Makalah Wakaf KLP 7
Makalah Wakaf KLP 7
Makalah Wakaf KLP 7
AKUNTANSI SYARIAH
Tentang
WAKAF
Di susun oleh :
1. Nia Rosdianti (A1C017111)
2. Novian Hidayat (A1C017166)
3. Silvia Rahil (A1C017149)
4. Titania Ayuda Ilham (A1C017157)
Alhamdulillah segala puji tidak lupa kita ucapkan kepada Allah SWT yang
masih memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kami, sehingga dengan kesehatan
dan kesempatan itu kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat beserta
salam kami sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, karena dengan
syafa’atnyalah kita bisa diringankan dalam memperoleh ridho Allah sehingga bisa masuk
ke dalam surga Allah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh sebab itu dengan penuh rendah hati kami
mohon agar kami diberikan kritik dan saran yang membangun
guna menyempurnakan tugas ini .
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca, Amin.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................
1.3. Tujuan Penulisan.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................
2.1. Sejarah Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf..................................................................
2.2. Pengertian Wakaf......................................................................................................
2.3. Rukun Wakaf dan Dasar - dasar Syariah...................................................................
2.4. Syarat - syarat Wakaf................................................................................................
2.5. Jenis – jenis Wakaf ...................................................................................................
2.6. Pengurus Wakaf.........................................................................................................
2.7. Perubahaan Status, Penggantian Benda dan Tujuannya............................................
2.8. Sasaran dan Tujuan Wakaf........................................................................................
2.9. Ketentuan Bagi Pengelolaan Wakaf..........................................................................
2.10. Akuntansi Lembaga Wakaf.....................................................................................
2.11. Permasalahaan dalam Praktik Permasalahan..........................................................
2.12. Penerapan Wakaf di Indonesia................................................................................
BAB III PENUTUP .........................................................................................................
3.1. Kesimpulan................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya, seperti yang
berkaitan dengan konteks amal ibadah pokok seperti shalat, selain itu islam juga
mengatur hubungan sosial kemasyarakatan maupun dalam hal pendistribusian
kesejahteraan (kekayaan) dengan cara menafkahkan harta yang dimiliki demi
kesejahteraan umum seperti adanya perintah zakat, infaq, shadaqah, qurban, hibah dan
wakaf.
Saat ini definisi wakaf lebih mudah dipahami, yaitu wakaf diartikan sebagai
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Lalu pengertian harta benda wakaf sendiri juga mengalami perubahanmaksud yang lebih
mudah, yaitubahwa harta benda wakaf ialah harta benda yang diwakafkan oleh wakif,
yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai
ekonomi menurut syariah. Harta benda wakaf tersebut dapat berupa harta benda tidak
bergerak maupun yang bergerak.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf
secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fisabilillah, maka dasar yang digunakan
para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat
al - Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang burukburuk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji."(Q.S al-Baqarah:267). Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya."
(Q.S ali Imran: 92).
1. Pewakaf (wakif)
“Orang yang mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam disebut wakif.
Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, diantaranya
adalah kecakapan bertindak, telah dapat mempetimbangkan baik buruknya perbuatan
yang dilakukannya dan benar-baner pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai
kacakapan bertindak, dalam hokum fikih Islam ada dua istilah yang perlu dipahami
perbedaannya yaitu baligh dan rasyid. Pengertian baligh menitikberatkan pada usia,
sedangkan rasyid pada kematangan pertimbangan akal” menurut A.A. Basyir dalam
[ CITATION Ali88 \p 85 \t \l 1033 ].
“Apabila seorang wakif berada dalam keadaan sakit parah keika mewakafkan
hartanya, perbuatan itu dapat dikiyaskan pada wasiat yang akan berlaku setelah ia
meninggal dunia dan jumlahnya tidak boleh melebihi sepertiga dari jumlah harta
kekayaannya, kecuali perwakfan itu disetujui oleh ahli warisnya. Seorang wakif tidak
boleh mencabut kembali wakafnya dan tidak boleh menuntut agar harta yang sudah
diwakafkan dikembalikan ke dalam hak miliknya. Agama yang dipeluk seseorang tidak
menjadi syarat bagi seorang wakif, artinya seorang nonmuslim pun boleh berwakaf asal
tujuannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam” menurut A. Wasit Aulawi
dalam[ CITATION Ali88 \p 85-86 \t \l 1033 ].
