Modul 1 (Uu Pelayaran)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :


Maret 2020
( 3 SKS )

KATA PENGANTAR
Mata kuliah Peraturan Perundang-undangan Pelayaran dan Undang-undang Terkait ini
merupakan mata kuliah yang akan disajikan pada Program Diploma IV Jurusan
Ketatalaksanaan Angkutan Laut dan Kepelabuhan Semester 1 (satu) dan 2 (dua). Mata
kuliah ini merupakan modifikasi dari mata kuliah Regulasi Pelayaran (Hukum
Maritim). Artinya materi yang akan disajikan disesuaikan dengan kebutuhan Jurusan
KALK.
Mata kuliah ini terdiri dari 9 modul, dengan asumsi penyajian setiap kali tatap muka 3
x 50 menit = 150 menit, untuk jumlah pertemuan maksimal 15 kali selama 1 (satu)
semester.
Materi perundang-undangan sebagai acuan awal dari Undang-Undang No.17 Tahun
2008 tentang Pelayaran, namun sebelumnya di ajarkan lebih dahulu tentang UNCLOS
“82 dan 4 Pilar Konvensi Maritim. Barulah kemudian di sisipi dengan Undang-Udang
lainnya serta PP dan Permenhub terkait. Materi 4 Pilar Convensi . SOLAS
Conv,1973 / 1978, MARPOL Conv 1973/1978, STCW conv 1978/ 1982, ISM Code
1992/1996, ISPS Code 2002/2004. Namun pembahasannya sebatas pengenalan materi
yang diatur dalam konvensi tersebut.
Demikian, semoga pembaca maklum

Jakarta, Februari 2020

Penulis Modul
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR :…………………………………………………………………..………1
DAFTAR ISI : ………………………………………………………………………….2
MODUL I : UNCLOS ’82 dan 4 pilar Convensi Maritim, SOLAS Conv 1973/ 1078,,
M M ARPOL Conv 1974/ 1978 , STCW con 1978/ 1982, MLC 2006 ………4

MODUL I I : RUANG LINGKUP UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2008 …..... 11


A. Sejarah Lahirnya
B. Asas dan Tujuan
C. Lingkup Berlakunya
MODUL III : ANGKUTAN DI PERAIRAN ……………………………………………25
A. Angkutan Laut
B. Angkutan Sungai dan Danau
C. Angkutan Penyeberaangan
D. Angkutan Perintis
E. Perizinan Angkutan
F. Usaha Jasa Terkait Dengan Pelayaran
G. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut
MODUL IV : PENYELENGGARA KEPELABUHANAN ……………………………38
A. Pengertian Kepelabuhanan Peran, Funsi, Jenis, Hirarkhi Pelabuhan
B. Lokasi Pelabuhan
C. Penyelenggara Kegiatan Pelabuhan
D. Terminal Khusus
E. Pelabuhan Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri
MODUL V : KESYAHBANDARAN …………………………………………………….47
A. Pengertian Kesyahbandaran
B. Tugas, Fungsi dan kewenangan Syahandar
C. Koordinasi kegiatan di pelabuhan
D. Pemeriksaan, penyimpanan surat, dokumen dan warta kapal
E. Persetujuan kegiatan kapal dipelabuhan
F. Surat Persetujuan Berlayar
G. Kecelakaan Kapal, Pencarian dan Pertolongan
H. Pemeriksaan Pendahuluan
I. Pemeriksaan Lanjutan
J. Penahanan kapal
K. KNKT
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

MODUL VI : PENGAWAKAN KAPAL ………………………………………………59


A. Susunan Jabatan Awak Kapal
B. Tugas, Kewajiban dan Hak Awak Kapal
C. Penempatan Awak Kapal di Luar Negeri

MODUL VII : KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ………………86


A. Keselamatan dan Keamanan Perairan
B. Keseamatan dan Keamanan Pelabuhan
C. Perlindungan Lingkungan Maritim
MODUL VII I : STCW 1978 DAN AMANDEMEN 2010 …………………...................107
A. Pengertian STCW
B. Aturan Pokok Dalam STCW 1978
C. Aturan Pokok Dalam Amendemen 2010
MODUL IX : SOLAS TAHUN 1974 /1978………………………………………………107
A. Sejarah SOLAS
B. Isi SOLAS
C. ISM Code
D. ISPS Cod
E. MARPOL 73/78

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………148


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

DESKRIPSI MATA KULIAH :


Mata kuliah ini menyajikan berbagai peraturan tentang pelayaran baik yang bersumber dari
hukum internasional maupun hukum nasional. Semua materi ini perlu dimengerti dan dipahami
oleh Taruna KALK karena semua peraturan tersebut akan ditemukan dalam dunia lapangan kerja
di bidang pelayaran.

