H. 2009. Identifikasi Senyawa Flovonoid pada Sayuran Indigenous Jawa


Barat. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor

Radji, M., 2011, Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran, 107, 118, 201-207, 295. EGC. Jakarta

http://lib.unimus.ac.id
35

Sinaga , E. ( 2004). Infeksi Nosokomial dan Staphylococcus epidermidis.EGC.


Jakarta
Simpen.I N.2008. Isolasi Cashew Nut Shell Liquid dari Kulit Biji Jambu Mete
(Anacardium accidentale L) dan Kajian Beberapa Sifat Fisiko Kimianya.
Jurnal Kimia 2 (2). Hlm. 71-76.

Syahrurahman A, Chatim A, Soebandrio A, Karuniawati A, Santoso A, Harun B..


(2010). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Binarupa
Aksara Publisher. Jakarta

Trilestari.N.I.2010.Pengembangan formulasi masker ekstrak air daun


Alpukat(persea americana mill) sebagai antibakteri Staphylococcus
aureus untuk pengobatan jerawat. KTI. Program Studi D3 Farmasi
Poltekkes Bhakti Setya Indonesia Yogyakarta

Todar, K., 2008.Staphylococcus aureus and Staphylococcal Disease . USA :


Wisconsin, Madison. Available from http://www.textbookofbacteriology.
net/staph.htm. Diakses tgl 26 April 2015.
Utami, P. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Agro Media, Tangerang.

Van, Steenis C.G.G.J. 2005. Flora. PT Pradnya Paramita . Jakarta.

Yuniarti, T. 2008. Ensiklopedia Tananman Obat Tradisional. Cetakan Pertama.


MedPress. Yogyakarta

http://lib.unimus.ac.id
36

Lampiran I : Pembuatan Media

1. Media MHA (Mueller Hinton Agar)

Komposisi MHA :

Mueller Hinton Agar = 38 gram

Aquades = 1000 ml

Cara Pembuatan :

a. Ditimbang media MHA sebanyak 38 gram kemudian ditambahkan

aquadest 1000 ml selanjutnya dituang pada tabung steril sebanyak 35

ml/tabung, sumbat dengan kapas bungkus dengan kertas dan sterilkan

pada autoclave.

b. kemudian dituang di cawan petri steril dengan ketebalan 0,5 cm

dengan cara menggunkan rumus kubus. Ditunggu media sampai

memadat, setelah itu dimasukkan di dalam kulkas.

Rumus perhitungan untuk mencari volume yang dibutuhkan untuk

membuat ketebalan 0,5 cm pada media NA

V = 𝜋. 𝑟 2 𝑡
keterangan :V: volume yang dicari
r : jari-jari cawan petri
t : tinggi media yang ingin dibuat

V= 3,14 x (4,5)2 x 0,5


V= 31,8 (yang dimasukkan ke tabung 35 ml)

2. Media BHI (Brain Heart Infusion) (OXOID – MERCK)

Komposisi BHI :

- Brain Heart Infusion = 0,37 gram

http://lib.unimus.ac.id
37

- Aquades = 10 ml

Cara Pembuatannya :

a. Ditimbang serbuk media BHI, kemudian dimasukkan ke dalam beker

gelas, dan dilarutkan dalam 10 ml aquades sampai benar-benar larut dan

homogen,

b. Dimasukkan media ke dalam tabung dengan ukuran 5 ml/tabung, sumbat

mulut tabung dengan menggunakan kapas, lalu bungkus dengan kertas.

c. Kemudian media disterilakan dalam autoclave. Media dibiarkan dingin

pada suhu ruang, dan simpan dalam refrigator.

3. Pembuatan Standart Mc Farland 0,5

Komposisi Standart Mc Farland 0,5

- Asam Sulfat (H2SO4) 1% = 9,95 ml

- BaCl2 1% = 0,05 ml

Cara pembuatan:

a. Semua bahan dicampur dalam tabung reaksi (Larutan Asam Sulfat

(H2SO4) 1% sebanyak 9,95 ml dan 0,05 larutan BaCl2 1% )

b. Tabung ditutup, dihomogenkan dengan vortex.

c. Standart Mc Farland 0,5 yang terdapat dalam tabung tersebut

dibandingkan kekeruhannya dengan suspensi Escherichia coli

4. NaCl fisiologis

Komposisi

- NaCl serbuk = 0,95 % gram

- Aquades = 100 ml

http://lib.unimus.ac.id
38

Cara pembuatannya:

a. Semua bahan dicampur, diaduk sampai homogen, diukur pH=7

b. Dituang kedalam tabung dan sumbat dengan kapas.

c. Tabung dibungkus dengan kertas, beri etiket dan sterilkan pada

autoclave.

d. Dinginkan tabung dengan posisi tegak dan simpan pada refrigator.