A. Pewakaf
Kriteria pewakaf:
a. Merdeka
b. Berakal sehat
c. Dewasa (baligh)
d. Tidak berada di bawah pengampuan
Ada kalanya seseorang mewakafkan hartanya, tetapi wakaf tersebut tidak
langsung terlaksana, dan pelaksanaannya dikaitkan dengan keberadaan orang
lain. Ada beberapa hukum wakaf yang berkaitan degan masalah ini:
B. Orang yang mempunyai utang, maka wakafnya ada 3 macam:
1. Jika ia berada di bawah pengampuan karena utang dan mewakafkan seluruh
atau sebagian hartanya, sedang utangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki,
hukum wakafnya sah. Tetapi pelaksanaannya tergantung pada kerelaan para
krediturmya
Apabila pewakaf mewakafkan hartanya ketika sedang sakit parah, dan ketika
mewakafkan harta tersebut dia masih cakap untuk melakukan perbuatan baik (tabarru’),
maka wakafnya sah dan dapat dilaksanaka selama dia masih hidup. Hal ini karena
penyakitnya tidak bisa dipastikan sebagai penyakit kematian. Jika kemudian pewakaf
meninggal, maka hukum wakafnya sebagai berikut:
a. Jika dia meninggal sebagai debitor, maka hukum wakafnya seperti yang telah
diuraikan dalam butir (1) di atas
b. Jika dia meninggal tidak sebagai debitor, maka hukum wakaf yang terjadi
ketika dia sedang sakit keras seperti wasiat. Yaitu jika yang diberi wakaf bukan
ahli warisnya dan harta yang diwakafkan tidak lebih dari 1/3 hartanya, maka
wakaf terlaksana hanya sebatas 1/3 hartanya saja, jika harta yang diwakafkan
lebih dari 1/3, maka kelebihan dari 1/3 tersebut bergantung pada kerelaan ahli
waris sebagai pemilik harta tersebut.
D. Syarat Mauquf’alaih
Yang dimaksud mauquf’alaih adalah tujuan/peruntukkan wakaf.
Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan
syariat Islam. Ada perbedaan pendapat dari para ahli fikih terkait dengan
syarat peruntukkan wakaf yaitu :
1. Lafal yang jelas (sharih), dalam lafal ini, tidak ada kata yang mengandung
suatu pengertian lain kecuali wakaf. Ada tiga jenis wakaf yang termasuk
dalam kelompok ini yaitu : 1. Al waqf (wakaf); 2. Al-habs (menahan); 3.
Al-asbil (berderma). Ibnu Qodamah berkata,”lafal-lafal yang sharih (jelas)
yaitu : waqaftu (saya mewakafkan), habistu (saya menahan harta ), dan
sabbaltu (saya mendermakan).
2. Lafal kiasan (kinayah), lafal kinayah merupakan lafal yang menunjukkan
beberapa kemungkinan makna, bisa berarti wakaf bisa juga bermakna lain.
Lafal sedekah atau nazar adalah lafal kiasan jika tidak disertai dengan
indikasi yang mengisyaratkan makna wakaf. Menurut Ibnu Qodimah ,
lafal-lafal kiasan semisal ,”saya bersedekah” atau “saya abadikan”.
Syarat sahnya shighat ijab, baik berupa ucapan maupun tulisan ialah
Shighat harus munajah (terjadi seketika/selesai). Maksudnya ialah shighat
menunjukkan terjadi dan terlaksananya wakaf seketika setelah shighat ijab
diucapkan atau ditulis. Shighat harus singkat dan tidak bertele-tele, jelas,
dan tegas.
Shighat tidak diikuti syarat batil (palsu). Maksudnya ialah syarat yang
menodai dasar atau meniadakan hukum wakaf.
Shighat tidak mengandung suatu pengertian untuk mencabut kembali
wakaf yang sudah dilakukan. Tidak ada syarat yang mengikat, yang bisa
mempengaruhi hakikat wakaf dan bertentangan dengan ketentuan wakaf.
2.4 Syarat-syarat Wakaf
Syarat-syarat sahnya perwakafan sesorang adalah sebagai berikut : (1) Perwakafan benda
itu tidak dibatasi oleh waktu tertentu melainkan selamanya. (2) Tujuannya harus jelas dan
disebutkan ketika mengucapkan ijab. (3) Wakaf harus segera dilaksanakan segera setelah ikrar
wakaf dinyatakan oleh wakif dn tidak boleh menggantungkan pelaksanaannya, jika pelaksanaan
wakaf tertuda hingga wakif meninggal dunia, hukum yang berlaku adalah wasiat yang kemudian
syaratnya, harta yang diwakafkan tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalan. (4) Wakaf
yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf oleh wakif berlaku seketika dan selama-
lamanya. (5) Perlu dikemukakan syarat yang dikeluarkan oleh wakif atas harta yang
diwakafkannya, artinya seorang wakif berhak memberikan syarat akan diapakan harta yang ia
wakafkan selama tidak bertentangan dengan hukum Islam [ CITATION Ali88 \p 88-89 \t \l 1033 ].
Berdasarkan Peruntukan
1) Wakaf ahli (Wakaf Dzurri) atau disebut juga wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf yang
dipeuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, dan
lingkungan kerabat sendiri.
2) Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama
(keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf yang diserahkan
untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak
yatim dan lain sebagainya. Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan
dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil
manfaat darinya. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan
perwakafan itu sendiri secara umum.
Berdasarkan Jenis Harta
Dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dilihat dari jenis harta yang
diwakafkan, wakaf terdiri atas:
1) Benda tidak bergerak, yang kemudian dapat dibagi lagi menjadi: Hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan
Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
Tanaman dan benda bagian lain yang berkaitan dengan tanah
Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip
syariah
danperaturan perundang-undangan
2) Benda bergerak selain uang, terdiri atas :
Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang
dapat berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undangundang.
Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak
dapat dihabiskan karena pemakaian.
utang terkait dengan harta wakaf. Hal ini harus didahulukan ketimbang
menyerahkannya kepada para mustahik.
Hal-hal yang boleh dilakukan pengelola wakaf ( Alkabisi, 2004), yaitu :
1) Menyewakan harta wakaf
Pengelola wakaf berwenang untuk menyewakan wakaf jika menurutnya akan
mendatangkan keuntungan dan tidak ada pihak yang melarangnya, sehingga dari
penerimaan itu, pengelola wakaf dapat membiayai hal-hal yang ditentuka oleh
pewakaf atau untuk kepentingan wakaf dan penerima wakaf, seperti membangun,
mengembangkan, maupun memperbaiki kerusakannya.
2) Menanami tanah wakaf
Pengelola boleh memanfaatkan tanah wakaf dengan cara menanaminya dengan
aneka jenis tanaman perkebunan, dengan memperhatikan dampaknya pada tanah
wakaf dan kepentingan para mustahik.
3) Membangun pemukiman di atas tanah wakaf untuk disewakan
Pengelola wakaf berwenang mendirikan bangunan berupa gedung untuk disewakan,
seperti membangun rumah kediaman, dalam hal ini jika keuntungan yang didapat
dari hasil sewa bangunan lebih besar ketimbang jika digunakan untuk lahan
pertanian.
4) Mengubah kondisi harta wakaf menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi para fakir
miskin dan mustahik
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa dalam pengubahan tersebut dia harus
menjaga dan memperhatikan kondisi harta wakaf dan kebutuhan penerima wakaf,
sehingga dapat dipadukan antara pelaksanaan syarat dari pewakaf dan tujuan dari
wakaf.
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pengelola wakaf ( Alkabisi, 2004) :
1) Tidak melakukan dominasi atas harta wakaf, karena dua pihak yang bertransaksi
tidak bolehterkumpul pada satu orang ( misalnya, pengelola wakaf merangkap
sebagai penyewa harta wakaf ). Pengelola wakaf juga tidak boleh menyewakan
harta wakaf kepada orang yang tidak diterima atau
diragukan kesaksiannya, baik orang tua, anak atau istrinya, untuk mencegah
timbulnya fitnah dan untuk berhati-hati dalam melakukan tindakan.
2) Tidak boleh berutang atas nama wakaf, baik melalui pinjaman ataupun dengan
membeli keperluan yang dibutuhkan untuk perawatan harta wakaf secara kredit. Di
mana ia berjanji untuk membayar harganya setelah adanya keuntungan yang
dihasilkan dari harta wakaf. Hal ini untuk menghindari sita atas harta wakaf atau
hasil yang didapatkan untuk dapat melunasi hutangnya, sehingga harta wakaf
menjadi hilang dan para mustahik tidak dapat mendapatkan keuntungan darinya.
3) Tidak boleh menggadaikan harta wakaf dengan membebankan biaya tebusan
kepada kekayaan wakaf, atau dirinya, atau kepada salah seorang mustahik. Hal
tersebut dapat mengakibatkan hilangnya harta wakaf, dan dapat menghilangkan
manfaat dari harta wakaf itu sendiri.
4) Tidak boleh mengizinkan seseorang menggunakan harta wakaf tanpa bayaran,
kecuali dengan alasan hukum. Apabila pengelola wakaf menempatkan seseorang di
rumah wakaf tanpa bayaran, maka orang yang emnempati rumah tersebut haus
membayar ongkos sewa dengan harga yang pantas, baik rumah dalam kondisi siap
pakai maupun tidak.
5) Tidak boleh meminjamkan harta wakaf kepada pihak yang tidak termasuk dalam
golongan peruntukkan wakaf. Sebab, tindakannya itu termasuk dalam pemakaian
harta secara gratis yang menyebabkan tidak adanya keuntungan bagi wakaf dan
mengabaikan hak-hak para mustahik. Orang yang telah meminjam harat wakaf dan
mengambil manfaat darinya harus membayar ongkos sewa dengan harga yang
pantas.
Pengelola wakaf tidak wajib memberikan ganti rugi apabila harta atau sumber
wakaf rusak jika penyebabnya adalah kekuatan besar yang sulit dihindari atau bencana
yang tidak bisa dicegah, sementara dia tidak lalai dalam menjaga harta wakaf tersebut.
Pengelola wakaf diperbolehkan memakan sebagian dari hasil wakaf itu, sesuai dengan
hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar : “Dan tidak ada halangan bagi orang yang
mengurusinya untuk memakan sebagian darinya dengan cara yang ma’ruf (besaran yang
wajar).”
4) Pengelola wakaf adalah salah satu unsur penting dalam perwakafan. Berfungsi atau
tidaknya wakaf sangat tergantung pada kemampuan pengelola wakaf. Apabila
pengelola wakaf kurang cakap dalam mengelola harta wakaf, dapat mengakibatkan
potensi harta wakaf sebagai sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
muslim tidak optimal. Bahkan dalam bebagai kasus ada pengelola wakaf yang kurang
memegang amanah, seperti melakukan penyimpangan dalam pengelolaan, kurang
melindungi harta wakaf, dan kecurang-kecurangan lain sehingga memungkinkan harta
tersbut berpindah tangan. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya calon pewakaf
sebelum berwakaf memperhatikan lebih dahulu apa yanfg diperlukan masyarakat, dan
dalam memilih pengelola hendaknya dipertimbangkan kompetensinya
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah SWT
atau dapat dikatakan juga perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Masih cukup banyak harta benda wakaf, terutama
yang berupa tanah, yang belum dikelola secara baik dan maksimal. Untuk itu perlu
dirumuskan strategi pengelolaan dan menerapkannya dalam rangka pengembangan wakaf
secara berkesinambungan.
Hal ini perlu dilakukan untuk mencapai tujuan wakaf secara umum yaitu untuk
kemaslahatan manusia, dengan mendekatkan diri kepada Allah, serta memperoleh pahala
dari pemanfaatan harta yang diwakafkan yang akan terus mengalir walaupun pewakaf
sudah meninggal dunia serta fungsi sosial yang dimiliki dari wakaf, karena sasaran wakaf
bukan sekedar untuk fakir miskin tetapi juga untuk kepentingan publik dan masyarakat
luas.
Sehingga wakaf menjadi salah satu alternatif pemberdayaan kesejahteraan umat
secara keseluruhan. Hal ini juga tidak lepas dari peranan nadzir sebagai pihak yang
mengelola wakaf untuk menciptakan wakafyang mempunyai potensi sebagai sarana untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat muslim secara optimal.
Daftar Pustaka
file:///C:/Users/Yazid/Documents/WAKAF/385895684-WAKAF-AKUNTANSI-SYA.pdf
sumber https://www.academia.edu/17683894/Makalah_Wakaf_Pengertian_wakaf_Rukun_Wakaf_Syarat_Macam-
macam_Wakaf