PENCAPAIAN PEMBELAJARAN :
Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, Taruna mengetahui dan memahami Peraturan
Perundang-Undangan Pelayaran dan Undang-Undang Terkait
MODUL - I : UNCLOS 1982/ 1985
1 x 100 menit

A. Pengertian UNCLOS

UNCLOS = United Nations Convention on the Law of the Sea 1982/ 1985
Konvensi PBB tentang Hukum Laut ke 3 th 1982 di Montego Bay Yamaica 10 Desember
1982 di ikuti 119 negara anggota. Pengesahan Indonesia dgn UU No.17/1985

Daftar Isi UNCLOS


Bab I Pendahuluan
Bab II Laut Teritoril dan Zona Tambahan
Bab III Selat Yang Digunakan Untuk Pelayaran Internasional
Bab IV Negara-Negara Kepulauan (Archipelagic States)
Bab V Zona Ekonomi Eksklusif
Bab VI Landasan Kontinen (Continental Shelf)
Bab VII Laut Lepas (High Seas)
Bab VIII Rezim Pulau (Regime of Islands)
Bab IX Laut Tertutup atau Setengah Tertutup (Enclosed or Semi-Enclosed
Bab X Hak Negara Tak Perpantai UntukAkses ke dan dari Laut Serta Kebebsan
Transit
Bab XI Kawasan (The Area)
Bab XII Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut
Bab XIII Riset Ilmiah Kelautan
Bab XIV Pengembangan dan Alih Teknologi Kelautan
Bab XV Penyelesaian Sengketa (Settlement of Disputes)
Bab XVI Ketentuan Umum (General Provisions)
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

Didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan, dalam semangat saling pengertian dan
kerjasama, semua masalah yang bertalian dengan hukum laut dan menyadari makna
historis Konvensi ini sebagai suatu sumbangan penting terhadap pemeliharaan
perdamaian, keadilan dan kemajuan bagi segenap rakyat dunia,
Mencatat bahwa perkembangan yang telah terjadi sejak Konverensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa yang diadakan di Jenewa tahun 1958 dan 1960 telah menekankan perlu adanya
suatu Konvensi tentang hukum laut yang baru dan yang dapat diterima secara umum,
Menyadari bahwa masalah-masalah ruang samudera adalah berkaitan erat satu sama lain
dan perlu dianggap sebagai suatu kebulatan,
Mengakui keinginan untuk membentuk, melalui Konvensi ini, dengan mengindahkan
secara layak kedaulatan semua Negara, suatu tertib hukum untuk laut dan samudera yang
dapat memudahkan komunikasi internasional dan memajukan penggunaan laut dan
samudera secara damai, pendayagunaan sumber kekayaan alamnya secara adil dan efisien,
konservasi sumber kekayaan hayati dan pengkajian, perlindungan dan pelestarian
lingkungan laut dan konservasi kekayaan alam hayatinya,
Memperhatikan bahwa pencapaian tujuan ini akan merupakan sumbangan bagi
perwujudan suatu orde ekonomi internasional yang adil dan merata yang memperhatikan
kepentingan dan kebutuhan umat manusia sebagai suatu keseluruhan dan, terutama,
kepentingan dan kebutuhan khusus negara-negara berkembang, baik berpantai maupun
tidak berpantai,
Berkeinginan dengan Konvensi ini untuk mengembangkan prinsip-prinsip yang termuat
dalam resolusi 2749 (XXV) 17 Desember 1970 dimana Majelis Umum dengan khidmat
menyatakan inter alia bahwa baik kawasan dasar laut dan dasar samudera dan tanah
dibawahnya, di luar batas yurisdiksi nasional, maupun sumber kekayaannya, adalah
warisan bersama umat manusia, yang eksplorasi dan eksploitasinya harus dilaksanakan
bagi kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruhan, tanpa memandang lokasi
geografis negara-negara,
Berkeyakinan bahwa pengkodifikasian dan pengembangan secara progresif hukum laut
yang dicapai dalam Konvensi ini akan merupakan sumbangan untuk memperkokoh
perdamaian, keamanan, kerjasama dan hubungan bersahabat antara semua bangsa sesuai
dengan asas keadilan dan persamaan hak dan akan memajukan peningkatan ekonomi dan
sosial segenap rakyat dunia, sesuai dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa
sebagaimana ditetapkan. Menegaskan masalah-masalah yang tidak diatur dalam Konvensi
ini tetap tunduk pada ketentuan dan asas hukum internasional umum.

B. Wilayah Teritorial Indonesia


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

Kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya, dan
dalam hal suatu Negara kepulauan dengan perairan kepulauannya, meliputi pula suatu
jalur laut yang berbatasan dengannya yang dinamakan laut teritorial.
Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut serta dasar laut dan lapisan tanah
dibawahnya.
Kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan tunduk pada Konvensi ini dan
peraturan-peraturan lainnya dari hukum internasional

Teritorial Indonesia
Setiap Negara mempunyai hak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya sampai suatu
batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai
dengan Konvensi ini
. Batas terluar laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat
garis pangkal, sama dengan lebar laut territorial
Kecuali ditentukan lain dalam Konvensi ini, garis pangkal biasa untuk mengukur lebar
laut teritorial adalah garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana yang ditandai pada
peta skala besar yang secara resmi diakui oleh Negara pantai tersebut.
Dalam hal pulau yang terletak pada atol atau pulau yang mempunyai karang-karang di
sekitarnya, maka garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air
rendah pada sisi karang ke arah laut sebagaimana ditunjukkan oleh tanda yang jelas untuk
itu pada peta yang diakui resmi oleh Negara pantai yang bersangkutan.

Sebelum UNCLOS, batas teritoril Indonesia berdasarkan Teritoriale Zee en Maritim


Kringen Ordonantie 1939 (Aturan Laut Teritorial dan Lingkungan-Lingkungan
Maritim )
Lembaran Negara atau Staatsblad 1939 – 442
Psl 1 ayat 1
Membagi wilayah daratan Hindia Belanda dlm bagian yang terpisah dengan laut Wilayah
laut Hindia Belanda lebarnya 3 mil laut diukur dari garis rendah dari pada pulau-pulau.”
Wilayah Laut Indonesia lebarnya 3 mil laut diukur dari garis air terendah dari pada pulau-
pulau dan bagi pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan dari Indonesia
Atas dasar Dekarasi Djuanda, engatakan bahwa Batas laut teritorial yg lebarnya 12 mil,
diukur dari garis-garis yg menghubungkan titik-titik terluar pd pulau-pulau NRI
Kemudian DeklarasiDuanda ini diterima oleh UU NO. 4 Prp /1960 ttg Perairan Indonesia
Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut selebar 12 mil laut diukur dari titik terluar garis air
terendah dari pulau-pulau terluar.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

Deklarasi Djuanda ini diperjungkan dalam sidang PBB di Yamaica, dan berhasil diterima
dalam sidang PBB
UNCLOS - 1982 Pasal 3 Lebar laut teritorial
Setiap Negara mempunyai hak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya sampai suatu
batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai
dengan Konvensi ini.

Hak lintas damai


Dengan tunduk pada Konvensi ini, kapal semua Negara, baik berpantai maupun tak
berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial.
Pengertian lintas (meaning of passage)
1. Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan:
(a) melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh
di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman; atau
(b) berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah
laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan tersebut.
2. Lintas harus terus menerus, langsung serta secepat mungkin. Namun demikian, lintas
mencakup berhenti dan buang jangkar, tetapi hanya sepanjang hal tersebut berkaitan
dengan navigasi yang lazim atau perlu dilakukan karena force majeure atau mengalami
kesulitan atau guna memberikan pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara
yang dalam bahaya atau kesulitan

Pengertian lintas damai


1. Lintas adalah damai sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau
keamanan Negara pantai. Lintas tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan
Konvensi ini dan peratruan hukum internasional lainnya.
2. Lintas suatu kapal asing harus dianggap membahayakan kedamaian, ketertiban atau
Keamanan Negara pantai, apabila kapal tersebut di laut teritorial melakukan salah satu
kegiatan sebagai berikut :
(a) setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah
atau kemerdekaan politik Negara pantai, atau dengan cara lain apapun
yangmerupakan pelanggaran asas hukum internasional sebagaimana tercantum
dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;
(b) setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun;
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

(c) setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merugikan
bagi pertahanan atau keamanan Negara pantai;
(d) setiap perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau
keamanan Negara pantai;
(e) peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara di atas kapal;
(f) peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan dan perlengkapan militer;
(g) bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara bertentangan
dengan peraturan perundangundangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter
Negara Pantai;
(h) setiap perbuatan pencemaran dengan sengaja dan parah yang bertentangan dengan
ketentuan Konvensi ini;
(i) setiap kegiatan perikanan;
(j) kegiatan riset atau survey;
(k) setiap perbuatan yang bertujuan mengganggu setiap sistem komunikasi atau setiap
fasilitas atau instalasi lainnya Negara pantai;
(l) setiap kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan lintas.

Kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya


Di laut teritorial, kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya diharuskan melakukan
navigasi di atas permukaan air danmenunjukkan benderanya.

Kewajiban Negara pantai


. Negara pantai tidak boleh menghalangi lintas damai kapal asing melalui laut teritorial
kecuali sesuai dengan ketentuan Konvensi ini. Dalam penerapan Konvensi ini atau
setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat sesuai Konvensi ini, Negara pantai
khususnya tidak akan :
(a) menetapkan persyaratan atas kapal asing yang secara praktis berakibat penolakan
atau pengurangan hak litas damai; atau
(b) mengadakan diskriminasi formal atau diskriminasi nyata terhadap kapal Negara
manapun atau terhadap kapal yang mengangkut muatan ke, dari atau atas nama
Negara manapun.
Negara pantai harus mengumumkan secara tepat bahaya apapun bagi navigasi dalam laut
teritorialnya yang diketahuinya.

Hak perlindungan Negara Pantai


. Negara pantai dapat mengambil langkah yang diperlukan dalam laut teritorialnya untuk
mencegah lintas yang tidak damai.
Dalam hal kapal menuju perairan pedalaman atau singgah di suatu fasilitas pelabuhan di
luar perairan pedalaman, Negara pantai juga mempunyai hak untuk mengambil langkah
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran apapun terhadap persyaratan yang


ditentukan bagi masuknya kapal tersebut ke perairan pedalaman atau persinggahan
demikian.
Negara pantai, tanpa diskriminasi formil atau diskriminasi nyata di antara kapal asing,
dapat menangguhkan sementara dalam daerah tertentu laut teritorialnya lintas damai
kapal asing apabila penangguhan demikian sangat diperlukan untuk perlindungan
keamanannya, termasuk keperluan latihan senjata. Penangguhan demikian berlaku hanya
setelah diumumkan sebagaimana mestinya.

Pungutan yang dapat dibebankan pada kapal asing


Tidak ada pungutan yang dapat dibebankan pada kapal asing hanya karena melintasi laut
teritorial.
Pungutan dapat dibebankan pada kapal asing yang melintasi laut teritorial hanya sebagai
pembayaran bagi pelayanan khusus yang diberikan kepada kanal tersebut. Pungutan ini
harus dibebankan tanpa diskriminasi.
Tanggung Jawab Negara Pantai
Negara bendera memikul tanggung jawab internasional untuk setiap kerugian atau
kerusakan yang diderita Negara pantai sebagai akibat tidak ditaatinya oleh suatu kapal
perang kapal pemerintah lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial
peraturan perundang-undangan Negara pantai mengenai lintas melalui laut teritorial atau
ketentuan Konvensi ini atau peraturan hukum internasional lainnya.

Ladas Kontinen Indonesia


Pada tanggan 17 Pebruari 1969 pemerintah Indonesia mengumumkan Landas Kontinen
Indonesia meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di bawah permukaan laut
yang terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga
pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari
mana lebar laut teritorial diukur. Pengumuman pemertah ini ini diterima UU No.1/1973
Landas Kontinen. Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah dibawahnya
diluar perairan wilayah Republik Indonesia ….. sampai kedalaman 200 meter atau lebih,
dimana masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam.
Setelah di perjuangkan di sidang PBB di Yamaica ternyata anggota sidang menerimanya,
yaitu dimuat dalam pasal 76 Batasan Landas Kontnen
Landas kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari
daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang
kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal
pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
Landas kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi batas-batas 350 mil
Tepian kontinen meliputi kelanjutan bagian daratan negara pantai yang berada dibawah
permukaan air, dan terdiri dari dasar laut dan tanah dibawahnya dari dataran kontinen,
lereng (slope) dan tanjakan (rise). Tepian kontinen ini tidak mencakup dasar samudera
dalam dengan bukti-bukti samudera atau tanah di bawahnya

Hak Negara pantai atas landas kontinen


Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan
mengeksplorasinya dan mengekploitasi sumber kekayaan alamnya.
Hak yang tersebut dalam ayat 1 di atas adalah eksklusifnya dalam arti bahwa apabila
Negara pantai tidak mengekplorasi landas kontinen atau mengekploitasi sumber
kekayaan alamnya, tiada seorangpun dapat melakukan kegiatan itu tanpa persetujuan
tegas Negara pantai.
Hak suatu Negara pantai atas landas kontinen tidak tergantung pada pendudukan
(okupasi), baik efektif atau tidak tetap (notinal), atau pada proklamasi secara jelas
apapun.
Sumber kekayaan alam tersebut dalam Bab ini terdiri dari sumber kekayaan mineral dan
sumber kekayaan non hayati lainnya pada dasar laut dan tanah di bawahnya, bersama
dengan organisme hidup yang tergolong jenis sedenter yaitu organisme yang pada tingkat
yang sudah dapat dipanen dengan tidak bergerak berada pada atau di bawah dasar laut
atau tidak dapat bergerak kecuali jika berada dalam kontak pisik tetap dengan dasar laut
atau tanah dibawahnya.

Status hukum perairan dan ruang udara diatas landas kontinen serta hak dan
kebebasan Negara lain
Hak Negara pantai atas landas kontinen tidak mempengaruhi status hukum perairan di
atasnya atau ruang udara di atas perairan tersebut.
Pelaksanaan hak Negara pantai atas landas kontinen tidak boleh mengurangi, atau
mengakibatkan gangguan apapun yang tak beralasan terhadap pelayaran dan hak serta
kebebasan lain yang dimiliki Negara lain sebagaimana ditentukan dalam ketentuan
Konvensi ini.

C. ZEE Indonesia
Pengumuman Pemerintah RI 21-3-1980 bahwa ZEE Indonesia yaitu jalur diluar wilayah
Indonesia (12 mil laut) yg lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah
Indonesia kemudian pengumuman ini dimuat dalam UU No. 5/1983 ttg ZEEI Pasal 2
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

Hal ini terjadi sebelum UNCLOS di ratifikasi Indonesia dengan UU No.17/1985. maka
sebelumnya dimana ZEE ini telah dimasukan kedalam UNCLOS Pasal 57. Lebar ZEE
ZEE tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial
diukur.
Pengertian ZEE
ZEE adalah Suatu zona selebar tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal teritorial
diukur, di zona ini Negara pantai memiliki hak-hak berdaulat yang eksklusif untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam serta yuridiksi tertentu
terhadap:
- Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan.  
- Riset ilmiah kelautan.
- Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.

Pengertian ZEE secara umum.


Zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, di zona tsb negara pantai punyai
hak atas kekayaan alamnya, dan  
Berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya,
ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.

Hak-hak dan kewajiban Negara lain di zona ekonomi eksklusif


Di zona ekonomi eksklusif, semua Negara, baik Negara berpantai atau tak berpantai,
menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan Konvensi ini, kebebasan
kebebasan pelayaran dan penerbangan, serta kebebasan meletakkan kabel dan pipa bawah
laut yang disebut dalam pasal 87 dan penggunaan laut lain yang sah menurut hukum
internasional yang bertalian dengan kebebasan-kebebasan ini, seperti penggunaan laut
yang berkaitan dengan pengoperasian kapal, pesawat udara, dan kabel serta pipa di
bawah laut, dan sejalan dengan ketentuan-ketentuan lain Konvensi ini.
Pasal 88 sampai 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang berlaku diterapkan
bagi zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan Bab ini.
Dalam melaksanakan hak-hak memenuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi ini di zona
ekonomi eksklusif, Negaranegara harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak
dan kewajiban Negara pantai dan harus mentaati peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Negara pantai sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan
hukum internsional lainnya sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan
ketentuan Bab ini.
Hal baru pada UNCLOS yaitu Pasal 33 Zona Tambahan
1. Dalam suatu zona yang berbatasan dengan laut teritorialnya, yang dinamakan zona
tambahan, Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk :
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

a) mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi


atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya;
b) menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan tersebut di atas yang
dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
2. Zona tambahan tidak dapat melebihi 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar
laut teritorial diukur.

D. Laut Lepas
Laut lepas terbuka untuk semua Negara, baik Negara pantai atau tidak berpantai.
Kebebasan laut lepas, dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dalam
Konvensi ini dan ketentuan lain hukum internasional. Kebebasan laut lepas itu meliputi,
inter alia, baik untuk Negara pantai atau Negara tidak berpantai :
a. untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan tunduk pada Bab VI;
b. kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lainnya yang diperbolehkan
berdasarkan hukum internasional, dengan tunduk pada Bab VI;
c. kebebasan kebebasan berlayar;
d. kebebasan penerbangan;
e. kebebasan menangkap ikan, dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum dalam
bagian 2;
f. kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada Bab VI dan XIII.

Kebebasan ini akan dilaksanakan oleh semua Negara, dengan memperhatikan


sebagaimana mestinya kepentingan Negara lain dalam melaksanakan kebebasan laut
lepas itu, dan juga dengan memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dalam
Konvensi ini yang bertalian dengan kegiatan di Kawasan.
Tidak ada suatu Negara pun yang dapat secara sah menundukkan kegiatan manapun dari
laut lepas pada kedaulatannya.
Setiap Negara, baik berpantai atau tidak berpantai, mempunyai hak untuk melayarkan
kapal di bawah benderanya di laut lepas.
Setiap Negara harus menetapkan persyaratan bagi pemberian kebangsaannya pada kapal,
untuk pendaftaran kapal di dalam wilayah, dan untuk hak mengibarkan benderanya.
Kapal memiliki kebangsaan Negara yang benderanya secara sah dapat dikibarkan
olehnya. Harus ada suatu kaitan yang sungguh-sungguh antara Negara dan kapal itu.
Setiap Negara harus memberikan kepada kapal yang olehnya diberikan hak untuk
mengibarkan benderanya dokumen yang diperlukan untuk itu.

Kapal harus berlayar di bawah bendera suatu Negara saja dan kecuali dalam hal-hal luar
biasa yang dengan jelas ditentukan dalam perjanjian internasional atau dalam Konvensi
ini, harus tunduk pada yurisdiksi eksklusif Negara itu di laut lepas. Suatu kapal tidak
boleh merobah bendera kebangsaannya sewaktu dalam pelayaran atau sewaktu berada di
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

suatu pelabuhan yang disinggahinya, kecuali dalam hal adanya suatu perpindahan
pemilikan yang nyata atau perubahan pendaftaran.
Sebuah kapal yang berlayar di bawah bendera dua Negara atau lebih, dan
menggunakannya berdasarkan kemudahan, tidak boleh menuntut salah satu dari
kebangsaan itu terhadap Negara lain manapun, dan dapat dianggap sebagi suatu kapal
tanpa kebangsaan.
Setiap Negara harus melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan pengawasannya dalam
bidang administratif, teknis dan sosial atas kapal yang mengibarkan benderanya.
Khususnya setiap Negara harus :
(a) memelihara suatu daftar (register) kapal-kapal yang memuat nama dan keterangan-
keterangan lainnya tentang kapal yang mengibarkan benderanya, kecuali kapal yang
dikecualikan dari peraturan-peraturan internasional yang diterima secara umum
karena ukurannya yang kecil, dan
(b) menjalankan yurisdiksi di bawah perundang-undangan nasionalnya atas setiap kapal
yang mengibarkan benderanya dan nakhoda, perwira serta awak kapalnya bertalian
dengan masalah administratif, teknis dan sosial mengenai kapal itu.
Setiap Negara harus mengambil tindakan yang diperlukan bagi kapal yang memakai
benderanya, untuk menjamin keselamatan di laut, berkenaan, inter alia, dengan :
(a) konstruksi, peralatan dan kelayakan laut kapal;
(b) pengawakan kapal, persyaratan perburuhan dan latihan awak kapal, dengan
memperhatikan ketentuan internasional yang berlaku;
(c) pemakaian tanda-tanda, memelihara dan pencegahan tubrukan.

Tindakan demikian harus meliputi tindakan yang diperlukan untuk menjamin :


(a) bahwa setiap kapal, sebelum pendaftaran dan sesudah pada jangka waktu tertentu,
diperiksa oleh seorang surveyor kapal yang berwenang, dan bahwa di atas kapal
tersedia peta, penerbitan pelayaran dan peralatan navigasi dan alat-alat lainnya yang
diperlukan untuk navigasi yang aman kapal itu;
(b) bahwa setiap kapal ada dalam pengendalian seorang nakhoda dan perwira-perwira
yang memiliki persyaratan yang tepat, khususnya mengenai seamanship
(kepelautan), navigasi, komunikasi dan permesinan kapal, dan bahwa awak kapal
itu memenuhi syarat dalam kualifikasi dan jumlahnya untuk jenis, ukuran, mesin
dan peralatan kapal itu;
(c) bahwa nakhoda, perwira, dan sedapat mungkin awak kapal sepenuhnya mengenal
dan diharuskan untuk mematuhi peraturan internasional yang berlaku tentang
keselamatan jiwa di laut, pencegahan tubrukan dan pencegahan, pengurangan dan
pengendalian pencemaran laut serta pemeliharaan komunikasi melalui radio.

Dalam mengambil tindakan yang diharuskan dalam ayat 3 dan 4 setiap Negara
diharuskan untuk mengikuti peraturan-peraturan, prosedur dan praktek internasional
yang umum diterima dan untuk mengambil setiap langkah yang mungkin diperlukan
untuk pentaatannya.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

Suatu Negara yang mempunyai alasan yang kuat untuk mengira bahwa yurisdiksi dan
pengendalian yang layak bertalian dengan suatu kapal telah tidak terlaksana, dapat
melaporkan fakta itu kepada Negara bendera. Setelah menerima laporan demikian,
Negara bendera harus menyelidiki masalah itu dan, apabila diperlukan, harus mengambil
tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki keadaan.
Setiap Negara harus mengadakan pemeriksaan yang dilakukan oleh atau dihadapan
seorang atau orang-orang yang berwenang, atas setiap kecelakaan kapal atau insiden
pelayaran di laut lepas yang menyangkut kapal yang mengibarkan benderanya dan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa atau luka berat pada warganegara dari Negara lain atau
kerusakan berat pada kapal-kapal atau instalasi instalasi Negara lain atau pada
lingkungan laut. Negara bendera dan Negara yang lain itu harus bekerjasama dalam
penyelenggaraan suatu pemeriksaan yang diadakan oleh Negara yang lain itu terhadap
setiap kecelakaan laut atau insiden pelayaran yang demikian itu.

Dalam hal terjadinya suatu tubrukan atau insiden pelayaran lain apapun yang
menyangkut suatu kapal laut lepas, berkaitan dengan tanggung jawab pidana atau
disiplin nakhoda atau setiap orang lainnya dalam dinas kapal, tidak boleh diadakan
penuntutan pidana atau disiplin terhadap orang-orang yang demikian kecuali di hadapan
peradilan atau pejabat administratif dari atau Negara bendera atau Negara yang orang
demikian itu menjadi warganegaranya.
Dalam perkara disiplin, hanya Negara yang telah mengeluarkan ijazah nakhoda atau
sertifikat kemampuan atau ijin yang harus merupakan pihak yang berwenang, setelah
dipenuhinya proses hukum sebagaimana mestinya, untuk menyatakan penarikan
sertifikat demikian, sekalipun pemegangnya bukan warganegara dari Negara yang
mengeluarkannya.
Tidak boleh penangkapan atau penahanan terhadap kapal, sekalipun sebagai suatu
tindakan pemeriksaan, diperintahkan oleh pejabat manapun kecuali oleh pejabat pejabat
dari Negara bendera.

Pengejaran seketika suatu kapal asing dapat dilakukan apabila pihak yang berwenang
dari Negara pantai mempunyai alasan cukup untuk mengira bahwa kapal tersebut telah
melanggar peraturan perundang-undangan Negara itu. Pengejaran demikian harus
dimulai pada saat kapal asing atau salah satu dari sekocinya ada dalam perairan
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial atau zona tambahan negara pengejar, dan
hanya boleh diteruskan di luar laut teritorial atau zona tambahan apabila pengejaran itu
tidak terputus. Adalah tidak perlu bahwa pada saat kapal asing yang berada dalam laut
teritorial atau zona tambahan itu menerima perintah untuk berhenti, kapal yang memberi
perintah itu juga berada dalam laut teritorial atau zona tambahan. Apabila kapal asing
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

tersebut berada dalam zona tambahan, sebagaimana diartikan dalam pasal 33,
pengejaran hanya dapat dilakukan apabila telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak
untuk perlindungan mana zona itu telah diadakan.
Hak pengejaran seketika harus berlaku, mutatis mutandis bagi pelanggaran-pelanggaran
di zona ekonomi eksklusif atau di landas kontinen, termasuk zona-zona keselamatan
disekitar instalasi-instalasi di landas kontinen, terhadap peraturan perundang-undangan
Negara pantai yang berlaku sesuai dengan Konvensi ini bagi zona ekonomi eksklusif
atau landas kontinen, termasuk zona keselamatan demikian.
Hak pengejaran seketika berhenti segera setelah kapal yang dikejar memasuki laut
teritorial Negaranya sendiri atau Negara ketiga.
Pengejaran seketika belum dianggap telah dimulai kecuali jika kapal yang mengejar
telah meyakinkan diri dengan cara-cara praktis yang demikian yang mungkin tersedia,
bahwa kapal yang dikejar atau salah satu sekocinya atau kapal lain yang bekerjasama
sebagai suatu team dan menggunakan kapal yang dikejar sebagai kapal induk berada
dalam batas-batas laut teritorial atau sesuai dengan keadaannya di dalam zona tambahan
atau zona ekonomi eksklusif atau di atas landas kontinen. Pengejaran hanya dapat mulai
setelah diberikan suatu tanda visual atau bunyi untuk berhenti pada suatu jarak yang
memungkinkan tanda itu dilihat atau didengar oleh kapal asing itu.
Hak pengejaran seketika dapat dilakukan hanya oleh kapal-kapal perang atau pesawat
udara militer atau kapal-kapal atau pesawat udara lainnya yang diberi tanda yang jelas
dan dapat dikenal sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah dan
berwenang untuk melakukan tugas itu.
Dalam hal pengejaran seketika dilakukan oleh suatu pesawat udara :
(a) ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 4 harus berlaku mutatis mutandis;
(b) pesawat udara yang memberikan perintah untuk berhenti harus melakukan
pengejaran kapal itu secara aktif sampai kapal atau pesawat udara Negara pantai
yang dipanggil oleh pesawat udara pengejar itu tiba untuk mengambil alih
pengejaran itu, kecuali apabila pesawat udara itu sendiri dapat melakukan
penangkapan kapal tersebut. Adalah tidak cukup untuk membenarkan suatu
penangkapan di luar laut teritorial bahwa kapal itu hanya terlihat oleh pesawat
udara sebagai suatu pelanggar atau pelanggar yang dicurigai, jika kapal itu tidak
diperintahkan untuk berhenti dan dikejar oleh pesawat udara itu sendiri atau
oleh pesawat udara atau kapal lain yang melanjutkan pengejaran itu tanpa
terputus.
Pelepasan suatu kapal yang ditahan dalam yurisdiksi suatu Negara dan dikawal ke
pelabuhan Negara itu untuk keperluan pemeriksaan di hadapan pejabat-pejabat yang
berwenang tidak boleh dituntut semata-mata atas alasan bahwa kapal itu dalam
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Tanggal Revisi :
Maret 2020
( 3 SKS )

melakukan perjalanannya, dikawal melalui sebagian dari zona ekonomi eksklusif atau
laut lepas jika keadaan menghendakinya.
Dalam hal suatu kapal telah dihentikan atau ditahan di luar laut teritorial dalam keadaan
yang tidak membenarkan dilaksanakannya hak pengejaran seketika, maka kapal itu
harus diberi ganti kerugian untuk setiap kerugian dan kerusakan yang telah diderita
karenanya.

TUGAS /LATIHAN
Jelaskan batas-batas laut menurut UNCLOS 1982

Anda mungkin juga menyukai