5. HIA (heart infusion agar) miring

Komposisi

- Heart infusion agar = 0,336 gram

- Aquades = 12 ml

Cara pembuatannya:

a. Semua bahan dicampur, panaskan diatas api sambil terus diaduk sampai

homogen.

b. Dimasukkan kedalam tabung (6 ml/tabung) dan sumbat dengan kapas.

c. Tabung disumbat dengan kertas dan sterilkan pada autoclave.

d. Tabung diletakkan dengan posisi miring pada alat yang tersedia, setelah

itu simpan tabung pada refrigator.

http://lib.unimus.ac.id
39

Lampiran 2 . Skema Uji Konfirmasi Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus (murni)

Diambil 1 manik dengan ose jarum

Masukkan dalam BHI cair

Inkubasi 24 jam suhu 37˚C

Cat Gram

Bentuk: coccus
Sifat: Gram – (positif)

Tanam pada media MSA

Inkubasi 24 jam suhu 37˚C

Amati koloni: fermentasi manitol

Tanam pada media HIA (sebagai stok bakteri)

Inkubasi 24 jam suhu 37˚C

Bakteri Uji

http://lib.unimus.ac.id
40

Lampiran 3 . Skema Uji Konfirmasi Staphylococcus epidermidis

Bakteri Staphylococcus epidermidis (murni)

Diambil 1 manik dengan ose jarum

Masukkan dalam BHI cair

Inkubasi 24 jam suhu 37˚C

Cat Gram

Bentuk: coccus
Sifat: Gram – (positif)

Tanam pada media MSA

Inkubasi 24 jam suhu 37˚C

Amati koloni: tidak fermentasi manitol

Tanam pada media HIA (sebagai stok bakteri)

Inkubasi 24 jam suhu 37˚C

Bakteri Uji

http://lib.unimus.ac.id
41

Lampiran 4. Pembuatan Larutan Uji

Daging buah alpukat kering

Diblender/ dihaluskan

Ditambahkan etanol 96% (maserasi 3x 24 jam)

Disaring untuk mendapatkan filtrat

Diuapkan dengan Rotaryevaporator suhu 300C

Setelah etanol habis, di freezedry

Bentuk pasta, kemudian dibuat seri konsentrasi

25 %b/v 50 %b/v 75 %b/v 100 %b/v

Uji pada bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis

http://lib.unimus.ac.id
42

Lampiran 5. Skema Pemeriksaan

Suspensi bakteri uji

Lubangi media MHA Lubangi media MHA


dengan pelubang 0,6cm dengan pelubang 0,6cm

Tuang 100 μL suspensi Tuang 100 μl suspensi


bakteri kemudian bakteri kemudian
ratakan menggunakan ratakan menggunakan
triangel triangel

Tuang 100 μL ekstrak Tuang 100 μL ekstrak


buah alpukat 25 %b/v, buah alpukat 75 %b/v,
50%b/v kedalam 100%b/v kedalam
lubang lubang

Diamati zona hambatan setelah inkubasi 24 jam dengan suhu 37°C

http://lib.unimus.ac.id
43

Lampiran 6. Hasil Analisis Data

a) Uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Konsentrasi
Zona Hambatan Ekstrsk

N 24 24
a
Normal Parameters Mean 14.58 2.50

Std. Deviation 2.620 1.142

Most Extreme Differences Absolute .130 .169

Positive .130 .169

Negative -.086 -.169

Kolmogorov-Smirnov Z .635 .829

Asymp. Sig. (2-tailed) .815 .498

a. Test distribution is Normal.

b) Uji homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

Zona Hambat ekstrak buah alpukat

Levene Statistic df1 df2 Sig.


a
.774 7 40 .613

c) Uji One Way Anova

ANOVA

Zona Hambat ekstrak buah alpukat

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 570.753 9 63.417 147.768 .000

Within Groups 17.167 40 .429

Total 587.920 49

http://lib.unimus.ac.id
44

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

GGambar 1 : Buah Alpukat Gambar 2 : Daging alpukat kering


dihaluskan

Gambar 3 : Proses Penyaringan setelah Gambar 4 : Rotary evaporator


maserasi (3x 24 jam)

http://lib.unimus.ac.id
45

Gambar 5 : Freeze dry Gambar 6 : Toples yang berisi ekstrak


( bentuk pasta )

Gambar 7 : Penimbangan Media Gambar 8 : Bakteri murni

http://lib.unimus.ac.id
46

Gambar 9 : MSA Staphylococcus Gambar 10 : MSA Staphylococcus


aureus epidermidis

Gambar 11 : Bakteri Staphylococcus Gambar 12 :Bakteri Staphylococcus


aureus epidermidis

http://lib.unimus.ac.id
47

Gambar 13 : Zona Hambat ekstrak buah alpukat


konsentrasi 25 %b/v dan 50 %b/v terhadap
Staphylococcus aureus

Gambar 14 : Zona Hambat ekstrak buah alpukat


konsentrasi 75 %b/v dan 100 %b/v terhadap
Staphylococcus aureus

http://lib.unimus.ac.id
48

Gambar 15 : Zona Hambat ekstrak buah alpukat


konsentrasi 25 %b/v dan 50 %b/v terhadap
Staphylococcus epidermidis

Gambar 16 : Zona Hambat ekstrak buah alpukat


konsentrasi 75 %b/v dan 100 %b/v terhadap
Staphylococcus epidermidis

http://lib.unimus.ac.id
49

Gambar 17 : Zona Hambat kloramfenikol terhadap


Staphylococcus aureus

Gambar 18 : Zona Hambat kloramfenikol terhadap


Staphylococcus epidermidis

http://lib.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai